Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada hakekatnya bencana adalah sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari
kehidupan. Pandangan ini memberikan arahan bahwa bencana harus dikelola secara
menyeluruh sejak sebelum, pada saat dan setelah kejadian bencana. Oleh karena itu
dibutuhkan sebuah management khusus untuk menanganinya.

Dalam pengelolaan managemen becana, telah terjadi beberapa pola


pergeseran paradigma, dimana pada awalnya paradigma bencana 1) dari responsif
menjadi preventif 2) Dari sentralistis menjadi desentralistis 3) Dari urusan
pemerintah menjadi partisipatif 4) Dari sektoral menjadi multi sektor 5) Dari
menangani dampak menjadi mengurangi risiko dan terakhir 6) Dari parsial menjadi
komprehensif.

Dalam Management Bencana terdapat empat tahapan penanggulangan


bencana yang meliputi 1) rencana penggulangan Bencana /rencana kesiapan, 2)
rencana Siaga atau rencana kontinjensi 3) rencana Operasi tanggap darurat, dan 4)
rencana pemulihan. Apabila dilihat dari tahapan penaggulangan bencana, posisi
rencana kontijensi berada pada saat gejala akan terjadinya bencana

Dari gambar tahapan penanggulangan bencana diatas proses penanggulangan


bencana tidak selalu dilaksanakan pada saat yang bersamaan dan juga dalam
praktekknya tiap-tiap bagian dilakukan secara berurutan. Seperti tanggap darurat
yang pada kejadian di provinsi Sulawesi Tengah pada dasarnya dapat dilakukan
pada saat sebelum terjadinya bencana atau dikenal dengan istilah “ siaga Bencana”
ketika prediksi bencana akan segera terjadi. Meskipun saat kejadiaan bencana
belum tiba , namun pada tahapan siaga darurat dapat dilaksanakan kegiatan tanggap
darurat berupa evakoasi penduduk, pemenuhan kebutuhan dasar berupa
penampungan sementara , pemberian bantuan pangan dan non pangan, layanan

1
kesehatan berbagai kegiatan pada tahapan siaga darurat terdapat 2 ( dua)
kemungkinan yaitu bencana benar-benar terjadi atau bencana tidak terjadi.

Korelasi antara kuadran yang satu dengan kuadran lainnya yang


menggambarkan peran dari masing – masing kegiatan untuk setiap segmen (
prabencana) , saat terjadinya bencana dan pasca bencana) dapat dilihat pada tahapan
berikut .

Pada tahapan pra bencana, kegiatan-kegiatan di bidang pencegahan dan


mitigasi menempati porsi/peran terbesar. Pada saat terjadinya bencana, kegiatan-
kegiatan di bidang tanggap darurat menempati porsi yang lebih besar. Pada tahapan
pasca bencana, kegiatan – kegiatan di bidang rehabilitasi dan rekonstruksi
menempati porsi yang lebih besar.

Jadi perencanaan kontijensi dapat didefenisikan sebagai proses perencanaan


ke depan , dalam keadaan tidak menentu, dimana skenario dan tujuan disetujui,
tindakan manajerial dan teknis ditentukan , dan sistim untuk menanggapi kejadian
disusun agar dapat mencegah , atau mengatasi secara lebih baik keadaan atau situasi
darurat yang dihadapi.

Rencana Kontingensi

dalam sistim penanggulangan bencana, rencana kontjensi, dilaksanakan pada


saat telah terjadinya gejala becana, seperti prediksi dari pakar geologi yang
memprediksi akan terjadi bencana , oleh karena itu rencana kontijensi sudah harus
dilakukan pada.

Inti dari kontingensi ini lebih kepada suatu proses mengarah kepada kesiapan
dan kemampuan untuk meramal , dan jika memungkinkan dapat untuk mencegah
bencana itu sendiri, serta mengurangai dampaknya dan menangani secara efektif da
melakukan pemulihan diri dari dampak yang dirasakan .

