Anda di halaman 1dari 43

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

Pisang (Musa spp.) merupakan salah satu dari sekian banyak komoditas penghasil

devisa yang diekspor oleh Indonesia. Pisang menduduki tempat pertama diantara

jenis buah-buahan lain, baik dari segi sebaran, luas pertanaman maupun dari segi

produksi. Total produksi pisang Indonesia tahun 2017 sebesar 7.162.680 ton dan

Provinsi Jambi masih menduduki peringkat terakhir dalam produksi pisang

sebesar 29.189 ton atau 0,5 % dari total produksi pisang nasional (BPS, 2017).

Produksi pisang yang mengalami peningkatan akan mengakibatkan adanya

surplus atau kelebihan pisang di sentra-sentra produksinya. Selain itu,

pemanfaatan buah pisang sebagian besar masih dikonsumsi dalam bentuk segar

tidak diimbangi dengan kualitas buah pisang yang baik. Kualitas yang rendah

disebabkan oleh panen tidak tepat waktu (ketuaan tidak memenuhi syarat),

kurangnya perawatan tanaman dan buruknya penanganan di kebun dan selama

pengangkutan yang mengakibatkan kerusakan mekanis dan memberi peluang

infeksi mikroorganisme penyebab busuk pascapanen lebih besar (Rumah lewang

dan Amanupunyo, 2012). Gejala yang ditimbulkan pada permukaan kulit buah

menyebabkan buah tidak menarik untuk dikomsumsi. Hal ini menyebabkan

banyak pisang dijual dengan harga yang rendah, bahkan dapat terbuang percuma.

Salah satu upaya untuk menanggulangi permasalahan yang ada adalah dengan

melakukan penanganan dan pengolahan buah pisang, sehingga menjadi produk


2

yang lebih awet dan bernilai ekonomis tinggi. Mengingat pisang memiliki daya

simpan yang tidak lama seperti halnya komoditi pertanian yang lain, sedangkan

upaya mengolah pisang umumnya masih terbatas pada makanan tradisional

seperti pisang goreng ataupun kolak (Nasriati dan Fauziah, 2011), sehingga perlu

dilakukan pengembangan ataupun diversifikasi produk untuk meningkatkan nilai

tambahnya. Pengembangan pengolahan komoditi pisang ini dapat dilakukan pada

industri hulu maupun hilir. Namun, industri hilir yang berupa pengolahan pasca

panen berbasis pisang di Provinsi Jambi umumnya baru dilaksanakan pada tingkat

home industry.

Pendirian agroindustri berbasis pisang diharapkan dapat menjadi solusi untuk

pengolahan pisang menjadi produk yang memiliki nilai tambah. Penentuan

agroindustri berbasis pisang dapat dilakukan melalui pendekatan sumber bahan

baku pisang yang potensial di Provinsi Jambi. Pengolahan pisang menjadi

berbagai produk olahan dapat meningkatkan penganekaragaman pangan serta

memberikan alternatif dalam memasarkan produk (buah segar atau produk

olahan). Produk olahan yang dihasilkan dari buah pisang pun ada bermacam

macam, antara lain: tepung pisang, keripik (Mulyanti, 2008), sari buah pisang, jus,

puree, jam dan jelly (Anonim a, 2000).

Pengembangan industri olahan diarahkan ke perluasan diversifikasi produk,

meliputi pembuatan keripik, sale, puree, dan tepung pisang (Saragih, 2012).

Peluang olahan pisang dalam bentuk puree cukup potensial karena produk

tersebut merupakan bahan baku dalam pembuatan makanan bayi dan juice.

Pertambahan penduduk dunia jika diperhitungkan berdasar bayi yang baru lahir
3

kira-kira selama 4 – 5 bulan akan mengkonsumsi tepung pisang maka peluang

produk olahan pisang cukup besar (Satyantari, et al. 2008). Pengolahan menjadi

keripik pisang juga sebagai potensi olahan yang memiliki nilai tambah bagi

masyarakat (Anonim c, 2015).

Pengembangan pengolahan pisang menjadi berbagai produk sangat diperlukan

untuk menambah nilai jual serta mendorong tumbuhnya agroindustri. Namun,

pengkajian untuk mewujudkan pengembangan pengolahan pisang melalui

pemilihan pendirian agroindustri berbasis pisang yang layak untuk dikembangkan

belum dilakukan di Provinsi Jambi. Oleh sebab itu, pendirian agroindustri

pengolahan berbasis pisang perlu dikaji lebih dalam mengenai aspek-aspek yang

mempengaruhi terkait keberlangsungan suatu agroindustri tersebut, yang meliputi

penentuan lokasi serta analisa kelayakan usaha ditinjau dari aspek pasar, teknis

dan teknologi, manajemen, dan aspek finansial. Analisis nilai tambah juga perlu

dilakukan sehingga dapat diketahui peranan agroindustri berbasis pisang tersebut

dalam efektifitas transformasinya menjadi produk hasil pengolahan.

1.2. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mendapatkan jenis agroindustri berbasis pisang yang potensial untuk

dikembangkan di Provinsi Jambi dengan menggunakan Analisis Hierarki

Proses (AHP).
4

2. Mengetahui kelayakan pendirian agroindustri berbasis pisang yang terpilih

di Provinsi Jambi ditinjau dari aspek pasar dan pemasaran, teknis dan

teknologi, manajemen, finansial, dan nilai tambahnya.

1.3. Kerangka Pemikiran

Menurut Badan Pusat Statistik (2017), produksi pisang di Provinsi Jambi tahun

2017 adalah sebesar 29.189 ton, menurun sebanyak 21.186 ton dibanding tahun

2016 (50.375 ton). Penurunan produksi dari tahun ke tahun terus terjadi karena

adanya penurunan lahan produksi serta serangan organisme pengganggu tanaman.

Dalam kondisi produksi yang terus menurun, harapan untuk menjadikan pisang

sebagai produk unggulan sebagai penyeimbang perekonomian akibat menurunnya

nilai jual kelapa sawit pada akhir-akhir ini, karena pisang merupakan bahan

pangan olahan yang mempunyai nilai tinggi, mengingat kandungan gizinya cukup

tinggi. Usaha pengembangan potensi dan pendayagunaan pisang agar dapat

meningkatkan nilai ekonominya sangat diperlukan terutama untuk menanggulangi

produksi buah pisang yang tidak terpasarkan dan belum sepenuhnya dimanfaatkan

secara optimal. Keadaan tersebut memerlukan adanya suatu kombinasi antara

penanganan pemasaran pisang segar dan pengolahan pisang menjadi berbagai

produk olahan baik produk jadi maupun produk setengah jadi. Agroindustri

berbasis pisang di Provinsi Jambi saat ini masih sebatas skala rumah tangga,

padahal memiliki bahan baku yang melimpah, sehingga masih dibutuhkan kajian

yang lebih komprehensif.


5

Penentuan jenis agroindustri berbasis pisang menggunakan metode Analytical

Hierarchy Process (AHP) dilakukan dengan mengambil beberapa produk pisang

alternatif, yaitu tepung pisang, keripik pisang dan puree/pasta pisang. Proses

Hierarki Analitik (analytical hierarchy process, AHP) mencakup penentuan

prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria dan merupakan salah satu metode

yang dapat digunakan oleh pengambil keputusan dalam menyelesaikan persoalan

kesisteman (Saaty, 1993). Penentuan alternatif produk tersebut diharapkan dapat

memperkecil ruang lingkup sasaran strategis peningkatan produksi olahan

berbasis pisang yang masih bersifat umum. Penentuan jenis agroindustri berbasis

pisang ini dilakukan dengan memperhatikan kriteria potensi pasar, bahan baku,

teknologi, modal, sumber daya manusia, dan nilai tambah produk. Setelah

diperoleh jenis agroindustrinya, maka dilakukan kajian pendirian agroindustri

produk terpilih.

