Oleh :
MUFHIDA PARANINGTYAS ENGGAR SARI, S.Kep
173.0052
i
KARYA ILMIAH AKHIR
Oleh :
MUFHIDA PARANINGTYAS ENGGAR SARI, S.Kep
173.0052
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN LAPORAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
karya ilmiah akhir ini saya susun tanpa melakukan plagiat sesuai dengan
dan keyakinan penulis, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk, saya
nyatakan dengan benar. Bila ditemukan adanya plagiasi, maka saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Stikes
NIM 173.0052
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
NIM : 173.0052
menyetujui laporan karya ilmiah akhir ini guna memenuhi sebagian persyaratan
NERS (Ns.)
Pembimbing
Mengetahui,
Stikes Hang Tuah Surabaya
Ka Prodi Pendidikan Profesi Ners
iv
MOTTO
Jadilah manusia yang haus akan ilmu, karena Allah berjanji dalam Qur’an Surah Al Mujadilah ayat 11, bahwa
Allah akan meninggikan derajat orang yang beriman dan orang yang berilmu beberapa derajat (:
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Karya Ilmiah Akhir ini disusun
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program Pendidikan Profesi Ners.
bukan hanya karena kemampuan penulis saja, tetapi banyak bantuan dari pihak
kepada :
1. Laksamana Pertama TNI dr. I Dewa Gede Nalendra DI, Sp. B., Sp. BTKV.,
2. Ibu Wiwiek Liestyaningrum, S.Kp., M.Kep., selaku Ketua Stikes Hang Tuah
dengan tulus bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta perhatian
vi
5. Ibu Agustina Sri Patmi S.Kep., Ns selaku Pembimbing ruangan yang dengan
6. Bapak dan Ibu Dosen Stikes Hang Tuah Surabaya, yang telah memberikan
bekal bagi penulis melalui materi-materi kuliah yang penuh nilai dan makna
dalam penyempurnaan penulisan Karya Ilmiah Akhir ini, juga kepada seluruh
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka saran dan kritik yang
Karya Ilmiah Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membaca
Penulis
vii
DAFTAR ISI
viii
2.4.1 Pengkajian ..................................................................................................... 45
2.4.2 Analisa Data ...................................................................................................52
2.4.3 Diagnosis Keperawatan ..................................................................................52
2.4.4 Rencana Keperawatan ....................................................................................53
2.4.5 Implementasi Keperawatan ............................................................................63
2.4.6 Evaluasi Keperawatan ....................................................................................63
2.5 Kerangka Masalah Keperawatan ....................................................................65
BAB 5 PENUTUP.....................................................................................................139
5.1 Simpulan ........................................................................................................139
5.2 Saran ..............................................................................................................141
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kadar Tes Laboratorium Darah Untuk Diganosis Diabetes Dan
Prediabetes ...............................................................................................................
17
Tabel 2.2 Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dan Puasa Sebagai Penyaring
dan Patokan Penyaring Diagnosis DM ......................................................................
18
Tabel 3.2 Terapi Obat Pada Tn.S Dengan Diagnosis Medis DM Gangren 69
Pedis Sinistra + Anemia Pada Tanggal 16 Juli 2018 ................................................
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 6 SOP Pemberian Obat Injeksi Intra Vena (IV) ....................... 153
xii
DAFTAR SINGKATAN
xiii
RUMKITMAR : Rumah Sakit Marinir
S : Suhu
SDKI : Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMRS : Sebelum Masuk Rumah Sakit
SOP : Standart Operasional Procedure
TB : Tinggi Badan
TD : Tekanan Darah
TGT : Toleransi Glukosa Terganggu
TNM : Terapi Nutrisi Medis
TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral
WBC : White Blood Cell
WHO : World Health Organization
WIB : Waktu Indonesia Barat
BAB 1
PENDAHULUAN
insulin atau kedua-duanya (Perkeni, 2015). Luka diabetes terjadi karena adanya
kelainan pada saraf, kelainan pembuluh darah dan kemudian adanya infeksi. Bila
infeksi tidak ditangani dengan manajemen yang baik, hal itu akan berlanjut
merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti oleh setiap
penderita DM. Gangren kaki diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-
hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi dipembuluh darah sedang
atau besar ditungkai. (Tjokroprawiro, 2007). Pasien rawat inap di Ruang III
dengan komplikasi luka gangren dikarenakan sebagian besar dari mereka kurang
mempercepat proses penyembuhan luka. Masalah yang sering muncul pada pasien
1
15
sebagai penyakit global karena terjadi peningkatan empat kali lipat mulai tahun
1980 hingga tahun 2016 (WHO, 2016). Kejadian Diabetes Melitus menjadi salah
sebesar 6,7% setelah stroke (21,1%) dan penyakit jantung coroner (12,9%)
Timur menempati urutan ke Sembilan dengan prevalensi 6,8. Angka ini satu
tingkat diatas DKI Jakarta yang berada diurutan kesepuluh dengan prevalensi 6,6.
Prevalensi untuk Surabaya lebih tinggi dibandingkan Jatim, yaitu tujuh (Kominfo
Jatim, 2015). Surabaya sendiri seperti yang kita ketahui terdapat perkembangan
dari tahun 2009 sejumlah 15.961, meningkat pada jumlah 21.729 pada tahun
2010, kemudian meningkat kembali pada tahun 2011 menjadi 26.613. Penderita
Diabetes Melitus ini terus mengalami peningkatan pada tahun 2009 hingga 2011,
namun pada tanggal 2012 terjadi penurunan menjadi sebesar 21.268 (Putri dan
Isfandiari, 2013).
Data yang diperoleh berdasarkan buku register pasien di ruang III Rumkital
Dr. Ramelan Surabaya dalam tiga tahun terakhir, didapatkan hasil jumlah
penderita Diabetes Melitus pada tahun 2015-2016 sebanyak 170 orang, dimana
sebanyak 54 orang (31,8%) adalah pasien Diabetes Melitus dan 116 orang
Tahun 2016-2017 sebanyak 217 orang, dimana sebanyak 42 orang (19,4%) adalah
pasien Diabetes Melitus dan 175 orang (80,6%) adalah pasien Diabetes Melitus
meningkat sebanyak 379 orang, dimana sebanyak 35 orang (9,3%) adalah pasien
16
Diabetes Mellittus dan 344 orang (90,7%) adalah pasien Diabetes Mellitus dengan
komplikasi Gangren Diabetik. Jumlah pasien diabetes melitus ratarata dalam tiga
bulan terakhir sebanyak 109 orang, dimana sebanyak 11 orang (10,09%) adalah
pasien Diabetes Melitus dan 98 orang (89,9%) adalah pasien Diabetes Melitus
dengan komplikasi Gangren Diabetik. Dalam satu bulan rata-rata pasien Diabetes
Diabetes Melitus dan 39 orang (92,8%) adalah pasien Diabetes Melitus dengan
Diabetes Melitus disebabkan oleh tingginya kadar gula darah, yang disertai
dengan adanya kelainan metabolik. Normalnya, gula darah dikontrol oleh insulin,
suatu hormon yang dihasilkan oleh pankreas, yang memungkinkan sel untuk
menyerap gula di dalam darah. Akan tetapi, pada diabetes terjadi defisiensi insulin
yang disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin dan hambatan kerja insulin pada
reseptornya (Handaya, 2016). Pada Diabetes Melitus tipe II, pankreas masih dapat
membuat insulin, tetapi kualitas insulin yang dihasilkan buruk dan tidak dapat
berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam sel.
Akibatnya, glukosa dalam darah meningkat (Tandra, 2013). Faktor lain yang bisa
hidup stres, pola makan yang salah, obesitas, dan infeksi. Insulin merupakan
hormon anabolik, hormon yang dapat membantu memindahkan glukosa dari darah
ke otot, hati dan sel lemak. Pada Diabetes terjadi berkurangnya insulin atau tidak
penggunaan protein (Riyadi dan Sukarmin, 2008). Pasien Diabetes Melitus sering
17
kali mengalami gangguan neuropati yang berdampak pada system saraf autonomi,
dimana berfungsi untuk mengontrol fungsi otot-otot halus, kelenjar dan organ
visceral. Efek pada autonomi neuropati ini menimbulkan kulit menjadi rusak dan
luka sukar sembuh, dan dapat menimbulkan infeksi serta berkontribusi terjadinya
gangren (Tarwoto, 2012). Kondisi penyakit juga dapat memperberat kerja sel
untuk mengatasi penyebab dan penyulit penyembuhan. Semua luka atau radang
yang terjadi pada luka dibawah mata kaki harus segera diobati, karena bila
jaringannya mati dan berbau busuk) dan pada akhirnya kaki harus diamputasi/
Diabetes Melitus dapat menyerang seluruh anggota tubuh dan dapat menyebabkan
jantung, saraf dan pembuluh darah lainnya (Putri dan Isfandiari, 2013). Perawat
rumah sakit sering dijadikan ukuran oleh pelanggan rumah sakit tersebut sebagai
Mellitus harus diatasi, tidak hanya fokus pada perawatan luka gangren atau
Melitus, yang terdiri dari edukasi, pengaturan makan, olahraga dan kepatuhan
pengobatan (PERKENI, 2011). Salah satu aspek yang memegang peranan penting
perubahan pola makan sesuai kebutuhan, rutin melakukan aktifitas fisik dan
komprehensif pada pasien Diabetes Melitus merupakan salah satu cara yang dapat
pasien, diharapkan kebutuhan pasien dapat terpenuhi dan masalah pasien dapat
Surabaya.”
19
Surabaya.
Surabaya.
Surabaya.
Ramelan Surabaya.
20
Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan
manfaat :
1. Akademisi
khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada Tn.S dengan diagnosa medis DM
Gangren Pedis Sinistra + Anemia di Ruang III Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan dirumah
b. Bagi penulis
Hasil penulisan ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi penulisan
dengan baik.
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat sebagai tambahan ilmu bagi profesi
1. Metode
Studi kasus yaitu metode yang memusatkan perhatian pada satu obyek
tertentu yang diangkat sebagai sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam
a. Wawancara
b. Observasi
reaksi, respon pasien dan keluarga pasien sangat diterima kehadiran saya
dengan baik.
c. Pemeriksaan
selanjutnya.
3. Sumber data
a. Data primer
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari keluarga atau orang
c. Studi kepustakaan
Supaya lebih jelas dan lebih mudah dalam memahami dan mempelajari
studi kasus ini, secara keseluruhan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
2. Bagian inti terdiri, dari lima bab, yang masing – masing bab terdiri dari
diabetes melitus.
BAB 4 : Pembahasan kasus yang ditemukan yang berisi data, teori dan
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan diuraikan secara teoritis, meliputi : 1) Konsep Diabetes
dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta, karena
itu disebut pulau-pulau langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan hormon
insulin, yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa darah (FKUI, 2007).
lambung dalam abdomen, panjangnya 20-25 cm, tebal ± 2,5 cm dan beratnya
sekitar 80 gram, terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar dari abdomen
dan dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum. Struktur organ ini lunak dan
melingkarinya.
2. Badan pankreas, merupakan bagian utama pada organ ini, letaknya dibelakang
3. Ekor pankreas, adalah bagian yang runcing disebelah kiri dan berdekatan atau
menyentuh limpa.
10
11
Tiap pankreas mengandung lebih kurang 100.000 pulau Langerhans dan tiap
pulau berisi 100 sel beta. Di samping sel beta ada juga sel alfa yang memproduksi
glukagon yang bekerja sebaliknya dari insulin yaitu meningkatkan kadar glukosa
darah. Juga ada sel delta yang mengeluarkan somatostatin (FKUI, 2007).
pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk fungsi yang tidak jelas, yang
paruh plasma ±6 menit, bila tidak berikatan dengan reseptor pada sel target, maka
akan didegradasi oleh enzim insulinase yang dihasilkan terutama di hati dalam
waktu 10-15 menit (Guyton & Hall, 2006). Reseptor insulin merupakan kombinasi
dari empat subunit yang berikatan dengan ikatan disulfida yaitu dua subunit-α
yang berada di luar sel membran dan dua unit sel-ß yang menembus membran.
Insulin akan mengikat serta mengaktivasi reseptor α pada sel target, sehingga akan
receptors substrates (IRS) (Guyton & Hall, 2006). Dalam tubuh kita terdapat
mekanisme reabsorbsi glukosa oleh ginjal, dalam batas ambang tertentu. Kadar
jika telah melewati ambang ginjal untuk reabsorbsi glukosa yaitu 375 mg/menit
kadar gula darah, yang disertai dengan adanya kelainan metabolik. Normalnya,
gula darah dikontrol oleh insulin, suatu hormon yang dihasilkan oleh pankreas,
yang memungkinkan sel untuk menyerap gula di dalam darah. Akan tetapi, pada
diabetes terjadi defisiensi insulin yang disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin
Pada Diabetes Melitus tipe II, pankreas masih dapat membuat insulin,
tetapi kualitas insulin yang dihasilkan buruk dan tidak dapat berfungsi dengan baik
sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam sel yang dapat menyebabkan
glukosa dalam darah meningkat (Tandra, 2013). Jadi, dapat disimpulkan bahwa
kadar glukosa darah (hiperglikemia) dan disebabkan oleh adanya resistensi insulin,
1. DM Tipe 1 (IDDM)
oleh kenaikan kadar gula darah akibat destruksi (kerusakan) sel beta pankreas
(kelenjar ludah perut) karena suatu sebab tertentu yang menyebabkan produksi
insulin tidak ada sama sekali sehingga penderita memerlukan tambahan insulin
2. DM Tipe 2 (NIDDM)
14
oleh kadar gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan
3. DM Tipe lain
ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat defek genetik fungsi sel beta, defek
genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau
zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom penyakit lain yang
4. DM Tipe Gestasional
yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada wanita hamil.
