DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ........................................................... I-1
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN....................................................... I-4
1.3. SASARAN ...................................................................... I-5
1.4. RUANG LINGKUP ............................................................. I-5
1.5. KELUARAN .................................................................... I-6
1.6. SISTEMATIKA PELAPORAN .................................................. I-7
3.3.7. Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi ... III-22
3.4. PROGRAM DAN KEGIATAN KEMENTERIAN/LEMBAGA .................... III-22
DAFTAR TABEL
Tabel II-1. Label atau Tanda dan Warna Wadah Sampah ............................. II-6
Tabel II-2. Perbandingan Biaya Investasi & Operasional Pemeliharaan Berbagai
Proses Pengelolaan Sampah ................................................. II-14
Tabel II-3. Pembiayaan Unit Cost Sistem Persampahan .............................. II-15
Tabel II-4. Pembayaran Retribusi Sampah. ............................................. II-16
Tabel III-1. Hasil Focus Group Discussion ................................................ III-4
Tabel III-2. Identifikasi Kementerian/Lembaga dalam Pengelolaan Sampah ....... III-5
Tabel III-3. Tugas dan Fungsi Kementerian/Lembaga terkait Pengelolaan
Sampah ........................................................................ III-8
Tabel III-4. Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan
Persampahan (KSNP-SPP) .................................................... III-14
Tabel III-5. Target Renstra Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010 – 2014
terkait Pengelolaan Sampah................................................. III-15
Tabel III-6. Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah .................. III-17
Tabel III-7. Kegiatan dan Target RPJMN 2010 – 2014 terkait Pengelolaan Sampah III-23
Tabel III-8. Program RPJMN 2015 – 2019 terkait Pengelolaan Sampah .............. III-24
Tabel III-9. Rekapitulasi Pendanaan Direktorat Pengembangan PLP Tahun 2008
s/d 2014 ........................................................................ III-27
Tabel III-10. Sasaran Program Rancangan Rencana Strategis Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015-2019 terkait
Pengelolaan Sampah.......................................................... III-29
Tabel IV-1. Gambaran Umum Tinjauan Lima Aspek dalam Pengelolaan Sampah
di Wilayah Jabodetabek ..................................................... IV-2
Tabel IV-1. Gambaran Umum Tinjauan Lima Aspek dalam Pengelolaan Sampah
di Wilayah Jabodetabek (Lanjutan) ........................................ IV-3
Tabel IV-2. Kebijakan dan Strategi Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta ......... IV-5
Tabel IV-3. Anggaran Belanja Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta. .............. IV-13
Tabel IV-4. Pendanaan Pengelolaan Sampah Dinas kebersihan DKI Jakarta Tahun
2010 .... ........................................................................ IV-14
Tabel IV-5. Pendanaan Pengelolaan Sampah Dinas kebersihan DKI Jakarta Tahun
2011 .... ........................................................................ IV-14
Tabel IV-6. Pendanaan Pengelolaan Sampah Dinas kebersihan DKI Jakarta Tahun
2012 .... ........................................................................ IV-15
Tabel IV-7. Pendanaan Pengelolaan Sampah Dinas kebersihan DKI Jakarta Tahun
2013 .... ........................................................................ IV-15
Tabel IV-8. Pendanaan Pengelolaan Sampah Dinas kebersihan DKI Jakarta Tahun
2014 .... ........................................................................ IV-16
Tabel IV-9. Peringkat Anggaran SKPD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 ............. IV-17
Tabel IV-10. Ringkasan APBD Kota Depok ................................................. IV-36
Tabel IV-11. Anggaran belanja Dinas Kebersihan Kota Depok ......................... IV-37
Tabel IV-12. Peringkat Anggaran SKPD Kota Depok Tahun 2015 ....................... IV-38
Tabel IV-13. Jumlah Armada Pengangkut Sampah di Kota Depok ..................... IV-40
Tabel VI-1. Analisis Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sampah ................... VI-2
Tabel VI-2. UU No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan sampah Dan Peraturan
pelaksanaan yang perlu disusun ............................................ VI-16
Tabel VI-3. PP No 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah TanggaDan Peraturan
Pendukung Pelaksanaan...................................................... VI-17
Tabel VI-4. Timbulan Sampah di Indonesia Tahun 2015 ............................... VI-24
Tabel VI-5. Distribusi Jumlah Kabupaten dan Kota di Indonesia ..................... VI-29
Tabel VI-6. Jumlah TPA dan TPST 3R di Indonesia yang dibangun Kementerian
PUPR ... ........................................................................ VI-30
Tabel VI-7. Profil TPA wilayah barat dan timur Indonesia tahun 2014 .............. VI-31
Tabel VII-1. Matriks Pencapaian Sasaran dan Target Percepatan Pengelolaan
Sampah ........................................................................ VII-1
Tabel VII-2. Strategi dan Program dalam Percepatan Kinerja Pengelolaan Sampah VII-11
Tabel VII-3. Kriteria Program Pengendalian dan Pemantauan Implementasi
Rekomendasi Kebijakan ...................................................... VII-32
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR ISTILAH
1. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat.
2. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya
memerlukan pengelolaan khusus.
3. Sumber sampah adalah asal timbulan sampah.
4. Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang
menghasilkan timbulan sampah.
5. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
6. Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke
tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
7. Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah.
8. Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan
sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
9. Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena dampak negatif
yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir
sampah.
10. Sistem tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka
pengendalian yang meliputi pencegahan dan penanggulangan kecelakaan akibat
pengelolaan sampah yang tidak benar.
1. Sampah Rumah Tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan kegiatan sehari-
hari dalam rumah tangga, yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
2. Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga adalah sampah rumah tangga yang berasal
dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas
umum, dan/atau fasilitas lainnya.
3. Residu adalah sampah yang tidak dapat diolah dengan pemadatan, pengomposan,
daur ulang materi dan/atau daur ulang energi.
4. Prasarana Persampahan yang selanjutnya disebut prasarana adalah fasilitas dasar
yang dapat menunjang terlaksananya kegiatan penanganan sampah.
5. Sarana Persampahan yang selanjutnya disebut sarana adalah peralatan yang dapat
dipergunakan dalam kegiatan penanganan sampah.
6. Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah,
yang selanjutnya disebut penyelenggaraan PSP, adalah kegiatan merencanakan,
membangun, mengoperasikan dan memelihara, serta memantau dan mengevaluasi
penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.
7. Pemilahan adalah kegiatan mengelompokkan dan memisahkan sampah sesuai dengan
jenis.
8. Pewadahan adalah kegiatan menampung sampah sementara dalam suatu wadah
individual atau komunal di tempat sumber sampah dengan mempertimbangkan jenis-
jenis sampah.
9. Pengumpulan adalah kegiatan mengambil dan memindahkan sampah dari sumber
sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah dengan
prinsip 3R.
10. Pengangkutan adalah kegiatan membawa sampah dari sumber atau tempat
penampungan sementara menuju tempat pengolahan sampah terpadu atau tempat
pemrosesan akhir dengan menggunakan kendaraan bermotor yang didesain untuk
mengangkut sampah.
11. Tempat Penampungan Sementara, yang selanjutnya disingkat TPS, adalah tempat
sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat
pengolahan sampah terpadu.
12. Pengolahan adalah kegiatan mengubah karakteristik, komposisi, dan/ atau jumlah
sampah.
13. Tempat Pengolahan Sampah Dengan Prinsip 3R (reduce, reuse dan recycle), yang
selanjutnya disingkat TPS 3R, adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpul-
an, pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang skala kawasan.
14. Stasiun Peralihan antara yang selanjutnya disingkat SPA, adalah sarana pemindahan
dari alat angkut kecil ke alat angkut lebih besar dan diperlukan untuk kabupaten/
kota yang memiliki lokasi TPA jaraknya lebih dari 25 km yang dapat dilengkapi
dengan fasilitas pengolahan sampah.
15. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu, yang selanjutnya disingkat TPST, adalah
tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang,
pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
16. Pemrosesan Akhir Sampah adalah proses pengembalian sampah dan/atau residu
hasil pengolahan sampah sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
17. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah tempat untuk
memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan.
18. Lindi adalah cairan yang timbul sebagai limbah akibat masuknya air eksternal ke
dalam urugan atau timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi terlarut,
termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis.
19. Penimbunan Terbuka adalah proses penimbunan sampah di TPA tanpa melalui proses
pemadatan dan penutupan secara berkala.
20. Metode Lahan Urug Terkendali adalah metode pengurugan di areal pengurugan
sampah, dengan cara dipadatkan dan ditutup dengan tanah penutup sekurang-
kurangnya setiap tujuh hari. Metode ini merupakan metode yang bersifat antara,
sebelum mampu menerapkan metode lahan urug saniter.
21. Metode Lahan Urug Saniter adalah metode pengurugan di areal pengurugan sampah
yang disiapkan dan dioperasikan secara sistematis, dengan penyebaran dan
pemadatan sampah pada area pengurugan serta penutupan sampah setiap hari.
BAB I
PENDAHULUAN
Setelah 6 tahun berlalu dari saat ditetapkannya UU 18 Tahun 2008, dari hasil
evaluasi kebijakan yang telah dilaksanakan, diketahui bahwa ternyata
permasalahan sampah nasional masih sangat besar dan kompleks. Tingkat
pertambahan timbulan sampah nasional diperkirakan mencapai 74 juta ton/tahun
Potensi sumber listrik dari limbah tersebut dapat mencapai 50 ribu MW, yang
merupakan potensi sumber daya energi terbesar kedua setelah hidro dalam skala
besar. Pemanfaatan limbah tersebut sampai saat ini masih sekitar 1600 MW atau
sekitar 3,25 persen dari potensi yang ada. Dari Program Pengembangan
Pembangkit Tenaga Listrik Berbasis Bio-Energi yang dilakukan oleh PT PLN
(Persero), kondisi kapasitas eksisting pembangkit listrik yang ada yang berasal dari
biomasa (berbasis kelapa sawit), biogas, dan sampah perkotaan yang terhubung
dengan jaringan listrik PLN baru sebesar 61 MW pada bulan Februari 2012, yang
akan ditingkatkan kemudian sebesar 197 MW pada tahun 2013 dan ditingkatkan
lagi sebesar 544 MW pada tahun 2014 (sehingga menjadi 741 MW pada tahun
2013/2014).
Berbagai indikator lain juga menunjukkan bahwa pengelolaan sampah masih jauh
dari target yang diharapkan. Dari segi perilaku masyarakat, dengan mudah dapat
dijumpai sampah yang dibuang sembarangan di jalanan, selokan, saluran drainase,
sungai, laut, dan sebagainya yang mengakibatkan dampak yang merugikan
perekonomian secara luas. Banjir yang selalu terjadi setiap tahun di berbagai
wilayah di Indonesia adalah salah satu contoh akibat dari sampah yang dibuang
sembarangan. Secara makro, indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) yang
dipergunakan untuk mengukur kualitas lingkungan hidup, pada tahun 2012 juga
masih menunjukkan nilai yang rendah yaitu sebesar 64,21.
Sesuai dengan keputusan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.21 Tahun 2006
tentang kebijakan dari strategi nasional pengembangan sistem pengelolaan
persampahan (KSNP-SPP), perlu pengurangan timbulan sampah semaksimal
mungkin dimulai dari sumbernya dengan pelaksanaan uji coba/pengembangan dari
replikasi 3R di permukiman. Hal ini juga untuk mengantisipasi permasalahan
sampah dan bahaya pencemaran lingkungan yang semakin parah di kemudian hari.
Untuk itu perlu terus dikembangkan pengelolaan sampah secara terpadu dengan
konsep berbasis masyarakat (3R), dan diharapkan kegiatan ini dapat di replikasi di
wilayah lain sehingga proses pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat
secara signifikan dapat mengurangi volume sampah kota.
Dalam RPJMN 2015 – 2019 telah ditetapkan target 100% akses sanitasi yang di
dalamnya termasuk persampahan sehingga diharapkan pada tahun 2020 Indonesia
Bebas Sampah dapat tercapai. Sementara itu, mengingat masih jauhnya selisih
antara kondisi/capaian yang ada pada tahun 2014 dengan target yang telah
ditetapkan maka perlu adanya upaya percepatan dengan melihat permasalahan
yang ada melalui Kajian Kebijakan dan Strategi Nasional Percepatan Pengelolaan
Persampahan. Diharapkan dengan kebijakan dan strategi yang tepat, maka setiap
program/kegiatan akan tepat sasaran dan pencapaian Indonesia bebas sampah
2020 dapat tercapai.