2
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat disimpulkan dari makalah ini yaitu :
1. Hubungan Kontingensi dengan Revisi Tata Ruang di Kota Palu
2. Mengapa Pembangunan diarahkan ke Tondo Duyu dan Sigi

C. Tujuan
Adapun tujuan yang di ambil berdasarkan rumusan masalah diatas sebagai
acuan dalam makalah ini

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kontingensi dan Revisi Tata Ruang diKota Palu

Dinas Pembangunan Umum Provinsi Sulawesi Tengah akan melakukan


percepatan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW seusai gempa
Palu pada 28 September lalu. Kepala Dinas PU Provinsi Sulawesi Tengah Syaiful
Djafar mengatakan revisi RTRW setelah bencana akan berprioritas pada mitigasi
bencana.

"Dalam rancangan perubahan sebelumnya, RTRW kami tidak didasarkan atas


mitigasi bencana," kata Syaiful kepada Tempo di Palu, Senin, 15 Oktober 2018.
Syaiful mengatakan ada beberapa titik yang diduga berbahaya untuk dihuni.

Dalam memetakan daerah berpotensi bahaya itu, Pemerintah Provinsi Sulawesi


Tengah akan berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat. "Revisi RTRW akan diperkuat dengan data Badan
Pengembangan Infrastruktur Kemen-PUPR." Dinas akan membentuk tim khusus
untuk pemetaan ini.

Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan


Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Abdul Kamarzuki mengatakan, wilayah Kota
Palu, Sulawesi Tengah, masuk zona merah bencana. Untuk itu, perlu penataan
ulang di sana. Terkait dengan rencana tata ruang setelah bencana, Abdul
mengakui, pihaknya diberi waktu selama dua hingga tiga bulan untuk
menyelesaikan rencana tata ruang wilayah ( RTRW) di Palu dan sekitarnya.
"Sementara kami sudah mengeluarkan rekomendasi, tetapi harus ditetapkan dalam
Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palu. Mungkin perda ini akan diikuti
rencana detailnya," ucap Abdul kepada Kompas.com, Rabu (3/10/2018). Abdul
menambahkan, pihaknya sudah mengeluarkan beberapa rekomendasi untuk
RTRW baru. Salah satunya adalah menghindari membangun kembali fungsi
hunian dan pusat kegiatan di beberapa lokasi rawan. Lokasi rawan tersebut antara

4
lain zona sempadan pantai dan wilayah terjadinya likuifaksi masif, seperti di
Balaroa dan Petobo. Untuk hunian dan gedung di sekitar pantai harus dibangun
dengan jarak 100 meter dari zona sempadan pantai. Hal ini ditetapkan karena
mempertimbangkan bahaya dan risiko tsunami. Selain itu, pembangunan baru di
kawasan pesisir teluk dibatasi pada bangunan tinggi yang mampu menahan
getaran gempa, tetapi juga sekaligus bisa menjadi tempat evakuasi ketika tsunami
melanda. Khusus untuk kawasan rawan likuifaksi, pihaknya memberikan
rekomendasi berupa pembatasan intensitas pemanfaatan ruang.

Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan


Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Abdul Kamarzuki mengatakan, wilayah Kota
Palu, Sulawesi Tengah, masuk zona merah bencana. Untuk itu, perlu penataan
ulang di sana. Terkait dengan rencana tata ruang setelah bencana, Abdul
mengakui, pihaknya diberi waktu selama dua hingga tiga bulan untuk
menyelesaikan rencana tata ruang wilayah ( RTRW) di Palu dan sekitarnya.
"Sementara kami sudah mengeluarkan rekomendasi, tetapi harus ditetapkan dalam
Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palu. Mungkin perda ini akan diikuti
rencana detailnya," ucap Abdul kepada Kompas.com, Rabu (3/10/2018). Abdul
menambahkan, pihaknya sudah mengeluarkan beberapa rekomendasi untuk
RTRW baru. Salah satunya adalah menghindari membangun kembali fungsi
hunian dan pusat kegiatan di beberapa lokasi rawan. Lokasi rawan tersebut antara
lain zona sempadan pantai dan wilayah terjadinya likuifaksi masif, seperti di
Balaroa dan Petobo. Untuk hunian dan gedung di sekitar pantai harus dibangun
dengan jarak 100 meter dari zona sempadan pantai. Hal ini ditetapkan karena
mempertimbangkan bahaya dan risiko tsunami. Selain itu, pembangunan baru di
kawasan pesisir teluk dibatasi pada bangunan tinggi yang mampu menahan
getaran gempa, tetapi juga sekaligus bisa menjadi tempat evakuasi ketika tsunami
melanda. Khusus untuk kawasan rawan likuifaksi, pihaknya memberikan
rekomendasi berupa pembatasan intensitas pemanfaatan ruang.

