Anda di halaman 1dari 10

Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Peserta Kegiatan

Pengertian Peserta Kegiatan

Penghasilan yang diperoleh oleh seseorang


karena keikutsertaannya dalam suatu kegiatan
(kuis, lomba, rapat, dan lain-lain) adalah salah
satu jenis penghasilan lain yang merupakan
penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 21. Penerima penghasilan yang
dipotong PPh Pasal 21 sebagaimana diatur
dalam PER-32/PJ/2015 pada Pasal 1 nomor (7)
adalah:

“orang pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak dalam negeri yang menerima atau
memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang tidak dikecualikan
oleh Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan, termasuk penerima
pensiun.”

Berdasarkan Pasal 1 nomor (13) PER-32/PJ/2015, yang dimaksud dengan peserta kegiatan
adalah :

“orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang,
seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan
menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan
tersebut.”

Lebih lanjut lagi, Pasal 3 huruf (f) dalam PER-32/PJ/2015 menerangkan bahwa termasuk juga
dalam kelompok penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
adalah orang pribadi yang merupakan peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:

1. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan perlombaan lainnya
2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja
3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu
4. peserta pendidikan dan pelatihan atau
5. peserta kegiatan lainnya

sejalan dengan itu, Pasal 5 ayat 1 huruf (f) pada PER-32/PJ/2015 menyatakan bahwa penghasilan
yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah imbalan kepada peserta kegiatan,
antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau
penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
Penghitungan PPh 21 atas Penghasilan yang Diterima Oleh Peserta Kegiatan

Untuk menghitung PPh Pasal 21 bagi Peserta Kegiatan, cara penghitungan yang digunakan
adalah:

Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan PPh 21 bagi Peserta Kegiatan merupakan
pembayaran/hadiah/penghasilan yang bersifat utuh tidak terdapat komponen pengurang yang
diberikan seperti PTKP yang digunakan sebagai pengurang dalam penghitungan PPh 21 bagi
pegawai Tetap. Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan diatur dalam Undang-Undang PPh
Pasal 17 ayat (1) bagi Wajib Pajak dalam negeri adalah sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5% (lima persen)
Di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 250.000.000,00 15% (lima belas persen)
Di atas Rp 250.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00 25% (dua puluh lima persen)
Di atas Rp 500.000.000,00 30% (tiga puluh persen)

Bagi peserta kegiatan yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), pemotongan PPh
Pasal 21 dikenakan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan
terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP.

Kewajiban Pemotong PPh 21 atas Penghasilan yang Diterima Oleh Peserta Kegiatan

Penyelenggara kegiatan sebagai pemotong pajak harus memenuhi kewajibannya sebagai berikut:
1. Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dan memberikan Bukti Potong kepada penerima
penghasilan.
2. Menyetorkan ke Kas Negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
3. Melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 21 Masa Pajak
yang bersangkutan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

Contoh Kasus Peserta Kegiatan

Contoh Kasus 1

Ahmad Sadikin merupakan atlet tenis profesional Indonesia yang bertempat tinggal di Bandung.
Pada bulan Februari 2016 Ahmad Sadikin menjuarai kompetisi tenis Indonesia Super Series dan
memperoleh hadiah sebesar Rp 60.000.000. Kemudian, pada bulan Juli 2016 Ahmad Sadikin
menjuarai kompetisi tenis yang diselenggarakan oleh PT. Anugerah Semesta dan memenangkan
hadiah sebesar Rp. 20.000.000. Ahmad Sadikin memiliki NPWP.
PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah kompetisi Indonesia Super Series tersebut adalah:

5% x Rp = Rp 2.500.000
50.000.000 = Rp 1.500.000 +
15% x Rp Rp 4.000.000
10.000.000

PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah kompetisi tenis PT. Anugerah Semesta adalah:

5% x Rp 20.000.000 = Rp 1.000.000

Dari contoh ini dapat terlihat bahwa PPh 21 atas penghasilan yang diterima oleh peserta kegiatan
tidak berlaku kumulatif dimana PPh Pasal 21 dipotong setiap kali orang tersebut menerima
penghasilan, bukan atas akumulasi penghasilannya selama 1 tahun sehingga pemotongan PPh 21
untuk peserta kegiatan berdiri sendiri.