1.3. SASARAN
1.5. KELUARAN
BAB I .................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. LATAR BELAKANG .............................................................................. 1
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN ......................................................................... 4
1.3. SASARAN ......................................................................................... 5
1.4. RUANG LINGKUP ................................................................................ 5
1.5. KELUARAN ....................................................................................... 6
1.6. SISTEMATIKA PELAPORAN ..................................................................... 7
BAB II
GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH
2.1. UMUM
Skema sistem pengelolaan sampah paradigma baru dapat dilihat pada Gambar II-2
dibawah ini.
Penggunaan bahan baku produksi dan kemasan yang dapat diurai oleh proses alam,
yang menimbulkan sesedikit mungkin sampah, dan yang dapat didaur ulang dan/
atau digunakan secara bertahap persepuluh tahun melalui peta jalan (roadmap).
Dalam menetapkan peta jalan, Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
berkoordinasi dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perindustrian dan melakukan konsultasi publik dengan produsen.
(Sumber: Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga)
Penanganan sampah terdiri dari 5 (lima) sub sistem kegiatan yaitu pemilahan/
pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
Gambar skema sistem pengelolaan sampah yang ada saat ini, dapat dilihat pada
Gambar II-3 di halaman berikut.
2.3.1. Pemilahan/Pewadahan
Sampah Anorganik
Sampah yang
3 dapat digunakan Kuning
kembali
Sampah Daur Ulang
Sampah yang
4 Biru
dapat didaur ulang
Residu
5 Sampah lainnya Abu-abu
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
2.3.2. Pengumpulan
Pengumpulan didasarkan atas jenis sampah yang dipilah dapat dilakukan melalui :
1. Pengaturan jadwal pengumpulan sesuai dengan jenis sampah terpilah dan
sumber sampah.
2. Penyediaan sarana pengumpul sampah terpilah.
2.3.3. Pengangkutan
2.3.4. Pengolahan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 3 tahun 2013 bahwa estimasi
biaya investasi pembangunan TPA/TPST sebesar Rp. 5 - 6 milyar per hektar dan
biaya operasional dan pemeliharaan minimal sebesar Rp. 60.000,- per ton.
Biaya
Biaya investasi Biaya
Sistem Biaya Satuan Operasi
(USD) Satuan
(USD)
Pengumpulan
Sampah tercampur $/truk 100.000 – 140.000 $/ton 60 – 80
$/truk 115.000 – 140.000 $/ton 50 – 70
Sampah terpilah $/truk 120.000 – 140.000 $/ton 100 – 140
Daur ulang
Intensitas mekanis $/ton of capacity
10,000 – 20,000 $/ton 20 – 40
rendah per day
Intensitas mekanis $/ton of capacity
20,000 – 40,000 $/ton 30 – 60
tinggi per day
Pengomposan
$/ton of capacity
Sistem low-end 10,000 – 20,000 $/ton 20 – 40
per day
$/ton of capacity
Sistem high-end 25,000 – 50,000 $/ton 30 – 50
per day
Waste to Energy
$/ton of capacity
Pembakaran 80.000 – 120.000 $/ton 40 – 80
per day
Produksi RDF (refused $/ton of capacity
20.000 – 30.000 $/ton 20 – 40
derifed fuel) per day
Lahan urug
$/ton of capacity
Sampah tercampur 25.000 – 40.000 $/ton 10 – 120
per day
$/ton of capacity
Sampah sejenis 10.000 – 25.000 $/ton 10 – 80
per day
Sumber : Handbook of Solid Waste Management (George Tchobonoglous) Tahun
2002)
BAB II .................................................................................................... 1
GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH ............................................... 1
2.1. UMUM ............................................................................................. 1
2.2. PENGURANGAN SAMPAH....................................................................... 3
2.3. PENANGANAN SAMPAH ........................................................................ 4
2.3.1. Pemilahan/Pewadahan ..................................................................... 4
2.3.2. Pengumpulan ................................................................................. 6
2.3.3. Pengangkutan ............................................................................... 10
2.3.4. Pengolahan .................................................................................. 12
2.3.5. Pemrosesan Akhir .......................................................................... 13
2.3.6. Pembiayaan Pengelolaan Sampah ....................................................... 14
BAB III
KEMENTERIAN DAN LEMBAGA TERKAIT
PENGELOLAAN SAMPAH
Selain itu, regulasi yang dikeluarkan oleh K/L tentang hal yang terkait dalam
pengelolaan sampah, yaitu:
1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 21/PRT/M/2006
Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan
Persampahan
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman
Pengelolaan Sampah
3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 13 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle melalui Bank Sampah
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 03/PRT/M/2013 Tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
RPJMN Tahun 2010-2014 dan Tahun 2015-2019 menyebutkan bahwa K/L yang
terkait dalam program/kegiatan persampahan adalah Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian LHK, Kementerian PUPR, Bappenas, Kementerian Kesehatan dan
Kementerian ESDM.
Keterlibatan K/L terkait pengelolaan sampah dapat dilihat pada tugas, program
dan kegiatan, berdasarkan hasil FGD seperti yang diuraikan dalam Tabel III-1
berikut ini.
Berdasarkan regulasi, struktur organisasi, tugas dan fungsi, program dan kegiatan,
serta hasil diskusi FGD di atas, identifikasi K/L terkait pengelolaan sampah dapat
dijelaskan sebagai berikut (Tabel III-2).
Telah disebutkan diatas K/L yang secara tertulis mempunyai struktur, tugas dan
fungsi terkait dengan masalah pengelolaan sampah. Ada beberapa sifat tugas
tersebut, yaitu K/L yang mengkoordinasi perencanaan, K/L mengurus teknis
persampahan, K/L terkait kebijakan pengelolaan sampah, dan K/L yang
mengkoordinasi kegiatan pembangunan pengelolaan sampah. Gambaran struktur,
tugas dan fungsi K/L tersebut disajikan pada Tabel berikut ini.
Selanjutnya, berdasarkan hasil FGD dan diskusi Laporan Antara Kajian mengemuka
topik lembaga di pusat yang mempunyai kewenangan sampai ke daerah dalam
urusan pengelolaan sampah. Hal ini ada diatur dalam UU 23/2014 tentang
Pemerintahan Daerah, bahwa pengelolaan sampah merupakan urusan Pemerintah
Daerah, sehingga kewenangan K/L tidak bisa langsung ke urusan ini di daerah.
Namun hal ini bisa dilakukan melalui Kementerian Dalam Negeri yang mempunyai
kewenangan dalam sinkronisasi urusan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Salah satu wujud kewenangan Kemendagri tersebut adalah Surat Edaran Menteri
Dalam Negeri Nomor 690/3726/SJ Tanggal 10 Juli 2015 Perihal Optimalisasi
Pengelolaan Air Minum Dan Persampahan yang mengamanatkan antara lain:
1. Gubernur dalam pengelolaan sampah, agar melakukan langkah-langkah:
a. Memastikan pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan
regional, terakomodir baik dalam perencanaan dan penganggaran yang
tercantum dalam RPJMD, RKPD, KUA-PPAS dan APBD Provinsi.
b. Memberikan dukungan program/kegiatan dan pendanaan kepada
Pemerintah Kab/Kota dalam rangka pencapaian target pengembangan
sistem dan pengelolaan persampahan sesuai Peraturan Perundang-
Undangan.
c. Meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap pencapaian target
pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan.
d. Segera menyelesaikan dan menetapkan regulasi terkait pencapaian target
dan pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan di Daerah
dengan mengacu pada Peraturan Perundang-Undangan terkait.
e. Mengkoordinasikan Kab/Kota dalam penetapan lokasi Tempat Pengelolaan
Akhir sampah secara terpadu di wilayahnya.
f. Membentuk Tim Koordinasi Pembinaan dan Pengawasan Sistem dan
Pengelolaan Persampahan.
2. Bupati/Walikota dalam pengelolaan sampah, agar melakukan langkah-langkah:
a. Memastikan pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan,
terakomodir baik dalam perencanaan dan penganggaran yang tercantum
dalam RPJMD, RKPD, KUA-PPAS dan APBD Kabupaten/ Kota.
b. Segera menyelesaikan dan menetapkan regulasi terkait pencapaian target
dan pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan di Daerah
dengan mengacu pada Peraturan Perundang-Undangan terkait.
c. Menyiapkan dan menetapkan lokasi tempat pengelolaan sampah secara
terpadu dengan mengacu RTRW.
d. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam sistem dan pengelolaan
persampahan.
Hal ini sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 12
huruf c dan Lampirannya.
KEBIJAKAN STRATEGI
1. Pengurangan timbulan - Meningkatkan pemahaman masyarakat akan 3R
sampah semaksimal - Mengembangkan dan menerapkan sistem insentif dan
mungkin dimulai dari disinsentif dalam pelaksanaan 3R
sumbernya - Mendorong koordinasi lintas sektor (perindustrian &
perdagangan)
2. Peningkatan peran aktif - Meningkatkan pemahaman tentang pengelolaan
masyarakat dan dunia persampahan sejak dini melalui pendidikan di sekolah
usaha/swasta sebagai - Menyebarluaskan pemahaman tentang pengelolaan
mitra pengelolaan persampahan kepada masyarakat umum
- Membina masyarakat khususnya kaum perempuan
dalam pengelolaan persampahan
- Mendorong peningkatan pengelolaan berbasis
masyarakat
3. Peningkatan cakupan - Optimalisasi Prasarana & sarana persampahan kota/kab
pelayanan dan kualitas - Meningkatkan cakupan pelayanan secara terencana dan
sistem pengelolaan berkeadilan
- Meningkatkan kapasitas sarana persampahan sesuai
sasaran pelayanan
- Melaksanakan rehabilitasi TPA yang mencemari
lingkungan
- Mengembangkan TPA ke arah sanitary landfill/
controlled landfill
- Mengembangkan TPA kearah Sanitary landfill
- Meningkatkan TPA Regional
- Melaksanakan Litbang dan aplikasi teknologi
penanganan sampah tepat guna dan wawasan
lingkungan
4. Pengembangan kelem- - Meningkatkan status & kapasitas institusi pengelola
bagaan, peraturan dan - Meningkatkan kinerja institusi pengelola
perundangan - Memisahkan fungsi / unit regulator & operator
- Meningkatkan koordinasi & kerjasama antar stakeholder
- Meningkatkan kualitas SDM bidang persampahan
- Mendorong pengelolaan kolektif P&S Regional
- Meningkatkan kelengkapan produk hukum/NPSM
pengelolaan persampahan
- Mendorong implementasi/penerapan hukum bidang
persampahan
5. Pengembangan alter- - Menyamakan persepsi para pengambil keputusan dalam
natif sumber pem- pengelolaan persampahan dan kebutuhan anggaran
biayaan - Mendorong peningkatan pemulihan biaya persampahan
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 Tentang Kebijakan dan
Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP)
TARGET
PROGRAM/
INDIKATOR Tahun Tahun Keterangan/Lokasi
KEGIATAN
2010 2014
Pembinaan 1. Jumlah kabupaten/
dan Pengem- kota yg menerbitkan
bangan Infra- produk pengaturan 22 Kab/ 150 Kab/
struktur dan mereplikasikan Kota Kota
Permukiman bantek pengelolaan
persampahan
2. Jumlah kabupaten/
kota yg menerbitkan
produk pengaturan
dan mereplikasi
bantek permukiman,
88 Kab/ 969 Kab/
bangunan gedung dan
Kota Kota
lingkungan, pengelo-
laan air limbah &
drainase, pengelolaan
persampahan dan air
minum
3. Jumlah kawasan yang
tertangani infrastruk-
tur permukimannya,
terlayani penataan
bangunan gedung dan
lingkungannya menda-
pat akses prasarana 1419 8556
sarana air limbah, Kawasan Kawasan
tertangani pelayanan
drainasenya, ter-
tangani sistem per-
sampahannya, serta
mendapatkan pela-
yanan air minumnya.
