Anda di halaman 1dari 76

PERGOLAKAN PEMIKIRAN:

Catatan Harian Muslim Jerman


Murad Wilfred Hoffman

Toleransi Sampai Mengingkari Eksistensi Diri (1)


(New York, 17 Mei 1951)

Sudah lewat setahun aku mempelajari ilmu sosial di Universitas Union College,
yang terletak dekat sungai Mohock, di dataran tinggi negara bagian New York.
Metode pengajaran mata kuliah yang digunakan adalah empiris an-sich. Oleh
karena itu, kajian tentang tugas sosiologis manusia dan perilakunya tidak beranjak
dari gambaran-gambaran yang mengkristal secara filosofis dan teologis dari tabiat
esensial manusia dan tujuannya, sehingga pertimbangan-pertimbangan nilai tidak
diperkenankan karena dianggap "tidak ilmiah". Itu dilakukan demi kepentingan
segi-segi kuantitas. Interaksi sosial antara lelaki dan wanita diletakkan dalam
statistik angka-angka. Oleh karena itu, penelitian hanya berfokus pada tugas dan
peran yang dimainkan keduanya dalam kehidupan berdasarkan tingkat prestasi
keduanya dalam mewujudkan kesempurnaan dan kepentingan sosial. Sejalan
dengan teori yang populer dari Sigmund Freud dalam ilmu jiwa mengenai
individu, dan anggitan materi dan mekanis yang berkembang tentang kehidupan
dan intelektualitas.

Tampaknya, metodologi perilaku ini serupa dengan metode yang diaplikasikan


oleh Karl Von Prietz dalam menentukan tingkat kecerdasan tawon dan sifat-sifat
bawaannya.

Semenjak beberapa tahun, sebelum Vans Packard menulis "Jenjang Bersusun


Piramid", "Open Nationality", dan "Agitator Terselubung", dan sebelum Concard
Lawrence menulis "Tentang Permusuhan", aku telah berusaha menemukan
hukum-hukum yang mempengaruhi aktivitas seluruh manusia dan masyarakat.
Meskipun aku belum meneliti bias nilai yang ditimbulkan oleh riset sosiologis:
setiap kali manusia melihat hasil statistik mengenai sesuatu yang dianggap biasa,
maka ia akan melakukan conditioning dirinya dengan ukuran nilai itu. Sehingga
sosiologi berubah menjadi prediksi pencipta kepribadian. Rupanya, rekan-rekanku
sesama mahasiswa dalam kelompok persaudaraan (di C-Obselon) menjadi korban
kecenderungan conditioning diri secara total dengan ukuran nilai ini.

1
Yang jelas, metodologi seperti ini dipergunakan untuk melihat hakikat
kemanusiaan, tampak tidak seirama dengan antropologi yang berasaskan filsafat.
Juga sosiologi agnostisisme yang memberi perhatian pada ilmu etika, akan
membawa manusia jauh dari pedoman-pedoman tradisional dalam melihat etika-
etika yang berkembang, yang mendukung sebuah bangunan sosial.

Yang paling representatif mendeskripsikan keruntuhan metodologis dalam


memandang batasan-batasan etika adalah trend olahraga seks yang memalukan
yang berkembang di lingkungan pendidikan. Jika social-conditioning co-existensi
dianggap sebagai tujuan terbesar yang diharapkan dari semua kegiatan sosial dan
ekonomi manusia, maka segala apa yang diharapkan dari semua kegiatan sosial
dan ekonomi manusia, ada dalam realitas sosial tersebut adalah nisbi belaka.
Sehingga manusia mengerjakan apa yang orang-orang lain duga akan ia kerjakan.
Atau, seperti yang dikatakan oleh George Schimmel, "Manusia tanpa kepribadian
adalah manusia yang menjadi budak nurani sosialnya secara total."

Model sosiologi ini dianggap bukan ideologi, bahkan bertentangan dengan


ideologi. Pada kenyataannya, ia hampir menjadi agama palsu yang memakai
topeng dan menyelusup di bawah slogan salah satu ilmu-ilmu biologi yang
diragukan kebenarannya.

Seorang yang menolak untuk membuang pertanyaan-pertanyaan esensial


mengenai manusia, seperti: dari mana, akan ke mana, mengapa? Atau ia
meremehkannya, bukankah itu sikap ideologis? Itulah pertanyaan-pertanyaan
yang membuat tokoh filosof dan ahli teologi sepanjang masa tidak mampu
berbuat lain, kecuali mencampakkannya.

Ilmu pendidikan yang berada di bawah pengaruh sosiologi, dan berusaha


mewujudkan kesesuaian hingga pada batas persamaan terkecil, bukankah itu hasil
dari teori world view?

Benar, jenis sosiologi ini akan melewati konklusinya yang terdahulu. Ia tidak
hanya menganggap sebagai sebuah fenomena yang harus diterima. Jika hal itu
telah menjadi world view bagi masyarakat Amerika. Ia juga menjadi world view
masyarakat Eropa.

Selanjutnya, bagaimana kita dapat mengingkari agama imitasi, seperti Marxisme


"Ilmiah", jika kita juga menganggap ateisme sebagai salah satu corak hidup,
sambil menolak sistem nilai Barat karena bias kuat agnostisisme. Karena itu, ia
berkompetensi meluruskan nilai.

2
Kecelakaan Dahsyat

(Holly Springs, Mississippi, 28 Juni 1951)

Setelah dua minggu penuh, saat sedang melintasi jalan bypass (bebas hambatan),
sambil membawa perbekalan lebih dari cukup bagi seorang pekerja logistik --
setidaknya sebagai pembantu bagian logistik-- dari New York Timur melalui jalan
New Jersey dan California Selatan menuju Florida dan kembali lagi ke Georgia.
Saat ini, aku telah berkhayal sampai di Memphis-Tennessee dan melintas di
bawah jembatan Mississippi. Tiba-tiba aku dikejutkan sebuah bayangan di depan
mobil ketika sopir menginjak pedal rem, namun kedua sisi rem tersebut tidak
berfungsi sama sekali.

Pada pagi hari esoknya, koran lokal menampilkan judul berita utamanya
"Kecelakaan Tabrakan Mobil". Koran itu memberitakan bahwa beberapa mobil
saling bertabrakan dari arah yang berlawanan, di jalan raya. Ketika dokter
mendiagnosa aku di rumah sakit, mereka mendapatkan rahangku bagian atas
patah, bibir bagian bawah pecah, sembilan belas buah gigiku pecah, lengan
kananku bergeser dari tempatnya, dan lutut kananku berlubang besar. Namun, aku
tidak mengalami gegar otak, juga tidak goncangan jiwa.

Dua mobil --keduanya jenis Chevrolet-- bertubrukan dengan kedua bagian


depannya dalam kecepatan kira-kira 95 mil per jam. Kesempatanku untuk selamat
dari kecelakaan tersebut adalah sebanding dengan jika aku melompat dari lantai
lima sebuah gedung.

Ketika para ahli bedah berusaha mengoperasi wajahku yang luka-luka dan
mengembalikannya ke bentuk aslinya, mereka saling bertanya dengan nada tinggi
tentang gambar wajahku sebelum kecelakaan. Dengan gerakan kepala, aku
memberi isyarat kepada mereka bahwa ada paspor di kantong celana jeansku yang
berlumuran darah, untuk melihat fotoku. Dokter tampak membandingkan antara
foto di pasporku dan wajahku yang luka-luka. Kemudian mereka berkata bahwa
operasi kecantikan baru bisa dilakukan setelah beberapa tahun.

Sambil menyuntikkan satu dosis morfin pada malam pertamaku di rumah sakit,
dokter berbisik kepadaku, "Tuan, jarang orang selamat dari kecelakaan seperti ini,
mungkin Allah menghendaki sesuatu bagimu di kemudian hari nanti." Setelah 29
tahun, yaitu pada tanggal 25 Desember 1970, aku baru dapat mengungkap makna
kejadian tersebut.

3
Imajinasi Tidak Utuh
(Granada, Cordoba, 7 Juli 1958)

Para ahli Jerman di bidang kesenian dan bangunan Islam, seperti Ernest Coneil,
Caterina Ottodorn, dan Alfred Reinz, menemukan kesulitan luar biasa untuk
mendefinisikan spesialisasi mereka. Menurut Olwieg Graper --mewakili pendapat
yang paling tepat-- metode seniman muslim karena pengalaman pribadi mereka
dan pergesekan dengan peradaban-peradaban Suria, Byzantine, Parsi, dan suku-
suku Turki, tampak mempunyai keunikan tersendiri. Hal itu di dalamnya hanya
tampak satu unsur sebagai tanda yang memberi ciri khas metode kesenian Islam,
yaitu penggunaan kaligrafi Arab ornamental.

Sampai-sampai anak kecil sekalipun bisa menilai dengan tepat keunikan kesenian
Islam, karena ia mempunyai ciri tersendiri.

Tentunya, tidak ada gerakan seni yang telah ada semenjak zaman dulu. Demikian
juga seni Islam yang tidak mulai dari nol, namun ia menyerap seni-seni lain dalam
masa perkembangannya. Selama itu, Islam dapat menerjemahkan segi-segi
tertentu teologis menjadi kaidah-kaidah seni.

Oleh karena itu, tidak heran jika bangunan-bangunan Islam dalam ornamen
interior dan eksteriornya --meskipun mempunyai perbedaan yang besar--
memberikan image tentang tempat dengan karakteristik Islam tertentu, mencakup
eksterior maupun detailnya.

Hal ini bisa disaksikan sebagai contoh pada struktur dan ruangan Istana Merah di
Granada, atau pada masjid-masjid tertentu. Seperti yang terdapat di Cordoba,
Qairawan, Kairo, dan Istambul, terutama Masjid Sulaimaniyyah, Masjid Sultan
Ahmad Rustam Basya, dan Sukulu Muhammad Basya. Juga taman al-Hambra,
dan daerah Haram di Mekah.

Keunikan kesenian Islam ini berpulang pada beberapa unsur, yaitu sebagai
berikut.

1. Ilustrasi-ilustrasi tertentu tentang kesederhanaan pada bagian luar istana


Islam --yang tampak mengisyaratkan akan perempuan muslimah yang
cantik yang menutup hijab wajahnya ketika meninggalkan rumah.
2. Karakter demokrasi Islam yang tidak berkasta yang tecerminkan pada
tempat ibadah Islam.
3. Abstraksi yang tinggi, sesuai dengan pandangan umat Islam bahwa Allah
SWT tidak bisa dilukiskan.
4. Dimensi-dimensi manusiawi dalam membentuk kerangka bangunan yang
mencerminkan kecenderungan Islam pada ekuilibrium, keseimbangan, dan
metode moderat dalam memecahkan masalah-masalah.
5. Mengosongkan tempat shalat dari suasana magis --yang mengisyaratkan
tidak adanya ritus-ritus dan rahasia-rahasia yang disucikan.

4
6. Membangun kebun-kebun dengan inspirasi sifat-sifat surga dalam Al-
Qur'an.

Betapa besarnya perasaan keagungan dengan segala pengertiannya yang


menguasai seseorang ketika berada di tempat-tempat tersebut. Orang yang tidak
mampu shalat di masjid seperti ini, tidak akan pernah belajar sembahyang di
Katedral.

Juga tidak adanya gambar dan patung alami yang melukiskan manusia atau Allah
(dan perbuatan itu amat terkutuk) dalam lingkungan Islam, lebih didorong oleh
kekhawatiran terjerumus terhadap penyembahan patung dan kecenderungan
paganisme, dibandingkan larangan Al-Qur'an. Begitu juga abstraksi yang
tercermin dalam bentuk saling berhubungan tanpa akhir pada ornamen Arab
(arabesk) melepaskan ikatan rasio untuk menfokuskan diri pada Allah Yang
disucikan, Yang tidak bisa disifati, didefinisikan dan diukur.

Oleh karena itu, gambar-gambar bukanlah perangkat terpuji untuk menyuburkan


inspirasi metafisis, namun sebaliknya, ia adalah cerminan imajinasi yang tidak
utuh.