Biasanya terjadi pada usia 24 minggu masa kehamilan, dan setelah melahirkan
adanya kerusakan pada sel beta pankreas dan gangguan hormonal (Mansjoer dkk.,
2005 dalam Yuanita, 2013). DM tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) disebabkan oleh gangguan resistensi insulin dan sekresi insulin.
Resistensi insulin terjadi karena reseptor yang berikatan dengan insulin tidak
merangsang pengambilan glukosa dan menghambat produksi glukosa oleh sel hati.
Gangguan sekresi insulin terjadi karena sel beta pankreas tidak mampu
Bare, 2001).
15
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya, insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada DM Tipe 2 disertai dengan penurunan
reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Obesitas merupakan faktor utama
pankreas terhadap peningkatan gula darah sering berkurang. Selain itu reseptor
insulin pada target sel di seluruh tubuh termasuk otot berkurang jumlah dan
berupa polifagia, poliuria, polidipsia (Kariadi, 2009:36). Gejala lain yang mungkin
dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi pada pria, dan
Berdasarkan studi kohort yang dilakukan oleh Sudore et.al., (2012 dalam
Park, et.al.), hampir setengah pasien DM tipe 2 dewasa (total 13.171 responden)
melaporkan telah merasakan gejala selain gejala khas DM yang berupa kelelahan,
depresi, dyspnea, insomnia, emosi yang tidak stabil, dan nyeri. Pasien berusia
16
lebih dari 60 tahun mengeluh sering merasakan nyeri dan dyspnea (physical
darah dan tidak dapat ditegakkan dengan adanya glukosuria (PERKENI, 2015).
2. Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak
(NGSP).
darah 2-3 bulan terakhir, kondisi yang mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan
fungsi ginjal maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun
evaluasi.
gambar berikut:
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT) (PERKENI, 2015).
18
2-jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100
mg/dl.
angka 5,7-6,4%.
Tabel 2.1 Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes
HbA1c (%) Glukosa darah puasa Glukosa plasma 2 jam
(mg/dL) seelah TTGO (mg/dL)
Diabetes > 6,5 % > 126 mg/dL > 200 mg/dL
Prediabetes 5,7-6,4 % 100-125 mg/dL 140-199 mg/dL
Normal < 5,7 % < 100 mg/dL < 140 mg/dL
Sumber : PERKENI 2015
Melitus Tipe-2 (DMT2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23
kg/m2) yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
h. Riwayat prediabetes.
Catatan:
diulang tiap 1 tahun. Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia
Dalam hal ini harus diperhatikan adanya perbedaan hasil pemeriksaan glukosa
darah plasma vena dan glukosa darah kapiler seperti pada tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)
Bukan Belum pasti DM DM
DM
Kadar glukosa darah Plasma Vena <100 100-199 >200
sewaktu (mg/dL) Darah Kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah Plasma Vena <100 100-125 >126
puasa (mg/dL) Darah Kapiler <90 90-99 >100
Sumber : PERKENI 2015:14
2.1.7 Pencegahan Diabetes Melitus
1. Pencegahan Primer
20
kelompok yang memiliki faktor resiko, yaitu kelompok yang belum mengalami
sebagai berikut:
lansia.
oleh Morato et.al. (2007), seseorang yang kurang bergerak atau sedikit
dilakukan oleh Eyre et.al. (2004), hipertensi menjadi salah satu faktor
4) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL).
5) Diet tidak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah
2. Pencegahan Sekunder
sekunder dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan
deteksi dini sejak awal pengelolaan penyakit DM. Program penyuluhan memegang
kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan dan menuju perilaku sehat
(PERKENI, 2011).
3. Pencegahan Tersier
dengan pemberian materi mengenai upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk
kesehatan yang menyeluruh dan kolaborasi antar tenaga medis. Kolaborasi yang
baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi,
bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dan lain sebagainya)
2011).
darah, berat badan, dan profil lipid perlu dilakukan untuk mencapai tujuan
1. Edukasi
DM tipe 2 karena pemberian edukasi kepada pasien dapat merubah perilaku pasien
pasien harus dilakukan dengan melihat latar belakang pasien, ras, etnis, budaya,
konsep dasar DM, pencegahan DM, pengobatan DM, dan selfcare (Funnell et.al.,
2009).
menyeluruh dari tenaga kesehatan (dokter, ahli gizi, tenaga kesehatan yang lain
serta pasien dan keluarganya). Prinsip pengaturan nutrisi pada pasien DM tipe 2
yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
merupakan aspek yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama pada pasien
3. Latihan jasmani
dalam pembuatan materi DSME yang memiliki arti latihan jasmani dilakukan
25
secara terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara
teratur, gerak cepat dan lambat secara bergantian, berangsur-angsur dari latihan
ringan ke latihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
dengan usia dan status kesegaran jasmani. Pasien DM tipe 2 yang relatif sehat
2015).
4. Intervensi farmakologis
DM tipe 2. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa obat oral dan bentuk
suntikan. Obat dalam bentuk suntikan meliputi pemberian insulin dan agonis GLP-
hiperglikemik oral (OHO) dibagi menjadi 5 golongan, yaitu pemicu sekresi insulin
yang bersifat toksik bagi otak, sedangkan koma HHNK terjadi akibat
pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak),
tersering dan paling penting adalah neuropati perifer yang berupa hilangnya
sensasi distal dan berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus diabetik dan amputasi.
Gangren kaki diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman
dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi dipembuluh darah sedang atau
besar ditungkai. Luka gangren merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang
keseluruhan (full thickness) pada kulit yang meluas ke jaringan di bawah kulit,
tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada seseorang yang menderita
penyakit Diabetes Milletus (DM), kondisi ini timbul sebagai akibat terjadinya
peningkatan kadar gula darah yang tinggi. Jika ulkus kaki berlangsung lama, tidak
27
dilakukan penatalaksanaan dan tidak sembuh, luka akan menjadi terinfeksi. Ulkus
bawah (Tarwoto, 2012). Luka diabetik terdiri dari luka ulkus dan gangren. Tujuan
proses pemulihan luka. Ulkus yang tidak dirawat dengan baik dapat
membusuk dan sudah melebar, ditandai dengan jaringan yang mati berwarna
mengalami gangren diabetik yaitu pasien dengan lama penyakit diabetes yang
melebiihi 10 tahun, usia pasien yang lebih dari 40 tahun, riwayat merokok,
bagian yang menonjol (seperti bunion atau kalus), riwayat ulkus kaki atau
amputasi serta pengendalian kadar gula darah yang buruk (Rinne, 2006).
3. Infeksi
28
sensorik yang menghilangkan atau menurunkan sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus
dapat terjadi tanpa terasa. Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai
sehingga mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan
mengganggu aliran darah ke kaki; penderita dapat merasa nyeri tungkai sesudah
berkurangnya aliran darah atau neuropati. Ulkus diabetik bisa menjadi gangren
kaki diabetik. Penyebab gangren pada penderita DM adalah bakteri anaerob, yang
tersering Clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan gas, yang disebut gas
gangren.
luka yang awalnya biasa menjadi luar biasa sulit untuk sembuh. Ada beberapa
faktor yang sangat berperan dalam mendukung penyembuhan luka, yaitu faktor
1. Faktor Lokal
a. Hidrasi Luka
Hidrasi luka atau pengairan pada luka adalah kondisi kelembapan pada luka
yang seimbang yang sangat mendukung penyembuhan luka. luka yang terlalu
kering atau basah kurang mendukung penyembuhan luka. luka yang terlalu kering
atau nekrosis kering. Luka yang terlalu basah menyebabkan luka cenderung rusak
b. Penatalaksanaan Luka
Tenaga kesehatan harus memehami proses penyembuhan luka dan kebutuhan pada
setiap fasenya. Kebersihan luka dan sekitar luka harus diperhatikan, kumpulan
lemak, dan kotoran pada sekitar luka harus selalu dibersihkan. Saat pencucian
luka, pilih cairan pencuci yang tidak korosif terhadap jaringan granulasi yang
sehat. Pemilihan balutan (topical therapy) harus disesuaikan dengan fungsi dan
c. Temperatur Luka
Efek temperatur luka dipelajari oleh Lock pada tahun 1979 yang muncul
bahwah temperatur yang stabil (37o C ) dapat meningkatkan proses motosis 108%
pada luka. Oleh sebab itu, dianjurkan untuk meminimalkan penggantian balutan
dan mencuci luka dengan kondisi hangat. Gesekan dan tekanan sering muncul
akibat aktivitas atau tidak beraktivitas, pakaian dan balutan yang terlalu kencang,
dan kompresi bandaging. Hal ini dapat menekan pembuluh darah sehingga
rusak karena sangat tipis, resistensi tekanan pada pembuluh darah arteri mencapai
30mmHg dengan variasi tekanan hingg pembuluh darah vena. Tekanan dan
30
gesekan dapt ditimbulkan akibat penggunaan balutan yang kurang tepat atau luka
e. Benda Asing
Benda asing pada luka dapat menghalangi proses granulasi dan epitelisasi
bahkan dapat menyebabkan infeksi. Benda asing pada luka di antaranya adalah
sisa debris pada luka (scab), sisa jahitan, kotoran, rambut, sisa kasa, kapas yang
tertinggal, dan adanya bakteri. Benda asing ini harus dibersihkan dari luka
2. Faktor Umum
a. Faktor Usia
jumlah dan ukuran sel menurun. Kondisi kulit cenderung kering, keriput, dan tipis
sangat mudah mengalami luka karena gesekan dan tekanan. Hal ini menyebabkan
Kulit kering merupakan kondisi yang sering terjadi pada usia tua. Kondisi
ini terjadi pada usia 64 tahun keatas (Benbow, 2010). Hampir 59%-85% terjadi
pada usia tersebut. Meningkatnya usia kulit menjadi tipis dan berkerut sehingga
mudah sekali terjadi luka ketika ada gesekan yang kuat. Pada usia yang tua proses
dengan adanya mobilitas yang kurang, asupan nutrisi yang tidak adekuat, dan
gangguan kognitif.
31
b. Penyakit Penyerta
atau penyumbatan pada pembuluh darah arteri dan vena). Kondisi penyakit
tersebut memperberat kerja sel dalam membperbaiki luka sehingg penting sekali
aliran darah ke sel. Gagal ginjal jantung juga memperlambat aliran darah. Pada
pertumbuhan sel yang baru. Oksigen dan nutrisi sangat dibutuhkan selama proses
penyembuhan luka (Morison, 2013). Tanda dan gejala akibat perubahan struktur
pembuluh darah perifer adalah kaki terba dingin, nadi teraba kecil, perbahan
warna kulit menjadi pucat atau kebiruan dan jika terdapa luka akan lama
penyembuhan luka. Luka pada diabetes akan mengalami penundaan pada setiap
fase penyembuhan. Fase homeostasis dan dan inflamasi terjadi penurunan suplai
darah, resiko infeksi, inflamasi yang terus menerus dan produksi notropil yang
lambat. Fase proliferasi terjadi penurunan aktivitas fibroblas, kolagen deposit dan
kekuatan serta kelenturan kolagen, sedangakan pada fase maturasi resiko luka
c. Vaskulerisasi
sel terujung. Pembuluh darah arteri yang terhambat dapat menurunkan asupan
32
nutrisi dan oksigen ke sel untuk mendukung penyembuhan luka sehingga luka
yang diakibatkan oleh oksigen yang kurang dapat menyebabkan keadaan hipoksia.
Tingkat kebutuhan oksigen yang tepat sangat penting pada penyembuhan luka.
d. Nutrisi
infeksi luka. Nutrisi yang dibutuhkan dan penting adalah asam amino (protein),
lemak, energi sel (karbohidrat), vitamin (C, A, B kompleks, D, K, E), zink, Trace
element (besi, magnesium), dan air. Asam amino penting untuk revaskularisasi,
esensial dan non-esensial dapat ditemukan pada daging, ikan, dan putih telur.
daging. Karbohidrat sangat berperan untuk energi selular dari leukosit, fibroblas,
nutrisi. Karbohidrat banyak ditemukan pada sereal, gula, tepung, daging, dan
respons imun. Vitamin C banyak ditemukan di kiwi, black currat, stroberi, dan
epitelisasi, penyimpanan kolagen, dan kontraksi sel. Vitamin ini dapat ditemukan
pada sereal, hati. Asam folat membantu metabolisme protein dan pertumbuhan sel,
biasanya dapat ditemukan pada susu dan ikan salmon. Vitamin A mendukung
epitelisasi dan sintesis kolagen dan berfungsi sebagai anto oksidan. Vitamin A
dapat ditemukan pada cod lover oil, jeruk, dan sayuran hijau. Vitamin D
membantu metabolisme kalsium, didapat dari salmon, sarden, dan saat terpapar
didapatkan dari bayam dan kacang kedelai. Vitamin E sebagai antioksidan didapat
dari minyak sayur, minyak kacang, dan minyak zaitun (Morison, 2013).
protein viseral yng berfungsi membawa protein dan menjaga tekanan onkolitik.
(Pastheur, 2011). Pemberian protein parenteral dan diet protein merupakan faktor
waktu yang lama pada pasien denga ulkus akan mengakibatkan terjadinya
pagositosis ole lekosit, dan penurunan kekuatan mekanis luka (Wild et al, 2010).
e. Kegemukan
penyembuhan luka seperti dehisen, infeksi, venus alcer, arteria alcer dan rata rata
34
infeksi luka operasi lebih tinggi trjadi pada pasien obesitas (Greco, 2008).Obesitas
pembuluh darah. Lemak yang berlebih dapat memengaruhi aliran darah ke sel.
