Anda di halaman 1dari 17

Tugas Individu

Mata Pelajaran: Bhs. Daerah

Prosesi Pernikahan Adat Bugis Bone

Disusun Oleh :

Andi Audita Rizkiyani

IX C

03

Madrasah Tsanawiyah Negeri Watampone

2015
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Prosesi
Pernikahan Adat Bugis Bone” walaupun masih perlu beberapa perbaikan. Dalam
menyusunnya, saya memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak/ibu guru dan
teman-teman saya.

Semoga makalah ini menjadi panutan untuk masyarakat bone terutama yang
beradat bugis agar lebih memahami adat didaerah masing-masing. Dari sanalah
semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit
kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik. Meskipun saya
berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu
ada yang kurang.

Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini dapat lebih baik. Akhir kata saya berharap agar makalah ini
bermanfaat bagi semua masyarakat bone yang membacanya.

Watampone 27 Januari 2015

Penulis
DAFTAR ISI

Kata
Pengantar................................................................................................................i

Daftar Isi
.......................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang
........................................................................................................1
B. Rumusan
Masala......................................................................................................
1
C. Tujuan
..................................................................................................................
....1

Bab II
Pembahasan..................................................................................................
....2

A. Tahap-Tahap Kegiatan Perkawinan Adat Masyarakat Bugis


Bone.........................2
B. Upacara Sebelum Akad
Perkawinan........................................................................3
C. Upacara Setelah Akad
Perkawinan..........................................................................8
Bab III
Penutup.........................................................................................................
.11

A. Kesimpulan..............................................................................................
...............11
B. Saran.........................................................................................................
..............11

Daftar
Pustaka...........................................................................................................
...12

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Seiring dengan perkembangan zaman, sentuhan teknologi modern telah


mempengaruhi dan menyentuh mayarakat Bugis Bone, namun kebiasaan-
kebiasaan yang merupakan tradisi turun temurun bahkan yang telah menjadi adat
masih sukar untuk dihilangkan. Kebiasan-kebiasan tersebut masih sering
dilakukan meskipun dalam pelaksanaannyatelah mengalami perubahan, namun
nilai-nilai dan makna masih tetap terpelihara dalam setiap upacara tersebut.

Ada dua tahap dalam proses pelaksaan upacara perkawinan masyarakat Bugis
Bone yaitu, tahap sebelum dan sesudah akad perkawinan. Bagi masyarakat
Sulawesi Selatan pada umumnya, masyarakat Bugis Bone khususnya menganggap
bahwa upacara perkawinan merupakan sesuatu hal yang sangat sakral, artinya
mengandung nilai-nilai suci.

Terdapat bagian-bagian tertentu pada rangkaian upacara tersebut yang bersifat


tradisional. Dalam sebuah pantun Bugis (elong) dikatakan : Iyyana kuala sappo
unganna panasae na belo kalukue. Yang artinya Kuambil sebagai pagar diri dari
rumah tangga ialah kejujuran dan kesucian. Dalam kalimat tersebut terkandung
arti yang sangat penting dalam menjalankan suatu perkawinan.

A.RUMUSAN MASALAH

1.Apa dan bagaimana tahap-tahap kegiatan perkawinan adat masyarakat bugis


bone?

2.Hal-hal apa saja yang dilakukan pada upacara sebelum akad perkawinan.

3.Hal-hal apa saja yang dilakukan pada upacara sesudah akad perkawinan.

B.TUJUAN

1.Mengetahui tahap-tahap kegiatan adat masyarakat bugis bone.

2.Mengetahui hala-hal yang dilakukan pada upacara sebelum akad perkawinan.

3.Mengetahui hal-hal yang dilakukan pada upacara setelah akad perkawinan.

BAB II

PEMBAHASAN
A.Tahap-Tahap Kegiatan Perkawinan Adat Masyarakat Bugis Bone

Dalam upacara perkawinan adat masyarakat Bugis Bone yang disebut


“Appabottingeng ri Tana Ugi” terdiri atas beberapa tahap kegiatan. Kegiatan-
kegiatan tersebut merupakan rangkain yang berurutan tidak boleh saling tukar
menukar, kegiatan ini hanya dilakukan pada masyarakat Bugis Bone yang betul-
betul masih memelihara adat istiadat. Pada masyarakat Bugis Bone sekarang ini
masih kental dengan kegiatan tersebut, karena hal itu merupakan hal yang
sewajarnya dilaksanakn karenamengandung nilai-nilai yang sarat akan makna,
diantaranya agar kedua mempelai dapat membina hubungan yang harmonis dan
abadi, dan hubungan antar dua keluarga tidak retak.

Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi :

1.Mattiro (menjadi tamu)

Merupakan suatu proses dalam penyelenggaraan perkawina. Mattiro artinya


melihat dan memantau dari jauh atau Mabbaja laleng (membuka jalan).
Maksudnya calon mempelai laki-laki meliha calon mempelai perempuan dengan
cara bertemu dirumah calon mempelai perempuan, apabila dianggap layak, maka
akan dilakukan langkah selanjutnya.

2.Mapessek-pessek (Mencari informasi)

Saat sekarang ini, tidak terlalu banyak melakukan mapessek-pessek karen


mayoritas calon telah ditentukan oleh orang tua mempelai laki-laki yang sudah
betul-betul dikenal. Ataupun calon mempelai perempuan telah dikenal akrab oleh
calon mempelai laki-laki.

3.Mammanuk-manuk (mencari calon)

Biasanya orang datang mammanuk-manuk adalah orang yang datang mapessek-


pessek supaya lebih mudah menghubungkan pembicaraan yang pertama dan
kedua. Berdasarkan pembicaraan antara pammanuk-manuk dengan orang tua si
perempuan, maka orang tua tersebut berjanji akan memberi tahukan kepada
keluarga dari pihak laki-laki untuk datang kembali sesuai dengan waktu yang
ditentukan. Jika kemudian terjadi kesepakatan maka ditentukanlah waktu madduto
mallino (duta resmi).

4.Madduto mallino

Mallino artinya terang-terangan mengatakan suatu yang tersembunyi. Jadi Duta


Mallino adalah utusan resmi keluarga laki-laki ke rumah perempuan untuk
menyampaikan amanat secara terang-terangan apa yang telah dirintis sebelumnya
pada waktu mapessek-pessek dan mammanuk-manuk.

Pada acara ini pihak keluarga perempuan mengundang pihak keluarga terdekatnya
serta orang-orang yang dianggap bisa mempertimbangkan hal lamaran pada waktu
pelamaran. Setelah rombongan To Madduta (utusan) datang, kemudian dijemput
dan dipersilahkan duduk pada tempat yang telah disediakan. Dimulailah
pembicaraan antara To Madduta dengan To Riaddutai, kemudian pihak
perempuan pertama mengangkat bicara, lalu pihak pria mengutarakan maksud
kedatangannya.

Apabila pihak perempuan menerima maka akan mengatakan “Komakkoitu adatta


sroknitangmgaka, nakkutananga tokki” yang artinya bila demikian tekad tuan,
kembalilah tuan, pelajarilah saya dan saya pelajari tuan atau dengan kata lain
pihak perempuan menerima, maka dilanjutkan dengan pembicaraan selanjutnya
yaitu Mappasiarekkeng.

5.Mappasiarekkeng

Mappasiarekkeng artinya mengikat dengan kuat. Biasa juga disebut dengan


Mappettuada maksudnya kedua belah pihak bersama-sama mengikat janji yang
kuat atas kesepakatan pembicaraan yang dirintis sebelumnya. Dalam acara ini
akan dirundingkan dan diputuskan segala sesuatu yang bertalian dengan upacara
perkawinan. Antara lain :

a.Tanra Esso (Penentuan Hari)


b.Balanca (Uang Belanja)/ Doi Menre (Uang Naik).

c.Sompa (Emas Kawin) dan lain-lain.

Setelah upacara peneguhan pappettuada selesai, maka para hadirin disuguhi


hidangan yang terdiri dari kue-kue adat bugis yang pada umumnya manis-manis
agar hidup calon pengantin selalu manis (senang) dikemudian hari.

A.Upacara Sebelum Akad Perkawinan

Sejak tercapainya kata sepakat, maka kedua belah pihak keluarga sudah dalam
kesibukan. Makin tinggi status sosial dari keluarga yang akan mengadakan pesta
perkawinan itu lebih lama juga dalam persiapan. Untuk pelaksanaan perkawinan
dilakukan dengan menyampaikan kepada seluruh sanak keluarga dan rekan-rekan.
Hal ini dilakukan oleh beberapa orang wanita dengan menggunakan pakaian adat.
Perawatan dan perhatian akan diberikan kepada calon pengantin, biasanya tiga
malam berturut-turut sebelum hari pernikahan calon pengantin mappasau (mandi
uap), calon pengantin memakai bedak hitam yang terbuat dari beras ketan yang di
goreng sampai hangus yang dicampur dengan asam jawa dan jeruk nipis. Setelah
acara mappasau, calon pengantin dirias untuk upacara Mappacci atau Tudang
Penni.

Mapaccing berasal dari kata paccing yang berarti bersih. Mapaccing artinya
membersihkan diri. Upacara ini secara simbolik menggunakan daun pacci (pacar).
Karena acara ini dilaksanakan pada malam hari maka dalam bahasa bugis disebut
“Wenni Mapacci”. Melaksanakan upacara Mapacci akad nikah berarti calon
mempelai telah siap dengan hati yang suci bersih serta ikhlas untuk memasuki
alam rumah tangga, dengan membersihkan segalanya termasuk : Mapaccing Ati
(bersih hati), Mapaccing Nawa-nawa (bersih pikiran), Mapaccing Pang kaukeng
(bersih/baik tingkah laku/perbuatan), Mapaccing Ateka (bersih itikat)
Orang-orang yang diminta untuk meletakkan dau pacci pada calon mwmpelai
biasanya dalah orang-orang yang punya kedudukan sosial yang baik serta punya
kehidupan rumah tangga yang bahagia. Semua ini mengandung makna agar calon
mempelai kelak dikemudian hari dapat pula hidup bahagia seperti mereka yang
telah meletakkan daun pacci itu ditangannya. Dahulu kala, jumlah orang yuang
meletakkan daun pacci disesuaikan dengan tingkat startifikasi calon mempelai itu
sendiri. Untuk golongan bangsawan tertinggi jumlahnya 2 x 9 orang atau “dua
kasera”, untuk golongan menengah 2 x 7 orang atau “dua kapitu”, sedang untuk
golongan dibawahnya lagi 1 x 9 orang atau 1 x 7 orang. Tetapi pada waktu
sekarang ini tidak ada lagi perbedaan-perbedaan dalam jumlah orang yang akan
melakukan acara ini. A’barumbung (mappesau) acara mandi uap yang dilakukan
oeh calon mempelai wanita. Appasili Bunting (Cemme Mapepaccing).

Kegiatan tata upacara ini terdiri dari appasili bunting, a’bubu, dan appaknre
bunting. Prosesi appasili bunting ini hampir mirip dengan siraman dalam tradisi
pernikahan Jawa. Acara ini dimaksdukan sebagai pembersihan diri lahir dan batin
sehingga saat kedua mempelai mengarungi bahtera rumah tangga, mereka akan
mendapata perlindungan dari yang kuasa dan dihindarkan dari segala macam mara
bahaya. Acara ini dilanjutkan dengan Macceko/a’bubu atau mencukur rambut
halus disekitar dahi yang dilakukan oleh Anrong Bunting (penata rias_. Tujuannya
agar dadasa atau hiasan hitam pada dahi yang dikenakan calon mempelai wanita
dapat melekat dengan baik. Setelah usai, dilanjutkan dengan acara Appakanre
Bunting atay suapan calon mempelai yang dilakukan oleh anrong bunting dan
orang tua calon mempelai. Suapan dari orang tua kepada caoln mempelai
merupakan simbol bahwa tanggung jawab orang tua kepada si anak sudah
berakhir dan dialihkan ke calon suami si calon mempelai wanita.

Prosesi Acara Appasili :

Sebelum dimandikan, calon mempelai terlebih dahulu memohon doa restu kepada
orang tua di dalam kamar atau di depan pelaminan. Kemudian calon mempelai
akan diantarkan ke tempat siraman di bawah naungan payung berbentu segi empat
(Lelly) yang dipegang oleh 4 orang gadis bila calon mempelai wanita dan 4 orang
laki-laki jika calon mempelai pria. Setelah tiba ditempat siraman, prosesi dimulai
dengan diawali oleh Anrong Bunting, setelah selesai dilanjutkan oleh kedua orang
tua serta orang-orang yang dituakan (To’malabbiritta) yang berjumlah tujuh atau
sembilan pasang.

Tata cara pelaksanaan siraman adalah air dari pammaja/gentong yang telah
dicampur dengan 7 macam bunga dituangkan ke atas bahu kana kemudian bahu
kiri dan terakhir dipunggung, disertai dengan doa dari masing-masing figure yang
diberi mandat untuk memandikan calon mempelai. Setelah keseluruhan selesai,
acara siraman diakhiri oleh ayahanda yang memandu calon mempelai mengambil
air wudhu dan mengucapkan dua kalimat syahadat sebanyak tiga kali. Selanjutnya
calon mempelai menuju ke kamar untuk berganti pakaian.

A’bubu (maccekko)

Setelah berganti pakaian, calon mempelai selanjutnya didudukkan didepan


pelaminan dengan berbusana baju bodo, tope (sarung pengantin) atau lipa’ sabbe
serta aksesoris lainnya. Prosesi acara a’bubbu (macceko) dimulai dengan
membersihkan rambut atau bulu-bulu halus yang terdapat di ubun-ubun atau alis.

Apakkanre Bunting

Apakkanreng bunting artinya menyuapi calon mempelai dengan makanan berupa


kue-kue khas tradisional bugis makassa, seperti Byao nibalu, Cucuru’ bayao,
Sirikaya, Onde-onde /Umba-umba, Bolu peca dan lain-lain yang telah disiapkan
dan ditemptakan dalam suatu wadah yang besar disebut bosara lompo.

Akkorongtigi/Mapacci

Upacara ini merupakan ritual pemakain daun pacar ke tangan si calon mempelai.
Daun pacar memiliki sifat magis dan melambangkan kesucian. Menjelang
pernikahan biasanya diadakan malam pacar atau Wenni Mapacci (Bugis) atau
Akkorontigi (Makassar) yang artinya malam mensucikan diri dengan meletakkan
tumbukan daun pacar ke tangan calon mempelai. Orang-orang yang diminta
meletakkan daun pacar adalah orang-orang yang punya kedudukan sosial yang
baim serta memiliki rumah tangga yang langgeng dan bahagia. Malam mapcci
dilakukan menjelang upacara pernikahan dan diadakan dirumah masing-masing
calon mempelai. Acara Akkorontigi/Mapacci merupakan suatu rangkaina acara
yang sakral yang dihadiri oleh seluruh sanak keluarga (famili) dan undangan.

Acara Akkarontigi memiliki hikmah yang mendalam, mempunyai nilai dan arti
kesucian dan kebersihan lahir dan batin, dengan harapan agar calon mempelai
senantiasa bersih dan suci dalam menghadapi hari esok yaitu hari pernikahannya.

Perlengkapannya:

1.Pelaminan (lamming).

2.Bantal.

3.Sarung sutera sebanyak 7 lembar yang diletakkan diatas bantal.

4.Bombong unti (pucuk daun pisang).

5.Lekko panasa (daun nangka), daun nangka diletakkan diatas pucuk daun pisang
secara bersusun terdiri dari 7 atau 9 lembar.

6.Leko’ korontigi (daun pacci), dalah semacam dauntumbuh-tumbuhan (daun


pacar) yang ditumbuk halus.

7.Benno’ (bente), adalah butiran beras yang digoreng tanpa menggunakan minyak
hingga mekar.

8.Unti Te’ne (pisang raja).

9.Ka’do’ Minnya’ (nasi ketan).

10.Knjoli/Tai Bani (Lilin berwarna merah).


Setelah prosesi mapacci selesai, keesokan harinya mempelai laki-laki diantar
kerumah mempelai wanita untuk melaksanakn akad nikah (kalau belum
melakukan akad nikah). Karena pada masyarakat Bugis Bone kadang
melaksanakn akad nikah sebelum acara perkawinan dilangsungkan yang disebut
istilah Kawissoro. Kalau sudah melaksanakan Kawissoro hanya diantar untuk
melaksanakan acara Mappasilukang dan Makkarawa yang dipimpin oleh Indo
Botting.

Upacar akad nikah Appanai’ leko lompo (erang-erang) atau sirih pinang dan
Assimorong (Akad nikah).

Kegiatan ini dilakukan di kediaman calon mempelai wanita, dimana rumah telah
ditata dengan indahnya karena akan menerima tamu-tamu kehormatan dan
melaksanakan prosesi acara yang sangat bersejarah yaitu perikahan kedua calon
mempelai.

Beberapa persiapan yang dilakukan oleh kedua belah pihak keluarga:

Keluarga Calon Mempelai Wanita (CPW)

1.Dua pasang sepupuh untuk menjemput CPP dan memegang Lola menuntun CPP
memasuki rumah CPW.

2.Seorang ibu yang bertugas menaburkan Bente (Benno) ke CPP saat memasuki
gerbang kediaman CPW.

3.Penerima erang-erang atau seserahan.

4.Penerima tamu.

Keluarga Calon Mempelai Pria (CPP)

1.Petugas pembawa leko’ lompo (seserahan/erang-erang), yang terdiri dari :

a.Gadis-gadis berbaju bodo 12 orang yang bertugas membawa bosara atau


keranjang yang berisikan kue-kue dan busana serta kelengkapan assesoris CPW.
b.Petugas pembawa panca terditi dari 4 orang laki-laki. Pnca berisikan 1 tandan
kelapa, 1 tandan pisang raja, 1 tandan buah lontara, 1 buah labu kuning besar, 1
buah nangka, 7 batang tebu, jeruk seperlunya, buah nanas seperlunya, adan lain-
lain.

2.Perangkat adat, yang terdiri dari:

a.Seorang laki-laki pembawa tombak.

b.Anak-anak kecil pembawa ceret 3 orang.

c.Seorang laki-laki dewasa pembawa sundrang (mahar).

d.Remaja pria 4 orang untuk membawa Lellu (payung persegi empat).

e.Seorang anak laki-laki bertugas sebagai passappi bunting.

3.Calon mempelai pria.

1.Rombongan orang tua.

2.Rombongan saudara kandung.

3Rombongan sanak keluarga.

4.Rombongan undangan.

Prosesi Acara Assimorong:

Setelah CPP beserta rombongan tiba di sekitar kediaman CPW, seluruh


rombongan diatur sesuai susuna barisan yang telah ditetapkan. Ketika CPP telah
siap dibawa Lellu sespuh dari pihak CPW datang menjemput dengan mengapit
CPP dan menggunakan Lola menuntun CPP menuju gerbang kediaman CPP. Saat
tiba di gerbang halaman, CPP disiram dengan bente /benno oleh saalah seorang
sesepuh dari keluarga CPW. Kemudian dilanjutkan dengan dialog serah terima
pengantin dan penyerahan seserahan leko lompo atau erang-erang. Setelah itu
CPP beserta rombongan memasuki kediaman CPW untuk dinikahkan. Kemudian
dilakukan pemeriksaan bekas oleh petugas KUA dan permohona ijin CPW kepada
kedua orang tua untuk dinikahkan, yang selanjutnya dilakukan dengan prosesi ijab
dan qabul.

Setelah acara akad nikah dilaksanakan, mempelai pria menuju ke kamar mempelai
wanita, dan berlangsung prosesi acara ketuk pintu, yang dilanjutkan dengan
appadongko nikkah/mappasikarawa, penyerahan mahar atau maskawin dari
mempelai pria kepada mempelai wanita. Setelah itu kedua mempelai menuju ke
depan pelaminan untuk melakukan prosesi Appla’popporo atau sungkeman
kepada kedua orang tua dan sanak saudara lainnya, yang kemudian dilanjukan
dengan acara pemasangan cincin kawin, nasehat perkawinan, dan doa.

A.Upacara Setelah Akad Pernikahan

Setelah akad perkawinan berlangsung, biasanya diadakan acara resepsi (walimah)


dimana semua tamu undangan hadir untuk memberikan doa restu dan sekaligus
menjadi saksi atas pernikahan kedua mempelai agar mereka tidak berburuk
sangka ketika suatu saat melihat kedua mempelai bersalaman.

Pada acara resepsi tersebut dikenal juga yang namanya ana botting, hal ini dinilai
mempunyai andil sehingga merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan pada
masyarakat bugis bone. Sebenarnya pada masyarakat bugis bone, ana botting
tidak dikenal dalam sejrah, dalam setiap perkawinan kedua mempelai diapit oleh
Ballibotting dan Passepik, mereka bertugas untuk mendampingi pengantin di
pelaminan.

Ana botting dalam perkawinan merupakan perilaku sosial yang mengandung nilai-
nilai kemanusiaan dan merupakan ciri khas kebudayaan orang Bugis pada
umumnya dan orang bugis pada khususnya, karena kebudayaan menunjuk kepada
berbagai aspek kehidupan yang meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan dan
sikap-sikap serta hasil kaegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakt atau
kelompok pendukung tertentu. Oleh karena itu, Ana botting merupakan kegiatan
(perilaku) manusia yang dolaksanakan oleh masyarakat bugis bone pada saat
dilangsungkan perkawinan.
Assimorong/Menre’kawing

Acara ini merupakan acara akad nikah dan menjadi puncak dari rangkaian upacara
pernikahan adat bugis-makassar. Calon mempelai pria diantar kerumah calon
mempelai wanita yang disebut Simorong (Makassar) dan Menre’kawing (Bugis).
Dimasa sekarang , dilakukan bersamaan dengan prosesi Appanai Leko Lompo
(Seserahan). Krena dilakukan bersamaan, maka rombongan terdiri dari dua
rombongan, yaitu rombongan pembawa Leko Lompo (Seserahan) dan rombongan
calon mempelai pria bersama keluarga dan undangan.

Appabajikang Bunting

Prosesi ini merupakan prosesi menyatukan kedua mempelai. Setelah akad nikah
selesai, mempelai pria diantar ke kamar mempelai wanita. Dalam tradisi Bugis-
Makassar, pintu menuju kamar mempelai wanita biasanya terkunci rapat.
Kemudian terjadi dialog singkat antarapengantar mempelai pria dengan penjaga
pinti kamar mempelai wanita. Setelah mempelai pria diizinkan masuk, kemudian
diadakan acara Mappasikarawa (saling menyentuh). Sesudah itu, kedua mempelai
bersanding diatas tempat tidur untuk mengikuti beberapa acara seperti
pemasangan sarung sebanyak tujuh lembar yang dipandu oleh Indo botting
(pemandu adat). Hal ini mengandung makna mempelai pria sudah diterima oleh
keluarga mempelai wanita.

Alleka Botting (marolla)

Acara ini sering disebut sebagai acara ungunduh mantu. Sehari sesudah pesta
pernikahan, mempelai wanita ditemani beberapa orang anggota keluarga diantar
kerumah orang tua mempelai pria. Rombongan ini membawa beberapa hadiah
sebagai balasan untuk mempealai pria. Mempelai wanita membawa sarung untuk
kedua orang tua mempelai pria dan saudara-saudaranya.
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Dalam acara perkawinan pada masyarakat Bugis Bone ada dua tahap dalam proses
pelaksanaan upacar perkawinan masyarakat Bugis Bone yaitu, tahap sebelum dan
sesudah akad perkawinan. Bagi masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya,
masyarakat Bugis Bone khususnya menganggap bahwa upacar perkawinan
merupakan sesuatu hal yang sangan sakral, artinya mengandung nilai-nilai yang
suci. Dalam upacara perkawinan adat masyarakat Bugis Bone yang disebut
“Appabottingeng ri Tana Ugi” terdiri atas beberapa tahap kegiatan.

Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi :

1.Mattiro (menjadi tamu).

2.Mapessek-pessek (mencari informasi).

3.Mammanuk-manuk (mencari calon).


4.Madduta Mallino.

5.Mappasiarekkeng.

B.Saran

Adat istiadat merupakan sesuatu hal yang sangat berharga dalam suatu kelompok
masyarakat, olehnya itu penulis manyarankan agar setiap masyarakat
mempertahankan, menjaga, dan memelihara adat istiadat tersebut agar tetap ada
sampai kapanpun.

DAFTAR PUSTAKA

http://

ajhierikhapunya.woerdpress,com/2015/01/12 makalah-tentang-upacara-
perkawinan-adat-masyarakat-bugis-bone/

http://

lenycyhadinatsu.wordpress.com/2015/01/12/ upacara-perkawinan-adat-
masyarakt-bugis-bone/

Anda mungkin juga menyukai