Kelayakan pendirian suatu agroindustri harus memperhatikan beberapa aspek,

antara lain: aspek pasar dan pemasaran, teknis dan teknologi, organisasi dan

manajemen, ekonomi dan keuangan (Ibrahim, 2009) dan dianalisis nilai

tambahnya. Analisis finansial diukur dengan menggunakan dasar penilaian Net

Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net

B/C), dan Payback Period (PbP) (Ibrahim, 2009). Pendirian usaha tersebut dapat

dikembangkan bila NPV bernilai lebih besar dari nol (NPV>0), IRR bernilai lebih

besar dari discount factor (IRR>i), Net B/C ratio bernilai lebih besar dari satu,

maka nilai payback period lebih pendek dari umur ekonomis proyek/investasi.

Analisis nilai tambah dilakukan dalam rangka mengetahui seberapa besar

kontribusi kegiatan agroindustri pengolahan berbasis pisang ini terhadap tenaga


6

kerja dan pemilik perusahaan. Adapun skema kerangka pikir penelitian ini dapat

dilihat pada Gambar 1.

L Gambar 1. Skema kerangka pikir penelitian.


a
t
a
r
b
e Adanya potensi yang cukup besar pada komoditi pisang
l
a yang tidak diimbangi dengan pengelolaan potensi secara
k
a optimal di Provinsi Jambi
n
g
d
a
n
Diperlukan adanya pengembangan agroindustri di
m
a
s
Provinsi Jambi untuk mengoptimalkan potensi sumber
a
l
daya yang ada
a
h

T
u
j
Upaya pengembangan Agroindustri berbasis pisang di
u
a Provinsi Jambi
n

d
a
n

s
a
s
Penentuan Agro Industri Analisis kelayakan
a
r
berbasis pisang yang pendirian Agroindustri
a
n
potensial dengan metode meliputi aspek pasar,
AHP teknis & teknologi,
finansial, dan analisis
nilai tambah

H I Agroindustry berbasis pisang di Provinsi Jambi


a n
s g
i i
l n
y
a d
n i
g c
a
p
a
i
7

1.4. Hipotesis

Pendirian agroindustri berbasis pisang layak didirikan di Provinsi Jambi, ditinjau

dari jenis agroindustri dan analisis kelayakan usahanya yang meliputi aspek pasar,

teknis dan teknologi, manajemen, finansial, serta analisis nilai tambah produk

hasil olahannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pisang

Pisang (Musa paradisiaca L.) adalah tanaman buah berupa herba yang berasal

dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Pisang adalah nama umum

yang diberikan pada tumbuhan raksasa berdaun besar memanjang dari suku

Musaceae ini. Beberapa jenisnya (Musa acuminata, M. balbisiana, dan M.

paradisiaca) menghasilkan buah konsumsi yang dinamakan sama. Buah ini

tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok tersusun menjari, yang

disebut sisir. Hampir semua buah pisang memiliki kulit berwarna kuning ketika

matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga, merah, hijau, ungu, atau

bahkan hampir hitam. Buah pisang sebagai bahan pangan merupakan sumber

energi dan mineral (Anonim b, 2015).

Menurut Prabawati, et al (2008), berdasarkan penggunaannya pisang dapat

dikelompokkan menjadi:

1) Pisang meja (banana) yang umumnya disajikan sebagai buah segar.

Contohnya: Pisang Ambon Kuning, Ambon Lumut, Barangan, Emas,

Jambi, Raja Bulu, Raja Sere, dan lain-lain;

2) Pisang untuk olahan (plantain) yang hanya enak dikonsumsi setelah

terlebih dahulu diolah menjadi berbagai produk makanan.

Contohnya: Pisang Kepok, Kapas, Nangka, Siem, Tanduk, dan Uli; 3)

Pisang yang banyak dimanfaatkan daunnya, yaitu: Pisang Batu dan Klutuk; 4)

Pisang yang diambil seratnya, yaitu: Pisang Manila dan Abaca.


9

Salah satu cara untuk mengawetkan buah pisang adalah dengan mengolahnya

menjadi berbagai jenis produk. Sebagai bahan untuk pengolahan, buah pisang

harus memenuhi syarat sudah tua dan tidak cacat, baik mekanis maupun

mikrobiologis. Prabawati, et al. (2008) mengatakan bahwa pengolahan buah

pisang menjadi keripik pisang bisa menggunakan buah pisang yang mentah dan

buah pisang yang matang. Keripik yang diolah menggunakan buah pisang yang

masih mentah, dipilih jenis pisang olahan seperti Pisang Kepok, Tanduk, Nangka,

Kapas, dan jenis pisang olahan lainnya. Hampir semua jenis pisang dapat diolah

menjadi keripik, namun ada beberapa jenis yang menghasilkan keripik dengan

rasa yang enak. Jenis pisang yang enak diolah menjadi keripik, antara lain: Pisang

Kepok, Tanduk, Nangka, dan Kapas. Keripik yang diolah dari buah pisang yang

matang memiliki cita rasa enak, manis, dan aromanya kuat. Jenis pisang matang

yang dapat diolah menjadi keripik antara lain Pisang Ambon, Tanduk, Nangka,

dan Kepok.

Tanaman pisang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup manusia.

Berdasarkan Gambar 2 (Anonim a, 2000) seluruh bagian dari tanaman pisang

dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, mulai dari bonggol, batang, daun,

buah, dan bunga. Pisang dijadikan buah meja, sale, puree, dan tepung. Kulit

pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi

alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagai pembungkus berbagai

macam makanan tradisional Indonesia. Batang Pisang Abaca diolah menjadi serat

untuk pakaian, kertas, dan sebagainya. Batang pisang yang telah dipotong kecil

dan daun pisang dapat dijadikan makanan ternak ruminansia (domba, kambing)

pada saat musim kemarau dimana rumput tidak/kurang tersedia.


10

Gambar 2. Pohon industri pisang (Anonim a, 2000).

Buah pisang mengandung gizi yang baik, antara lain menyediakan energi yang

cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang lain. Menurut Suyanti dan

Ahmad (2008), pisang kaya akan mineral seperti kalium, magnesium, besi, fosfor

dan kalsium, mengandung vitamin B (tiamin, riboflovin, niasin), B6 (piridoksin)

dan C. Kadar besi pisang mencapai 2 mg per 100 g dan seng 0,8 mg per 100 g

berdasarkan perhitungan berat kering. Kadar provitamin A yang berupa


11

betakaroten 45 mg per 100 g berat kering. Kadar vitamin B6 pisang juga cukup

tinggi, yaitu sebesar 0,5 mg per 100 g. Vitamin B6 ini yang berperan dalam

proses sintesis dan metabolisme protein, khususnya serotonin yang aktif sebagai

neutransmitter untuk kelancaran fungsi otak. Kandungan mineral yang menonjol

pada pisang adalah kalium yang diperkirakan menyumbang sekitar 440 mg.

Kandungan gizi beberapa jenis pisang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai gizi beberapa varietas pisang di Indonesia.