Ganngguan sensasi dapat memperburuk kondisi luka karena tidak ada rasa
sakit atau terganggu terhadap luka tersebut, begitu pula gangguan pergerakan
dapat menghambat aliran darah dari dan ke perifer. Sering sekali pemilik luka
g. Status Psikologi
penyembuhan luka. Stresor dapat ditimbulkan dari emosional yang negatif seperti
membuat seseorng berperilaku tidak sehat seperti merokok, tidak olah raga, dan
penyalahgunaan obat narkotik dan alkohol. Semua keadaan ini akan berdampak
kekebalan tubuh dan menjadi penyebab gangguan secara fisiologis fungsi tubuh.
bahwa stres terbukti memberi dampak negatif dalam penyembuhan luka (Munn,
2010).
h. Obat
menunjukkan sedikit bukti tentang terapi antibiotik topikal yang terus menerus
pada pasien luka kronis, namun untuk luka kecil terapi topikal antibiotik sangat
efektif.
Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka dibagi menjadi beberapa stadium, yaitu
dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.
Luka timbul secara klinissebagai suatu lubang yang dalam dengan atau
simultan. Penyebab umum yang mendasari adalah terjadinya neuropati perifer dan
iskemia dari penyakit vaskuler (Tarwoto, 2012). Faktor yang dapat menghambat
proses penyembuhan luka terbagi menjadi dua faktor lokal dan faktor sistemik.
Faktor lokal terdiri dari : oksigenasi, infeksi, sedangkan faktor sistemiknya adalah
umur, hormon seks, stres, diabetes, obat, obesitas, alkohol, merokok dan nutrisi
Masalah luka yang terjadi pada klien dengan diabetik terkait dengan
adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki dan biasanya dikenal sebagai
neuropati perifer. Pada klien dengan diabetik sering kali mengalami gangguan
kerusakan pada saraf. Hal ini terkait dengan diabetik neuropati yang berdampak
pada system saraf autonomi, yang mengontrol fungsi otot-otot halus, kelenjar dan
organ visceral. Dengan adanya gangguan pada saraf autonomi pengaruhnya adalah
antibiotik tidak mencukupi atau tidak dapat mencapai jaringan perifer, dan atau
untuk kebutuhan metabolism pada lokasi tersebut. Efek pada autonomi neuropati
ini menimbulkan kulit menjadi rusak dan luka sukar sembuh, dan dapat
karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling
baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya proses penyembuhan luka
tidk hanya sebatas pada regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, tetapi juga
Faktor penghambat penyembuhan luka meliputi faktor umum dan faktor lokal
(Carville, 2007).
38
dengan melihat kondisi luka terlebih dahulu, apakah luka yang dialami pasien
dalam keadaan kotor atau tidak, ada apus atau ada jaringan nekrotik (mati) atau
tidak. Setelah dikaji , barulah dilakukan perawatan luka. Untuk perawatan luka
tutup dengan kassa basah yang diberi larutan NaCl lalu dibalut disekitar luka,
dalam penutupan dengan kassa jaga agar jaringan luar luka tertutup. Sebab jika
luka ditutup dengan kassa basah bercampur NaCl, lalu tutup kembali dengan kassa
steril yang kering untuk selanjutnya dibalut (Ismayati, 2007). Jika luka sudah
draw). Penanganan luka diabetik, harus ekstra agresif sebab pada luka diabetik
kuman akan terus menyebar dan memperparah kondisi luka (Hermawati, 2007).
kelompok besar yaitu pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus
(pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar
tidak terjadi kecacatan yang parah (pencegahan sekunder dan penggolongan ulkus
1. Pencegahan primer
rehabilitasi medis terutama dari segi ortodontik sangat besar pada usaha
berbagai hal yang terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik dapat
dicegah.
2. Pencegahan sekunder
yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil yang maksimal dapat di
dan lain sebagainya, yang akan bermanfaat pula untuk penyandang DM.
Tetapi samapai saat ini belum ada bukti yang cukup untuk menganjurkan
b. Wound Control
Perawatan luka sejak pertama kali klien datang merupakan hal yang harus
dikerjakan dengan baik dan teliti. Klasifikasi ulkus pedis dilakukan setelah
debridemen yang kuat. Saat ini terdapat banyak sekali macam dressing
keadaan luka dan juga letak luka tersebut. Debridemen yang baik dan
Selam proses inflamsi masih ada, proses penyembuhan luka tidak beranjak
bagi kesembuhan luka dapat pula di pakai kasa yang dibasahi dengan salin.
Cara tersebut saat ini dipakai banyak tempat perawatan kaki diabetik.
Data mengenai pola kuman perlu perbaiki secara berkala untuk setiap
cara sederhana seperti : warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis
darah. Berbagai hal lain harus juga diperhatikan dan diperbaiki seperti
f. Eductional Control
atau luka diabetik. Penyuluhan yang baik dapat membantu dan mendukung
41
(Sudoyo, 2006).
dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Wijaya, et.al, 2013).
keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya anemia. Secara umum gejala
adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau
pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis. Lisis sel darah merah
terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam
hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang
terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah
hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urine. Pada
1. anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa
3. kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut sindrom
anemia.
berikut :
a. Tes Penyaring : tes ini pada tahap awal pada setiap kasus Anemia.
komponen-komponen berikut
4) PT (Protombin Time) : bila nilainya < 1,5 x control, maka tidak ada
Pada pemeriksaan PTT : bila nilainya 1,5 x control, maka tidak ada
berikut:
c. Pemeriksaan sitogenetik
Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung,
maka harus segera diberikan terapi darurat denganb transfuse sel darah
jantung tersebut.
Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya preparat
c) Terapi kausal
tambang.
terapi ini berhasil, berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi ini hanya
pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika
terdapat respons yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat
2.4.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
tipe 2 biasanya terjadi pada dewasa obese diatas usia 40 tahun (Kowalak, et
al. 2011)
a. Keluhan utama
Sejak kapan pasien mengalami tanda dan gejala penyakit diabetes melitus
sembuhnya. Luka ini dapat timbul karena akibat hal yang sepele seperti
luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti (Wijaya dan Putri, 2013).
46
mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Transmisi genetic adalah
paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam Diabetes awitan dewasa
5. Riwayat alergi
Riwayat pengobatan yaitu obat obatan yang diberikan sekarang dan reaksi
pemakaian yang berlebih dan obat obatan yang diresepkan pada masa lalu
Istirahat menjadi tidak efektif karena adanya poliuri, nyeri pada luka
d. Nutrisi – metabolik
Mellitus yang bermasalah adalah insulin. Pemasukan gula kedalam sel sel
tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk pun kurang. Inilah yang
berfikir bahwa kurang energi itu karena kurang makan, maka tubuh
48
e. Eliminasi
Seringkali buang air kecil dengan volume yang banyak (poliuri), yaitu
lebih sering daripada biasanya, apalagi malam hari. Untuk menjaga agar
urine yang keluar (yang mengandung gula) itu tidak terlalu pekat, tubuh
akan menarik air sebanyak mungkin ke dalam urine sehingga volume urine
f. Kognitif perseptual
g. Konsep diri
h. Pola koping
Toleransi stress, mengalami stress yang berat baik emosional maupun fisik,
emosi labil dan depresi. Pasien tampak tidak bergairah, bingung bahkan
impoten. Apabila selama urat saraf yang memelihara alat seksual tidak
yang dideritanya. Akan tetapi, jika kerusakan sarafnya sudah berat dan
(Misnadiarly, 2006)
Pada periode awal emosi pasien masih stabil dan mampu mengekspresikan
emosi dengan baik. Sedangkan pada pasien dengan Diabetes Mellitus lama,
Sukarmin, 2008).
Mellitus mulai berusaha mencari kekuatan yang luar biasa dari Tuhan.
kejiwaan untuk mencari kesembuhan dari Tuhan Yang Maha Esa (Riyadi
7. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernapasan
cepat dan dalam (kusmaul), napas bau keton (Doenges, 2012). Penderita
lagi bila Diabetes Mellitus yang di deritanya tidak terkendali, tidak terawat
b. Sistem Cardiovaskuler.
c. Sistem Persyarafan
d. Sistem Perkemihan
kadang kadang penderita tidak bisa buang air kecil spontan, urine
tertimbun dan tertahan yang disebut retensio urine. Sebaliknya bila urat
insulin, obat untuk saraf dan obat untuk infeksi (Misnadiarly, 2006)
e. Sistem Pencernaan
tidak lekas turun, kadang timbul rasa sakit di ulu hati karena makanan
terhenti di dalam dada. Pasien tidak mengikuti diet, penurunan berat badan.
Penderita Diabetes Mellitus yang lama dapat menyebabkan urat saraf yang
(Misnadiarly, 2006)
f. Sistem Muskuloskeletal
Letih, lemah, sulit bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun, nyeri
g. Sistem Integumen
atau kurang kuat dalam hal pertahanannya, sehingga mudah terkena infeksi
dan penyakit jamur. Karena itu, lebih sering mengalami bisul (furukel),
2006). Timbul ulkus pada kaki sering ditemukan/ tanda tanda keterjadian
h. Sistem Endokrin
110 mg/ dl dan hipoglikemia sebagai kadar glukosa kurang dari 70 mg/ dl.
makan dan kembali turun ke nilai dasar dalam waktu tiga jam. Insulin
efek efek yang berlawanan dengan insulin. Hormon ini penting dalam
Analisa data adalah menggabungkan data dengan konsep, teori dan prinsip
objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis
manifestasi klinik maka diagnostik keperawatan yang sering muncul pada klien
produksi insulin
perlu membuat rencana tindakan dan tolak ukur yang dapat digunakan untuk
Tabel 2.5 Daftar Rencana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Diabetes Mellitus
54
55
2. Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui adanya
gula darah b.d gangguan keperawatan diharapkan hiperglikemia; polyuria, polidipsi, pengaruh peningkatan kadar gula
toleransi glukosa darah kadar gula darah stabil, polifaghia, kelemahan. darah yang terjadi
dengan kriteria hasil :
1. Pasien mampu mengontrol 2. Lakukan pemeriksaan kadar gula 2. Untuk mengetahui kondisi kinis
glukosa darah secara darah puasa dan kadar gula 2JPP pasien
mandiri
2. Pasien mampu melakukan 3. Memberikan edukasi diabetes 3. Pemberian edukasi bertujuan
injeksi insulin sesuai sesuai standart diabetes self untuk meningkatkan pengetahuan
indikasi secara mandiri management eduction dan ketrampilan pasien sehingga
3. Kadar gula darah pasien pasien memiliki perilaku preventif
dalam rentang normal dalam gaya hidupnya untuk
a. Gula darah acak = menghindari komlpikasi
100-199 mg/dl
b. Gula darah puasa = 4. Kolaborasi dengan dokter dalam 4. Obat anti diabetik untuk
80-109 mg/dl pemberian OAD (obat anti menstabilkan kadar gula darah
c. Gula darah 2JPP = diabetes)
110-140 mg/dl
3. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Untuk mengetahui keadaan umum
b.d kurang terpapar keperawatan diharapkan pasien
informasi tentang upaya pasien dapat pasien dapat
mempertahankan mempertahankan integritas 2. Kaji kerusakan kulit pada kaki 2. Pengkajian yang tepat terhadap
integritas jaringan jaringan, dengan kriteria hasil: kiri pasie luka dan proses penyembuhan
1. Tanda-tanda vital dalam akan membantu dalam
rentang normal menentukan tindakan selanjutnya
- Systole : 100-130 mmHg
- Diastole : 60-80 mmHg
55
56
56
57
4. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat kemampuan pasien 1. Untuk menentukan tingkat
b.d nyeri keperawatan diharapkan untuk berpindah dari tempat kemandirian pasien dalam
pasien dapat pasien dapat tidur, berdiri, dan ambulasi. memenuhi kebutuhan dasar
mencapai tingkat kemampuan manusianya
aktivitas yang optimal,
dengan kriteria hasil : 2. Observasi tanda-tanda vital 2. Sebagai dasar dalam menilai
1. Pasien dapat pasien kestabilan pasien
mempertahankan kekuatan
otot dan ROM sendi 3. Kaji respon emosi, sosial, dan 3. Mengetahui perasaan pasien
2. Pasien dapat melakukan spiritual terhadap aktivitasnya dalam hal keinginannya untuk
aktifitas sesuai dengan melakukan aktivitas pada
kemampuan umumnya
3. Pasien dapat memenuhi 4. Evaluasi motivasi dan 4. Menggali lebih dalam motivasi
kebutuhan sendiri secara keinginan pasien untuk diri pasien dalam meningkatkan
bertahap sesuai dengan meningkatkan aktivitas kemampuan untuk dapat
kemampuan. melakukan aktivias dasar
57
58
58
59
2. Pasien menyatakan 5. Ajarkan pasien dan anggota 5. Dapat mendorong pasien dan
penyebab mual kelurga dalam prosedur anggota keluarga untuk
3. Nafsu makan meningkat pemberian makan sedikit tetapi berpasrtisipasi dalam perawatan
4. Penurunan berat badan sering
tidak terjadi
5. Porsi makan habis 6. Kolaborasi dengan dokter dalam 6. Obat anti emetik berguna untuk
pemberian obat anti emetic mengurangi rasa mual dan muntah
pasien
59
60
60
61
8. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Meminimalkan risiko infeksi 1. Mencuci tangan adalah salah
berhubungan dengan keperawatan, resiko infeksi pasien dengan mencuci tangan satu cara terbaik untuk mencegah
penyakit kronis (Diabetes tidaka bterjadi, dengan sebelum dan sesudah penularan patogen.
Melitus) kriteria hasil : memberikan perawatan.