5
B. Kontingensi Studi Kasus Kota Palu
Resiko Bencana Di Kota Palu

Dengan kondisi wilayah seperti yang ada dikota palu, Provinsi Sulawesu Tengah
dapat disebut sebagai wilayah “swalayan bencana alam”. Selain potensi bencana
yang disebabkan oleh aktivitas alam, provinsi ini juga memiliki potensi bencana
yang disebabkan oleh manusia seperti konflik sosial, dan kegagalan teknologi.
Namun potensi yang disebabkan oleh manusia ini, relatif kecil jumlah kejadiannya.

Propinsi Sulawesi Tengah merupakan salah satu wilayah di Kepulauan Indonesia


yang memiliki tatanan geologi sangat kompleks. Kondisi ini disebabkan letaknya
yang berada pada daerah sesar palu koro yang ditandai dengan terdapatnya pusat-
pusat gempa tektonik di sekitarnya.

Dampak negatif Wilayah Sulawesi Tengah secara geologi merupakan wilayah yang
berpotensi untuk terjadinya bencana alam beraspek geologi berupa gempa bumi
tektonik baik yang berpusat di darat yaitu pada jalur patahan sesar palu koro yang
adakalanya diikuti oleh naiknya permukaan air laut atau yang lebih dikenal dengan
tsunami.

Setelah Gempa Bumi 28 September 2018 dengan skala 7,7 SH yang menewaskan
2000-+ Jiwa, perhatian masyarakat terhadap bencana gempa dan tsunami menjadi
perhatian utama di provinsi ini, Rentetan gempa yang terjadi berikutnya telah
menimbulkan trauma di masyarakat Kota Palu. Terlebih lagi dengan perkiraan para
ahli seismology akan terjadinya gempa raksasa berikutnya (giant earthquake) di
sekitar Palu-Sigi-Donggala, membuat pemerintahan provinsi Sulawesi Tengah
harus melakukan langkah-langkah kesiapsiagaan yg komprehensif.

Agar dampak bencana dapat dikurangi, perlu dipetakan risiko bencana yang ada.
Risiko bencana dapat dihitung secara sederhana dengan mempertimbangkan
potensi terjadinya bencana dan potensi kerugian dan kerusakan yang
ditimbulkannya. Dari dua variabel tersebut dapat disusun 3 tingkatan risiko bencana

6
berkaitan dengan tahapan penanganannya yaitu Tingkat Risiko I (mendesak),
Tingkat Risiko 2 (segera), dan Tingkat Risiko 3 (bertahap).

2. Langkah – langkah Proses penyusunan Rencana Kontijensi

Penyusunan rencana kontijensi mempunyai ciri khas yang membedakan dengan


perencanaan yang lain. ciri-ciri khas tersebut sekaligus merupakan prinsip-prinsip
perencanaan kontijensi . atas dasar pemahaman tersebut rencana kontijensi harus
dibuat berdasarkan .

Proses penyusunan bersama


Merupakan rencanan penanggulangna bencana untuk jenis ancamana tunggal
(single Hazard)
 Rencana kontijensi mempunyai skenario
 Skenario dan tujuan yang disetujui bersama
 Dilakukan secara terbuka ( tidak ada yang ditutupi )
 Menetapkan peran peran dan tugas setiap sektor
 Menyepakati konsensus yang telah dibuat bersama
 Dibuat untuk menghadapi keadaan darurat

Jika diperhatikan antara besarnya kejadian dengan dampak kehidupan sehari-hari ,


maka dapat digambarkan. Bahwa Perencanaan kontijensi merupakan bagian
kehidupana sehari-hari diperlukan perencanaan kontijensi tergantung dari upaya
mempertemukan antara besarnya kejadian denganbijak tingkat dampak yang
diakibatkan.

