Anda di halaman 1dari 27

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/327382625

Arah Riset Kontinjensi dalam Akuntansi Keprilakuan: Suatu Mini-Review Oleh:


Muhammad Ja'far Shodiq

Article · September 2018

CITATIONS READS

0 6,135

1 author:

Muhammad Jafar Shodiq


Universitas Islam Sultan Agung
19 PUBLICATIONS 17 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Muhammad Jafar Shodiq on 01 September 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Arah Riset Kontinjensi dalam Akuntansi Keprilakuan: Suatu Mini-Review
Oleh: Muhammad Ja’far Shodiq1

ABSTRACK

This article reviewed the direction of contingency-based research in the mainstream of


behavioral accounting. It’s captured the mini-review of history of contingency
perspective; the difference results of contingency researches in behavioral accounting;
and the model and methodology approach to test the contingency.

Key Word : Contingency, Behavior Accounting, Methodology Approaches.

1
Dosen Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi, Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Sedang
menyelesaikan program Doktor bidang Akuntansi.

1
I. Pendahuluan

Perkembangan akuntansi keperilakuan dewasa ini telah mengarah pada spektrum

keilmuan yang luas. Bidang-bidang yang menjadi pokok bahasan dalam riset-riset

akuntansi keperilakuan dewasa ini tidak melulu pada tema perilaku para pengambil

keputusan dalam mencermati data, informasi dan fenomena akuntansi, tetapi mencakup

juga desain teknologi, informasi, sistem, alat analisis dan organisasi yang dapat

berimplikasi pada aspek pelaporan, sistem dan prosedur akuntansi yang diterapkan, serta

perilaku para pengambil keputusan itu sendiri. Demikian juga, disiplin ilmu yang

berkaitan dengan akuntansi keperilakuan tidak saja terkonsentrasi pada bidang ekonomi

dan perilaku organisasi tetapi juga pada bidang psikologi, antropologi dan teknologi.

Sebagai misal, meskipun sebuah topik riset mengarah pada desain teknologi informasi,

namun sepanjang hasil riset tersebut dimaksudkan sebagai bahan kajian bagi perilaku

pengambil keputusan dalam desain akuntansi sebuah organisasi maka riset yang demikian

dapat dikategorikan sebagai riset akuntansi keperilakuan.

Akuntansi keprilakuan merupakan terobosan dalam pengukuran bisnis dan

informasi yang memungkinkan CEO dan perencana strategik mengambil keputusan dan

memperbaiki kinerja. Tidak seperti akuntansi tradisional, yang hanya melaporkan data

keuangan, akutansi keperilakuan menggunakan methodologi perilaku ilmiah untuk

menyempurnakan gambaran informasi dan melaporkan faktor manusia yang

mempengaruhi keputusan bisnis mereka.

2
Akuntansi keperilakuan meliputi seperangkat farmework dan teknik yang berguna

dalam hal (gsoresearch.com, 2004) 1) memahami dan mengukur pengaruh proses bisnis

terhadap kinerja manajemen dan perusahaan, 2) mengukur dan melaporkan pendapat dan

relevansi perilaku terhadap perencanan strategis, dan 3) mempengaruhi opini dan

perilaku pengambil keputusan untuk menjamin kesuksesan implementasi kebijakan dan

inovasi.

Keuntungan terbesar dari akuntansi keperilakuan adalah kemampuannya dalam

mengukur dan mempengaruhi CEO dan perencana strategik terhadap human variables

sebagai kunci sukses bisnis. Akuntansi perilaku merupakan kunci sukses pengembangan

dan implementasi kebijakan unit bisnis dalam hal perekayasaan ulang atau inovasi

organisasi; kompetisi dalam positioning; implementasi kepuasan pelanggan dan program

TQM; serta berbagai keputusan strategi yang mensyaratkan pemahaman terhadap sikap,

persepsi dan perilaku kelompok. Jika dilihat dari implikasi berbagai kebijakan tersebut di

atas, arah akuntansi keperilakuan dengan demikian adalah menyediakan seperangkat

konsep pengukuran dan inovasi pencapaian kinerja dari seperangkat proses bisnis dan

kebijakan pengambil keputusan perusahaan.

Definisi yang diberikan oleh MBA Glossary (2004) memberi sinyal terhadap

luasnya cakupan konsentrasi akuntansi keperilakuan. Akuntansi keperilakuan

didefinisikan sebagai bidang ilmu akuntansi yang menjelaskan dan memprediksi perilaku

manusia dalam semua bidang akuntansi. Secara eksplisit MBA Glossary menyatakan:

“BEHAVIOURAL ACCOUNTING is the explanation and prediction of human


behavior in all possible accounting contexts, e.g., adequacy of disclosure,
usefulness of financial statement data, attitudes about corporate reporting practices,
materiality judgments, and decision effects of alternative accounting procedures”.
(MBA Glossary, 2004).

3
Mengingat cakupan bidangnya yang luas, maka batas konsentrasi akuntansi

keperilakuan menjadi samar. Meskipun demikian arah riset akuntansi keperilakuan tetap

memiliki paradigma yang jelas. Paradima riset akuntansi berkaitan dengan temuan

fenomena proses bisnis dan organisasi yang memungkinkan para peneliti dan praktisi

menset dan me-reset pengukuran proses bisnis dalam pengambilan keputusan. Tujuan

akhir dari paradigma tersebut adalah bagaimana para pengambil keputusan dapat

mengakses pencapaian kinerja unit bisnisnya pada level yang terbaik.

