Anda di halaman 1dari 18

PERKEMBANGAN PENGETAHUAN DAN METODE ILMIAH DALAM

PERSEPEKTIF FILSAFAT ILMU


SALAH SATU SYARAT UNTUK MENGEMBANGKAN ILMU PENGETAHUAN MEMERLUKAN
PENELITIAN. UNTUK MEMECAHKAN MASALAH DAN RASA KEINGINTAHAUANNYA
DAPAT DILAKUKAN DENGAN PENDEKATAN ILMIAH

Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, sedangkan kepastian dimulai dengan ragu
-ragu. Rene Descartes: "De Omnibus dubitandum" (segala sesuatu harus diragukan)
Empat cara pendekatan ilmu pengetahuan
 Metode keuletan (method of tenacity)
 Metode kekuasaan (method of authority)
 Metode apriori/intuisi (method of intution)
 Metode ilmu pengetahuan (method of science)
 Manusia berupaya membuka rahasia alam dan rahasia berbagai potensi pemi
kiran manusia yang selalu dinamis, berkembang dan sering terjadi perubahan yang cep
at dengan berbagai pendekatan pengetahuan.
 Diperlukan potensi SDM dengan tingkat tahunya yang tinggi dan memulai suatu
kepastian dengan karagu-raguan.

SALAH SATU SYARAT UNTUK MENGEMBANGKAN ILMU PENGETAHUAN MEMERLUKAN


PENELITIAN. UNTUK MEMECAHKAN MASALAH DAN RASA KEINGINTAHAUANNYA
DAPAT DILAKUKAN DENGAN PENDEKATAN ILMIAH

Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, sedangkan kepastian dimulai dengan ragu
-ragu. Rene Descartes: "De Omnibus dubitandum" (segala sesuatu harus diragukan)
Empat cara pendekatan ilmu pengetahuan
 Metode keuletan (method of tenacity)
 Metode kekuasaan (method of authority)
 Metode apriori/intuisi (method of intution)
 Metode ilmu pengetahuan (method of science)
 Manusia berupaya membuka rahasia alam dan rahasia berbagai potensi pemi
kiran manusia yang selalu dinamis, berkembang dan sering terjadi perubahan yang cep
at dengan berbagai pendekatan pengetahuan.
 Diperlukan potensi SDM dengan tingkat tahunya yang tinggi dan memulai suatu
kepastian dengan karagu-raguan.

Syarat Pengembangan Ilmu Pengetahuan memenuhi 3 kategori pemikiran filosofis,


yaitu:

(1) ontologi ;
(2) aksiologi dan
(3) epistimologi.

Ontologi

merupakan bentuk pemahaman atas kenyataan yang menghendaki pengetahuan murni


yang bebas kepentingan. Pengetahuan yang lahir dari refleksi ontologis adalah suatu
disinterested
knowledge. Dalam pemikiran filosofis, teori berarti kontemplasi atas kosmos. Philosof m
emandang alam semesta dan menemukan suatu tertib yang tidak berubah-
ubah, yaitu suatu macrocosmos.
Sang philosof melakukan kegiatan yang disebut mimesis
(meniru). Kontemplasi atas kosmos menjadi tingkah laku praktis melalui kesadaran dirin
ya sebagai microcosmos. Filsafat telah menarik garis batas antara ada dan waktu, yaitu
antara yang tetap dan yang berubah-ubah. Pemikiran filosofis ini adalah merupakan
bibit cara berpikir yang menyebabkan lahirnya ontology dalam sejarah pemikiran
manusia.

Melalui teori, para philosof mulai menyusun konsep tentang keapaan (hakekat) benda-
benda.
Sedang yang disebut hakekat itu adalah inti kenyataan yang tidak berubah-
ubah. Perasaan subyektif dan dorongan-dorongan emosional manusia tersebut
mencoba untuk mempengaruhi hakekat adalah merupakan sikap manusia yang
berubah-ubah yang berusaha mempengaruhi kemurnian pengetahuan. Sikap
mengambil jarak dan membersihkan ilmu pengetahuan dari dorongan-dorongan empiris
itu disebut sikap teoritis murni.
Ontologi adalah merupakan hakekat yang dikaji.
Manusia pada hakekatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap dan ber
tindak.

Ada dua cara manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar:


1. mendasarkan diri pada rasio
2. mendasarkan diri pada pengalaman (experience)
Aksiologi adalah nilai kegunaan ilmu

amenangi jaman edan


ewuh aya ing pambudi
melu edan ora tahan
yen tan melu anglakoni
boyo keduman melik
kaliren wekasanipun
dilalah kerso Allah
begjo-begjone kang lali
luwih begjo kang eling lan waspodo (Ronggowarsito, 1802-1973)

Peradaban manusia sangat berhutang pada ilmu dan teknologi. Berkat kemajuan dalam
bidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bissa dilakukan secara lebih cepat dan
lebih mudah disamping penciptaan berbagai kemudahan di berbagai bidang. Sejak
tumbuh berkembangnya ilmu pengetahuan terkait dengan masalah-masalah moral
namun dalam perspektif yang berbeda. Sejak Copernicus (1473-1543) menyampaikan
teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa bumi yang berputar
mengelilingi matahari dan bukan yang sebaliknya seperti yang dinyatakan dalam ajaran
agama, maka telah timbul interaksi antara ilmu dan moral. Ilmu adalah merupakan hasil
karya seseorang yang dikomunikasikan dan dikajii secara terbuka oleh
masyarakat. Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab social yang terpikul di
bahunya. Seorang ilmuwan mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup
bermasyarakat. Fungsi selaku ilmuwan tidak berhenti pada penelaahan dan keilmuan
secara individual, tetapi juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

epistemologi
 Epistemologi atau logika penemuan ilmiah biasanya disamakan dengan teori met
ode ilmiah.
 Teori metode itu, bila melampaui analisis logis atas hubungan-
hubungan diantara pernyataan-
pernyataan ilmiah berurusan dengan pilihan dengan metode-metode.
 Selain itu juga putusan-putusan tentang cara meperlakukan pernyataan-
pernyataan ilmiah.
 Epistemologi atau logika penemuan ilmiah biasanya disamakan dengan teori met
ode ilmiah.
 Teori metode itu, bila melampaui analisis logis atas hubungan-
hubungan diantara pernyataan-
pernyataan ilmiah berurusan dengan pilihan dengan metode-metode.
 Selain itu juga putusan-putusan tentang cara meperlakukan pernyataan-
pernyataan ilmiah.

