Disusun Oleh:
NPM. 160721180005
Pengampu:
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2018
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan tuntunan-Nya penulis boleh menyelesaikan makalah “Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan Human Papiloma Virus (HPV)”.
Materi makalah ini dirangkum dari berbagai sumber dengan harapan dapat
membantu penulis dan pembaca dalam memahami tentang “Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan Human Papiloma Virus (HPV)”.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Drg. Mieke. H.
Satari, MS yang telah membimbing dalam pembuatan makalah ini sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh
sebab itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun untuk
penyempurnaan makalah ini kedepannya. Akhirnya Penulis berharap Makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembacanya, dan penulis sendiri dalam
menyelesaikan pendidikan Residen PPDGS Ilmu Penyakit Mulut.
Penulis,
NPM. 16072118005
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR ISI
v
2.5 PATOGENESIS OF HIGH RISK HPV ...................................................... 34
2.6 MANIFESTASI ORAL ............................................................................... 35
2.6.1 Kondiloma akuminata ....................................................................... 35
2.6.2 Verruca Vulgaris/ Common Warts ...................................................... 37
2.6.3 Focal Epithelial Hyperplasia/ Heck Disease ....................................... 37
2.6.4 Squamous Papiloma .......................................................................... 38
2.7 TREATMENT ........................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 39
vi
BAB I
HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)
1.1 SEJARAH
Virus HIV diyakini pertama kali ditemukan di Kinshasa, Republik
Demokratik Kongo pada tahun 1920, ketika dilaporkan adanya penyebaran
infeksi simian immunodeficiency viruses (SIV) dari simpanse dan gorila kepada
manusia. Semenjak itu kasus kematian mendadak dengan gejala-gejala khas
hilang dan dianggap tidak menjadi ancaman. 1
Tahun 1978, Robert Gallo dan kawan-kawan berhasil mengisolasi suatu
retrovirus pada sel-sel limfosit T dari penderita leukemia dan dikenal sebagai
Human T-lymphotropic virus tipe I dan II (HTLV-I dan HTLV-II). Dari penemuan
ini kemudian dikemukakan oleh Gallo bahwa kasus AIDS yang pertama kali
ditemukan pada tahun 1981 adalah akibat infeksi oleh varian HTLV-I pada sel-sel
limfosit T helper. Pada tahun 1983 Essex dan kawan-kawan melaporkan bahwa
25 – 30% dari penderita AIDS mempunyai antibodi yang dapat bereaksi silang
dengan antigen membran dari HTLV-I. 2
Keresahan kembali terjadi pada awal tahun 80-an, dimana pada tahun
1981 ditemukan infeksi paru yang amat jarang yang disebut pneumocystis carinii
pneumonia (PCP) pada lima orang pemuda homoseksual yang sebelumnya tidak
memiliki masalah kesehatan di Los Angeles. Pada saat yang bersamaan, New
York dan California turut melaporkan adanya jangkitan kanker ganas yang
disebut dengan sarcoma kaposi, penyakit ini juga menyerang sekelompok pria
homoseksual. Penyakit-penyakit yang dilaporkan tersebut ternyata memiliki
hubungan dengan adanya kerusakan berat pada sistem kekebalan tubuh. Pada
akhir tahun 1981, infeksi semakin meluas, dilaporkan 270 kasus pasien dengan
kerusakan kekebalan tubuh yang parah pada pria homoseksual dan 121 orang
diantaranya meningal dunia. Pada akhir tahun ini pula pertama kali didapati
kasus PCP pada orang yang menggunakan narkoba suntik.3
Terkait cara penularan yang diketahui selama ini, pada awal tahun 1982
pakar menyebut penyakit ini dengan gay-related immune deficiency (GRID).