Riset akuntansi keperilakuan dapat mengakses berbagai teori seperti teori

kontinjensi, protfolio ataupun teori agency dan teori organisasi. Diantara sekian teori

yang ada, teori kontinjensi merupakan teori yang penting untuk dicermati dalam

memberikan landasan konseptual riset-riset akuntansi. Pentingnya teori kontinjensi ini

mengingat beberapa faktor sebagai berikut. Pertama, teori kontinjensi merupakan hasil

perkembangan desain sistem organisasi, yang dalam evolusinya mampu mengaplikasi

teori-teori organisasional, psikologi, sosial, ekonomi dan teknologi dalam desain sistem.

Sifat kelenturan teori kontinjensi ini karena teori ini memperhitungkan faktor kontekstual

dalam aplikasinya. Sebagaimana dinyatakan oleh Otley (1980) bahwa desain organisasi

yang paling tepat adalah bagaimana desain tersebut disesuaikan dengan faktor

kontekstual (lingkungan) dimana organisasi tersebut berada, baik lingkungan sosial,

ekonomi, teknologi, politik maupun karakteristik industri.

Kedua, riset-riset yang berbasis teori kontinjensi memiliki hasil yang beragam

dalam menjelaskan fenomena hubungan antar variabel-variabel yang sama. Sebagai

contoh, riset yang dilakukan Kennis (1979) menemukan hubungan yang negatif antara

partisipasi standar dengan tekanan kerja. Sementara Harrison (dalam Shields, Deng dan

4
Kato, 2000) menunjukkan bahwa hubungan bivariate kedua variabel tidak signifikan.

Menurut Shields, Deng dan Kato (2000), pengaruh partisipasi dalam penetapan standar

seharusnya dapat menurunkan level tekanan kerja, dengan demikian ketika partisipasi

meningkat maka tekanan kerja menurun. Tetapi, beberapa peneliti memang berasumsi

bahwa faktor ambiguitas dapat mempengaruhi hubungan kedua variabel. Selama dalam

proses pelaksanaan standar atau anggaran yang telah ditetapkan, seorang manajer

mungkin justru akan memiliki persepsi adanya tingkat kesulitan yang tinggi dalam

pelaksanaan standar, suatu persepsi yang berkebalikan dan tidak diantisipasi ketika

standar tersebut ditetapkan. Akibat faktor proses yang demikian, manajer tidak mampu

merespon dengan baik tingkat paritisipasi dan tekanan kerja yang ia rasakan.

Ketiga, perbedaan dalam desain riset memberikan dampak yang signifikan

terhadap perbedaan hasil-hasil riset. Secara sederhana dapat dicontohkan, bahwa

partisipasi kegiatan kesejahteraan sosial dapat mempengaruhi secara langsung terhadap

tingkat pendapatan, dengan hubungan yang positif. Namun hubungan yang negatif justru

dapat terjadi ketika dikaitkan secara tidak langsung dengan jumlah jam kerja part timer.

Hal ini dikarenakan partisipasi kegiatan kesejahteraan sosial tersebut akan mengurangi

jumlah kerja part-timer. Tampak bahwa, keberadaan variabel mediasi akan memberi

dampak yang berbeda terhadap hasil riset yang menguji hubungan variabel dependen-

independen secara langsung.

Berdasar fenomena yang telah dijelaskan di atas, menunjukkan bahwa teori

kontinjensi merupakan hal yang menarik untuk dicermati berkaitan dengan desain riset

akuntansi keperilakuan. Tulisan ini hendak menyoroti arah riset kontinjensi dalam

akuntansi keperilakuan, dengan tujuan untuk menemukan format baku dalam memahami

5
berbagai fenomena desain sistem akuntansi dan fenomena hasil-hasil riset yang berbeda.

Tulisan ini diharapkan dapat mempertegas kelenturan sifat akuntansi keperilakuan dalam

memberi sumbangan pengetahuan dibidang desain sistem kontrol akuntansi dan desain

organisasi yang berbasis kontinjensi. Tulisan ini juga diharapkan mempertegas perbedaan

hasil-hasil riset kontinjensi sebagai sebuah fenomena yang rasional dan dapat dipahami,

dan bukan fenomena yang dikotomi atau bahkan “multikotomi” yang komplek.

Sebagai bahan wacana yang ilmiah, tulisan ini akan diawali dengan melihat sejarah

evolusi akuntansi keperilakuan dan lahirnya konsep kontinjensi. Tianjauan sejarah

tersebut penting untuk mengetahui pijakan dasar dari arah riset akuntansi keperilakuan

dikemudian hari. Pada bagian berikutnya akan ditinjau konsep dasar teori kontijensi dan

fenomena hasil riset yang berbeda-beda secara berturutan. Pada bagian akhir akan diulas

arah riset kontinjensi dalam akuntansi keperilakuan.

II. Akuntansi Keperilakuan dan Kontinjensi dalam Perspektif Sejarah

Lahirnya konsentrasi akuntansi keperilakuan dalam dinamika keilmuan akuntansi

tidak terlepas dari evolusi bidang perilaku organisasi. Perilaku organisasi lahir sebagai

fenomena keilmuan dalam kerangka menjawab tantangan begaimana mendesain sebuah

organisasi yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan dan kinerja yang diharapkan.

Lahirnya teori perilaku organisasi diawali dengan wacana desain operasional sebuah

organisasi (baca: perusahaan) yang bergerak dibidang manufaktur. Pengaruh revolusi

industri diduga kuat memberi dampak dalam menciptakan produk dengan sumber daya

yang efektif dan efisien. Sejarah mencatat, kalkulasi efektif dan efisien waktu itu belum

menyentuh pada aspek pemanfaatan sumber daya manusia dan bahkan, lingkungan.

6
Dapat dipahami bahwa gejolak pemikiran terhadap desain organisasi waktu itu masih

bersifat “efisiensi mekanis”.