Toleransi Sampai Mengingkari Eksistensi Diri (2)


(Cambridge, Massachussetts, 4 Juni 1960)

Ketika aku sedang menyelesaikan ujian semester akhir di Fakultas Hukum,


Universitas Harvard, aku memutuskan diri untuk beristri. Singkat cerita, acara
perkawinan tersebut kemudian dilaksanakan di altar Harvard oleh seorang pendeta
yang mengimani keesaan Tuhan dan menolak Trinitas. Sebelum acara
dilaksanakan, ia bertanya kepadaku, "Apakah aku telah terbebas dari
kecenderungan penyimpangan seksual yang terpendam dalam diriku."

Di koridor yang memanjang di depan tempat penyembelihan, di sana terukir


nama-nama seperti ini: Budha, Kong Hu Chu, Kristen, Musa, dan Muhammad.
Aku pikir, ini dapat memenuhi keinginan semua manusia. Menyenangkan sekali,
karena ia memberikan toleransi hingga melupakan eksistensi diri. Namun,
masalahnya sama sekali bukan seperti itu, karena ada permainan dalam kronologi
sejarah, sehingga menempatkan nama Almasih di tengah nama-nama itu. Yang
menggelikan, nama Muhammad dengan jelas ditulis di akhir rentetan nama-nama
itu, sehingga menjadi akhir nabi, dan tentunya penutup nabi-nabi.

Perhatianku terhadap simbol-simbol ini menguasai kesadaranku. Saat aku


seharusnya mencurahkan semua konsentrasi untuk mengucapkan lafal akad
perkawinan dengan bahasa Inggris ningrat yang sulit. Oleh karena itu, aku sedikit
gagap ketika diminta untuk mengulang perkataan, "Dan aku berjanji kepadamu
bahwa aku sungguh-sungguh akan setia."

5
Bahasa Allah yang Khusus?
(Gradigh, 9 April 1962)

Di lobi satu-satunya hotel di Oasis, kebetulan tempat dudukku berada di samping


seorang pria dari daerah Mozabeth. Pria itu tampak menggigil kedinginan
menahan hawa dingin yang keluar dari AC, meskipun ia menggunakan jas
panjang yang terbuat dari wol tebal. Kami berdua kemudian terlibat dalam
pembicaraan, sambil menghindari berbicara mengenai Perang Aljazair yang
mengenaskan dan sedang menjadi pembicaraan dunia.

Namun, ketika aku mengatakan bahwa aku baru saja selesai membaca
terjemahkan Al-Qur'an dalam bahasa Perancis (AW. Pitckhal/Ahmad Tijany. Al-
Qur'an. Paris, 1954), ia cepat-cepat membungkam mulutnya dan mulai
menampakkan keraguan.

Aku menyadari bahwa pria itu --akibat dari kecenderungannya memegang


penafsiran Islam dengan kaku-- seperti lazimnya tradisi penduduk Mozabeth,
menyangka aku telah menciptakan sebuah bid'ah, seperti mereka yang
meremehkan risalah Allah. Karena Nabi Muhammad saw menerima Al-Qur'an
melalui Malaikat Jibril dengan bahasa Arab, bukan bahasa yang lain.

Sekarang --setelah menyaksikan reaksi keras atas sekadar usaha menerjemahkan


Al-Qur'an-- aku juga menemukan perkara lain. Sambil berjalan sepanjang jalan
Gradigh yang sempit yang berhembus angin. Telingaku menangkap suara ayat-
ayat Al-Qur'an dengan bahasa Arab dibacakan anak-anak yang mungkin tidak
memahami maknanya, lebih-lebih karena mereka tidak berbicara dengan bahasa
tersebut.

Usaha memelihara Al-Qur'an dengan bahasa Arab asli, bukanlah taklid primitif
sama sekali. Sebaliknya, ia tampak logis jika seseorang mengimani bahwa Al-
Qur'an adalah catatan wahyu Allah yang utuh, dalam bentuk asli, sebagaimana ia
diturunkan. Dengan karakteristik ini, Al-Qur'an menempati kedudukan tersendiri
di antara kitab-kitab langit yang lain, termasuk di dalamnya satu bagian dari teks-
teks yang terkenal dengan Perjanjian Baru. Analogi antara keduanya seperti
perbedaan antara karya sastra asli dan sastra plagiat.

Dengan latar belakang ini dan pengalaman yang mengecewakan dalam usaha
menerjemahkan Injil dari bahasa Aramiyah melalui bahasa Yunani dan Latin, ke
dalam bahasa Inggris, Perancis, dan Jerman. Apakah mengherankan jika umat
Islam menampakkan kekhusyukan ketika membaca bagian terkecil, kecuali
dengan tangan dan badan yang suci?

Seharusnya orang mengetahui bahwa para filosof muslim --dengan logika


Aristoteles-- telah mencapai bahwasanya Allah Azali Yang Mahasempurna,
Tetap, dan Maha Mengetahui. Maka, risalah (firman)-Nya pun telah ada semenjak
azali, hingga sebelum turun wahyu dan hadir dalam sejarah manusia.

6
Perbedaan pendapat tentang apakah Al-Qur'an makhluk atau bukan telah
menyebabkan perpecahan di antara para ulama. Seperti terpecahnya umat Kristen
dalam polemik seputar apakah alam adalah diciptakan atau ia telah ada semenjak
azali.

Sebenarnya, orang tidak perlu meyakini secara elementer bahwa bahasa Allah
adalah bahasa Arab.

Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dengan bahasa Arab karena
logika sederhana. Yaitu, karena beliau tidak mengetahui bahasa selain bahasa
Arab. Karena beliau seorang Arab dan akan menyampaikan ajarannya kepada
manusia dengan bahasa Arab.

Tidak ada alasan untuk menganggap terjemahan Al-Qur'an sebagai pelecehan


selama terjemahan tersebut tidak dianggap sebagai ganti atau sama dengan yang
asli.

Oleh karena itu, usaha-usaha penerjemahan yang dilakukan umat Islam biasanya
dipublikasikan dengan judul: "Makna-makna Al-Qur'an". Dan teks bahasa Arab
akan tetap ditulis di sisi makna terjemahannya.

Pertanyaan kemungkinan berhasilnya seseorang manusia, pada suatu masa setelah


berusaha keras dan terus-menerus, menerjemahkan sesuai dengan Al-Qur'an yang
asli, terkadang cukup menggelitik.

Namun, banyak yang akan menentang pemikiran seperti itu.

Alkohol Demi Jerman


(Aljazair, 3 Mei l962)

Beberapa orang teman-temanku dari Jerman, yang sedang mengekplorasi minyak


di Padang Sahara Aljazair, hampir kehilangan semangatnya. Sebagian mereka
mengancam dan meninggalkan kompleks tempat tinggalnya. Hal itu tidak aneh,
karena perang kemerdekaan Aljazair makin merembet ke kawasan mereka, dan
berkembang desus-desus akan terjadi pembunuhan niassal setelah pasukan
penjaga keamanan Prancis ditarik mundur.

Karena sebab itu, Sigfried Von Notsch, konsuler umum Jerman di Aljazair (di ibu
kota) memerintahkan kepadaku untuk berusaha memompa kembali semangat para
pekerja tersebut untuk kepentingan Jerman. Oleh karena itu, alkohol itu pun demi
Jerman pula.

Aku terbang melintasi badai yang menakutkan di atas Pegunungan Atlas,


didampingi direktur perusahaan minyak Jerman, dalam pesawat jenis DC-3,
peninggalan Perang Dunia II.

7
Dua kotak whisky diletakkan di lantai dekat tempat dudukku, namun keduanya
tidak diikat dengan tali pengaman. Aku terus mencoba dengan sia-sia menahannya
agar tetap di tempatnya setiap kali pesawat menukik tajam di salah satu daerah
berudara tipis, sehingga kedua kotak tersebut melonjak ke udara hingga setinggi
tangan kursi, juga setiap kali ia bergerak dan jatuh di lantai ketika pesawat telah
menemukan keseimbangannya.

Aku tahu betul, tanpa whisky, usahaku akan gagal. Jika tidak ada alkohol, tidak
mungkin membangkitkan semangat mereka.

Ruang pesawat telah dipenuhi bau alkohol, sehingga memuakkan sekali. Namun,
dengan menelan obat, aku terhindar dari mabuk udara.

Di kompleks para pekerja, kami disambut dengan sedikit hati-hati dan perasaan
takut, meskipun masih ada beberapa botol whisky yang selamat dan dibagi-
bagikan kepada mereka, seperti dalam film koboi. Aku tekankan kepada teman-
teman senegaraku bahwa kondisi di ibu kota Aljazair telah genting, sering terjadi
perang gerilya di dalam kota setiap hari. Dan aku berjanji kepada mereka untuk
mengungsikan mereka pada waktu yang tepat, jika diperlukan.

Ketika aku sedang mengatakan hal itu meskipun aku tidak begitu yakin aku terus
memikirkan nasib mengenaskan tentara-tentara Aljazair yang tergabung dalam
Angkatan Bersenjata Prancis, yang menjaga kompleks ini. Mereka terlihat berdiri
tenang menjalankan komando mereka dan tenggelam dalam renungan mereka.
Keyakinan mereka tumbuh dari iman mereka, dan semata dari iman Islam mereka.

Sedangkan para pekerja Jerman, mereka butuh alkohol untuk mengangkat


semangat mereka. Oleh karena itu, alkohol ini demi Jerman.

Aku Temukan Jawabannya


(Aljazair, 28 Mei 1962)

Ketika aku bekerja pada Konsulat Jenderal Jerman di ibu kota Aljazair. Aku
menyaksikan kriminalitas yang mengerikan dan menakutkan selama sembilan
bulan. Hampir tidak ada malam berlalu tanpa diwarnai ledakkan bom-bom plastik,
yang bisa mencapai seratus ledakan atau lebih, dalam satu malam.

Di ibu kota Aljazair sendiri, dalam beberapa bulan, telah meninggal sekitar seribu
orang karena ditembak, dan mayoritas dari jarak dekat. Gerakan Pembebasan
Nasional berperang melawan Prancis untuk mewujudkan kemerdekaan Aljazair.

Penduduk Prancis dan Spanyol, di tanah jajahan Aljazair yang dinamakan


"telapak-telapak kaki hitam", mereka juga membantu Paris, dan berusaha untuk
terus tinggal di negeri ini di bawah pemerintahan Prancis dengan harga berapa
pun.

8
Tentara rahasia mereka yang terkenal dengan "dinas tentara rahasia" yang
bertanggung jawab mengirimkan truk-truk bensin yang menyala ke
perkampungan-perkampungan di Aljazair dan memburu mereka seperti kelinci.
Dari apartemenku, di daerah al-Biar, aku dapat menyaksikan puing-puing sebuah
kampung di daerah pegunungan setelah diserang oleh tentara Prancis dengan
menggunakan bom napalm. Ketika aku pergi menuju Rumah Sakit Mushthafa
untuk mencari korban orang Jerman. Aku melihat korban-korban baru yang
berdatangan sekitar satu orang setiap dua puluh menit. Luka mereka sama,
ditembak di kepala atau kadang-kadang dari belakang.

Sekarang, setelah dilakukan gencatan senjata dan perjanjian tersebut dihormati


oleh Prancis dan Gerakan Pembebasan Nasional Aljazair, setelah mereka
mengukir sejarah kemerdekaan Aljazair. Dinas tentara rahasia yang di alamnya
tergabung orang-orang yang melakukan desersi dari kesatuan tentara Jerman,
melakukan upaya pengacauan dengan melakukan teror untuk mendorong orang-
orang Aljazair melakukan tindakan balasan, sehingga mereka membatalkan
gencatan senjata dengan Prancis tersebut.. Dan kemerdekaan dapat ditunda,
mungkin untuk waktu yang tidak ditentukan.

Untuk melaksanakan taktik jahanam ini, komandan-komandan yang tergabung


dalam dinas tentara rahasia melakukan pembersihan terhadap pemuda-pemuda
Aljazair terpelajar di universitas-universitas, juga membunuh wanita Aljazair yang
sedang pergi ke pasar, yang sebenarnya dilarang menyentuh mereka hingga pada
saat seperti itu sekalipun.

Pada hari berikutnya, ketika anak-anak tetangga kami kembali, mata mereka
menampakkan ketakutan setelah menyaksikan kebuasan yang dilakukan tentara
Prancis terhadap orang Aljazair. Ibu mereka berusaha menenangkan mereka
dengan mengatakan, "Sudahlah, mereka kan tak lebih dari sekadar orang Arab."

