Anda di halaman 1dari 4

1.7.

Dimensi akuntansi keperilakuan

Para akuntan dan manajer professional menyadari kebutuhan akan tambahan informasi

ekonomi yang dihasilkan sistem akuntansi. Oleh karena itu informasi ditambah tidak hanya

melaporkan data-data keuangan tetapi data-data non keuangan yang terkait dalam proses

pengambilan keputusan. Sehingga para akuntan wajar memasukkan dimensi-dimensi

keperilakuan dari berbagai pihak yang terkait dengan informasi yang dihasilkan oleh system.

1.7.1 Lingkup akuntansi keperilakuan

Ruang lingkup akuntansi keperilakuan sungguh luas, antara lain: 1) aplikasi dari konsep

ilmu keprilakuan terhadap desain dan konstruksi sistem akuntansi. 2) studi reaksi manusia

terhadap format dan isi laporan akuntansi, 3) cara dimana informasi diproses untuk membantu

pengambilan keputusan. 4) pengembangan teknik pelaporan yang dapat mengomunikasikan

prilaku para pemakai data, dan 5) pengembangan strategi guna memotifasi dan memengaruhi

prilaku, cita-cita, serta tujuan dari orang yang mnjalankan organisasi. Secara umum, lingkup

dari akuntansi keprilakuan dapat dibagi menjadi tiga bidang besar.

1) Pengaruh perilaku manusia berdasarkan desain, kontruksi, dan penggunaan

system akuntansi.

2) Pengaruh sistem akunatnsi terhadap perilaku manusia.

3) Metode untuk memprediksi dan strategi unuk mengubah perilaku manusia.

1.7.2 Aplikasi dari Akuntansi Keperilakuan

Sangatlah banyak keuntungan ekonomi dan keuntungan manusia yang didapat dari pengenalan
aspek keperilakuan dalam akuntansi. Riset menunjukkan bahwa jika seorang Manager yang sadar
terhadap aspek keperilakuan dari akuntansi akan memanggil orang-orang yang terlibat guna
menyelidiki lebih lanjut bagaimana mereka memandang inovasi tersebut, apakah menguntungkan atau
sebaliknya, dan apakah mereka takut dengan inovasi itu.

Seorang akuntan keperilakuan pasti ingin mengetahui penyebab dari sikap dan perilaku yang
sepertinya akan diulang di masa mendatang. Jika yang terulang adalah perilaku yang tidak diinginkan
maka dapat disimpulkan terdapat proses penyusunan anggaran yang tidak efesien. Oleh karena itu
akuntan keperilakuan akan mendukung strategi untuk mengubah keadaan perilaku untuk membuatnya
sesuai dengan fungsi organisasi yang diinginkan.
Untuk itu dapat disimpulkan tujuan dari akuntan keperilakuan adalah mengukur dan
mengevaluasi faktor-faktor keperilakuan yang relevan dan mengomunikasikan hasilnya guna
pengambilan keputusan internal dan eksternal.

1.8 Akuntansi Keperilakuan : Perluasan Logis dari Peran Akuntansi Tradisional

Pengambilan keputusan dengan menggunakan laporan akuntansi dapat menjadi lebih baik jika
laporan tersebut banyak mengandung informasi yang relevan. Akuntan mengakui adanya fakta ini
melalui prinsip akuntansi yang dikenal dengan pengungkapan penuh (full disclosure).

Bentuk lanjut dari gambaran ekonomi suatu perusahaan secara logis memerlukan aplikasi dari
prinsip pengungkapan penuh. Untuk itu diperlukan suatu masukan informasi keperilakuan guna
melengkapi data keuangan dan data lain yang dilaporkan. Sejak meningkatnya pengakuan terhadap
beberapa aspek perilaku dan sosial dari akuntansi belakangan ini, terdapat suau kecenderungan untuk
memandang bagian akuntansi yang lebih substansial secara lebih luas. Menurut pandangan para akuntan
perusahaan dan masyarakat akademis mulai mengambangkan perspektif mereka sendiri dalam
mendekati beberapa pengertian yang mendalam mengenai pemahaman atas perilaku manusia pada
organisasi.