Namun pada bulan september CDC menamakan penyakit tersebut dengan
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) karena diperkirakan penyebaran
1
penyakit ini tidak semata-mata dapat ditularkan oleh perilaku seksual sesama
jenis semata. Benar saja, pada awal tahun 1983 ditemukan adanya penularan
virus ini melalui hubungan heteroseksual dari laki-laki kepada perempuan. Pada
tahun ini pula diketahui pertama kali bahwa penyakit ini dapat ditularkan melalui
ibu yang menderita HIV/AIDS pada bayi yang dikandungnya.1
Human Immunodeficiency Virus-1 (HIV-1), pertama pada 1983 dan di
konfirmasi oleh Gallo, et all pada tahun berikutnya sebagai virologi dan serologi
yang berhubungan dengan tahap awal dan akhir dari AIDS,merupakan suatu
virus yang agresif dan cepat menjadi pandemik. HIV-2, ditemukan Clavel tahun
1986 lebih tidak patogenik, ditularkan dari heterosexual dan dari ibu ke anak,
transmisinya rendah dan lebih dominan laten; virus ini jarang menyebabkan
AIDS. Grup virus ini ialah SIV, infeki alami dari species Old World monkeys dan
simpanse. Akhirnya setelah melalui perdebatan antara para pakar virologi
ditetapkan oleh The International committee of Taxonomy of Viruses ”bahwa
retrovirus penyebab AIDS adalah Human immunodeficiency virus (HIV) untuk
menggantikan nama-nama sebelumnya, karena virus-virus yang ditemukan
tersebut adalah virus yang sama.4
2
1.2 KLASIFIKASI
3
1.3 DEFINISI, STRUKTUR DAN GENOME HIV
1.3.1 Definisi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah Virus yang dapat
menyebabkan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). HIV menyerang
sistem ketahanan tubuh utama sistem imun yaitu sel CD4+ T cells dan
menginfeksi. HIV menggunakan Sel T untuk memproduksi replikasi Virus dan
menghancurkan sel T. Partikel Virus yang menginfeksi Tubuh (host) disebut
Virion, tersusun atas DNA atau RNA yang dikelilingi dengan Dinding protein,
Virus bisa berada dalam kedaan Dorman untuk Bertahun-tahun hingga menjadi
aktif.5–7
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan
gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh
masuknya virus HIV dalam tubuh seseorang. Virus menyebabkan Penurunan
sistem imun. Seiring berjalannya waktu maka orang dengan HIV akan menjadi
rentan terhadap iinfeksi bakteri, virus, jamur, dan parasit. 5–7 Infeksi oportunisitk
ini akan mengkibatkan life-threatening illnesses berupa kombinasi spesifik dari
tanda-tanda, gejala, infeksi, dan penyakit yang merupakan karakteristik dari
AIDS.5
4
memiliki konfigurasi “Rugger-ball” dan memegang peranan penting pada
tahap awal infeksi. Envelope selalu aktif merubah strukturnya.12
- Protein inti : dengan p24 sebagai sepesial antigenik antibody untuk
protein ini menjadi basic, dari tes serologi.12
- RNA genome : terdiri dari 2 molekul ssDNA, 2 molekul enzime : reverse
transkriptase (RNA- dependen DNA polimerase) esensial untuk
transkripsi kode RNA dari virus menjadi kode DNA selama proses
Multipliasi. 12
Saat ini telah dikenal 2 subtipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang berbeda
secara antigenik dan patogenitasnya, walaupun 50 % dari komposisi asam
amino. HIV-1 & HIV-2 merupakan human infeksi yang berasal dari afrika barat
dan tengah yang ditularkan dari hewan ke manusia (zoonosis)
• HIV 1 berasal dari Simian immunodeficienci virus (SIVcpz)
• HIV 2 merupakan hasil evolusi SIV yg berbeda, masih terkurung di afrika
barat. (African green monkey, sooty mangabey)
5
HIV-1 dan HIV-2 adalah sama. Perjalanan penyakit yang disebabkan oleh
HIV-2 lebih mirip dengan SIV dan banyak ditemukan di Afrika bagian Barat,
sedangkan HIV-1 di Afrika Tengah dan tersebar di seluruh dunia. Berbeda pd
basis genome &phylogenetic (evaolutionary) Struktur genetik kedua tipe HIV
dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini. (sunardjati)
Struktur RNA genom sepanjang 10 kilo pasang basa meliputi 3 gen
utama yang mengkode pembentukan struktur-struktur virus, yaitu gen gag (group
associated antigen) yang mengkode pembentukan protein, gen pol (polymerase)
yang mengatur pembentukan enzim-enzim reverse transcriptase, protease dan