1. Suhu tubuh dalam rentang
normal (36.5-37.5) 2. Pantau peningkatan suhu tubuh 2. Suhu tubuh yang terus
2. Urine bewarna kuning pasien. meningkat setelah pembedahan
3. Luka insisi terlihat bersih, dapat merupakan tanda awitan
tidak ada rembesan, warna infeksi pada luka
merah muda dan bebas
dari drainase purulent 3. Ajarkan kepada keluarga untuk 3. Untuk membantu mencegah
4. Hasil WBC dalam batas melakukan miring kanan miring statis vena dan kerusakan kulit.
normal (4.00-10.0 10ˆ9/L) kiri setiap 2 jam.
61
62
5. TTV dalam batas normal : kehilangan darah akibat proses 3. Deteksi dini untuk menentukan
TD : Sistole 100- 130 pembedahan. tindakan yang segera dapat
mmHg, Diastole : 60- 80 dilakukan selanjutnya.
mmHg 4. Anjurkan pasien untuk banyak
Nadi : 60 -100 makan makanan yang bergizi.
RR : 12- 20 x/ menit. 4. Makanan yang tinggi zat besi
akan membantu meningkatkan
5. Kolaborasi dengan dokter dalam hemoglobin.
pemberian tranfusi darah bila
diperlukan. 5. Meningkatkan volume sirkulasi
darah, jumlah sel darah merah
dan untuk mempertahankan
kadar hemoglobin pada pasien
yang mengalami anemia berat.
62
63
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012). Menurut
hari.
pada pasien.
keperawatan dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
63
63
64
Tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu evaluasi proses dan evaluasi
menilai respons pasien, sedangkan evaluasi hasil dilakukan atas target tujuan yang
1. Evaluasi Formatif
segera.
2. Evaluasi Sumatif
Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada
perencanaan. Disamping itu, evaluasi juga menjadi alat ukur atas tujuan
a. Tujuan Tercapai
Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai secara
64
Genetik Imunologi Lingkungan Lingkungan
Usia Obesitas Riwayat keluarga
DM tipe 1
Resistensi insulin
Defisiensi insulin Hiperglikemia
Penurunan
Sistem pernapasan Sistem Sistem Persyarafan Sistem Perkemihan Sistem Pencernaan Sistem Integumen Sistem
produksi
kardiovascular insulin/kerusakan Muskuluskleta
reseptor penerima
Pemecahan lemak Glikosilasi protein Ginjal tidak dapat Pola lmakan Sel Schwan
insulin sehingga Penebalan membr
(lipolisis) meningkat Penebalan membran menyerap kembali yg tidak tidak rusak
sel tidak dasar vaskuler
dasar vaskuler glukosa konsusmsi FE seluruh bagian
Komplikasi mendapat glukosa
luka
Produksi keton mikrovaskular
meningkat makroangiopati glukosuria Pembentukan Hb Kematian Disfungsi endot
Proses pencernaan jaringan perifer
menurun mikrovaskuler
Neuropati Neuropati metabolisme sebagian
Gangguan Artherosklerosis otonom Diuresis Osmotik karbohidrat
perifer
Keseimbangan Anemia menurun
Asam Basa Ulkus diabetik
Pembuluh darah Gangguan sensorik Produksi dan Poliuria
jantung dan motorik pelepasan Mk : Hambatan
Asidosis metabolik eritopoitin Peningkatan kadar gula Gangren mobilitas fisik
Dehidrasi
Hilang atau turun terganggu dalam darah
Infark miokard
sensasi nyeri
Kadar CO2 dalam Pengobatan yang kuran
Mk : Defisit volume
darah Mk : ketidak stabilan Mk : Nyeri Akut adekuat
Penurunan curah cairan
jantung Mk : Resiko Cedera kadar gula darah
Mk : Pola nafas Demam Sepsis
tidak efektif Mk :Kerusakan
Mk : Ketidak efektifan
Integritas Jaringan
perfusi jaringan 10
Mk : PK: infeksi
65
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
AL, sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak. No. register 14-76-48. Tn. S
datang ke IGD RUMKITAL Dr. Ramelan Surabaya pada tanggal 12 Juli 2018
pukul 13.20 WIB atas rujukan dari RUMKITMAR Ewa Pangalila. Pengkajian
dilakukan pada tanggal 16 Juli 2018 pukul 09:00 WIB di ruang 3 (Diabet)
Keluhan utama masuk rumah sakit adalah Tn. S mengeluh badan terasa
lemas, mual dan terdapat luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan
kaki kiri sejak ± 1 bulan yang lalu. Luka pada kaki kiri awalnya terkena gesekan
motor saat mau berkendara, lalu tiba-tiba bengkak dan melepuh pada kaki kiri
tersebut. Dua hari sebelum lebaran tanggal 13 Juni 2018 Tn. S melakukan
perjalanan jauh ke kediri naik kereta dengan keadaan kaki dibalut kasa saja, saat
pulang mudik tiba-tiba luka semakin melebar lalu dibawa ke Puskesmas dan
dirawat sendiri oleh istrinya menggunakan kasa sufratul dan cairan infus NaCl
tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 86x/menit, respirasi 18x/menit, suhu 36,8oC.
66
67
mg
2018 menunjukkan hasil kadar HGB 6,3 /dl, WBC 21.300, PLT 798 10^3/UL,
mg mg mg
BUN 6 /dl, Creat 1,1 /dl, Gluc 322 /dl. Hasil pemeriksaan laboratorium
RUMKITAL Dr. Ramelan Surabaya pada tanggal 12 Juli 2018 menunjukkan hasil
kadar Na 131,5 mmol/L, Kalium 4,16 mmol/L, Chlorida 103,1 mmol/L. Tn. S
Rumkital Dr. Ramelan dengan hasil pengkajian didapatkan tekanan darah 140/70
mmHg, nadi 100 x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,6oC, SpO2 98% dan GCS
E4V5M6. Tn. S terpasang infus NaCl 0,9 % 7 tpm dan mendapatkan terapi obat
oral Asam Folat 2x1mg tablet, injeksi Cefoperazone 3x1gr (IV), injeksi Ranitidin
2x50mg/2ml (IV), injeksi insulin Novorapid 3x10ui (SC), injeksi insulin Lavemir
10ui 0-0-1 (SC), infus Metronidazole 3x500mg/100ml (IV), dan infus Asering
500ml 30 tpm.
Pengkajian pada tanggal 16 Juli 2018 pukul 09:00 WIB didapatkan hasil
mengeluh nyeri pada kaki kiri di bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan
kaki kiri dan badannya terasa lemas. Pasien mengatakan mempunyai riwayat
penyakit Diabetes sejak tahun 1998, dan tidak rutin mengkonsumsi obat selama 2
tahun terakhir. Istri Tn.S membenarkan hal tersebut, bahwa Suaminya (Tn.S)
jarang mengkonsumsi obat sejak 2 tahun yang lalu saat TN.S mulai pindah rumah
di Perumahan TNI-AL yang jaraknya jauh dari fasilitas kesehatan. Ayah Tn.S
67
68
Diabetes Melitus. Tn. S sebelumnya tidak pernah dirawat di Rumah Sakit dan
belum pernah mempunyai luka diabetes melitus yang parah seperti saat ini.
Luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan
3cm dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka
terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Tn.S mengatakan nyeri
pada luka kaki kiri dengan skala 7 dari skor 1-10, nyeri dirasakan 1-3 kali tiap jam
saat diam maupun saat kaki digerakkan. Pemeriksaan glukosa darah 2 JPP pada
tanggal 16 Juli 2018 pukul 19.00 didapatkan hasil 125 mg/dl. Pernafasan 20x/menit,
suara nafas vesikuler, irama nafas regular, tidak ada tarikan dinding dada, tidak
terdapat suara nafas tambahan ronchi -/-, wheezing -/-, suara jantung S1 S2
tunggal, tidak ada gallop ataupun murmur, tidak ada sianosis, CRT <2 detik,
saturasi oksigen 99%, nilai ABI didapatkan 0,8 (Infusiensi arteri ringan), tidak
terpasang kateter, menggunakan pispot saat buang air kecil di tempat tidur, jumlah
konjungtiva merah muda, lapang pandang normal, bentuk telinga normal, tidak
terdapat penurunan fungsi pendengaran, tidak ada nyeri telan, dan Tn. S tidak
terpasang NGT.
68
69
Tabel 3.1 Hasil Laboratorium Pada Tn.S Dengan Diagnosis Medis DM Gangren
Pedis Sinistra + Anemia Pada Tanggal 16 Juli 2018
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
Leukosit 11.001 g/dl 4.000 - 10.000
Eritrosit 4,20 10ˆ6/ul 3,50 – 5,50
Hemoglobin 11,5 g/dl 11,0 – 16,0
Hematokrit 35,1 % 37,0 – 54,0
Trombosit 798.000 g/dl 150.000 - 400.000
Liver Fungsi Test
BSN 210 mg/dl 74-106
BUN 18 mg/dl 10-24
Creat 1.0 mg/dl 0,6-1,1
SGPT 35 u/L 0-50
SGOT 40 u/L 0-50
Albumin 2,34 g/dl 3,40-4,80
Globulin 3,47 mg/dl 2,20-3,50
Elektrolit
Natrium 131,5 mmol/L 135,0 – 145,0
Kalium 4,16 mmol/L 3,5 – 5
Chlorida 103 mmol/L 95,0 – 108,0
Tabel 3.2 Terapi Obat Pada Tn.S Dengan Diagnosis Medis DM Gangren Pedis
Sinistra + Anemia Pada Tanggal 16 Juli 2018
Terapi Obat Dosis Indikasi
Asam folat 1mg 2 x 1 (tablet) Anemia
Cefoperazone 1gr 3 x 1 (IV) Mengobati infeksi akibat bakteri
Ranitidin 50mg/2ml 3 x 1 (IV) Gangguan asam lambung
Novorapid 10ui 3 x 10 ui/sc Terapi DM tipe 1 dan 2
Lavemir 10ui 0-0-1 10 ui/sc Terapi DM tipe 1 dan 2
Infus Asering 500ml 2 x 1 (IV) Ketidakseimbangan elektrolit
Metronidazole 500mg/100ml 3 x 1 (IV) Adanya infeksi yang disebabkan
oleh kuman an aerob dan kuman
lainnya yang sensitive terhadap
Metronidazole
69
70
3.1.3 Pengkajian
1. Oksigenasi
vesikuler, irama nafas regular, tidak ada retraksi dinding dada, tidak terdapat suara
nafas tambahan ronchi (-/-), tidak ada wheezing (-/-), tekanan darah 130/70
mmHg, bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, tidak ada gallop, tidak ada murmur,
CRT < 2 detik, saturasi oksigen 99%, tidak ada sianosis, tidak terpasang oksigen.
2. Nutrisi
Makanan diit DM 1900 kcal, nafsu makan Tn. S bik, makan selalu habis satu
porsi, Tn. S tidak ada distensi abdomen, bising usus normal 14x/menit, reflek
menelan baik, tidak ada nyeri telan, tidak terpasang NGT. Hasil Laboratorium
tanggal 16 Juli 2018 didapatkan hasil HB 11,5 g/dl, eritrosit 4,20 10ˆ6/ul,
Hematokrit 35,1 %, trombosit 798.000 g/dl, albumin 2,34 g/dl. Tinggi badan 170
3. Eliminasi
Tidak terpasang kateter, warna urine kuning jernih, tidak keruh, tidak ada
seluruh activity daily living dibantu oleh istri dan perawat, pasien lebih banyak
5555 5555
5555 5532 70
71
istirahat di tempat tidur, jam tidur malam saat MRS jam 21.00-04.00, jam tiur
5. Proteksi
Terdapat luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri
dengan masing-masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P 5cm
x L 3cm dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm),
luka terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Hasil lab leukosit
6. Sensori
kacamata minus, lapang pandang baik, dan dapat melihat objek jarak jauh.
Terpasang infus NaCl 0,9% 500 cc/12 jam, tidak ada edema, minum
1000–1500 ml/24 jam, tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 90 x/menit, hasil
laborat tanggal 16 Juli 2018 didapatkan hasil Natrium 131,5 mmol/L, Kalium 4,16
8. Fungsi Persyarafan
pasien mengingat hari dan tanggal saat ini, orientasi orang dan tempat baik, pupil
isokor, diameter 2/2 mm. Tn.S mengeluh nyeri pada kaki kirinya dengan skala 7
71
72
Tabel 3.3 Pemeriksaan Nervus Kranial Pada Tn.S Dengan Diagnosis Medis DM
Gangren Pedis Sinistra + Anemia Pada Tanggal 16 Juli 2018
Nervus Kranial Hasil Pemeriksaan Kesimpulan
N I (Olfaktorious) Tn.S mampu mengenali Tidak ada gangguan
bau-bauan (ex : minyak pembauan.
kayu putih).
N II (Optikus) Tn.S mampu membaca Ketajaman mata baik,
kaimat dengan ukuran huruf lapang pandang baik
16 dalam jarak 20 cm, tidak
menggunakan kacamata
minus
N III (Okulomotorikus) Tn.S mampu membuka Tidak ditemukan
N IV (Toklearis) kelopak mata, pupil isokor, adanya gangguan gerak
N VI (Abdusen) Tn.S mampu menggerakkan kelopak mata,
bola mata ke samping kanan konstraksi pupil baik,
dan kiri, ke bawah dan ke rotasi bola mata baik.
atas.
N V (Trigeminal) Tn.S mampu membuka Sensasi wajah tidak ada
rahang dengan baik, mampu gangguan, mampu
merasakan sensasi sentuhan merasakan sentuhan
dengan baik. dengan baik.
N VII (Fasial) Tn.S mampu mengangkat Wajah simetris, tidak
alis dan mengerutkan dahi. ada mencong.
N VIII (Vestibulokoklear) Tn.S dapat merespon dan Fungsi pendengaran
menjawab setiap pertanyaan baik.
yang diajukan perawat
dengan baik.