Pengaturan, 1. Jumlah NSPK untuk
Pembinaan, pengelolaan persam- 3 Buah 30 buah Pusat
Pengawasan pahan yang tersusun
dan Penyeleng- 2. Jumlah penyeleng-
garaan Sanitasi garaan pelatihan
Lingkungan (Air (Diklat) teknis dan 2 Paket 15 Paket Semua Provinsi
limbah, pengelolaan
Drainase) serta persampahan
Pengembangan 3. Jumlah fasilitasi Kota Surabaya,
Sumber Pem- pengembangan Kota Semarang,
biayaan dan sumber pembiayaan Kota Surakarta,
Pola Investasi dan pola investasi Kota Malang, Kota
Persampahan bidang persampahan 2 15 Pekalongan, Kota
melalui kerjasama Kegiatan Kegiatan Palembang, Kota
pemerintah, dunia Mataram, Kota
usaha, dan Bukittinggi, Kab.
masyarakat Serdang Bedagai,
Kota Bitung, Kota
TARGET
PROGRAM/
INDIKATOR Tahun Tahun Keterangan/Lokasi
KEGIATAN
2010 2014
Amuntai, Kota
Yogyakarta, Kota
Bandar Lampung,
Kota Tangerang
dan Kota Medan
4. Jumlah monitoring
dan evaluasi kinerja 21 150
pengembangan Semua Provinsi
Kegiatan Kegiatan
persampahan
5. Jumlah kawasan yang
55 210
telayani infrastruktur Semua Provinsi
Kawasan Kawasan
persampahannya
6. Jumlah prasarana
0 Unit 250 Unit Semua Provinsi
pengumpulan sampah
7. Jumlah prasarana per-
50 Unit 250 Unit Semua Provinsi
sampahan terpadu 3R
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 02 /PRT/M/2010 tentang Rencana Strategis
Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010 – 2014
Arah kebijakan Kementerian Kesehatan mengacu pada tiga hal penting yakni:
1. Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer (Primary Health Care)
2. Penerapan Pendekatan Keberlanjutan Pelayanan (Continuum Of Care).
3. Intervensi Berbasis Risiko Kesehatan
Dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas, maka akan dilakukan beberapa
hal sebagai berikut:
1. Penetapan standar industri hijau, meliputi antara lain:
a. Melakukan benchmarking standar industri hijau di beberapa negara.
b. Menetapkan Panduan Umum penyusunan Standar Industri Hijau dengan
memperhatikan sistem standardisasi nasional dan/atau sistem standar lain
yang berlaku.
c. Melakukan penyusunan Standar Industri Hijau berdasarkan kelompok
Industri sesuai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
No. 13 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral Tahun 2015-2019, adapun kebijakan dalam rangka mencapai tujuan
dan sasaran pada Renstra Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dilakukan
dengan arah kebijakan, antara lain:
1. Optimalisasi produksi energi fosil;
2. Peningkatan alokasi energi domestik;
3. Peningkatan akses dan infrastruktur energi;
4. Diversifikasi energi;
5. Konservasi energi dan pengurangan emisi;
6. Peningkatan nilai tambah mineral dan pengawasan pertambangan;
7. Rasionalisasi subsidi dan harga energi yang lebih terarah;
8. Menciptakan iklim investasi yang kondusif; dan
9. Kebijakan lainnnya: Mengoptimalkan penerimaan negara, peningkatan litbang,
peningkatan pelayanan kegeologian, dan peningkatan manajemen dan
kompetensi SDM.
PROGRAM LINTAS/
PROGRAM/ PENANGGUNG JAWAB
NO SASARAN INDIKATOR
KEGIATAN PRIORITAS PELAKSANA
NASIONAL
Pembangunan Jumlah kota/kab yg
terlayani infrastruk- Kementerian Pekerjaan
Infrastruktur Tempat Terbangunnya TPA
1 tur tempat pemro- Umum dan Perumahan
Pemrosesan Akhir di 341 kota/kab
sesan akhir sampah Rakyat
Sampah
Terbangunnya Jumlah kota/kab yg
Infrastruktur Tempat terlayani infrastruk- Kementerian Pekerjaan
TPST/3R skala
2 Pengolah Sampah tur Tempat Pengolah Umum dan Perumahan
komunal di 334
Terpadu/3R Sampah Terpadu/3R Rakyat
kota/kab
Terbangunnya Jumlah kota/kab yg
Infrastruktur Fasilitas Infrastruktur Fasi- terlayani Infrastruk- Kementerian Pekerjaan
3 Pengolahan Akhir litas Pengolahan tur Fasilitas Pengo- Umum dan Perumahan
Sampah Akhir Sampah di lahan Akhir Sampah Rakyat
112 kota/kab
Tersusunnya 20 SPK Jumlah SPK Peratur-
Peraturan an Pengembangan
Peraturan Pengem-
Pengembangan Sistem Penyediaan Kementerian Pekerjaan
bangan Sistem
4 Sistem Penyediaan Air Minum, Sanitasi Umum dan Perumahan
Penyediaan Air
Air Minum, Sanitasi, dan Persampahan Rakyat
Minum, Sanitasi
dan Persampahan
dan Persampahan
a. Persentase timbul-
Meningkatnya an sampah yg Kementerian Lingkungan
timbulan sampah terkelola sebesar Hidup dan Kehutanan
Program Pengelolaan 80% dalam 5 tahun
yang dikelola
5 Sampah, Limbah dan
sesuai Peraturan b. Persentase penu-
B3
Perundang- runan sampah Kementerian Lingkungan
undangan mencapai 20% Hidup dan Kehutanan
dalam 5 tahun
1. Meningkatnya Jumlah produsen dan
produsen yg retailer yang mene-
Kegiatan Pengelolaan Kementerian Lingkungan
6 menerapkan rapkan EPR tentang
Sampah Hidup dan Kehutanan
EPR tentang sampah meningkat
Sampah setiap tahun
2. Meningkatnya a. Jumlah recycle
penanganan center sekala kota
sampah di yg terbentuk dan
wilayah beroperasi seba- Kementerian Lingkungan
perkotaan nyak 115 unit Hidup dan Kehutanan
dengan kapasitas
20 ton/hari
b. Jumlah recycle
center skala kota
Kementerian Lingkungan
yang difasilitasi dan
Hidup dan Kehutanan
bermitra dengan
dunia usaha
c. Jumlah bank sam-
pah yang terben-
Kementerian Lingkungan
tuk/terfasilitasi
Hidup dan Kehutanan
sebanyak 3225
bank sampah
d. Jumlah kab/kota
yang melaksana- Kementerian Lingkungan
kan tiga jari kelola Hidup dan Kehutanan
sebanyak 300 kota
PROGRAM LINTAS/
PROGRAM/ PENANGGUNG JAWAB
NO SASARAN INDIKATOR
KEGIATAN PRIORITAS PELAKSANA
NASIONAL
3. Mewujudkan A. Kota berwawasan
pengembanga lingkungan berba-
Kementerian Lingkungan
n kota yang sis 3R sebagai
Hidup dan Kehutanan
bersih dan destinasi wisata
teduh sebanyak 20 kota
B. Jumlah kota yang
bangun urban Kementerian Lingkungan
farming 100 Kota Hidup dan Kehutanan
4. Meningkatnya Persentase timbulan
pemanfaatan sampah sebagai
sampah sumber energi Kementerian Lingkungan
sebagai energi terbarukan Hidup dan Kehutanan
terbaharukan
Berdasarkan Gambar III-1 pemetaan lokasi TPS 3R dan TPA tahun 2008 – 2014
yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
jumlah Kab/Kota yang terlayani infrastruktur tempat pemrosesan akhir
sebanyak 313 Kab/Kota, Jumlah Kab/Kota yang terlayani infrastruktur
tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R sebanyak 341 Kab/Kota,
Jumlah Kab/Kota yang terlayani infrastruktur Intermediate Treatment
Facilities yaitu sebanyak 5 Kab/Kota, dan Jumlah Kab/Kota yang terlayani
pembangunan infrastruktur Stasiun Peralihan Antara yaitu 14 Kab/Kota.
Keterangan:
Provinsi
TPA TPS 3R
Gambar III-1. Pemetaan Lokasi TPS 3R dan TPA tahun anggaran 2008-2014 yang dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
Indikator Sasaran
No. Sasaran Strategis Indikator sasaran program
Strategis
1 Meningkatnya role Penurunan timbulan Peningkatan persentase
model sikap dan sampah (sampah timbulan sampah yang
perilaku hidup rumah tangga dan terkelola sebesar 70%
masyarakat yang sampah spesifik)
peduli terhadap alam sebesar 20%
dan lingkungan
2 Meningkatnya kualitas Nilai IKLH 66,5 - 68,5 Peningkatan persentase
LH dalam IKLH dari timbulan sampah yang
66,5 - 68,5 (2019) terkelola
3 Meningkatnya daya Kualitas Aparatur SDM Jumlah aparatur penegak
saing SDM di meningkat setiap hukum yang berkualifikasi
lingkungan Hidup dan tahun lingkungan meningkat
Kehutanan setiap tahun
Sumber: Rancangan Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun
2015-2019
BAB IV
STUDI KASUS PENGELOLAAN SAMPAH
Lokasi studi kasus meliputi wilayah Provinsi DKI Jakarta, Kota Bogor, Kota Depok,
Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi, tetapi dalam
pelaksanaannya dipilih dua lokasi yaitu Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok,
proses pemilihan dapat dilihat pada Tabel IV-1.
Gambar IV-1. Peta Wilayah Provinsi DKI Jakarta, Kota Bogor, Kota Depok, Kota
Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi
Tabel IV-1. Gambaran Umum Tinjauan Lima Aspek dalam Pengelolaan Sampah di Wilayah Jabodetabek
Tabel IV-1. Gambaran Umum Tinjauan Lima Aspek dalam Pengelolaan Sampah di Wilayah Jabodetabek (Lanjutan)
Ditinjau dari aspek hukum, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan
peraturan tentang RDTR dan Peraturan Zonasi. Pada aspek kelembagaan, Dinas
Kebersihan Provinsi DKI Jakarta merupakan satu–satunya lembaga di bidang
kebersihan yang memiliki 5 (lima) Suku Dinas Wilayah Kota Administrasi dan 1
(satu) Suku Dinas Wilayah Kabupaten Administrasi. Sedangkan pada aspek
pendanaan Provinsi DKI Jakarta dibandingkan dengan kota–kota penyangga,
Provinsi DKI Jakarta memiliki biaya operasional TPA paling tinggi yaitu Rp.
123.452,-/ton. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah melaksanakan sosialisasi
pengurangan dan penanganan sampah melalui program-program rutin di bidang
sosial budaya. Meskipun demikian, untuk sosialisasi Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan Sampah masih belum sepenuhnya dapat disampaikan kepada
masyarakat.
Ditinjau dari aspek hukum, Kota Depok dipilih karena implementasi penindakan
terhadap pelanggar Perda dalam membuang sampah sembarangan sedang gencar
dilakukan DKP Kota Depok. Untuk aspek teknologi (teknis operasional), TPA
Cipayung masih menggunakan sistem controlled landfill tanpa teknologi
pengolahan sampah di dalamnya. Pengelolaan sampah di Kota Depok memiliki
program-program inovatif terutama pada aspek sosial budaya, program tersebut
antara lain sosialisasi penanganan sampah organik dengan bank sampah oleh Partai
Ember dan sosialisasi ke kawasan Kampus Universitas Indonesia untuk mewujudkan
kawasan kampus zero waste.
Tabel IV-2. Kebijakan dan Strategi Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta
VISI : Jakarta baru, kota modern yang bersih, dengan masyarakat berbudaya bersih dan pelayanan
publik yang prima.
MISI I : Menyelenggarakan pengelolaan sampah dengan teknologi modern yang ramah
lingkungan dengan melibatkan peran serta masyarakat dan swasta.
Peraturan ini juga sebagai amanat dari Undang Undang No 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta ini
didesain berbeda dengan Kota Lain di Indonesia dengan mempertimbangkan
beberapa hal sebagai berikut :
a. Status Administrasi sebagai Ibu Kota Negara
b. Skala Sistem Wilayah sebagai pusat Kegiatan Nasional
c. Skala kawasan Fungsional Kawasan Megapolitan
Dalam rangka pemisahan regulator dan operator, Dinas Kebersihan Provinsi DKI
Jakarta telah menyiapkan sejumlah UPT. UPT ini merupakan embrio BLUD yang
akan berlaku sebagai operator pengelolaan sampah. UPT itu antara lain Energi
Terbarukan, Pemrosesan Akhir, Komposting dan Kawasan Mandiri.
Dilihat dari segi birokrasi, tingkat lembaga pengelola sampah di Provinsi DKI
Jakarta merupakan eselon II dan fokus pada pengelolaan sampah. Di tingkat
kota/kabupaten administrasi terdapat suku dinas kebersihan. Dalam hal ini
kedudukan suku dinas belum jelas pembagian tugasnya, sebagai operator
dan/atau regulator.
Perda Nomor 3 Tahun 2013 menyatakan bahwa setiap industri dapat mengelola
sampah sendiri. Sebagai satuan perusahaan Pasar Jaya dapat melakukan
pengelolaan sampah secara mandiri. Terdapat 153 pasar di DKI Jakarta yang
dikelola oleh PD Pasar Jaya.