Contoh Kasus 2

Imran Ali merupakan manajer produksi PT. Bintang Gemerlap yang berkedudukan di Bandung.
Guna meningkatkan kualitas kerja pegawai bagian produksi PT. Bintang Gemerlap, Imran Ali
dikirim oleh PT. Bintang Gemerlap untuk mengikuti seminar “Meningkatkan Kinerja dan
Produktivitas Karyawan” di Jakarta selama 5 hari. Imran Ali mendapatkan uang saku sebesar
Rp.500.000 tiap harinya selama berada di Jakarta.

PPh Pasal 21 yang terutang atas uang saku yang diterima oleh Imran Ali adalah:

5%xRp.2.500.000 (5xRp.500.000) = Rp.125.000

Contoh Kasus 3

PT. Khazada mengadakan perlombaan penjualan untuk 20 orang pegawai pemasaran. Untuk
lima orang pegawai dengan nilai penjualan tertinggi akan diberikan hadiah masing-masing
sebesar Rp. 20.000.000,00. Mr. Ali (status TK/0 dan ber-NPWP) satu-satunya pegawai
pemasaran yang berhasil mencapai nilai perjualan tertinggi.

- Penghitungan PPh Pasal 21 atas hadiah perlombaan yang harus dipotong oleh PT. Khazada
adalah sebagai berikut:

5%xRp.20.000.000 = Rp1.000.000*

*Mr Ali sebagai pegawai tetap juga menerima gaji pokok pegawai sebesar Rp.5.000.000 dan
membayar iuran pensiun Rp.100.000 tiap bulannya. Apabila PT Khazada tidak
memperlakukan hadiah lomba sebagai komponen penghiitungan PPh Pasal 21 atas pegawai
tetap, maka :
- Penghitungan PPh 21 atas Gaji
Gaji 12 x Rp5.000.000 Rp 60.000.000
Pengurang:
Biaya Jabatan (5%xPh bruto) Rp3.000.000
Iuran pensiun Rp1.200.000 -
Total Pengurang Rp 4.200.000 -
Ph. Neto setahun Rp 55.800.000
PTKP Rp 54.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 1.800.000
PPh 21 terutang
5%x Rp.1.800.000 Rp 90.000
PPh 21 terutang tiap bulannya Rp 7.500

Dengan demikian PPh 21 yang dipotong atas Gaji dan Hadiah Perlombaan adalah Rp
1.007.500 (Rp1.000.000 + Rp7.500 )

Namun, apabila PT. Khazada memperlakukan hadiah lomba Mr. Ali sebagai bonus
(penghasilan tidak teratur) maka penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:

Gaji 12 x Rp5.000.000,00 Rp 60.000.000


Bonus Rp 20.000.000 +
Rp 80.000.000
Pengurang:
Biaya Jabatan (5%xPh bruto) Rp4.000.000
Iuran pensiun Rp1.200.000 +
Total Pengurang Rp 5.200.000 -
Ph. Neto setahun Rp 74.800.000
PTKP Rp 54.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 20.800.000
PPh 21 terutang 5%x Rp20.800.000 Rp 1.040.000
PPh 21 atas gaji setahun Rp 90.000
PPh 21 atas bonus: Rp 950.000
PPh 21 akhir masa pajak (Rp90.000 : 12) + Rp950.000) Rp 957.500

Kesimpulannya adalah apabila PT. Khazada memperlakukan penghasilan (dalam hal ini hadiah
lomba penjualan) ini sebagai bonus, maka akan terjadi kemungkinan selisih jumlah PPh 21
sebesar Rp 50.000, (Rp 1.007.500 - 957.500), jika dibandingkan dengan tanpa memperlakukan
hadiah lomba penjualan dalam komponen perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap.

Referensi

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang


Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-32/PJ/2015 Tentang Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2015 Tentang Pengenaan Pajak
Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan

Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan


Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT/JHT
I. Pendahuluan

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) seringkali


dihubungkan dengan kondisi negatif yang
terjadi akibat adanya tindakan pelanggaran
berat dari sisi pekerja atau karena penurunan
produktifitas dan kemampuan finansial
Perusahaan sehingga Perusahaan mengambil
kebijakan untuk melakukan rasionalisasi. PHK
juga dapat disebabkan karena pekerja
mengundurkan diri, habis masa kontrak,
memasuki usia pensiun atau karena pekerja
meninggal dunia. Selain itu PHK juga dapat terjadi karena Perusahaan melakukan peleburan,
penggabungan dan atau perubahan status. Dalam praktek PHK juga dapat terjadi karena faktor-
faktor lain diluar koridor hukum yang menyebabkan timbulnya perselisihan antara pekerja dan
perusahaan.