endonuklease serta gen env (envelope) yang mengatur embentukan glikoprotein
envelop. Selain itu pada HIV-1 masih ada 6 gen tambahan, 3 di antaranya
adalah gen tat (transactivation of transcription), rev (regulator of expression of
virion), dan nef (negative regulatory factor). ini. (sunardjati, Virologi stephen)
6
1.4 SIKLUS HIDUP DAN PATOGENESIS
Siklus hidup HIV pada sel inang dimulai dengan penempelan virus pada
sel limfosit T helper dan sel-sel lain yang mempunyai reseptor CD4+ pada
permukaannya. Virus ini menyebabkan deplation dari CD4+, Interaksi spesifik ini
dimungkinkan karena adanya gp 120 dengan reseptor yang biasanya dibutuhkan
untuk menginfeksi sel target ialah CXCR4 (fusin/LESTR) merupakan reseptor
untuk kemokin CDF-1 dan coreseptor untuk menginfeksi sel T, CCR5 merupakan
reseptor untuk kemokin RANTES MIP-α dan MIP-1P merupakan coreseptor
untuk infeksi pada makrofag. Setelah penempelan kemudian diikuti dengan fusi
selubung virus dan masuknya virion ke dalam sel inang. Dengan bantuan enzim
reverse transcriptase kemudian disintesis DNA untai ganda dari RNA genom
virus yang dikenal sebagai DNA “intermediate” dan DNA ini kemudian memasuki
inti sel inang dan berintegrasi dengan DNA sel inang dengan bantuan enzim
integrase membentuk provirus. DNA virus ini kemudian mengadakan transkripsi
dengan bantuan enzim polimerase II sel inang menjadi mRNA dan selanjutnya
mengadakan translasi dengan protein-protein struktural sampai terbentuk protein.
Setelah mengalami proses glikosilasi dan proteolisis, virus akan melekat pada
membran sel inang dan virion akan terangkai. Melalui proses budding pada
permukaan membran sel virion akan dikeluarkan dari sel inang dalam keadaan
mature.
7
Perjalanan infeksi HIV
1.4.1 Tropisme
1.5 EPIDEMIOLOGI
HIV merupakan global pandemik diseluruh dunia kira-kira ditemukan 2.1 Juta
Kasus baru HIV pada tahun 2015, Pada Juni 2016 diperkirakan jumlah kasus
8
HIV baru sebanyak 3,67 juta Orang diseluruh dunia. Tahun 2015, estimasi orang
Pada tahun 2015 diperkirakan terdapat 613.435 Orang yang Hidup dengan HIV
dan mencakup wanita pekerja seks dan pelanggannya, Pengguna Napza Suntik
diestimasi sebesar 0,33% pada tahun 2015. Estimasi provinsi untuk prevalensi
HIV berkisar dari 0,1% hingga lebih dari 2,0%. Jumlah absolut ODHIV paling
Papua dan Papua Barat juga memiliki jumlah ODHIV yang tinggi.14
dengan rasio P/L 0,7, Papua memperlihatkan rasio yang terbalik dengan
perempuan lebih banyak terinfeksi dibandingkan dengan laki-laki (P/L rasio 1,3).
Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2 di bawah ini, sebagian besar orang
yang dilaporkan menderita HIV adalah laki-laki tetapi hampir 60% kasus HIV
yang dilaporkan di Papua terjadi pada perempuan. Angka ini jauh berbeda
dengan angka 37% untuk kasus HIV pada perempuan di semua daerah lain di
Indonesia.14
9
Pada tahun 2011, dilaporkan di Papua, sebuah penelitian memperlihatkan
bahwa 65% subjek menderita HIV subtipe B dan 33% menderita HIV subtipe
non-B.15 175 orang yang direktrut untuk sebuah penelitian di Bali. Dari semua
orang ini, 65 (60%) adalah Penasun dan 40% lainnya adalah WPS, LSL, dan
Waria dengan banyak pasangan seksual atau mereka yang tidak memiliki faktor
risiko yang jelas. Subtipe B lebih sering ditemui di kalangan LSL dan pekerja
virus antar kelompok risiko. Semua temuan ini mengkonfirmasi bahwa epidemi di
Papua mungkin memiliki asal muasal dan dinamika yang berbeda. Gambar 3
tertinggi.14
10
a. Fase I: Masa jendela (window period). Tubuh sudah terinfeksi HIV,
sangat mudah menularkan HIV kepada orang lain. Sekitar 30-50% orang
pembesaran kelenjar getah bening, ruam kulit, nyeri sendi, sakit kepala,
bisa disertai batuk seperti gejala flu pada umumnya yang akan mereda
dan sembuh dengan atau tanpa pengobatan. Fase “flu-like syndrome” ini
terjadi akibat serokonversi dalam darah, saat replikasi virus terjadi sangat
penyakit belum timbul. Penderita pada fase ini penderita tetap dapat
dapat berlangsung selama 5-8 tahun, ditandai oleh berbagai radang kulit
kerongkongan dan TB paru dan TB organ lain di luar paru, diare kronis
dan penurunan berat badan sampai lebih dari 10% dari berat awal.