Selama masa tersebut, aku selalu menyiapkan senjataku, Walter PK. Kaliber 7,65
mm, yang siap ditembakkan. Aku berulangkali mencari rahasia yang membuat
bangsa Aljazair mampu menanggung semua penghinaan ini, buruknya perlakuan,
dan hukuman.

Akhirnya, aku menemukan kunci rahasianya, ketika aku sedang membaca ayat
153 surat al-Baqarah, Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman,
jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar."

Reaksi Kaum Muslimin


(Bonn, 17 Oktober 1964)

Selama dua tahun ini, aku mendapat pekerjaan sebagai penanggung jawab
hubungan diplomatik antara Jerman dan India, Pakistan, Ceylon, Nepal, Buthan,

9
dan Sekem. Sehubungan dengan pekerjaanku di bagian politik kementerian luar
negeri.

Meskipun aku sering berhubungan dengan orang-orang Hindu dan Budha di India
dan Ceylon, aku tetap tidak dapat memprediksikan dengan tepat reaksi mereka.
Sebaliknya, aku merasa mampu memahami dengan tepat reaksi umat Islam
Pakistan dan India, hingga mereka yang tinggal di daerah Bengali. Mudah untuk
memprediksi reaksi mereka.

Fenomena ini tidak semata hasil dari adanya ikatan yang kuat antara dua bangsa
Jerman dan India. Namun karena adanya penafsiran yang lebih tepat dari itu.
Yaitu, karena umat Islam menganut agama yang mengambil ajarannya dari kitab
samawi yang sesuai dengan kajian hukum, artinya mereka juga termasuk Ahli
Kitab.

Kesimpulan ini diutarakan oleh Prof. Muhammad Hamidullah. Ia adalah seorang


ilmuwan India muslim yang menguasai beberapa bahasa. Ketika ia menemukan
dalam riset yang dilakukannya --pada tahun 1941-- bahwa undang-undang negara
Madinah yang dideklarasikan oleh Muhammad saw. pada tahun pertama Hijrah,
adalah undang-undang pertama yang tertulis dalam sejarah kenegaraan.

Kita berhutang kepada Ibnu Ishaq yang menyampaikan teks undang-undang yang
mencengangkan tersebut kepada kita. Berisi 52 materi dengan sempurna. Materi-
materi itu mengatur ko-eksistensi sosial dan ekonomi dengan kaum Muhajirin dari
Mekah dan hubungan perundang-undangan antara beberapa suku Yahudi dan
bangsa Arab yang bersatu, kaidah-kaidah yang saling membantu, perjanjian-
perjanjian perang, pengadilan, dan pemberian suaka politik (Muhammad
Hamidullah, Awalu Dusturun Maktubun fil-'Aalami, cet. 3, Lahore 1975).

Dari perjanjian tersebut, didapatkan sesuatu yang mencengangkan sekali. Para


diplomat Barat dan muslim yang mempunyai ilmu hukum yang tinggi tidak akan
mampu menciptakan suatu wilayah bersama di antara mereka segera setelah
mereka bertemu.

Gila Harta
(Hongkong, 16 Juni 1971)

Dalam perjalanan udaraku yang panjang ke Tokyo dan Kyoto untuk mengikuti
perundingan yang akan ditandatangani oleh petugas administrasi strategi politik
Jerman dan Jepang. Aku tinggal bersama pimpinanku, Dr. Dirk Ongkin, di
Hongkong.

Ketika kami terbang melintas udara Vietnam, kami dapat menyaksikan serangan
udara terhadap salah satu regu pasukan Ho Chi Minh yang terlihat jelas sekali.
Saat itu, pramugari penerbangan Perancis menghidangkan kepada kami --kontras

10
sekali dengan realitas yang kami saksikan-- hidangan mewah dari Rumah Makan
Ritz.

Selama itu, koloni Kerajaan Inggris, Hongkong, tampak menjadi salah satu contoh
basis kekuatan garis belakang sebagai "wilayah bersantai". Salah seorang dari
mereka berteriak dengan lantang dan jelas, "Wahai turis, kemarilah bersenang-
senang bersama kami!"

Sebagai turis Barat, aku terpaksa menolak tawaran beberapa perempuan kecil,
ketika aku sedang mengelilingi pusat kota. Mereka seperti sekumpulan laron. Aku
amat terharu sekali mendapatkan seorang gadis kecil Cina yang bergelantungan
kepadaku dan dengan memelas berkata, "Satu dolar saja tuan!" Gadis-gadis itu,
jika mereka ingin mendapatkan lebih dari satu dolar, mereka harus melakukan
lebih dari biasanya; melakukan seks brutal model Cina dengan anal seks.

Tidak heran, jika Angkatan Bersenjata Amerika di sana, lama sebelum ditemukan
penyakit kehilangan daya tahan tubuh (AIDS), telah diserang penyakit yang
menyerang organ reproduksi. Kerugian yang dialami sebanding dengan kerugian
di medan perang sebenarnya.

Setiap kali pelanggaran seksual menyebabkan problem massa, reaksi umat Kristen
dapat diduga. Sebenarnya, sudah ada peringatan terhadap perbuatan amoral,
sehingga sebagian mereka menganggap pelanggar seksual dan pecandu obat bins
sebagai korban kutukan Tuhan yang pantas.

Setelah itu, berdasarkan penafsiran-penafsiran kedokteran yang lebih ilmiah,


analisa metafisika ini, yang tidak rasional, dan ditolak. Bahkan sebagian orang
Kristen menganjurkan untuk berlaku baik dengan tetangga mereka yang terkena
penyakit tersebut.

Umat Islam melihat hal tersebut dengan lebih dewasa. Mereka mengetahui bahwa
kaidah-kaidah yang telah disyariatkan Allah SWT, bagi kehidupan manusia tidak
dibuat untuk kepentingan Allah. Namun, sebaliknya untuk kemaslahatan manusia.
Apakah manusia melakukan aturan nilai dan etis tersebut atau tidak, Allah SWT
tidak akan dirugikan. Sesuai dengan perkataan Ibnu Arabi, "Bahwa Allah SWT
tidak butuh kepada makhluk-Nya."

Jika manusia menghormati norma-norma ini, maka ia sebenarnya melakukan itu


untuk kemaslahatan dirinya sendiri. Sebaliknya, jika manusia tidak
melakukannya, ia tidak lebih hanya merugikan dirinya sendiri.

Aku ambil contoh pengemudi mabuk yang menabrak pohon, atau seorang
homoseksual yang terkena AIDS, dan menularkannya kepada istrinya yang tidak
mencurigainya; sehingga penularan itu terjadi secara otomatis. Masalah ini
bukanlah masalah turunnya azab. Namun, itu adalah akibat-akibat alami murni
dalam kehidupan, akibat ketidakteraturan, dan melanggar fitrah yang telah
ditentukan.

11
Cocok sekali jika undang-undang perilaku islami (syariat) dinamakan "jalan".

Umat Islam seringkali meminta dalam doanya agar tetap berada dalam jalan ini
setiap kali mereka membaca surat al-Fatihah; meminta hidayat untuk terus berada
di jalan yang lurus (sirathal Mustaqim).

Di Altar Uskup Arios


(Vienna, 2 Nopember 1974)

Pengembara Inggris, Sir Richard Burton (1821-1890), tidak lama sekembalinya


dari perjalanan ibadah haji yang melelahkan dan berbahaya ke Madinah dan
Mekah, pada tahun 1853, menulis buku tentang perjalanannya tersebut dengan
amat terperinci. Sehingga hampir menjadi sebuah deskripsi bergambar perjalanan
tersebut. Dalam bukunya "Catatan Pribadi tentang Ibadah Haji ke Madinah dan
Mekah", dan menjadi buku acuan yang tidak ada tandingannya tentang situasi
daerah Hijaz pada masa itu.

Hal tersebut hanya menimbulkan sedikit keheranan masyarakat Viktoria, karena


mereka menyangka bahwa pengakuan keislaman Burton hanyalah kebohongan
besar belaka, dan pengkritik lainnya mengatakan sebaliknya: apakah Burton tidak
berlebihan dalam memerankan dirinya sebagai muslim?

Sebenarnya Burton menguasai akidah, sejarah, bahasa, dan peradaban Islam


sampai batas yang belum pernah dicapai oleh orang sebelumnya.

Burton tidak hanya memeluk Islam, ia juga tampak seperti seorang sufi pengikut
tarekat Sayyidi Abdul Qadir Jailani.

Kenyataan itu diungkapkan olehnya secara implisit pada cetakan ketiga bukunya
tersebut, tahun 1879. Dengan roh "Wihdaniyah Tasawuf"-nya. Burton
mengatakan bahwa umat Islam yang menghormati Ibrahim, seperti umat Kristen
Klenik (pengikut Uskup Arios). Mereka lebih dekat dengan ajaran-ajaran Almasih
dibandingkan dengan umat Kristen yang mengikuti penafsiran Paus Paulus dan
Uskup Ignatius setelah itu. Yang jelas, umat Islam lebih tercerahkan, lebih toleran,
dan terikat dengan tali persaudaraan dari mayoritas orang-orang Kristen.

Tentunya, mustahil bagi Burton mengalahkan mekanisme pertahanan tradisional,


yaitu usaha Barat untuk memalsukan fakta-fakta yang tidak sesuai dengan
fanatisme mereka dalam menentang Islam.

Sekat jiwa ini --penghalang fungsi intuisi-- saat ini hampir sama seperti pada masa
Perang Salib, dengan mengesampingkan usaha kontemporer sikap Vatikan
terhadap agama-agama langit lainnya.

12
Menyisipkan Sifat Pokok dalam Toleransi
(Sofia, 26 Juli 1976)

Ketika aku kembali dari menyaksikan Perlombaan Balet Internasional ke-8 yaitu
perlombaan olimpiade international seni tari tidak resmi yang berlangsung di kota
Parna, di pesisir Bulgaria di laut hitam. Aku menemukan sebuah gereja kecil yang
dibangun lebih rendah dari jalan raya di Sofia, sehingga tampak telah terperosok
ke dalam sebuah lubang. Bangunan gereja tersebut amat aneh, biasa disebut
dengan Gereja Kuno Petra Smariniska. Ia adalah salah satu museum kesenian
yang indah di ibu kota Bulgaria yang dibangun ketika negeri itu menjadi salah
satu bagian wilayah dinasti Utsmaniyyah. Pemanduku menjelaskan letak gereja
yang aneh itu, yaitu sebagai petunjuk atas perbedaan yang dilakukan oleh umat
Islam terhadap minoritas umat Kristen. Namun aku melihat hal itu dari sudut
pandang lain.

Aku mengetahui, umat Kristen Spanyol --setelah mereka berhasil merebut negeri
mereka kembali-- menghancurkan masjid-masjid, dari Malqa hingga Granada dan
dari Sevilla hingga Thalitali dengan cara biadab. Bangunan megah (Istana Merah)
di Cordoba, bisa selamat dari perusakan itu, semata karena ia bisa diubah menjadi
gereja. Pada masa selanjutnya, pada abad 19, Masjid Jumat di Aljazair (di ibu
kota) mengalami nasib serupa.

Aku juga tahu, sia-sia saja mencari satu masjid dari ratusan masjid yang dibangun
di Serbia dan Yunani pada masa kekuasaan Utsmani. Di Beograd hanya didapati
sebuah masjid kecil yang tidak mempunyai nilai seni arsitektur sama sekali, tidak
dihancurkan bersama masjid-masjid lainnya.

Tampak kontradiksi yang mencolok sekali. Tentara-tentara Islam tidak hanya


memberikan kebebasan kepada agama Kristen untuk tetap menjaga gereja mereka
saja, bahkan lebih dari itu umat Islam juga memberikan izin untuk membangun
gereja baru di bawah lindungan kekuasaan Islam. Apa yang lebih menakjubkan
bagi turis asing dari museum arsitektur seperti gereja Byzantium Chura
(Karikami) yang terkenal, dan gereja-gereja Ortodoks Romawi dan Arman di
Istambul?

Apa yang mungkin akan tinggal sampai sekarang, berdiri dengan megahnya
seperti seminari-seminari dan gereja-gereja Serbia di daerah Lake, Hread,
Grakanika, Dikani, Sobokani, Beck, Studinika, dan Aya Sofia yang mentereng di
Istambul, seandainya umat Islam bertindak seperti seekstrem umat Kristen?

