OLEH:
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Diangkat Menjadi Karyawan Tetap
Biro Engineering, Mutu, dan K3LH
PT. BARATA INDONESIA
Disusun oleh :
Disetujui Oleh:
PEMBIMBING
1. PT. Barata Indonesia, selaku perusahaan yang telah menerima dan memberi
kesempatan kepada penulis untuk dapat mengabdi bekerja dengan tim dan
mengupgrade diri.
2. Kedua orang tua penulis, saudara-saudara, dan teman-teman, sebagai penyemangat
terbesar serta yang terus menerus memberikan banyak dukungan moril maupun materiil
terutama melalui doa-doa, dan semangatnya.
3. Bapak Ir. Setiyo Purnomo, selaku kepala Biro Engineering, Mutu, dan K3LH, yang
telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan.
4. Bapak Ir. Budi Santoso, Ir. Slamet Setiarno, selaku Project Manager, dimana penulis
bekerja selama setahun lebih di Proyek PG Rendeng, atas semua kebaikan dan
bimbingan.
5. Bapak Ir. Hana Suhana, Ir. Dicky Ismantoro, selaku Manager Engineering, sebagai
atasan dan pembimbing langsung selama penulis berada di Proyek PG Rendeng, atas
semua kebaikan, bimbingan, arahan, masukan dalam mengambil keputusan-keputusan.
6. Mas Wildan Syahrir Ridha, S.T, selaku lead civil engineer di proyek PG Rendeng, yang
dengan kepandaiannya di bidang teknik sipil selalu memberi arahan, masukan, dan
bimbingan yang membangun. Bersama-sama belajar supaya dapat menjadi engineer
sipil yang pintar baik secara ilmu maupun secara sosial.
7. Pihak-pihak yang belum disebutkan oleh penulis, yang telah memberikan inspirasi,
saran-saran, dan semangatnya dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulis sadari dalam penyusunan laporan akhir ini tidaklah sempurna, maka penulis
memohon maaf apabila masih terdapat kekurangan di dalam laporan ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, terima kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Ilustrasi Konseptual yang Mewakili Sebuah Tim Proyek AEC dan Batasan ............. 6
Gambar 2. 2 Keuntungan yang diharapkan Dapat Tercapai Seiring Pengunaan Teknologi BIM
dalam Industri AEC (Sumber: BIM Handbook, 2011) .................................................................. 10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
PT. Barata Indonesia (Persero) merupakan bagian dari badan usaha milik negara yang
bergerak di bidang industri manufaktur, sekarang sedang mengembangkan lini bisnisnya agar
pada tahun 2020 PT. Barata Indonesia sudah sepenuhnya siap menjadi perusahaan EPCC
(Engineering, procurement, construction, and commissioning). Seperti kita tahu, lini bisnis
ini pun sekarang sudah banyak memiliki pesaing baik sesama perusahaan dalam negeri,
maupun perusahaan asing.
EPCC sendiri merupakan rangkaian proses yang saling bersinambungan satu sama lain.
Hubungan satu dengan lainnya seperti efek domino. Engineering, sebagai proses awal dalam
sebuah proyek memiliki peran penting demi keberlanjutan proses-proses selanjutnya, yaitu
procurement, construction, dan commissioning. Sebagai EPCC yang ingin terus berkembang
dapat bersaing, bahkan mendapat keuntungan dari setiap proyek yang didapatkan maka
perusahaan harus dapat menyediakan sumber daya dan teknologi yang terus mengikuti
perkembangan. Salah satu teknologi yang sedang berkembang dalam dunia industri
konstruksi dalam negeri maupun luar negeri adalah adanya konsep Building Information
Modeling (BIM). Bahkan, beberapa negara maju kini mengharuskan BIM ada dalam
kompetensi peserta tendernya, salah satunya di negara Singapura.