Varietas Kalori Karbohidrat Vitamin Air
Pisang (kalori) (%) (SI) (%)
Ambon 99 25,80 140 72
Angleng 68 17,20 76 80,30
Jambi 99 25,60 61,80 72,10
Mas 127 33,60 79 4,2
Raja 120 31,80 950 65,80
Raja Sere 118 31,10 112 67
Raja Uli 146 38,20 75 59,10
(Sumber: Suyanti dan Ahmad, 2008)

2.2. Produktivitas Pisang Provinsi Jambi

Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi (2017), Provinsi Jambi secara

geografis memiliki luas 50.160.05 km² dan terletak di antara 101°10'-104°55' BT

dan 0°45'-2°45' LS dengan batas wilayahnya: sebelah barat berbatasan dengan

Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu, sebelah timur berbatasan dengan

Laut Cina Selatan, sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Riau dan Provinsi

Kepulauan Riau, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan.

Provinsi Jambi terdiri dari 11 Kabupaten/Kota, Masyarakat Provinsi Jambi bagian

pesisir umumnya bekerja sebagai nelayan dan bercocok tanam, sedangkan bagian

tengah banyak yang berkebun, dan lain lain. Komoditi unggulan daerah-daerah di
12

Provinsi Jambi, yaitu: sektor perkebunan, pertanian, peternakan, dan jasa. Sub

sektor pertanian komoditi yang diunggulkan berupa pisang, jagung, kedelai, ubi

jalar, dan ubi kayu.

Kabupaten penghasil komoditi pisang terbesar di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten

Tanjung Jabur Timur, Tanjung Jabur Barat, Muaro Jambi, Kerinci, Batang Hari

Bungo, Tebo, Merangin,Sarolangun, Kota Jambi dan Kota Sungai Penuh (Tabel

2). Kabupaten Tanjung Jabur Timur merupakan daerah penghasil pisang terbesar

di Provinsi Jambi dalam kurun waktu tahun 2012 - 2106, diikuti Kabupaten

Muaro Jambi, sedangkan Kabupaten Tanjung Jabur Barat konsisten berada di tiga

besar.

Tabel 2. Produksi buah pisang di beberapa kabupaten di Provinsi Jambi.


Produksi Pisang (tandan)
Kabupaten /Kota
2012 2013 2014 2015 2016
499.51
Tanjung Jabung Timur 641.782 634.012 595.049 494.859 9
Tanjung Jabung Barat 408.934 555.432 801.328 369.234 734.018
Muaro Jambi 560.817 527.567 458.026 441.686 454.068
Kerinci 322.901 236.574 291.817 162.853 380.147
Batang Hari 251.932 237.056 146.500 116.393 126.806
Bungo 102.372 86.485 86.638 55.326 59.800
Tebo 97.208 102.891 82.660 90.592 106.541
Merangin 60.452 49.273 157.922 47.517 45.547
Sarolangun 50.211 23.016 24.734 28.878 18.998
Kota Jambi 19.983 23.751 44.577 44.606 53.106
Kota Sungai Penuh 8.030 7.470 12.990 19.706 18.120

Sumber BPS Provinsi Jambi, (2017).


13

2.3. Studi Kelayakan Proyek

Suratman (2001) mengungkapkan bahwa, studi kelayakan proyek merupakan

suatu studi untuk menilai proyek yang akan dikerjakan di masa mendatang dengan

cara memberikan rekomendasi apakah sebaiknya proyek dapat dikerjakan atau

tidak. Jika proyek tersebut merupakan proyek investasi yang berorientasi laba,

maka studi kelayakan yang dimaksud adalah studi atau penelitian untuk menilai

layak tidaknya investasi dapat berhasil dan menguntungkan secara ekonomis.

Aspek yang dikaji dalam suatu studi kelayakan dapat meliputi, antara lain: aspek

pasar dan pemasaran, teknis dan teknologi, aspek manajemen, aspek hukum, dan

finansial.

2.3.1. Aspek Pasar dan Pemasaran

Aspek pasar dan pemasaran sangat penting dalam pelaksanaan studi kelayakan

proyek, hal ini disebabkan aspek pasar dan pemasaran sangat menentukan hidup

matinya perusahaan. Menurut Ibrahim (2009), analisis aspek pasar dan

pemasaran bertujuan untuk menguji serta menilai sejauh mana pemasaran dari

produk yang dihasilkan dapat mendukung pengembangan usaha/proyek yang

direncanakan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam aspek pasar dan

pemasaran, antara lain:

a. Jumlah permintaan produk di masa lalu, masa kini, dan kecenderungan

permintaan di masa yang akan datang;

b. Berapa besar kemungkinan market space (pasar potensial) yang tersedia di

masa yang akan datang;


14

c. Berapa besar market share yang direncanakan berdasarkan pada rencana

produksi;

d. Faktor-faktor apa saja yang mungkin mempegaruhi permintaan di masa

yang akan datang;

e. Strategi apa saja yang perlu dilakukan dalam meraih market share yang

telah direncanakan.

Aspek pemasaran dari produk yang dihasilkan dapat dinilai baik atau tidak dilihat

dari segi daya serap pasar, kondisi pemasaran, dan besarnya persaingan di masa

yang akan datang. Kegunaan analisa pasar adalah untuk menentukan besar, sifat

dan pertumbuhan permintaan total akan produk yang dihasilkan, deskripsi tentang

produk dan harga jual, situasi pasar dan adanya persaingan, serta strategi atau

program pemasaran yang sesuai untuk produk dan berbagai faktor yang ada

kaitannya dengan pemasaran produk.

2.3.2. Aspek Teknis dan Teknologi

Kajian aspek teknis produksi menitik beratkan pada penilaian atas kelayakan

proyek dari sisi teknis dan produksi. Aspek teknis produksi adalah aspek yang

berhubungan dengan pembangunan dari proyek yang direncanakan dengan

melihat faktor lokasi proyek, luas produksi, penggunaan teknologi

(mesin/peralatan), dan juga keadaan lingkungan yang berhubungan dengan proses

produksi (Ibrahim, 2009).


15

Aspek teknis dan teknologi meliputi:

a. Penentuan lokasi proyek, yaitu dimana suatu proyek akan didirikan, baik

berupa lokasi atau lahan proyek. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

ketersediaan lahan, kemudahan dalam mengakses bahan baku, ketersediaan

sarana transportasi, sarana komunikasi, tenaga listrik dan air, ketersediaan

tenaga kerja, tenaga listrik dan air, kondisi sosial ekonomi (Kurniawan dan

Murtiningrum, 2013), sikap atau respon masyarakat dan proyek jangka

panjang untuk perluasan perusahaan.

b. Kasmir dan Jakfar (2012) mengemukakan bahwa penentuan luas produksi

adalah berkaitan dengan berapa jumlah produksi yang dihasilkan dalam

waktu tertentu dengan mempertimbangkan kapasitas teknis dan peralatan

yang dimiliki serta biaya yang paling efisien. Penentuan luas produksi

dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain : kecenderungan permintaan yang

akan datang, kemungkinan pengadaan bahan baku, bahan pembantu tenaga

kerja; tersedianya teknologi, mesin dan peralatan di pasar; daur hidup produk

dan produk substitusi dari produk tersebut.

