IDENTITAS
1. Identitas pengusul
a. Identitas Ketua Pengusul
1. NIP : 197712162003125566
2. Nama peneliti : dr. Dewa Made Sadguna, SpPD
3. Pangkat/Jabatan : IVD/Pembina
4. Email Pengusul : dewasadguna@yahoo.com
5. Curriculum vitae :
6. Isian ID Sinta :
7. H-index :
b. Identitas anggota pengusul
1. NIDK : 8803740017
2. Nama peneliti : dr. Ni Wayan Sri Wardani, SpPD
3. Pangkat/Jabatan :
4. Email Pengusul : sriwardani@yahoo.com
5. Curriculum vitae :
6. Isian ID Sinta :
7. H-index :
c. Identitas anggota pengusul
1. NIDN : 0827116503
2. Nama peneliti : dr. Dewa Ayu Putri Sri Masyeni, SpPD-KPTI
3. Pangkat/Jabatan : IIIC/Penata
4. Email Pengusul : masyeniputu@yahoo.com
5. Curriculum vitae :
6. Isian ID Sinta : 5978655,
http://sinta2.ristekdikti.go.id/authors/detail?id=5978655&view=overview
7. H-index : 2 Scopus,
https://www.scopus.com/authid/detail.uri?authorId=56160618900
h-Index Google Scholar: 2,
https://scholar.google.co.id/citations?user=4n9NzMkAAAAJ&hl=id
2. Identitas Usulan
1. Rumpun Ilmu : 284/Penyakit Dalam
2. Bidang fokus penelitian: Kesehatan-Obat
3. Tema penelitian : Penguatan dan pengembangan ssstem kelembagaan,
kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat dalam
mendukung kemandirian obat
4. Topik penelitian : Penguatan pengetahuan dan pengembangan kebiasaan
masyarakat dalam berperilaku sehat
5. Judul penelitian : Profil Kadar Fosfat Serum pada Penderita Penyakit Ginjal
Kronis yang Menjalani Hemodialisis Rutin di RS Gianyar
Status Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT)
1
penelitian dan target yang ingin dicapai: TKT no 1,
dengan target membuat suatu kebijakan
6. Skema penelitian : Penelitian Dasar
7. Tahun usulan dan lama penelitian : 2018/ 1 tahun
8. Biaya yang diusulkan selama tahun berjalan : Rp 30.000.000,-
9. SBK penelitian : Riset Pembinaan/Kapasitas-Rp 20.000.000,-
10. Total biaya penelitian : Rp 20.000.000,-
3. Lembaga Pengusul
1. Nama Unit Lembaga Pengusul: Lembaga Penelitian Universitas Warmadewa
2. Sebutan jabatan unit : Kepala
3. Nama pimpinan : Prof. Dr. I Made Suwitra, S.H., M.H.
4. NIP : 196012311985031024
II. RINGKASAN
Penyakit Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan
prevalensi yang semakin meningkat, prognosis yang buruk dan memerlukan biaya yang
tinggi. Prevalensi PGK meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan
kejadian penyakit diabetes melitus serta hipertensi. Prevalensi global PGK sebesar 13,4% dan
merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi
urutan ke-18 pada tahun 2010. Di Indonesia, perawatan penyakit ginjal merupakan ranking
kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung. Penyakit ginjal
kronis awalnya tidak menunjukkan tanda dan gejala namun dapat berjalan progresif sehingga
pasien jatuh ke dalam fase terminal dari PGK yang akan membutuhkan bantuan hemodialisis
kronik sepanjang hidupnya. Pasien PGK sangat rentan mengalami ketidakseimbangan
kalsium, fosfat dan kekurangan vitamin D yang dikenal dengan istilah gangguan mineral dan
tulang pada penyakit ginjal kronis (GMT-PGK). Hal ini akan menyebabkan pasien sangat
rentan untuk mengalami osteoporosis dengan fraktur patologis, serta meningkatnya risiko
mengalami penyakit kardiovaskular dengan angka mortalitas yang tinggi.
Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah untuk membuat kebijakan suplementasi kalsium
pada pasien PGK untuk menurunkan risiko mendapatkan penyakit kardiovaskular. Penelitian
awal ini diharapkan akan memberikan data mengenai prevalensi hiperfosfatemia pada pasien
PGK yang menjalani hemodialisis kronik di RSUD Sanjiwani Gianyar. Hasil penelitian ini
akan dilanjutkan dengan penelitian suplementasi kalsium untuk melihat perbaikan kualitas
endotel pembuluh darah pasien dengan PGK, yang mana hal ini diharapkan akan menurunkan
risiko penyakit kardiovaskular.