(Rp.1000.000)
Kelompok Kegiatan (Rp)
Tahun Jumlah
No Biaya tidak
Anggaran Biaya langsung (Rp.)
langsung
1 2010 151.340 655.813 807.153
2 2011 144.164 695.130 839.293
3 2012 132.679 719.317 851.997
4 2013 123.893 949.954 1.073.847
5 2014 123.120 2.190.059 2.313.180
6 2015
Jumlah 675.196 5.210.273 5.885.470
Penerapan retribusi sampah Provinsi DKI Jakarta sesuai Perda DKI Jakarta No. 1
tahun 2015 tentang Retribusi Daerah adalah sebagai berikut:
1. Pengangkutan sampah perumahan/rumah tinggal Rp. 0.
2. Pengangkutan sampah toko, warung makan, bengkel, apotik, bioskop dan
lain-lain Rp. 25.000 – Rp. 30.000/bulan.
3. Pengangkutan sampah minimum 2,5 m3 dari lokasi industri, pusat pertokoan/
plaza, pasar swalayan, hotel dan lain-lain Rp. 40.000/m3.
4. Pengangkutan sampah non bahan berbahaya/beracun dari rumah sakit,
poliklinik, laboratorium 1,00 m3 Rp. 25.000,-.
5. Pengangkutan sampah dari pasar PD Jaya dan lokasi pedagang Rp.
20.000/m3.
6. Penyediaan tempat pembuangan/pemusnahan akhir sampah akhir sampah
(TPA sampah) Rp. 25.000/m3.
Total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi DKI Jakarta
tahun 2015 adalah sebesar Rp. 63,65 trilyun, dengan rincian belanja langsung
sebesar Rp. 38,89 trilyun dan belanja tidak langsung sebesar Rp. 24,76 trilyun.
Dari belanja langsung tersebut diatas, anggaran yang didistribusikan ke 20 (dua
puluh) SKPD adalah sebesar Rp. 34,13 trilyun.
Apabila dibandingkan dengan total APBD DKI Jakarta tahun 2015 anggaran Dinas
Kebersihan DKI Jakarta adalah sebesar 3,86%.
Tabel IV-9. Peringkat Anggaran SKPD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Cara lain untuk mencapai budaya bersih di Provinsi DKI Jakarta adalah melalui
penegakan hukum. Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta melakukan penindakan
melalui operasi yustisi terhadap pelangggaran aturan bidang kebersihan.
Program dan kegiatan terkait aspek sosial budaya dalam pengelolaan sampah di
Provinsi DKI Jakarta antara lain :
1. Melakukan edukasi kepada masyarakat.
2. Melakukan sosialisasi dilingkungan sekolah dalam berbagai macam program
edukasi untuk membentuk masyarakat Provinsi DKI Jakarta yang memiliki
budaya bersih.
3. Lomba Lingkungan Bersih dan Sehat (LBS) bekerjasama dengan PKK Provinsi
DKI Jakarta.
4. Kampanye 3R dan Bank Sampah.
1. Pewadahan
Pewadahan merupakan subsistem pertama dalam penanganan sampah yang
merupakan cara penampungan sampah sementara di sumber penghasil
sampah. Pewadahan diperlukan untuk memudahkan penanganan sampah.
Ada 14 sumber penghasil sampah yang kemudian dibedakan berdasarkan 9
(sembilan) sumber sebagai berikut:
a. Pemukiman meliputi rumah tinggal & apartemen (rumah susun,
kondominium dan apartemen);
b. Komersial
Pusat Pertokoan (Mall), toko dan sejenisnya;
Penginapan (Hotel) berbintang hingga kelas melati;
Perkantoran;
Tempat rekreasi;
Rumah makan;
c. Fasilitas Umum;
Pelabuhan kapal, stasiun kereta api dan terminal bus;
Taman dan jalan; dan
Rumah ibadah (Masjid, Gereja, vihara dan seterusnya).
d. Sekolah hingga Perguruan Tinggi;
e. Rumah Sakit hingga puskesmas;
f. Pasar, baik pasar tradisional (PD. Pasar Jaya) dan Modern;
g. Industri (Kawasan Industri hingga industri kecil); dan
h. Sungai dan lainnya.
Untuk kondisi saat ini pengadaan wadah disediakan sendiri oleh tiap-tiap
sumber penghasil sampah.
sampah yang telah disesuaikan dengan jenis sampah, keadaan isinya sampah
masih tercampur jenis sampahnya. (Sumber : Studi Pola Penanganan Sampah
Dari Sumber Sampai Ke TPS, 2014).
2. Pengumpulan
Sub sistem kedua dalam teknis operasional pengelolaan sampah adalah
pengumpulan. Ini merupakan proses penanganan sampah dengan cara
mengumpulkan dari masing-masing sumber sampah untuk diangkut (1) ke
tempat penampungan sementara (TPS) sampah atau (2) pengolahan sampah
antara (SPA atau ITF), atau (3) langsung ke tempat pemrosesan akhir (TPST)
tanpa melalui proses pemindahan.
a. Permukiman
b. Apartemen
c. Hotel
d. Sekolah
e. Pasar Modern
f. Pasar Tradisional
g. Terminal/Stasiun
h. Jalan
i. Rumah Sakit
3. Pengangkutan
Pengangkutan sampah adalah sub sistem yang bertujuan membawa sampah
dari lokasi penampungan sementara atau dari sumber sampah menuju
tempat pemrosesan berikutnya atau akhir. Sistem pemuatan sampah
dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
a. Manual, Pemuatan sampah dari proses pengumpulan ke kontainer
angkutan dilakukan oleh petugas pengumpul.
b. Mekanis, Pemuatan kontainer ke atas arm roll truck dilakukan secara
mekanis (load haul).
c. Campuran, Pengisian kontainer dilakukan secara manual oleh petugas
pengumpul, sedangkan pemuatan kontainer ke atas arm roll truck
dilakukan secara mekanis (load haul).
Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pengangkutan sampah maka
khusus untuk truk typer dan bak galvanis pada daerah yang volume
sampahnya besar seperti TPS, Dipo atau daerah yang rawan sampah, maka
kegiatan operasional ditunjang oleh alat Whell Loader sehingga dapat
mempercepat proses pengisian sampah dan dapat meningkatkan ritasi.
4. Pengolahan
Pengolahan Sampah di wilayah DKI Jakarta semula dilakukan di dua lokasi,
yaitu SPA Sunter dengan metode press serta SPA Cakung Cilincing (Cacing)
dengan metode press, balling, dan composting. Saat ini hanya SPA Sunter
yang masih beroperasi.
5. Pemrosesan Akhir
Tempat Pengolahan Sampah terpadu (TPST) Bantar Gebang adalah proses
terakhir dalam sistem pengelolaan sampah, dimana sampah yang berasal
dari dari Tempat Penampungan Sementara Sampah (TPS) diangkut dan
diolah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Luas lahan TPST
Bantargebang seluruhnya adalah 120,8 ha yang terdiri dari lima wilayah atau
zone. Luas efektif TPST yaitu luas yang digunakan untuk menimbun sampah
adalah 80 % dari seluruh luas lahan, 20 % digunakan untuk prasarana TPA
seperti pintu masuk, jalan, kantor dan instansi pengolahan lindi.
Dalam hal pengelolaan sampah, Penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) ini
mempunyai tugas melakukan penyidikan terhadap pelanggaran
peraturan daerah, antara lain perda DKI Jakarta nomor 3 tahun 2013
Tentang Pengelolaan Sampah, dibawah koordinasi dan pengawasan pihak
kepolisian. Dalam kaitannya penegakan Perda, PPNS ini mempunyai
tugas dan wewenang seperti :
Menerima laporan mengenai adanya tindak pidana terhadap
peraturan perundang undangan
Melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di tempat kejadian
perkara
Memeriksa tanda pengenal tersangka
Melakukan penyitaan benda/surat
Memanggil seseorang untuk diperiksa
Kondisi PPLH juga masih mengalami kendala baik dari segi Kuantitas
maupun dari Segi kualitas. Belum seimbangnya ratio antara jumlah PPLH
dan masyarakat berdampak pada minimnya personil PPLH yang memiliki
kualifikasi sebagai penyidik, disamping itu minimnya sarana dan
prasarana yang memadahi misalnya untuk pencemaran lingkungan
memerlukan peralatan laboratorium untuk menganalisa apakah ada
kandungan zat beracun atau zat kimia yang dibuang melebihi ambang
batas yang ditentukan.
bentuk Peraturan Gubernur (Pergub) atau hal hal lain yang bersifat
juklak dan juknis. Hal-hal yang bersifat wajib dan mengikat dalam
peraturan Daerah No 3 Tahun 2013 adalah :
Kewajiban masyarakat untuk mengurangi dan menangani sampah,
membuang sampah pada tempatnya menurut jenis pewadahan
sesuai jadwal, bila masyarakat tidak melakukan sebagaimana
kewajiban yang diatur belum ada kejelasan sanksi
Kewajiban rumah tangga melakukan pemilahan sampah
Kewajiban produsen mengelola kemasan
Kewajiban penanggung jawab kawasan dalam pemilahan,
pengangkutan sampah
Kewajiban pemerintah dalam memfasilitasi pembentukan badan
pengelola
Kewajiban pemerintah daerah dalam memfasilitasi pengembangan
teknologi pengelolaan sampah
Kewajiban pelaku usaha dalam penyelenggaraan pengelolaan
sampah
Kewajiban pemerintah daerah membina dan mengawasi kinerja
lembaga pengelola sampah
Larangan orang membuang sampah
Kondisi tersebut di atas belum ada aturan secara jelas bilamana orang,
badan yang tidak melakukan kewajiban tersebut. Demikian juga dengan
pemerintah daerah yang mempunyai kewajiban sebagaimana tersebut di
atas juga belum ada kejelasan sanksi bila tidak dapat melakukan
kewajiban (sebagaimana diatur dalam Perda No 3 Tahun 2013).
Dalam hal Kebijakan sanksi pidana Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta
selama ini mengacu pada jenis pidana dalam pasal 10 Kitab Undang–
Undang Hukum Pidana (KUHP). Jenis pidana pokok yang digunakan yakni
pidana kurungan dan pidana denda. Dalam peraturan daerah ini juga
menggunakan sanksi administratif. Namun ketentuan sanksi sebagaimana
diamanatkan dalam Perda DKI No 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan
sampah sampai sekarang belum diterapkan baik dalam implementasi
maupun mekanisme penegasan sanksi yang dianggap efektif kepada
pelanggar perda tentang pengelolaan sampah.
Saat ini KPBU yang sudah berjalan adalah Kerjasama Pemerintah DKI Jakarta
dengan Badan Usaha PT. Gondang Tua Jaya Joint dengan PT Novigate
Organic Indonesia Di Bidang Pengelolaan Persampahan yaitu tentang
pengoperasian TPA Bantar Gebang.
2. Strategi
Strategi adalah cara untuk mencapai tujuan, yang diwujudkan dalam program
dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Cara mencapai tujuan Meningkatkan
prosentase layanan pengangkutan sampah ditempuh dengan peningkatan
sarana dan prasarana pengangkutan sampah, antara lain yaitu penambahan
armada angkutan sehingga mampu memenuhi cakupan wilayah layanan.
Sedangkan untuk mengurangi volume sampah di sumber ditempuh dengan
pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah, khususnya sampah
rumahtangga yang memiliki presentase tertinggi sebagai sumber sampah.
saat ini terkait belanja daerah yaitu pemerintah daerah dihadapkan akan
tingginya tingkat kebutuhan yang tidak seimbang dengan kapasitas fiskal.
Disisi lain; masyarakat menuntut adanya perbaikan pelayanan dan ini
tentunya memerlukan sumber daya yang cukup besar. Oleh karena itulah
Pemerintah kota Depok menerbitkan : Perda Kota Depok No 4 Tahun
2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Depok No. 11
Tahun 2008 Tentang Pokok – Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah
Perda Kota Depok ini memuat aturan tentang pengelolaan Keuangan Daerah
yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, pertanggungjawaban; dan pengawasan keuangan. Efektifitas
pengelolaan keuangan yang diatur dalam Perda ini sangat berhubungan
dengan peran pengawasan, yaitu semakin baik aparat melaksanakan
tugasnya dapat mempermudah pencapaian pengelolaan keuangan daerah
yang didalamnya meliputi :
a. Pengendalian;
b. Pemeriksaan;
c. Evaluasi;serta
d. Pelaporan.
Selain itu, sampah pasar dikelola oleh Dinas Koperasi UMKM dan Pasar (DKUP),
struktur organisasi DKUP mempunyai Bidang Kebersihan dan Ketertiban yang
berada langsung di bawah Kepala Dinas Kebersihan. Bidang Kebersihan dan
Ketertiban ini membawahi Seksi Kebersihan dan Seksi Ketertiban.