Beberapa perusahaan dalam negeri pun sedang gencar untuk mulai menerapkan konsep
BIM pada pengerjaan proyeknya. Dua diantaranya adalah PT. Pembangunan Perumahan dan
PT. Wijaya Karya, yang juga kita tahu, sudah memiliki divisi yang juga bergerak di bidang
EPC. PT. Barata Indonesia sendiri, sebenarnya telah memiliki beberapa sumber daya yang
1
dapat mengoperasikan beberapa software yang tergolong dalam penerapan BIM, namun
belum maksimal dan belum terintergrasi. Oleh karena itu, dirasa perlu untuk adanya
pengelolaan sumber daya yang terarah sehingga penerapan BIM dapat maksimal dan
keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dengan penerapan BIM ini dapat tercapai.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah yang akan
dibicarakan oleh penulis pada laporan akhir ini yaitu
Manfaat dari penulisan laporan akhir ini adalah dapat mengetahui pengertian BIM pada
dunia industri konstruksi dan dapat membuat langkah-langkah awal untuk dapat menerapkan
BIM pada EPCC PT. Barata Indonesia (Persero).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Pada laporan akhir ini akan dijelaskan secara ringkas pengertian mengenai Building
Information Modeling (BIM) pada dunia industri konstruksi dan langkah-langkah awal
bagaimana agar dapat menerapkan BIM yang terintegrasi pada EPCC PT. Barata Indonesia
(Persero).
EPCC memiliki keterkaitan yang erat antara satu proses dan lainnya. Dimulai dari
engineering lalu procurement lalu construction dan commissioning, seluruhnya saling
bersinambungan seperti efek domino. Bila terdapat kendala pada salah satu prosesnya maka
akan berakibat ke proses yang menunggu dibelakangnya. EPCC juga berfungsi sebagai
integrator antara owner, pemilik kebijakan, vendor, pekerja, dan semua pihak yang dapat
terlibat dalam prosesnya
2.2.1 Engineering
3
perencanaan, mengajukan persetujuan kepada pihak pemberi kerja atau pengawas proyek,
menerbitkan MRL (Material Requisition List) kepada tim procurement / pengadaan,
menerbitkan dokumen yang telah disetujui kepada tim construction / kontraktor, dan
menyiapkan dokumen untuk keperluan commissioning.
Umumnya, tim engineering pada suatu proyek terdiri dari beberapa disiplin ilmu
seperti, tim proses engineer, tim mekanikal engineer, tim elektrikal engineer, tim
instrumentasi engineer, tim piping engineer, dan tim sipil engineer. Masing-masing
disiplin tersebut harus saling berintegrasi untuk dapat membuat desain yang efisien baik
dari segi waktu, biaya, bahan, pekerjaan, maupun sumber daya manusia nya.
2.2.2 Procurement
2.2.3 Construction
2.2.4 Commissioning
4
dipasang, diuji, dioperasikan, atau dipelihara sesuai dengan persyaratan operasional
pemilik atau klien utama.
Model bisnis AEC yang masih menjamur sekarang adalah bergantung dengan komunikasi
yang menggunakan paper-based atau model 2D. Umumnya dengan model bisnis ini,
kontraktor sering menyebabkan masalah biaya, keterlambatan, dan akhirnya berlaku
tindakan hukum yang tak terduga yang harus ditanggung berbagai pihak dalam suatu proyek.
Salah satu masalah umum yang sering terjadi karena menggunakan model 2D adalah
kurangnya perhitungan krisis mengenai biaya yang diperlukan, sumber daya yang
dibutuhkan, detail struktural, pada fase desain. Analisa ini biasanya dilakukan di akhir,
sehingga bila terdapat ketidaksuaian saat pelaksanaan desain tersebut, waktunya sudah
terlambat untuk melakukan perubahan-perubahan penting yang diperlukan. Akibatnya,
terjadi keterlambatan dan diperlukan kompromi dan pengambilan keputusan yang bisa jadi
menyimpang jauh dari desain aslinya. Serta untuk menanggulangi keterlambatan tersebut
5
maka diperlukan untuk memperbanyak jumlah sumber daya alat maupun manusia untuk
mengejar tenggat waktu yang sudah ditentukan dengan pemberi kerja.
Hal tersebut memang tidak bisa dipungkiri, mengingat tidak mudah untuk mengatur
jumlah sumber daya alat, sumber daya manusia, dan dokumen-dokumen dalam jumlah yang
sangat besar. Berikut adalah gambar ilustrasi bagian umum dari sebuah tim proyek dan
berbagai organisasi di dalamnya.