Hasil penelitian ini akan dipublikasi pada jurnal internasional terindex Scopus seperti
International Journal of Nehrology (ISSN 2090214X, 20902158) atau Indian Journal of
Nephrology (ISSN 19983662, 09714065) atau Saudi Journal of Gastroenterology (ISSN
13193767, 19984049).
2
III. Latar belakang
Jumlah kasus penyakit Penyakit Ginjal Kronis (PGK) atau chronic kidney disease (CKD)
yang semakin meningkat disertai dengan munculnya berbagai komplikasi baik akibat PGK
itu sendiri ataupun komplikasi akibat terapi hemodialisis kronis yang dikenal dengan istilah
CKD-MBD, chronic kidney disease-mineral bone disorder atau gangguan mineral dan
tulang pada penyakit ginjal kronis (GMT-PGK) (Gallant and Spiegel, 2017). Keadaan ini
terjadi karena ginjal berfungsi dalam menjaga keseimbangan kadar kalsium, fosfat dan
vitamin D. Pada stadium awal dari PGK dengan laju fungsi glomerulus (LFG) yang masih
cukup tinggi GMT-PGK sudah mulai terjadi dan komplikasi ini akan semakin progresif
dengan semakin menurunnya LFG atau pada PGK stadium akhir atau stadium 5. Secara
biokimiawi kelainan yang dapat terjadi pada GMT-PGK adalah meningkatnya kadar
fibroblast growth factor 23 (FGF23) dan hormon paratiroid (PTH) serta menurunnya 1,25-
dihydroxy vitamin D (1,25D), peningkatan kadar fosfat yang disertai penurunan kadar
kalsium (Moorthi and Moe, 2011). Penderita dengan GMT-PGK stadium awal sering tidak
merasakan keluhan. Kadang kadang bisa terjadi keluhan akibat hipokalsemia berupa
paraestesia atau kejang fokal, yang sering dikacaukan dengan neuropati uremik. Keluhan
nyeri tulang terjadi pada GMT-PGK ini sangat menurunkan kualitas hidup penderita dengan
PGK. Tidak jarang pada stadium lanjut terjadi gejala hiperparatiroidisme sekunder, kemudian
disertai osteoporosis yang dapat merangsang fraktur spontan atau fraktur pada trauma yang
sangat minimal (Cannata-Andía et al., 2013). Dapat pula terjadi kalsifikasi metastatik berupa
benjolan subkutan yang berisi endapan garam kalsium fosfat atau kalsifikasi pada pembuluh
darah besar maupun miokardium. Beberapa kasus juga dapat terjadi kalsifilaksis yaitu
nekrosis yang luas pada ekstremitas akibat oklusi pembuluh darah oleh garam kalsium fosfat.
gangguan postur tulang panjang seperti kifosis, skoliosis atau pembengkokan tulang tulang
3
ekstremitas. Salah satu pencegahan dari komplikasi ini adalah dengan pemberian Kalsium
dan atau calcimimetic agent (Cinacalcet), sehingga GMT-PGK dapat dicegah. Tingginya
kasus PGK yang menjalani HD serta ketidakseimbangan kalsium dan fosfat banyak
ditemukan pada penderita PGK yang mempengaruhi kwalitas hidup penderita PGK dengan
HD kronis. Oleh karena itu penelitian awal akan dilakukan untuk mengukur rerata kadar
fosfat pada penderita PGK yang menjalani hemodialisis kronik di RSUD Sanjiwani Gianyar
serta beberapa rumah sakit lainnya di Gianyar. Jadi penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kadar fosfat pada penderita PGK yang menjalani HD kronis sehingga dapat diperkirakan
4.1 Gangguan Metabolisme Mineral dan Tulang pada Penyakit Ginjal Kronik (GMT-
PGK)
Komplikasi PGK pada tulang dan mineral yang disebut dengan Chronic Kidney Disease –
gangguan yang merupakan konsekuensi lanjut dari Penyakit Ginjal Kronik (Hruska et al.,
2015). Sindroma ini dapat mencetuskan terjadinya osteorenaldistrofi pada penderita PGK
(Uhlig et al., 2010). Komplikasi ini ditemukan pada lebih dari 40% penderita PGK (Block et
al., 2013). Pada keadaan GMT-PGK dapat ditemukan kelainan seperti gangguan metabolisme
kalsium, fosfat dan vitamin D, perubahan pada hormone paratiroid (PTH) serta kadar vitamin
D, gangguan pada modelling dan remodelling tulang, yang dihubungkan dengan terjadinya