Perbedaan yang jelas antara ekstremitas kristen dan toleransi Islami bersumber
dari ajaran-ajaran Al-Qur'an yang mengharuskan untuk menunjukkan toleransi
terhadap orang beriman dari Ahli Kitab. Ajaran itu berkembang menjadi hukum
yang tersusun secara terperinci untuk menjadi minoritas dan orang asing. Ayat
256 dalam surat al-Baqarah menerangkan dengan jelas yaitu, "tidak ada paksaan
untuk (memasuki) agama (Islam)."

13
Pluralitas agama dibolehkan dalam ayat 38 surat al-Maa'idah sebagai cara untuk
perlombaan orang mukmin mencapai kebaikan kepada Allah. Dan ayat kedelapan
dari surat asy-Syuura lebih menjelaskan dengan mengatakan, "Dan kalau Allah
menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat."

Toleransi seperti ini dapat lebih dipahami dengan baik jika seseorang mengetahui
bahwa umat Islam memandang Yesus (Isa a.s.) sebagai nabi umat Yahudi yang
terbesar "... dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah
kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa." (asy-Syuura: 13).

Di bawah lindungan hukum Islam yang bebas yang mengatur hak-hak minoritas
dan hak-hak mereka. Islam memberikan toleransi bagi umat Kristen untuk
mengatur masalah-masalah kelompok mereka dan melakukan ibadah mereka di
gereja. Orang-orang nonmuslim dibebaskan dari kewajiban militer sebagai
kompensasi dari membayar jizyah yang adil, sebelum timbul pemikiran, "menolak
wajib militer karena panggilan hati," sejak zaman lalu.

Begitu juga kelompok-kelompok Yahudi dalam kekuasaan Kristen, ahluz-zimmah


di negeri-negeri Islam diharuskan memakai pakaian tertentu. Mereka tidak
diperkenankan untuk memangku jabatan pemerintahan atau militer. Namun,
mereka diperbolehkan untuk bersaing di pasar (berdagang), menciptakan karya
seni, memproduksi, mengkonsumsi daging babi, dan meminum anggur.

Sesuai dengan fikih Islam --begitu juga undang-undang Romawi-- disyariatkan


prinsip menunaikan perjanjian tanpa memperhatikan agama rekan bisnis.

Sayangnya, Perang Salib telah menyebabkan banyak kekeliruan dalam praktiknya,


bertolak belakang dengan prinsip-prinsip teoretis, sehingga terjadi kemerosotan
yang jelas pada institusi-institusi Kristen di bawah kekuasaan Islam. Akibatnya, --
dari perang-perang ini-- tidak diperbolehkan bagi nonmuslim pada masa-masa
akhir zaman pertengahan membangun gereja lebih tinggi dari masjid yang dekat
dengannya. Oleh karena itu, Gereja Petra Samariniska dibangun rendah. Juga
benar para ahli fikih mazhab Syafi'i mengharamkan membunyikan bel gereja.

Namun, apa nilai perbedaan seperti ini dibandingkan dengan kenyataan bahwa
penguasa-penguasa Kristen tidak hanya mengharamkan azan untuk shalat, bahkan
mereka mengharamkan Islam.

Puasa dengan Suatu Tujuan


(Beograd, Ramadhan, 1977)

Tukang kebun yang bekerja untukku adalah seorang Albania dari daerah Kosovo
Serbia yang terletak di barat daya Yugoslavia. Ia seorang pria kurus kering seperti
sebuah tongkat. Ia adalah seorang muslim yang wara. Ia berusaha melakukan
puasa pada bulan Ramadhan satu bulan penuh sehingga cocok dengan namanya

14
"Ramadhani, Ramadhan", tanpa mengurangi satu pun dari kewajiban
pekerjaannya. Setelah ia berbuka puasa dengan makanan ringan, pada waktu yang
telah ditentukan pada sore hari. Ia kemudian berjalan sejauh tiga mil menuju
masjid satu-satunya di Beograd, dekat dari kebun "Kalyumjidan", untuk
melakukan shalat isya bersama teman-temannya --orang-orang Albania, teman-
temannya dari Sarejevo, Mostar, serta lainnya. Kota-kota yang terjalin di negeri
Islam yang bergabung dengan negara ateis Yugoslavia: Bosnia-Herzegovina.

Berkali-kali, kami mengundang Ramadhani, untuk berbuka puasa bersama kami.


Ini adalah kesempatan kami satu-satunya, karena ia menolak makan bersama
kami, walaupun hanya sekadar segelas kopi pada pagi hari, jika telah tampak garis
putih fajar.

Aku juga menyaksikan kejadian serupa, pada waktu lain, bersama seorang muslim
lain yang sedang puasa, dalam perjalanan udara dari Yugoslavia ke Istambul. Ia
terus melihat jam tangannya berkali-kali tanpa menyentuh makanannya, dan
menolak ketika pramugari mengambilnya hingga datang waktu berbuka.

Jika tujuan di balik itu adalah semata-mata untuk menurunkan berat badan,
mengobati tubuh dengan membersihkannya, atau menguatkan semangat dengan
melakukan latihan olahraga akal, maka tidak penting kapan puasa dimulai dan
kapan berhenti.

Semua hasil itu tidak lebih dari sekadar hasil sampingan, karena sorang muslim
harus melakukan puasa bulan Ramadhan. Hal itu tidak untuk apa-apa, semata-
mata karena Allah SWT mewajibkannya kepadanya.

Tanpa Wahyu, Kita akan Terus Tersesat (Buta)


(Beograd, 28 Maret 1978)

Aku terbiasa membaca dua buku sekaligus secara bergantian, berpindah dari suatu
topik sulit ke topik lainnya. Sekarang ini aku masih menggunakan metode ini
dalam membaca karya-karya klasik filsafat Islam, yang dihasilkan pada abad ke-
10 sampai abad ke-13. Seperti kitab, Tahafutut-tahafut karya Ibnu Rusyd yang
diterjemahkan oleh Simon Van Den Berg (London, 1969).

Sesuai dengan kebiasaan para ilmuwan Barat hingga kurun waktu awal abad ke-
19 dan selama abad itu dalam mendiskusikan masalah dialektika, Ibnu Rusyd
menggunakan metoda penghinaan dan mencerca musuh bebuyutannya yang
terkenal: Abu Hamid al-Ghazali Tahafutul Falasifah, hingga akhir paragrafnya
sambil mengkritik semua pemikiran tersebut. Ia mengawali kritiknya itu dengan
redaksinya yang membingungkan yaitu, "Sedangkan saya berkata...."

Pada masa-masa awal abad pertengahan, para filosof muslim telah terpancing
pada pertanyaan-pertanyaan yang sama yang diceritakan oleh guru-guru mereka

15
dari Yunani. Oleh karena itu, mereka menggunakan metode Plato, Aristoteles,
Plotinus, dan Brukies. Sehingga para filosof Persia dan Arab hanya mengkaji
masalah-masalah fisik kosmos (atau penciptaannya), hubungan antara maujud,
kemungkinan, dan sifat roh. Karena kekaguman para ilmuwan muslim tersebut
terhadap ilmu kosmos, dan mereka terus bertanya-tanya apakah Allah adalah
Penggerak Pertama? Apakah Dia kausa berputarnya materi-materi langit sesuai
dengan putarannya dan tidak sebaliknya? Dan berapa jumlah malaikat?

Sedangkan masalah yang paling hangat dalam wacana kajian filsafat sekarang ini,
seperti kausalitas dan eksistensi, tidak mendapat perhatian secukupnya dari
mereka pada masa itu. Mereka hanya mendekati kajian ini jika bersentuhan
dengan pertanyaan seputar: apakah Allah SWT telah menyelesaikan kemauan-
Nya ketika menciptakan semesta? Ataukah Aristoteles telah meletakkan ular ini,
pada akal para filosof muslim itu sehingga kajian fisafat mereka hanya terbatas
pada filsafat zaman lain saja? Ataukah mereka telah menyadari bahwa usaha
mereka yang berlebihan dalam mencari motif-motif Tuhan, adalah tidak terpuji?
Lebih-lebih karena hal itu menimbulkan kekafiran?

Zaman telah menyimpan hasil karya banyak pemikir-pemikir muslim, dengan


kecerdasan luar biasa mereka, digores oleh pena para tokoh pemikir seperti ar-
Razi, al-Kindi, al-Farabi, Ibnu 'Arabi, dan Ibnu Sina, dan pemikir-pemikir yang
telah disebutkan sebelumnya.

Masalah yang paling banyak menarik perhatianku --saat ini-- kita baru menyadari
bahwa menundukkan masalah metafisika pada metode penafsiran logika, tidak
akan mengantarkan kita kecuali kepada hasil-hasil nonlogis. Sebenarnya para
tokoh filsafat tersebut tidak berdalil dengan pasti, kecuali atas satu masalah saja.
Yaitu, kita --dengan logika manusiawi kita-- tidak akan mampu menangkap
hakikat yang terpendam dengan yakin.

Bagi Allah SWT tidak ada wujud pada masa lalu atau masa yang akan datang, dan
sifat wujud-Nya tercerminkan pada keberadaan-Nya sejak zaman azali. Itu berarti
keberadaan-Nya di luar batasan ruang dan waktu, maka apa yang akan kita dapati
dari pertanyaan-pertanyaan kita yang rasional dan tidak logis itu?

Di belakang teka-teki wujud ini, hingga fenomena-fenomena yang bisa diketahui


dengan indra kita, seperti yang kita ketahui dengan penciuman, sentuhan atau
penglihatan, masih tetap sulit dipahami. Dengan kata lain, tanpa wahyu kita
memang akan terus tersesat dan buta

16
Segelas Besar Air
(Beograd, Ramadhan 1978)

Aku memutuskan untuk mencoba berpuasa pada tahun ini, dan akan menjalankan
apa yang wajib bagi seorang muslim secara literal pada masalah ini. Ada sedikit
catatan, yaitu berbeda dengan tradisi yang berkembang di negara-negara Islam.
Aku tidak berusaha mengganti pada malam hari --dengan meninggalkan tidur-
makanan yang tidak aku makan pada siang harinya-- apakah ini sesuai dengan
semangat larangan makan daging pada hari-hari perkumpulan, pada saat umat
Katolik mengadakan acara memakan laut pada hari-hari itu?

Yang jelas, catatan terpenting adalah orang yang mau melakukan ibadah puasa
agar minum sepuas-puasnya sebelum memulai puasanya tersebut --namun tidak
perlu mengkomparasikan manusia dengan unta yang diberikan penampungan air
alami oleh Allah SWT.

Dua hari pertama adalah hari-hari yang paling sulit, karena orang yang puasa akan
mengalami pusing-pusing. Namun demikian, aku menyarankan agar meneruskan
puasanya hingga batas yang dibolehkan syara' untuk membatalkan puasanya,
seperti jika berada dalam perjalanan.

Sepanjang siang, orang hendaknya mempersiapkan diri untuk menggunakan


kemampuan biologisnya yang tertinggi ketika mencapai puncak reaksinya. Oleh
karena itu, aku membagi pekerjaanku menjadi: kelompok pekerjaan yang harus
dilakukan, pekerjaan yang sebaiknya dilakukan, dan kelompok pekerjaan yang
boleh dilakukan.

Aku terus melakukan pekerjaan yang harus aku lakukan ketika tekanan darah
mencapai puncak alami tertingginya, sekali pada pagi hari, dan lainnya pada
waktu siang. Ketika menyetir mobil, saat berkurangnya kandungan gula dalam
darah atau berkurangnya tekanan darah, aku berusaha keras agar tidak
membahayakan kehidupan orang lain (begitu juga hidupku). Karena kecelakaan-
kecelakaan yang mematikan akibat keteledoran dan hilangnya kesadaran telah
terjadi ribuan kali.

Ketika seseorang berpuasa di Yugoslavia, ada sesuatu yang akan ia catat, yaitu ia
tampak asing bagi tempat itu. Misalnya, ketika ia bekerja pada Kementrian Luar
Negeri di Kniza Milusya. Ia terpaksa menolak ungkapan penghormatan tradisional
yang diberikan kepadanya, berupa kopi Turki, juice, dan air.

Namun, ketika aku menolak dengan hormat keteledoran ini pada bulan Ramadlan,
mereka cukup memahami bahkan menghormati. Ini terjadi karena negara ateis
tersebut melindungi penduduk muslim yang berjumlah sekitar 1 juta orang.