Suatu industri dapat beroperasi dengan lancar jika didukung dengan bahan

baku utama dan bahan baku tambahan yang tersedia dalam jumlah cukup

setiap diperlukan. Sofyan (2003) menilai terdapat hal-hal yang harus

diperhatikan mengenai studi bahan baku dan bahan penolong, yaitu:

banyaknya persediaan di pasar, kemudahan mendapatkannya dalam jumlah

berapa banyak, serta ada atau tidak kemungkinan bahan pengganti jika bahan

baku tersebut hilang dari pasar, siapa saja yang menjadi supplier, berapa
16

tingkat harga, dan berapa tingkat kebutuhan rutin usaha saat ini dan

seterusnya.

c. Pemilihan teknologi yang tepat dan juga dipengaruhi oleh kemungkinan

pengadaan tenaga ahli, bahan baku, bahan pembantu, kondisi alam, dan

lainnya.

d. Pemilihan proses produksi yang akan dilakukan dan tata letak pabrik yang

dipilih, termasuk tata letak bangunan dan fasilitas lainnya.

2.3.3. Aspek Finansial

Soeharto (2002) mengatakan bahwa, analisis finansial digunakan untuk

mengambil keputusan untuk melakukan investasi dengan harapan mendapatkan

keuntungan dalam jangka panjang yang berdampak pada kelangsungan hidup

suatu perusahaan. Pendekatan konvensional yang dilakukan dalam mengkaji

kelayakan suatu proyek dari aspek finansial adalah menganalisis perkiraan arus

kas keluar dan masuk selama umur proyek atau investasi yaitu dengan cara

menguji dengan kriteria seleksi. Arus kas ini akan terbentuk atau meliputi dari

perkiraan biaya awal, modal kerja, biaya operasi, biaya produksi, dan pendapatan.

Menurut Kasmir dan Jakfar (2012), analisis terhadap aspek finansial atau

keuangan mencakup beberapa hal, yaitu:

(1) Sumber dana

Perolehan dana yang ada dapat dicari dari berbagai sumber dana, baik itu

dana sendiri atau modal pinjaman atau keduanya.


17

(2) Kebutuhan biaya investasi

Biaya investasi adalah biaya yang diperlukan dalam pembangunan proyek.

Biaya investasi secara garis besar, terdiri dari:

- Biaya pra investasi

Terdiri dari biaya pembuatan studi kelayakan dan biaya pengurusan izin-

izin.

- Biaya aktiva tetap

Biaya pembelian aktiva tetap berupa aktiva tetap yang berwujud yaitu

tanah, mesin-mesin, bangunan, peralatan, inventaris kantor dan aktiva

berwujud lainnya dan juga aktiva tetap tidak berwujud seperti hak cipta,

lisensi dan merek dagang.

- Biaya operasional (modal kerja)

Modal kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan

usaha setelah pembangunan proyek siap yang terdiri dari biaya tetap

(fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap adalah biaya

yang tidak dipengaruhi oleh naik turunnya produksi yang dihasilkan,

seperti biaya tenaga kerja tidak langsung, bunga bank, asuransi, dan dana

depresiasi/penyusutan. Biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan

untuk membeli bahan baku, upah tenaga kerja langsung, biaya

transportasi, biaya pemasaran, dan lain sebagainya.

(3) Arus Kas (cash flow)

Arus kas adalah jumlah uang yang masuk dan keluar dalam suatu perusahaan

mulai dari investasi dilakukan sampai dengan berakhirnya investasi tersebut.

(4) Proyeksi laba – rugi


18

Pernyataan rugi laba suatu perusahaan menyatakan keadaan penerimaan atau

pemasukan, biaya dan rugi laba perusahaan dalam suatu periode tertentu.

(5) Kriteria penilaian investasi.

Kriteria kelayakan investasi yang digunakan, antara lain: nilai sekarang / Net

Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), periode

pengembalian / Pay Back Period (PBP), dan tingkat pengembalian investasi /

Internal Rate of Return (IRR) (Ibrahim, 2009).

Net Present Value (NPV)

Ibrahim (2009) mengatakan bahwa, Net Present Value (NPV) adalah kriteria

investasi yang banyak digunakan untuk mengukur apakah suatu proyek layak atau

tidak untuk dijalankan. Data tentang perkiraan biaya investasi, biaya operasi, dan

pemeliharaan serta perkiraan manfaat/benefit dari proyek yang direncanakan akan

diperlukan untuk menghitung NPV, dengan rumus berikut ini:

NPV = ∑ NBi (1 + i)n


i=1

keterangan: NBt = Net Benefit = Benefit - Cost


n = tahun (waktu)
i = suku bunga (discount factor) yang berlaku

Jika NPV ≥ 0 maka proyek dapat dijalankan, nika NPV < 0 maka proyek ditolak.

Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Ibrahim (2009), Internal Rate of Return atau disingkat IRR adalah suatu

tingkat discount rate yang menghasilkan net present value sama dengan 0 (nol).
19

IRR dapat menggambarkan berapa besar tingkat pengembalian atas modal yang

diinvestasikan yang nilainya harus lebih besar dari SOCC atau social opportunity

cost of capital agar rencana usaha investasi layak untuk dilaksanakan, dengan

formula yang dirumuskan sebagai berikut:

NPV(1)
IRR = i + [ i(2) – i(1)]
(1)
NPV(1) – NPV(2)

Keterangan:
i(1) = adalah tingkat suku bunga / dicount rate yang membuat NPV positif i(2)
= adalah tingkat suku bunga / dicount rate yang membuat NPV negatif

Jika IRR dari suatu proyek sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku, maka

NPV dari proyek itu sebesar 0. Jika IRR ≥ i, maka proyek layak untuk dijalankan,

begitupun sebaliknya.

Net Benefit-Cost Ratio (net B/C)

Menurut Ibrahim (2009), Net B/C adalah perbandingan antara jumlah PV net

benefit yang positif dengan jumlah PV net benefit yang negatif. Jumlah present

value positif sebagai pembilang dan jumlah present value negatif sebagai

penyebut. Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara

manfaat dan biaya, pada awalnya biaya lebih besar daripada benefit sehingga BtCt

negatif, kemudian pada tahun-tahun berikutnya benefit lebih besar dari biaya

sehingga Bt-Ct positif, dengan formula sebagai berikut:


20

n NBi (+)
Net B/C = ∑
i=1
NBi (-)

keterangan:

NBi (+) = Net benefit yang telah di discount positif


NBi (-) = Net benefit yang telah di discount negatif

Suatu usaha dinyatakan layak secara finansial jika nilai net B/C lebih besar dari 1

(satu), jika lebih kecil dari 1 (satu) berarti tidak layak, dan untuk net B/C = 1

tercapai break even point.

Pay Back Periode (PBP)

Menurut Ibrahim (2009), periode pengembalian (payback period) adalah jangka

waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal suatu investasi, yang

menunjukkan terjadinya arus penerimaan (cash in flows) secara kumulatif sama

dengan jumlah investasi dalam bentuk present value. Secara sederhana, PBP

dapat diartikan sebagai jangka waktu pada saat NPV sama dengan nol. Nilai NPV

berbanding terbalik dengan PBP. Jika nilai NPV semakin besar, maka nilai PBP

semakin mengecil dan begitu pun sebaliknya. Semakin cepat dalam

pengembalian biaya investasi sebuah proyek, semakin lancar perputaran modal

maka semakin baik proyek tersebut. Rumus yang digunakan untuk menghitung

Pay Back Period (PBP) adalah sebagai berikut:

n n
∑ Ii - ∑ Bicp-1
i=1 i=1
PBP = Tp-1 +
21

Bp

dimana:

PBP = Pay back Period


Tp-1 = Tahun sebelum terdapat PBP
Ii = Jumlah investasi yang telah di discount
Bicp-1 = Jumlah benefit yang telah di discount sebelum Pay Back Period
Bp = Jumlah benefit pada Pay Back Period berada

Apabila payback period dari suatu investasi yang diusulkan lebih pendek dari

pada payback period maksimum, maka usul investasi tersebut dapat diterima.