Persoalan utama epistemologi se-


nantiasa dan tetap masih seputar persoalan pertumbuhan pengetahuan. Dan pertumbu
han pengetahuan dapat dipelajari paling baik dengan mempelajari pertumbuhan pe-
ngetahuan ilmiah. Wallace (dalam Bynner&Stribley,1979),
(1) mengemukakan salah metode pendekatan pengetahuan, disebut model
prosesilmu pengetahuan yang merupakan kunci dalam perilaku penelitian sosial,
Von Wright (1971),
memgemukakan berbagai pertentangan epistimologi yang mendasar (naturalim vs hum
anism),kerangka sampling dan sebagainya. Penyelidikan ilmu pengetahuan mem-
punyai dua pespektif yang besar, yaitu (1) mengetahui secara pasti dan menemukan fa
kta-fakta, (2) membangun (menyusun) hipotesis dan teori2

Sedangkan bangunan teori dapat melayani dua tujuan utama, yaitu


1. Meramal kejadian-kejadian atau hasil dari percobaan,
2. Menjelaskan agar supaya fakta-
fakta dapat dimengerti dan dicatat secara tepat
Semenjak akhir jaman Renaissance tumbuh ilmu pengetahuan sosial yang berkembang
pesat dan menjadi pendatang baru bagi ilmu pe-ngetahuan alam (natural
science) yg telah berkembang pesat dan sudah mandiri sebelumnya.

Dalam penelaahan ilmu pengetahuan tersebut, terjadi dua pertentangan metode (perte
ntangan epistimologi) yang utama, yaitu antara aliran yng berusaha mempertahankan p
enelaah-an ilmu pengetahuan dengan menggunakan dasar-
dasar pembahasan yang dipakai oleh pengetahuan alam. Aliran ini terkenal dengan seb
utan aliran positivisme yang dipimpin oleh August
Comte&JSMill, dan aliran yang menentang aliran positivisme yaitu aliran idealisme (her
meneutics/verstehen), yang dipimpin oleh Wilhelm Dilthey dan Max Weber
(G.H.von Wright, 1971).

Prinsip-prinsip yg dipertahankan oleh aliran positivisme adalah:


1. adanya kesatuan metodelogi ilmu pengetahuan di tengah perbedaan suby
ek dan penyelidikan ilmu pengetahuan;
2. pandangan eksak ilmu pengetahuan alam, pemakaian analisis fisik matem
atis untuk mengukur perkembangan imu pengetahuan termasuk ilmu pengetahu
an sosial
3. Pandangan karakteristik dari imu pengetahuan yang menjelaskan (perasa
an/pandangan yng luas adanya hubungan sebab akibat dan sebagainya).

Pandangan tersebut berbeda dengan pendapat aliran idealism,


yang antara lain menyebutkan bahwa :
1. banyak hal dalam kehidupan masyarakat yang bertentangan dengan pola
pemikiran ilmu eksak atau ilmu pengetahuan alam
2. dalam metode pengetahuan sosial banyak yang menggunakan logika rasio
nal yg berdasarkan kenyataan dan pengertian yang rasional
3. Metode menjelaskan dikotomi yang dikembangkan di Jerman oleh filosof-
filosof Jerman.,

Pertentangan epistimologi dan prinsip -


prinsip dasar dalam penelaahan ilmu pengetahuan ini masih ber kembang sampai saaa
t ini, walaupun telah muncul berbagai aliran baru yg mencoba menggunakan metode be
r dasarkan tujuan yg hendak dicapai (perkawinan antara pandangan tersebut). Kelihata
nnya menggunakan metode berdasarkan upaya untuk mencapi tujuan penelitian ini yg
sering dilakukan oleh peneliti-peneliti pemula maupun peneliti lanjut.
Logika Penemuan Ilmiah

Ada-
orang yang keberatan bahwa akan lebih relevan bila memandang bahwa urusan episte
mologilah untuk menghasilkan apa yg disebut “rekonstruksi rasional” dari langkah yang
telah membawa sang ilmuwan menuju suatu penemuan pada penemuan kebenaran bar
u tertentu.
Ingin merekonstruksi secara rasional ujian-
ujian berikutnya yang membuat inspirasi itu menjadi sebuah penemuan, atau menjadi d
ikenal sebagai pengetahuan.

Sang ilmuwan mempertimbangkan, mengubah, atau menolak inspirasinya sendiri secar


a kritis, kita dapat, jika kita mau, memandang analisis metodologis yg dijalankan disini s
ebagai suatu jenis “rekonstruksi rasional” dari proses berpikir yg serupa. Ilmu empiris d
apat dicirikan lewat fakta bahwa ia menggunakan apa yg mereka sebut “metode indukti
f. Menurut pandangan ini logika penemuan ilmiah akan identik dengan logika induktif, y
akni dengan analisis logis terhadap metode induktif ini.Ia biasa disebut suatu penyimpul
an (inference) “induktif”
jika ia berasal dari pernyataan tunggal” (terkadang juga disebut pernyataan “partikular”
),
seperti laporan mengenai hasil pengamatan atau eksperimen, menjadi pernyataan-
pernyataan universal, seperti hipotesis-hipotesis atau teori-teori.