Pada dasar nya proses perencanan kontijensi hanya sesuai untuk peristiwa atau
kejadian dengan tingkat besar dan parahya dampak yang diptimbulkan sedangkan
untuk kejadian kejadian yang tidak terlalu parah cukup menggunakan kebijakan
yang ada. Bahkan jika tidak parah samasekali tidak perlu disusun rencanan
kontijensi.

7
Rencana kotijensi dibuat segera setelah ada tanda-tanda awal akan terjadi bencana,
beberapa jenis bencana sering terjadi secara tiba-tiba, tanpa ada tanda-tanda terlebih
dahulu (gempa bumi), keadaan ini sulit dibuat rencana kontijensi, namun demikian
tetap dapat dibuat dengan menggunakan data kejadian dimasa lalu . sedangkan
jenis-jenis bencana tertentu dapat diketahui tanda-tanda akan terjadi , terhadap hal
ini dapat dilakukan pembuatan rencana kontijensi, umumnya penyusunan rencana
kontijensi dilakukan pada saat segera akan tejadi bencana. Pada situasi ini, rencana
kontijensi langsung disusun tanpa melalui penilaian atau analisis. Ancaman atau
bahaya.akan tetapi kenyataan dilapangan hal tersebut sulit dilakukan karena
keadaan sudah cheos atau panik akan lebih baik apabila rencana kontijensi dibuat
pada saat sudah diketahuinya adanya potensi bencana.

Pada dasarnya rencana kontijensi harus dibuat secara bersama-sama oleh semua
pihak ( stakeholder) dan multi sektor yang terlibat dan berperan dalanm penanganan
bencanan , termasuk dari pemerintah (sektor-sektor) yang terkait, perusahaan
negara, swasta, organisasi non pemerintah lembaga internasional dan masyarakat,
serta pihak-pihak yang lain yang terkait.

Rencana kontijensi disusun melalui ” proses ” . proses ini sangat penting , karena
disusun oleh parisipan, atau peserta sendiri, sedangkan fasilitator hanya
mengarahkan jalannya proses penyusunan kontijensi.

Beberapa kesalahan pemahaman tentang kontijensi :

 perencanaan kontijensi bukan suatu perencanaan untuk pengadaan


barang/jasa pembelian atau pembangunan prasarana sarana akan tetapi
lebih pada pendayagunaan sumberdaya setempat yagn dimiliki dan dapat
dikerahkan .

 Pakar dari luar diperlukan hanya untuk memberikan informasi /pengetahuan


yang tidak dimiliki oleh penyusun

8
 Rencana kontijensi bukan merupakan tugas rutin tetapi suatu kegiatan yang
eksepsional

 Perencana kontijensi sangat sensitif , konfidensial dan terbatas . oleh karena


itu pelaksanaannya harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan
keresahanan atau salah paham bagi masyarakat.

 Perencanaaan konijensi merupakan faktor pendorong yang mengarah pada


penindakan /penggerakan masayrakat meskipun bencanan belum tentu
terjadi .

 Produk dari perencanaan kontijensi ini adalah rencana , persediaan (stock


pile) dan anggaran , bukan keberhasilan tanggap darurat.

Tidak ada perbedaan yang prinsip antara rencana kontijensi dengan rencana operasi
, kecuali waktu penyusunannya , rencana kontijensi disusun menjelang dan sebelum
terjadinya bencana, sehingga rencana tersebut disusun berdasarkan asumsi dan
skenario , sedangkan rencana operasi disusun pada saat bencana benar-benar
terjadi, sehingga rencana ini disusun sesuai dengan keadaan sebenarnya .