1.9. Landasan Teori dan Pendekatan Akuntansi Keperilakuan

1.9.1 Berbagai Landasan Teoritis

a) Attribution Theory. Attribution Theory mempelajari proses bagaimana seseorang

mengintrepretasikan suatu peristiwa, mempelajari bagaimana seseorang menginterpretasikan

alasan atau sebab perilakunya (Luthans, 1998 serta Steers, 1988). Teori ini dikembangkan oleh

Fritz Heider yang mengargumentasikan bahwa perilaku seseorang itu ditentukan oleh

kombinasi antara kekuatan internal (internal forces) yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam

diri seseorang misalnya kemampuan atau usaha dan eksternal forces yaitu faktor-faktor yang

berasal dari luar misalnya task difficulty atau keberuntungan.

b) Expectancy Theory. Teori ini sebenarnya telah mulai dikembangkan sejak tahun 1930an.

Dalam expectancy theory motivasi individu ditentukan oleh expentancies dan valences.

Expectancies adalah keyakinan tentang kemungkinan bahwa perilaku tertentu (seperti

misalnya bekerja lebih keras) akan menimbulkan hasil tertentu (seperti misalnya kenaikan
gaji). Valences berarti nilai yang diberikan individu atas outcome (hasil) atau rewards yang

akan dia terima.

c) Goal Theory. Teori ini mula-mula dikembangkan oleh Edwin A. Locke (1968). Teori ini

mengemukakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh dua cognitions yaitu values dan

intentions (atau tujuan). Yang dimaksud dengan values adalah apa yang dihargai seseorang

sebagai upaya mendapatkan kemakmuran / welfare.

1.9.2 Pendekatan Akuntansi Keperilakuan

a) Dari Pendekatan Normatif ke Deskriptif

Pada awal perkembangannya, desain riset dalam bidang akuntansi manajemen masih sangat
sederhana, yaitu hanya memfokuskan pada masalah-masalah perhitungan harga pokok produk. Seiring
dengan perkembangan teknologi produksi, permasalahan riset diperluas dengan diangkatnya topic
mengenai penyusunan anggaran, akuntansi pertanggungjawaban, dan masalah harga transfer. Meskipun
demikian, berbagai riset tersebut masih bersifat normatif.

Pada tahun 1952 C. Argyris menerbitkan risetnya pada tahun 1952, desain riset akuntansi
manajemen mengalami perkembangan yang signifikan dengan dimulainya usaha untuk
menghubungkan desain system pengendalian manajemen suatu organisasi dengan perilaku manusia.
Sejak saat itu, desain riset lebih bersifat deskriptif dan diharapkan lebih bisa menggambarkan kondisi
nyata yang dihadapi oleh para pelaku organisasi.

b) Dari Pendekatan Universal ke Pendekatan Kontijensi

Riset keperilakuan pada awalnya dirancang dengan pendekatan universal (universalistic


approach), seperti riset Argyris (1952), Hopwood (1972), dan Otley (1978). Tetapi, karena pendekatan
ini memiliki banyak kelemahan, maka segera muncul pendekatan lain yang selanjutnya mendapat
perhatian besar dalam bidang riset, yaitu pendekatan kontinjensi (contingency approach).

Berbagai riset yang menggunakan pendekatan kontinjensi dilakukan dengan tujuan


mengidentifikasi berbagai variabel kontinjensi yang mempengaruhi perancangan dan penggunaan
sistem pengendalian manajemen. Secara ringkas, berbagai variabel kontinjensi yang mempengaruhi
desain system pengendalian manajemen tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ketidakpastian (uncertainty) seperti tugas, rutinitas, repetisi, dan faktor-faktor eksternal


lainnya.
2. Teknologi dan saling ketergantungan (technology and interdependence) seperti proses
produksi, produk masal, dan lainnya.
3. Industri, perusahaan, dan unit variabel seperti kendala masuk ke dalam industri, rasio
konsentrasi, dan ukuran perusahaan.
4. Strategi kompetitif (competitive strategy) seperti penggunaan biaya rendah atau keunikan.
5. Faktor-faktor yang dapat diamati (observability factor) seperti desentralisasi, sentralisasi,
budaya organisasi dan lainnya
Chenhall dan Morris meneliti tentang hubungan antara variabel kontinjensi ketidakpastian
lingkungan dan ketergantungan organisasi terhadap hubungan antara struktur organisasi dan persepsi
atas manfaat sistem akuntansi.

Anda mungkin juga menyukai