Selesai melaksanakan puasa selama seminggu --tidak kurang dari delapan belas
jam sehari jika Ramadhan bertepatan dengan musim panas-- seseorang mencapai
tahap merasa terbiasa berekonomis dalam bergerak dan berbicara. Gerakanku

17
bertambah lambat dan aku tidak merasa perlu berbicara, kecuali jika sangat
penting. Aku memperhatikan apa yang terjadi di seputarku, yaitu fenomena-
fenomena berlebihan dan pemborosan dengan pandangan dingin. Dari hari ke hari
aku merasa lebih bebas dan lebih arif.

Ketika aku mulai menyantap makananku, pada sore hari setelah gelap dengan
zaitun dan segelas besar air, seperti tradisi yang berlangsung, aku merasa seperti
sedang duduk di depan hidangan yang penuh dengan makanan-makanan yang
lezat.

Kemudian, tubuh hampir sama dengan tumbuhan yang baru disiram setelah lama
kehausan. Baginya cukup sedikit kadar makanan untuk mengembalikan
vitalitasnya dengan cepat. Itu karena aku mencoba nikmatnya makanan vegetarian
yang ringan.

Hari demi hari, perasaan religius akan semakin meningkat, juga keyakinan pada
kemampuannya untuk mengatur urutan prioritasnya.

Pada analisa terakhir, bukankah tujuan pokok puasa adalah menguatkan daya
tahan manusia menghadapi godaan yang dinamakan syirik. Atau dengan kata lain,
melawan kecenderungan menuhankan semua hal yang tidak penting sama sekali
dalam kehidupan manusia.

Ketinggian Roh dan Kepedihan Tubuh


(Adorno, 12 Juli 1978)

Sannan Kabir, arsitek Sultan Suleiman al-Kabir --sejak tahun 1539-- mencapai
puncak karier seninya ketika membangun Masjid Sulaimaniyyah di Aderna,
antara tahun 1567 hingga tahun 1574.

Hanya sejumlah kecil pengunjung masjid ini saja yang mengetahui bahwa ia dapat
membuat tiga tangga berbeda sekaligus di dalam satu menara yang tinggi. Ketiga
tangga ini saling berkelindan satu sama lain tanpa berbenturan, kecuali pada
tempat masuk, dan tempat keluar bersama.

Tidak seperti lazimnya, penjaga masjid mempersilakan aku untuk menaiki tangga
tersebut. Aku merasa sangat tegang ketika berusaha keras menaiki tangga dalam
kegelapan pekat yang membuat terkejutnya walet-walet dan burung-burung --
mereka juga membuat aku terkejut dengan gerakan mereka. Aku terus melangkah
ke depan melalui tangga yang miring sekali itu. Di depanku tidak ada jalan lain
untuk bergerak di dalam lingkaran tangga yang sempit ini. Tiba-tiba lututku
bergetar, namun aku tidak berpikir untuk kembali, karena aku tidak bisa memutar
tubuhku.

18
Meskipun situasi tersebut amat berat, aku merasakan sesuatu yang dalam. Aku
tidak tahu kapan akan selesai menaiki tangga ini, meskipun aku tahu itu pasti dan
akan terjadi. Aku telah memilih satu jalan dan mengambil sikap yang tidak bisa
dicabut kembali.

Ketika aku turun, tubuhku telah dikotori berbagai macam kotoran. Perasaan capai
menggelayutiku dan pegal-pegal begitu terasa. Aku merasa telah melakukan
sesuatu yang besar, yaitu menggapai ketinggian rohani dengan menanggung
kepedihan tubuh.

Pertandingan Balet dan Pertandingan dalam


Agama
(Beograd, 26 Januari 1979)

Sebagai pengacara muda, kritikus seni balet, dan sekretaris pelaksana klub balet di
Munich, aku bisa mengadakan pesta tari setiap tahun di Opera Gartiner Blatz, di
kota tersebut. Acara itu selalu diisi dengan pertunjukan yang dilakukan oleh
sekolah-sekolah balet khusus, dan tidak dihadiri oleh para pengawas.

Tujuanku sebenarnya, dari pelaksanaan acara tersebut, adalah aku ingin


membuktikan kepada penguasa sederhana, dan para pelajar balet bahwa ada
perbedaan yang besar antara sekolah-sekolah balet di kota itu. Sebagian dari
mereka meningkat peringkatnya hingga mencapai level sempurna, dan sebagian
lain lagi melorot peringkatnya sehingga perlu ditangisi.

Aku berharap dengan mengikutsertakan kelompok kedua ini --yang masih lemah
(pen)-- bersama kelompok berlevel sempurna, maka akan mendorong mereka
untuk meningkatkan dirinya.

Gerhard Zeisney, diam-diam, telah melakukan tindakan yang sama, dengan tujuan
yang sama, ketika ia mempublikasikan hasil jajak pendapat akademis antara para
agamawan Katolik, Protestan, Budha, Islam, dan Yahudi (Die Antwort, der
Religionen", Rororro 1971, first edition, 1964).

Apa pun hakikat tujuan panitia yang sebenarnya, yang paling menyedihkan adalah
membaca jawaban-jawaban tidak jelas dan mengejek yang diberikan oleh dua
orang utusan agama Kristen. Kontradiksi dengan jawaban Muhammad Asad dari
agama Islam dan Kirt Wilhem dari agama Yahudi, yang ringkas, padat, dan fair.

Profesor penganut Protestan, Ernest Wolf, mengkaji hubungan antara hakikat


yang dicapai dan indra. Dan yang dicapai bukan dengan indra --dalam beberapa
halaman artikelnya. Namun, ia tidak pernah menyebut Tuhan, sekalipun dalam
artikelnya itu.

19
Aku ingin menunjukkan betapa Prof. Katolik Johan Baptista Mitz telah begitu
panjang lebar menjelaskannya. Ia berkata, "Selama masih ada keyakinan bahwa
wahyu yang diturunkan melalui Yesus Almasih adalah kejadian satu-satunya,
sehingga pertanyaan mengenai eksistensi manusia mendapatkan jawaban historis
yang jelas dan kuat, maka jawaban tersebut harus terus mantap, meyakinkan, dan
dapat dipahami manusia sepanjang sejarah. Hal itu dapat benar-benar diwujudkan
dengan petunjuk kitab suci. Meskipun wahyu yang tertulis itu diturunkan di
tengah-tengah bangsa yang telah memiliki kitab suci historis yang pasti." Apakah
itu?

Sebaliknya, Muhammad Asad dengan tenang berkata, "Islam tidak melihat


hakikat dengan sudut pandang ganda. Oleh karena itu, orang tidak akan
menemukan kontradiksi antara 'hakikat yang lain' dan 'hakikat menurut kami.'
Karena berbicara mengenai segi-segi yang diketahui dan tidak diketahui hanya
boleh dilakukan dari satu hakikat yang holistis."

Ia berkata lagi, "Ilmu-ilmu alam sendiri tidak dapat membantu kita membongkar
seluruh hakikat, sehingga Allah SWT memberikan kita hidayat penting yang tidak
mungkin diberikan oleh ilmu pengetahuan. Dia memberikan hidayat tersebut
kepada kita dalam bentuk wahyu yang diberikan kepada orang-orang yang telah
dipersiapkan dengan kemampuan tertentu untuk menerima wahyu tersebut.
Mereka dikenal sebagai nabi-nabi." Itulah konklusi pembicaraannya.

Qadha dan Qadar, Bukan Alasan untuk Pasrah


(Bonn, 27 Februari 1980)

Buku sejarah karangan Muhammad Asad --Road to Mecca (Frankrut;1955)--


mengajariku satu segi yang amat menarik, yaitu bahwa determinisme Timur
tidaklah bermakna menentukan sikap bagi masa depan. Namun terhadap masa
lalu, jika benar apa yang aku pahami.

Penyerahan diri dengan takdir (nasib) bukanlah alasan untuk pasrah. Sebaliknya,
itu adalah keimanan bahwa Allah-lah yang telah menentukan semua yang telah
terjadi, kita senang atau tidak.

Yang menarik perhatianku adalah pendapat yang diungkapkan oleh Muhammmad


Asad. Intinya bahwa permusuhan dualisme terhadap syahwat "tubuh" yang
dibawa oleh Paus Paulus bagi gereja Kristen telah merendahkan kemuliaan
manusia sebagai satu eksistensi yang utuh. Akibatnya, ajaran Mazdaisme
menyusup dengan topeng Kristen, membuat pemisah --sampai saat ini-- antara
yang dianggap "sakral" dan "profan". Pemikiran seperti itu amat asing bagi
pandangan Islam yang komprehensif terhadap manusia.

Asad kembali menarik perhatian, ketika ia mengungkapkan fakta --yang sampai


saat ini masih jarang diketahui-- yaitu bahwa Muhammad saw telah melakukan

20
revolusi dalam sistem nilai masyarakat Arab pada masa itu. Maka, beliau
memperkenalkan pemahaman politik yang baru sekali, yaitu tentang masyarakat
yang menggantikan ikatan-ikatan kesukuan yang kepentingannya mengalahkan
semua kepentingan orang lain --seperti kecenderungan nasionalisme pada zaman
sekarang. Kemudian beliau menyatukan umatnya dengan ikatan solidaritas agama
saja.

Shalat yang diajarkan Nabi Muhammad saw juga telah mencabut akar
kesombongan dan kebanggaan pada jiwa kaum Badui Quraisy, dan menggantinya
dengan sujud mereka yang khusyu ketika shalat.

Pertunjukan Kaum Darwisy


(Konia, 13 Juli 1980)

Dari hotel, aku dapat menyaksikan pemandangan yang mengagumkan, kubah


hijau makam Maulana Jalaludin Ar-Rumi, yang merupakan tiruan kubah Masjid
Nabi saw. di Madinah Munawwarah. Tarekat Ibnu Rumi yang terkenal dengan
darwisy-darwisy berputarnya (tarekat Maulawiyyah) masih terus hidup, meskipun
telah dilarang oleh Kemal Attaturk, pada 13 Desember 1925 --seperti jemaah
Jesuit yang dilarang oleh Paus pada tahun 1773, dan berlangsung selama empat
puluh satu tahun.

Sekarang, para darwisy mempertunjukkan tariannya sebagai pertunjukan hiburan


seni rakyat. Namun, pertunjukan-pertunjukan itu menunjukkan bahwa sebenarnya
pergelaran itu adalah salah satu bentuk ritus-ritus keagamaan yang berkembang
dalam Islam. Karena tampak dengan jelas, gerakan berputar terus-menerus yang
dilakukan oleh para darwisy bukanlah satu jenis tarian yang aneh, namun ia
adalah cara untuk menenggelamkan diri dalam meditasi.

Pembimbing yang mengajariku meniup serunai adalah darwisy yang sangat


bersemangat. Ia berusaha mendorongku --sebelum mempelajari Al-Qur'an-untuk
membaca buku sastra karangan gurunya, Ibnu Rumi, yang tebal bernama: al-
Matsnawie, yang merangkum kumpulan syair-syair sufi yang besar.

Tidak aneh jika guruku tersebut sangat tertarik dengan syair sufi Ibnu Rumi,
karena ia bermuatan cinta dan kerinduan yang meluap-luap, yang melebur semua
perbedaan dogmatis.

Para darwisy menuntun pengikutnya menuju kesatuan dalam Islam, di bawah


bayangan mazhab wihdatul-wujud. Apakah ini yang dimaksud dengan tarekat?

21
Paus Paulus Pembuat Klenik
(Istambul, 20 Juli 1980)

Tidak seorang pun yakin bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai


berapakah tinggi Almasih? Apa warna kesukaannya? Apakah ia lebih menyukai
madu atau bawang putih? Dan sepatu sebelah mana yang ia pakai pertama kali
pada waktu pagi?

Sebenarnya, semua masalah tersebut hanyalah masalah sekunder dalam kehidupan


manusia yang agung. Namun, yang patut dicatat, kita mengetahui semua detail
tersebut, dan tentang Nabi Muhammad saw.. Sementara, Almasih tampak dalam
Kitab Injil seperti sosok mitos yang tidak jelas wujudnya.

Ada penafsiran yang lebih baik tentang banyaknya hadits yang dikumpulkan dan
dipelajari dengan seksama pada periode awal Islam. Kemudian hadits-hadits
tersebut sampai kepada kita dalam kumpulan hadits-hadits agung yang
diriwayatkan oleh orang-orang terpercaya saja dari para saksi langsung.
Sedangkan Kitab-kitab Injil sendiri tidak lebih dari kumpulan yang dilakukan
pada abad-abad selanjutnya yang dicatat dari desas-desus.