Sebaliknya kalau payback period-nya lebih panjang dari pada maksimumnya

maka usul investasi seharusnya ditolak.

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas atau sering dikenal dengan istilah analisis kepekaan bertujuan

untuk mengetahui pengaruh berbagai faktor luar dan dalam suatu proyek terhadap

kemampuan proyek atau industri mencapai jumlah hasil penjualan dan

keuntungan. Suatu analisis sensitivitas diperlukan dalam studi kelayakan

finansial, terutama untuk proyek investasi yang berumur panjang (10-15 tahun)

(Soeharto, 2002).

Selama usaha berjalan, kemungkinan beberapa faktor akan berubah dan

mempengaruhi kelayakan usaha, sehingga dilakukan analisis sensitivitas atau

kepekaan untuk kondisi normal dan kondisi dimana ada perubahan faktor-faktor

tersebut. Analisis sensitivitas memberikan gambaran sejauh mana proyek atau


22

rencana industri akan tetap layak secara finansial jika terjadi perubahan-perubahan

pada faktor-faktor tersebut.

Analisis Nilai Tambah

Komoditas hasil pertanian seperti pisang merupakan bahan yang mudah rusak

(perishable), sehingga memerlukan penanganan atau perlakuan yang tepat.

Perlakuan seperti pengolahan, pengemasan, pengawetan, dan manajemen mutu

dapat meningkatkan nilai tambah komoditas tersebut. Nilai tambah merupakan

penambahan nilai suatu produk sebelum diolah dan setelah diolah per satuan.

Nilai tambah diketahui dengan melihat selisih antara nilai output dan nilai input.

Menurut Hayami (1997) dalam Priyantini (2013), menghitung nilai tambah dapat

dilakukan dengan dua cara, yaitu: nilai tambah untuk pemasaran dan pengolahan.

Nilai tambah untuk pengolahan dipengaruhi faktor-faktor yang terbagi menjadi

dua kelompok, yaitu: faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang

mempengaruhi adalah jumlah bahan baku yang digunakan, kapasitas produk serta

tenaga kerja, sedangkan faktor pasar yang mempengaruhi antara lain harga bahan

baku, upah tenaga kerja, harga output, dan nilai input lainnya selain bahan baku

dan tenaga kerja.


23

2.4. Metode Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk

2.4.1. Analisis Hierarki Proses

Analisis Hierarki Proses (AHP) menurut Atmanti (2008) adalah suatu model yang

luwes yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk

membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara

membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang

diinginkan darinya. AHP merupakan pendekatan dasar dalam pengambilan atau

membuat keputusan. AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang

tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi elemen-elemen dan menatanya

dalam suatu hierarki (Marimin, 2004).

Ada (empat) prinsip dasar Analitik Hirarki Proses (AHP) menurut Marimin

(2004), seperti di bawah ini:

(1) Penyusunan Hierarki (Decomposition)

Penyusunan hirarki adalah menguraikan persoalan yang akan diselesaikan,

diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian

disusun menjadi struktur hierarki.

(2) Penilaian Kriteria Alternatif

Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Sebelum

dilakukan proses pengambilan keputusan dari berbagai alternatif yang ada

maka dibutuhkan adanya suatu kriteria yang mampu menjawab pertanyaan

penting mengenai seberapa baik suatu alternatif dapat memecahkan suatu

masalah (Kurniawan dan Murtiningrum, 2013). Menurut Saaty (1983) dalam

Marimin (2004), untuk berbagai persoalan skala 1 sampai 9 adalah skala


24

terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat

kualitatif dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini:

Tabel 3. Nilai dan definisi pendapat kualitatif menurut Saaty (1983) dalam
Marimin (2004).
Nilai Keterangan
1 Kriteria / alternatif A sama penting dengan kriteria / alternatif B
3 A sedikit lebih penting dari B
5 A jelas lebih penting dari B
7 A sangat jelas lebih penting dari B
9 Mutlak lebih penting dari B
2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan

(3) Penentuan Prioritas

Perbandingan berpasangan (pairwise comparation) perlu dilakukan untuk

setiap kriteria dan alternatif. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian

diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Sesuai

dengan judgement yang ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas,

baik kriteria kualitatif maupun kuantitatif dapat dibandingkan. Bobot atau

prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian

matematik.

(4) Konsistensi Logis

Konsistensi memiliki dua makna, yaitu: pertama adalah objek-objek yang

serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi, dan

kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang

didasarkan pada kriteria tertentu. Pemilihan kriteria pada setiap masalah

pengambilan keputusan perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:


25

• Lengkap, yaitu kriteria harus lengkap sehingga mencakup semua aspek

yang penting, yang digunakan dalam mengambil keputusan untuk

pencapaian tujuan.

• Operasional, yaitu bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi

pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati terhadap

alternatif yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu

penjelasan alat untuk berkomunikasi.

• Tidak berlebihan, yaitu dengan cara menghindari adanya kriteria yang

pada dasarnya mengandung pengertian yang sama.

• Minimum, yaitu jumlah kriteria seminimal mungkin untuk

mempermudah pemahaman terhadap persoalan, serta menyederhanakan

persoalan dalam analisis.

Keuntungan atau manfaat yang dapat diperolah dari penggunaan metode AHP

(Marimin, 2004), antara lain sebagai berikut:

 Memberi satu model tunggal yang mudah dimengerti dan fleksibel untuk

berbagai permasalahan yang tidak terstruktur dan memadukan pendekatan

deduktif serta pendekatan sistem dalam memecahkan permasalahan tersebut;

 Dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu

sistem dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat;

 Memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan mewujudkan metode

penerapan prioritas;
26

 Melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang

digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas dan menuntun ke suatu

taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif;

 Mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem

dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-

tujuan mereka, serta mensintesiskan hasil yang representatif dari berbagai

penelitian; dan

 Memungkinkan organisasi memperluas definisi suatu permasalahan dan

memperbaiki pertimbangan serta pengertian melalui pengulangan.

2.4.2. Metode Perbandingan Eksponensial

Menurut Marimin (2004), metode perbandingan eksponensial (MPE) merupakan

salah satu metode pengambilan keputusan yang mengkuantifikasikan pendapat

seseorang atau lebih dalam skala tertentu. Pada prinsipnya MPE merupakan

metode skoring terhadap pilihan yang ada. Perbedaan nilai antar kriteria dapat

dibedakan tergantung kepada kemampuan orang yang menilai dengan perhitungan

secara eksponensial.

Tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam pemilihan keputusan dengan MPE,

antara lain:

1. Penentuan semua alternatif keputusan;

2. Penyusunan kriteria-kriteria keputusan yang akan dievaluasi;

3. Penentuan derajat kepentingan relatif setiap kriteria keputusan;

4. Penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria dengan pemberian


skor;
27

5. Pemeringkatan nilai yang diperoleh dari setiap alternatif keputusan

berdasarkan nilai total atau skornya.