Gambar 2. 1 Ilustrasi Konseptual yang Mewakili Sebuah Tim Proyek AEC dan Batasan
Umum antar Organisasinya
Sumber: BIM Handbook (2011)
Dalam perkembangan dunia industri konstruksi terdapat 3 metode kontrak yang paling
sering digunakan:
6
Pola umum metode pendekatan 3M biasanya, klien / owner menyewa konsultan
arsitek yang mengembangkan persyaratan infrastruktur yang kemudian menyediakan
objek desain proyek. Kemudian arsitek memproses skema desain, pengembangan desain,
dan dokumen-dokumen kontrak. Dokumen akhir harus memenuhi program yang
diperlukan owner dan memenuhi peraturan yang sesuai dengan peraturan daerah setempat.
Arsitektur kemudian akan bekerja sama dengan konsultan dan pekerja desain untuk
menyediakan dan menganalisa desain struktural dan MEP. Desain ini akan dituangkan
dalam gambar yang menyediakan informasi mengenai denah, elevasi, maupun 3D visual.
Gambar dan spesifikasi akhir ini harus menyediakan data detail untuk keperluan saat
penawaran / lelang proyek. Untuk mengetahui potensi dari peserta lelang, arsitektur dapat
memilih untuk mengeluarkan informasi yang lebih sedikit sehingga diinformasikan bahwa
dimensi yang dikeluarkan tidak seberapa akurat. Hal ini seringkali akan menimbulkan
kebingungan bagi kontraktor yang mengikuti lelang, yang kemudian akan menimbulkan
banyak kelalaian yang berujung pada penambahan alokasi dana.
Kontraktor yang menang biasanya adalah kontraktor yang dapat menawar dengan
harga paling rendah atau mendekati perhitungan dari perencana milik owner tanpa
mengurangi jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan. Sebelum pekerjaan dimulai,
kontraktor wajib menggambar ulang untuk dapat menentukan fase-fase konstruksinya.
Yang kemudian, disebut sebagai gambar general arrangement. Sub-kontraktor dan
fabrikator juga harus memproduksi gambar shop drawing untuk menunjukkan gambar-
gambar detail misal untuk pekerjaan sambungan baja, sambungan pipa, detail dinding,
dan sebagainya. Shop drawing harus memberikan informasi yang detail dan akurat.
Semakin tidak lengkapnya dokumen ini maka semakin besar potensi error yang akan
menimbukan permasalah waktu dan biaya di lapangan.
Biasanya pada fase kontruksi, banyak perubahan yang harus dilakukan akibat dari
kesalahan yang terjadi sebelumnya, sehingga perubahan ini menyesuaikan dengan kondisi
di lapangan, ketersediaan material, pertanyaan owner terhadap desain, permintaan baru
dari owner, dsb. Dan hal tersebut harus diselesaikan oleh tim proyek. Untuk setiap
perubahan, tim proyek wajib untuk mengikuti prosedur untuk dapat menentukan dampak-
dampak, mengevaluasi dampak biaya dan waktu, dan mencari solusi untuk mengatasi
7
permasalahan tersebut. Selanjutnya, tim proyek harus membuat request for information
(RFI) yang harus dijawab oleh konsultan owner dan pihak yang berhubungan untuk
menyelesaikan permasalahan bersama atau biasanya diwadahi dalam konsinyering. Hasil
dari pertemuan itu akan menentukan perlu tidaknya dibuat change order (CO). Dan hal
ini biasanya menimbulkan permasalahan kebingungan penentuan kebijakan, tambahan
biaya, dan penundaan.
Selain itu, proses 3M menyebabkan pengadaan dari setiap material akan diadakan
bila pihak owner telah menyetujui, yang artinya long lead items akan memperpanjang
jadwal proyek. Akhirnya, fase akhir yaitu commissioning yang dilakukan bila fase
konstruksi telah selesai. Hal ini untuk meyakinkan bahwa setiap bagian yang telah
dipasang oleh kontraktor dapat dipakai dengan baik. Kemudian, semua dokumen as built
dan manual dari equipment yang terpasang akan diserahkan ke pihak owner. Hal ini
menandakan bahwa proses pendekatan 3M telah selesai.
8
dibuat di awal. Biasanya kontrak ini berdasar dengan fixed price dan lowest bid basis.