Kita tidak pernah mendengar sebuah ucapan-ucapan dari Yesus yang ia


riwayatkan sendiri. Sebaliknya, yang kita baca adalah penafsiran-penafsiran orang
lain tentang perkataan-perkataannya.

Karena Perjanjian Baru adalah sumber sekunder bukan sumber pokok langsung,
maka ia sama sekali tidak pantas diletakkan sejajar dengan Al-Qur'an. Mungkin
lebih tepat jika ia dikomparasikan dengan kumpulan hadits-hadits yang diragukan
kesahihannya (hadits dha'if).

Yang paling sulit adalah jika prinsip-prinsip kajian historis Islam dipraktekkan
atas Perjanjian Baru, sehingga seluruh surat-surat Paus Paulus harus dibuang,
karena ia sama sekali tidak pernah melihat, bertemu atau berbicara dengan
Almasih.

Karena kuatnya pengaruh penafsiran-penafsiran yang diberikan oleh Paus Paulus


terhadap kejadian-kejadian seputar Almasih, dalam perkembangan ideologi
Kristen, maka Kristen sekarang ini --berbeda dengan penganut Kristen awal dari
umatYahudi-- lebih cocok dinamakan sebagai "pengikut Paulus", bukan "pengikut
Almasih".

Sebenarnya, seluruh bentuk-bentuk klenik dalam agama Kristen: seperti


penuhanan Almasih, Trinitas yang disucikan, dan menambahkan bentuk Roh
Kudus terhadap tubuh, diawali oleh Saul Paulus.

22
Etika Muamalah Islam
(Istambul, 22 Juli 1980)

Ketika aku mendatangi lokasi pasar tertutup Istambul Timur (al-Kabali Syarasy),
aku berhenti sebentar di depan tempat penjualan hadiah-hadiah suvenir. Saat itu
tidak ada seorang penjaga pun, tiba-tiba penjaga toko sebelah menghampiriku,
dan menawarkan barang-barang milik tetangga tokonya itu --tidak berusaha
membujukku untuk membeli di tempatnya, dan tidak berusaha menjual demi
keuntungannya.

Di tempat lain, aku membayar tunai harga baju kulit yang telah dibuatkan bonnya
dan akan dikirirnkan kepadaku sesampaiku di Jerman --aku tahu, aku akan
menerima barangku itu, meskipun aku sama sekali belum pernah menjumpai
pedagang itu sebelumnya.

Pada kesempatan lain, istriku meminta pedagang perhiasan untuk menentukan


harga permata murni miliknya. Pedagang itu kemudian mengambil perhiasan
tersebut dan menghilang ke dalam selama setengah jam. Selama itu, ia
menghubungi temannya yang lebih berpengalaman darinya dalam masalah
perhiasan --dan kami tidak merasa gelisah, karena kami percaya bahwa kami akan
mendapatkan kembali permata tersebut, bukan gantinya.

Bagaimana menjelaskan prinsip-prinsip etika muamalah ini; seorang pedagang


bersikap mementingkan pedagang lain, bukannya menampakkan dorongan
kompetisi berdarah? Apakah sikap ini telah meningkat ke dalam dunia kasat mata
di pasar Timur? Ataukah etika ditanamkan oleh prinsip-prinsip akhlak yang mulia
lainnya yang berkembang pada kelompok-kelompok profesi dalam era sistem
pemerintahan yang lama?

Ataukah ia adalah hasil mazhab Qadariyyah dalam memandang proyek ekonomi?


Atau ungkapan dari rasa persaudaraan kuat yang tercermin dalam dunia usaha?

Etika muamalah Islam dihiasi muatan hakiki. Anda akan menyesal meletakkan
sistem perekonomian Islam hanya sebagai alternatif pengganti. Meskipun etika
semacam ini banyak kita temukan --terutama yang berkaitan dengan sistem bank
nirlaba-- namun kita tidak menemukan satu pun contoh sistem dunia usaha yang
bercorak Islam secara utuh.

Salah satu sebab utama keadaan ini adalah tidak adanya sistem formal muamalah
Islam yang telah tersusun dan sempurna, seperti bentuk Undang-Undang Dasar
Republik Persatuan Jerman dan Undang-Undang Amerika Serikat. Al-Qur'an dan
al-Hadits telah menggariskan, dalam banyak tempat, nilai-nilai pokok kerangka
sistem ekonomi pasar yang bersendikan kepemilikan pribadi dan tanggung jawab
sosial.

23
Sedangkan kaidah-kaidah yang lebih terperinci yang telah ada, cakupannya hanya
terbatas dalam masalah transaksi dan penentuan pajak, yang melarang riba dan
muamalah yang mengandung unsur perjudian/spekulasi.

Oleh karena itu, kita bisa menemukan substansi etika muamalah Islam dalam
perintah-perintah moral Al-Qur'an yang berhubungan dengan masalah tersebut. Ia
tidak banyak berbeda dengan dasar-dasar perekonomian Kristen.

Sebenarnya, kita temukan bahwa Islam mampu melakukan perbaikan-perbaikan


dalam perilaku dunia usaha. Setidak-tidaknya dengan melakukan perbaikan
pelaku usaha tersebut. Karena pada akhirnya yang terpenting bukanlah sistem,
namun rasio ekonomi, moralitas produsen, konsumen, grosir, dan pengecer yang
mempunyai rasa kesetiakawanan sosial.

Tiga Kali, Bukan Empat


(Istambul, 29 Juli, 1980)

Udara di Istambul amat lembab dipenuhi dengan uap air. Saat itu, aku sedang
melakukan pertempuran lalu-lintas dengan menggunakan mobil, dan kedua kaki
yang mulai kesakitan. Aku berencana mengunjungi beberapa teman yang aku
sempat hubungi lewat telepon.

Aku tekan tombol bel pintu, dan sekali sebentar kemudian aku tekan yang ketiga
kalinya, namun tetap tidak ada yang membalas. Aku berputar untuk kembali
dengan tenang, aku tidak ingin menekan bel yang keempat kalinya karena itu
tidak boleh.

Kebiasaanku berlaku seperti itu, tanpa sadar telah mengikuti Sunnah Rasulullah
saw., padahal aku lakukan itu semata mengikuti tradisi di negeri Islam. Etika
tersebut dapat disandarkan pada hadits yang mengatur norma-norma etika, seperti
dalam kitab susunan al-Bukhari, kitab ke-74. Kitab itu berisikan sekumpulan
hadits-hadits dan terkenal dengan nama Shahih al-Bukhari.

Pada hadits nomor 261, yang diriwayatkan oleh Malik bin Anas bahwa Nabi
Muhammad saw. ketika meminta izin untuk masuk, hanya mengucapkan salam
sebanyak tiga kali, tidak lebih. Jika pintu tetap tertutup, maka Nabi dapat
berkesimpulan bahwa tuan rumah sedang pergi, atau mereka enggan menerima
tamu.

Ini hanyalah satu dari sekian contoh yang menunjukkan atas Sunnah Nabi
Muhammad saw. yang lebih tertransformasi menjadi perilaku hidup umat
seluruhnya. Tiap kali aku mempelajari kumpulan hadits-hadits yang tebal,
terutama hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Bukhari dan Muslim, aku
menemukan hakikat-hakikat sosiologi baru. Dan aku menyadari betapa besar
kekayaan peradaban Islam.

24
Road to Mecca
(Bonn, 18 Agustus 1980)

Menjelang akhir abad dua puluh, kita bisa mengatakan bahwa dalam kurun waktu
seratus tahun terakhir ini, tidak ada seorang pun yang mampu menandingi jasa
seorang Austria, yaitu Muhammad Asad --sebelumnya bernama Leopold Weist
dan berasal dari keturunan Yahudi-- dalam menjelaskan dan menyebarkan Islam
di Barat.

Pengaruhnya yang kuat tidak hanya karena otoritas keilmuan dan kearifannya
saja. Namun, juga didukung oleh perilaku muslim yang tangguh ini sehingga
mendapatkan penghargaan yang pantas.

Muhammad Asad dilahirkan pada tahun 1900 M. Ia hidup dalam kehidupan yang
penuh petualangan yang memberikan kepadanya banyak kesempatan untuk
menunjukkan kemampuannya yang banyak pula.

Ketika Asad menginjak usia 14 tahun, ia lari dari rumahnya untuk bergabung
dalam perang dunia pertama. Ia dapat meyakinkan tentara Austria untuk
memasukkannya dalam barisan tentara. Pada usia 19 tahun, ia bekerja sebagai
pembantu Doktor Mornoe. Kemudian, setelah itu pada Maks Rainhart. Kedua
lelaki tersebut adalah produser film terkenal pada masa awal perfilman.

Pada usia 22 tahun, ia telah menjadi koresponden koran Jerman yang paling
terkenal "Frankfurt Zeitung" untuk wilayah Timur Dekat. Setelah memeluk Islam,
pada tahun 1926, ia menjadi sahabat Raja Ibn Sa'ud dan Muhammad Iqbal.

Pada akhir Perang Dunia II, ia sedang berada di India. Dan ketika negara Pakistan
didirikan, ia menjabat sebagai pembantu menteri luar negeri untuk urusan Timur
Dekat, di kementerian luar negeri negara yang masih bayi tersebut. Kemudian
mengirimnya ke New York sebagai perwakilan tetap mereka di PBB.

Itu hanya sebagian dari peran penting yang dimainkannya pada masa hidupnya
yang pantas dikagumi. Ia menggabungkan pemikiran dengan perbuatan, filsafat
dengan agama, dan seni dengan politik dalam format keislaman yang hakiki.
Dengan demikian, Asad dapat dianggap sebagai tokoh kebangkitan Islam.

Saat ini, seluruh buku-bukunya dapat digolongkan dalam kelompok klasik asli.
Bukunya: "Islam di Persimpangan Jalan" (1934), banyak berperan dalam
mengembalikan kemuliaan dan keyakinan dunia Islam terhadap kebudayaannya
sendiri setelah kehilangan kepercayaan terhadap dirinya sendiri di hadapan perang
kemajuan teknologi Barat. Semenjak lebih 50 tahun yang lalu, di New Delhi, ia
telah menulis dengan pandangan yang jauh dan mengagumkan sambil
memprediksi sebagai berikut, "Tampaknya berkembangnya kegelisahan sosial dan
ekonomi, juga mungkin terjadinya rentetan Perang Dunia dengan dimensi yang

25
sebelumnya tidak diketahui, dan bermacam ketakutan yang diciptakan dunia, akan
menjebloskan terpaksa mencari kembali ketenangan dan hakikat rohani. Pada saat
itulah dakwah Islam akan banyak mendapat sambutan."

Dalam otobiografinya yang terkenal "Road to Mecca", Muhammad Asad


menjelaskan proses ia memeluk agama Islam.

Dalam buku karangannya: "Dasar-dasar Negara dan Pemerintahan dalam Islam"


(1961), Muhammad Asad mengakui, tanpa keraguan, bahwa tidak ada satu pun
negara Islam yang sebenarnya pada masa pasca-Abu Bakar, Umar, Utsman, dan
Ali, keempat khalifah yang memerintah di Madinah. Ia juga berpendapat bahwa
Al-Qur'an dan As-Sunnah hanya menjelaskan amat sedikit dasar-dasar
pembentukan negara dan masyarakat Islam.

Dalam karangannya tersebut, ia telah menarik kesimpulan-kesimpulan yang amat


penting, antara lain sebagai berikut. Pertama, menteri fikih Islam dalam
perkembangannya selama delapan abad telah menjadi jauh lebih besar dari asal
pokoknya (syariat Al-Qur'an).

Kedua, dalam kerangka undang-undang (tasyri') yang merupakan refleksi dari


dasar pokoknya ini, negara Islam mendapatkan beberapa ciri yang amat mirip
dengan demokrasi parlementer dan hukum positif, termasuk di antaranya Dewan
Kepresidenan dan Mahkamah Agung Amerika.

Ketiga, oleh karena itu, pergerakan Islam tidak perlu menuntut untuk
mengembalikan pemerintahan agama kembali.