Prinsip-prinsip induksi :
1. Prinsip induksi akan menjadi sebuah pernyataan yg lewat bantuannya kita
dapat menaruh
2. kesimpulan-
kesimpulan induktif ke dalam bentuk yg dapat diterima secara logis.
3. Prinsip induksi teramat penting bagi metode ilmiah:….prinsip ini”,
kata Reichenbach,” menentukan kebenaran teori-teori ilmiah
4. Prinsip induksi, jelaslah, ilmu tidak berhak lagi membedakan teori-
teorinya dari
5. ciptaan-ciptaan pikiran sang penyair yang khayali dan sewenang-wenang.
6. Prinsip induksi haruslah berupa sebuah pernyataan sintetik; yaitu sebuah
pernyataan yang penyangkalan-nya tidak menyangkal dirinya sendiri (self-
contradiction) malahan mungkin secara logis.
7. Prinsip induksi pastilah suatu per-
nyataan universal. Mengasumsikan suatu prinsip induktif dari tataran yg lebih tin
ggi; dan seterusnya.
8. Prinsip induksi (yg dirumuskannya sebagai “prinsip penyebaran universal”)
adalah “sahih a priori”, pembenaran apriori bagi pernyataan-
pernyataan sintetik itu berhasil. Penyimpulan-
penyimpulan induktif adalah penyimpulan-penyimpulan yg mungkin.
9. Prinsip induksi sebagai alat ilmu untuk memutuskan kebenaran.
10. Prinsip induksi membantu unutk memutuskan probabilitas. Karena tidak di
takdirkan bagi ilmu untuk mencapai baik kebenaran maupun kekeliruan. Pernyat
aan-
pernyataan ilmiah hanya dapat mencapai derajat probabilitas yg kontinu dengan
batas atas dan batas bawah yg dapat dicapai itulah kebenaran dan kekeliruan.
11. Derajat probabilitas tertentu diberikan pada pernyataan-
pernyataan yg didasarkan pada penyimpulan induktif, hal ini akan dibe
narkan dengan memunculkan suatu prinsip induksi yg baru, yg dimodif
ikasi dengan tepat. Prinsip baru ini harus dibenarkan, dan seterusnya.
12. Prinsip induksi itu gilirannya, dianggap bukan sebagai yg benar melainkan
hanya sebagai yg boleh jadi (probable) atau logika probabilitas, mengakibatkan s
uatu gerak mundur yg tiada akhir atau doktrin apriorisme
Teori yg dikembangkan dalam bagian berikut secara langsung berhadapan d
engan segenap usaha yg bekerja dengan ide-
ide logika induktif. Psikologi pengetahuan yang berkenaan dengan fakta empiris, logi
ka pengetahuan yg hanya berkenaan dengan hubungan-
hubungan logis. Metode pengujian teori-
teori secara kritis, dan penyelesaiannya menurut hasil peng-
ujian, selalu diteruskan pada jalur2 berikut ini ide baru yg diajukan sementara, dan belu
m dibenarkan denga cara apapun-
suatu antisipasi, sebuah hipotesis, sebuah sistem teoritis, atau apa pun kesimpulan-
kesimpulan dengan cara deduksi logis. Kita dapat membedakan empat jalur yang berbe
da yg dapat ditempuh bagi pengujian sebuah teori :
1. Perbandingan logiskesimpulan-
kesimpulan diantara mereka, dengan inilah konsistensi internal sistem
itu diuji
2. Penyelidikan pada bentuk logis teori itu, dengan maksud untuk menentuk
an apakah mempunyai ciri teori empiris atau ilmiah,
3. atau apakah ia, misalnya bersifat tautologis
4. Perbandingan dengan teori lain, terutama dengan tujuan untuk
me menentukan apakah teori yg akan membentuk suatu kamajuan il
miah harus ber-tahan menghadapi beraneka macam peng-ujian kita.
5. Dan akhirnya, pengujian teori melalui penerapan empiris kesimpulan yang
dapat diperoleh darinya
Prosedur pengujian ternyata juga bersifat deduktif. Putusan ini bersifat positif, yaitu:
jika
kesimpulan tunggalnya ternyata dapat terima (acceptable) atau terbukti (verified), mak
a teori itu, untuk sementara waktu, telah lolos dari ujian-
nya: kita tidak menemukan alasan untuk membuangnya. (2) Tetapi jika putusan itu neg
atif, atau dengan kata
lain, jika kesimpulan itu telah terbukti kesalahannya (falsified), maka falsifikasinya juga
memfalsifikasi teori yg dari sana ia simpulkan secara logis. Mem-
berikan suatu analisis yg lebih rinci terhadap metode2 pengujian deduktif. Berusaha me
nunjukan bahwa, dalam kerangka-
kerja analisis ini semua masalah dapat dihubungkan dengan apa yg biasa disebut “ epis
temologis”.