Sementara itu, akuntansi berkepentingan terhadap pencatatan, pengakuan, dan

pengukuran penggunaan sumber daya yang ada dan kemudian melaporkan penggunaan

sumber daya tersebut kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan

keputusan organisasi. Sinergi hubungan konsep perilaku organisasi dengan akuntansi

menemukan sebuah sosok yang evolusioner ketika desain sebuah sistem organisasi

mengkaitkan persoalan human resourches dalam wacana keilmuannya. Hubungan sinergi

itu adalah bagaimana memahami, mengukur, menjelaskan dan memprediksi pengaruh

perilaku manusia dalam desain sistem organisasi. Dalam kapasitasnya sebagai bidang

ilmu yang memiliki karakteristik “pengukuran” dan khas, bidang akuntansi kemudian

melahirkan sebuah simbol perekayasaan baru dibidang akuntansi: akuntansi

keperilakuan.

Sejarah selanjutnya mencatat, gagasan-gagasan yang muncul dalam akuntansi

keperilakuan tidak dapat terlepas dari evlousi teori organisasi yang akhirnya melahirkan

konsep kontinjensi. Dengan demikian sinergitas akuntansi keperilakuan sekarang sejalan

paralel dengan perilaku organisasi. Dinamika keilmuan yang terjadi dalam perilaku

organisasi akan diikuti oleh perkembangan dinamika akuntansi keperilakuan itu sendiri.

Perilaku organisasi merupakan sebuah studi tentang dinamika kelompok atau individu

dalam setting atau lingkungan organisasi. Kapan saja manusia bekerja bersama, beberapa

faktor dan persoalan akan muncul memegang peranan. Perilaku organisasi berusaha

memahami dan men-set faktor-faktor tersebut.

7
Perilaku manusia umumnya mempertimbangkan terhadap masalah fungsi internal dan

eksternal sebuah perilaku. Tindakan manusia dalam perspektif internal dipahami sebagai

akibat dari munculnya gagasan-gagasan, perasaan dan kebutuhan-kebutuhan individual.

Dalam perspektif ini juga, tindakan indinvidual dapat dijelaskan sebagai akibat dari masa

lalu individu. Sementara itu, dalam perspektif eksternal, perilaku manusia dipandang

sebagai akibat dari keberadaan lingkungan individu tersebut. Dorongan eksternal diakui

merupakan salah satu faktor penyebab munculnya perilaku manusia.

Seperti juga pada semua ilmu sosial, bidang perilaku organisasi berusaha

mengendalikan, memprediksi dan menjelaskan fenomena sosial organisasi. Namun,

terdapat berbagai kontroversi dalam hal penentuan fokus keilmuan, terutama berkaitan

dengan pengendalian perilaku pekerja (workers). Perilaku organisasi memiliki kemiripan

bidang dengan psikologi industri yang dalam satu sisi tertentu mengklaim memiliki

scientific tools yang lebih powerfull (Wertheim, 2004). Lalu bagaimana sejarah evolusi

perilaku organisasi tersebut berjalan hingga abad sekarang?

Evolusi Perilaku Organisasi

Sebenarnya, evolusi organisasi telah mengalami tonggak kesejarahan yang

melelahkan. Awal perkembangan sesungguhnya dimulai sejak abad ke 18. Pemikiran-

pemikiran yang muncul waktu itu masih sangat terbatas dengan melihat organisasi

sebagai sebuah “wilayah” tertutup yang hanya mengakses “hard-soft-ware” organisasi

dan tidak melihat sisi manusia sebagai salah satu perspektif dalam organisasi. Oleh

karena itu, pada sesi awal tersebut organisasi dipandang sebagai sebuah sistem yang

tertutup. Dalam hal ini organisasi dianggap bebas dari faktor-faktor kontekstual. Baru

pada abad ke-19 pasca tahun 60-an organisai mulai dipandang sebagai sebuah sistem

8
yang terbuka, meskipun gagasan ini tidak mendominasi pemikiran para theorists

umumnya (lihat Tabel 1).

Perkembangan organisasi pada mulanya memandang dari dua dimensi. Selain

dipandang dari dimensi sistem, organisasi juga dipandang dari dimensi output. Namun

kedua sudut pandang ini belum terlihat jelas mengingat minimnya perspektif kontekstual

yang dilibatkan dalam perkembangan ilmu pada waktu itu. Baru pada pertengahan abad

18, dinamika human mulai diperkenalkan oleh Hawthorne (Robbins, 1979), sebagai salah

satu tokoh yang menempatkan analisa perilaku manusia dalam tatanan kerja (work).

Dalam dimensi ouptut ini organisasi dipandang dalam perspektif rasional -yang

menempatkan organisasi sebagai ‘alat’ untuk mencapai tujuan- dan perspektif sosial,

yang menempatkan organisasi sebagai hasil utama diantara pemegang kendali.

Secara ringkas, Tabel 1 merangkum tahap-tahap penting perkembangan

organisasi berdasarkan dua dimensi di atas.

Tabel 1.
Periodisasi Perkembangan Perilaku Organisasi

1900 – 1930 1930 – 1960 1960 – 1975 1975 - ?

Sistem Perpspektif Tertutup Tertutup Terbuka Terbuka

Ends perspektif Rasional Sosial Rasional Sosial

Tema sentral Efisiensi People dan human Desain Power dan


mekanis relation Kontijensi Politik

Klasifikasi Teoritis Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4

Berdasarkan pada Tabel 1 di atas, dapat dipahami bahwa dasar pijakan dalam periodisasi

perkembangan teori organisasi adalah gagasan dan ide sentral yang mendominasi

9
pemikiran tentang organisasi tersebut. Secara ringkas, periodisasi tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Efisiensi mekanis menjadi tema sentral pada periode 1900-1930 dilihat dengan

munculnya pemikiran-pemikiran “efisiensi mekanis” yang tidak melihat faktor

kontekstual (human or environtmen resourches). Dominasi tema ini demikian

kuat hingga akhir 1930-an sehingga organisasi lebih dipandang sebagai sistem

yang tertutup.