N IX (Glosofaringeal) Tn.S mampu menelan Pengecapan baik.
dengan baik, tidak ada nyeri
telan, tidak terpasang NGT.
N X (Vagus) Tn.S mampu membuka Reflek menelan baik,
mulut, tidak ada nyeri telan. palatum mole ditengah.
N XI (Aksesoris) Tn.S mampu menggerakkan Tidak ada gangguan.
kepala, mangangkat bahu
dan leher dengan baik.
N XII (Hipoglosus) Tn.S mampu menggerakkan Gerakan lidah baik,
72
73
9. Fungsi Endokrin
1998, dan tidak rutin mengkonsumsi obat selama 2 tahun terakhir. Kadar gula
darah puasa tanggal 16 Juli 2018 didapatkan hasil 210 mg/dl. Tn.S mendapatkan
sebagai berikut :
yang ditandai adanya keluhan nyeri pada luka kaki kiri dengan skala 7 dari
skor 1-10, nyeri dirasakan 1-3 kali tiap jam saat diam maupun saat kaki
digerakkan. Luka terdapat pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi
kanan kaki kiri dengan masing-masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm,
punggung kaki P 5cm x L 3cm dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi
kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka terbalut kasa dan terdapat rembesan
(aksila) 37,5oC.
informasi ditandai dengan adanya luka pada bagian ibu jari, punggung
kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan masing-masing ukuran (ibu jari P
+1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka terbalut kasa dan
terdapat rembesan pus pada kasa luka. Luka awalnya terkena gesekan
motor saat mau berkendara, lalu tiba-tiba bengkak dan melepuh pada kaki
kiri tersebut. Dua hari sebelum lebaran tanggal 13 Juni 2018 Tn. S
dibalut kasa saja, saat pulang mudik tiba-tiba luka semakin melebar lalu
sufratul dan cairan infus NaCl 0,9% tetapi luka tidak kunjung sembuh
tempat tidur saja, seluruh activity daily living dibantu oleh istri dan
perawat, pasien lebih banyak istirahat di tempat tidur, jam tidur malam
saat MRS jam 21.00-04.00, jam tiur siang 12/00-15.00 dan kekuatan otot
5555 5555
5555 5532
74
3.3 Intervensi
Tabel 3.4 Intervensi keperawatan Pada Tn.S Dengan Diagnosis Medis DM Gangren Pedis Sinistra + Anemia Pada Tanggal 16 Juli 2018
74
75
2. Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi tanda dan gejala 5. Untuk mengetahui adanya
gula darah b.d keperawatan selama 3x24 jam hiperglikemia; polyuria, pengaruh peningkatan kadar
ketidakefektifan produksi diharapkan kadar gula darah polidipsi, polifaghia, kelemahan. gula darah yang terjadi
insulin stabil, dengan kriteria hasil :
2. Lakukan pemeriksaan kadar gula 6. Untuk mengetahui kondisi
4. Pasien mampu mengontrol
darah puasa dan kadar gula kinis pasien
glukosa darah secara
darah 2JPP
mandiri
5. Pasien mampu melakukan
injeksi insulin sesuai 3. Memberikan edukasi diabetes 7. Pemberian edukasi bertujuan
indikasi secara mandiri sesuai standart diabetes self untuk meningkatkan
6. Kadar gula darah pasien management eduction pengetahuan dan ketrampilan
dalam rentang normal pasien sehingga pasien
a. Gula darah acak = 100- memiliki perilaku preventif
199 mg/dl dalam gaya hidupnya untuk
b. Gula darah puasa = 80- menghindari komlpikasi
109 mg/dl
c. Gula darah 2JPP = 110- 8. Obat anti diabetik untuk
4. Kolaborasi dengan dokter dalam
140 mg/dl menstabilkan kadar gula darah
pemberian OAD (obat anti
diabetes)
75
76
3. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kerusakan kulit pada kaki 1. Pengkajian yang tepat terhadap
b.d kurang terpapar keperawatan selama 3x24 jam kiri pasien luka dan proses penyembuhan
informasi tentang upaya diharapkan pasien dapat akan membantu dalam
menentukan tindakan
mempertahankan pasien dapat
selanjutnya
integritas jaringan mempertahankan integritas
jaringan, dengan kriteria 2. Pertahankan istirahat di tempat
tidur dengan peningkatan 2. Sirkulasi yang lancar bisa
hasil: mempercepat proses
ekstremitas dan mobilisasi
6. Tanda-tanda vital dalam penyembuhan luka
rentang normal
3. Pertahankan teknik aseptic
- Systole : 100-130 mmHg 3. Dapat mempercepat proses
- Diastole : 60-80 mmHg penyembuhan luka
- Suhu : 36-37,50C
- RR : 14-20x/menit 4. Gunakan kompres dan balutan
4. Kompres dan balutan bisa
- SpO2 : 99-100% mengurangi kontaminasi
- Nadi : 60-100x/menit bakteri dari luar
7. Lesi atau luka membaik
8. Komplikasi dapat dihindari 5. Pantau suhu dan laporkan 5. Peningkatan suhu merupakan
atau diminimalkan
indikasi dini terhadap
9. Pasien mengetahui tentang
komplikasi infeksi
perawatan kaki diabetes
melitus
10. Kadar gula darah 2JPP 6. Edukasi pasien tentang perawatan 6. Perawatan kaki pada pasien
dalam rentang normal. kaki diabetes diabetes sangat penting
(110-140mg/dl) dilakukan untuk mencegah
komplikasi ulkus kaki
76
77
77
78
78
79
5. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji pengetahuan pasien tentang 6. Untuk mengetahui tingkat
diabetes self management keperawatan selama 3x 24 diabetes self management pengetahuan pasien terhadap
education b.d kurang jam diharapkan pasien education diabetes self management
education
terpapar informasi menunjukkan pengetahuan
tentang proses dan
2. Jelaskan pada pasien sesi 1-4 7. Untuk meningkatkan
penatalaksanaan penyakitnya, pengetahuan pasien tentang
diabetes self management
dengan kriteria hasil : education secara bertahap proses penyakit diabetes
5. Pasien menyatakan melitus dan penatalaksanaan
pemahaman tentang diabetes melitus
diabetes self management
education 8. Memberikan informasi yang
6. Pasien mampu 3. Diskusikan dengan pasien dan
adekuat atau pilihan yang tepat
menyebutkan kembali 4 keluarga mengenai
bagi proses kesembuhan pasien
pilar penatalaksaan penatalaksanaan terapi diabetes
diabetes melitus melitus
7. Pasien mampu melakukan
perawatan kaki dan 4. Evaluasi tingkat pemahaman 9. Untuk mengetahui tingkat
pasien terhadap diabetes self pemahaman pasien terhadap
aktifitas fisik secara rutin
management education diabetes self management
yang dianjurkan dalam
education
diabetes self management
education
8. Pasien patuh terhadap 10. Untuk mengontrol kadar
5. Anjurkan pasien untuk
terapi nutrisi dalam gula darah dan mencegah
menerapkan dan melakukan 4
diabetes self management komplikasi diabetes melitus
pilar penatalaksanaan diabetes
education yang tidak diinginkan.
melitus yang ada dalam diabetes
self management education
dengan baik
79
80
Tabel 3.5 Implementasi dan Evaluasi Pada Tn.S Dengan Diagnosis Medis DM Gangren Pedis Sinistra + Anemia Pada Tanggal 16-21 Juli 2018
80
81
13.50 Memantau status nutrisi Tn.S ; Tn.S menghabiskan 1 Muf Diagnosa keperawatan 1
porsi makanan yang telah disediakan - S : Tn.S mengatakan nyeri sengkring-
sengkring dengan skala 8 pada luka
15.30 Memotivasi Tn.S untuk melakukan perawatan diri Muf kaki kiri, dirasakan 1-3x/menit saat
diarawat luka
terhadap Tn.S ; menyeka dan mengganti baju Tn.S
- O : Tn.S tampak menahan nyeri dan
meringis kesakitan saat dirawat luka.
16.00 Merawat luka pada kaki kiri Tn.S Muf
Tn.S tampak enggan melakukan
pergerakan kaki. Tampak luka pada
16.10 Mengkaji kerusakan kulit dan jaringan pada luka Tn.S Muf bagian ibu jari, punggung kaki
terdapat banyak pus dan tepi kanan
16.15 Membersihkan luka dengan saflon dan membilas Muf kaki kiri dengan masing-masing
ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm,
menggunakan cairan infus NaCl 0,9% pada luka
punggung kaki P 5cm x L 3cm
dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi
16.35 Mengkaji skala nyeri luka pada saat dirawat luka Muf
kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka
terbalut kasa dan terdapat rembesan
81
82
82
83
83
84
08.00 Mengkaji dan mengevaluasi skala nyeri pada luka Retno Diagnosa keperawatan 1
pasien - S : Tn.S mengatakan paham terhadap
penyebab timbulnya nyeri. Tn.S
08.10 Menjelaskan pada pasien sebab-sebab timbulnya nyeri Retno mengatakan nyeri pada luka kaki kiri
dengan skala 5
84
85
Retno
11.30 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.S
TD : 120/80 mmHg
Nilai ABI (110/120) = 0.9
S/N : 37,5 ˚C / 90x/menit
RR : 20x/menit Diagnosa keperawatan 2
Retno - S : Tn.S mengatakan saat dirumah
12.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter; Injeksi sakit minumnya kurang dari 1500ml
Novorapid 10 ui/sc dalam sehari, jadi jarang buang air
Retno kecil saat malam hari
13.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter - O : input + 900ml dan output + 600ml
dalam 24 jam
Injeksi Ranitidin 50mg/2ml (IV)
- A : masalah teratasi sebagian
Injeksi Cefoperazon 1 gr (IV) - P : lanjutkan intervensi 1-4
Infus Metronedazole 500mg/100ml
Retno
85
86
86
87
15.45 Membersihkan luka dan memberikan kompres dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi
menggunakan kasa + cairan infus NaCl 0,9% lalu Reny kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm).
menutup kembali luka menggunakan kasa gulung - A : masalah teratasi sebagian
- P : lanjutkan intervensi 1-5
18.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter :
Injeksi Novorapid 10 ui sc dan obat oral asam folat 1 Reny
mg
88
89
89
90
RR : 20x/menit
Nisa
90
91
91
92
19.15 Mengkaji skala nyeri luka post op debridement meringis kesakitan, Tn.S melakukan
O : sering teknik relaksasi dan distraksi saat
P : luka post op debridement nyeri semakin panas. Tampak balutan
luka post op debridement pada kaki
Q : panas
kiri Tn.S
R : kaki kiri - A : masalah teratasi sebagian
S : 10 - P : lanjutkan intervensi 1-8
T : saat diam maupun bergerak Reny
U : menahan dan membatasi gerak Reny
V : skala nyeri yang diharapkan ; skala 5
92
93
05.30 Melakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa ; hasil Muf Diagnosa keperawatan 2
173 mg/dl - S:-
- O : hasil cek darah lengkap :
06.00 Memberikan terapi obat hasil kolaborasi dengan Muf hemoglobin 10,6 g/dl, leukosit 12,470
dokter; g/dl, albumin 2,01 g/dl, gula darah
sewaktu 166 mg/dl. Hasil
Injeksi Novorapid 10 ui (SC) pemeriksaan kadar gula darah puasa
Injeksi Transamin 50mg (IV) 173 mg/dl
Obat oral asam folat 1mg (P.O) - A : muncul masalah baru ; perfusi
perifer tidak efektif berhubungan
dengan penurunan konsentrasi
93
94
94
95
95
96
maupun relaksasi saat nyeri tiba-tiba timbul Muf teknik relaksasi dan distraksi saat
nyeri semakin panas. Tampak balutan
15.45 Memotivasi keluarga Tn.S untuk melakukan perawatan luka post op debridement pada kaki
Muf kiri Tn.S
diri terhadap Tn.S ; menyeka dan mengganti baju Tn.S
- A : masalah teratasi sebagian
- P : lanjutkan intervensi 1-8
15.30 Mengkaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap
aktivitasnya Muf
96
97
97
98
05.15 Melakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa ; hasil Nisa Diagnosa keperawatan 2
136 mg/dl - S:-
- O : hasil pemeriksaan gula darah
05.30 Memberikan terapi sesuai advis dokter ; Nisa puasa : 136 mg/dl
Injeksi Novorapid 10 ui sc - A : masalah teratasi sebagian
- P : lanjutkan intervensi 1-4
07.30 Mengobservasi kedaan umum Tn.S Nisa
Diagnosa keperawatan 5
Kesadaran : composmentis
- S : Tn.S mengatakan belum pernah
Keadaan umum : baik mendapatkan penyuluhan diabetes
Akral : HKM self management education sesi 1-4.
GCS : 456 Tn.S mengatakan bersedia dan
senang apabila perawat memberikan
98
99
99
100
RR : 20x/menit Muf
post debridement
101
102
O : 1-2 kali/jam
P : luka post op debridement
Q : cekot-cekot
R : kaki kiri
S:3
T : saat bergerak Muf Diagnosa keperawatan 2
U : meringis kesakitan - S:-
V : skala nyeri yang diharapkan ; skala 1 - O : hasil pemeriksaan gula darah
Nisa 2JPP : 106 mg/dl
20.30 Menganjurkan Tn.S untuk melakukan teknik distraksi - A : masalah teratasi sebagian
- P : lanjutkan intervensi 1-4
maupun relaksasi saat nyeri tiba-tiba timbul
Nisa
20.00 Melakukan pemeriksaan kadar gula darah 2 JPP
Hasil : 106 mg/dl
102
103
103
104
viva
104
105
105
BAB 4
PEMBAHASAN
pada Tn.S dengan diagnosis Diabetes Melitus Gangren Pedis Sinistra + Anemia di
ruang III Rumkital Dr. Ramelan Surabaya yang dilaksanakan mulai tanggal 16
Juli 2016 sampai dengan 21 Juli 2016. Melalui pendekatan studi kasus untuk
dan evaluasi.