Di Madinah al-Munawwarah, di bawah beberapa kesulitan, Asad dapat


menyelesaikan karyanya yang paling cemerlang. Ia menerjemahkan dan memberi
komentar atas juz pertama kumpulan hadits Bukhari: Shahih al-Bukhari, Tahun-
tahun Pertama Keislaman (1938) dan menerjemahkan Al-Qur'an seluruhnya:
"Risalah al-Qur'an" (1980).

Terjemahan yang agung ke dalam bahasa Inggris, dengan bahasa Shakespeare ini
mewujudkan karya sastra, ilmiah, dan sejarah yang penting. Asad, dalam memberi
catatan kaki terhadap Al-Qur'an, banyak berhutang pada reformer besar Mesir
Syekh Muhammad Abduh, dengan bukunya "Risalah Tauhid". Ia mengikuti
Abduh dalam syarah-syarahnya dan dengan metode rasional yang langsung
menuju pokok masalah.

Dalam karyanya itu, ia selalu menyesuaikan dengan penemuan terbaru dalam ilmu
bahasa dan ilmu-ilmu alam. Juga menghindari pemberian penghormatan imitatif
atas tindakan yang menipu dan mitos-mitos yang menutupi substansi hakiki Islam,
sehingga menolak untuk dikaji secara rasional.

Tokoh agung ini, dalam pembelaannya terhadap nilai-nilai rohani dan etikanya,
setelah mencapai usia delapan puluh tahun, berpindah dari Madinah ke Tonja.
Dari sana ia pindah ke Lisabon, selanjutnya ke Spanyol, untuk membuktikan

26
kepada semua orang bahwa Muhammad Asad tetap jujur dengan dirinya: sebagai
kritikus, penggerak, dan tetap energik.

Keselamatan dalam Islam


(Bonn, 25 Agustus 1980)

Pemikiran tentang dapat dibelinya pengampunan, dengan mengorbankan seorang


pria, wanita, atau hewan, tampak populer pada masa lalu dan melekat dalam
paganisme. Pemikiran seperti itu tentunya ada sebelum mengenal Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ketika kaum dogmatis dari umat Kristen
melegitimasi penyaliban Almasih sebagai "korban wajib dengan kematiannya",
mereka sebenarnya berdalih dengan logika yang sama digunakan paganisme
dalam berkorban.

Mereka berkata bahwa Tuhan harus mengorbankan diri-Nya sehingga mampu


memberi ampunan? Baiklah, aku bertanya, siapa yang bisa memaksa Tuhan untuk
melakukan itu, dan mengharuskan syarat ini atas diri-Nya? Bukankah itu jelas
melecehkan?

Deskripsi tentang Allah SWT, yang dipresentasikan Al-Qur'an kepada kita dalam
surat al-Fatihah dan ayat Kursi (al-Baqarah:255), amat jauh berbeda dengan
deskripsi tentang bentuk manusia, dan jauh lebih tinggi dari pemahaman Kristen
tentang Allah.

Yang amat penting dicatat dalam Al-Qur'an bahwa Al-Qur'an tidak mengakui
adanya perantara dalam hubungan antara Tuhan dan hamba-Nya; "Tiada yang
dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya" (al-Baqarah: 255).

Tidak seorang pun boleh ikut campur tangan dalam hubungan ini, apakah ia
khalifah, imam, atau Paus, berdasarkan pemahaman Kristen bagi oknum ketiga,
yaitu "perantara." Dengan kata lain, semenjak abad ketujuh Masehi, umat Islam
yang beriman telah terbebas dari ritus pengorbanan dan senantiasa dalam
hubungan langsung,dengan Allah.

Ini adalah hubungan yang jauh lebih cocok bagi manusia modern dan manusia
yang tercerahkan.

27
Penutup Nabi-Nabi
(Bonn, 27 Agustus 1980)

Perkembangan kematangan berpikir manusia akan mencapai pemahaman tentang


Allah Yang Esa, dalam keyakinan politeisme susunan tuhan-tuhan akan terbentuk
seperti jenjang piramida. Dengan meletakkan tuhan suku yang terkuat di jenjang
teratas. Pemikiran ini nantinya akan berkembang dengan mengakui adanya derajat
yang tertinggi dari sekalian tuhan-tuhan.

Hal itu yang membuat umat Yahudi mampu sampai ke teologi monoteisme,
karena keyakinan mereka bahwa Yahweh adalah tuhan suku mereka.

Yesus telah mengoreksi pemahaman yang salah ini. Meskipun risalah "anak
tuhan" ini diselewengkan, ketika pengikutnya menafsirkan hubungannya dengan
Allah secara literal.

Oleh karena itu, harus ada nabi lain untuk memberikan berita tentang wujud Allah
Yang Maha Esa, untuk sekalian manusia. Inilah prestasi akhir Islam yang
gemilang dalam perkembangan rohani manusia. Memang, tidak ada lagi tempat
untuk menambah-nambahkan kesempurnaan dan hakikat. Sehingga betullah
Muhammad saw adalah "penutup nabi-nabi seluruhnya."

Islam Sekehendak Hati?


(Bonn, 2 September 1980)

Hingga orang yang sebelumnya menganut mazhab "agnostisisme" dan


menyokong Ludwig Wittgenstein, terperosok menggunakan metode selektif
dalam melihat Islam. Sebagian orang berusaha memisahkan kandungan Al-
Qur'an, antara teks-teks yang berkaitan dengan ushuludin/pokok agama --yang
harus valid sepanjang masa-- dan norma-norma perilaku kehidupan sehari-hari
yang dipengaruhi zaman. Mereka mengatakan dengan keliru bahwa orang
hendaklah bersikap rasional dan tidak berlebihan, sehingga melupakan segi-segi
yang telah usang dalam Al-Qur'an dan tidak layak lagi.

Bagaimana dengan shalat lima kali dalam sehari? Puasa selama sebulan?
Larangan minum alkohol dan tidak mengambil bunga bank? Menurut mereka itu
semua boleh-boleh saja, namun sudah tidak cocok lagi bagi masyarakat teknologi
modern.

Sikap yang salah ini menunjukkan bahwa manusia telah mulai memilah-milah Al-
Qur'an dan memilih sekehendak hatinya, mana yang ingin ia serahkan kepada
kehendak Allah.

28
Orang-orang yang mendapat petunjuk Islam akan tampak menikmati perasaan
mendapat petunjuk menuju jalan lurus, tenang, dan nyaman. Oleh karena itu, diri
mereka tampak seirama dengan lingkungan mereka.

Selanjutnya, bagaimana orang dapat merasakan kenikmatan yang diberikan Islam,


jika orang tersebut tidak menyerahkan dirinya kepada Allah secara total?

Aku Harus Masuk Islam


(Bonn, 11 September 1980)

Semenjak beberapa lama sampai kini, aku berusaha membuat artikel yang
metodologis agar lebih fair dan ringkas, yaitu mengenai semua hakikat filsafat
yang menurut pandanganku diyakini tanpa skeptisisme logis sedikit pun. Hasil
usaha kerasku ini akan aku jadikan hadiah yang tidak biasanya bagi ulang tahun
anakku Alexander. [1]

Selama melakukan usaha penulisan tersebut, aku menemukan bahwa sikap


pemikiran penganut agnostisisme, membutuhkan intelektualitas. Manusia tidak
bisa dengan sederhana lari dari keimanan. Segala hal di seputar kita jelas
diciptakan. Dan tidak diragukan lagi bahwa ada perpaduan terbesar yang dapat
dilakukan antara Islam dan hakikat holistis.

Itulah yang aku ketahui. Aku telah digetarkan oleh kebenaran. Tanpa sadar aku
terus melangkah mengikuti perasaan dan pemikiranku.

Tinggal satu langkah lagi, yaitu mengumumkan keislamanku secara resmi.

[1] Buku tersebut telah dicetak dalam 16 halaman saja, yaitu berjudul "Metoda
Filsafat Menuju Islam", dalam bahasa Jerman tahun 1981 dan 1983, dan dalam
bahasa Inggri tahun 1983, (pent.)

Laa Ilaaha Illa Allah, Muhammadur-Rasulullah


(Bonn, 25 September 1980)

Aku mengucapkan dua kalimat syahadat di Islamic Center Colonia, "Tidak ada
Tuhan kecuali Allah, Muhammad adalah Pesuruh Allah." Aku memilih satu nama
di antara sekian nama Islam bagi diriku, yaitu Murad Fred.

Sejak hari ini aku telah menjadi seorang muslim. Berarti aku telah mencapai
muradh-tujuanku.

29
Mengapa Tidak Ada Caturnitas?
(Bonn, 26 September 1980)

Jika orang, dapat membayangkan adanya Trinitas, mengapa tidak membayangkan


adanya caturnitas tuhan? Jika teori "kelahiran yang pertama", atau teori "emanasi"
dalam penciptaan dunia mempunyai tabiat yang sama dengan teori kausa-prima,
mengapa tidak "emanasi kedua" tidak ikut campur dalam tabiat ini?

Apakah pemikiran Trinitas yang disucikan dapat berkembang jika para pendeta
gereja mengetahui filosof yang datang setelah masa Plato, seperti Plotinus dan
Brukless yang membedakan dalam bukunya Liber de Causis antara "wujud"
(bapak?), "sebab" (roh kudus?) dan "roh" (anak?) bahwa caturnitas "emanasi"
persis sama dengan rohani "Gnosticism", dan ia adalah kepercayaan Kristiani.

Darwisy Konya yang Berputar


(Bonn, 9 Oktober 1980)

Di Aula Bethoven di Bonn, diselenggarakan pertunjukan "Darwisy Konya yang


Berputar", sehingga mereka tampak seperti kelompok tari panggung. Oleh karena
itu, banyak penonton menduga akan menyaksikan putaran pembukaan, jika bukan
kegaduhan, seperti yang dilakukan para penari pada pesta-pesta Dyonisius
Yunani, bukannya pertunjukan rohani yang mendalam yang mereka saksikan ini.
Para penari mereka adalah orang-orang modern, teratur, tekun ibadah, dan telah
berkeluarga menyajikan syair agama klasik dengan iringan musik dari Turki.
Pertunjukan tersebut dimulai dengan nyanyian pujian Parsi karangan Jalaludin ar-
Rumi, dibawakan oleh syeikh (penyanyi yang hafal) dan buta, yang mengaku
sebagai Kani Karaka, dengan suara menggetarkan, lemah, dalam, dan merajuk.

Para darwisy, kemudian masuk ke panggung pertunjukan dengan asesoris


selendang mereka yang penuh dengan lambang-lambang. Peci mereka yang
berbentuk menjulang menampakkan situasi kubur, jubah hitam mereka
mengisyaratkan kegelapan kubur, dan yang mereka pakai di bawahnya: baju dan
celana putih mengisyaratkan putih kain kafan.

Pertama kali, para darwisy memutari panggung, sebanyak tiga kali dengan
langkah tidak teratur, dan berat. Setiap kali mendekati syeikh mereka di
tempatnya, mereka akan berputar dan membungkuk satu sama lain. Bungkuk
mereka makin menurun ketika mereka mencium tangan syeikh mereka yang
membungkuk sedikit untuk mencium peci mereka.

30
Kali itu saja mereka berputar. Kemudian, mereka menjalin lengan-lengan mereka
dengan bentuk silang dan meletakkan tangan-tangan mereka di pundak-pundak
mereka pada awalnya. Kemudian, dengan cepat mereka memisahkan lengan-
lengan mereka, sambil mengangkat telapak tangan kanan mereka menuju langit
dan menurunkan telapak tangan kiri mereka ke arah bumi --untuk menunjukkan
bahwa segala sesuatu adalah dari Allah, dan semua yang diterima para darwisy ia
berikan kepada rekannya dengan senang hati. Kemudian, para darwisy mulai
berputar dengan gaya yang sama, tenang, menyenangkan, di tempat mereka atau
ketika mereka bergerak.

Bagi kritikus balet, dapat menilai bahwa gerakan mereka adalah gerakan ke kiri
menuju bagian dalam, dan berlangsung dalam empat hitungan. Perubahan langkah
mereka selesai pada hitungan keempat di atas kaki kanan.

Para darwisy tersebut terus bergerak dalam situasi seperti itu selama antara 20
sampai 25 menit dengan bentuk yang menakjubkan, tanpa meneteskan keringat,
kelelahan, atau mengacaukan nafas mereka. Kadang-kadang, para sufi itu dijuluki
sebagai matras putih, terkadang juga planet-planet yang berputar sekitar pusat
rohani.