2. Pada tahap kedua, keterlibatan masyarakat maupun human individual mulai

nampak dalam setting organisasi. Hal ini dipengaruhi oleh hasil-hasil studi

Harwthorne (dalam Robbins, 1979) (lihat sesi para pemikir gagasan).

3. Pada tahap berikutnya, aspek kontekstual yang terlibat dalam perkembangan

organisasi tidak saja dipandang dari sisi people and human, tetapi juga

environtment (lingkungan) yang meliputi budaya, struktur sosial dan ekonomi.

Tahap ini dikenal dengan tahap kontinjensi, yang secara mendasar

menginspirasikan ide bahwa tidak ada satu model struktur organisasi yang paling

tepat dan dapat diterapkan dalam semua organisasi, kecuali model tersebut sesuai

dengan lingkungan dimana organisasi itu berada.

4. Periode 1975 hingga sekarang merupakan tahap akhir dalam sesi evolusi

organisasi hingga abad 21. Pada tahap ini, kepentingan kekuasaan dan politik

mendominasi arah perkembangan organisasi (Robbins, 1979; Luthans, 1995,

Wertheim, 2004). Meskipun demikian, berdasarkan ide dasar evolusi

pemikirannya, tahap ini dapat dikelompokkan sebagai tahap kontinjensi.

10
Sementara itu, beberapa ide dan tokoh penting dalam evolusi teori organisasi penting

untuk dikemukakan untuk menggali pemikiran konstruktif sejarah dalam mendesain arah

riset ke depan. Beikut ini beberapa tokoh penting dan ide-idenya pada periodiasi sejarah

berdasarkan klasifikasi teori.

Theorist tipe 1 sering disebut dengan classical school yang mengembangkan prinsip-

prinsip universal yang dapat diaplikasikan dalam semua situasi. Organisasi dipandang

sebagai sistem tertutup yang diciptakan untuk mencapai tujuan secara efisien.

Tokoh classical scholl terdiri dari:

Frederick Taylor (Scientific Management)

Frederick Taylor adalah seorang insinyur mekanik yang idenya dipengaruhi oleh paper

yang dipresentasikan oleh Henry Towne kepada American Society of Mechanical

Engineer tahun 1886 dengan judul “The Enginer as Economist”. Publikasi buku

Principles of Scientific Management oleh Frederick Winslow Taylor’s merupakan awal

dari pembangunan teori dibidang manajemen dan teori. Tema utama dari scientific

management bahwa pekerjaan (work) khususnya blue-collar work dapat dipelajari secara

scientific. Taylor percaya bahwa tujuan analisis data yang dikumpulkan dari tempat kerja

dapat memberikan dasar untuk menentukan “one best way” untuk mengorganisasikan

kerja. Taylor mengusulkan kerangka kerja new science of work yang terdiri dari empat

prinsip: 1) Menemukan “one best way”, 2) Seleksi personalia secara sicentific, 3) Insentif

Keuangan, dan 4) Functional Foremanship.

Sebagai organization theorist, Taylor membahas struktur maupun teori organisasi.

Dalam kaitannya dengan struktur dia memfokuskan pada cara terbaik (best way) untuk

membagi kerja pada tempat kerja itu sendiri.

11
Theorist Tipe 2

Tema utama dari theorist organisasi tipe 2 adalah pengakuan sifat sosial dari

organisasi. Teori ini sering disebut human relation school, yang memandang suatu

organisasi sebagai sistem yang berisi task (tugas) dan manusia (people).

Elton Mayo dan Hawthorne Studies

Tahap kedua dari pengembangan teori organisasi dimulai dengan eksperimen

yang dilakukan di Western Electric Company’s Hawthorne Works di Cicero, Illionis

antara tahun 1924 dan 1927 atau yang terkenal dengan Hawthorne study. Pada prinsipnya

studi ini ingin mengetahui pengaruh berbagai tingkat penyinaran terhadap produktivitas

pekerja. Studi di Western Electric ini mengikutsertakan konsultan psikologi dari Harvard

yaitu Elton Mayo untuk mengembangkan studi lebih lanjut yang memasukkan beberapa

eksperimen seperti desain kembali pekerjaan, perubahan lamanya waktu kerja, dan

perencanaan gaji individu vs kelompok.

Studi Hawthorne mempunyai dampak yang dramatis didalam pengembangan

manajemen dan teori organisasi. Hal ini merupakan era humanisme organisasi. Desain

organisasi seharusnya memasukkan pengaruhnya terhadap kerja kelompok, sikap

pegawai dan hubungan manajer – karyawan tersebut (lihat pembahasan era human

relation).

Theorist Tipe 3

Kekuatan mekanistik (tipe 1) maupun kekuatan humanistik (tipe 2) tidak dapat

menyelesaikan masalah. Konflik antara tesis dan antitesis memberikan sintesis yang

memberikan arahan bagi manajer. Sintesi tersebut adalah pendekatan kontijensi

(contigency approach)

12
Herbert Simon (Principles of Backlash)

Gerakan kontijensi mendapatkan momentumnya pada tahun 1960an, walaupun

Herbert Simon pada tahun 1940an telah mengakui tipe 1 harus diganti dengan pendekatan

kontijensi. Menurut Simon (dalam Luthans, 1995) semua prinsip-prinsip klasikal tidak

lebih dari proverbs (peribahasa) belaka dan banyak yang kontradiksi satu sama lainnya.