Formulasi penghitungan total nilai setiap pilihan keputusan adalah sebagai

berikut:

m
Total nilai (Tni) = ∑ (Vij)Bj
j=i

Keterangan:

TNi= Total Nilai Alternatif Ke-


Vij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada keputusan ke-i, yang dapat
dinyatakan dengan skala ordinal (1,2,3,4,5)
Bj = derajat kepentingan kriteria keputusan, yang dinyatakan dengan bobot m
= jumlah kriteria keputusan
III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian studi kelayakan agroindustri berbasis pisang ini dilaksanakan di daerah

penghasil pisang potensial di Provinsi Jambi, Universitas Jambi dan Dinas atau

Instansi-Instansi yang berkaitan dengan penelitian. Pengambilan data dilakukan

pada bulan Januari 2019 sampai dengan Mei 2019.

3.2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi pustaka, observasi, survey,

dan juga wawancara dengan para pakar yang berkaitan dengan pendirian

agroindustri berbasis pisang. Para pakar tersebut berjumlah 10 orang dan berasal

dari Dinas atau Instansi terkait penelitian, yaitu 5 orang berasal dari Dinas

Perindustrian, Dinas Perdagangan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan

Hortikultura, Badan Ketahanan Pangan, dan Bappeda Kabupaten Jambi Selatan,

sedangkan 5 orang lainnya berasal dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan

Hortikultura, Dinas Perdagangan, Dinas Perindustrian, Bappeda, dan Badan Pusat

Statistik Provinsi Jambi.

3.2.1. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Pengumpulan data

tersebut bertujuan untuk rnemperoleh informasi, gambaran, dan keterangan

sehingga data tersebut diharapkan dapat dipergunakan untuk pemecahan masalah

dan pertimbangan pengambilan keputusan. Metode pencarian data dilakukan

menggunakan 4 metode, yaitu:


29

o Obervasi

Yaitu untuk memperoleh data primer dengan mengamati pelaku dan

lingkungan. Observasi adalah cara yang paling tidak formal diantara ketiga

cara pencarian data primer. Data diperoleh dengan melihat, mendengar, dan

mengamati secara langsung.

o Survey

Pendekatan yang biasa digunakan untuk penelitian deskriftif. Survey

mempunyai sifat lebih formal dibandingkan dengan observasi. Survey ini

dilakukan langsung ditempat lokasi atau wilayah yang memiliki potensi

pisang cukup tinggi.

o Wawancara

Yaitu mengumpulkan data yang terkait dengan usaha pengolahan berbasis

pisang dan bertanya langsung maupun dengan kuisioner.

o Studi Pustaka

Yaitu mencari referensi dan literatur untuk memperoleh data sekunder

mengenai usaha pengolahan berbasis pisang.

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian yang dilakukan merupakan data yang didapatkan

secara langsung oleh peneliti melalui observasi, survey, dan wawancara. Data

data yang dikumpulkan tersebut diolah dan dihitung untuk mendapatkan perincian

biaya investasi agroindustri. Perhitungan dilakukan berdasarkan asumsi yang

telah ditetapkan sebelumnya. Asumsi-asumsi finansial yang digunakan, antara


30

lain: umur ekonomis proyek, biaya-biaya operasional, kapasitas produksi, dan

jumlah produk yang terjual.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang telah tersedia dan berkaitan dengan kajian

pengembangan agroindustri. Sumber data sekunder ini dapat diperoleh melalui

laporan (tesis), artikel, jurnal-jurnal ilmiah, data statistik dari instansi-instansi

pemerintah, swasta, balai penelitian, dan sebagainya.

3.2.2. Pengolahan Data

Data yang sudah diperoleh kemudian diolah menggunakan metode Analisis

Hierarki Proses (AHP) dengan program pengambilan keputusan expert choice

untuk menentukan jenis agorindustri, Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)

untuk menentukan lokasi pabrik, dan metode Hayami, et al untuk menganalisis

nilai tambah produk.

3.3. Tahapan Pelaksanaan Penelitian

3.3.1. Penentuan Agroindustri Berbasis Pisang

Pemilihan jenis agroindustri yang paling potensial untuk dikembangkan dengan

menggunakan analisis hierarki proses (AHP) dengan cara menyebarkan kuesioner

kepada beberapa pakar. Hasil kuesioner tersebut kemudian diolah dengan

menggunakan program pengambilan keputusan expert choice. Pola pikir untuk

analisis dengan metode AHP, dapat digambarkan dalam Gambar 3.


31

Goal Pemilihan Agroindustri


Berbasis Pisang

Teknologi Modal SDM Nilai tambah Potensi


Kriteria produk Pasar

Alternatif Kripik
Puree Tepung
Pisang
Pisang Pisang

Gambar 3. Skema hierarki untuk analisis pemilihan agroindustri berbasis pisang.

3.3.2. Analisis Kelayakan Usaha

a. Aspek Pasar dan Pemasaran

Aspek yang dianalisis pada aspek pasar adalah potensi pasar, kebutuhan pasar,

serta peluang pasar atau kecenderungan permintaan produk. Semua aspek

tersebut diukur dengan teknik yang sesuai dengan kebutuhan penelitian dan

sumber data yang diperoleh. Peluang pasar akan didapatkan dari selisih jumlah

penjualan produk berbasis pisang dan potensi pasarnya di Indonesia dan di

Provinsi Jambi, selain juga didukung oleh pasokan bahan baku yaitu pisang untuk

meraih pangsa pasar tersebut.

b. Aspek teknis dan produksi


32

Aspek ini mempelajari kebutuhan-kebutuhan teknis proyek yaitu penentuan

kapasitas produksi, jenis teknologi yang paling tepat untuk digunakan,

penggunaan peralatan dan mesin, serta tata letak (lay out) pabrik yang baik.

Halhal yang diperlukan pada analisis aspek teknis dan teknologi, antara lain:

datadata tentang daerah-daerah potensi penghasil pisang dan data konsumen

(produsen pisang), dan teknologi proses yang sudah ada, tabulasi kebutuhan mesin

dan peralatan beserta energi yang dikonsumsi. Data-data tersebut dapat

memperkirakan kapasitas pabrik, mesin-mesin apa yang digunakan, neraca massa

dan neraca energi, tata letak (lay out) pabrik, kebutuhan luas pabrik, dan site plan

dari pabrik tersebut. Diagram alir untuk analisis aspek teknis dan teknologi dapat

dilihat pada Gambar 4.

Mulai
33

Daerah-daerah
potensial penghasil
pisang

Penyusunan penilaian terhadap factor-faktor yang


mempengaruhi situasi dan kondisi masing-masing
altenatif Penyusunan penilaian terhadap faktorfaktor
yang mempengaruhi situasi dan kondisi masing-masing
altenatif
Penyebaran kuesioner

Pengolahan data hasil kuesioner

-Data tentang teknologi proses yang telah ada

-Pangsa pasar yang mungkin diraih

Pemilihan teknologi proses, mesin dan


peralatan yang paling optimal memungkinkan

Penentuan kapasitas, penyusunan neraca massa dan


energi

Membuat keterkaitan antar aktivitas, kebutuhan


luas ruang produksi dan operator

Penyusunan Site Plan Penyusunan Site Plan

Selesai

Gambar 4. Diagram alir untuk analisis aspek teknis dan teknologi.