Rencana operasi disusun dengan menyesuaikan jenis kegiatan dan sumberdaya


yang ada dalam rencana kontijensi, sesuai dengan kebutuhan nyata dari jenis
bencana yang telah terjadi.

Rencana kontijensi disusun berdasarkan perkiraaan situasi (asumsi-asumsi) dengan


mengembangakan skenario-kenario yang disepakati. oleh karena itu sesuai
perkembangan dari waktu ke waktu terjadi perubahan situasi dan skenario maka
rencanan kontijensi perlu dilakukan penyesuaiaan dan pemutakhiran.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah secara prisnip penysusunan rencana
kontijensi selaian disusun bersama seluruh pemangku kepentingan , juga setelah
disusun skenario dan dilakuan ananlisis kebutuhan , setelah dihitung secara rinci

9
kebutuhan , ditentukan siapa saja pelakunya, dan tidak lupa dilakukan penilaiaan
(ketersediaan) sumberdaya yang dimiliki oleh pelaku kepentingan dari kebutuhan
dan ketersediaan sumberdaya tersebut diketahuai kesenjangan yang akan dipenuhi
dari berbagai sumber.

Penyusunan Rencana Kontijensi dilakukan melaui tahapan/proses persiapan dan


pelaksanakan. pada tahap persiapan meliputi kegiatan penyediaan peta wilayah
kabupaten /kota/provinsi data kabupaten ada pada data ka/kota dalam angka ,data
tentang ketersediaan sumberdaya dari masing-masing Sekor/Pihak /Instansi
organisasi dan informasi dari berbagai sumber/unsur teknis yang dapat
dipertanggung jawabkan .

Pada tahap pelaksanaan adalah penysusunan rencanan kontijensi yang dimulai dari
penilaian resiko, didahulukan dengan penilaian bahaya dan penilaian tingkat
bahaya untuk menentukan 1 jenis ancaman atau bencana yang diperkirakan akan
terjadi (yang menjadi prioritas)

Proses penyusunan Rencana Kontijensi secara diagramatis dapat digambarkan


sebagai berikut

3. Penilaian Bahaya Bencana yang akan direncanakan dalam Perencanaan


Kontijensi

Penilaian bahaya dapat melakukan identifikasi jenis ancaman dan pembobotan


ancaman .

Identifikasi jenis ancamana bencanan dengan menggunakan catatan data/sejarah


kejadiaan bencana.
Pembobotan /scoring ancaman /bahaya dari beberapa jenis ancaman yang ada
disuatu kabupaten /kota dan dilakukan penilaian satu per satu tiap jenis ancaman
diberikan nilai /bobot dan di plot kedalam tabel di bawah.

10
Setelah langkah tersebut , hasil penilaiaan bahaya di plot ke dalam matrik skala ,
tingkat bahaya untuk mengidentifikasi bahaya yang beresiko tinggi .

3.1 Pengembangan skenario

Berdasarkan peta wilayah dapat diidentifiksi masyarakat dan daerah /lokasi yang
terterancam bencana (daerah rawan bahya /bencana) sehingga dapat diperkirakan
luas/besarnya dampak bencana yang mungkin terjadi .

Dalam skenario juga diuraikan anatara lain :

– waktu terjadinya bencana ( misalnya pagi, siang, malam)

– Durasi /lamanya kejadiaan ( misalnya : 2 jam, 1 hari , 7 hari , 14 hari )

– Tingginya genangan air ( banjir)

– Tinggi dan jarak jangkauaan ombak kedaratan ( tsunami)

– Hal-hal lain yang bergantung terhadap besar kecilnya kerugian /kerusakan


.

Terdapat lima aspek yang terkena dampak bencana , yaitu aspek kehidupan
/penduduk , sarana/prasarana/fasilitas/aseet, ekonomi , pemerintahan dan
lingkungan .