Dalam pendekatan ini, penggunaan BIM sangat disarankan. Berikut ini adalah beberapa
karakteristik utama dari BIM:
9
2.3.1 Keuntungan Menggunakan Teknologi BIM
Model 3D yang dihasilkan oleh program BIM akan menghasilkan desain yang lebih
komunikatif dari beberapa tampak model 2D. Hal ini dapat digunakan untuk
memvisualisasikan desain secara bertahap dan teliti secara dimensi dan tampaknya.
10
Kolaborasi Berbagai Desain dari Bermacam-macam Disiplin
Teknologi BIM memfasilitasi pekerjaan dari berbagai macam disiplin. Bila hal ini
dilakukan sejak awal maka dapat memangkas waktu desain dan mendeteksi error
lebih awal daripada bila kolaborasi desain berbagai macam disiplin dilakukan
belakangan. Dengan begitu, beberapa solusi untuk pilihan desain dapat dipikirkan
sejak awal. Hal ini juga dirasa lebih efektif dalam biaya daripada harus menunggu
desain saat hampir selesai lalu harus dirubah menyesuaikan keadaan dan
menerapkan value engineering untuk menyesuaikan perbaikan yang pas dengan
kondisi tersebut.
11
b. Keuntungan Untuk Fase Konstruksi dan Fabrikasi
Penggunaan Model Desain sebagai Dasar untuk Komponen Fabrikasi
Jika model desain ditransfer ke program fabrikasi BIM maka komponen tersebut
akan dapat didetailkan menjadi objek yng siap fabrikasi atau biasa dikenal sebagai
shop drawing. Data ini akan berisi representasi objek yang akurat untuk proses
fabrikasi dan konstruksi. Hal ini juga dapat digunakan untuk memilah-milah
pekerjaan mana yang akan dikerjakan sendiri dan mana yang akan difabrikasi di
tempat lain lebih awal. Dengan begitu juga dapat digunakan untuk merencanakan
jumlah pekerja, mempercepat waktu instalasi, dan merencanakan area pelatakan
barang-barang di site (penumpukan material). Dengan fitur ini maka dapat
megurangi biaya dan waktu konstruksi.
12
permodelan baja, beton, komponen mekanikal, dan perlengkapan arsitektural
hasilnya akan sangat bermanfaat.
13
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Umum
Sebagai pelaku langsung selama menjadi bagian dari tim proyek EPCC, penulis sering
menemukan beberapa permasalahan, diantaranya:
1. Tidak ada suatu wadah yang benar-benar bermanfaat untuk mengintegritaskan antar
disiplin dalam sebuah tim proyek. Seperti tim disiplin sipil, proses, mekanikal, piping,
elektrikal, semuanya mendesain pada ranahnya sendiri-sendiri. Kemudian,
permasalahan itu baru akan diketahui saat fase engineering berubah menjadi fase
konstruksi. Contoh masalah yang terjadi:
Nozzle piping tidak sama dengan nozzle pada mekanikal
Struktur sipil yang tabrakan dengan beberapa jalur piping
Piping menabrak dengan jalur cable tray
2. Terjadinya kebingungan saat akan mengerjakan dokumen-dokumen engineering,
antara hendak mendahulukan dokumen master deliverable register (MDR) / dokumen
yang diwajibkan untuk diajukan ke pihak owner atau dokumen yang diperlukan di
lapangan. Hal ini dapat terjadi bila saat penyusunan MDR, orang-orang yang terlibat
belum memahami kondisi di lapangan dan bentuk item-item pekerjaan yang akan
dikerjakan. Serta, kurangnya persiapan dan pemberian informasi dalam urutan
pelaksanaan pekerjaan di lapangan antara tim konstruksi dengan tim engineering.
Kedepannya hal ini akan berhubungan dengan keterlambatan waktu.
3. Terjadinya kebingungan dan kesalahan dalam pengadaan barang, baik dari sisi
spesifikasi, material, maupun merknya. Hal ini biasanya terjadi karena kurangnya
integrasi antara pihak pembuat penawaran, engineer, dan procurement. Kedepannya
hal ini dapat menyebabkan kerugian yang fatal, terutama untuk barang-barang long
lead item. Kesalahan dalam hal ini pasti akan merugakan di sisi waktu maupun
keuangan.
Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah wadah khusus yang dapat membantu mengantisipasi
contoh permasalahan di atas. Seperti disampaikan sebelumnya, dalam dua pendekatan yang
sudah dibahas sebelumnya, sangat disarankan untuk menggunakan BIM dalam prosesnya.
14
3.2 Rencana Penerapan BIM di EPCC PT. Barata Indonesia
2020-2021
Lesson & Implementation
Gambar 3. 1 Timeline Persiapan BIM Engineer
15
metode konstruksi dari awal. Menyiapkan rencana-rencana pengadaan barang-barang
dengan matang di awal untuk diajukan kepada pihak owner. Sehingga, dapat menekan
angka biaya maupun durasi waktu pengerjaan suatu proyek.
Penerapan BIM sebaiknya dilakukan di tahap awal atau pradesain. Menurut pendekatan
dalam proyek yang sudah disampaikan sebelumnya, yaitu pendekatan 2M dan 3M, BIM
dapat bermanfaat baik di dalam kondisi pendekatan keduanya. Misal, ketika BIM
dilakukan di tahap bidding, EPCC yang menggunakan teknologi dan proses BIM saat
bidding pasti akan memiliki nilai jual yang lebih dibanding dengan pesaing-pesaing
lainnya. Karena, teknologi BIM dapat memberikan gambaran digital mengenai fase-fase
dan elemen infrastruktur apa saja yang akan dikerjakan. Sedangkan, bila BIM langsung
dilakukan di tahap building (kontraktor sudah memenangkan proyek) maka komunikasi
secara internal maupun eksternal (kontraktor dengan pengawas maupun pemberi kerja)
akan menjadi lebih komunikatif.
Dapat dilihat pada workflow yang diterapkan oleh Los Angeles Community College
District (LACCD) berikut ini:
Gambar 3.2 Diadaptasi dari workflow dan deliverables untuk Standar BIM dari
LACCD Sumber: BIM Handbook (2011)
16
Secara praktikal, posisi BIM akan dibutuhkan dari proses awal sampai akhir sebuah
proyek. Seperti sudah dibahas di sub-bab 2.2, EPCC terdiri dari bagian yang saling
bersinambungan satu sama lain dan saling memberi efek seperti efek domino.
EPCC Company
Engineer Vendor
Drafter
Engineering
BIM Engineer
18
Beberapa fungsi permodelan menggunakan Tekla :
Gambar 3. 6 Contoh Penggunaan BIM Software Revit & 3D Plant (Sumber: Google)
Revit dan Autocad Plant 3D BIM Software adalah alat pemodelan informasi bangunan
untuk teknik, konstruksi, desain arsitektur MEP, dan arsitektur. Ini adalah salah satu
paket perangkat lunak paling populer yang dikembangkan oleh CAD Autodesk.
Dirancang untuk insinyur MEP, arsitek, perancang, kontraktor, dan arsitek landscape,
antara lain, platform yang kuat menawarkan pendekatan berbasis model yang cerdas
untuk perencanaan, perancangan, serta pembangunan infrastruktur dan bangunan.
Ini juga meminimalkan risiko kesalahan yang disebabkan oleh miskomunikasi karena
semua proses melewati satu sistem tunggal. Koordinasi juga dicapai melalui beberapa
fitur kontributor proyek untuk menghindari pengerjaan ulang dan tabrakan. Revit dan
19
Plant 3D juga memungkinkan Anda mensimulasikan dan mengulangi desain untuk
sistem dan struktur. BIM 4D ini mampu melacak seluruh siklus hidup konstruksi dari
konseptualisasi hingga pemeliharaan dan bahkan pembongkaran.
Beberapa fungsi permodelan menggunakan Revit & Plant 3D :
20
Autodesk Navisworks
Navisworks juga dibangun oleh Autodesk. Perbedaan antara Navisworks dan Revit
adalah bahwa Navisworks mengkhususkan diri sebagai alat perangkat lunak proyek
untuk para profesional MEA. Navisworks ini melengkapi seperangkat software desain
3D Autodesk lainnya untuk membuka dan menggabungkan model 3D, meninjau
model, dan menavigasi sekitarnya secara real time. Software ini sangat penting selama
prakonstruksi untuk mendapatkan kendali dan memastikan hasil proyek yang berhasil.