fraktur atau kegagalan pertumbuhan tulang linier, serta kalsifikasi ekstraskeletal pada
jaringan lunak dan arteri (Moorthi and Moe, 2011). Ginjal yang normal dapat menjaga
keseimbangan kalsium dan fosfat, akan tetapi keseimbangan ini akan terbalik setelah
seseorang mengalami PGK. Pada PGK stadium awal (stadium 2 atau 3), akan terjadi
4
23), penurunan kalsitriol, kalsium dan fosfat pada awalnya. Mekanisme kompensasi ini pada
akhirnya akan mengalami kegagalan pada stadium PGK yang lebih lanjut. Dahulu gangguan
ini dikenal dengan sebutan Osteodistrofi Renal (OR) atau Renal Osteodystrophy (RO), tetapi
saat ini RO diistilahkan hanya terhadap gangguan tulang yang terjadi pada PGK (Moe et al.,
2007). Pathogenesis GMT-PGK ini, belum sepenuhnya dimengerti, begitu pula dengan
masih terus dilaksanakan oleh para ahli untuk dapat menjelaskan komplikasi ini, sehingga
Tubuh orang dewasa diperkirakan mengandung 1000 gram kalsium. Sekitar 99% kalsium ini
berada didalam tulang di dalam bentuk hidroksiapatit dan 1% lagi berada didalam cairan
ekstraselular dan jaringan lunak. Didalam cairan ekstarselular, konsentrasi ion kalsium
(Ca2+) adalah 103 M, Sedangkan didalm sitosol 106 M. Kalsium memegang 2 peranan
fisiologik yang penting didalm tubuh didalam tulang garam-garam kalsium berperan dalam
Sedangkan didalam cairan ekstraselular dan sitosol, Ca2+ sangat berperan dalam berbagai
proses biokimia tubuh. Kedua kompartemen tersebut selalu berada dalam keadaan yang
seimbang. Didalam serum, kalsium berada dalam 3 fraksi yaitu Ca2+ sekitar 50%, Calsium
yang terikat albumin sekitar 40%, Calsium dalam bentuk kompleks, terutama sitrat dan fosfat
adalah 10%. Kalsium ion dan kalsium kompleks mempunyai sifat dapat melewati membran
Kandungan fosfor orang dewasa sekitar 600 mg fosfor sekitar 85% berada didalam tulang
dalam bentuk Kristal. Dan 15% berada didalam cairan ekstraselular. Sebagian besar fosfor
ekstarselular berada dalam bentuk ion fosfat anorganik didalam jaringan lunak, hampir
5
semuanya berada dalam bentuk ester fosfat. Fosfat intraselular, memegang peranan yang
penting didalam proses biokimia intrasel, termasuk pada pembentukan dan transfer energy
selular. Didalam serum fosfat anorganik juga terbagi kedalam 3 fraksi yaitu ion fosfat fosfat
yang terikat protein fosfat dalam bentuk kompleks dengan Na, Ca, dan Mg. fosfat yang
terikat protein hanya 10% sehingga tidak bermakna dibandingkan keseluruhan fosfat
anorganik didalam serum. Dengan demikian, sekitar 90% fosfat (ion dan kompleks) akan
dengan mudah difiltrasi diglomerulus. Ginjal memiliki peranan yang sangat penting pada
homeostasis fosfor didalam serum. Beberapa faktor baik, intrinsic maupun ekstrinsik, yang
kadar fosfat didalam serum misalnya pada hiperparatiroidisme sekunder, TmP/GFR akan
menurun, sehingga terjadi ekskresi fosfat yang berlebihan, akibatnya, akibatnya timbul
akan meningkat, sehingga ekskresi fosfat menurun dan terjadilah hiperfosfattemia. Secara
biologis, hasil kali Ca X P selalu konstan, sehingga peningkatan kadar fosfat didalam serum
akan diikuti dengan penurunan kadar Ca serum Dan ini akan merangsang peningkatan
produksi PTH yang akan menurunkan TmP/GFR sehingga terjadi ekskresi fosfat melalui urin
dan kadar fosfat didalam serum kembali menjadi normal, demikian pula kadar Ca didalam
serum. Pada gagal ginjal kronis, terjadi hiperfosfatemia yang menahun, sehingga timbul
Pada keadaan normal terdapat mekanisme hubungan timbal balik (feedback mechanism)
antara ginjal, kelenjar paratiroid, dan tulang. Hubungan timbal balik ini bertujuan untuk
menjaga keseimbangan homeostasis antara calcium (Ca), fosfat (P04), vitamin D3 (vit D3)
Vitamin D3 yang dihasilkan oleh ginjal membantu penyerapan Ca dan P04 di saluran cerna.