Dampak pada aspek kehidupan /penduduk dapat berupa kematian , luka-luka


pengunsian, hilang dan lan-lain .
Dampaka pada aspek sarana dan prasaranan dapat berupa kerusakan jembatan, jalan
, instalasi PAM , PLN kerusakan rumah penduduk dan lain-lain
Dampak pada aspek ekonomi dapat berupa kerusakan pasar tradisional, gagal
panen, terganggunya perekonomian perdagangan, transportasi dan lain-lain.

11
Dampak pada aspek pemerintahan dapat berupa kehancuran dokumentasi peralatan
kantor, bangunan pemerintah dan lain-lain.
Dampak pada aspek lingkungan dapat berupa rusaknya kelestarian hutan, danau,
objek wisata, pencmaran, kerusakan lahan perkebunan dan pertanian danlainnya.
Untuk mengukur dampak pada aspek kehidupan /pensusuk perlu ditetapkan terlebih
dahulu pra kiraan jumlah penduduk yang terancam, baru ditetapkan dampak
kematain, luka-luka, pengunsian, hilang dan dampak lainnya sehingga diketahui
jumlah/persentase dampak yang ditimbulkan . sedangkan untuk dampak pada aspek
sarana dan prasarana, pemerintahan, ekonomi dan lingkungan diklasifikasiakan
kedalam tingkat ringan, sedang dan berat .

3.2 Penetapan kebijakan dan strategi.

Kebijakan penangan darurat /tanggap darurat dimaksudkan untuk memberikan


arahan/pedoman bagi sektor–sektor terkait untuk bertindak /melaksanakan kegiatan
tanggap darurat . kebijakan bersifat mengikat karena dalam penanganan darurat
diberlakukan kesepakatan–kesepakatan yang harus dipatuhi oleh semua pihak .
salah satu contoh kebijakan adalah penetapan lamanya tanggap darurat yang akan
dilaksanakan. Dan layanan perawatan /pengobatan gratis bagi korban bencana.

Sedangkan Strategi penanganan bencana/kedaruratan dilaksanakan oleh masing-


masing sektor sesuai sifat/karakter bidang tugas sektor, strategi bertujuan
efektivitas pelaksanaan kebijakan.

Untuk langkah perencanaan dilakukan beberapa langkah, Langkah pertama dalam


perencanaanan sektoral adalah mengidentifikasi kegiatan semua kegiatan untuk
pengananan kedaruratan harus teridenntifikasi agar semua permasalahan dapat
tertangani secara tutas, tidak terdapat kegaitan yang tumpang tindih dan ada
kegiatan pemnting yang tertinggal.

12
Para pelaksanaan penyusunan rencana kontijensi tergabung dalam sektor-sektor (
misalnya : managment dan koordinasi, efakuasi , pangan dan non pangan ,
kesehatan , transportasi, sarana atau prsarana) .

Situasi sektor merupakan gambaran kondisi pada saat kejadian yang dimaksudkan
untuk mengantisipasi tingkat kesulitan dalam penanganan darurat dan upaya-upaya
yang harus dilakukan sasaran sektor dimaksudkan sebagai sasaran-saran yang akan
dicapai dalam penanganan bencana atau kedaruratan sehingga masyarakat atau
korban bencana dapat ditangani secara maksimal.

Kegiatan sektor adalah kegiatan–kegiatan yang akan dilaksanakan selama


kedaruratan untuk memastikan bahwa para pelaku yang tergabung dalam sektor
dapat berperan aktif.

Identifikasi pelaku kegiatan, pelaku penanganan darurat yang tergabung dalam


sektor-sektor berasal dari berasal dari unsur baik pemerintah dan non pemerintah,
termasuk masyarakat luas .

Waktu pelaksanaan kegiatan oleh sektor-sektor adlah sebelum atau menjelang


kejadian bencana, sesaat setelah bencana, dan setelah bencana atau setiap saat
diperlukan .

Langkah selanjutnya adalah membuat proyeksi kebutuhan oleh tiap-tiap sektor


yang mengacu pada kegiatan-kegiatan sektor tersebut diatas. Kebutuhan tiap sektor
dipenuhi dari ketersediaan sumberdaya sektor dari kebutuhan dan ketersediaan
sumberdaya, terdapat kesenjangan atau kekurangan sumberdaya yang harus
cicarikan jalan keluarnya dari berbabgai sumber, antara lain.