Ringkasan besaran APBD Kota Depok tahun anggaran 2010 sampai 2014 seperti
dalam tabel dibawah ini:
Sedangkan alokasi anggaran untuk Dinas kebersihan Kota Depok sejak tahun
2010 sampai 2014, seperti tabel dibawah ini:
Total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Daerah Kota
Depok tahun 2015 adalah sebesar Rp. 2,535 trilyun, dengan rincian untuk
belanja langsung sebesar Rp. 1,529 trilyun dan belanja tidak langsung sebesar
Rp. 1,006 trilyun.
Tabel IV- 12. Peringkat Anggaran SKPD Kota Depok Tahun 2015
Aspek sosial budaya dalam pengelolan sampah dapat dilihat dari peran serta
masyarakat. Sebagian masyarakat Kota Depok sudah melakukan pemilahan
sampah organik dari sumbernya yaitu dari rumah tangga. Pewadahan pemilahan
ini menggunakan ember kecil yg disiapkan pada masing-masing rumah tangga.
Kemudian di bawa petugas dengan wadah ember besar ke Unit Pengolahan
Sampah (UPS) yang ada di beberapa Kecamatan di Kota Depok. Selanjutnya di
UPS, sampah organik itu diproses menjadi kompos.
1. Pemilahan/Pewadahan
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Depok No. 5 Tahun 2014, pemilahan
sampah di Kota depok dibagi menjadi 5 jenis sampah yaitu sebagai berikut:
a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta limbah
bahan berbahaya dan beracun,
b. Sampah yang mudah terurai,
c. Sampah yang dapat digunakan kembali,
d. Sampah yang dapat didaur ulang, dan
e. Sampah lainnya.
2. Pengumpulan
Jenis kendaraan pengumpul sampah yaitu terdiri dari light truck sebanyak
48 unit dan pick up sebanyak 2 unit.
3. Pengangkutan
Jenis kendaraan pengangkut sampah dari pengumpulan sampai ke TPA
menggunakan Dump Truck , Arm Roll, dan Tronton.
4. Pengolahan
Terdapat 44 hanggar Unit Pengelola Sampah (tersebar di 11 kecamatan)
sebagai sarana penanganan sampah (pemilahan hingga pengolahan).
5. Pemrosesan Akhir
Luas TPA Cipayung ± 13 Ha dengan kapasitas yang sudah overload.
Gambar IV-4. Status TPA Cipayung Bulan Juli Tahun 2015 beberapa
zona mulai ditutup menggunakan cover soil
Dari aspek hukum isu strategis dan permasalahan yang ada dalam pengelolaan
sampah kota Depok adalah :
1. Keterbatasan Personil Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
Penunjukan dan pengadaan PPNS di Kota Depok selama ini dilakukan oleh
Badan Kepegawaian Daerah dengan menunjuk personil dari dinas yang
memenuhi syarat untuk diangkat menjadi PPNS. Dinas Kebersihan Kota
Depok menyampaikan bahwa dalam setiap tahun pengadaan PPNS maksimal
hanya 2 orang, dan itu diperuntukkan kepada Dinas yang melaksanakan
peraturan terkait dengan penegakan dan penyidikan tindak pidana. Dari
kondisi ini sebaiknya perlu ditambah lagi jumlah personil PPNS agar sesuai
dengan kondisi secara rasional dengan kondisi yang ditangani di lapangan.
Pemilahan ini, bagian dari 3R, merupakan salah satu bagian penting dalam
sistem pengelolaan sampah. Cakupan yang menjadi perhatian dalam pemilahan
atau 3R ini, baik jumlah pelaku maupun kegiatannya merupakan indikator
sebagai beban institusi di DKP. Sekarang ini, kegiatan pemilahan sampah
mencakup 25.000 rumah tangga atau 100.000 penduduk Depok (total 2.000.000
jiwa). Besaran ini juga mengindikasikan beban institusi dalam pengawasan dan
supervisi kegiatan memilah sampah di masyarakat. Implikasinya adalah perlu
peningkatan kemampuan lembaga pengelola sampah.
Sementara itu, GDM ini merupakan langkah yang memadai dalam memulai
pengurangan sampah dari sumber. Untuk itu, perlu didukung dengan aturan dan
penegakan aturan bagi penggerak kegiatan ini. Bagi DKP, ini perlu dijadikan
sebagai bagian dari tugas dan fungsi dalam pengelolaan sampah Kota Depok. Di
sisi lain, “pendidikan” mengenai sampah perlu dilakukan sejak dini, sehingga
dalam beberapa tahun berikut terbentuk “generasi” yang mempunyai “budaya”
memilah sampah.
BAB IV .................................................................................................. 1
STUDI KASUS PENGELOLAAN SAMPAH ...................................................... 1
4.1. LOKASI STUDI KASUS ........................................................................... 1
4.2. PROVINSI DKI JAKARTA ........................................................................ 4
4.2.1. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sampah ........................................... 4
4.2.2. Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah .................................................. 7
4.2.2.1. Aspek Hukum .............................................................................. 7
4.2.2.2. Aspek Kelembagaan ..................................................................... 12
4.2.2.3. Aspek Pendanaan ........................................................................ 13
4.2.2.4. Aspek Sosial Budaya ..................................................................... 18
4.2.2.5. Aspek Teknologi/Teknis Operasional ................................................. 18
4.2.3. Isu Strategis dan Permasalahan .......................................................... 24
4.2.3.1. Aspek Hukum ............................................................................. 24
4.2.3.2. Aspek Kelembagaan ..................................................................... 28
4.2.3.3. Aspek Pendanaan ........................................................................ 29
4.2.3.4. Aspek Sosial Budaya ..................................................................... 29
4.2.3.5. Aspek Teknologi/Teknis Operasional ................................................. 29
4.3. KOTA DEPOK ................................................................................... 30
4.3.1. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sampah .......................................... 30
4.3.2. Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah ................................................. 32
4.3.2.1. Aspek Hukum ............................................................................. 32
4.3.2.2. Aspek Kelembagaan ..................................................................... 35
4.3.2.3. Aspek Pendanaan ........................................................................ 36
4.3.2.4. Aspek Sosial Budaya ..................................................................... 39
4.3.2.5. Aspek Teknologi/Teknis Operasional ................................................. 39
4.3.3. Isu Strategis dan Permasalahan .......................................................... 41
4.3.3.1. Aspek Hukum ............................................................................. 41
4.3.3.2. Aspek Kelembagaan ..................................................................... 43
4.3.3.3. Aspek Pendanaan ........................................................................ 44
4.3.3.4. Aspek Sosial Budaya ..................................................................... 44
4.3.3.5. Aspek Teknologi/Teknis Operasional ................................................. 45
Gambar IV-1. Peta Wilayah Provinsi DKI Jakarta, Kota Bogor, Kota Depok, Kota
Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi............................................................1
Tabel IV-1. Gambaran Umum Tinjauan Lima Aspek dalam Pengelolaan Sampah di
Wilayah Jabodetabek ......................................................................................................................2
Tabel IV-1. Gambaran Umum Tinjauan Lima Aspek dalam Pengelolaan Sampah di
Wilayah Jabodetabek (Lanjutan) .................................................................................................3
Tabel IV-2. Kebijakan dan Strategi Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta ......................5
Tabel IV-3. Anggaran Belanja Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta. .............................13
Tabel IV-4. Pendanaan Pengelolaan Sampah Dinas kebersihan DKI Jakarta Tahun
2010 14
Tabel IV-5. Pendanaan Pengelolaan Sampah Dinas kebersihan DKI Jakarta Tahun
2011 14
Tabel IV-6. Pendanaan Pengelolaan Sampah Dinas kebersihan DKI Jakarta Tahun
2012 15
Tabel IV-7. Pendanaan Pengelolaan Sampah Dinas kebersihan DKI Jakarta Tahun
2013 15
Tabel IV-8. Pendanaan Pengelolaan Sampah Dinas kebersihan DKI Jakarta Tahun
2014 16
Tabel IV-9. Peringkat Anggaran SKPD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 ........................17
Gambar IV-2. Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bantargebang .................................23
Tabel IV-10. Ringkasan APBD Kota Depok ................................................................................36
Tabel IV-11. Anggaran belanja Dinas Kebersihan Kota Depok ............................................37
Tabel IV- 12. Peringkat Anggaran SKPD Kota Depok Tahun 2015 .....................................38
Tabel IV-13. Jumlah Armada Pengangkut Sampah di Kota Depok .....................................40
Gambar IV-3. Unit Pengelola Sampah Kota Depok .................................................................40
Gambar IV-4. Status TPA Cipayung Bulan Juli Tahun 2015 beberapa zona mulai
ditutup menggunakan cover soil ................................................................................................41
BAB V
ISU STRATEGIS DAN PERMASALAHAN
PENGELOLAAN SAMPAH NASIONAL
Dalam praktik penegakan hukum, bukan hal aneh apabila aparat penegak
hukum harus “berhadapan” dengan aparat penegak hukum lainnya dalam
proses penyidikan suatu perkara pidana. Dalam hal ini adalah kepolisian,
Kejaksaan, dalam menangani kasus pelanggaran terhadap penanganan
sampah, serta Polisi dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), untuk
penanganan kasus tindak pidana khusus, seperti kasus penanganan
sampah. Kondisi disharmonis antara aparat penyidik Polri dengan penyidik
10. Belum adanya peraturan yang secara khusus mengatur tentang tata cara
pelaksanaan pemberian kompensasi, insentif, disinsentif untuk
pengelolaan sampah.
a. Kompensasi merupakan upaya penggantian terhadap dampak negatif yang
ditimbulkan, oleh adanya kegiatan pengolahan maupun pemrosesan akhir
sampah. Dampak tersebut berupa : Pencemaran air, pencemaran udara,
pencemaran tanah, longsor, kebakaran, ledakan gas metan, dan
sebagainya.
b. Insentif merupakan : Pemberian penghargaan kepada masyarakat yang
taat dan disiplin dalam pengelolaan sampah. Penghargaan ini bukan hanya
dalam bentuk dana atau materi melainkan juga dapat dalam bentuk
timbal balik jasa seperti halnya pengangkutan sampah oleh pengelola
sampah tanpa biaya.
12. Pemasaran produk daur ulang dan kompos dari sampah belum diatur dalam
peraturan perundang – undangan
Selama ini pangsa pasar belum menjadikan produk daur ulang sampah dan
kompos menjadi komoditas yang menarik para konsumen. Daur ulang disini
proses untuk menjadikan bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan
mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi suatu yang
berguna. Kesadaran masyarakat untuk memulai mengolah sampah menjadi
pupuk kompos mulai tumbuh. Namun hal ini harus diikuti dengan kemudahan
memasarkan produk kompos.
13. Diperlukannya Revisi Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Norma Standar
Prosedur dan Kriteria (NSPK) dalam kegiatan pengelolaan sampah
Untuk lebih meningkatkan penerapan standar pelayanan minimal di bidang
persampahan bagi pemerintah dan pemerintah daerah, maka perlu dilakukan
revisi terhadap SPM yang ada. SPM ini diharapkan akan dapat menjadi pijakan
bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan dasar
pengelolaan sampah kepada masyarakat. Dalam rangka percepatan
penyelenggaraan pelayanan persampahan diperlukan adanya Norma, Standar,
Prosedur dan Kriteria. Sehingga semua pemerintah kabupaten/kota dalam
rangka penyelenggaraan pengelolaan sampah akan menerapkan kebijakan
yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
14. Belum ada peraturan perundang undangan yang mengatur tentang industri
dan pelaku industri daur ulang
Daur ulang merupakan upaya memanfaatkan kembali barang yang dianggap
sudah tidak memiliki nilai ekonomis, melalui proses fisik kimiawi atau
keduanya hingga menghasilkan produk yang dapat dipergunakan dan
diperjualbelikan lagi. Namun bagi para pelaku industri daur ulang rata rata
masih mengalami keraguan akan dapat bersaing dengan produk barang di
pasar karena masih minimnya daya beli masyarakat.
15. Peraturan yang perlu dibuat, terkait dengan UU No 18 tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah dan PP No 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Sesuai dengan amanat pada peraturan tersebut di atas, agar pelaksanaan dan
implementasinya dapat berjalan dengan baik maka dalam ketentuan yang
menyebutkan harus ditindaklanjuti dengan :
a. Peraturan Pemerintah (PP) :
Berfungsi sebagai pengaturan lebih lanjut dalam UU yang termuat secara
tegas. Adapun materi muatan yang diatur dalam PP tidak boleh
menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang – Undang. Dalam UU
No 18 Tahun 2008 masih ada ketentuan yang harus diatur dalam PP selain
PP No 81 Tahun 2012 namun belum ditindaklanjuti sampai saat ini.
b. Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan presiden sebagaimana amanat dalam UU No 18 Tahun 2012
sebagai bentuk penjabaran pelaksanaan sampai saat ini belum dibuat.