Ca dapat menghambat pembentukan vit D3 oleh ginjal dan menghambat produksi .HPT oleh
6
kelenjar paratiroid. P04 dapat merangsang produksi HPT oleh kelenjar paratiroid. Antara P04
dan Ca terdapat keseimbanghan fisikokimiawi yang stabil. Peningkatan P04 dapat menekan
Ca, tapi sebaliknya, Ca yang tinggi tidak dapat menekan P04. P04 yang tinggi dalam darah
bisa merangsang pembentukan Fibroblast Growth Factor 23 (FGF23) oleh tulang. FGF 23
ini merangsang produksi Vit D3 dan menghambat produksi HPT. Terjadi hubungan timbal
balik antara FGF 23 dan HPT, juga antara FGF 23 dan Vit D3. Vit D3 dapat menghambat
produksi HPT, sebaliknya HPT dapat menghambat produksi Vitamin D3. Pada PGK,
keseimbangan ini terganggu akibat peningkatan P04 yang terjadi karena terhambatnya
ekskresi, dan penurunan kadar vitamin D3 karena pengurangan massa ginjal. Kelainan pada
dihubungkan dengan terjadinya risiko kardiovaskular pada penderita PGK (Hruska et al.,
2015).
Pasien dengan ODR stadium awal sering tidak merasakan keluhan. Kadang-kadang bisa
terjadi keluhan akibat hipokalsemia berupa paraestesia atau kejang fokal, yang sering
dikacaukan dengan gejala neuropati uremik. Keluhan nyeri tulang terjadi pada ODR stadium
lanjut, yang sudah disertai dengan hiperparatiroidisme sekunder. Tidak jarang terjadi fraktur
(benjolan-benjolan yang berisi endapan garam kalsiumfosfat), atau kalisfikasi pada pembuluh
darah besar (seperti aorta, arteri karotis) maupun miokard yang baru tampak pada
pemeriksaan echokardiografi. Pada beberapa kasus juga terjadi calsifilaxis, yaitu nekrosis
yang luas (biasanya pada ekstremitas atas maupun bawah) akibat oklusi pembuluh darah oleh
garam calsium fosfat. Manifestasi klinis ADB dapat berupa osteomalasia, yang ditandai
dengan gangguan postur tulang-tulang panjang, seperti kifosis, skoliosis, atau pembengkokan
tulang-tulang ekstrimitas. Keadaan ini tentunya akan menambah morbiditas dan mortalitas
penderita PGK.
7
Penatalaksanaan
Modalitas terapi tergantung pada stadium penyakit dan tujuan terapi yang diberikan. Pada
stadium pradialisis, terapi terutama ditujukan pada pengendalian fosfat. Usaha ini dilakukan
dengan, 1) pemberian diet rendah fosfat, 2) pemberian pengikat fosfat (phosphate binders).
Pemberian diet rendah fosfat terkendala dengan malnutrisi yang bisa terjadi pada penderita.
Berbagai jenis pengikat fosfat sudah tersedia, baik yang calcium base maupun yang
noncalcium base, namun usaha pengendalian fosfat pada penderita penyakit ginjal kronik
tetap menjadi masalah. Dialisis, walaupun dalam jumlah terbatas dikatakan dapat mengurangi
hiperfosfatemia. Hasil yang baik dilaporkan terjadi pada hemodialisis setiap hari (daily
down regulation Calcium Sensing Receptor (CsR), sehingga sekresi PTH dapat dihambat.
V. Metode
5.1 Rancangan penelitian: penelitian ini adalah studi potong lintang pada penderita PGK yang
Gianyar
8
Populasi penelitian adalah semua penderita PGK yang menjalani HD kronik
Sampel adalah penderita PGK yang menjalani HD kronik di RSUD Sanjiwani, RS Ganesha,
RS Arisanti Gianyar
𝑍 ∝ 2 . P(1 − P)
𝑛=
d2
(1,96)2. 0,5 . (1 − 0,5)
𝑛=
(0,1)2
0,9604
𝑛=
0,01
𝑛 = 96
Keterangan :
n : sampel minimal
Z α 2 . P (1-P) : konstanta (1,96)
d : absolute precision / limit error (0,1)
p : cases proportion in population
Jadi jumlah sampel minimal adalah 96, rencana akan diteliti sebanyak 100 sampel.