Era Kemajuan Sudah Berakhir

Kemajuan (Progress) lahir pada era Renaisans, menikmati masa remaja yang subur saa
t era Enlightenment (Pencerahan), mencapai usia dewasa yang matang di
era industri, lalu mati seiring berakhirnya abad ke-
20. Sudah beberapa melinium tidak terjadi kemajuan,
yang ada hanya perputaran. Hanya siklus. Musim berganti musim. Generasi2 datang da
n pergi. Hidup tidak menjadi lebih baik, tetapi mengulangi dirinya sendiri dalam pola ya
ng sama tanpa akhir. Tidak ada masa depan, karena itu sendiri tidak dapat dibeda-
kan dari masa lalu Lalu datang keyakinan pasti bahwa kemajuan tidak hanya mungkin t
erjadi tetapi juga juga tidak terhindarkan. Usia harapan hidup akan bertambah. Kenyam
anan meterial akan bertambah. Pengetahuan akan bertumbuh. Pendeknya, tidak hal ya
ng tidak dapat berkembang menjadi lebih baik. Displin akal budi dan alur-
alur deduktif dari sains akan dapat diterapkan bagi segala masalah, mulai dari mendesai
n serikat politik yang lebih sempurna sampai menguraikan atom yang sangat rumit

Saya tidak lagi menjadi tawanan sejarah. Apa pun


yang dapat saya imajinasikan, saya mampu mewujudkannya.
Saya tidak lagi budak dalam birokrasi yang tidak tahu malu.
Saya seorang aktivis, bukan pemalas. Saya tidak lagi menjadi prajurit pejala
n kaki dalam derap kemajuan. Saya seorang Revolusioner.

Perhatikan Kawanan Angsa

Yang terbang tinggi. Mereka menanjak, menukik, belok kanan kiri,


tak terganggu arah angin, rintangan di udara, dan jarak tempuh. Tidak ada visioner be
sar dikawasan angsa. Tidak ada chairman. Mereka juga tidak bisa membaca ramalan-
ramalan tentang rintangan yang akan mereka hadapi. Meski demikian, arah penerbanga
n mereka selalu benar.
Kawanan angsa terbang ini, dan beberapa contoh keharmonisan spontan di sekeliling ki
ta, sering digambarkan sebagai tatanan tanpa perekayasa saksama atau tatanan bebas.

Permainan yang memikat dari banyak pasar yang menentukan perekonomian global, ke
beragaman di
Internet, perilaku koloni semut, komposisi ujung anak panah seperti yang dipertontonka
n angsa terbang, adalah sejumlah kecil contoh di mana tatanan atau orde muncul begit
u saja tanpa adanya otoritas sentral... ....
METODE ILMIAH

KHAERUL UMAM, S.IP (2009)

A. Pendahuluan

Ilmu pengetahuan berawal pada kekaguman manusia akan alam yang dihadapinya, baik alam
besar (macro-cosmos), maupun alam kecil (micro-cosmos). Manusia sebagai animal rational dibekali
hasrat ingin tahu. Sifat ingin tahu manusia telah dapat disaksikan sejak manusia kanak-kanak.

Pertanyaan-pertanyaan seperti “ini apa?” “itu apa?” telah keluar dari mulut anak-anakn.
Kemudian timbul pertanyaan-pertanyaan “mengapa begini?”, “mengapa begitu?”, dan selanjutnya
berkembang menjadi pertanyaan pertanyaan semacam “bagaimana hal itu terjadi?”, “bagaimana
memecahkannya?”, dan sebagainya. Bentuk-bentuk pertanyaan seperti diatas itu juga telah
diketemukan sepanjang sejarah manusia. Manusia berusaha mencari jawab atas berbagai pertanyaan
itu; dari dorongan ingin tahu manusia berusaha mendapatkan pengetahuan mengenai hal yang
dipertanyakannya. Di dalam sejarah perkembangan pikir manusia ternyata yang dikejar itu esensinya
adalah pengetahuan yang benar, atau secara singkat disebut kebenaran. Secara garis besarnya
pemahaman tersebut dapat di skemakan sebagai berikut:

Rasa ingin tahu (curiosity)

Tahu ‘alima to know

Pengetahuan al ma’lumat knowledge

Menurut Suryabrata (1983:3), “Hasrat ingin tahu manusia terpuaskan kalau dia
memperoleh pengetahuan menegnai hal yang dipertanyakannya. Dan penegetahuan yang
diinginkannya. Dan pengetahuan yang diinginkannya adalah pengetahuan yang benar. Pengetahuan
yang benar atau kebenaran memang secara inherent dapat dicapai manusia, baik melalui cara yang
ilmiah maupun non ilmiah.”[1]

Dengan demikian, merujuk pendapat diatas bahwa pengetahuan yang benar dapat dicapai
manusia melaui cara atau metedelogi ilmiah ataupun non ilmiah, maka pembahasan kita saat ini yakni
tentang metode ilmiah yang merupakan salah satu fasilitator manusia untuk mencapai kebenaran dari
sebuah pengetahuan yang dipertanyakannya.

METODE ILMIAH

A. Pengertian Ilmu

Dari segi maknanya, pengetahuan ilmu sepanjang yang terbaca dalam pustaka menunjuk
pada sekurang-kurangnya tiga hal, yakni pengetahuan, aktivitas dan metode. Pengerttian ilmu
sebagai penegetahuan itu sesuai dengan asal usul istilah inggris science yang berasal dari perkataan
latin scientia. Kata scientia ini berasal dari bentuk kata kerja scire yang artinya mempelajari dan
mengetahui. Dengan demikian, dapatlah dipahami bilamana ada makna tamabahan dari ilmu sebagai
aktivitas. Selanjutnya menurut Harold H. Titus, banyak orang telah mempergunakan istilah ilmu untuk
menyebut suatu metoda guna memperoleh pengetahuan yang objektif dan dapat diperiksa
kebenarannya. Demikian pula menurut Burhanuddin Salam, bahwa bagi sejumlah orang, istilah
science digunakan untuk menentukan suatu metoode untuk memperoleh pengetahuan objektif dan
dapat diuji kebenerannya. Secara praktis penggunaan istilah science seperti ini adalah sinonim dengan
“scientific method” (metode ilmiah).