Penentuan lokasi agroindustri berbasis pisang menggunakan metode MPE dengan

kriteria yang telah ditetapkan sesuai dengan pertimbangan yang ada dalam

pendirian agroindustri. Brainstorming (curah pendapat) dan studi pustaka


34

dilakukan meliputi hal apa saja yang mempengaruhi keberhasilan pendirian pabrik

yang terdiri dari kriteria yang meliputi: ketersediaan dan kemudahan suplai bahan

baku, kemudahan akses dengan pasar, sarana dan akses transportasi, ketersediaan

tenaga kerja dan upah, utilitas (air dan listrik) dan lain-lain seperti terlihat pada

Tabel 4 dan rangking alternatif yang digunakan diuraikan pada Tabel 5.

Tabel 4. Kriteria dalam pemilihan lokasi agroindustri (Priyantini, 2013).


Kelompok
Kriteria Jenis Kriteria
Kriteria
1 Tingkat kemudahan perizinan pendirian industri A
2 Dukungan pemerintah terhadap pengembangan industri A
3 Tingkat pajak bumi dan bangunan A
4 Kondisi daerah yang kondusif A
5 Sarana transportasi B
6 Ketersediaan sarana listrik B
7 Dukungan masyarakat di sekitar lokasi pendirian B
8 Tingkat adaptasi masyarakat terhadap industri B
9 Ketersediaan sarana telekomunikasi B
10 Ketersediaan sarana air B
11 Potensi bahan baku C
12 Ketersediaan tenaga kerja C
13 Ketersediaan lahan untuk industri C
14 Pasokan bahan baku C
15 Aksesibilitas pasar D
Tabel 5. Rangking alternatif pemilihan lokasi agroindustri.

Skala Kelompok Alternatif


Nilai A B C D
1 Sangat rendah Sangat buruk Sangat sedikit Sangat jauh
2 Rendah Buruk Sedikit Jauh
3 Sedang Sedang Sedang Sedang
4 Tinggi Baik Banyak Dekat
5 Sangat tinggi Sangat baik Sangat banyak Sangat dekat

c. Aspek manajemen
35

Analisis manajemen operasi meliputi analisis penentuan terhadap bentuk usaha

yang dipergunakan, jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan, persyaratanpersyaratan

yang diperlukan agar dapat menjalankan pekerjaan tersebut dengan baik,dan

bagaimana struktur organisasi yang dipergunakan. Jumlah kebutuhan tenaga kerja

disesuaikan dengan kebutuhan penanganan alat proses dan penanganan bahan

baku. Diagram alir untuk analisis aspek manajemen dapat dilihat pada Gambar 5.

MULAI
MULAI

-- Tujuan
Tujuan Perusahaan
Perusahaan
-- Data
Data Prakiraan
Prakiraan investasi
investasi
yang
yang diperlukan
diperlukan dari
dari
penggunaan
penggunaan mesin
mesin dan
dan
bahan
bahan baku
baku
-- Data
Data Kapasitas
Kapasitas Produksi
Produksi
-Teknologi
-Teknologi Proses
Proses yang
yang
digunakan
digunakan

Bentuk
Bentuk Usaha
Usaha yang
yang dipilih
dipilih

Membuat
Membuat kebutuhan
kebutuhantenaga
tenaga kerja
kerja ,, dan
danspesifiksi
spesifiksi
pekerjaan
pekerjaan

Membentuk
Membentuk Struktur
Struktur Organisasi
Organisasi

SELESAI
SELESAI

Gambar 5. Diagram alir untuk analisis aspek manajemen.

d. Aspek finansial
36

Analisis kelayakan usaha dilakukan dengan perhitungan finansial melalui

kriteriakriteria kelayakan, seperti: Net Present Value (NPV), Internal Rate of

Return

(IRR), Net Benefit Cost Ratio (B/C), dan Pay Back period (PBp) (Ibrahim, 2009).

Secara lengkap prosedur aspek finansial industri berbasis pisang dapat dilihat

pada Gambar 6.
37

Gambar 6. Diagram alir analisis finansial industri.


38

e. Analisis Sensitivitas

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa peka kelayakan usaha terhadap

perubahan pada tiap-tiap bagian dari tahapan analisis usaha. Perubahanperubahan

yang terjadi diasumsikan terjadi hanya pada satu bagian (variabel) saja, sedangkan

yang lain dianggap tetap.

3.3.3. Analisis Nilai Tambah

Analisis nilai tambah dilakukan untuk mengetahui besaran nilai tambah yang

diperoleh dari pengolahan bahan baku menjadi suatu produk. Menurut Sudiyono

(2002), besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan

biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak

termasuk tenaga kerja, yang artinya nilai tambah menggambarkan imbalan bagi

tenaga kerja, modal dan manajemen. Prosedur perhitungan nilai tambah dapat

dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami, et al (Marimin dan


Maghfiroh, 2010).

No Variabel Nilai
Output, Input dan Harga
1 Output (Kg) (1)
2 Bahan Baku (Kg) (2)
3 Tenaga Kerja Langsung (HOK) (3)
4 Faktor Konversi (4) = (1) / (2)
5 Koefisien Tenaga Kerja Langsung (HOK/Kg) (5) = (3) / (2)
6 Harga Output (Rp/Kg) (6)
7 Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/HOK) (7)
Penerimaan dan Keuntungan
8 Harga Bahan Baku (Rp/Kg) (8)
9 Harga Input Lain (Rp/Kg) (9)
10 Nilai Output (Rp/Kg) (10) = (4) x (6)
11 a. Nilai Tambah (Rp/Kg) (11a) = (10) – (8) – (9)
39

b. Rasio Nilai Tambah (%) (11b) = (11a) / (10) x 100


12 a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (12a) = (5) x (7)
b. Pangsa Tenaga Kerja Langsung (%) (12b) = (12a) / (11a) x 100
13 a. Keuntungan (Rp/Kg) (13a) = (11a) – (12a)
b. Tingkat Keuntungan (%) (13b) = (13a) / (10) x 100
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14
Marjin (Rp/Kg) (14) = (10) – (8)
a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (%) (14a) = (12a) / (14) x 100
b. Sumbangan Input Lain (%) (14b) = (9) / (14) x 100
c. Keuntungan Perusahaan (%) (14c) = (13a) / (14) x 100
DAFTAR PUSTAKA

Anonim a. 2000. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis: Rangkuman


Kebutuhan investasi.
www.litbang.pertanian.go.id/special/komoditas/files/0103-SOSEK.pdf.
Diunduh: 1 April 2015.

Anonim b. 2015. Pisang. http://id.wikipedia.org/wiki/Pisang. Diunduh: 17 Maret


2015.

Anonim c. 2015. Pengolahan Pisang sebagai Kripik Pisang Dalam Potensi


Olahan dan Prospek. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran hasil
Pertanian. Kementerian Pertanian.
http://agribisnis.net/news/539/pengolahan-pisang-sebagai-kripik-
pisangdalam-potensi-olahan-dan-prospek. Diunduh: 22 September 2015.

Apriyani, M., H. Hardjomidjojo dan D. Kadarisman. 2014. Prospek


Pengembangan Usaha Keripik Pisang di Bandar Jambi. Jurnal Manajemen
IKM. 9(1):89-95.

Ardansyah dan Tjioener O. 2012. Profitabilitas Usaha Sentra Keripik Pisang.


Jurnal Dinamika Manajemen. 3(2):84-90.

Assauri, S. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Lembaga


Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. 264 hlm.

Atmanti, H.D. 2008. Analytical Hierarchy Process Sebagai Model yang Luwes.
Teknik Industri UNDIP : Prosiding INSAHP5. Semarang. 9 hlm.