Namun Rancangan Perpres tentang percepatan pengelolaan sampah sudah
dalam tahap pembahasan, meskipun belum disahkan. Perpres yang
dimaksud disini adalah Perpres yang dibuat oleh presiden yang berisi
materi yang diperintahkan oleh Undang undang yaitu UU No 18 Tahun
2008 untuk melaksanakan PP
c. Peraturan Menteri (Permen)
Peraturan yang menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut melalui PP
termuat secara tegas. Dari PP No 81 Tahun 2012 ada beberapa amanat
dalam ketentuan yang harus ditindaklanjuti dengan Permen namun hingga
kini belum dilaksanakan. Materi muatan dari Permen adalah materi yang
Pengelolaan sampah sampai saat ini belum mendapat perhatian yang serius dari
Pemerintah, Lembaga legislatif, Badan Usaha/Swasta maupun masyarakat. Hal ini
dapat dilihat dari belum di jalankannya atau tidak efektifnya Undang-Undang No.
18 tahun 2008, dimana seluruh wilayah Kabupten/Kota diwajibkan untuk
melaksanakan pengelolaan sampahnya secara benar dan tidak mencemari
lingkungan. Dengan kata lain pengelolaan sampah supaya dilakukan secara
sanitary landfill pada sub sistem pemrosesan akhir sejak ditetapkannya undang-
undang tersebut dan selambat-lambatnya pada tahun 2013 sudah dilaksanakan.
Disamping itu kerjasama dengan pihak swasta (KPS) masih terkendala karena dari
pihak Pemerintah Daerah masih berharap adanya kontribusi dari pelaksanaan
kerjasama tersebut. Sedangkan dari pihak swasta berharap adanya tipping fee
yang harus dibayar oleh Pemerintah Daerah. Dengan adanya dua kepentingan yang
berbeda tersebut, perlu untuk dapat dijembatani oleh pengaturan dari Pemerintah
Pusat.
Dari ketujuh proyek KPBU dalam pengelolaan sampah tersebut, yang sudah
dioperasikan yaitu TPA Sarbagita, TPST Bantargebang dan TPA Benowo.
Pelelangan yang dilakukan umumnya berkepanjangan prosesnya serta tidak
dapat segera mendapatkan keputusan pemenang.
Opsi skematik KPBU, sebagai contoh di Provinsi DKI Jakarta diusulkan untuk
dilakukan dengan 4 pola kerjasama, yaitu:
a. Pola KPBU: BOT (Build, Operate and Transfer)
b. Pola Swakelola: institusi pengelola yang melelang (tender EPC)
Seringkali seorang Kepala Daerah dijumpai menjadi tokoh yang disukai dalam skala
Nasional apabila diakui keberhasilannya dalam kinerjanya dalam mengelola
2. Belum ada peraturan perundang undangan yang mengatur tentang industri dan
pelaku industri daur ulang.
3. Keterpaduan antar kementerian/lembaga dengan Pemerintah Daerah dalam
pengelolaan sampah belum diterapkan sesuai amanat peraturan perundang-
undangan.
4. Belum dilakukan pengawasan, monitoring dan evaluasi proses pelaksanaan
pelelangan dalam Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
5. Belum ditetapkannya standar biaya investasi, biaya operasional dan
pemeliharaan pengelolaan sampah, meliputi pemilahan, pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan dan pengolahan akhir dalam Rp/ton.
6. Rendahnya alokasi anggaran pengelolaan sampah, baik APBN, APBD Provinsi
maupun APBD Kabupaten/Kota.
7. Sejak diterbitkannya Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 tentang
Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU). Dalam rentang 10 (sepuluh) tahun
ini pelelangan Pemerintah dengan KPBU baru mencapai 7 proyek kerja sama,
yaitu:
a. TPA Sarbagita, Suwung, Bali
b. TPST Bantar Gebang, Bekasi
c. TPA Benowo, Surabaya
d. Incinerator Gede Bage Bandung
e. ITF (Intermediate Treatment Facilities) Sunter, Jakarta Utara
f. ITF/Incinerator Batam
g. Tempat Pengolahan & Pemrosesan Akhir Sampah Nambo
Dari ketujuh proyek KPBU dalam pengelolaan sampah tersebut, yang sudah
dioperasikan yaitu TPA Sarbagita, TPST Bantargebang dan TPA Benowo.
Pelelangan yang dilakukan umumnya berkepanjangan prosesnya serta tidak
dapat segera mendapatkan keputusan pemenang.
8. Belum diterapkannya pengurangan sampah dari sumber (produsen) yaitu
dengan menerapkan EPR (Extended Producer Responsibility)/kewajiban
produsen.
9. Belum dilakukan penutupan TPA dengan cover soil secara rutin setiap hari
sesuai amanat Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.3 Tahun 2013.
10. Pengoperasian landfill di TPA belum sesuai SOP (sanitary landfill).
11. Keterbatasan jenis dan jumlah alat berat di TPA.
12. Pengolahan air lindi di TPA yang masih belum memenuhi syarat teknis untuk
dapat dibuang ke badan air.
13. Belum adanya sistem informasi yang mengintegrasikan data sampah masuk di
TPA dengan kantor pusat pengelola.
14. Keterbatasan lahan untuk TPS 3R dan/atau ITF.
15. Kesulitan dalam realisasi pembangunan Intermediate Treatment Facility.
16. Belum ditetapkannya lokasi, jumlah dan luasan TPS 3R dan atau ITF dalam
RDTR (Rencana Detil Tata Ruang).
17. Kuantitas dan kualitas kendaraan pengangkut sampah masih rendah.
18. Kuantitas dan kualitas TPS (Tempat Penampungan Sementara) sampah masih
rendah.
19. Sampah belum dipilah sesuai jenis sampahnya sehingga sistem pewadahan
masih tercampur.
BAB V ................................................................................................... 1
ISU STRATEGIS DAN PERMASALAHAN ....................................................... 1
PENGELOLAAN SAMPAH NASIONAL ........................................................... 1
5.1. ASPEK HUKUM ................................................................................... 1
5.2. ASPEK KELEMBAGAAN ........................................................................11
5.3. ASPEK PENDANAAN............................................................................13
5.4. ASPEK SOSIAL BUDAYA .......................................................................15
5.5. ASPEK TEKNOLOGI/ TEKNIS OPERASIONAL................................................16
5.6. ISU STRATEGIS DAN PERMASALAHAN PRIORITAS ........................................18
BAB VI
ANALISIS KEBIJAKAN, STRATEGI DAN
PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH
Kebijakan telah dirumuskan oleh Kementerian Pekerjaan Umum pada tahun 2006
melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 Tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan
(KSNP-SPP). Sementara di tahun 2015, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan sedang dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah.
Tabel VI-1 berikut, menyajikan isi pokok-pokok kebijakan dan strategis dari KSNP-
SPP tahun 2006 oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Kebijakan dan Strategi
Nasional Pengelolaan Sampah tahun 2015 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan serta analisis perbandingannya.
I-1. Analisis Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sampah
Dalam rangka percepatan kinerja pengelolaan sampah salah satu strategi yang
perlu dilakukan adalah dengan melengkapi, merevisi peraturan perundang-
undangan, menerapkan, serta menegakkan peraturan perundang undangan
pengelolaan sampah. Dalam percepatan pengelolaan sampah, kebijakan dan
strategi nasional pengembangan sistem pengelolaan persampahan (KSNP-SPP)
merupakan pedoman yang digunakan untuk pengaturan, penyelenggaraan dan
pengembangan pengelolaan persampahan baik bagi pemerintah pusat maupun
daerah, dunia usaha dan masyarakat.
untuk melakukan penyidikan” Dan ketentuan lebih lanjut diatur pada pasal 6
ayat (1) UU No 8 Tahun 1981 yang membedakan penyidik menjadi 2 (dua)
yakni :
a. Pejabat polisi negara Republik Indonesia dan
b. Pejabat Pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
Undang undang
Wewenang khusus dalam hal ini adalah wewenang penyidikan sesuai dengan
Undang undang sebagai dasar hukum pelaksanaan tugas masing–masing.
Contoh :”Yang dimaksud wewenang khusus sesuai dengan Undang undang
adalah bilamana pemerintah daerah mempunyai perda terkait
(perda tentang pengelolaan sampah) yang didalamnya diatur
tentang penerapan sanksi terhadap pelanggar (sanksi pidana).
Sehingga dasar kewenangan PPNS dalam penyidikan akan mengikuti
aturan yang ada dalam perda tersebut”
Mengacu pada pasal 257 ayat (1) UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah yang mengatur bahwa :
“Penyidikan pelanggaran atas ketentuan Perda dilakukan oleh pejabat
penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang udangan”
NSPK mengatur tentang semua urusan wajib, pilihan dan urusan sisa. Khusus
untuk urusan wajib yang berhubungan dengan pelayanan dasar harus
berpedoman pada standar pelayanan minimal (SPM) yang ditetapkan oleh
pemerintah (PP No 38 tahun 2007).
Dalam proses sosialisasi media massa baik cetak maupun elektronik memiliki
fungsi dan peranan yang kurang lebih sama. Media masa disini akan memiliki 4
(empat) fungsi :
a. Sebagai media informasi (to inform)
b. Sebagai media pendidikan (to educate)
c. Media penghibur (to entertain)
d. Media untuk menggugah atau mempengaruhi (to inflence)
Penyuluhan hukum bukan suatu kegiatan yang baru bagi masyarakat kita. Pada
awal tahun 1980 pemerintah sudah giat melaksanakan yaitu melalui program
kadarkum (keluarga sadar hukum). Masyarakat dapat menjadi korban karena
ketidak tahuannya tentang hukum atau peraturan.
Dengan demikian sosialisasi produk hukum sangatlah penting dan perangkat
petugas yang melaksanakan sosialisasi harus orang yang profesional karena
dituntut dengan wawasan yang luas agar dapat mendidik masyarakat yang taat
hukum.
Hal tersebut di atas agar dapat berjalan dengan baik dan dapat memberikan
kemudahan dan manfaat maka perlu adanya peraturan perundang undangan
sebagai payung hukumnya.
14. Penghargaan bagi masyarakat dan pelaku usaha yang yang berinovasi dalam
pengelolaan sampah oleh pemerintah masih belum terlaksana
Penghargaan dapat berupa insentif yang bertujuan meningkatkan animo dan
semangat masyarakat dalam berinovasi dalam pengelolaan sampah. Semakin
tinggi semangat masyarakat dan pelaku usaha dalam inovasi pengelolaan
sampah, akan semakin besar pula insentif yang diberikan. Meski termuat di
dalam UU dan peraturan daerah namun pemberian insentif belum pernah
terlaksana. Sementara itu masyarakat yang belum melaksanakan pengelolaan
sampah, tidak diberlakukan tindakan untuk pemberian disinsentif. Kondisi ini
dipengaruhi oleh belum adanya regulasi yang secara jelas mengatur tentang
mekanisme dan tata cara pemberian insentif maupun disisentif.
16. Peraturan yang perlu dibuat terkait dengan UU No 18 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Sampah dan PP No 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga sebagai
dasar penjabaran dari ketentuan peraturan tersebut.
Peraturan yang
Amanat UU Ketentuan
diterbitkan
Pasal 9 Ayat (3) Tentang Pedoman penyusunan Peraturan Menteri
sistem tanggap Darurat
Pasal 11 Ayat (2) Tentang Tata cara penggunaan Peraturan Pemerintah
hak untuk mendapatkan pelayan- dan Peraturan Daerah
an dalam pengelolaan sampah
Pasal 12 ayat (2) Tentang Tata cara pelaksanaan Peraturan Daerah
kewajiban pengelolaan sampah
rumah tangga sampah sejenis
sampah rumah tangga
Pasal 16 1. Tentang tata cara penyediaan Peraturan Pemerintah
fasilitas pemilahan sampah
2. Tentang tata cara pelabelan
atau tanda yang berhubungan
dengan pengurangan dan
penanganan sampah pada
kemasan dan/atau produknya
3. Tentang kewajiban produsen
dalam mengelola kemasan
dan/atau barang yang dipro-
duksinya yang tidak dapat atau
sulit terurai oleh proses alam
Pasal 17 Tentang tata cara memperoleh Peraturan Daerah
izin melakukan kegiatan usaha
pengelolaan sampah
Pasal 18 ayat (2) Tentang jenis usaha pengelolaan Peraturan Daerah
sampah yang mendapatkan dan
tata cara pengumuman
Pasal 20 ayat (5) 1. Tentang kewajiban pemerintah Peraturan Pemerintah
dan pemerintah daerah dalam
melakukan pengurangan
sampah
2. Tentang kegiatan pengurangan
sampah oleh pelaku usaha
3. Tentang kegiatan pengurang-
an sampah oleh masyarakat
Pasal 21 ayat (2) Tentang jenis, bentuk, dan tata Peraturan Pemerintah
cara pemberian insentif dan
disinsentif
Pasal 22 ayat (2) Tentang penanganan sampah Peraturan Daerah
Pasal 23 ayat (2) Tentang pengelolaan sampah Peraturan Pemerintah
spesifik
Pasal 24 ayat (3) Tentang pembiayaan Peraturan Pemerintah dan
/atau peraturan daerah
Pasal 25 ayat (4) Tentang pemeberian kompen-sasi Peraturan Pemerintah dan
Peraturan yang
Amanat UU Ketentuan
diterbitkan
oleh pemerintah daerah /atau peraturan daerah
Pasal 26 ayat (3) Tentang pedoman kerjasama & Peraturan Menteri Dalam
bentuk usaha bersama antar Negeri
daerah
Pasal 28 ayat (3) Bentuk dan tata cara peran Peraturan Pemerintah dan
masyarakat /atau peraturan daerah
Pasal 29 ayat (2) Larangan Peraturan Pemerintah
dan (3) dan Peraturan Daerah
Kabupaten Kota
Pasal 31 ayat (3) Pengawasan pengelolaan sampah Peraturan Daerah
yang dilakukan oleh pemerintah
daerah
Pasal 32 ayat Tentang penerapan sanksi admi- Peraturan Daerah
nistratif oleh Bupati/walikota kabupaten/kota
dukungan dari seluruh stake holder, karena selama ini implementasi peraturan
perundang undangan masih menjadi kendala dan terkesan berjalan lamban.
Untuk menyusun Inpres ini pemerintah perlu melakukan koordinasi dengan K/L
terkait agar tersusun substansi yang jelas dan proporsional.
Pada sub-bab 3.1 sebelumnya telah disebutkan menurut regulasi yang ada (UU
18/2008 dan PP 81/2012) kementerian yang diamanatkan secara langsung dalam
pengelolaan sampah adalah Kemendagri, KLHK dan Kementerian PUPR serta
melibatkan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan dan
Kementerian Ristek dan Dikti. Berkaitan dengan hal tersebut, perlunya penegasan
tugas dan peran masing-masing K/L.
Paparan di sub-bab 3.1 juga menampilkan identifikasi potensi peran K/L lain
dalam bidang persampahan. Pelibatan K/L lain itu dibutuhkan untuk menjadikan
pengelolaan sampah sebagai issue yang perlu dalam K/L tersebut, sehingga pada
gilirannya melahirkan kebijakan yang “pro sampah”. Oleh karena itu, perlu
kebijakan yang memungkinkan pelibatan K/L lain, selain yang disebutkan dalam
UU dan PP tersebut.
Sesuai identifikasi dan kajian bab sebelumnya ada beberapa hal yang perlu
ditindaklanjuti dalam kebijakan serta strategi kelembagaan dalam pengelolaan
sampah.Tiga K/L utama yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan
dalam pengelolaan sampah yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Kementerian Dalam
Negeri. Namun tugas dan fungsi K/L belum disepakati satu sama lain antar K/L di
tingkat operasional. Selain itu, koordinasi pemerintah pusat dengan daerah perlu
ditingkatkan. Hal ini mengemuka dalam FGD dan diskusi-diskusi laporan. Sehingga,
diperlukan suatu badan koordinasi sampah nasional yang menfasilitasi koordinasi
antar K/L dan antar pemerintah dengan pemerintah daerah yang bisa
mempercepat kinerja pengelolaan sampah di Indonesia.
Pembentukan badan koordinasi ini tentu berimplikasi pada aspek lain seperti
penganggaran dan duplikasi dengan fungsi lembaga lain. Kemungkinan duplikasi
bisa terjadi dengan fungsi Direktorat Sinkronisasi Pemerintahan Daerah II di
Kemendagri. Oleh karena itu, perlu kajian yang saksama dalam pembentukan
badan koordinasi tersebut.
Dewasa ini (dua tahun terakhir) ada masalah proses pelelangan kerja sama swasta
untuk penanganan sampah berjalan tidak sesuai. Dalam kurun waktu itu, ada 7
pekerjaan KPBU, enam sudah dilelangkan namun hanya satu yang selesai proses
lelangnya, sementara itu volume sampah terus bertambah. Dalam kaitan ini, perlu
ada tindakan yang menjamin agar proses ini berjalan sesuai rencana, yaitu:
pengawasan, monitoring dan evaluasi proses pembentukan KPBU tersebut.
Jadi, berdasarkan uraian di atas hal yang perlu dilakukan dari aspek kelembagaan,
baik untuk pengelolaan sampah adalah:
1. Meningkatkan koordinasi dan kerja-sama antar kementerian/lembaga terkait
pengelolaan sampah;
2. Pembentukan badan koordinasi pengelolaan sampah nasioanal yang didahului
dengan kajian pembentukan kelembagaan tersebut;
3. Menata fungsi Dinas/Instansi pengelola sampah di tingkat Provinsi/Kab/ Kota
sesuai kondisi daerah, termasuk pembentukan kelembagaan ditingkat
masyarakat sesuai Permendagri No 33 tahun 2010;dan
4. Penataan dan pembentukan kelembagaan tersebut di atas memerlukan
penyesuaian SDM baik kualitas maupun kuantitas.
Analisis terhadap kondisi pengelolaan sampah yang sampai saat ini masih buruk
dan belum memenuhi persyaratan ramah lingkungan (sanitary landfill) adalah
sebagai berikut :
1. Penetapan biaya standar investasi, biaya operasional dan pemeliharaan
pengelolaan sampah, mulai dari biaya pemilahan, pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir (TPA) belum ada, sehingga
Pemerintah Daerah tidak mempunyai pedoman/acuan.
2. Pengelolaan sampah belum mendapatkan perhatian yang serius dari
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, sehingga alokasi penganggaran
baik yang ada di APBN, APBD Provensi maupun APBD Kabupaten/Kota masih
sangat rendah.
3. Penggunaan biaya pengelolaan sampah belum optimal, karena tidak adanya
monitoring dan evaluasi, sehingga tidak diketahui apakah pembiayaan yang
dianggarkan tersebut sudah memenuhi standar pengelolaan sampah.
4. Pembiayaan pengelolaan sampah dengan sistem sanitary landfill masih
dipandang sangat mahal oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan dana
pengelolaan sampah yang ada dalam APBD Pemerintah Daerah terbatas.
5. Belum dimanfaatkan dana desa yang cukup signifikan untuk pengelolaan
sampah, karena Perpres-perpres yang telah dikeluarkan belum ditindak lanjuti
dengan Peraturan Menteri.
6. Dalam hal kerjasama pengelolaan sampah terdapat perbedaan persepsi,
dimana dengan adanya kerjasama pihak Pemerintah Daerah berharap adanya
Jadi, berdasarkan uraian di atas usulan strategi berdasarkan aspek sosial budaya
baik untuk pengurangan maupun penanganan sampah yaitu rekayasa sosial untuk
membentuk perilaku yang sesuai dalam pengelolaan sampah. Rekayasa dilakukan
melalui pelibatan penyelenggara negara dalam pengelolaan sampah dan merubah
polapikir dan perilaku masyarakat dengan menerapkan peraturan perundang-
undangan pengelolaan sampah melalui penegakan hukum secara konsisten dan
menerus (institusionalisasi peraturan perundang-undangan).
Berdasarkan data BPS diketahui jumlah penduduk seluruh Indonesia pada Tahun
2015 diproyeksikan menjadi sebesar 255.461.686 jiwa, dengan presentase urban
53,30% dan pedesaan 46,70%. Asumsi 0,6 Kg/org/hari. Maka total timbulan di
Indonesia pada tahun 2015 yaitu sebesar 153.277 ton/hari. Timbulan sampah
perkotaan dan pedesaan tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel VI-4 berikut:
Gambar VI-1. Persentase Sumber dan Komposisi Sampah di Indonesia Tahun 2013
Dalam hal cara pengelolaan sampah, hanya 24,9 persen rumah tangga di Indonesia
yang pengelolaan sampahnya diangkut oleh petugas. Sebagian besar rumah tangga
mengelola sampah dengan cara dibakar (50,1%), ditimbun dalam tanah (3,9%),
dibuat kompos (0,9%), dibuang ke kali/parit/laut (10,4%), dan dibuang
sembarangan (9,7%) (Gambar VI-2).
Lima provinsi dengan proporsi rumah tangga mengelola sampah dengan cara
diangkut petugas tertinggi adalah DKI Jakarta (87,0,%), Kepulauan Riau (55,8%),
Kalimantan Timur (49,9%), Bali (38,2%), dan Banten (34,4%) (sumber : Buku
Riskesdas 2013 dalam Angka).
Menurut karakteristik, proporsi rumah tangga yang mengelola sampah dengan cara
diangkut petugas lebih tinggi di perkotaan (46,0%) dibandingkan di perdesaan
(3,4%), sedangkan proporsi rumah tangga yang mengelola sampah dengan cara
dibakar di perdesaan (62,8%) lebih tinggi dibanding perkotaan (37,7%). Semakin
tinggi kuintil indeks kepemilikan, proporsi rumah tangga yang mengelola sampah
dengan cara diangkut petugas semakin tinggi. Sebaliknya, proporsi rumah tangga
yang mengelola sampah dengan cara dibakar cenderung lebih tinggi pada kuintil
indeks kepemilikan yang lebih rendah (Buku Riskesdas 2013 dalam angka).
Pola pengelolaan sampah eksisting berdasarkan Buku Riskesdas 2013 dalam Angka
dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2013 terdapat beberapa
data yang perlu dikaji ulang. Sebagai contoh, terdapat perbedaan persentase
untuk pengkajian sampah yang ditimbun, menurut data riskesdas sebesar 3,9 %
sedangkan data KLHK sebesar 10%. Terdapat data yang tidak sinkron, yaitu
berdasarkan data riskesdas persentase sampah diangkut 24,9 % sedangkan sampah
yang ditimbun di TPA sebesar 69%.
Data mengenai proporsi tertinggi untuk rumah tangga yang mengelola sampahnya
dengan dibakar adalah Gorontalo (79,5%), Aceh (70,6%), Lampung (69,9%), Riau
(66,4%), Kalimantan Barat (64,3%). Lima provinsi terendah adalah DKI Jakarta
(5,3%), Maluku Utara (25,9%), Maluku (28,9%), Kepulauan Riau (31%), Kalimantan
Timur (32,1%) (Gambar VI-3).
2. Pengumpulan
a. Perlunya penyediaan TPS dan alat pengumpul untuk sampah terpilah
b. Perlunya penyusunan jadwal pengumpulan sampah, dimana sampah
organik dilakukan setiap hari, sedangkan pengumpulan sampah anorganik
tiga minggu sekali.
c. Pengadaan lokasi lahan untuk TPS yang ditetapkan melalui RDTR
5. Pemrosesan Akhir
Analisis aspek teknologi/teknis operasional pada Program Pengelolaan Sampah
menurut data yang disajikan dalam Bab 2 sebelumnya, maka dapat diketahui
bahwa Total TPA yang telah dibangun di Indonesia sejak diberlakukannya UU
RI No. 18 Tahun 2008 adalah sebanyak 310 Unit TPA.
Adapun jumlah Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia saat ini (BPS, 2014)
telah mencapai 514 Kabupaten/Kota.
Data kondisi TPA disajikan pada Tabel VI-7 dan rinciannya pada Gambar VI-4
pada halaman berikut.
Tabel VI-7. Profil TPA wilayah barat dan timur Indonesia tahun 2014
Gambar VI-4. Kondisi TPA yang dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2014
Analisis untuk sub sistem pemrosesan akhir yaitu berdasarkan regulasi terkait
TPA, data realisasi pembangunan dan kondisi TPA, serta isu strategis dan
permasalahan yang diuraikan pada bab IV, bab V dan bab VI, maka yang perlu
dilakukan guna percepatan pengelolaan sampah antara lain sebagai berikut:
1. Peninjauan kembali jumlah TPA di Indonesia yang sudah menerapkan
metode sanitary landfill
2. Penerapan metode sanitary landfill sesuai dengan definisi dalam
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03 Tahun 2013 yaitu
pengoperasian TPA dilakukan penutupan setiap hari dalam 1 tahun/365
hari.
3. Membangun TPA sanitary landfill sesuai target RPJMN tahun 2015-2019
yaitu sebanyak 341 TPA.
4. Meningkatkan jumlah alat berat di TPA
5. Meningkatkan kualitas sistem pengolahan lindi agar aman dibuang ke
badan air
6. Pengembangan data dasar sistem operasional TPA yang diintegrasikan
dengan Sistem Informasi
Pada sub Bab sebelumnya telah dijelaskan beberapa kriteria dalam tahapan
program pengendalian dan pemantauan yang dapat menjadi bahan pertimbangan
Hasil analisis penentuan program prioritas tersebut akan disajikan pada Bab
berikutnya.
BAB VI .................................................................................................. 1
ANALISIS KEBIJAKAN, STRATEGI DAN ...................................................... 1
PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH ........................................................... 1
6.1. ANALISIS KEBIJAKAN DAN STRATEGI ........................................................ 1
6.2. ASPEK HUKUM ................................................................................... 5
6.3. ASPEK KELEMBAGAAN ........................................................................ 19
6.4. ASPEK PENDANAAN............................................................................ 22
6.5. ASPEK SOSIAL BUDAYA ....................................................................... 23
6.6. ASPEK TEKNOLOGI/TEKNIS OPERASIONAL ................................................ 24
6.7. ANALISIS PENENTUAN STRATEGI PRIORITAS .............................................. 33
BAB VII
REKOMENDASI KEBIJAKAN, STRATEGI DAN
PROGRAM NASIONAL
PERCEPATAN PENGELOLAAN SAMPAH
Apabila rentang waktu yang dipilih hanya sampai dengan 2017, maka hal tersebut sulit
dilaksanakan program percepatannya, karena pada prakteknya waktu pelaksanaan hanya
menyisakan 1 tahun anggaran saja, yaitu Tahun 2017 yang masih dapat dianggarkan di
Tahun 2016 yang akan datang.
Berikut ini matriks target pencapaian yang mengacu pada RPJMN 2015-2019, serta dari
kebijakan Renstra K/L yang terkait disajikan pada tabel VII-1 berikut.
Analisa target percepatan pengelolaan sampah berdasarkan baseline data riskesdas tahun
2013, data kementerian lingkungan hidup dan kehutanan tahun 2013 dan buku I RPJMN
2015-2019.
1. Analisis dari pencapaian tingkat pelayanan pengelolaan sampah pada tahun 2019 yaitu
100%
2. Asumsi ratio komposisi sampah 60% organik (mudah terurai), 10% plastik, 10% kertas
3. Asumsi pencapaian reduksi sampah 10% di sumber pada akhir Tahun 2019
4. Asumsi reduksi di sumber 10% terdiri dari organik 5%, plastik 2,5% dan kertas 2,5%,
sehingga kandungan organik tinggal 60% - 5%= 55%
5. Sehingga tingkat pelayanan di pengumpulan = 100%-10% = 90%
6. Tingkat pelayanan di pengangkutan = 90% + residu dari sumber (20% x 10%) = 92%
7. Tingkat pelayanan di pengolahan diasumsikan sebesar 45% (50% dari 90% yang tidak
diolah di sumber)
8. Tingkat pelayanan di pemrosesan akhir diasumsikan 56% (diperoleh dari 50% dari 90% +
residu 20% dari sumber dan residu 20% dari ITF atau 45% + 9% + 2% = 56%
Berdasarkan analisis pada Bab VI, kinerja pengelolaan sampah belum mencapai
target, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Untuk mempercepat
sertameningkatkan kinerja pengelolaan sampah maka diperlukan 1 (satu)
kebijakan yaitu:
”Percepatan kinerja pengelolaansampah”
Aspek
Hukum 2 Strategi 14 Program
Aspek
Kelembagaan 2 Strategi 7 Program
Kebijakan:
Percepatan
Kinerja Aspek
2 Strategi 10 Program
Pengelolaan Pendanaan
Sampah
Aspek Sosial
Budaya 1 Strategi 2 Program
Aspek
Teknologi/Teknis 13 Strategi 40 Program
Operasional
Adapun program dari strategi pertama untuk aspek hukum adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan peraturan pelaksanaan yang diperlukan sebagai bentuk
penjabaran dari Undang-undang atau peraturan yang berlaku terkait
pengelolaan sampah (Baik pusat maupun daerah).
2. Penyusunan instruksi presiden tentang percepatan pengelolaan sampah.
3. Sinkronisasi produk hukum terkait pengelolaan sampah antar K/L.
4. Melengkapi dan merevisi produk hukum yang menghambat dalam pengelolaan
sampah.
5. Penyusunan peraturan tentang petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis
penerapan sanksi.
Program dari strategi kedua untuk aspek hukum adalah sebagai berikut :
1. Sosialisasi produk hukum dalam bentuk desiminasi terkait pengelolaan sampah
melalui media komunikasi secara professional.
2. Penerapan sanksi hukum terhadap pelanggar peraturan perundang undangan
pengelolaan sampah secara konsisten.
Adapun program dari strategi pertama untuk aspek kelembagaan adalah sebagai
berikut :
1. Penegasan tugas dan fungsi masing-masing K/L yang terkait pengelolaan
sampah.
2. Kajian mengenai pembentukan badan koordinasi pengelolaan sampah nasional
3. Pembentukan badan koordinasi pengelolaan sampah nasional.
Program dari strategi kedua untuk aspek kelembagaan adalah sebagai berikut :
1. Penyusunan nomenklatur pengelola sampah tiap Provinsi/Kabupaten/Kota
berdasarkan indikator beban pengelolaan sampah Provinsi/Kabupaten/Kota.
2. Pengaturan peran regulator dan operator dalam pengelolaan sampah.
3. Pembentukan kelembagaan pengelola sampah di masyarakat sesuai
Permendagri No. 33 Tahun 2010.
4. Peningkatan sumber daya manusia pengelolaan sampah.
Salah satu aspek yang perlu mendapatkan perhatian dalam pengelolaan sampah
adalah pendanaan, baik pendanaan dari Pemerintah Pusat (APBN) maupun
pendanaan dari Pemerintah Daerah (APBD), sesuai dengan Undang-Undang No.18
tahun 2008 pasal 24 bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membiayai
penyelenggaraan pengelolaan sampah dan Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun
2007 tentang pembagian urusan pemerintah, dimana didalamnya termasuk
pengelolaan sampah merupakan tanggung jawab utama dari Pemerintah Daerah.
Adapun program dari strategi pertama pada aspek pendanaan adalah sebagai
berikut :
1. Penetapan standar biaya investasi, operasional dan pemeliharaan penge-
lolaan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengo-lahan
dan pemrosesan akhir dalam Rp/ton.
2. Mengalokasikan anggaran pengelolaan sampah sebesar minimal 2% dari APBD
Kabupaten/Kota.
3. Mengalokasikan anggaran untuk pilot project pengelolaan sampah dari sub
sistem pemilahan/pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan
pemrosesan akhir sampah di Kota terpilih
Sedangkan program untuk strategi kedua pada aspek pendanaan adalah sebagai
berikut:
1. Pengaturan iklim yang kondusif dalam pelaksanaan tender/lelang kerjasama
pemerintah dengan badan usaha dalam pengelolaan sampah.
2. Penetapan tipping fee sesuai dengan standar harga dalam pengelolaan
sampah.
3. Penerapan bentuk kerjasama Build Operate and Own dalam pengelolaan
sampah.
Tabel VII-2. Strategi dan Program dalam Percepatan Kinerja Pengelolaan Sampah
e. Lokasi kota Tangerang tidak terlalu jauh dari Pemerintah Pusat sehingga
pemantauan dan pengendaliannya lebih terjangkau.
f. Pemerintah Kota Tangerang yang bersifat responsif sehingga komitmen
Pemerintah Kota bisa lebih konsisten dalam pelaksanaan pilot project
tersebut.
Sebelum dilakukan pembangunan pilot project tersebut, perlu disusun kajian
pilot project pengelolaan sampah di Kota Tangerang.
4. Membangun dan revitalisasi tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah
Membangun TPA sanitary landfill sesuai target RPJMN tahun 2015-2019 yaitu
sebanyak 341 TPA yang sesuai dengan definisi dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 03 Tahun 2013 yaitu pengoperasian TPA dilakukan
penutupan setiap hari dalam 1 tahun/365 hari. Untuk pelaksanaan revitalisasi
TPA, diperlukan peninjauan kembali jumlah TPA di Indonesia yang sudah
menerapkan metode sanitary landfill.
5. Membangun fasilitas pengolahan sampah antara/ITF (Intermediate
Treatment Facilities) di Kota Metropolitan/Kota Besar dengan teknologi
ramah lingkungan yang tidak memerlukan lahan luas
Dari beberapa alternatif teknologi pengolahan sampah (Pengomposan,
Methanisasi, Insinerasi, Hybrid I (Pengomposan+RDF), dan Hybrid II
(Methanisasi+RDF)), maka untuk kota-kota besar di Indonesia secara umum
memerlukan teknologi yang:
a. Membutuhkan lahan yang tidak terlalu luas.
b. Memenuhi persyaratan lingkungan.
c. Terbukti cost effective dengan artian teknologi dapat melakukan
pengolahan sampah yang maksimal dengan biaya pengolahan sampah yang
optimal sesuai dengan kemampuan pembiayaan daerah setempat.
d. Teknologi yang telah terbukti performanya dalam pengolahan sampah
skala kota.
e. Menawarkan reduksi emisi GRK (Gas Rumah Kaca) maksimum.
f. Memiliki nilai tambah produk sampingan yang dapat dimanfaatkan.
6. Meningkatkan kerjasama Pemerintah dengan KPBU (Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha)
Dalam peningkatan kerjasama Pemerintah dengan KPBU dalam pengelolaan
sampah, maka direkomendasikan penerapan dalam bentuk kerjasama Build
Operate and Own sehingga perjanjian kerjasama dimana badan usaha swasta
Terkait dengan NSPK mengatur tentang semua urusan wajib, pilihan dan
urusan sisa. Khusus untuk urusan wajib yang berhubungan dengan pelayanan
dasar harus berpedoman pada standar pelayanan minimal (SPM) yang
ditetapkan oleh pemerintah(PP No 38 tahun 2007).
11. Rekayasa sosial untuk merubah pola pikir dan perilaku penyelenggara
negara dan masyarakat yang sesuai dengan prinsip pengelolaan sampah
Kriteria program pengendalian dan pemantauan yang dapat menjadi tolok ukur
dalam implementasi rekomendasi kebijakan dapat dilihat pada Tabel VII-3 pada
halaman selanjutnya.
Melakukan pilot project dalam pengelolaan Pelaksanaan pilot project pengelolaan sampah sub sistem
sampah dari sub sistem pemilahan/pewadahan, PROGRAM 2 pemilahan/pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan
pengumpulan sampah hingga pemrosesan pemrosesan akhir sampah di Kota Tangerang
akhir sampah di Kota terpilih
Pembangunan dan pengoperasian Pengolahan (ITF) serta TPA Regional di
PROGRAM 3
KawasanStrategisNasional (KSN) oleh PemerintahPusat
Gambar VII-2. Skematik Strategi dan Program Prioritas dalam Percepatan Kinerja
Pengelolaan Sampah (Sumber: Hasil Analisa, 2015)
STRATEGI 8
PROGRAM 1 Pengadaan kendaraan pengangkut sesuai standar yangditetapkan
Meningkatkan kualitas dan kuantitas prasarana
dan sarana pengangkutan sampah
PROGRAM 2 Peningkatan sistem pengangkut sampah
STRATEGI 11
PROGRAM 2 Penyusunan instruksipresiden tentangpercepatan pengelolaansampah
Melengkapi dan merevisi peraturan perundang-
undangan di tingkat nasional dan daerah terkait Penyusunan peraturan perundang- undangan tentang Penyidik
pengelolaan sampah. PROGRAM 3
pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang pengelolaansampah
Gambar VII-2. Skematik Strategi dan Program Prioritas dalam Percepatan Kinerja
Pengelolaan Sampah (lanjutan) (Sumber: Hasil Analisa, 2015)
Tabel VII-3. Kriteria Program Pengendalian dan Pemantauan Implementasi Rekomendasi Kebijakan
Tabel VII-1. Matriks Pencapaian Sasaran dan Target Percepatan Pengelolaan Sampah ......1
Gambar VII-1. Skematik Kebijakan, Strategi dan Program Percepatan Kinerja
Pengelolaan Sampah........................................................................................................................3
Tabel VII-2. Strategi dan Program dalam Percepatan Kinerja Pengelolaan Sampah 11
Gambar VII-2. Skematik Strategi dan Program Prioritas dalam Percepatan Kinerja
Pengelolaan Sampah (Sumber: Hasil Analisa, 2015) ............................................................30
Tabel VII-3. Kriteria Program Pengendalian dan Pemantauan Implementasi
Rekomendasi Kebijakan ...............................................................................................................32