11
Gambar 9. Grafik perjalanan Alamiah HIV- AIDS
Sumber : Pedoman Pelaksanaan Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis dari Ibu ke Anak
Bagi Tenaga Kesehaan. Jakarta 2015. 8
Infeksi bakteri : Actinomyses israelii, Escherichia Coli, cat stratch diseases, Drug
Stadium Klinis HIV (Error! Reference source not found.) yang dapat digunakan untuk t
atalaksana pasien dengan HIV positif pada hasil pemeriksaan laboratorium tes HIV
12
Gambar 10. Klasifikasi Stadium Klinis HIV oleh WHO
Sumber : Peraturan Mentri Kesehatan RI No 87 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengobatan
Antiretrovial. Kementrian Kesehat RI. 2014;1–122.17
a. Cairan genital: cairan sperma dan cairan vagina pengidap HIV memiliki
tidak steril, seperti suntikan yang tidak aman, tatto dan tindik tidak steril.8
selama kehamilan melalui plasenta; bayi melalui darah atau cairan genital
13
1.8 DIAGNOSIS HIV
Pemeriksaan laboratorium untuk menetapkan adanya infeksi HIV dapat
Diagnosis dari HIV bisa di dapat melalui serangkaian tes (Lihat Tabel 4),
yang spesifik dan sesitifitas serta keakuratannya tidak diragukan. Mutu dari
pemeriksaan laboratorium HIV ialah Diagnosis awal HIV, Pemeriksaan CD4 dan
18
Pemeriksaan Viral Load. Keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia
Penggunaan strategi III: Kombinasi 3 reagen rapid test HIV untuk Tujuan
14
1. Tes Serologi Antibody
dari 30 menit dan tes imunofiltrasi dalam waktu kurang dari lima
fasilitas terbatas.
15
menimbulkan reaksi warna yang dapat dievaluasi sebagai negatif,
positif, atau tidak dapat ditetapkan.Hasil tes positif dan tidak dapat
yang cukup lama yaitu kurang lebih dua jam. Biasanya hasil uji ELISA
Jika uji ELISA menghasilkan positif palsu, maka uji akan diulang dan
apabila kedua hasilnya positif maka dilakukan uji yang lebih spesifik
Tes ini mendeteksi antibodi untuk HIV-1 dan HIV-2. Reaksi antigen-
Hasil : (-) terjadi perubahan warna dan (+) : tidak terjadi perubahan
imunisasi, DNA virus infeksi ( misalnya Epstein Barr virus) Bila ini
16
karena menggunakan alat EIA reader untuk membaca hasil dan
peralatan mikropipet
HIV DNA kualitatif dari darah lengkap atau Dried Blood Spot (DBS), dan
bulan. Bayi yang diketahui terpajan HIV sejak lahir dianjurkan untuk
diperiksa dengan tes virologis paling awal pada umur 6 minggu. Pada
terapi ARV harus segera dimulai; pada saat yang sama dilakukan
keberadaan antibodi HIV. Tes ini digunakan untuk diagnosis pada bayi.
Tes ini mendeteksi adanya HIV provirus DNA yaitu hasil integrasi DNA
17
virus dengan DNA sel host. Sampel whole blood dengan antikoagulan
Tes ini untuk memeriksa jumlah virus di dalam darah, dan dapat
pada bayi jika HIV DNA tidak tersedia. Metode pemeriksaan ini digunakan
juga untuk diagnosis dini bayi dan anak usia < 18 bulan yang ibunya HIV
a. Pseudomembran candidiasis
b. Eritematous Candidiasis
18
c. Hyperplastic Candidiasis
d. Angular Chielitis
19
Bila mengenai Jaringan periodontal disebut NUP (necrotizing ulseratif
periodontitis)
20
Gambar 18. Limfoma nonhodgkin
Sumber : Laskaris G. Pocket Atlas of Oral Diseases. 2nd ed. 2006. 23
Klinis :
Ulser mayor ukuran (1-3 cm) lebih sakit serta bertahan lebih lama. Ulkus ini
mengganggu pengunyahan, menelan, dan berbicara. Penyembuhan terjadi lebih
2-6 minggu.
21
herpetiform lesi kecil (1-2 mm) tersebar di langit-langit lunak, amandel, lidah, dan
mukosa bukal.
22
BAB II
HUMAN PAPILOMA VIRUS
Tahun 1970 dilakukan studi tentang papiloma virus , dimana para ilmuan
mulai mengkultur virus papiloma sebagai kloning genome untuk mempelajari
virion papiloma, dari urutan hasil genome didapatkan open reading frame (ORF)
dari bovine papiloma virus (BPV-1) tipe 1 yang digunakan sebagai standart
papiloma vivrus untuk memulai induksi pada tikus percobaan.Kloning molekuler
23
HPV juga di daptkan bahwa beberapa genotipe HPV berkaitan erat dengan
kanker pada manusia, khususnya kanker servik.3
24
Papiloma virus ditemukan pada hampir seluruh vertebrata dan tidak
ditemukan pada avertebrata. Tahun 2010 ditemukan 120 tipe papiloma virus, dan
sekarang bahkan biasa lebih. Papiloma virus utamanya diklasifikasikan
berdasarkan sel host yang terinfeksi dan tradisional mengacu pada urutan rantai
DNA. Tipe yang sering ialah tipe urutan rantai DNA L1 kira-kira 10% dari tipe
HPV lainnya. Genom papiloma virus sudah di susun secara filogenetik
berdasarkan untaian rantai DNA.
pada genus alfa. Banyak papioma virus alfa menginfeksi genital dan nongenital,
permukaan mukosa dan genital. Grup ini dikelompokan sebagai tipe mukosa-
genital. Berhubungan juga dengan kanker servik dan merupakan tipe “high-risk”,
Tabel 5. HPV yang menyebabkan penyakit menurut lokasi dan tipe HPV
.
Sumber : Keerti VR and S. Human Papillomaviruses. In:Clinical Virology Manual. 4th
ed.;2009. p.408–16. 4
25
2.3 STRUKTUR DAN GENOM PAPILOMA VIRUS
tidak memiliki envelop dan berdiameter 55nm (Gambar 24). HPV memiliki genom
DNA untai ganda sirkuler berukuran kira-kira 7900 bp dan bereplikasi di dalam
hiperproliferasi tumor jinak dan ganas dari epitel kulit dan mukosa yang
terjadi kanker serviks saat ini. Meskipun infeksi HPV sangat umum, sebagian
dalam beberapa kasus infeksi akan bertahan menjadi infeksi yang persisten, dan
26
Gambar 25. Gene pada HPV
3
Sumber : Howley Peter M, Schiller John T. LDR. Papiloma Virus. In: Fields Virology. 6th ed
ORFs (Open reading frames) pada HPV DNA (Gambar 25) terletak pada
HPV terdiri dari 2 gen: Late gen (LR) dan Early Region (ER).4,32
• dan E7.
27
Genome HPV terdiri atas tiga domain utama yaitu gen early (E1, E2, E4, E5, E6
dan E7) dan gen late (L1 dan L2) serta fragmen LCR (long control region) yang
sering disebut juga Upstream Regulatory Region (URR) dapat dilihat pada Tabel
perkembangan virus mulai dari inisiasi infeksi hingga munculnya partikel HPV
Genom Fungsi
E7 Memicu Degradasi pRb, Memungkinkan progres sel menuju S-fase pada siklus sel
Downregulates MCH
28
2.4 LIFE CYCLE OF HPV DAN PATOGENESIS
telah diketahui dengan baik dan sangat penting sebagai dasar molekuler untuk
oleh virus, virus masuk ke dalam keratinosit kemudian genom HPV bereplikasi
bersama dengan replikasi DNA seluler (replikasi dan maintenance genom HPV
berdifferensiasi. 3
membentuk grup berupa caveolin dan berendosistosis kedalam sel targeti virus,
pada virus papiloma adalah di sel basal, setelah menginfeksi sel basal, virus
berikatan dngan Heparan sulfat proteoglikan (HSPGs) pada membran basal sel
berikatan dengan epitop dari sel basal dan mulai menginvasi masuk kedalam
sitoplasma. 3
29
Proses infeksi setelah virus berhasil berikatan dengan sel via HSVGs, 2-4
jam kemudian virus masuk kedalam sitoplasma melalui jalur endositik dan
selama 4 jam berada pada early endosome, setalah 12 jam virus melepaskan
kompleks L2 dari sitoplasm bergerak ke inti sel melalui mikrotubuli dan memasuki
nukleus dalam waktu 24 jam. Didalam inti sel, berbagai komplek transkripsi
Didalam episome pada struktur histone dan meteri genetik, viral DNA di
distribusikan secara difus bersama-sama dengan proliferasi dari sel basal yang
juga berisi sejumlah kecil replikasi dari genom virus yang mengaktifkan sistem
imunitas. Proliferasi dari sel basal membantu migrasi virus ke lapisan parbasal
dan spinosum, memperbesar ekpresi dari genom early virus menuju NER (non-
encoding region) yang memungkinkan DNA untuk memproduksi banyak copi sel
30
fase ini dikenal dengan fase proliferasi dan fase produktif.penghambatan dari
Papiloma Virus masuk dan memulai infeksi pada jaringan, saat virus
sudah bisa menginfeksi sel, biasanya adalah sel basal dari epitelium. Setelah
(assembly) dari virus terjadi di lapisan atas dari lapisan epitelium yang
berdiferensiasi (sel granular), terakhir pada lapisan sel squamous virus keluar
jumlah yang rendah. Protein ini berikatan dengan daerah asal replikasi virus dan
menarik DNA polimerase seluler serta protein lain yang dibutuhkan untuk
replikasi DNA. Pada lapisan suprabasal, ekspresi gen E1, E2, E5, E6 dan E7
sel, meningkatkan jumlah sel terinfeksi HPV pada epitel, menghasilkan sel
31
dalam jumlah besar yang pada akhirnya memproduksi virion infeksius. Pada sel
mempertahankan ekspresi gen E1, E2,E6 dan E7. Selanjutnya, terjadi aktivasi
gen E4, yang produknya akan menginduksi amplifikasi replikasi genom virus,
meningkatkan jumlah salinan virus per sel dalam jumlah besar, dan dalam waktu
bersamaan juga terjadi ekspresi gen L1 dan L2. Produksi gen L1 dan L2 yaitu
protein kapsid mayor dan minor, bergabung untuk pembentukan kapsid virus
Sel yang tidak terinfeksi akan keluar dari siklus sel ketika lepas dari
basement membran, sementara sel yang terinfeksi HPV akan masuk ke dalam
fase S ketika mencapai lapisan suprabasal. Masuknya sel ke dalam fase S ini
menyebabkan amplifikasi genome viral, sintesis E1 dan E4, dan protein capsid.
Virus yang terbentuk akan terlepas ke lingkungan ketika lapisan atas epitelium
terbuka. Pada kanker serviks, genom HPV sering ditemukan berintegrasi dengan
DNA seluler host. Integrasi ini sering menyebabkan rusaknya protein E2 (yang
32
merupakan inhibitor pengkopian DNA viral), menyebabkan E6 dan E7 terekspresi
Protein E6
merupakan 150 protein asam amino yang berikatan dengan zink dan berikatan
degradasi. P53 terletak pada kromosom 17, protein p53 pada basal sel,
berfungsi untuk menghentikan siklus sel pada fase G1 yang di mediasi oleh
Protein E7
E7 merupakan asam amino 100 zink yang berikatan dengan protein, binding
dengan protein pada retino blastoma (pRB) melalui N terminal (20-30 amino
acid), pRB berlokasi pada kromosom 13 yang berinteraksi dengan E2F seluler
transkriptase faktor pada siklus sel tahap G1 yang menghambat ekpresi gen
yang berhubungan dengan replikasi dari DNA dan proliferasi sel. fungsi protein
sehingga menyebabkan progresi siklus sel, pada sel epitel normal, sel yang
keluar dari siklus sel akan berdifferensiasi diakibatkan aksi dari Rb. E7 yang
33
berdiferensiasi dan menyebabkan replikasi gen HPV. ikatan antara E7 dengan
E.30
Fungsi lainnya yang berhubungan dengan ikatan kinase pada histon H1,
transformasi sel yang terinfeksi menjadi ganas. Efek onkogenik ini disebabkan
oleh ekspresi protein E6 dan E7, yang berikatan dengan dan menyebabkan
inaktivasi gen supresor tumor p53 dan pRb. Human papilloma virus onkogenik
juga mengganggu kontrol siklus sel dan apoptosis melalui gangguan jalur cyclin-
seluler untuk sintesis DNA virus dengan level rendah dengan jumlah salinan 50-
100 episom per sel. hal ini mengaktifkan mekanisme pertahanan seluler dimana
p53 dan retinoblastoma (Rb) pada siklus sel berfungsi untuk memperbaiki DNA
yang terinfeksi , rusak sebelum masuk ke fase pembelahan pada siklus sel. p53
dan RB menstimulasi dan memicu apoptosis pada sel pada High Risk HPV atau
HPV tipe onkogenik, Virus terlindungi dari mekanisme pertahanan seluler ini
34
tidak terjadi, proliferasi dan diferensiasi terjadi terus menerus tanpa bisa
UUR regulatory. Semakin besar viral load yang di lepaskan maka semakin besar
Gambar 30. Interaksi antara protein virus dan jalur siklus sel
30
Sumber : Alba A, Cararach M. Open Dermatol J. 2009;3:90–102.
dikaitkan dengan HPV 6 dan 11 tipe risiko rendah, pada 70% sampai 100% lesi
kondiloma akuminata dapat ditemukan salah satu atau kedua subtipe ini. Namun,
setidaknya terdapat 18 jenis HPV lain yang telah dikaitkan dengan KA, termasuk
-16, -18,-31, -33, -35, -39, -41 hingga -45, -56, dan -59. Kondiloma akuminata
merupakan manifestasi klinis tersering dari infeksi HPV pada semua pasien,
35
Kondiloma akuminata memiliki gambaran klinis yang bervariasi, paling
selama koitus (introitus, kulit perianal, dan mukosa intraanal) sebagai papul atau
kembang kol,
eksofitik dgn bentuk mirip cauliflower, Lesi berwarna putih, atau warna normal,
rekuren. Ukuran 0.5-1 cm, sering pada mukosa labial, lidah, gingiva, mukosa
36
2.6.2 Verruca Vulgaris/ Common Warts
Merupakan Kutil yg benign, Lesi kullit yang jarang muncul pada oral mucosa.
Etiology disebabkan oleh HPV-2, & 40, verruka vulgaris sering tumbuh pada
tangan anak-anak dari lesi kulit, virus bisa autoinoculated ke mukosa oral,
biasanya pada the vermilion border, mukosa bibir, comisura & lidah. Secara
Klinis muncul menimbulkan sakit, kecil, sessile, dan berbatas jelas, pertumbuhan
Merupakan lesi dari papiloma virus yang Sifatnya benign. lesi hyperplastic pada
oral squamous epithelium. Etiology disebabkan oleh HPV-13 & 32 serta faktor
genetik, Gambaran klinis lebih sering ditemukan pada Eskimos, North American
Indians, South Africans dan jarang pada etik lain. Lebih sering pada anak-anak,
karakter klinisnya bisanya tidak sakit, multipel, sessile, slightly elevated, nodul
lunak atau plak dgn diameter 1-10mm, Lesi seperti berpapil, putih/sewarna
dengan daerah sekitar, Sering muncul di mukosa bukal, bibir, lidah, gingiva,
jarang pada palatum dan dasar mulut. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
37
Gambar 33. Gambaran Klinis Heck diseases
Sumber : Pocket Atlas of Oral Diseases, 200623
dengan infeksi HPV. HPV dapat menyebabkan gejala klinis yang sama seperti
pada kutil verruca vulgaris pada kulit. Secara klinis sering pada mukosa labial,
palatum mole dan durum, uvula dan frenulum dan Biasanya berbentuk lesi putih
denan permukaan granular berbentuk cauliflower. Lesi sering kali soliter, tetapi
bisa juga multipel. Penatalaksanaan yaitu dengan eksisi dan bersifat kuratif
2.7 TREATMENT
Untuk lanjutan atau untuk Menangani kutil dapat dilakukan bedah eksisi atau
38
DAFTAR PUSTAKA
39
Engl J Med [Internet]. 1998;339(1):33–9. Available from:
https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM199807023390107?url_ver=Z3
9.88-2003&rfr_id=ori:rid:crossref.org&rfr_dat=cr_pub%3Dpubmed
14. kementerian kesehatan. Kajian Epidemiologi HIV Indonesia 2016. 2016;1–
66. Available from: https://f1000research.com/posters/1097801
15. Antonius Oktavian, Tri Nury Kridaningsih D. HIV-1 Subtype in Jayapura
City, Papua Province Indonesia [Internet]. jayapura; Available from:
https://f1000research.com/posters/1097801
16. Shafer, Hine L. Shafer’s Textbook of Oral Pathology. Sivapathasundharam
R dan, editor. Elsevier 2012; 2012.
17. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Mentri Kesehatan
RI No 87 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengobatan Antiretrovial.
Kementrian Kesehat RI. 2014;1–122.
18. Kementerian Kesehatan R. Peraturan Menteri Kesehatan Republi
Indonesia Nomor 15 tentang Pelayanan Laboratorium Pemeriksaan HIV
dan Infeksi Oportunistik. 2015.
19. World Health Organization (WHO). Consolidated guidelines on the use of
antiretroviral drugs for treating and preventing HIV infection
Recommendations for a public health approach - Second edition. 2016;1–
480.
20. WHO. Hiv Assays. 2013;1–84.
21. Time R, Ag R, Igg D, Igm D, Assayc Q. Advantages and Disadvantages of
FDA-Approved HIV Assays Used for Screening , by test category HIV-1
Nucleic Acid Laboratory-Based Test c Hologic Aptima HIV-1 RNA
Qualitative Assay : CLIA-high complexity Antigen / Antibody ( Ag / Ab )
Laboratory-Based Test.
22. Akpan A, Asangaedem R. Oral candidiasis. Postgr Med J. 2002;78:455–9.
23. Laskaris G. Pocket Atlas of Oral Diseases. 2nd ed. Thieme flexibooks.
2006.
24. Pujiastuti AT, Murtiastutik D. Oral Hairy Leukoplakia pada Pasien HIV /
AIDS ( Oral Hairy Leukoplakia in Patient with HIV / AIDS ). Berk Ilmu
Kesehat Kulit dan Kelamin. 2016;28(1):71–7.
25. Ramayanti S. MANIFESTASI ORAL PADA PASIEN TERINFEKSI VIRUS
HIV / AIDS ( ORAL MANIFESTATION OF HIV INFECTION ) Orang-orang.
40
Andalas Dent J. 2012;78–89.
26. Giovani EM, Caputo BV, Andia-merlin RY, Correia C, Santos D, Neto RG,
et al. Oral Manifestation of Kaposi ’ s Sarcoma in Patient with AIDS : Case
Report To cite this article : 2017;5(6):205–8.
27. Fatahzadeh M, Schwartz RA, Edin F. Oral Kaposi ’ s sarcoma : a review
and update. 2013;
28. Ena K, Surya S, Sari P, Dyah P, Saraswati A, Suryana IK. Sarkoma
Kaposi pada ODHA. 2017;44(6):405–8.
29. Brooks GF, Carroll KC, Butel J, Morse SA, Mietzner T. Medical
Microbiology. 26 th. Jawetz M and A, editor. Mc Graw Hill. Mc Graw Hill
Lange; 2013. 1 p.
30. Alba A, Cararach M. The Human Papillomavirus ( HPV ) in Human
Pathology : Description , Pathogenesis , Oncogenic Role , Epidemiology
and Detection Techniques. Open Dermatol J. 2009;3:90–102.
31. Savira M. Biologi Molekuler. J ilmu Kedokt. 2017;11(1):1–6.
32. Wulandari Dwi and Sudiro Mirawati. Pengembangan antivirus human
papilloma virus berbasis molekul kecil. MKA. 2014;37.
33. Fernandes JV and FTAA de M. Human Papillomavirus : Biology and
Pathogenesis. 2010;
34. Setiawati D. Human Papilloma Virus Dan Kanker Serviks. Al-Sihah Public
Heal Sci J. 2014;VI(2):450–9.
35. Hidayati AN, Ervianti E, Lumintang H. Human Papillomavirus ( HPV ) Tipe
16 pada Lesi Genital Wanita Penderita Kondilomata Akuminata. Berk Ilmu
Kesehat Kulit dan Kelamin. 2008;21(1).
36. Bharti Ankit CK and M. An update on oral human papillomavirus infection.
Indian J Sex Transm Dis AIDS. 2013;34(2):77–82.
37. Jordan RCK, Lewis MAO. A Color Handbook of Oral Medicine. 2004;176.
Available from:
http://books.google.com/books?id=yRXNBf0CGMwC&pgis=1
41