Badan Pusat Statistik. 2017. Produksi Tanaman Buah-Buahan - Pisang.


https://bps.go.id/site/pilihdata.

Badan Pusat Statistik Jambi Selatana). 2015. Statistik Daerah Kecamatan


Ketapang 2015. BPS Jambi Selatan, Kalianda. 42 hlm.

Badan Pusat Statistik Jambi Selatanb). 2016. Ketapang Dalam Angka 2016. BPS
Jambi Selatan, Kalianda. 53 hlm.

Badan Pusat Statistik Jambi Selatanc). 2016. Jambi Selatan dalam Angka 2016.
BPS Jambi Selatan, Kalianda. 191 hlm.

Badan Pusat Statistik Jambi Selatand). 2016. Statistik Daerah Kabupaten Jambi
Selatan 2016. BPS Jambi Selatan, Kalianda. 40 hlm.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. 2017. Provinsi Jambi Dalam angka Tahun
2016. BPS Provinsi Jambi, Bandar Jambi. 314 hlm.
Badan Standarisasi Nasional. 1996. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-
43151996: Keripik Pisang. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. 9 hlm.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2015. Data Produksi Pisang
Per Kabupaten Se-Provinsi Jambi, Jambi.

Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. 2009. SPO Pengolahan Pisang. Direktorat


Pengolahan Hasil Pertanian. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian, Jakarta. 26 hlm.

Hadiguna, R.A. dan Setiawan, H. 2008. Tata Letak Pabrik. Andi Offset,
Yogyakarta. 236 hlm.

Handoko, T.H. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE,


Yogyakarta. 464 hlm.

Hayami,Y., Toshihoki K, Yoshinori M, Masdjidin. S. 1987. Agricultural


Marketing and Processing in Upland Java. A Perspective From a Sunda
Village, CGPRT. Bogor. 75 hlm.

Husen, A. 2011. Manajemen Proyek : Perencanaan, Penjadwalan, &


Pengendalian Proyek. Edisi Pertama. Andi Offset, Yogyakarta. 276 hlm.

Ibrahim, Y. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Revisi. Rineka Cipta, Jakarta. 249
hlm.

Johan, S. 2011. Studi Kelayakan Pengembangan Bisnis. Edisi Pertama. Graha


Ilmu, Yogyakarta. 194 hlm.

Kasmir dan Jakfar. 2012. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Revisi. Prenada Media
Group, Jakarta. 262 hlm.

Kotler, P. 1989. Dasar-Dasar Pemasaran. Edisi Ketiga. Intermedia, Jakarta. 534


hlm.

Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Prenhallindo, Jakarta. 414 hlm.

Kurniawan, A dan Murtiningrum. 2013. Penentuan Lokasi Industri Pala Papua


Berdasarkan Proses Hierarki Analitik (Anlaytic Hierarchy Process) dan
Aplikasi Sistem Penunjang Keputusan (SPK) di Kabupaten Fakfak. Jurnal
Agrointek. 7(2):103-107.

Maresa, R.D. 2011. Analisis Kelayakan Pendirian Agroindustri Modified


Casssava Flour (Mocaf) di Provinsi Jambi. (Tesis). Universitas Jambi,
Jambi. 119 hlm.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.


Grassindo, Jakarta. 197 hlm.
Marimin dan Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam
Manajemen Rantai Pasok. IPB Press, Bogor. 281 hlm.

Mawardati. 2015. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Keripik


Pisang di Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh. Jurnal KIAT Universitas
Alkhairaat. 7(1):15-19.

Mubarok, A.A., A. Arsyad dan H. Miftah. 2015. Analisis Nilai Tambah dan
Margin Pemasaran Pisang Menjadi Olahan Pisang. Jurnal Pertanian. 6(1):1-
14.

Mulyanti, N., Suprapto dan J. Hendra. 2008. Teknologi Budidaya Pisang. Balai
Pesar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Bogor. [Seri buku inovasi: TH/06/2008]. 28
hlm.

Nasriati dan Y.A. Fauziah 2011. Teknologi Pengolahan Tepung Pisang. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian, Jambi. 6 hlm.

Prabawati, S., Suyanti dan Dondy A. S. 2008. Teknologi Pasca panen dan Teknik
Pengolahan Buah Pisang. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian; Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Bogor. 53 hlm.

Predita, M.A. & S.R. Budiani. 2012. Potensi Industri Keripik Pisang di Kelurahan
Segalamider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Jambi. Jurnal
Bumi Indonesia. 1(3):147-155.

Priyantini, M. 2013. Analisis Pendirian Agroindustri Berbasis Perikanan di


Kabupaten Mesuji. (Tesis). Universitas Jambi, Bandar Jambi. 104 hlm.

Rumahlewang, W dan H.R.D. Amanupunyo, 2012. Patogenisitas Colletotrichum


Musae Penyebab Penyakit Antraknosa Pada Beberapa Varietas Buah Pisang.
Jurnal Ilmu Budidaya Tanaman. 1(1):76-81.

Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi para Pemimpin. Proses Hirarki
Analitik Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Kompleks.
Terjemahan. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. 478 hlm.

Saragih, A.E. 2012. Pasar dan Persaingan Agribisnis.


https://arioneuodia.wordpress.com/2012/10/30/pasar-dan-
persainganagribisnis/. Diunduh: 22 September 2015.

Satyantari, W., U. Sumarwan dan A. Maulana. 2008. Analisis Produksi dan


Konsumsi Pisang Dunia serta Peluang Ekspor Pisang Di Indonesia.
http://agrimedia.mb.ipb.ac.id/archive/viewArchives/id/504785730e5115679
81260e156125885. Diunduh: 22 September 2015.

Simamora, H. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Ketiga. Bagian


Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta. 702 hlm.
Siregar, F.O. 2010. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Kecil Keripik Pisang
“Kondang Jaya” Binaan Koperasi BMT Al-Ikhlaash Kota Bogor. (Skripsi).
IPB, Bogor. 130 hlm.

Soeharto, I. 2002. Studi Kelayakan Proyek Industri. Erlangga, Jakarta. 484 hlm.

Sofyan, I. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta.
184 hlm.

Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang.


UMM Press, Malang. 259 hlm.

Suratman. 2001. Studi Kelayakan Proyek : Teknik dan Prosedur Penyusunan


Laporan. Edisi Pertama. J&J Learning, Yogyakarta. 160 hlm.

Suyanti dan Ahmad S. 2008. Pisang, Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar.
Penebar Swadaya, Jakarta. 124 hlm.

Tauhid, M. 2016 Analisis Potensi, Jenis Agroindustri dan Kelayakan Pendirian


Agroindustri Berbasis Ikan di Kabupaten Tulang Bawang. (Tesis).
Universitas Jambi, Bandar Jambi. 163 hlm.

Weston, J.F. dan Brigham, E.F. 1992. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi
Ketujuh. Erlangga, Jakarta. 449 hlm.

Widyanti, S.M. 2012. Penentuan Agroindustri Berbasis Jagung dan Kelayakan


Pendirian Agroindustri terpilih di Provinsi Jambi. (Tesis). Universitas
Jambi, Jambi. 106 hlm.

Wijayanti, R. 2011. Kajian Rekayasa Proses Penggorengan Hampa dan


Kelayakan Usaha Produksi Keripik Pisang. (Tesis). IPB, Bogor. 132 hlm.

Anda mungkin juga menyukai