Dia mengatakan bahwa teori organisasi perlu berpikir lebih jauh dan tidak hanya

superficial dan oversimplified untuk mempelajari kondisi terhadap prinsip-prinsip yang

saling bertentangan. Diperlukan waktu kurang lebih 20 tahun bagi para teorist organisasi

untuk menjawab secara efektif tantangan Herbert Simon.

Katz dan Kahn Perspektif Lingkungan

Buku Daniel Katz dan Robert Kahn berjudul The Social Psychology of

Organization merupakan pendorong tipe 3, perspektif sistem terbuka teori organisasi

(Robbins, 1979; Luthans, 1995). Buku itu memberikan deskripsi manfaat dari perspektif

sistem terbuka untuk melihat hubungan organisasi dengan lingkungan dan perlunya

organisasi beradaptasi terhadap perubahan lingkungan jika ingin survive. Pada akhir

evolusinya hingga sekarang, gagasan ini kemudian melahirkan teori kontinjensi.

Theorist Tipe 4

Pendekatan saat ini terhadap teori organisasi memfokuskan pada sifat politis dari

organisasi. Pendekatan ini awalnya dirintis oleh James March dan Herbert Simon, tetapi

telah disempurnakan oleh Jeffrey Pfeffer (Robbins, 1979)

March, Simon (Cognitive Limits to Rationality) dan Pfeffer Organisasi sebagai Arena
Politik

March dan Simon menantang teori klasik tentang pengambilan keputusan rational

atau optimum decision. Mereka menyatakan bahwa hampir sebagian besar pengambil

13
keputusan memilih alternative satisfactory didalam pengambilan keputusan dan bukan

maksimum utility. Jadi teori ini mengakui adanya batasan rasionalitas pengambil

keputusan dan mengakui juga adanya tujuan yang saling bertentangan (conflicting goals).

Sementara itu, Jeffrey Pfeffer mengembangkan teori March dan Simon untuk

menciptakan model teori organisasi yang mengakomodasi koalisi kekuatan, konflik yang

melekat terhadap tujuan, dan keputusan desain organisasi yang menyenangkan self

interest yang berkuasa. Dia berkesimpulan bahwa pengendalian dalam organisasi bukan

merupakan tujuan akhir seperti tujuan rasional yaitu output produksi yang efisien.

Organisasi terdiri dari koalisi berbagai kelompok dan individu yang memiliki demand

yang berbeda. Desain organisasi mencerminkan power struggles dari koalisi yang

berbeda ini.

Pada kenyataannya, perspektif sejarah periodisasi evolusi manusia dapat ditinjau

dari berbagai aspek. Disamping aspek-aspek tinjauan periodisasi seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya, Tabel 2 berikut ini merupakan periodisasi yang dipandang dari

perkembangan tiap dekade. Tabel 2 menunjukkan bahwa meskipun periodiasi dapat

dijelaskan berdasar isu sentral yang muncul, namun isu-isu tersebut dapat difragmet lagi

menjadi sub isu yang membedakan isu satu dengan lainnya. Misalnya saja, dekade 1910s

(classical school) memiliki kesamaan tema sentral dengan dekade 1930s (classical school

revisited), juga antara dekade 1920s (human relation) dengan dekade 1940s (group

dynamics). Perbedaannya terletak pada sub tema masing-masing dekade dan bukan pada

tema sentral.

14
Tabel 2.
Periodisasi evolusi teori organisasi berdasar dekade

Dekade Gagasan
Menekankan pembagian tenaga kerja dan pentingnya mesin untuk
Sebelum 1900
menfasilitasi tenaga kerja
Menjelaskan manajemen sebagai science engan tenaga kerja memiliki
1910s (Scientific tanggung jawab sepesifik yang berbeda, mendorong seleksi secara
Management) ilmiah, pelatihan dan pengembangan tenaga kerja serta kesamaan divisi
kerja antara tenaga kerja dan manajemen.
Mengelompokkan pekerjaan manajemen menjadi perencanaan,
organisasi, koordinasi aktivitas, komando tenaga kerja, dan pengendali
1910s (classical school)
kinerja. Basic prinsipnya disebut sebagai spesialisasi kerja, satuan
perintah, rantai komando dan koordinator aktivitas.
Menfokuskan pada pentingnya sikap dan feeling tenaga kerja,peran
1920s (human relation)
informal dan norma-norma yang dipengaruhi kinerja.
1930s (classical school
Penekanan kembali prinsip-prinsip klasik
revisited).
Mendorong partisipasi individu dalam pengambilan keputusan,
1940s (group dynamics)
diakuinya pengaruh kerja kelompok terhadap kinerja.
Menekankan pesanan, sistem, rationalitas, keseragaman adn konsistensi
1940s (Bureaucracy) dalam manajemen, menodorong keseuaian perlakuan bagi semua
tenaga kerja oleh manajemen.
Menekankan pada pentingnya kelompokm yang memiliki pemimpin
1950s (Leadership)
dalam tugas sosial, gagasan teori X dan Y.
Menyarankan bahwa kepuasan individu akn tercipta ketika mereka
1960s (Decision Theory)
membuat suatu keputusan
Kesesuain teknologi dankelompok kerja dalam memahami sistem
1960s (Sociotechnical school)
kerja.
1960s (environment and Menjelaskan keberadaan sturktur mekanistik dan organis dan efektifitas
technology system) keduanya dalam lingkungan dan teknologi tertentu.
Organisasi direpresentasikan sebagai sistem yang terbuka dengan
1970s (teori sistem) transformasi input,ouput dan feedback, sistem bekerja dalam
keseimbangan.
Menekankan keseuaian (fit) antara proses organisasi dengan
1980s (Contingency Theory) karakteristik situasi, disebut sebagai kesesuian struktur organisasi
dengan berbagai variabel kontinjensi
Sumber: Wetheim, 2004.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa gagasan-gagasan yang muncul dalam

akuntansi keperilakuan tidak dapat terlepas dari evlousi teori organisasi yang akhirnya

melahirkan konsep kontinjensi. Sinergitas akuntansi keperilakuan dan dinamika keilmuan

15
yang terjadi dalam perilaku organisasi akan diikuti oleh perkembangan dinamika

akuntansi keperilakuan itu sendiri.