Sumberdaya atau potensi masyarakat setempat ( pemerintah dengan pemerintah ) .


Sumberdaya atau potensi daerah (kabupaten/kota yang berdekatan)
Sumberdaya atau potensi dari level pemerintahan yang lebih tinggi ( provinsi atau
nasional).

13
Kerjasama dengan berbagai pihak, baik unsur pemerintah maupun non pemerintah
, bia berbentuk momarendum of understending ( MOU) , stanby kontak , meminjam
, atau kerjasama dalam bentuk lain.
Bantuan masyarakat internasional yang sah dan tidak mengikat ( bersifat
melengkapi)
Oleh karena proyeksi kebutuhan bukan merupakan penyususnan anggaran proyek,
maka wajib memprioritaskan sumberaya atau potensi lokal dalam hal kondisi
terpaksa atau tidak memungkinkan , maka pengadaan barang-barang kebutuhan
dapat dilakukan. Setelah tanggap darurat selesai, semua barang-barang kebutuhan
dapat dilakukan. Setelah tanggap darurat seelesai, semua barang-barang atau
peralatan yang sifatnya ” Tidak habis dipakai” yang menjadi kewenangan atau
tanggung jawab, atau dalam penguasaaan atau pengelolaan instansi pememrintah
menjadi barang inventaris negara, atau pemerintah. Sedangkan barang-barang habis
dipakai dalam hal-hal terdapat kelebihan dapat disalurkan sesuai dengan praturan
perundang-undangan.

3.3 Singkronisasi perencanaan Sektoral dalam penyusunan kegiatan pembangunan

Dari hasil perencanaan sektoral tersebut datas semua kegiatan atau pekerjaan yang
dilakukan oleh sektor-sektor diharmonisasi atau diintegrasikan kedalam rencana
kontijensi . hal ini dapat dilakukan melalui rapat koordinasi , yang dipimpin oleh
gubernur, bupati /walikota. Atau pejabat yang ditunjuk . tujuannya adalah untuk
mengetahui siapa melakukan apa agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan,
hasilnya adalah berupa rencana kontijensi berdasarkan kesepakan atau konsensus
dari rapat koordinasi lintas pelaku , lintas fungsi dan lintas sektor.

Rencana kontijensi disahkan atau ditndatangani oleh pejabat yang berwenang,


yakni Gubernur untuk untuk daerah provinsi , bupati/walikota ( untuk daerah
kabupaten/kota) dan menjadi dokumen resmi dan siap untuk dilaksanakan menjadi
rencana operasi tanggap darurat ( melalui kaji cepat) apabila sewaktu-waktu
terjadibencana. Selanjutnya rencana kontijensi tersebut disampaiakan juga ke

14
legislatif untuk mendapatkan komitmen atau dukungan politik dan mengalokasikan
anggaran.

Setelah proses penyusunan rencanan kontijensi dan dihimpun dalam suatu dokumen
resmi , tahap selanjutnya adalah perlu ditndaklanjuti dengan berbagai kegiatan atau
langkah-langkah yang diperlukan untuk menghadapi kejadian bencana.

Pelaksanaan tidak lanjut tersebut, menuntut peran aktif masing-masing sekot yang
juga memerlukan koordinasi dan kerjasama yang baik. Dan untuk menguji
ketepatan kontijensi yang diubuat maka perlu dilakukan uji coba dalam bentuk
simulasi atau gladi. Dalam gladi ini diusahakan supaya besaran dan skalanya
mendekati peristiwa atau kejadian yang diskenariokan. Apa bila tidak
memungkinkan maka dapat diambil sebagian dari luas yang sesungguhnya.

Setelah selesai penyususnan rencanan kontijensi terdapat dua kemungkinan , yaitu


terjadi bencana atau tidak terjadi bencana.