Salah satu fiturnya termasuk koordinasi model dan deteksi bentrokan. Ini
memungkinkan Anda untuk mengenali, mengantisipasi, dan mengurangi potensi risiko
bentrokan dan masalah interferensi. Animasi, simulasi model, dan agregasi data
menjadi satu model adalah beberapa fitur utamanya.
Seperti kita tahu, perusahaan besar seperti ISGEC juga sudah menggunakan Naviswork
untuk permodelan 3D objeknya sehingga rekanan dapat mengetahui bentuk dan
gambaran yang akan dikerjakan oleh rekanannya. Selain itu, pihak mereka sendiri juga
dapat mengecek apabila antar equipment mereka ada yang bertabrakan atau tidak.
Dan masih terdapat beberapa software pendukung BIM lainnya yang juga sangat
familiar digunakan pada di industri AEC seperti misalnya untuk disiplin piping yaitu
SP3D, PDMS, CADwork yang dapat saling bertukar data juga dari software analisa
yaitu Caesar II. Mayoritas BIM software yang paling canggih adalah keluaran raksasa
Autodesk. Sudah pasti, dalam pembuatan 2D data yang ada di PT. Barata Indonesia
adalah menggunakan AutoCAD maka sangat disarankan untuk menggunakan BIM
software keluaran Autodesk juga untuk memudahkan pertukaran data dari 2D menjadi
desain BIM.
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Laporan inovasi ini merupakan penulisan tentang rencana penerapan teknologi BIM pada
EPCC PT. Barata Indonesia (Persero) yang didasari oleh :
1. Pentingnya untuk mengikuti perkembangan teknologi yang ada untuk dapat menjadi
perusahaan EPCC yang mumpuni dan dapat bersaing, salah satunya teknologi BIM
yang sudah banyak diterapakan oleh berbagai perusahaan di dalam maupun luar negeri
yang bergerak di bidang industri dan AEC.
2. Penerapan BIM teknologi dalam EPCC PT. Barata Indonesia (Persero) bukanlah
sesuatu yang dapat diwujudkan dalam waktu singkat dan dengan proses yang cepat.
Namun dibutuhkan peranan dari berbagai bagian yang termasuk ke dalam EPCC.
3. Adanya penerapan BIM teknologi akan membuat EPCC PT. Barata Indonesia dapat
bekerja lebih optimal dan profesional bila keuntungan-keuntungan penerapan BIM
dapat dicapai. Begitu juga, perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang lebih
besar dalam menjalankan setiap proyeknya sehingga kesejahteraan perusahaan juga
semakin baik.
4.2 Saran
1. Dalam mewujudkan adanya penerapan BIM Teknologi pada EPCC PT. Barata
Indonesia maka diperlukan sumber daya manusia sebagai pioner-pioner yang
selanjutnya akan berperan menjadi BIM engineer.
2. Apabila pioner BIM engineer ini sudah terbentuk maka perlu dilakukan penyebaran
dan pemerataan kompetensi karyawan khususnya yang berada di Biro Engineering,
Mutu, dan K3LH untuk melakukan sosialisai, pembelajaran, pengembangan kepada
karyawan-karyawan lain sehingga kemampuan menggunakan teknologi BIM akan
terus berkembang dan semakin banyak yang mahir di dalam perusahaan.
3. Perlu diadakan rencana khusus dalam pelaksanaan pelatihan dan pembelian software-
software pendukung BIM sehingga target-target yang ingin dicapai adalah jelas
rentang waktunya, dapat dipertanggung jawabkan, dan dapat menjadi pengingat
selama proses penerapan BIM ini.
22
DAFTAR PUSTAKA
Eastman, Chuck. 2011. BIM Handbook : A Guide To Building Information Modeling For
Owners, Managers, Designers, Engineers, And Contractors.United States of America. John Wiley
& Sons Inc.
https://financesonline.com/building-information-modeling/#autodesk.html diakses pada
tanggal (8 Januari 2019)
https://www.tekla.com/id/produk/tekla-structures.html diakses pada tanggal (11 Januari
2019)
https://www.autodesk.com/products/revit/construction.html diakses pada tanggal (11 Januari
2019)
https://www.csiamerica.com/products/sap2000.html diakses pada tanggal (11 Januari 2019)
23