Apapun sebab terjadinya PHK sebagaimana dikemukakan di atas, Undang-Undang


Ketenagakerjaan mewajibkan Perusahaan untuk membayarkan uang pesangon dan atau uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Penghitungan
uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak diatur secara rinci dalam UU
Ketenagakerjaan. Apabila Perusahaan mengikutkan pekerjanya pada program pensiun/ Jaminan
Hari Tua, pekerja juga berhak atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun/Tunjangan Hari
Tua (THT)/Jaminan Hari Tua (JHT).

Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan
Hari Tua yang dibayarkan sekaligus pada umumnya jumlahnya relatif besar dibandingkan
penghasilan rutin yang diterima sebelumnya. Dari sudut pandang perpajakan, penghasilan
tersebut di atas merupakan objek pajak. Secara umum atas penghasilan tersebut akan dikenakan
pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat Final dengan menerapan tarif progresif yang lebih
rendah dari ketentuan umum tarif Pajak Penghasilan. Dengan demikian maka manfaat yang
diperoleh menjadi lebih besar dan memberikan keringanan, kemudahan, kesederhanaan, dan
kepastian hukum.

II. Pembahasan
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua (THT), atau Jaminan Hari Tua (JHT) yang dibayarkan sekaligus, dikenai
pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final. PPh Pasal 21 yang bersifat final terutang pada saat
dilakukan pembayaran Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT yang dibayarkan
sekaligus. Berikut ini pembahasan mengenai aspek pemotongan PPh Pasal 21 atas Uang
Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT dan/atau JHT.

Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Uang Pesangon

Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT/THT, dianggap dibayarkan
sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling
lama 2 (dua) tahun kalender.

Berikut Tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon yang berlaku mulai 16
November 2009:

Lapisan Lapisan Penghasilan Bruto Tarif PPh 21 Atas


Pesangon
Lapisan 1 Rp 0 s.d Rp 50.000.000 0%
Lapisan 2 >Rp 50.000.000 s.d Rp 5%
100.000.000
Lapisan 3 >Rp 100.000.000 s.d Rp 15 %
500.000.000
Lapisan 4 >Rp 500.000.000 25 %

Tarif PPh Pasal 21 diatas diterapkan atas jumlah kumulatif Uang Pesangon yang dibayarkan
dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.

Contoh Kasus Uang Pesangon :

PT. Ortax Indonesia melakukan pembayaran Uang Pesangon kepada Reno Purnomo (Ber-
NPWP) secara bertahap dengan jadwal pembayaran sebagai berikut :
a. 01 JanuariRp 240.000.000
b. 2014 Rp 120.000.000
c. 07 Juni 2015Rp 120.000.000
d. 25 Juli 2015Rp 120.000.000
01 Januari
2016

Dengan demikian, Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebagai berikut:

a. Pada Tanggal 01 Januari 2014 :


0% x Rp = Rp 0
50.000.000 = Rp 2.500.000
5% x Rp = Rp 21.000.000 (+)
50.000.000 = Rp 23.500.000
15% x Rp
140.000.000

b. Pada Tanggal 07 Juni 2015 :


15% x Rp= Rp 18.000.000
120.000.000

c. Pada Tanggal 25 Juli 2015 :


15% x Rp= Rp 18.000.000
120.000.000

d. Pada Tanggal 01 Januari 2016 :


Oleh karena pembayaran Uang Pesangon sudah memasuki tahun ketiga maka tarif PPh Pasal 21
untuk Uang Pesangon yang dibayarkan pada bulan Januari 2016 adalah Tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dan pemotongan PPh 21 pada bulan Januari 2016
tidak bersifat Final.

Berikut ini Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Bulan Januari 2016 :


5% x Rp 50.000.000= Rp 2.500.000
15% x Rp 70.000.000= Rp 10.500.000 (+)
Jumlah = Rp 13.000.000

Apabila pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara sekaligus kepada Pengelola Dana
Pesangon Tenaga Kerja

1. Pegawai dianggap telah menerima hak atas Uang Pesangon.


2. Atas pengalihan Uang Pesangon kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja melalui
pembayaran secara sekaligus, terutang PPh Pasal 21 yang bersifat final.
3. PPh Pasal 21 yang bersifat final dipotong oleh pemberi kerja.
4. Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja membayar Uang Pesangon kepada
Pegawai, tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.