Apabila terjadi bencana


Jenis bencana yang terjadi sama atau sesuai sejenis ancaman sebagai mana
diperkirakan sebelumnya, maka rencanan kontijensi sudah diaktifasi atau
diaplikasikan menjadi rencana operasi tanggap darurat. Rencana operasi tersebut
menjadi pedoman bagi posko untuk penanganan darurat , yang didahului dengan
kaji cepat untuk penyesuaiaan data dan kebutuhan sumberdaya.

Langkah pertama yang harus dilakukan apabila terjadi bencana antara lain rapat
koordinasi segera setelah terjadi bencana , dengan mengaktivasi pusat pengendali
operasi ( PUSDALOPS)menjadi posko , Penetapan dan pengiriman tim reaksi
cepat (TRC) kelapangan untuk melakukan pertolongan, penyelamatan dan evakuasi
serta kaji cepat ( Quick assesment) untuk pendataan korban kerusakan atau
kerugian, kebutuhan dan kemampuan sumberdaya serta prediksi perkembangan
kondisi kedepan. Hasil kerja TRC menjadi acuan untuk melakukan tanggap darurat
dan pemulihan darurat prasaran dan sarana fital .dan Pelaksanaan operasi tanggap

15
darurat, dimana Sektor-sektor yang sudah diberntuk segera melaksanakan tugas
tanggap darurat sampai dengan kondisi darurat pulih atau kembali kekondisi
normal.

Langkah Kedua dilakukan adalah Evakuasi berkala atau rutin terhadap pelaksanaan
operasi tanggap darurat, dengan mendiskripsikan Pemecahan masalah-masalah
yang dihadapi dan keputusan terhadap perpanjangan dan pernyataan resmi
berakhirnya.tanggap darurat.

Perpanajgan masa tanggap darurat ( jika diperlukan )

Apabila tidak terjadi bencana


Apabila waktu kejadian bencana yang diperkirakan telah terlampaui ( tidak terjadi
bencana) , maka rencana kontijensi dapat diberlakukan atau diperpanjang untuk
periode atau kurun waktu berikutnya.

Apabila setelah melalui kaji ulang dan perpanjangan masa berlaku ternyata tidak
terjadi bencana, rencana kontijensi dapat di deaktivasi ( dinyatakan tidak berlaku) .
dengan pertimbangan bahwa potensi bencana tidak lagi menjadi ancaman.

Rencana kontijensi yang telah dideaktvasi dapat diaktifkan kemabali setiap saat (
aktivasi ) jika diperlukan . atau dapat juga rencana kontijensi diturunkan statusnya
menjadi rencana penaggulangan bencana dengan catatan bahwa rencana kontijensi
yang bersifat single hazard ( satu jenis ancaman) menjadi rencana kesiapan yang
bersifat multi hazards ( lebih dari satu jenis ancaman) .

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyusunan rencana kontijensi merupakan kegiatan yang dilakukan pada kondisi


darurat , dalam kasus Gempa Bumi yang terjadi pada tanggal 28 September 2018,
terlihat bahwa masih perlunya sosialisasi secara intensif program perencanaan
kontijensi, dilakukan pada seluruh stake holder, agar koordinasi bisa berjalan
sebagaimana yang ada dalam Perencanaan kotinjensi.

Apabila dilihat dari peran perencanaan kotijensi didalam penanganan bencana,


bahwa koordinasi didalam proses penanganan bencana mutlak. Dan langkah-
langkah yang dilaksanakan telah terimplementasikan pada saat gempa di Kota Palu,
dengan skala 7,7 SR.

17
DAFTAR PUSTAKA

 https://vanrenov.wordpress.com/2010/01/12/perencanaan-kontijensi-disaster-
contijensi-planning/
 https://properti.kompas.com/read/2018/10/03/175000521/setelah-bencana-tata-
ruang-kota-palu-akan-diubah
 https://kompas.id/baca/humaniora/ilmu-pengetahuan-teknologi/2018/10/13/tata-
ruang-kota-palu-harus-diubah/
 https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20181023/281977493602697

18

Anda mungkin juga menyukai