Kontinjensi, Muara Evolusi

Berdasarkan periodisasi sejarah perilaku organisasi sebagaimana tersebut di atas,

dapat ditunjukkan bahwa muara evolusi hingga sekarang masih berkonsentrasi pada

desain kontinjensi. Hal yang sama juga terjadi dalam akuntansi keperilakuan, dimana

teori kontinjensi telah ‘menjamah’ akuntansi hingga overhandle terhadap teori yang lain

seperti agency theori. Meskipun demikian, keberadaan teori kontinjensi dalam wilayah

akuntansi perilaku seperti muncul tanpa akar dan bagai ‘siluman’. Padahal, akar utama

teori tersebut adalah desain sistem, yang dalam perspektif perilaku organisasi dikatakan

sebagai desain sistem organisasi, dan dalam akuntansi keprilakuan dikatakan sebagai

sistem kontrol akuntansi.

Meskipun kedua disiplin ilmu (perilaku organisasi dan akuntansi keperilakuan)

memiliki akar yang sama, namun keduanya memiliki tujuan yang berbeda. Perilaku

organisasi bertujuan how to make an organizational system effectively, sementara

akuntansi keperilakuan bertujuan how to explain and predict of human behavior in all

possible accounting context.

III. Konsep Teori Kontinjensi dan Hasil-hasil Riset

Galbraith (dalam Kennis, 1979) menyatakan bahwa tidak ada desain organisasi

yang terbaik bagi suatu organisasi, kecuali kesesuaian desain tersebut dengan

lingkungannya. Scotts (dalam Simons, 1987) menambahkan bahwa dalam teori

kontinjensi, model terbaik bagi organisasi tergantung pada kesesuaian organiasi tersebut

16
dengan sifat-sifat lingkungan dimana organisasi tersebut berada. Teori kontinjensi

merupakan sebuah hipotesa bahwa organisasi yang memiliki desain internal yang sesuai

dengan lingkungannya akan mampu beradaptasi dengan lingkungannya.

Perbedaan sub-unit sub-unit dalam organisasi mungkin disebabkan oleh

perbedaan karakteristik lingkungan organisasi. Untuk mengatasi kompleksitas faktor

kontekstual organisasi, beberapa organisasi menciptakan sub-unit sub unit yang

disesuaikan dengan tuntutan faktor kontekstual tersebut. Semakin kompleks tipe

lingkungan yang dihadapi organisasi, semakin beragam pula struktur dan desain

organisasi yang dibutuhkan. Lebih lanjut, semakin beragam tingkat kesulitan dalam

koordinasi aktivitas sub unit, semakin banyak pula kebutuhan-kebutuhan dalam aplikasi

koordinasi.

Konflik-konflik internal yang terjadi antar departemen organisasi umumnya

dipengaruhi oleh adanya saling ketergantungan tugas, faktor ketidak-seimbangan tugas,

konflik kriteria kinerja, ketergantungan terhadap sumber daya umum, hambatan

komunikasi dan ambigutias tujuan organisasi. Konflik-konflik tersebut merupakan

kondisi alamiah dalam penyesauaian organisasi dengan karakteristik lingkungannya.

Fakta dominasi variabel kontekstual dalam desain organisasi, menimbulkan

dampak luas bagi riset-riset akuntansi. Telah dijelaskan sebelumnya, riset-riset

kontinjensi telah memberikan hasil yang beragam dalam mencari format hubungan desain

organisasi dengan variabel kontekstual. Perbedaan hasil tersebut disebabkan berbagai

faktor seperti desain metodologi, penggunaan alat analisis dan pendekatan teori.

Berikut ini hasil-hasil riset dibidang sistem kontrol akuntansi berbasis kinerja

yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu yang memberikan hasil-hasil riset yang

17
berbeda. Eksplorasi hasil riset empiris ini merupakan suatu cara untuk menarik

kesimpulan letak perbedaan hasil-hasil riset seperti yang dikemukakan di atas.

Berbagai studi telah menginvestigasi pengaruh langsung sistem kontrol terhadap

kinerja atau terhadap variabel lainnya, misalnya tekanan kerja (Binberg, Shield dan

Young, 1990; Kren, Liao, 1988; Merchant, 1989; Shield, 1998; Young, 1988; Shields,

Deng, dan Kato, 2000). Penelitian-penelitian tersebut umumnya menggunakan model

hubungan langsung antara sistem kontrol sebagai variabel independent dengan kinerja

sebagai variabel dependent, atau melibatkan variabel lain, seperti ketidakpastian

lingkungan, sebagai moderating variables dalam menguji hubungan sistem kontrol

dengan kinerja tersebut. Model yang demikian dikenal dengan desain direct effect.

Sedikit sekali penelitian yang menguji hubungan antara sistem kontrol dengan kinerja

melalui variabel lain yang berfungsi sebagai variabel mediasi. Dengan kata lain, masih

jarang sekali penelitian yang menguji hubungan antara sistem kontrol dengan kinerja

dengan menggunakan model tidak langsung yang dikenal dengan desain indirect effect

(Shilds, Deng, dan Kato, 2000).