5.4 Kriteria inklusi dan eksklusi
Kriteria inklusi
a. Penderita PGK yang menjalani hemodialisis rutin usia ≥ 18 tahun
b. Bersedia ikut serta dalam penelitian dengan menandatangani informed consent
Kriteria eksklusi
a. Tidak bersedia ikut dalam penelitian
b. Sampel serum rusak
b. Rerata kadar fosfat pada penderita PGK yang menjalani HD kronis di RSUD Sanjiwani, RS
Ganesha dan RS Arisanti, diperiksa dengan metode spektrofotometer, dinyatakan dalam mg/dL (data
numerik)
9
5.6 Teknik pemeriksaan fosfat
Kebijakan
Prevalensi PGK yang
suplementasi
tinggi dengan risiko
calcium dan atau
GMT-PGK
cinacalcet pada
PGK
Data akan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk narasi dan rerata kadar
fosfat akan dianalisis dengan uji t test.
10
Jurnal internasional bereputasi yang dituju seperti International Journal of Nehrology (ISSN
2090214X, 20902158) atau Indian Journal of Nephrology (ISSN 19983662, 09714065) atau
Tabel 7.1 Data demografi dari sampel penelitian berdasarkan umur, jenis kelamin
Dari tabel 7.1 di atas mayoritas sampel adalah berjenis kelamin laki-laki dan perkiraan penyebab PGK
yang terbanyak adalah Pielonefritis kronis. Selain itu jumlah sampel dengan kadar fosfat > 4,5 mg/dl
Gambaran hasil pemeriksaan laboratorium sampel dapat dilihat pada tabel 7.2
11
Tabel 7.2 Gambaran leukosit, hemoglobin, trombosit, BUN, SC, GDP dan kadar Fosfat serum sampel
Variabel n=100 Sampel
Rerata CI
Leukosit 7,012 ± 2,054 6,611-7,426
Hemoglobin 11,571 ± 7,843 10,012-13,127
Trombosit 204,641 ± 64,378 191,867-217,415
BUN 79,403 ± 38,516 71,760-87,045
SC 10,039 ± 10,681 7,920-12,159
Gula darah puasa 94,907 ± 31,640 88,629-101,185
Fosfat 4,977 ± 1,623 4,655-5,299
Uji Kolmogorov smirnov 1 sampel didapatkan data leukosit, hemoglobin,BUN, SC dan gula darah
puasa tidak terdistribusi normal, sedangkan trombosit dan fosfat terdistribusi normal
Tabel 7.3 Hubungan antara umur, jenis kelamin, IMT, lama HD dengan kadar fosfat pada Pasien PGK
di RS di Gianyar
Variabel r Signifikansi
Umur -0,333 0,001
Jenis kelamin 0,276 0,020
IMT 0,123 0,222
Lama HD 0,113 0,264
r= koefisien korelasi
VIII. Pembahasan
Kegagalan dari ginjal untuk mengekskresikan fosfat pada PGK adalah penyebab utama
hiperfosfatemia pada PGK (K/DOQI, 2003). Hiperfosfatemia adalah bagian dari PMT-PGK.
Kelainan PMT-PGK ini adalah sebuah sindrom yang terdiri dari 3 kelainan yaitu kelainan
laboratoris, kelainan tulang dan kelainan kardiovaskular, yang terjadi akibat komplikasi
Penyakit Ginjal Kronik (PGK). Kelainan laboratoris terdiri dari hiperfosfatemia, hipo atau
Penelitian ini dilakukan pada sampel yang menjalani HD kronis yang menunjukkan
100% sampel adalah PGK stadium 5. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian lain,
suatu penelitian meta analisis dimana PGK stadium 5 hanya ditemukan sebesar 13,4%,
stadium 3-4 sebesar 10,6% (Hill et al., 2016). Penelitian ini menemukan jumlah kasus PGK
12
laki-laki lebih banyak dari pada PGK perempuan. Hal ini sejalan dengan laporan dari
Indonesian Renal Registry (2011) yang melaporkan jumlah pasien PGK laki-laki selalu lebih
tinggi daripada PGK perempuan dari tahun 2007-2011 (Indonesian et al., 2011).
kronis, sedangkan penelitian lain menemukan PGK yang dihubungkan dengan Diabetes
Melitus (Hill et al., 2016), sedangkan laporan dari Indonesian Renal Registry melaporkan
penyebab terbanyak adalah Hipertensi, sebesar 34% diikuti Diabetes Melitus sebesar 27%
Penelitian ini menemukan pasien dengan hiperfosfatemia adalah sebesar 69%. Hasil
penelitian dengan hasil hiperfosfatemia juga ditemukan pada penelitian berikut. Dari 6730
pasien PGK yang diobservasi, ditemukan sebesar 3490 (51,86%) dengan hiperfosfatemia.