4.1 Pengkajian
pada pasien dan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik, dan mendapatkan data
4.1.1 Identitas
berusia 55 tahun dan pendidikan terakhir SMA. Berdasarkan hasil studi yang
dilakukan oleh Wexler et.al. (2005), pria lebih beresiko mengalami DM daripada
seseorang terkena diabetes melitus adalah faktor usia, resiko terkena diabetes akan
104
105
(Tandra, 2013). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meneilly &
Elahi (2005), resiko DM lebih tinggi pada usia dewasa daripada lansia. Tingkat
pendidikan secara tidak langsung juga mempengaruhi kadar gula darah. Tingkat
orang (66,7%) pada kelompok intervensi dan sebanyak 7 orang (46,7%) pada
kelompok kontrol, SMP sebanyak 4 orang (26,7%) pada kelompok kontrol, SMA
sebanyak 4 orang (26,7%) pada kelompok kontrol maupun intervensi dan sarjana
Keluhan utama masuk rumah sakit adalah Tn. S mengeluh badan terasa
lemas, mual dan terdapat luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan
kaki kiri sejak ± 1 bulan yang lalu. Luka pada kaki kiri awalnya terkena gesekan
106
motor saat mau berkendara, lalu tiba-tiba bengkak dan melepuh pada kaki kiri
tersebut. Dua hari sebelum lebaran tanggal 13 Juni 2018 Tn. S melakukan
perjalanan jauh ke kediri naik kereta dengan keadaan kaki dibalut kasa saja, saat
pulang mudik tiba-tiba luka semakin melebar lalu dibawa ke Puskesmas dan
dirawat sendiri oleh istrinya menggunakan kasa sufratul dan cairan infus NaCl
0,9% tetapi luka tidak kunjung sembuh malah semakin parah. Riwayat Sakit
sekarang disebutkan bahwa terdapat luka pada pedis sinistra sudah lama tidak
kronis. Salah satu komplikasi kronis serta efek dari hiperglikemia, termasuk
(Maghfuri, 2016). Kondisi neuropati perifer ini sesuai dengan yang dialami
pasien, dimana pasien tidak merasa sakit saat awal timbulnya luka, namun
keluhan nyeri dirasakan sebagai akibat dari kerusakan jaringan karena adanya
luka yang mengalami infeksi, ditunjang dengan hasil laboratorium tanggal 16 Juli
2018 leukosit: 11.01 x 103/uL dan pada tanggal 19 Juli 2018 leukosit: 12,47 x
103/uL
penyakit Diabetes sejak tahun 1998, ± 12 tahun yang lalu dan tidak rutin
mengkonsumsi obat selama 2 tahun terakhir. Didukung dengan pola makan Tn.S
yang sering mengonsumsi susu soda saat usia muda. Bila dilihat dari riwayat
Diabetes Melitus yang sudah lama di derita pasien, maka penulis dapat
Ayah Tn.S memiliki riwayat sakit Diabetes Melitus dan meninggal dunia
karena penyakit Diabetes Melitus, orang tua Tn.S tidak ada yang menderita
keluarga, orang tua atau saudara kandung yang mengidap Diabetes Mellitus,
sekitar 40% diabetesi terbukti terlahir dari keluarga yang juga mengidap Diabetes
Mellitus. Hal ini dikarenakan faktor genetik berperan penting dalam kerentanan
terhadap Diabetes Melitus. Terbukti Tn.S juga menderita Diabetes Mellitus sesuai
dengan yang dialami oleh pasien saat ini, dimana Tn.S terlahir dari keluarga yang
2005:11)
spontan, tanpa bantuan oksigen tambahan, tidak sesak, tidak batuk, suara napas
vesikuler, tidak ada penggunaan otot bantu napas, tidak ada retraksi dada, gerakan
dada simetris, suara nafas vesikuler, irama nafas regular, RR 20 x/menit, tidak ada
ronkhi, tidak ada wheezing, bunyi perkusi sonor. Secara teori disebutkan, pada
irama dalam dan cepat karena banyak benda keton yang dibongkar (Riyadi &
Sukarmin, 2008). Keadaan Tn.S tidak jatuh dalam kondisi komplikasi metabolik
tidak ada sianosis, CRT < 2 detik, akral hangat kering merah, TD : 130/70
mm/Hg, HR : 90 x/menit, kuat, reguler. Bunyi jantung S1S2 tunggal, tidak ada
gallop, tidak ada murmur, tidak ada distensi vena jugularis. Terdapat luka gangren
pedis sinistra tetutup kassa, ada rembesan dan bau. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Eyre et.al. (2004), hipertensi menjadi salah satu faktor resiko
berdampak pada penurunan fungsi sel beta pankreas dalam memproduksi insulin.
Penulis berpendapat bahwa tekanan darah Tn.S dalam rentang normal, sehingga
cardiovaskular.
109
pasien mengingat hari dan tanggal saat ini, orientasi orang dan tempat baik, pupil
isokor, diameter 2/2 mm. Ny. A mengeluh nyeri pada kaki kirinya dengan skala 7
sampingan berupa benda keton yang bersifat toksik bagi otak, sedangkan koma
neuropati diabetik, rentan infeksi, dan kaki diabetik. Komplikasi tersering dan
paling penting adalah neuropati perifer yang berupa hilangnya sensasi distal dan
berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus diabetik dan amputasi. (Mansjoer dkk.,
2005; Smeltzer & Bare, 2001). Nyeri yang dialami pasien disebabkan karena agen
cedera fisik yaitu akibat dari luka yang tidak kunjung sembuh sehingga semakin
infeksi. Penulis berpendapat bahwa adanya luka diabetik pada Tn.S merupakan
salah satu komplikasi kronik yang terjadi pada pasien diabetes melitus.
Pasien tidak ada keluhan nyeri saat BAK, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
distensi kandung kemih, tidak terpasang kateter, warna urine kuning jernih, tidak
keruh, tidak ada hematuria, aliran lancar. Pada saat dikaji, output urine + 1000-
kandung kemih, sehingga dinding kandung kemih menjadi lemah, kandung kemih
akan menggelembung dan kadang kadang penderita tidak bisa buang air kecil
dalam berkemih pada Tn.S karena tidak ditemukan tanda dan gejalan adanya
gangguan berkemih.
supel, tidak acites, tidak mual, tidak muntah, tidak kembung, tidak ada
splenomegali, tidak ada hepatomegali, tidak ada melena. Pada saat dikaji, pasien
menghabiskan 1 porsi dari makanan yang disediakan. Jenis Diit pasien DM 1900
Kcal, mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis, peristaltik usus 12 x/menit.
Penderita Diabetes Mellitus yang lama dapat menyebabkan urat saraf yang
lebih lama hingga makanan tertinggal lama di lambung dan menimbulkan tanda
dan gejala seperti anoreksia, mual, muntah, perut mudah terasa penuh, kembung,
makanan tidak lekas turun, kadang timbul rasa sakit di ulu hati karena makanan
terhenti di dalam dada. (Misnadiarly, 2006). Penulis berpendapat bahwa tidak ada
gangguan sistem pencernaan, terbukti dari tidak adanya keluhan mual muntah dan
edema pada ekstremitas tangan, luka gangren pedis sinistra terbalut kassa, ada
rembesan. Gambaran atau kondisi luka pada kaki kiri Tn.S adalah terdapat uka
pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan masing-
masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P 5cm x L 3cm
dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka
terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Warna dasar luka pada
punggug kaki kuning kehijauan dan terdapa banyak pus, nadi dorsalis pedis kanan
teraba kuat, nadi dorsalis pedis kiri tidak dapat terkaji karena terdapat luka yang
berisi banyak pus dengan kedalaman luka +1-2 cm. Nyeri pada luka kaki kiri
skala 7 (1-10) (numeric scale), hilang timbul (P : luka diabetik, Q : Cekot cekot,
tidur saja karena keluhan nyeri pada kaki kirinya, dimana salah satu tanda primer
dari infeksi adalah nyeri. Hal ini menunjukan luka gangren pedis sinistra
didapatkan hasil leukosit pada tanggal 16 Juli 2018 leukosit: 11.01 x 103/uL dan
6. Sistem Integumen
gangren pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan
3cm dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka
terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Bau gangrene sangat
menyengat saat balutan kassa pada luka dibuka. Secara umum, gangren diabetik
infeksi, penderita yang berisiko tingi mengalami gangren diabetik yaitu pasien
dengan lama penyakit diabetes yang melebiihi 10 tahun, usia pasien yang lebih
sensibilitas, deformitas anatomis atau bagian yang menonjol (seperti bunion atau
kalus), riwayat ulkus kaki atau amputasi serta pengendalian kadar gula darah yang
sirkulasi yang signifikan dibagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk
darah yang juga mempengaruhi sirkulasi sehingga luka yang ditimbulkan tidak
juga sembuh, lama penyakit diabetes melitus pasien sudah sejak 20 tahun yang
lalu dan faktor usia pasien juga berpengaruh terhadap timbulnya ulkus kaki
diabetik
113
7. Sistem Penginderaan
Sistem penglihatan: mata simetris, refleks cahaya +/+, pupil isokor, ukuran
2mm/ 2mm, Tn. S tidak menggunakan kacamata minus, lapang pandang baik, dan
dapat melihat objek jarak jauh. Ada kaitan yang kuat antara hiperglikemia dengan
kebutaan (Price & Wilson, 2005). Sistem penglihatan tidak ditemukan adanya
8. Endokrin
Didapatkan data pada Tn.S tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
nyeri tekan pada tiroid. Kadar gula darah puasa 210 mg/dl dan kadar gula darah 2
JPP 125 mg/dl, napas tidak bau aseton. Diabetes Mellitus tipe 2 terkait dengan
dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya,
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
pada penderita DM yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Obesitas
kegemukan respons sel beta pankreas terhadap peningkatan gula darah sering
berkurang. Selain itu reseptor insulin pada target sel di seluruh tubuh termasuk
insulin di dalam darah kurang atau tidak dapat di manfaatkan (Ernawati, 2013).
terjadi pada tubuh Tn.S bukan akibat dari obesitas tetapi karena pola makan yang
tidak baik dan tidak rutin mengkonsumsi obat diabetes melitus sesuai advis
dokter.
sebagai berikut :
nyeri pada luka kaki kiri dengan skala 7 dari skor 1-10, nyeri dirasakan 1-3 kali
tiap jam saat diam maupun saat kaki digerakkan. Luka terdapat pada bagian ibu
jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan masing-masing ukuran (ibu
jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P 5cm x L 3cm dengan kedalaman luka
+1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka terbalut kasa dan terdapat
rembesan pus pada kasa luka. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
menyenangkan yang muncul sebagai akibat dari kerusakan jaringan aktual atau
potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan, awitan tiba tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi/ diprediksi
produksi insulin
pemeriksaan glukosa darah 2 JPP pada tanggal 16 Juli 2018 pukul 19.00
mg
didapatkan hasil 125 /dl. Tn.S mengatakan mempunyai riwayat penyakit
Diabetes melitus sejak tahun 1998, dan tidak rutin mengkonsumsi obat selama 2
tahun terakhir. Obat yang dapat menaikkan kadar gula darah antara lain adalah
progesterone, pil KB); diuretik dosis tinggi (HCT, furosemida); obat hipertensi
golongan penyekat beta; niasin, INH, pentamidin, siklosporin, hormon tirod, obat
asma salbutamol dan terbutain serta beberapa obat penenang (Tandra 2008).
Cara kerja obat hipoglikemik oral pada umumnya merangsang sel beta
usus, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah. Perencanaan makan
masih merupakan pengobatan utama, tetapi bila hal ini bersama latihan jasmani
ternyata gagal, maka diperlukan penambahan obat oral. Obat hipoglikemik oral
diberikan agar Diabetes Melitus dapat terkontrol dengan baik (Qurratuaeni 2009).
116
informasi
luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan masing-
masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P 5cm x L 3cm
dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka
terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Luka awalnya terkena
gesekan motor saat mau berkendara, lalu tiba-tiba bengkak dan melepuh pada kaki
kiri tersebut. Dua hari sebelum lebaran tanggal 13 Juni 2018 Tn. S melakukan
perjalanan jauh ke kediri naik kereta dengan keadaan kaki dibalut kasa saja, saat
pulang mudik tiba-tiba luka semakin melebar lalu dibawa ke Puskesmas dan
dirawat sendiri oleh istrinya menggunakan kasa sufratul dan cairan infus NaCl
sehingga ulkus dapat terjadi tanpa terasa. Gangguan motorik menyebabkan atrofi
otot tungkai sehingga mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki.
Angiopati akan mengganggu aliran darah ke kaki; penderita dapat merasa nyeri
komplikasi akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati. Ulkus diabetik bisa
bakteri anaerob, yang tersering Clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan gas,
umum Tn.S lemah, aktivitas dilakukan hanya di tempat tidur saja, seluruh activity
daily living dibantu oleh istri dan perawat, pasien lebih banyak istirahat di tempat
tidur, jam tidur malam saat MRS jam 21.00-04.00, jam tiur siang 12/00-15.00 dan
5555 5555
kekuatan otot 5555 5532
Makanan diperlukan sebagai bahan bakar dalam
protein (Tandra, 2008:169). Kadar gula darah sebagian tercantum pada apa yang
diet. Mempertahankan kadar gula darah agar mendekati nilai normal dapat
(Qurratuaeni 2009).
dalam domain kognitif. Pengetahuan merupakan hasil dari tingkah laku, hal ini
darah dengan baik jika didasari dengan pengetahuan mengenai penyakit Diabetes
4.3 Perencanaan
6x24 jam, dengan kriteria hasil : skala nyeri berkurang (skala nyeri 8 menjadi 0-
cemas saat bergerak, ekspresi wajah pasien rileks, tanda-tanda vital dalam rentang
nyeri, penggunaan teknik relaksasi dan distraksi, menjelaskan pada pasien sebab-
sebab timbulnya nyeri dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
produksi insulin
selama 6x24 jam, dengan kriteria hasil : pasien mampu mengontrol glukosa darah
secara mandiri, pasien mampu melakukan injeksi insulin sesuai indikasi secara
mandiri, kadar gula darah pasien dalam rentang normal : gula darah acak = 100-
199 mg/dl, gula darah puasa = 80-109 mg/dl dan gula darah 2JPP = 110-140
mg/dl.
119
lakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2JPP,
dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian dosis insulin Novorapid 3x10ui/sc
dan lavemir 0-0-10ui/sc. DM tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
Resistensi insulin terjadi karena reseptor yang berikatan dengan insulin tidak
hati. Gangguan sekresi insulin terjadi karena sel beta pankreas tidak mampu
informasi
dilakukan asuhan keperawatan selama 6x24 jam, dengan kriteria hasil: lesi atau
tentang perawatan kaki diabetes melitus, kadar gula darah 2JPP dalam rentang
kerusakan kulit pada kaki kiri pasien, mempertahankan istirahat di tempat tidur
merawat luka setiap sore, memberikan edukasi kepada pasien tentang perawatan
kaki diabetes, memantau suhu setiap 6 jam dan memberikan obat paracetamol
500mg tablet apabila suhu > 37,50C dan melakukan kolaborasi dengan dokter
karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling
baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya proses penyembuhan luka
tidk hanya sebatas pada regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, tetapi juga
Faktor penghambat penyembuhan luka meliputi faktor umum dan faktor lokal
(Carville, 2007).
dengan melihat kondisi luka terlebih dahulu, apakah luka yang dialami pasien
dalam keadaan kotor atau tidak, ada apus atau ada jaringan nekrotik (mati) atau
tidak. Setelah dikaji , barulah dilakukan perawatan luka. Untuk perawatan luka
tutup dengan kassa basah yang diberi larutan NaCl lalu dibalut disekitar luka,
dalam penutupan dengan kassa jaga agar jaringan luar luka tertutup. Sebab jika
luka ditutup dengan kassa basah bercampur NaCl, lalu tutup kembali dengan
kassa steril yang kering untuk selanjutnya dibalut (Ismayati, 2007). Jika luka
121
(skin draw). Penanganan luka diabetik, harus ekstra agresif sebab pada luka
diabetik kuman akan terus menyebar dan memperparah kondisi luka (Hermawati,
2007).
kriteria hasil : pasien dapat mempertahankan kekuatan otot dan ROM sendi,
tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, dan
dalam pembuatan materi DSME yang memiliki arti latihan jasmani dilakukan
secara terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara
122
teratur, gerak cepat dan lambat secara bergantian, berangsur-angsur dari latihan
ringan ke latihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
dengan usia dan status kesegaran jasmani. Pasien DM tipe 2 yang relatif sehat
2015).
6x24 jam dengan kriteria hasil : Pasien menyatakan pemahaman tentang diabetes
aktifitas fisik secara rutin yang dianjurkan dalam diabetes self management
education dan pasien patuh terhadap terapi nutrisi dalam diabetes self
management education.
pada pasien sesi 1-4 diabetes self management education secara bertahap,
maka semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Qurratuaeni, 2009). Salah
dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang. Pada pasien Diabetes Melitus,
rumah sakit sering dijadikan ukuran oleh pelanggan rumah sakit tersebut sebagai
Mellitus harus diatasi, tidak hanya fokus pada perawatan luka gangren atau
Melitus, yang terdiri dari edukasi, pengaturan makan, olahraga dan kepatuhan
pengobatan (PERKENI, 2011). Salah satu aspek yang memegang peranan penting
(Sidani & Fan, 2009 dalam Yuanita, 2013:5). Intervensi DSME sangat bermanfaat
4.4 Implementasi
terintegrasi. Hal ini karena disesuaikan dengan keadaan Tn.S yang sebenarnya.
nyeri pada luka kaki kiri dengan skala 7 dari skor 1-10, nyeri dirasakan 1-3 kali
125
tiap jam saat diam maupun saat kaki digerakkan. Luka terdapat pada bagian ibu
jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan masing-masing ukuran (ibu
jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P 5cm x L 3cm dengan kedalaman luka
+1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka terbalut kasa dan terdapat
rembesan pus pada kasa luka. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
(aksila) 37,5oC.
tindakan yaitu: Menanyakan pada pasien mengenai cara cara mengurangi nyeri
selama ini yang sudah dilakukan dan menanyakan mengenai pengobatan penyakit
Diabetes Mellitus pada Tn.S Memberikan pasien posisi yang nyaman bagi Tn.S
dengan mengatur posisi miring ke kiri atau kanan hingga pasien merasa nyaman.
yaitu dengan teknik relaksasi yaitu menarik napas panjang melalui hidung lalu
Mengobservasi tanda-tanda vital (nadi, suhu, tekanan darah, respiration rate) dan
intravena.
produksi insulin
pemeriksaan glukosa darah 2 JPP pada tanggal 16 Juli 2018 pukul 19.00
mg
didapatkan hasil 125 /dl. Tn.S mengatakan mempunyai riwayat penyakit
126
Diabetes melitus sejak tahun 1998, dan tidak rutin mengkonsumsi obat selama 2
tahun terakhir.
polifaghia, kelemahan, melakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa dan kadar
gula darah 2JPP, memberikan edukasi diabetes sesuai standart diabetes self
management eduction sesi 1-4 dan memberikan trapi sesuai advis dokter dengan
Diabetes Melitus yang baik dapat mengurangi komplikasi kronik Diabetes Melitus
fungsi, kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, jantung, saraf dan
informasi
luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan masing-
masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P 5cm x L 3cm
dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka
terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Luka awalnya terkena
gesekan motor saat mau berkendara, lalu tiba-tiba bengkak dan melepuh pada kaki
kiri tersebut. Dua hari sebelum lebaran tanggal 13 Juni 2018 Tn. S melakukan
perjalanan jauh ke kediri naik kereta dengan keadaan kaki dibalut kasa saja, saat
127
pulang mudik tiba-tiba luka semakin melebar lalu dibawa ke Puskesmas dan
dirawat sendiri oleh istrinya menggunakan kasa sufratul dan cairan infus NaCl
tindakan yaitu: mengkaji kerusakan kulit pada kaki kiri pasien, mempertahankan
kepada pasien tentang perawatan kaki diabetes. Edukasi sangat penting untuk
semua tahap penatalaksanaan kaki diabetik atau luka diabetik. Penyuluhan yang
baik dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk
umum Tn.S lemah, aktivitas dilakukan hanya di tempat tidur saja, seluruh activity
daily living dibantu oleh istri dan perawat, pasien lebih banyak istirahat di tempat
tidur, jam tidur malam saat MRS jam 21.00-04.00, jam tiur siang 12/00-15.00 dan
5555 5555
kekuatan otot 5555 5532 … Adanya kerusakan kulit atau jaringan akibat
pada jaringan akan direspon oleh tubuh mengeluarkan fagositosis, hal ini ditandai
terjadinya infeksi, didapatkan hasil leukosit pada tanggal 16 Juli 2018 leukosit:
11.01 x 103/uL dan pada tanggal 19 Juli 2018 leukosit: 12,47 x 103/uL.
128
tindakan yaitu: mengkaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat
tidur, berdiri, dan ambulasi, mengkaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap
Daily Living), mengajarkan kepada keluarga untuk selalu membantu pasien dalam
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
dengan usia dan status kesegaran jasmani. Pasien DM tipe 2 yang relatif sehat
2015).
education, menjelaskan pada pasien sesi 1-4 diabetes self management education
menerapkan dan melakukan 4 pilar pengendalian diabetes melitus yang ada dalam
pasien sehingga pasien memiliki perilaku preventif dalam gaya hidupnya untuk
menghindari komplikasi DM tipe 2 jangka panjang (Smeltzer & Bare, 2001 dalam
Wahid 2016). Salah satu bentuk edukasi yang umum digunakan dan terbukti
efektif dalam memperbaiki hasil klinis dan kualitas hidup pasien DM tipe 2 adalah
yang dapat berakibat fatal seperti penyakit jantung, terganggunya fungsi ginjal,
hasil yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Alvinda (2013) mengenai
130
terjadinya ulkus diabetik sebelum dan sesudah dilakukan DSME. Penelitian yang
sama juga dilakukan oleh McGowan (2011) mengenai The Efficacy of Diabetes
penelitian tersebut adalah terdapat perubahan A1C dan berat badan pada kedua
kelompok setelah 6 bulan, namun perubahan perilaku dan hasil biologis hanya
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku dan hasil klinis pasien
DM tipe 2.
4.5 Evaluasi
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam
tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, 2006). Pada evaluasi belum
tinjauan evaluasi pada pasien dilakukan karena dapat diketahui secara langsung
sebagai berikut:
131
Tn.S adalah sebagai berikut: Tn.S mengatakan nyeri cekot cekot pada luka di
kaki kiri, skala nyeri 7 dari 1-10. Nyeri dirasakan saat diam maupun saat kaki
digerakkan. Ekspresi menahan rasa sakit dan kadang menyeringai kesakitan saat
dilakukan tindakan perawatan luka di sore hari. Pasien bisa menerapkan dengan
benar teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri, TD : 130/70 mmHg, Nilai ABI
Tn.S adalah sebagai berikut: Tn.S mengatakan nyeri cekot cekot pada luka di
kaki kiri, skala nyeri 5 dari 1-10. Nyeri dirasakan saat kaki digerakkan. Ekspresi
menahan rasa sakit dan kadang menyeringai kesakitan saat dilakukan tindakan
perawatan luka di sore hari. Pasien bisa menerapkan dengan benar teknik relaksasi
untuk mengurangi nyeri, TD : 120/80 mmHg, Nilai ABI (110/120) = 0.9, S/N :
4, 5, dan 6 dilanjutkan.
Pada hari ketiga didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S (post
debridement): Pasien mengatakan nyeri cekot cekot dan panas pada luka post
tindakan debridement di kaki kiri, skala nyeri 10 dari 1-10. Nyeri dirasakan saat
diam dan semakin nyeri saat kaki digerakkan. Ekspresi menahan rasa sakit dan
luka tertutup elastic bandage, tidak terdapat rembesan luka. Pasien mampu
132
menerapkan dengan benar teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri. Nyeri teratasi
Pada hari keempat didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S (post
debridement hari ke-1): Pasien mengatakan nyeri cekot cekot pada luka post
debridement di kaki kiri, skala nyeri 7 dari 1-10, nyeri hilang timbul. Ekspresi
pasien kadang menyeringai kesakitan saat terasa nyeri. TD : 110/70 mmHg, Nilai
debridement pedis sinistra, luka tertutup elastic bandage, tidak terdapat rembesan
luka. Pasien mampu menerapkan dengan benar teknik relaksasi untuk mengurangi
Pada hari keempat didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S (post
debridement hari ke-2): Pasien mengatakan nyeri cekot cekot pada luka post
debridement di kaki kiri, skala nyeri berkurang menjadi 5 dari 7 (1-10), nyeri
hilang timbul. Ekspresi menahan rasa nyeri. TD : 130/80 mmHg, Nilai ABI
debridement pedis sinistra, luka tertutup elastic bandage, tidak terdapat rembesan
luka. Pasien mampu menerapkan dengan benar teknik relaksasi untuk mengurangi
Pada hari terakhir didapatkan hasil evaluasi pada Tn.S (post debridement
hari ke-3): Pasien mengatakan nyeri cekot cekot pada luka post debridement di
kaki kiri, skala nyeri berkurang menjadi 3 dari 5 (1-10), nyeri sudah jarang hilang
timbul, terasa nyeri saat kaki digerakkan saja, TD : 130/80 mmHg, Nilai ABI
Ekspresi wajah tenang. Terdapat luka post debridement pedis sinistra, luka
133
tertutup elastic bandage, tidak terdapat rembesan luka. Pasien mampu menerapkan
dengan benar teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri. Nyeri teratasi sebagian,
Respon nyeri bersifat individu dan tiap orang berbeda beda dalam
hari keenam perawatan / post debridement hari ke-3 pasien masih merasakan
produksi insulin
Pada hari pertama didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S adalah
melitus sejak tahun 1998, dan tidak rutin mengkonsumsi obat selama 2 tahun
terakhir. Hasil pemeriksaan Gula darah puasa = 210 mg/dl dan Gula darah 2 JPP =
Pada hari ketiga didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S adalah sebagai
tahun 1998 dan suka mengkonsumsi susu soda saat usia muda. Hasil pemeriksaan
gula darah puasa menggunakan finger stick adalah 164 mg/dl dan Gula darah
debridement, luka tertutup elastic bandage, tidak terdapat rembesan luka. Porsi
makan habis 1 porsi dengan menu makanan yang telah disediakan di Ruang III
134
sesuai dengan advis dokter dan kebutuhan kalori Tn.S. Masalah belum teratasi,
Pada hari keempat didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S adalah
diabetes melitus, Ayah Tn.S pernah menderita penyakit Diabetes Melitus dan
meninggal dunia karena penyakit Diabetes Melitus. Hasil pemeriksaan gula darah
puasa menggunakan finger stick adalah 173 mg/dl dan Gula darah 2JPP =
423mg/dl. Terdapat luka post op debridement hari pertama, luka tertutup elastic
bandage, tidak terdapat rembesan luka. Porsi makan habis 1 porsi dengan menu
makanan yang telah disediakan di Ruang III sesuai dengan advis dokter dan
dilanjutkan.
Pada hari kelima didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S adalah
sebagai berikut: Hasil pemeriksaan gula darah puasa menggunakan finger stick
adalah 136 mg/dl dan Gula darah 2JPP = 106mg/dl. Terdapat luka post op
debridement hari kedua, luka tertutup elastic bandage, tidak terdapat rembesan
luka. Porsi makan habis 1 porsi dengan menu makanan yang telah disediakan di
Ruang III sesuai dengan advis dokter dan kebutuhan kalori Tn.S. Masalah belum
pemeriksaan gula darah puasa menggunakan finger stick adalah 152 mg/dl dan
135
Gula darah 2JPP = 284 mg/dl. Masalah belum teratasi, intervensi no 1,2,3 dan 4
dilanjutkan.
informasi
Pada hari pertama didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S sebagai
berikut: Pasien mengatakan terdapat luka pada kaki kiri sejak 1 bulan yang lalu,
luka pada kaki kiri semakin parah saat dirinya pulang dari Kediri. Terdapat luka
pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan masing-
masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P 5cm x L 3cm
dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka
terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Masalah belum teratasi,
Pada hari kedua didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S sebagai
berikut: Pasien mengatakan bahwa luka tidak kunjung sembuh meskipun sudah
cairan infus. Terdapat luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan
kaki kiri dengan masing-masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung
kaki P 5cm x L 3cm dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm
x L 2cm), luka terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Masalah
Pada hari ketiga didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S sebagai
dilaksanakan pada tanggal 18 Juli 2018 pukul 14.00 WIB. Masalah belum teratasi,
Pada hari keempat didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S sebagai
perawatan kaki pada pasien diabetes melitus dan bersedia menerima pengetahuan
perawatan kaki yang akan disampaikan oleh perawat. Terdapat luka post op
debridement hari pertama, luka tertutup elastic bandage, tidak terdapat rembesan
Pada hari kelima didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S sebagai
yang akan disampaikan oleh perawat dan akan menerapkan serta melakukan
perawatan kaki secara rutin saat dirumah. Terdapat luka post op debridement hari
kedua, luka tertutup elastic bandage, tidak terdapat rembesan luka. Masalah
Ruang III sesuai advis dokter dan evaluasi terhadap pengetahuan perawatan kaki
Pada hari pertama didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S sebagai
berikut: Pasien mengatakan kesulitan saat mau berjalan ke kamar mandi untuk
buang air besar da buang air kecil karena kaki kiri terasa nyeri saat digerakkan.
Pasien terlihat dibantu oleh istrinya saat buang air besar di tempat tidurnya dan
melakukan mobilisasi dari berbaring hingga duduk dengan bantuan anak dan
istrinya. Terdapat luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki
137
kiri dengan masing-masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P
5cm x L 3cm dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L
2cm), luka terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Masalah
Pada hari ketiga didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S sebagai
(Activity Daily Living). Terdapat luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan
tepi kanan kaki kiri dengan masing-masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm,
punggung kaki P 5cm x L 3cm dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki
kiri P 3cm x L 2cm), luka terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka.
semakin sulit melakukan aktivitas karena nyeri pada luka post op debridement
semakin nyeri dan masih membutuhkan bantuan istri dalam memenuhi ADL
(Activity Daily Living). Terdapat luka post op debridement hari ketiga, luka
dilanjutkan.
Pada hari pertama didapatkan hasil evaluasi pada pasien sebagai berikut:
dilanjutkan.
138
Pada hari keempat didapatkan hasil evaluasi pada pasien sebagai berikut:
Pada hari kelima didapatkan hasil evaluasi pada pasien sebagai berikut:
Pada hari keenam didapatkan hasil evaluasi pada pasien sebagai berikut:
Pasien mengatakan senang dan akan membaca kembali booklet diabetes self
management education yang telah diberikan perawat dan akan menerapkan 4 pilar
BAB 5
PENUTUP
Sinistra + Anemia di ruang III Rumkital Dr. Ramelan Surabaya, sehingga penulis
5.1 Simpulan
Mengacu pada hasil urian tinjauan kasus dan pembahasan pada asuhan
1. Pengkajian pada Tn.S didapatkan hasil, nyeri pada luka kaki kiri dengan
skala 7 dari skor 1-10, nyeri dirasakan 1-3 kali tiap jam saat diam maupun saat
kaki digerakkan. Luka terdapat pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi
kanan kaki kiri dengan masing-masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm,
punggung kaki P 5cm x L 3cm dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki
kiri P 3cm x L 2cm), luka terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka.
Luka awalnya terkena gesekan motor saat mau berkendara, lalu tiba-tiba bengkak
dan melepuh pada kaki kiri tersebut. Dua hari sebelum lebaran tanggal 13 Juni
2018 Tn. S melakukan perjalanan jauh ke kediri naik kereta dengan keadaan kaki
dibalut kasa saja, saat pulang mudik tiba-tiba luka semakin melebar lalu dibawa
ke Puskesmas dan dirawat sendiri oleh istrinya menggunakan kasa sufratul dan
140
cairan infus NaCl 0,9% tetapi luka tidak kunjung sembuh malah semakin parah.
glukosa darah 2 JPP pada tanggal 16 Juli 2018 pukul 19.00 didapatkan hasil 125
mg
/dl. Tn.S mengatakan mempunyai riwayat penyakit Diabetes melitus sejak tahun
1998, dan tidak rutin mengkonsumsi obat selama 2 tahun terakhir. Tn.S belum
saja, seluruh activity daily living dibantu oleh istri dan perawat, pasien lebih
banyak istirahat di tempat tidur, jam tidur malam saat MRS jam 21.00-04.00, jam
5555 5555
tiur siang 12/00-15.00 dan kekuatan5555
otot 5532
informasi. .
keperawatan dengan tujuan untuk mengatasi nyeri, kestabilan kadar gula darah,
dan pengetahuan yang memadai tentang diabetes self management education serta
dan cefoperazone 3x1gr melalui intravena, pemantauan kadar gula darah puasa
dan kadar gula darah 2JPP secara berkala, perawatan luka setiap sore dan tindakan
tangan sebelum dan sesudah tindakan untuk mencegah kontaminasi silang/ atau
infeksi luka post operasi, membantu meningkatkan aktifitas Tn.S diatas tempat
tidur, menjelaskan diabetes self management education sesi 1-4 dan memotivasi
5. Pada akhir evaluasi tanggal 21 Juli 2018, masalah keperawatan Nyeri akut,
5.2 Saran
latihan fisik secara rutin, minum atau injeksi insulin sesuai petunjuk dokter
internal yang diikuti oleh perawat khususnya semua perawat ruang Diabet
Pressure Index).
moist.
143
DAFTAR PUSTAKA
Desalu, et.al. (2011). Diabetic foot care: Self reported knowledge and practice
among patients attending three tertiarty hospital in Nigeria. Ghana Med
Eyre, H., et.al. (2004). Preventing Cancer, Cardiovascular Disease, and Diabetes.
Diabetes Care Volume 27 (7): p. 1812-1824.
Guo, S., & DiPitrio, L.A. (2010). Factor Effecting Wound Healing. Journal Of
Dental Reserch. 89(3) 219-229
Guyton, A.C. dan J.E.Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.
Elsevier Inc. Philadelphia. Pennsylvania.
144
Handaya, A.Y. (2016). Tepat & Jitu Atasi Ulkus Kaki Diabetes. Yogyakarta :
Rapha Publishing.
Mansjoer, A., dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Riyadi & Sukarmin. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Eksokrin dan Endokrin Pada Pankreas. Yogyakarta: PT. Graha Ilmu
Setiadi. (2007). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sharp, A., Clark, J. (2011). Diabetes and its effects wound healing. Nursing
standart. Vol 25. No 25. 41-47
Sherwood, L. 2007. Human Physiology : from cells to systems 6th ed. Cengage
Learning Asia Pte Ltd, Singapore. Terjemahan Y. Nella. 2009. Fisiologi
Manusia. Edisi Enam. EGC. Jakarta.
Mitchell, Richard. (2008). Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins &
Cotran. Jakarta: EGC
Sloane, Ethel. (2003). Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jarkarta: EGC
Wexler, D. J., et.al. (2005). Sex Disparities in Treatment of cardiac Risk Factors
in
Patient With Type 2 Diabetes. Diabetes Care Volume 28 (3) : p. 514-520.
Lampiran 1
CURRICULUM VITTE
Email : paraningtyasmufhida@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Pre test 1
Sesi 1
Sesi 2
Pre test 2
Sesi 3
Sesi 4
Post test
Oleh : Konsultasi
Mufhida Paraningtyas
Pembimbing I : Christina Yuliastuti, S.Kep., Ns., M.Kep
Pembimbing II : Agustina S.Kep., Ns
dalam memanfaatkan insulin secara efektif. Biasanya ditandai dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan
glukosa ke dalam sel. Akibatnya, glukosa dalam darah meningkat.
dengan kenaikan kadar gula dalam darah
(Tandra, 2013:7).
oleh kenaikan kadar gula darah akibat destruksi (kerusakan) sel 2008:8).
sehingga penderita memerlukan tambahan insulin dari luar oleh kenaikan kadar gula darah yang terjadi
pada wanita hamil. Biasanya terjadi pada usia
(Depkes RI, 2008:8)
24 minggu masa kehamilan, dan setelah
DM Tipe 2 adalah penyakit melahirkan kadar gula darah kembali normal
gangguan metabolik yang ditandai (Depkes RI, 2008:8).
oleh kenaikan kadar gula darah. Perbedaan DM Tipe 1 dan DM Tipe 2
Pankreas masih dapat membuat
DM Tipe 1 DM Tipe 2
insulin, tetapi kualitas insulin yang dihasilkan buruk dan tidak Tidak tergantung kepada insulin
Tergantung pada insulin
162
EDUKASI :
Memperluas wawasan secara terus-menerus agar memahami
lebih dalam Diabetes Mellitus, Pencegahan dan
Penatalaksanaannya
TERAPI NUTRISI :
Pengaturan Pola makan sesuai dengan 3 J
Jadwal : Tepat jadwal, Jadwal makan harus teratur
Jumlah : Jumlah makanan harus sesuai dengan kebutuhan kalori
Jenis boleh mengkonsumsi makanan apa saja namun takaran harus diperhatkan
LATIHAN JASMANI :
Latihan jasmani dilakukan secara teratur sebanyak 3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit secara terus menerus tanpa berhenti,
bertujuan untuk menjaga kebugaran tubuh, menurunkan berat badan,
dan memperbaiki sensitivitas insulin.
INTERVENSI FARMAKOLOGIS :
Pengobatan meliputi pemberian obat-obatan kepada pasien
Diabetes Mellitus. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa
obat oral dan bentuk suntikan (suntik insulin).
165
Komplikasi yang terjadi pada pasien Diabetes Bagian Tubuh yang bisa disuntik insulin
Melitus adalah :
• Hipertensi atau Tekanan Darah Tinggi
Pembuluh Darah
• Stroke
Otak
• Jantung Koroner
Jantung
• Gagal Ginjal, Cuci Darah
Ginjal
• Ulkus / Luka
Syaraf
• Kebutaan
Mata
166
Langkah 3 :
Pastikan pen siap digunakan
Cara menggunakan insulin pen :
Langkah 4 :
Langkah 1 : Aktifkan tombol dosis insulin (bisa diputar-putar sesuai
Persiapkan insulin pen, lepaska penutup insulin pen keinginan).
Langkah 2 : Langkah 5 :
Hilangkan kertas pembungkus dan tutup jarum Pilih lokasi bagian tubuh yang akan disuntikan.
167
Manfaat Diit :
1. Untuk menurunkan kadar gula dalam darah
Langkah 6 : Suntikkan insulin
2. Untuk menurunkan kadar gula dalam urin
SESI 2
3. Untuk menstabilkan aktivitas sistem tubuh
Terapi Nutrisi Aktivitas fisik yang dapat dilakukan pasien Diabetes
Mellitus :
Macam-macam diit :
1. Diit rendah gula
168
169
SESI 3
Senam Kaki
Perawatan kaki pasien Diabetes Mellitus
Kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes melitus
untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan
peredaran darah bagian kaki.
Duduk tegak senyaman mungkin dengan kaki
1. menyentuh lantai
2.
Angkat jari-jari kaki
ke atas dan ke bawah 2x8
3.
Angkat telapak kaki
ke atas dan ke bawah 2x8
4.
Angkat tumit ke atas dan
ke bawah 2x8
5.
Angkat telapak kaki dengan memutarnya
ke kanan 360˚ sebanyak 8 kali
6.
Angkat telapak kaki dengan memutarnya
171
SESI 4
Manajemen Stres
Hilangkan
Stressor
Terima Hindari
Dukungan
Keluarga Stressor
Ubah
Kendalikan persepsi
Dampak
Stress terhadap
Stress
Dampak Stress
Fisiologis Menyebabkan gangguan system kardiovaskular atau penyakit jantung seperti Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi),
Diabetes, Sakit kepala, Maag, dan daya tahan tubuh turun.
Perilaku Memiliki sikap agresif, Keputusan buruk, penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, kekerasan, rokok.
149
Psikologis Tidak puas, uring-uringan, depresi, kelelahan, suka emosi, mudah lelah.
Dukungan Psikososial Pasien Diabetes Melitus
Dukungan Psikososial merupakan bantuan terhadap individu yang memperhatikan hubungan dinamis yang terjadi secara terus-
menerus dan saling mempengaruhi antara aspek psikologis dan aspek sosial dalam lingkungan dimana individu berada, misalnya :
1. Motivasi : dapat meningkatkan semangat pasien untuk sembuh
2. Dukungan Keluarga : Dapat meningkatkan kepatuhan diet pasien
1. Rumah sakit
2. Puskesmas
3. Klinik