Riset yang dilakukan oleh Chong V.K. (1996), Chong V.K et al (2001), Chong

V.K. and Chong KM, (2004) menunjukkan bahwa variabel kontekstual dapat disetting

melalui dua cara, sebagai moderating atau mediating variables. Hasil-hasil riset mereka

menunjukkan bahwa perlakuan variabel kontekstual sebagai variabel mediating lebih

mendominasi hasil-hasil riset. Hasil-hasil tersebut berbeda dengan riset-riset terdahulu

seperti Bimberg, I., Shield M., & Young (1990); Young (1995), Merchant (1981) yang

menunjukkan variabel kontekstual sebagai modering variables antara sistem kontrol

18
(budget participation, operational control, management control system, etc) dengan

kinerja.

IV. Arah Riset Kontinjensi

Berdasar sampel hasil studi-studi terdahulu dibidang sistem kontrol organisasi

berbasis kinerja tersebut dapat disimpulkan adanya sejumlah keterbatasan. Pertama,

studi-studi tersebut hanya melibatkan satu variabel sistem kontrol. Dalam praktik

menunjukkan bahwa sebuah unit bisnis memiliki lebih dari satu komponen sistem kontrol

sebagai sebuah kesatuan sistem. Oleh karena itu sangat penting dalam studi lanjutan

melibatkan banyak komponen sistem kontrol untuk memahami bagaimana komponen-

komponen tersebut berikteraksi dengan variabel lain dalam meningkatkan kinerja unit

bisnis.

Kedua, banyak penelitian terdahulu menguji pengaruh sistem kontrol terhadap

satu variabel dependen, seperti tekanan kerja, kinerja dan konflik peran. Sementara itu

sangat jarang sekali penelitian terdahulu yang melibatkan lebih dari satu variabel

dependen, sebagai sebuah akibat dari penerapan sistem kontrol yang ada. Dalam

penelitian sekarang ini, perlu diupayakan sebuah desain penelitian yang tidak hanya

melibatkan satu variabel dependen. Mengingat sistem kontrol dianggap sebagai sebuah

sistem dalam unit bisnis, maka keterkaitan antara sistem kontrol yang satu dengan yang

lainnya perlu diuji dan dapat dinyatakan sebagai sebuah hubungan antara variabel

independen dan dependen. Oleh karena itu desain penelitian selanjutnya tidak saja

melibatkan berbagai variabel dari luar sistem kontrol sebagai variabel dependen, tetapi

juga diperlukan keterlibatan variabel sistem kontrol yang lainnya. Misalnya saja,

19
partisipasi standar setting dapat mempengaruhi secara langsung terhadap kinerja, tetapi

mengingat adanya hubungan yang signifikan antara partisipasi standar setting dengan

standar keketatan dan antara variabel standar keketatan dengan kinerja (Merchant, 1985;

Shilds, Deng, dan Kato, 2000), maka model pengujian alternatif perlu didesain dengan

menempatkan variabel standar keketatan sebagai variabel mediasi.

Ketiga, sejumlah penelitian terdahulu menguji hubungan antara sistem kontrol

akuntansi dengan kinerja dengan model direct effects (independen-dependen atau

interaksi/moderating). Model ini memiliki implikasi yang berbeda dengan model indirect

effect (mediasi). Model indirect effect mampu menjawab berbagai persoalan yang

muncul sebagai akibat implikasi riset. Bollen (1989) menyatakan model indirect effect

memiliki keterbatasan dalam sejumlah implikasi riset. Misalnya, partisipasi kegiatan

kesejahteraan sosial dapat mempengaruhi secara langsung tingkat pendapatan, dengan

hubungan yang positif. Namun hubungan yang negatif justru dapat terjadi ketika

dikaitkan secara tidak langsung. Hal ini dikarenakan partisipasi kegiatan kesejahteraan

sosial tersebut akan mengurangi jumlah kerja part-timer.

Sementara itu dari aspek metodologi diketahui, bahwa metode pendekatan diduga

mempunyai pengaruh kuat terhadap perbedaan hasil-hasil studi kontinjensi. Drazin dan

Van De Ven (1985) mengelompokkan berbagai pendekatan uji yang dilakukan para

peneliti terdahulu dengan 3 kelompok pendekatan: Seleksi, Interaksi dan Sistem. Dalam

pendekatan seleksi peneliti menginvestigasi sistem kontrol akuntansi dengan kinerja

perusahaan tanpa melibatkan variabel kontekstual dalam desain statistik. Persamaan yang

digunakan adalah correlation analysis dari Pearson. Keterlibatan variabel kontekstual

hanya dalam desain pemilihan sampel berdasarkan judgement atau purposive sampling

20
dengan kriteria memisahkan antara sampel perusahaan yang memiliki setting

penyesuaian sistem kontrol akuntansi dengan lingkungan (kontekstual) dan perusahaan

yang tidak memiliki karakteristik demikian. Dalam pendekatan interaksi, peneliti menguji

hubungan fit sistem kontrol akuntansi-variabel kontekstual dengan kinerja melalui

residual analysis atau moderating model, dan melibatkan variabel kontekstual dalam

analisis statistiknya. Namun kelemahan pendekatan ini, terutama bila menggunakan

metode residual analysis, adalah hanya ada satu variabel kontekstual yang terlibat dalam

analisis. Jika peneliti mengharapkan lebih dari satu variabel kontekstual, maka peneliti

harus melakukan lebih dari satu pengujian sesuai jumlah variabel kontekstual yang

terlibat. Model pengujian yang demikian dapat memberikan hasil riset yang bias. Dalam

pendekatan sistem, memungkinkan bagi peneliti untuk menguji hubungan fit sistem

kontrol akuntansi-variabel kontekstual dengan kinerja melalui desain yang simultan

dengan melibatkan lebih dari satu variabel kontekstual. Pengujiannya menggunakan

model ANOVA dengan pengukuran fit dari metode Eucleudiance Distance Measure.