Hiperfosfatemia pada serum telah dihubungkan dengan kalsifikasi vaskular dan mortalitas
pada penderita PGK dengan hemodialisis kronis. Setiap peningkatan serum fosfat 0,5 ml/dL
adalah faktor risiko independen terhadap kematian pada pasien PGK (Kestenbaum, 2005).
Dari uji korelasi didapatkan ada hubungan signifikan antara usia dan jenis kelamin
dengan kadar fosfat pada penelitian ini. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian
Kestenbaum et al., 2005 yang menemukan ada hubungan antara usia dan jenis kelamin.
IX. Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan PGK lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan
dengan kadar fosfat yang berbeda signifikan pada laki-laki dan perempuan. Prevalensi
hiperfosfatemia pada penelitian ini cukup tinggi dan juga berhubungan dengan usia.
13
X. Daftar Pustaka
Block, g. A., kilpatrick, r. D., lowe, k. A., wang, w. & danese, m. D. 2013. Ckd–Mineral and Bone
Disorder and Risk of Death and Cardiovascular Hospitalization in Patients on Hemodialysis.
Clinical Journal of the American Society of Nephrology, 8, 2132-2140.
Cannata-andía, j. B., rodriguez, m. G. & gómez, c. A. 2013. Osteoporosis and adynamic bone in
chronic kidney disease. Journal of nephrology, 26, 73-80.
Gallant, k. M. H. & spiegel, d. M. 2017. Calcium balance in chronic kidney disease. Current
osteoporosis reports, 15, 214-221.
Hruska, k. A., seifert, m. & sugatani, t. 2015. Pathophysiology of the Chronic Kidney Disease–
Mineral Bone Disorder (CKD-MBD). Current opinion in nephrology and hypertension, 24,
303.
Hill, NR, Fatoba, ST, Oke, JL, Hirst, JA, O’Callaghan, CA, Lasserson, DS and Hobbs, FDR, 2016.
Global prevalence of chronic kidney disease - A systematic review and meta-analysis. PLoS
ONE.
Indonesian, P, Registry, R, Renal, I, Indonesia, PN, Hemodialisis, U, Hemodialisis, SU, Kesehatan, D,
Menteri, P, Republik, K, Nomor, I, Kesehatan, D, Hemodialisis, U, Indonesian, K, Registry,
R, Hemodialisis, U, Hemodialisis, U, Hemodialisis, U, Hemodialisis, U, Irr, AM, et al., 2011.
4 th Report Of Indonesian Renal Registry 2011 4 th Report Of Indonesian Renal Registry
2011. Renal Registry Indonesian.
K/DOQI, NKF, 2003. K/DOQI clinical practice guidelines for bone metabolism and disease in
chronic kidney disease. Am J Kidney Dis.
Kestenbaum, B, 2005. Serum Phosphate Levels and Mortality Risk among People with Chronic
Kidney Disease. Journal of the American Society of Nephrology.
MOE, S. M., DRÜEKE, T., LAMEIRE, N. & EKNOYAN, G. 2007. Chronic kidney disease–mineral-
bone disorder: a new paradigm. Advances in chronic kidney disease, 14, 3-12.
MOORTHI, R. N. & MOE, S. M. 2011. CKD–mineral and bone disorder: core curriculum 2011.
American Journal of Kidney Diseases, 58, 1022-1036.
UHLIG, K., BERNS, J. S., KESTENBAUM, B., KUMAR, R., LEONARD, M. B., MARTIN, K. J.,
SPRAGUE, S. M. & GOLDFARB, S. 2010. KDOQI US commentary on the 2009 KDIGO
clinical practice guideline for the diagnosis, evaluation, and treatment of CKD–mineral and
bone disorder (CKD-MBD). American Journal of Kidney Diseases, 55, 773-799.
14
SPJ LAPORAN AKHIR
15
PENGELUARAN PENELITIAN
16