Apabila pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara bertahap atau berkala kepada
Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja,

1. Pegawai dianggap belum menerima hak atas Uang Pesangon.


2. Atas pengalihan Uang Pesangon kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja melalui
pembayaran secara bertahap atau berkala tidak terutang PPh Pasal 21 yang bersifat final.
3. Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja membayar Uang Pesangon kepada
Pegawai, dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final oleh Pengelola Dana
Pesangon Tenaga Kerja.

Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Uang Manfaat Pensiun, THT dan/atau JHT

Penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus meliputi:
a. Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara
sekaligus pada saat Pegawai sebagai peserta pensiun atau meninggal dunia
b. Pembayaran manfaat pensiun bulanan yang lebih kecil dari suatu jumlah tertentu yang
ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri Keuangan yang dibayarkan secara sekaligus
c. pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana
Pensiun membeli anuitas seumur hidup.

Untuk tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT yang
berlaku mulai 16 November 2009, ditentukan sebagai berikut :

Lapisan Lapisan Tarif PPh 21


Penghasilan Bruto Atas
Pesangon
Lapisan 1 Rp 0 s.d Rp 0%
50.000.000
Lapisan 2 >Rp 500.000.000 5%

Tarif PPh Pasal 21 diberlakukan atas jumlah kumulatif Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT
yang dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.

Contoh Kasus Uang Manfaat Pensiun :

Anles Tambunan (Ber-NPWP) berhak atas manfaat pensiun sebesar Rp 300.000.000dari Dana
Pensiun PT. Ortax Indonesia. Anles meminta pembayaran sekaligus atas manfaat pensiun
sebesar 20% dari manfaat pensiun dan sisanya (80% dari manfaat pensiun) dibayarkan secara
bulanan. Dana pensiun PT. Ortax Indonesia membayarkan Uang Manfaat Pensiun yang
dibayarkan sekaligus sebesar 20% x Rp 600.000.000 = Rp 120.000.000.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang atas 20% dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara
sekaligus :

0% x Rp = Rp 0
50.000.000
= Rp 3.500.000 (+)
5% x Rp
70.000.000 = Rp 3.500.000

Jumlah

Sedangkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas pembayaran 80% dari manfaat pensiun
yang dibayarkan secara bulanan berlaku Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Apabila terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara
Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup, maka :
 Pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima hak atas Uang Manfaat Pensiun yang
dibayarkan secara sekaligus.
 Atas pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara
Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup terutang PPh Pasal 21 yang bersifat final.
 Pemotongan PPh Pasal 21 atas pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan
asuransi jiwa dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga
Keuangan pada saat pembelian anuitas seumur hidup.
 Pada saat perusahaan asuransi jiwa membayar Uang Manfaat Pensiun kepada Pegawai,
tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.

Melebihi Jangka Waktu 2 (dua) tahun kalender

Jika terdapat bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-
tahun berikutnya, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang
atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan.

PPh Pasal 21 yang dipotong tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran
pajak pendahuluan atau kredit pajak. Jika Pegawai tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP), maka tarif pemotongan PPh Pasal 21 lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan
terhadap Pegawai yang dapat menunjukkan NPWP.

Kewajiban Pemotong

 Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan PPh Pasal
21 yang terutang atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT untuk
setiap Masa Pajak.
 PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh Pemotong untuk setiap Masa Pajak wajib disetor
ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 hari
setelah Masa Pajak berakhir.
 Pemotong wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 untuk setiap
Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 21 ke KPP tempat Pemotong Pajak terdaftar, paling lama 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.
 Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun
tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada Pegawai yang berhak menerima
Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT.
 Kewajiban menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan PPh Pasal 21 yang
terutang atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT pada kedua poin
diatas tetap dilakukan terhadap Pegawai yang dikenai tarif pemotongan sebesar 0%.
 Apabila dalam 1 (satu) Masa Pajak, kepada satu Pegawai dilakukan lebih dari 1 (satu)
kali pembayaran penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 21 dapat dibuat sekali untuk 1
(satu) Masa Pajak.
III. Penutup

Atas Penghasilan yang diterima oleh pekerja berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenankan pemotongan
PPh Pasal 21 yang bersifat Final. Penghasilan tersebut dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal
sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun
kalender. Jika terdapat bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan
tahun-tahun berikutnya, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17
ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang
terutang atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang
bersangkutan. PPh Pasal 21 yang dipotong tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai
pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak.

IV. Referensi

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat


atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21
atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua,
dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan
PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT,
Dan THT Yang Dibayarkan Sekaligus

Anda mungkin juga menyukai