Dalam penelitian-penelitian terdahulu, beberapa peneliti masih jarang menggunakan

pendekatan sistem. Perlu dipikirtakn dan dicermati arah riset ke depan dengan

mengoptimalkan pendekatan sistem dalam desain riset.

V. Kesimpulan

Perkembangan akutansi keperilakuan sekarang ini telah meluas hingga meliputi

berbagai dimensi ilmu. Arah perkembangan akuntansi keperilakuan sejalan paralel

dengan perkembangan teori perilaku organisasi sebagai induk evolusi akuntansi

keperilakuan itu sendiri. Pada akhir perkembangannya, akuntansi keperilakuan

21
mengakses berbagai disiplin ilmu dan teori, namun tampaknya teori kontinjensi memberi

pengaruh yang dominan dalam disiplin ilmu dan riset-riset akuntansi keperilakuan.

Berbagai fakta empiris menunjukkan, riset-riset akuntansi keperilakuan yang

berbasis kontinjensi telah memberikan hasil-hasil yang berbeda dalam menjelaskan

fenomena hubungan antar variabel dalam riset. Investigas atas riset-riset terdahulu

menunjukkan bahwa perbedaan hasil-hasil riset tersebut disebabkan oleh setting riset

dalam hal pemahaman logis atas konstruksi hubungan antar variabel dan aspek

metodologi.

Hubungan antar variabel dapat dipahami melalui sejumlah fenomena sosial,

terutama berkaitan dengan psikologi periluku manusia. Namun fakta dan fenomena sosial

kadang memberi pengaruh yang tak terduga dari konstruksi hubungan antar variabel yang

sebelumnya diperkirakan oleh peneliti. Sementara itu, aspek metodologi memberikan

hasil yang berbeda karena aspek kelebihan dan keterbatasan metode statistik yang

digunakan.

Arah riset ke depan di bidang akuntansi keperilkuan yang berbasis kontinjensi perlu

dipertimbangkan kedua faktor penting tersebut di atas. Arah riset ke depan setidaknya

perlu mempertimbangkan kontinjensi fenomena sosial yang akan berimplikasi terhadap

hasil riset. Ketepatan metodologi yang digunakan pada akhirnya akan mengacu pada

tingkat ketilitian peneliti dalam mempertimbangkan aspek-aspek fenomena sosial

hubungan antar variabel tersebut.

22
References:

Bimberg, I., Shield M., & Young (1990)


The Case for Multiple Methods in Empirical Management Accounting research
(with an illustration from budget setting) Journal of Management Accounting
Review, Vol. 2., 33-66.

Chong, Vinchent K., (1996),


Management Accounting System (MAS), Task Uncertainty and Managerial
Performance : A Research Note, Accouting organizations and society, Vol. 21,
No. 5 PP.115-121

Chong V.K. Chong, Ian R. C. Eggleton, Michele Leong (2001).


“The impact of market competition and budgetary participation on performance
and job satisfaction: Evidence from the Australian banking and financial services
sectors, Working Paper, Working Paper, January 2001, Department of
Accounting and Finance, Faculty of Economics and Commerce, The University of
Western Australia, Western Australia

Chong V.K. and Chong KM, (2004)


An Examination of the Effects of the Motivational and Informational Roles of
Budget Participation on Performance, working paper, Department of Accounting
and Finance, Faculty of Economics and Commerce, The University of Western
Australia,

Drazin, R and AH Van De Ven (1985)


Alternative Forms nof Fit in Contingency Theory, Administrative science
quartely, 30, 517.

Gsoreserach, 2004
http://www.gsoresearch.com/behavioralaccounting/behavioralaccounting.htm

Kennis (1979)
Effects of Budgetary goal characteristics on managements attitudes and
Performances. The Accounting Review, 1979, 54, 707-721.

Kren, L & Liao


The Role of accounting information in the control of organizations: a review of
the evidence, Journal of accounting literature, (1988), 7, 280-309.

23
Luthans, Fred, (1995), Organizational Behavior, International edition, Mc.Graw-Hill
Book Co.

MBA Glossary, 2004, http://www.ventureline.com/glossary_B.asp

Merchant, K (1981)
The design of Corporate budgeting systems : influences on managerial behavior
and performance , The Accounting Review, pp. 56, 813, 829

Otley, David T., (1980)


The Contingency Theory of management Accounting Achievement and
prognosis, Accounting Organizations and Society, 5, p. 413-428

Robbins, Stephen P., (1979), Organizational Behaviour, Concept, Contoversies,


Applications, 7th Edition, Englewood Clifs. New Jersey.

Shield, Michael D and F Johnny Deng, Yutaka Kato (2000)


The Design and Effect of Control Systems: Test of direct and indirect-effect
Models, Accounting Organization and Society, 25, 185-202

Simons, Robert, (1987)


Accounting Controls Systems and Business Strategy: An empirical Analysis,
Accounting Organizations and society, Vol. 12, 4, PP. 357-374.

Wertheim, (2004), from http:\\www.google.com\search\behaviour


orgganization\Frederick Winslow Taylor.htm

Young, SM, 1988


Individual behavior performance: motivation and control, Behavior Accounting
Reserach: A crytical analysis.

Young, S.M., & Lewis, B., (1995)


Experimental incentive contracting research in management accounting. In
Ashton, R., & Ashton, A., Judgment and Decission Making Research in
Accounting and Auditing, cambridge, UK, Cambridge University Press.

24
25

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai