Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SISTEM EKONOMI PEDESAAN

Oleh :

Kelompok 11 :

Annisa Agma 1210332030

Anne Shintia 1210332007

Febby Saviola 1411211037

Suci Hidayati Marzah 1411211039

Intan Pertiwi Saharani 1411211038

Riska helfina 1411211049

Irma Widia Sari 1411211066

Dosen Pembimbing : Mhd. Nur. Dr. MS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG, 2015
Kata Pengantar

Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu tugas pada
mata kuliah Ilmu Sosial Dasar. Makalah ini penulis susun dengan judul “Sistem
Perekonomian Masyarakat Pedesaan”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan baik moril maupun material dalam proses penulisan makalah ini. Akhirnya, penulis
mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi semua pihak, baik pembaca maupun
penulis sendiri.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
dari cara penulisan, penyusunan,maupun isinya. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran untuk kesempurnaan makalah ini.

Padang, Mei 2015

Penulis
Daftar Isi
Hal

Kata Pengantar......................................................................................................................... 2
Daftar Isi ................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
A. Latar belakang .............................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 5
1. Sejarah Ekonomi Pedesaan dan Teori Sosial .............................................................. 5
1.1 Sejarah ekonomi pedesaan ..................................................................................... 5
1.2 Teori Sosial ............................................................................................................... 7
2.Sistem Perekonomian Masyarakat Pedesaan ................................................................ 8
2.1 Ekonomi pedesaan ................................................................................................... 8
2.2 Pertanian Masyarakat............................................................................................. 9
3. Faktor-Faktor Ekonomi Pedesaan ............................................................................. 11
3.1. Determinan Dalam Sektor Ekonomi Desa ......................................................... 11
3.2. Hubungan Manusia dan Tanah .......................................................................... 13
3.3. Perbedaan Ekonomi Desadengan Ekonomi Pasar ............................................ 16
3.4. Dampak Ekonomi dari Keadaan Sosial Masyarakat Desa dan Kota ............. 17
3.5. Ekonomi Pedesaan yang saling Mempengaruhi Antara Sistem Ekonomi Dan
Sistem Sosial ................................................................................................................. 18
4. Contoh Sistem Ekonomi Pedesaan .............................................................................. 19
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 20
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 20
B. Saran............................................................................................................................ 20
Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam hal ini penulis akan membahas tentang sistem ekonomi pedesaan serta hal-hal
yang bersangkutan di dalamnya. Sistem ekonomi adalah sistem yang digunakan oleh suatu
negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun
organisasi di negara tersebut.
Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilian ikatan perasaan batin yang kuat sesama
warga negara desa karena beranggapan sama-sama sebagai anggota masyarakat yang saling
mencintai, saling menghormati, mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama terhadap
keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimasud dengan sistem ekonomi?
2. Apakah yang dimaksud dengan Sistem Perekonomian Masyarakat Pedesaan ?
3. Bagaimanakah faktor-faktor ekonomi di pedesaan ?
C. Tujuans
1. Mengetahui defenisi Sistem Ekonomi
2. Mengetahui Sistem Perekonomian Masyarakat Pedesaan
3. Mengetahui Faktor-faktor ekonomi di Desa
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah Ekonomi Pedesaan dan Teori Sosial
1.1 Sejarah ekonomi pedesaan
Sejarah ekonomi masih merupakan daerah yang relatif asing bagi sejarawan Indonesia
sekalipun sejarah ekonomi diajarkan di jurusan-jurusan sejarah. Di negeri-negeri barat sendiri
sejarah ekonomi juga merupakan disiplin yang relative baru. Meskipun sejarah ekonomi
sudah ditulis orang jauh sebelumnya, tetapi chair untuk sejarah ekonomi yang pertama di
dunia baru ada di Harvard pada tahun 1892, dan chair serupa di Inggris baru ada pada tahun
1910.
Sejarah ekonomi yang secara formal berdiri sendiri lepas dari subordinasi pada sejarah
politik itu ingin mencari maknanya sendiri dalam memperlajari corak dan penjumlahan dari
hubungan manusia yang bersifat ekonomi, sosial dan budaya. Pada kurun-kurun sebelumnya
political economy lebih berpengaruh dalam penulisan-penulisan sejarah ekonomi. Sejarah
ekonomi yang telah melepaskan diri dari ekonomi politik terus berkembang dan mencapai
puncaknya dalam studi yang semakin canggih, degan penggunaan metode quatitalis yang
maju dalam gerakan the new economic history.
Ekonomi pedesaan dan ekonomi petani tidak selalu searti, namun banyak yang
menyamakannya dalam beberapa hal tertentu. Ciri-ciri ekonomi petani sebagaimana
dikemukan Daniel thornier, seorang antropolog yang menganggap ekonomi petani sebagai
sebuah kategori dalam sejarah ekonomi, ialah:
1. Dalam bidang produksi, masyarakat terlibat dalam produksi agrarian;
2. Pendudukanya harus lebih dari separuhnya terlihat dalam pertanian
3. Ada kekuasaan Negara dan lapisan penguasaanya
4. Ada pemisahan antara desa dengan kota, jadi ada kota-kota dengan latar belakang
desa-desa
5. Satuan produksinya ialah keluarga rumah-rumah petani.
Ekonomi petani, menurut Thornier yang mengukuhkan pendapat ahli ekonomi Rusia.
Charanov, tidak termasuk dalam salah satu kateogri sudah ada, hingga sepantasnya kalau
ekonomi petani yang banyak tedapat di Negara-negera yang sedang berkembang itu mendapat
tempat-tempat yang tersendiri. Ia juga tidak puas dengan semata-mata menyebut ekonomi
petani sebagai perwujudan cara produksi Asia.
Pertemuan antara ekonomi ekspor, baik melalui peraturan tanam paksa maupun
perkebunan swasta pada abad ke-19, merupakan pertemauan antara dua cara produksi dengan
akibat-akibat yang menarik perhatian sejarah ekonomi. Tidak kurang dari itu sebenarnya ialah
pertemuan antara dua system ekonomi sebagai dikemukakan oleh Boeke sejak lama, yang
sampai sekarang pun masih berlaku dalam pengeritian pengerian tertentu.
Sejarah ekonomi local sangat penting karena tiap-tiap daerah di Indonesia menempuh
jalan sendiri-sendiri dalam perkembangan ekonomi. Perbedaan regional itu disebabkan oleh
berbagai factor pertama, ada atau tidak adanya organisasi kenegeraan. Dalam hal ini
perbedaan terjadi antara berbagai daerah yang disebabkan oleh corak kerajaan-kerajaan atau
organisasi social setempat yang berbeda.
Pembatasan satuan wilayah dapat mempergunakan berbagai cara. Di antara
kemungkianan itu ialah pendekatan wilayah produksi, wilayah pemasaran, wilayah
penukaran, wilayah georgrafis, wilayah administrative dan wilayah adat.
Wilayah produksi dapat berupa daerah yang diliputi oleh produksi sejenis, seperti
misalnya daerah nelayan dipantai utara Jawa, Sumatera Timur, dan sebagainya Madura yang
menghasilkan garam sebagai satuan wilayah produksi. Dekat hubungan dengan wilyah
produksi pemasaran. Di masa lalu, dapat dibayangkan, teknologi transportasi yang berbeda.
Lingkaran pemasaran yang dengan lingkaran kereta api dan truk.
Selanjutnya, sangat penting dalam sejarah ialah satuan waktu dalam sejarah ekonomi,
terutama yang mementinagkan soal pertumbuhan ekonomi, masalah tahapan perkembangan
selalu menajdi perhtian yang utama. Tidak saja dalam skala makro kita dapat berbicara
tentang system ekonomi atau cara produksi, tetapi juga dalam lingkup mikro.
Untuk penelitian sejarah, pendekatan terhadap tahapan ekonomi tidak perlu harus
menggunakan ukuran-ukuran ekonomi. Tahapan pertumbuhan ekonomi sebagaimana
dikemuakan oleh Rostow dalam the stages of economi growth yang menggunakan ukuran
produksitvitas sebagai kriteria untuk tahapan, kiranya hanya dapat berlaku bagi masyarakat
industrial, dan sedikti saja relevansinya dengan system ekonomi pedesaan atau petani di masa
lampau. Dalam pendekatan Rostow, secara kasar masyarakat tradisional hanya disebutnya
sebagai masyarakat tradsisonal, yang sedikti saja menjelaskan kompleksitas Rostow, secara
kasar masyarakat tradisional hanya disebutnya sebagai masyarakat tradsisonal, yang sedikit
saja menjelaskan kompleksitas ekonomi yang dibuat oleh Heilbroner lebih menjangkau
masala lalu sejarah manusia.Di kemukakannya tiga system ekonomi, ekonomi berdasarkan
tradisi, perintah dan pasar.
Setelah kita mendapatkan satuan wilayah dan satuan waktu, kita perlu juga memahami
satuan permaslahan dalam sejarah ekonomi pedesaan. Permasalahan ekonomi pedesaan atau
ekonomi petani tentu tidak sama dengan ekonomi industrial atau ekonomi kota. Dalalm
pengertian kita disini, ekonomi pedesaan memasukan juga ekonomi primitive sekaligus
ekonomi petani, yang kedua-duanya masih terdapat dalam masyarakat dengan kerangka
ekonomi pasar sekarang ini. Beberapa kemungkinan permasalahan yaitu tentang factor-factor
ekonomi, sector-sector ekonomi, lembaga-lemabga ekonomi, komoditi, pertumbuhan, dan
problem-problem.
Ketataannya sejarah ekonomi lebih banyak memerlukan penggunaaan teori, model dan
konsep-konsep ilmu sosial, termasuk ilmu ekonomi sendiri. Model tentang pertumbuhan
ekonomi, misalnya, akan mampu memerangkan peristiwa dan struktur secara jelas. Teori,
model dan konsep itu dapat diambil dari ilmu ekonomi konvensional yang terutama sangat
baik untuk menganalisa sector komersial dari organisasi ekonomi petani. Juga ilmu ekonomi
konvensional dapat berguna dalam menghitung penampilan ekonomi baik yang primitive,
petani, industry kapitalis, maupun industry komunis.
Bagi mereka yang melihat teori ekonomi murni dan statistic merupakan daerah
terlarang, seperti sejarawan yang dihasilkan oleh fakultas-fakultas Sastra di Indonesia, sejarah
ekonomi masih tetap terbuka. Seperti sudah disinggung, aktivitas ekonomi masih tetap
merupakan aktivitas manusia, sehingga sejarah ekonomi pun tidak lepas dari setting sosial
dari pengalaman manusia dan imajinasi manusia. Disini motif, nilai, dan sikap masih
merupakan hal yang penting. Sejarah ekonomi dapat diletakan dalam kerangka sejarah
interdisipliner. Untuk keperluan itu dibawah ini akan dikemukakan berbagai permasalahan
sejarah ekonomi pedesaan yang dibicarkan oleh ahli-ahli ilmu social di luar ilmu ekonomi.

1.2 Teori Sosial


Sekalipun sejarawan akan menggunakan teori dalam penulisannya, tetapi sejarawan lain
dengan teori social dalam banyak hal. Teri social hanya meneruh perhatian pada segmen
waktu yang singkat, mengasumsikan bahwa system hukum dam politik tetap, sedangkan
sejarawan terutama membicarakan periode yang lebih panjang dengan tekanan pada struktur
institusional. Mengenai system pasar misalnya, sejarawan juga ingin melihat kekuatan-
kekuatan apa yang ada di belakangnnya. Sejarawan mempelajari kondisi, struktur kelas dan
kebijakan dari negera. Namun sejarawan juga menjadi teori social pada waktu ia
membicarakan, dan memberi makna.
sejarah eknomi semacam dualisme ini akan merupakan sumbangan bagi penilitan
ekonomi yang dapat membantu memcahakan masalah-masalahnya, demikaian Fernan
Braudel. Untuk kerpeluan itu sebuah dialog sejarah ekonomis dan ekonomi perlu diadakan.
Meskipun demikian, menurut Clerk, yang sungguh tidak mungkin dan tidak diharapakan
bahwa teori social dapat, menunjukan pada sejarawan apa yang di harus dicari, demikian pula
sejarawan tidak dapat memenuhi sepenuhnya informasi apa yang diperlukan oleh teori sosial
secara pasti. Dengan mengetahui sejarah pertumbuhan ekonomi disatu masa, ahli ekonomi
dapat melihat waktu kontemporer dalam sebuah kerangka masa depan yang panjang, dan
dapat mengeluarkan ahli ekonomi dari semata-mata pemecahan masalah ekonomi jangka
pendek.
Secara garis besar, memperkuat basis ekonomi desa bisa melalui tiga cara berikut :
1.Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
2.Pengembangan Kemampuan dan Permodalan
3.Pengembangan kelembagaan ekonomi kerakyatan
4. Memperkuat basis ekonomi sebuah desa melalui pemberdayaan kelompok di masyarakat
dinilai sangat efektif dan efisien.
Hal itu dipertegas dengan pembuktian bahwa yang mengenali potensi sebuah desa
adalah masyarakat sekitar, bukanlah masyarakat dari desa atau daerah lain. sehingga
pemberdayaan kelompok dilakukan untuk memaksimalkan manfaat yang didapat dan mampu
mengurangi risiko yang muncul. Melalui pemberdayaan, kelompok masyarakat akan semakin
berupaya menggali dan mengekspor potensi desanya yang berdampak Pada semakin kuatnya

basis ekonomi desa yang tebentuk atas partisipasi masyarakat yang sadar akan pembangunan.

2.Sistem Perekonomian Masyarakat Pedesaan


2.1 Ekonomi pedesaan
Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk
mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di
negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi
lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya. Dalam beberapa
sistem, seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi.
sistem, seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi. Sementara dalam
sistem lainnya, semua faktor tersebut di pegang oleh pemerintah. Kebanyakan sistem
ekonomi di dunia berada di antara dua sistem ekstrem tersebut.
Selain faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem tersebut
mengatur produksi dan alokasi. Sebuah perekonomian terencana (planned economies)
memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi hasil
produksi. Sementara pada perekonomian pasar (market economic), pasar lah yang mengatur
faktor-faktor produksi dan alokasi barang dan jasa melalui penawaran dan permintaan.
Masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai
oleh adat istiadat lama. Masyarakat pedesaan juga ditandai dengan pemilian ikatan perasaan
batin yang kuat sesama warga negara desa karena beranggapan sama-sama sebagai anggota
masyarakat yang saling mencintai, saling menghormati, mempunyai hak dan tanggung jawab
yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.
Ciri-ciri masyarakat pedesaan adalah
a) Di dalam masyarakat pedesaan di antara warga nya mempunyai hubungan yang lebih
mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar
batas-batas wilayahnya.
b) Sistem kehidupan umurnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
c) Sebagaian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.
d) Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat istiadat
dan sebagainya.
Adapun gejala sosial yang sering dialami masyarakat pedesaan :
a) Konflik ( Pertengkaran fisik )
b) Kontraversi ( Pertentangn pendapat )
c) Kompetisi ( Saling bersaing )

2.2 Pertanian Masyarakat


Berbicara ekonomi masyarakat desa berarti berbica tentang bagaimana masyarakat desa
memenuhi kebutuhan jasmani. Sistem ekonomi masyarakat desa terkait erat dengan sistem
pertaniannya. Akan tetapi sistem pertanian masyarakat desa tidak hanya mencerminkan
sistem nilai, norma-norma, sosial atau tradisi, adat istiadat serta aspek-aspek kebudayaan
lainnya, melainkan masyarakat desa menyikapi sistem pertaniannya sebagai way of life.
Sistem pertanian di indonesia berdasarkan menurut beberapa ahli :
1). D. Whitlesey meliputi tipe bercocok tanam di ladang, bercocok tanam tanpa irigasi yang
menetap, bercocok tanam yang menetap dan intensif dengan irigasi sederhana berdasarkan
tanaman pokok padi, dan pertanian buah-buahan. Sedangkan pembagian dari Frithjof di
Indonesia terdapat tiga tipe sistem pertanian yaitu perladangan berpindah, pertanian keluarga,
dan pertanian kapitalistik.
2). Dr. Murbyarto membedakan dua sistem pertanian yaitu pertanian rakyat dan perusahaan
pertanian.
A. Pertanian rakyat adalah adalah suatu sistem pertanian yang dikelola oleh rakyat pada
lahan / tanah garapan seseorang untuk memenuhi kebutuhan makanan / pangan dalam
negeri. Indonesia adalah negara agraris di mana sebagian besar masyarakatnya hidup
dari mata pencaharian sebagai petani yang bercocok tanam atau bertani.
Ciri-Ciri Pertanian Rakyat :
1. Modal Kecil
Pada umumnya masyarakat pedesaan yang menjadi petani hidup dalam keadaan
miskin. Dengan demikian modal yang dimiliki pun sedikit yang mengakibatkan teknik,
peralatan dan perlengkapan yang digunakan masih tergolong sederhana. Dengan
berbagai barang modal yang berteknologi rendah itu tentu saja tidak akan menghasilkan
hasil pertanian yang besar.
2. Sistem dan Cara Pengolahan Lahan yang Sederhana
Akibat keterbatasan dana, maka sistem yang digunakan untuk bercocoktanam pun
juga menjadi sederhana. Dengan modal yang besar pada umumnya akan dapat
menerapkan teknologi tinggi untuk mengikatkan kualitas dan kuantitas hasil panen.
3. Tanaman yang Ditanam Adalah Tanaman Pangan
Rakyat petani Indonesia pada umumnya menanam tumbuhan yang dapat dijadikan
bahan makanan. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi para petani yang secara
umum di bawah garis kemiskinan. Tanaman yang ditanam pun merupakan tanaman
pangan sehari-hari agar jika tidak laku terjual dapat dikonsumsi atau dimakan sendiri.
Selain itu tanaman pangan memiliki sifar pasar yang inelastis, sehingga produk pangan
itu akan selalu laku di pasaran tanpa dapat banyak dipengaruhi oleh harga.
4. Tidak Meliki Sistem Administrasi yang Baik
Para petani Indonesia pada mulanya bekerja sendiri-sendiri tanpa membuat
perkumpulan petani. Dengan diperkenalkannya sistem koperasi, maka pertanian di
Indonesia dapat melangkah ke arah yang lebih baik. Koperasi merupakan organisasi
badan hukum yang didirikan dengan tujuan untuk mensejahterakan anggota-
anggotanya. Dengan sistem administrasi koperasi yang baik maka para petani ini akan
lebih memiliki posisi daya tawar dan daya saing yang lebih baik dibandingkan dengan
bekerja sendiri-sendiri. dan perusahaan pertanian.
B. Perusahaan pertanian adalah perusahaan yang mengolah dan memanfaatkan tanah
agar menjadi lahan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan. Perusahaan pertanian
termasuk kedalam perusahaan agraris karena kegiatannya sangat dipengaruhi oleh
keadaan tanah dan iklim.
Sehubungan dengan sistem ekonomi maka sistem pertanian meliputi tiga era, yaitu era
bercocok tanam yang bersahaja, era pertanian prakapitalistik, dan era pertanian kapitalistik.
Pada awal ditemukannya bercocok tanam, kegiatan pertanian nenek moyang kita hanya
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan sendiri, belum melembaga sebagai pertukaran.
Sedangkan pada era pra-kapitalis, bercocok tanam tidak lagi sekedar untuk meemnuhi
kebutuhan pangan melainkan juga mencakup kebutuhan-kebutuhan lain di luar kebutuhan
pangan. Pada era inilah sistem pertanian mulai identik dengan sitem ekonomu. Pada era
kapitalistik, sistem pertanian tidak hanya dikelola untuk sekedar memenuhi kebutuhan
keluarga melainkan dengan sengaja dan sadar diarahkan untuk meraih keuntungan (profit
orientid).

3. Faktor-Faktor Ekonomi Pedesaan

3.1. Determinan Dalam Sektor Ekonomi Desa


1. Faktor Keluarga

Dalam bukunya “Prakapitalisme di Asia” 1962 oleh J.H Boeke mengemukakan bahwa
keluarga merupakan unit swasembada artinya keluarga mewujudkan suatu unit mandiri yang
dapat menghidupi keluarga itu sendiri lewat kegiatan pertanian.
Roucek dan Warren (1962) menyatakan juga bahwa fungsi keluarga sebagai unit
ekonomi atau produksi (disamping sebagai unit sosial) adalah salah satu karakteristik
masyarakat desa. Hal ini sebagai contohnya dapat dilihat di keluarga petani di Jawa
tradisional (prakapitalistik atau semi prakapitalistik), dalam keluarga tipe ini suami
mengerjakan sejumlah pekerjaan sekaligus seperti membuat persamaian bibit, mengolah
lahan, hingga siap tanam bahkan menyiang, dll. Sedang istri mengerjakan sejumlah kegiatan
seperti mengirim makanan, menanam padi, menuai padi, menumbuk padi, dll. Lalu anak-
anaknya sesuai jenis kelamin membantu mereka disawah.
Pentingnya fungsi ekonomi dalam keluarga petani prakapitalistik juga dikemukakan
oleh A.V Chaianov, menurutnya karakteristik yang sangat mendasar dari ekonomi petani
prakapitalistik adalah bahwa ekonomi mereka merupakan ekonomi keluarga. Seluruh
organisasinya ditentukan ukuran dan komposisi keluarga petani itu dan koordinasi tuntutan-
tuntutan konsumsinya dengan jumlah tangan yang bekerja.
Karena keluarga merupakan unit ekonomi swasembada mandiri, maka pada tingkat
masyaarakat sebenarnya tidak terdapat sistem ekonomi yang jalin menjalin, saling tergantug
seperti dalam masyarakat kota. Maka pada masyarakat desa hakekatnya msyarakat bukanlah
merupakan satu kesatuan ekonomi melainkan lebih merupakan kesatuan sosial.
2. Faktor Tanah
Dua karakteristik pemilikan lahan memiliki pengaruh khas terhadap sistem pertanian
ekonomi. Karakteristik pemilikan ini adalah menyangkut luas sempitnya pemilikan lahan, dan
sistem land tenure. Pengaruh luas sempitnya lahan terhadap sistem pertanian ekonomi :
Pemilikan lahan sempit cenderung pada system pertanian yang intensif, terlebih jika
ditunjang kesuburan tanah yang tinggi, contohnya pertanian sawah di Jawa umumnya,
sedangkan pemilikan tanah yang luas cenderung pada ekstensifikasi, contohnya perkebunan
diluar Jawa umumnya. Pengaruh perbedaan dalam luas pemilikan lahan pertanian yang luas.
Desa atau lingkungan tertentu yang memiliki lahan pertanian rata-rata sama luasnya (one
class system) akan berbeda pengaruhnya terhadap sistem pertanian ekonomi dibanding
dengan desa yang rata-rata pemilikan lahan warganya tidak sama (tuan tanah berhadapan
dengan petani atau penggarap buruh disebut two class system).
Petani-petani dalam one class system cenderung menjadi petani pemilik penggarap. one
class systemdengan pemilikan lahan yang rata-rata luas seprti di AS akan lebih mudah
menerima pembaruan sistem pertanian. two class system dilain pihak, akan melahirkan
system pertanian yang penggarap. Hubungan keduanya disebut patronclient relationship.
Dalam two class system modernisasi petani sulit dikembangkan karena kebanyakan petani
tidak memiliki lahan pertanian sendiri, sedangkan tuan tanah tidak begitu tergiur kepada
pembaruan pertanian yang menjanjikan peningkatan produksi dan keuntungan, kaarena
mereka telah sangat mapan.
3. Faktor Pasar
Pasar secara umum diartikan sebagai tempat terjadinya transaksi jual beli berbagai
barang, merupakan faktor yang sangat mempengaruhi sistem ekonomi pertanian. Cocok
tanam baru memiliki arti sebagai sistem ekonomi tatkala petani mulai mempertukarkan hasil-
hasil pertanian mereka untuk berbagai kebutuhan selain untuk makan. Dengan adanya pasar
terjadi hubungan selain ekonomi yakni sosial kultural.
Dalam bukunya Eric R. Wolf “Petani Suatu Tinjauan Antropologi” beberapa ringkasan
dapat disimpulkan : masyarakat desa cenderung membentuk dan mempertahankan cirinya
sebagai komunitas, ciri-ciri pembedanya bisa berkait dengan jenis tanaman khusus atau
produk tertentu yang dihasilkan (sebagian atau seluruh) komunitas itu, dan terjadi pertukaran
dipasar berdasar atas kekususan yang dimiliki masing-masing komunitas tersebut.
Peranan pasar tidak hanya menciptakan sistem ekonomi pertanian yang mengarahkan
perkembangan ciri-ciri komunitas desa (untuk menyesuaikan peran mereka dalam pertukaran
pasar). Peranan pasar juga menyebabkan semakin berkembangnya jaringan ketergantungan
antara komunitas desa satu dengan lainnya. Peran yang dimainkan dipasar itu (terutama pasar
jaringan) juga semakin banyak penduduk desa yang tidak tergantung pada pertanian. Mulai
terlihat penduduk desa yang secara jelas menjadi kelompok pedagang. Secara demikian desa
tidak lagi menjadi wilayah yang mandiri secara sosial dan ekonomi, melainkan telah menjadi
bagian dalam satuan sosial ekonomi yang lebih luas. Dalam konteks ini sistem ekonomi
pertanian semakin kompleks, menampung dan mengakomodasikan pengaruh-pengaruh luar
desa.

3.2. Hubungan Manusia dan Tanah


Hubungan antara manusia (masyarakat desa) dan tanah mencangkup bentuk dan sifat.
Terpenting adalah pembagian dan penggunaan tanah (land division and land use), pemilikan
serta berbagai bentuk penguasaan tanah (land tenure), dan termasuk luas sempit penguasaan
tanah (size of land holding). Cara bagaimana dibagi (land division) dan digunakan (land use)
diantara dan oleh penduduk tertentu (desa) sangat menentukan pengaruh terhadap kehidupan
sosial masyarakat (desa) tersebut. Besaran pengaruh tergantung kepada tingkat perkembangan
masyarakat itu. Untuk masyarakat desa yang masih tradisional, land division dan land
use tidak begitu terlihat bentuk maupun peranannya, sebaliknya untuk masyarakat pertanian
yang sudah maju. Masyarakat desa yang maju terdapat pola mengenai pembagian tanah
diantara penduduk dan digunakan untuk kepetingan umum pula (untuk jalan, tempat umum)
contohnya di Amerika Serikat.
AS sebagai Negara berpenduduk imigran dari penjuru dunia memiliki potensi terjadinya
“rebutan tanah”. Hal ini karena imigran eropa terbanyak di AS sudah modern telah
terdeferensiasi cara hidupnya termasuk para petani disana. Di AS dikenal sejumlah tipe land
division seperti: pola-pola hadap sungai (riverfront patterns), system dengan bentuk empat
segi panjang (rectangular systems), system papan main dam (checkerboard syatem), dll. land
division dan land use menyangkut pula pengalihan dan pewarisan hak dari satu tangan
kelainnya, baik vertikal (orang tua ke anak) atau horizontal (transaksi jual beli).
Fenomena lain dari hubungan manusia dan tanah terlihat dari konsep pemilikan dan
penguasaan tanah (land tenure), menurut Smith dan Zof adalah hak-hak yang dimiliki
seseorang atas tanah, yakni hak sah untuk menggunakan, mengolah, menjual, dan
memanfaatkan bagian-bagian tertentu dari permukaan tanahnya. Pokok pembicaraan Smith
dan Zof berpangkal pada dual hal yakni: sifat dari hak-hak atas kekayaan tanah beserta cara
dalam mana sifat itu tercipta, dan klasifikasi dari mereka yang terlibat dalam proses pertanian
berdasarkan system land tenure yang ada. Menurut mereka jenis-jenis land tenure didunia
bervariasi, namun dalam garis besarnya yakni: system yang dikembangkan dinegara komunis,
hak atas tanah ada pada Negara, dan system dalam berbagai variasi menempatkan hak atas
tanah dibawak kepemilikin orang perorangan.
Pemilahan status land tenure tersebut tidak hanya dilihat sebagai perbedaan
kepemilikan serta fungsi-fungsi yang terlekat padanya, melainkan dilihat dari dimensi
sosialnya, dimensi sosial pemilahan tersebut menggambarkan struktur sosial (khususnya
stratifikasi sosial) dari masyarakat (desa) yang bersangkutan. Secara garis besar dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa kepemilikan tanah yang rata-rata sama lebih menguntungkan
bagi perkembangan masyarakatnya dibanding keemilikan tanah yang tidak rata atau timpang.
Untuk masyarakat berkembang khususnya di Indonesia sendiri memiliki heterogenitas
yang kuat sehingga malah menibulkan kesulitan dalam menggambarkan secara umum system
hubungan masyarakat desa dan tanah mereka. Daerah geografis Indonesia yang luas dan
beragam juga berpengaruh. Sebelum Indonesia merdeka, banyak daerah yang memiliki adat
istiadat tradisi tersendiri, bahkan pemerintahan sendiri (kerajaan). Kondisi geografik dan
belum hadirnya teknologi maju menyebabkan isolasi phisik lalu menciptakan isolasi sosial
cultural. Ketika Indonesia merdeka lalu menetapkan peraturan-peraturan yang mengatur tata
milik dan tata guna tanah secara nasional, terjadi masalah pada ketentuan legal formal dengan
hukum adat setempat.
Awal kemerdekaan dan agak lama setelah itu, masyarakat desa Indonesia bisa dikatakan
tidak mengalami masalah land division dan land use, karena ada pengaturan adat yang
melembaga sebelum Indonesia merdeka, dan jumlah penduduk yang belum padat (khususnya
Jawa). Namun setelah terjadi pergeseran pemilikan tanah dari system pemilikan kolektif ke
pribadi, meledaknya jumlah penduduk, dan berkembangnya kegiatan diluar sektor pertanian
(industri, bangunan) maka permasalahan land division dan land usesemakin dirasa.
Di Indonesia sendiri, masalah land tenure lebih dirasa ketimbang land division, terlihat
pada masyarakat petani kelas bawah dan tidak begitu terlihat pada petani ladang. Luas area
sawah memang sempit dari pada luas area petani pekebun, namun karena petani sawah
merupakan petani paling banyak jumlahnya (di Jawa) maka peranannya sangat besar.
Persewaan adalah bentuk ikatan ekonomi antara pemilik tanah dan penyewa yang
dimana pemilik tanah menyerahkan hak guna tanahnya kepada penyewa, sedang si penyewa
menyerahkan sejumlah uang, untuk jangka waktu tertentu, keuntungan, kerugian, dan biaya
produksi berada ditangan penyewa, dan apabila jangka waktu persewaan berakhir maka
dengan sendirinya tanah tersebut kembali pada pemiliknya.
Pergadaian adalah suatu bentuk ikata ekonomi antara pemilik tanah dengan pihak lain
yang dimana si pemilik tanah menyerahkan hak guna tanahnya kepada pihak lain, pihak lain
(pemegang gadai) menyerahkan sejumlah uang yang besarnya sesuai dengan persetujuan, hak
guna tanah itu baru bisa dimiliki oleh pemilik tanah lagi setelah si pemilik tersebut dapat
mengembalikan uang gadainya. Minimal transaki pergadaian ini satu kali panen.
Penyakapan atau system bagi hasil adalah suatu bentuk ikatan ekonomi sosial yang
dimana si pemilik tanah menyerahkan tanahanya untuk digarap orang lain, umumnya
mengenai beban dan resiko ditanggung bersama serta mengenai besarnya bagian yang
diterima masing-masing pihak, yang kuat posisisnya akan berada pada pihak yang
diuntungkan, lebih sedikit menanggung resiko dan tentu mendapat lebih banyak hasil panen.
Maro adalah bagi hasil yang masing-masing pihak (pemilik tanah dan penyakap)
mendapat separuh dari hasil panenan. Bentuk lain, yakni Mertelu, bila pembagian hasil antara
pemilik tanah dan penyakap adalah sepertiga dari dua pertiga bagian, sedangkan Mrapat
yakni bila pembagian hasil menjadi seperempat dari tiga perempat bagian.
Kedokan adalah hampir menyerupai sistem bagi hasil, yakni bahwa si penggarap atau
buruh tani memperoleh imbalan berupa hasil panen, bukan hasil upah uang.
Tebasan adalah suatu bentuk transaksi pengalihan hak guna yang dimana dalam
tanaman yang telah siap panen dijual kepada pihak lain, sedangkan Ijon adalah suatu bentuk
transaksi dalam mana pemilik tanaman menjual tanamannya kepada peihak lain tatkala
tanaman itu masih jauh dari usia panen.
Berdasar pola pemilikan dan penguasaan tanah semacam diatas, maka kaum petani
dapat digolongkan menjadi : pemilik penggarap murni (petani yang hanya bisa menggarap
tanah miliknya sendiri), penyewa dan penyakap murni (yakni mreka yang tidak memiliki
tanah tetapi menguasai tanah garapan melalui sewa atau bagi hasil), pemilik penyewa dan
atau pemilik penyakap (yakni petani disamping menggarap tanahnya sendiri juga menggarap
tanah milik orang lain lewat persewaan atau bagi hasil), pemilik bukan penggarap (yakni bila
tanah miliknya disewakan atau disakapkan kepada orang lain yakni penyakap, penggarap,
atau buruh tani), dan petani tunakisma atau buruh tani.
Karena AS merupakan Negara imigran terbanyak pemerintah perlu lebih teliti dan
cermat dalam menyikap hubungan yang terjadi antara masyarakat dengan tanahnya,
pemerintah harus lebih selektif mementingkan masyarakat lokal tetapi dilain sisi masyarkat
imigran juga tidak terdiskriminasi dengan adanya peraturan yang tegas yang diberlakukan
oleh pemerintah AS itu sendiri, perlu adanya peraturan yang tegas pada intinya agar nantinya
hal-hal semacam itu nantinya tidak dijakan sebuah keuntungan besar-besaran, politisasi, atau
komersil semata. Selain itu juga dengan peraturan-peraturan yang jelas dan tegas serta
penangan masalah yang tepat dan tidak keluar dari jalur, hal ini dapat dicatat dalam statis
untuk kedepannya memperbaiki masyarakat petani bagaimana baik buruknya atau mencari
keuntungan yang lebih besar tanpa terus-terusan dengan hasil yang sama dan kurang
maksimal.
Jika di Indonesia sendiri hubungan manusia dengan tanah sudah sangat komplek, bukan
hanya manusia dan tanahnya saja yang menjadi masalah, malahan merembet kejalur politik
karena dipolitisasi, mencari keuntungan oleh segelintir orang tertntu, dan akhirnya marak
terjadi akhir-akhir ini bentrok yang tak lain dan tak bukan disebabkan masalah hubungan
manusia (petani) dengan tanah. Lagi-lagi peraturan yang diberlakukan pemerintah tidak tegas,
masih saja petani jatuh miskin atau tetap menjadi petani bawah karena kurangnya perhatian
dari pemerintah, mereka memasok berbagai hasil pertanian tetapi harga yang ditetapkan
pemerintah tidak sebanding dengan jerih payah usaha petani Indonesia sekarang ini, alhasil
petani kita tetap menjadi petani bawah, dan itu sudah teurun temurun. Dengan orang-orang
tertentu yang ingin berkuasa menyebabkan petani semakin banyak khususnya buruh tani.

3.3. Perbedaan Ekonomi Desadengan Ekonomi Pasar

Ciri Ekonomi Desa Ekonomi Pasar


Kepemilikan Sekumpulan orang (anggota) Pemilik modal, Inovator,
dan individual.
Asas Pendiriannya Kekeluargaan, kekerabatan Kepentingan pemilik modal
Alasan didirikan Adanya kesamaan kebutuhan Adanya permintaan pasar
dan kepentinagan ekonomi yang menjanjikan
bersama keuntungan besar bagi
pemilik modal
Pendirinya Kumpulan anggota Indidu-individu pemilik
modal
Tujuan Meningkatkan pendapatan Memperoleh keuntungan
dan kesejahteraan semua ekonomi besarnya bagi
anggootanya pemilik modal

3.4. Dampak Ekonomi dari Keadaan Sosial Masyarakat Desa dan Kota
Secara ekonomi perbandingan antara masyarakat desa dan kota dapat mudah

diketahui, masyarakat kota pembangunan ekonominya jauh lebih baik dibandingkan


masyarakat desa, namun walaupun demikan, pembangunan ekonomi di kota tetap bergantung
pada pembangunan ekonomi di desa. Contohnya, masyarakat yang tinggal di desa cenderung
mendapatkan nafkah dari bercocok tanam ataupun mencari ikan sebagai nelayan. Setiap
sorenya, masyarakat di desa mengirim sebagaian besar hasil panennya ke kota untuk
mendapatkan uang dan kemudian di gunakan untuk membeli makanan untuk keluarganya.
Di kota, hasil panen tadi dijual ke pasar dan dibeli oleh masyarakat di kota untuk
makan, tidak sedikit pula yang dikirim ke luar negeri (ekspor). Contoh tadi jelas
memperlihatkan bahwa pembangunan masyarakat di desa sangat statis, dalam artian kurang
berkembang jika dibandingkan dengan masyarakat kota yang cenderung bereksplorasi dengan
kondisi dan keadaan lingkungan. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial yang ada
pada kedua kelompok besar masyarakat ini.
Keadaan sosial masyarakat di desa belum dipengaruhi oleh budaya luar (Negeri),
sehingga mereka cenderung lebih mengikuti adat istiadat leluhur mereka ketimbang
mengadaptasilingkungan eksternal mereka. Cara berpikir yang masih berpola pada keadaan
internal lingkungan membuat masyarakat desa lebuh lama maju dalam bidang ekonomi.
Semua memang di pengaruhi oleh tingakt pendidikan di desa yang kebnyakan belum
tersentuh secara maksimal oleh teknologi ilmu pegetahuan. Meskipun demikian tidak sedikit
juga masyarakat desa yang mulai maju karena mengadaptasi sistem pembangunan di kota.
Masyarakat kota yang telah banyak mengadaptasi sistem pembangunan ekonomi dari
luar dapat berkembang dan maju lebih cepat pastinya bila dibandingkan dengan masyarakat
desa. Sistem perdagangan yang kebanyakan diterapkan oleh orang-orang yang tingkat
pendidikannya tinggi mengakibatkan pembangunan ekonomi di kota melesat cepat. Jadi,
dampak pembangunan ekonomi dari dua kelompok besar masyarakat ini sangat didasarkan
oleh pola pikir serta kemampuan dari masing-masing individu yang berada di dalamnya.
3.5. Ekonomi Pedesaan yang saling Mempengaruhi Antara Sistem Ekonomi Dan
Sistem Sosial
Pengaruh Sistem Ekonomi Pertanian Terhadap Sistem Sosial

Pengaruh sistem ekonomi pertanian terhadap sistem ekonomi berkaitan erat dengan
faktor teknologi dan sistem uang kapitalisme. Masyarakat petani yang belum menggunakan
teknologi modern dan belum menggunakan uang dalam sistem perekonomian mereka, maka
dalam kehidupan sosialnya ditandai adanya hubungan-hubungan akrab, informal, serta bebas
santai, karena dengan tidak adanya teknologi modern tercipta kondisi yang membuat mereka
saling tolong menolong (barter, gotong royong). Kedekatan emosional sangat diperlukan
sebab jika tidak hubungan mereka akan tidak pula membuahkan kerjasama langsung.
Namun, kurukunan dan solidaritas yang kuat pada masyarakat desa sebenarnya tidak
hanya tercipta oleh adanya tuntutan kerja sama langsung, melainkan juga disebabkan
kesamaan yang ada pada mereka seperti sama-sama kaum petani, sama-sama tiggal didesa
yang sama, dll. Kerukunan dan gotong royong diantara para petani ini semakin luntur dengan
adanya penggunaan teknologi diantara mereka. Hal ini dapat dimengerti karena dengan
teknologi modern memudahkan penggunanya dalam bertani dan tidak mengurangi hasil
pertanian malah menguntungkannya, serta hanya menggunakan sedikit tenaga kerja manusia.
Akibat hubungan emosional diantara para petani ini semakin luntur atau bahkan hilang.
Pengaruh Sistem Sosial Terhadap Sistem Ekonomi Pertanian

Petani menyikapi pertanian sebagai way of life (kebudayaan) berarti mereka menggeluti
pertanian bukan sekedar sebagai mata pencaharian melainkan menyangkut totalitas kehidupan
mereka. Inti dari pola kebudayaan petani bersahaja atau peasan adalah subsistensi dan
tradisionalisme. Kedua inilah sebagai faktor penghambat terlaksananya proses modernisasi
pertanian dikalangan masyarakat petani desa.
Komersialisasi sulit dikembangkan dalam masyarakat semacam ini, karena mereka
setiap hari dalam hubungannya menggunakan rasionalitas sosial (norma-norma sosial
termasuk adat istiadat). Jika seseorang berperilaku menyimpang dari kebanyakan masyarakat
desa disana maka akan ada sanksi sosial dari masyarakat tersebut. Ikatan sosial yang kuat
terwujud dalam bentuk kerukunan yang tinggi, juga menciptakan semacam keharusan sosial
yakni berbagi dalam hal bertani tentunya seperti merelakan sebagian tanah yang dimiliki
untuk digarap orang lain.
Ciri khas masyarakat desa yang mempunyai hubungan atau ikatan emosional yang
tinggi membuat masyarakat pertanian rukun tanpa adanya suatu masalah yang berarti.
Tetapi ketika sejumlah atau segelintir orang yang ingin memperoleh keuntungan lebih
tanpa memperhatikan hubungan sosial masyarakat pertanian menyebabkan hubungan yang
terjalin sejak lama bahkan turun temurun semakin renggang karena penggunakan teknologi
seeprti sekarang ini, teknologi pertanian modern.
Tetapi masyarakat pertanian sendiri mempunyai aturan yang tak tertulis, yakni suatu
sanksi sosial yang tentunya akan berlaku untuk orang-orang yang menyimpang atau keluar
dari jalur masyarakat petani pada umumnya.

4. Contoh Sistem Ekonomi Pedesaan


Banyak petani di desa memutuskan untuk menanam padi di ladangnya hanya sekedar
karena praktek kakek moyangnya dulu menanam padi juga. Bukan karena harga padi relatif
lebih baik dibandingkan hasil ladang lainnya. Selain itu, kita tahu bahwa untuk menghasilkan
padi berbagai metode menanam padi bisa ditempuh. Namun demikian beberapa petani masih
saja menggunakan alat dan metode produksi padi yang serupa dengan kakek moyangnya
dulu. Mereka tidak berusaha memilih
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
sistem ekonomi dibedakan dari cara sistem mengatur produksi dan alokasi. Masyarakat
pedesaan juga ditandai dengan pemilian ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga
negara desa karena beranggapan sama-sama sebagai anggota masyarakat yang saling
mencintai, saling menghormati, mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama terhadap
keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.
Sistem ekonomi masyarakat desa terkait erat dengan sistem pertaniannya. Akan tetapi
sistem pertanian masyarakat desa tidak hanya mencerminkan sistem nilai, norma-norma,
sosial atau tradisi, adat istiadat serta aspek-aspek kebudayaan lainnya, melainkan masyarakat
desa menyikapi sistem pertaniannya sebagai way of life.

B. Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca khususnya bagi mahasiswa calon tenaga untuk
lebih memahami dan meningkatkan kompetensi serta wawasan mengenai sitem
perekonomian masyarakat pedesaan dan dapat diaplikasikan di dunia kerja.
Daftar Pustaka

Ahmadi, Abu. 2009. Ilmu Sosial Dasar. Rineka cipta: Jakarta


http://www.organisasi.org/1970/01/pertanian-rakyat-arti-pengertian-definisi-ciri-cirinya-
agrikultur-pertanian-dan-peternakan-indonesia-ilmu-geografi.html
https://hendrikofirman.wordpress.com/2009/01/10/sejarah-ekonomi-pedesaan/

Anda mungkin juga menyukai