Demikianlah mamkna ganda dari pengertian ilmu. Tetapi pengertian ilmu sebagai pengetahuan,
aktivitas atau metode itu bila ditinjau lebih mendalam sesungguhnya tidak saling bertentangan.
Bahkan sebaliknya, ketiga hal itu merupakan kesatuan logis yang mesti ada secara berrurutan. Ilmu
harus diusahakan dengan aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.

Berikut ini adalah penjelasan The Liang Gie mengenai pertautan dari ketiga pengertian ilmu di atas:

Pengertian itu saling bertautan logis dan berpangkal pada stu kenyataaan yang sama bahwa
bahwa ilmu hanya terdapat dalam masyarakat manusia. suatu penjelasan yang sistematis
harus dimulai dengan segi manusia yang menjadi pelaku dari fenomenon yang disebut ilmu.
Hanyalah manusia (dalam hal ini ilmuwan) yang memiliki kemampuan rasioanal, melakukan
aktivitas kognitif (menyangkut pengetahuan), dan mendambakan berbagai tujuan yang
berkaitan dengan ilmu. Jadi, tepatlah bilamana pengertian pertama dari ilmu dipahami dari
seginya sebagai serangkaian aktivitas yang rasional, kognitif dan bertujuan. Sesuatu aktivitas
hanya dapat mencapai tujuannya bilamana dilaksanakan dengan metode yang tepat. Denagan
demikian, penjelasan mengenai aktivitas para ilmuwan yang merupakan penelitian akan beralih
pada metode ilmiah yang dipergunakan. Ilmu lalu mempunyai pengertian yang kedua sebagai
metode. Dari rangkaian kegiatan studi atau penyelidikan secara berulang-ulang dan harus
dilaksanakan dengan tata cara yang metodis, akhirnya dapat dibuahkan hasil berupa
keterangan baru atau tambahan mengenai sesuatu hal. Dengan demikian, pada pembahasan
terakhir pengertian ilmu mempunyai arti sebagai pengetahuan.

Pemaparan The Liang Gie diatas dapat digambarkan melalui bagan berikut:

Pengertian ilmu Sebagai proses: aktivitas penelitian

Sebagai prosedur: metode ilmiah

Sebagai produk: pengetahuan sistematis

B. Tentang metode ilmiah

Apa itu metode ilmiah

Metode ilmiah boleh dikatakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh
pertimbangan-pertimbangan logis. Metode ilmiah pun dapat diartikan sebagai prosedur yang
mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara tekhnis untuk memperoleh
pengetahuan baru atau menegembangkan pengetahuan yang ada. Karena ideal dari ilmu adalah untuk
memperoleh interelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk
mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis.
Karena itu, penelitian dan metode ilmiah mempunyai hubungan yang dekat sekali, jika tidak dikatakan
sama. Dengan adanya metode ilmiah, pertanyaan-pertanyaan dalam mencari dalil umum akan mudah
terjawab, seperti menjawab seberapa jauh, mengapa begitu, apakah benar, dan sebagainya.

Menurut Almadk (1939),” metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis
terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975) berpendapat
bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesuatuinterelasi.”[2]

Adapun menurut Barnamid (1994:85), “ metode dalah suatu sarana untuk menemukan,
menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin ilmu, maka usaha
pengembangan metode itu sendiri merupakan syarat mutlak.”[3]

Para ilmuwan dan filsuf memberikan pula berbagai perumusan mengenai pengertian metode
ilmiah. George Kneller menegaskan bahwa metode ilmiah merupakan struktur rasional dari
penyelidikan ilmiah yang disitu pangkal-pangkal duga disusun dan diuji. Harold Titus menyatakan pula
bahwa metode ilmiah merupakan proses atau langkah untuk memperoleh pengetahuan.

Unsur- unsure metode ilmiah

 Karakterisasi

Metode ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam
proses karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh subjek
yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat melibatkan proses penentuan (definisi) dan observasi;
dimaksud seringkali memerlukan pengukuran dan/atau perhitungan yang cermat.

Proses pengukuran dapat dilakukan dalam suatu tempat yang terkontrol, seperti laboratorium,
atau dilakukan terhadap objek yang tidak dapat diakses atau dimanipulasi
seperti bintang atau populasi manusia. Proses pengukuran sering memerlukan peralatan ilmiah
khusus seperti termometer, spektroskop, atau voltmeter, dan kemajuan suatu bidang ilmu biasanya
berkaitan erat dengan penemuan peralatan semacam itu. Hasil pengukuran secara ilmiah biasanya
ditabulasikan dalam tabel, digambarkan dalam bentuk grafik, atau dipetakan, dan diproses dengan
perhitungan statistika seperti korelasi dan regresi.

Pengukuran dalam karya ilmiah biasanya juga disertai dengan estimasi ketidakpastian hasil
pengukuran tersebut. Ketidakpastian tersebut sering diestimasikan dengan melakukan pengukuran
berulang atas kuantitas yang diukur. Ketidakpastian juga dapat dihitung berdasarkan ketidakpastian
masing-masing kuantitas yang digunakan. Penghitungan, misalnya atas jumlah manusia pada suatu
negara pada saat tertentu, juga dapat memiliki ketidakpastian karena keterbatasan metode
penghitungan yang digunakan.

Para ilmuwan bebas untuk menggunakan apapun, kreativitas pribadi, gagasan dari bidang
lain, induksi, pendugaan sistematis,inferensia Bayesian, dsb. Untuk membayangkan penjelasan yang
mungkin atas fenomena yang sedang dipelajari. Dalam sejarah ilmu, banyak ilmuwan yang mengaku
mendapatkan “inspirasi mendadak” yang kemudian memovitasi mereka untuk mencari bukti yang
dapat mendukung atau menolak gagasan mereka.

 Prediksi dari hipotesis

Hipotesis yang berguna akan memungkinkan prediksiberdasarkan deduksi.


Prediksi tersebut mungkin meramalkan hasil suatu eksperimen dalam laboratorium atau observasi
suatu fenomena di alam. Prediksi tersebut dapat pula bersifat statistik dan hanya berupa probabilitas.

Hasil yang diramalkan oleh prediksi tersebut haruslah belum diketahui kebenarannya (apakah
benar-benar akan terjadi atau tidak). Hanya dengan demikianlah maka terjadinya hasil tersebut
menambah probabilitas bahwa hipotesis yang dibuat sebelumnya adalah benar. Jika hasil yang
diramalkan sudah diketahui, hal itu disebut konsekuensi dan seharusnya sudah diperhitungkan
saat membuat hipotesis.

Jika prediksi tersebut tidak dapat diobservasi, hipotesis yang mendasari prediksi tersebut belumlah
berguna bagi metode bersangkutan dan harus menunggu metode yang mungkin akan datang.
Sebagai contoh,teknologi atau teori baru boleh jadi memungkinkan eksperimen untuk dapat
dilakukan.

 Eksperimen

Setelah prediksi dibuat, hasilnya dapat diuji dengan eksperimen. Jika hasil eksperimen
bertentangan dengan prediksi, maka hipotesis yang sedak diuji tidaklah benar atau tidak lengkap dan
membutuhkan perbaikan atau bahkan perlu ditinggalkan. Jika hasil eksperimen sesuai dengan
prediksi, maka hipotesis tersebut boleh jadi benar namun masih mungkin salah dan perlu diuji lebih
lanjut.

Hasil eksperimen tidak pernah dapat membenarkan suatu hipotesis, melainkan meningkatkan
probabilitas kebenaran hipotesis tersebut. Hasil eksperimen secara mutlak bisa menyalahkan suatu
hipotesis bila hasil eksperimen tersebut bertentangan dengan prediksi dari hipotesis.

Bergantung pada prediksi yang dibuat, berupa-rupa eksperimen dapat dilakukan. Eksperimen
tersebut dapat berupa eksperimen klasik di dalam laboratorium atau ekskavasi arkeologis. Eksperimen
bahkan dapat berupa mengemudikan pesawat dari New York ke Paris dalam rangka menguji
hipotesis aerodinamisme yang digunakan untuk membuat pesawat tersebut.

Pencatatan yang detail sangatlah penting dalam eksperimen, untuk membantu dalam
pelaporan hasil eksperimen dan memberikan bukti efektivitas dan keutuhan prosedur yang dilakukan.
Pencatatan juga akan membantu dalam reproduksi eksperimen.

 Evaluasi dan pengulangan

Proses ilmiah merupakan suatu proses yang iteratif, yaitu berulang. Pada langkah yang
manapun, seorang ilmuwan mungkin saja mengulangi langkah yang lebih awal karena pertimbangan
tertentu. Ketidakberhasilan untuk membentuk hipotesis yang menarik dapat membuat ilmuwan
mempertimbangkan ulang subjek yang sedang dipelajari. Ketidakberhasilan suatu hipotesis dalam
menghasilkan prediksi yang menarik dan teruji dapat membuat ilmuwan mempertimbangkan kembali
hipotesis tersebut atau definisi subjek penelitian. Ketidakberhasilan eksperimen dalam menghasilkan
sesuatu yang menarik dapat membuat ilmuwan mempertimbangkan ulang metode eksperimen
tersebut, hipotesis yang mendasarinya, atau bahkan definisi subjek penelitian itu.

Dapat pula ilmuwan lain memulai penelitian mereka sendiri dan memasuki proses tersebut
pada tahap yang manapun. Mereka dapat mengadopsi karakterisasi yang telah dilakukan dan
membentuk hipotesis mereka sendiri, atau mengadopsi hipotesis yang telah dibuat dan
mendeduksikan prediksi mereka sendiri. Sering kali eksperimen dalam proses ilmiah tidak dilakukan
oleh orang yang membuat prediksi, dan karakterisasi didasarkan pada eksperimen yang dilakukan
oleh orang lain.

Kriteria Metode Ilmiah

Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiah, maka metode
tersebut harus mempunyai kriteria sebagai berikut:.

BerdasarkanFakta
Bebas dari Prasangka

.Menggunakan Prinsip Analisa

Menggunakan Hipotesa

Menggunakan Ukuran Obyektif

Langkah- langkah metode ilmiah

Metode ilmiah dalam meneliti mempunyai kriteria serta langkah-langkah tertentu dalam Metode ilmiah
bekerja. seperti di bawah ini.

a. Perumusan masalah

Permasalahan merupakan pertanyaan ilmiah yang harus diselesaikan. Permasalahan


dinyatakan dalam pertanyaan terbuka yaitu pertanyaan dengan jawaban berupa suatu pernyataan,
bukan jawaban ya atau tidak. Sebagai contoh: Bagaimana cara menyimpan energi surya di rumah?

 Batasi permasalahan seperlunya agar tidak terlalu luas.


 Pilih permasalahan yang penting dan menarik untuk diteliti.
 Pilih permasalahan yang dapat diselesaikan secara eksperimen.

a. Penyusunan kerangka berfikir

Penyusunan kerangka berfikir dalam pengajuan hpotesis yang merupakan argumentasi yang
menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai factor yang saling mengkait dan
membentuk konstelasi permasalahan kerangka berfikir ini di susun secara rasional berdasarkan
permis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan factor- factor empiris
yang relevan dengan permasalahan.

a. Perumusan hipotesa

Hipotesis merupakan suatu ide atau dugaan sementara tentang penyelesaian masalah yang
diajukan dalam proyek ilmiah. Hipotesis dirumuskan atau dinyatakan sebelum penelitian yang
seksama atas topik proyek ilmiah dilakukan, karenanya kebenaran hipotesis ini perlu diuji lebih lanjut
melalui penelitian yang seksama. Yang perlu diingat, jika menurut hasil pengujian ternyata hipotesis
tidak benar bukan berarti penelitian yang dilakukan salah.
 Gunakan pengalaman atau pengamatan lalu sebagai dasar hipotesis
 Rumuskan hipotesis sebelum memulai proyek eksperimen

a. Pengujian hipotesa

Eksperimen dirancang dan dilakukan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Perhitungkan
semua variabel, yaitu semua yang berpengaruh pada eksperimen. Ada tiga jenis variabel yang perlu
diperhatikan pada eksperimen: variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol.

Varibel bebas merupakan variabel yang dapat diubah secara bebas. Variabel terikat adalah variabel
yang diteliti, yang perubahannya bergantung pada variabel bebas. Variabel kontrol adalah variabel
yang selama eksperimen dipertahankan tetap.

 Usahakan hanya satu variabel bebas selama eksperimen.


 Pertahankan kondisi yang tetap pada variabel-variabel yang diasumsikan konstan.
 Lakukan eksperimen berulang kali untuk memvariasi hasil.
 Catat hasil eksperimen secara lengkap dan seksama.

a. Penarikan kesimpulan

Kesimpulan proyek merupakan ringkasan hasil proyek eksperimen dan pernyataan bagaimana
hubungan antara hasil eksperimen dengan hipotesis. Alasan-alasan untuk hasil eksperimen yang
bertentangan dengan hipotesis termasuk di dalamnya. Jika dapat dilakukan, kesimpulan dapat diakhiri
dengan memberikan pemikiran untuk penelitian lebih lanjut.

 Jika hasil eksperimen tidak sesuai dengan hipotesis:


 Jangan ubah hipotesis
 Jangan abaikan hasil eksperimen
 Berikan alasan yang masuk akal mengapa tidak sesuai
 Berikan cara-cara yang mungkin dilakukan selanjutnya untuk menemukan penyebab
ketidaksesuaian
 Bila cukup waktu lakukan eksperimen sekali lagi atau susun ulang eksperimen.

C. Kebenaran Ilmiah

Kebenaran ilmiah muncul dari hasil penelitian ilmiah. Artinya suatu kebenaran tidak mungkin muncul
tanpa adanya prosedur baku yang harus dilaluinya .prosedur baku yang harus dilalui itu adalah tahap-
tahap untuk memperoleh pengetahuan ilmiah melalui metodologi ilmiah yang telah baku.

Seorang anak kecil mengatakan kepada orang tuanya bahwa guru nya telah berbohong. Setelah orang
tuanya menanyakan perihal kebohongan yang dilakukan oleh guru tersebut, anak itu memberikan
jawaban seperti ini:”tiga hari yang lalu dia berkata bahwa 3+4=7. Dua hari yang lalu dia berkata
5+2=7. kemarin dia berkata 6+1=7. bukaknkah semua ini tidak benar?” permasalahan ini membawa
kita kepada apa yang disebut dengan teori kebenaran. Apa persyaratan agar suatu jalan pikiran
menghasilkan kesimpulan yang benar.
Kebenaran ilmiah ialah kebenaran yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian dan
penalaran logika ilmiah. Kebenaran ilmiah ini dapat ditemukan dan diuji dengan pendekatan
koresponden, koherensi dan pragmatis.

1. Teori Kebenaran Korespodensi

Teori kebenaran korespondensi adalah teori keberan yang paling awal dan paling tua yang berangkat
dari teori pengetahuan Airstoteles yang menyatakan segala sesuatu yang kita ketahui adalah sesuatu
yang dapat dikembalikan pada kenyataan yang dikenal subjek. Atau dengan kata lain, suatu
pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai saling kesesuaian dengan
kenyataan yang diketahuinya. Atau sebagaimana dikemukakan oleh Randal dan Buchler bahwa “ A
belief is called “true” if it “agrees”with a fact”.

Teori koresponden menggunakan logika induktif, artinya metode yang digunakan dalam berfikir
dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Dengan kata lain kesimpulan akhir ditarik karena ada
fakta-fakta mendukung ang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya. Contohnya, Jurusan teknik
elektro, teknik mesin, dan teknik sipil Undip ada di Tembalang. Jadi Fakultas Teknik Undip ada di
Tembalang.

Contoh yang lain, misalnya: jika seorang mengatakan bahwa “Ibu kota Republik Indonesia adalah
Jakarta” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan objeknya yang bersifat
factual yakni Jakarta yang memang menjadi Ibu Kota Republik Indonesia. Sekiranya orang lain
mengatakan bahwa” ibu kota Republik Indonesia adalah Bandung” maka pernyataan itu tidak benar
sebab tidak sesuai dengan fakta.

2. Teori kebenaran Koherensi

Teori kebenran lain yang dikenal tradisional juga adalah teori kebenaran koherensi. Teori koherensi
dibangun oleh para pemikir rasionalis seperti Leibniz, Spinoza, Hegel, dan Bradley.

Menurut tim Dosen Filsafat Ilmu Universitas Gajah Mada, teori kebenaran koherensi atau teori saling
berhubungan yaitu:

Suatu proposisi atau makna pernyataan dari suatu pengetahuan bernilai benar bila proposisi itu
mempunyai hubungan dengan ide-ide dari preposisi yang terdahulu yang bernilai benar. Sebagai
contoh kita sebagai bangsa Indonesia pasti memiliki pengetahuan bahwa Indonesia
diproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan dengan hari Jum’at
tanggal 17 Ramadhan. Jika seorang hendak membuktikannya tidak dapat langsung melalui
kenyataan dalam objektivanya, karena kenyataan itu telah berlangsung 60 tahun yang lalu.
Untuk membuktikannya, maka harus melalui ungkapan-ungkapan tentang fakta itu yaitu melalui
sejarah atau dapat dikonfirmasikan kepada orang-orang yang mengalami dan mengetahui
kejadian itu. Dengan demikian kebenaran dari pengetahhuan itu dapat diuji melalui kejadian-
kejadian sejarah, atau jua pembuktian proposisi itu melalui hubungan logis jika pernyataan yang
hendak di buktikan kebenarannya berkaitan dengan pernyataan-pernyataan logis atau
matematis.

Teori koherensi menggunakan logika deduktif, artinya metode yang digunakan dalam berfikir dengan
bertolak dari hal-hal umum ke khusus. Contohnya, seluruh mahasiswa Undip harus mengikuti
kegiatan ospek. Contoh yang lain misalnya, bila kita menganggap bahwa “semua manusia pasti akan
mati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “ si polan adalah seorang
manusia dan si polan pasti akan mati” adalah benar pula. Sebab pernyataan kedua adalah koheren
atau konsisten dengan pernyataan yang pertama.

3. Teori Kebenaran Pragmantis

Paham pragmatic sesungguhnya merupakan pandangan filsafat kontemporer karena paham ini
baru berkembang pada akhir abad XIX dan awal abad XX oleh tiga filsuf Amerika yaitu C.S Pierce,
William James, dan Jhon Dewey.

Teori kebenaran pragmatis menurut Tim Dosen Filsafat Ilmu Universitas Gajah Mada adalah
sebagai berikut:

Jadi menurut pandangan teori ini bahwa suatu proposisi bernilai benar bila proposisi itu
mempunyai konsekuensi-konsekuensi praktis seperti yang terdapat secara inheren dalam
pernyataan itu sendiri. Karena setiap pernyataan selalu terikat pada hal-hal yang bersifat
praktis, maka tiada kebenaran yang besifat mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap,
yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal, sebab pengalaman itu senantiasa berubah.
Hal itu karena dalam prakteknya apa yang dianggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman
berikutnya. Atau dengan kata lain bahwa suatu pengertian itu tak pernah benar melainkan
hanya dapat menjadi benar kalau saja dapat dimanfaatkan secara praktis.

Bagi seorang pragmatis maka kebenaran suatu pernyataan diukur dengan criteria apakah pernyataan
tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika
pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan
manusia. contoh yang sederhana dari teori kebenaran pragmatis misalnya: Yadi mau bekerja di
sebuah perusahaan minyak karena diberi gaji yang tinggi. Yadi bersifat pragmatis, artinya mau
bekerja di perusahaan tersebut karrena ada manfaatnya bagi dirinya, yaitu mendapatkan gaji yang
tinggi.

Dari ketiga teori tentang kebenaran diatas tampak bahwa teori korespondensi menggantungkan
kebenaran apa adanya “hubungan” antara subjek dan objek yang sama. Dan yang terakhir, teori
pragmatisme mengaitkan kebenaran pada daya guna objek.

Kedua teori kebenaran yakni teori koherensi dan kkorespondensi kedua-duanya dipergunakan dalam
cara berfikir ilmiah. Penalaran teoritis yang berdasarkan logika deduktif jelas mempergunakan teori
koherensi. Sedangkan proses pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan faka-fakta yang
mendukung suatu pernyataan tertentu mempergunakan teori kebenaran korespondensi.

Selanjutnya teori yang ketiga yakni teori pragmatisme ini juga dipergunakan oleh ilmuwan dalam
menentukan kebenaran ilmiah dilihat dalam perspektif waktu. Secara historis maka pernyataan ilmiah
yang sekaramg dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Di hadapkan dengan
masalah seperti ini maka ilmuwan bersifat pragmatis: selama pernyataan itiu fungsional dan
mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar; sekiranya pernyataan itu tidak lagi
bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru,
maka pernyataan itu ditinggalkan. Pengetahuan ilmiah memang tidak berumur panjang.

PENUTUP

Dari uraian pembahasan dalam makalah ini maka dapat diringkas sebagai berikut bahwa ilmu
(science) memilliki makna yang lebih kompleks daripada pengetahhuan (knowledge). Ilmu memiliki
tiga makna yang satu sama lain saling melengkapi dan merupakan satu kesatuan. Pertama, ilmu
sebagai proses berarti aktivitas penelitian; kedua, ilmu sebagai prosedur berarti metode ilmiah; dan
yang terakhir, ilmu sebagai produk berarti pengetahuan yang sistematis. Hubungan diantara
ketiganya adalah bahwa ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus
dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengeahuan
yang sistematis. Metode tertentu itu dinamakan metode ilmiah. Metode ilmiah ini memili banyak
langkah dari mulai penentuan masalah, pengajuan hipotesis, dengan menggunakan logika deduktif
atas dasar teori kebenaran koherensi sampai pada pembuktian hipotesis yang menggunakan logika
deduktif atas dasar teori kebenaran teori koherensi sampai kepada pembuktian hipotesis yang
menggunakan logika induktif atas dasar teori kebenaran korespondensi. Kesemuanya dilakukan dalam
rangka mengamalkan logicohypothetico-verifikasi. Tidak cukup sampai di situ, pengetahuan ilmiah
yang dilahirkan dari metode ilmiah agar menjadi kebenaran ilmiah juga harus pragmatis, meskipun
mau tidak mau ia akan menjadi tua dan tergantikan oleh yang muda.

Anda mungkin juga menyukai