Tidak aneh, siapa yang dapat melihat mereka tanpa tertawan dengan putaran
mereka yang tenang dalam gelombang-gelombang teratur? Orang, dengan cara
fisikal yang tinggi itu, dapat mencapai intuisi agama dengan nama Islam.

Syeikh mereka yang tua, bernama Salman Tauzan --disebabkan kedudukannya


yang tinggi-- tampak tampil berbeda dalam panggung. Langkah-langkahnya tegap
dan lambat seperti masih muda. Ia mempunyai pengaruh besar pada para
pengunjung. Peneliti mengatakan bahwa ini bukanlah pertunjukan penari tua yang
tidak mau mengundurkan diri.

Yang kami saksikan adalah salah satu segi kebintangan (karisma) yang tidak
mengenal ketuaan dan timbul dari kezuhudan.

Daya Tahan Islam


(Bonn, 26 Februari 1981)

Ketika umat Islam mengkomparasikan antara bahaya yang diciptakan oleh dunia
ateis dan bahaya yang diciptakan oleh dunia Barat terhadap mereka, banyak dari
mereka lebih takut terhadap dekonstruksi rohani Barat daripada mereka digencet
oleh ateisme secara materiil. Ini dapat dilihat dari kegagalan usaha propaganda
ateis Uni Soviet di negara-negara Islam Uni Soviet di Asia, atau kegagalan tank-
tank Uni Soviet di Afghanistan, untuk mencabut akar Islam hingga saat ini.

31
Ditangkapnya syekh-syekh dan para pernuka agama, melarang pelaksanaan ritus-
ritus agama, dan menyita kitab-kitab suci, tidak akan banyak menyulitkan Islam.
Ada ribuan penghafal Soviet yang sudah menghafal Al-Qur'an di luar kepala.

Umat Islam dapat shalat sendiri jika situasi menuntut itu, dengan menggunakan
alas apa pun yang suci dan di mana saja. Inilah mungkin letak rahasia kekuatan
Islam sehingga mampu bertahan selama masa yang panjang di bawah kekuasaan
pemerintah diktator. Itu pula yang dapat menafsirkan hakikat mencengangkan
masih adanya jutaan umat Islam di Cina yang tetap teguh menganut Islam, selama
masa kekuasaan Mao Ze Dong dan terjadinya revolusi kebudayaan. Dan, itu pula
yang dapat menafsirkan tetap adanya beberapa ratus keluarga muslim Spanyol
dengan keislaman mereka, tidak saja setelah hilangnya Andalus, namun juga pada
masa kekuasaan Fransisco Franco.

Sayangnya, Islam tidak dapat setahan itu dalam menghadapi proyek kristenisasi
yang tidak begitu santer dan bermetode. Artinya, borok busuk yang didapatkan
dari kekuatannya bukan karena usaha umat Kristen semata, namnun dengan
pengaruh konspirasi dan penjaja peradaban teknologi Barat.

Oleh karena masyarakat industri Barat mempunyai efek meracuni terhadap semua
agama, termasuk agama mereka sendiri. Dengan menyebarkan nilai-nilai yang
dibangun atas hipotesis-hipotesis materialis an-sich. Pemikiran memanfaatkan dan
meraih keuntungan sebanyak-banyaknya, ibadah menambah produksi secara
terus-menerus, mitos-mitos kemajuan tanpa batas, antagonisme ahli-ahli ilmu
alam yang berubah menjadi filosof-filosof. Kemudian, berkembangnya filsafat
"agnostisisme" dan netralisasi nilai-nilai etika bagi para pelajar, semua itu secara
total membentuk kecenderungan ala Barat, yaitu menyematkan karakter rasional
terhadap semua fenomena hidup yang membentuk permusuhan sengit terhadap
agama-agama.

Masyarakat teknokratis, tempatku hidup di Barat, dengan penyembahan individual


dan etika yang berprinsip "biarkan dia berbuat dan biarkan ia berlalu". Sebenarnya
menciptakan dekonstruksi total terhadap pokok-pokok etika tempat masyarakat
tersebut tumbuh. Atau, nilai-nilai dan perilaku hidup yang tercerabut dari
keimanan kakek-kakek kita terhadap Allah.

Turki dapat dijadikan contoh jelas proses ini. Dilihat dari usahanya
menelanjangkan diri dari ciri-ciri keislamannya. Karena, Attaturk melihat agama
rakyatnya sebagai sandungan modernisasi, disebabkan kecenderungan kembalinya
keterbelakangan yang katanya diajarkan Islam. Islam telah benar-benar dikubur di
beberapa kota Turki pada masa penyembahan kemajuan, kesenangan, dan solusi
ilmiah terhadap semua problema itu, setidak-tidaknya tampak pada kaum
terpelajar dari dua golongan elit dan menengah di daerah-daerah modern, karena
mereka tampak lebih menyembah ilmu pengetahuan dibandingkan menyembah
Pencipta mereka.

Sementara itu, sebagian hasil pencerahan Turki sekuler ini adalah mereka senang
mengulang-ulang pernyataan, "Benar, saya tidak melaksanakan ajaran-ajaran

32
Islam, namun saya beriman kepada Allah dari lubuk hati yang paling dalam. Iman
alami saya ini lebih baik dari shalat lima kali sehari." Kata-kata itu --dengan
embel-embel lain-- sering terdengar dari sebagian orang-orang Islam, yang
pengetahuannya amat kurang terhadap agama bapak-bapak mereka. Itu sebatas
sisi-sisi aneh dan parsial yang dituturkan kepada mereka oleh kakek-kakek
mereka.

Jika Attaturk tidak menguburkan pengajaran agama, dapat diduga bahwa para
kaum terpelajar Turki akan mengetahui dengan lebih baik. Ia --hingga aliran
sufignostis Islam-- hanya menyangka bahwa agama adalah masalah hati saja.

Dapat diduga bahwa umat Islam "modernis" itu akan mengakui bahwa Islam
tunduk kepada Allah, berarti secara implisit mengikuti cara, ajaran, dan hukum-
hukumnya.

Dengan latar berbelakang ini, amat ironis sekali jika Kementerian Urusan Agama
Turki, saat ini melakukan usaha membendung pengaruh-pengaruh negatif
ketidaktahuan terhadap Islam dalam periode yang panjang, yang dengan jelas
merintangi usaha negara untuk menegaskan kepribadiannya pada zaman modern.

Beberapa imam dan guru yang dididik oleh negara dan diberikan gaji telah
dikirim ke luar negeri sampai ke Jerman. Mereka menanggung beban berat, yaitu
menguasai jaringan luas tidak resmi sekolah-sekolah agama, masjid-masjid, dan
kelompok-kelompok sufi yang berkembang di kalangan pekerja Turki, sebagai
reaksi terhadap politik Attaturk dalam menerapkan sekularisme.

Undang-Undang Internasional Islam


(Bonn, 12 Maret 1981)

Istilah undang-undang internasional mengandung adanya pengakuan dunia


terhadap undang-undang itu. Sementara, aktivitas undang-undang bangsa-bangsa
selalu ditentukan oleh sejauh mana penghormatan dan pelaksanaannya pada
tataran negara.

Pada masa modern ini, kita harus mengetahui sekali lagi kemungkinan adanya
undang-undang internasional khusus bagi suatu regional, meskipun hal ini tampak
kontradiksi.

Secara faktual, fenomena regional dalam undang-undang bangsa-bangsa tidak


terbatas hanya pada Amerika Latin dan dunia komunis, yang dikuasai oleh
pemikiran bangsa-bangsa proletar yang pesimis dengan dikeluarkannya apa yang
mereka namakan dengan prinsip Brezhnev. Sementara dunia Islam, hingga akhir
perang dingin tidak turut serta merancang undang-undang internasional bersama
negara-negara Kristen.

33
Dari segi prinsip, kondisi itu tidak mungkin lagi dibiarkan. Karena syariat Islam
tidak mengakui pemikiran undang-undang konvensional dan kemungkinan
mengadakan perjanjian damai antara negara-negara Islam dan bukan Islam.

Sebaliknya, Undang-Undang Islam, bukannya turut memperkaya pemikiran


romantis adanya "keluarga bangsa-bangsa", malah dengan amat tegas
membedakan antara kelompok umat Islam (darul-islam) dan non muslim yang
berada di luar kelompok umat Islam (darul-Harb).

Patut diingatkan bahwa teori undang-undang Islam menganggap bahwa seluruh


umat Islam disatukan oleh satu kesatuan (ummah). Oleh karena itu, ia menolak
pemikiran banyak negara. Sebagai implikasi dari hal itu, Undang-undang Islam
(syariat), hingga saat ini masih menolak birokrasi hubungan antar masyarakat
Islam seperti hubungan biasa dengan negara-negara.

Seperti yang dijelaskan oleh Hans Crose --dalam bukunya, yaitu "Islamiche
Volkerrechtslehre" (second edition)-- meskipun seperti itu, undang-undang Islam
dapat mengikuti fakta-fakta konflik internasional yang keras.

Pertama, para pakar Islam --seperti teman-teman mereka di Barat-- mengajarkan


wajibnya menghormati.transaksi-transaksi dan perjanjian-perjanjian tanpa
memperhatikan agama pihak kedua. Tidak ada perbedaan praktis jika para ahli
hukum Islam mendasarkan sakralitas perjanjian-perjanjian ini pada perintah
Tuhan dalam Al-Qur'an, bukannya pada kaidah-kaidah undang-undang
internasional konvensional atau tradisional. Yang terpenting, umat Islam dalam
melaksanakan undang-undang dalam negeri mereka, harus juga menjaga
perjanjian-perjanjian internasional --yang dihormati oleh non-muslim sebagai
pelaksanaan mereka terhadap undang-undang intenasioanal.

Kedua, para ahli hukum Islam berhasil menciptakan solusi hukum yang cerdas,
yang membuat mereka mampu, dengan perangkat itu, menyelaraskan antara fakta-
fakta keras dan teori undang-undang yang berlevel tinggi. Dengan demikian,
mereka dapat melegitimasi apa yang tidak diperkenankan dalam mengadakan
hubungan damai permanen antara negara-negara Islam dan non-Islam, atas dasar
perjanjian damai yang secara implisit diperbolehkan.

Kesalahan Fatal Perancang Mode


(Istambul, awal Agustus 1981)

Hari ini adalah Idul Fitri, hari raya terbesar dalam Islam. Secara kebetulan, aku
berkesempatan melihat tiga wajah berbeda agama Islam.

Pada pagi hari, aku ikut melaksanakan shalat-shalat yang panjang yang
memisahkan antara akhir puasa Ramadhan dan acara "Hari Raya manis-manisan
dan kue-kue", yang berlangsung selama tiga hari.

34
Masjid di Tsiviky tampak penuh sesak dengan manusia. Banyak dari mereka
membawa sajadah sendiri untuk shalat. Namun, seperti mayoritas yang lain, aku
melaksanakan shalat di halaman depan masjid, di atas selembar kertas koran pagi.

Pada waktu siang, kami mengunjungi Masjid Sultan Ayyub yang terletak di
dataran tinggi daerah Tanduk Emas. Semenjak bangunan itu didirikan di atas
kuburan Ayyub "pembawa bendera Muhammad", yang ditemukan secara
mengejutkan pada saat pengepungan Turki pada tahun 1453. Mitos-mitos dan
legenda memenuhi masjid ini, di samping letaknya yang memikat.

Tempat ini termasuk tempat yang paling dekat ke tempat perziarahan umat
Kristen. Apalagi yang dapat aku katakan mengenai tradisi minum dari empat
keran yang terletak di empat pojok pagar yang melingkari sebuah pohon di dekat
masjid, setelah semua keran pertama kali dibuka semua kemudian ditutup satu per
satu?

Para pecinta, orangtua, pelajar, tentara, dan semua orang yang mempunyai hajat,
memberikan makan 1001 burung dengan satu kilogram jagung, sambil
menyimpan beberapa biji untuk ditanam setelah cita-citanya terkabul.

Dari pasar yang dekat, para pelancong lain berdatangan membawa hewan-hewan
untuk dikurbankan. Diserahkan kepada fakir miskin yang berdiam di samping
Masjid Sultan Ayyub. Tentunya, gerombolan manusia di Masjid Sultan Ayyub
menampakkan ciri khas masing-masing. Anak-anak memakai pakaian jenderal,
admiral, dan raja-raja, bersiap-siap untuk dikhitan pada hari berikutnya --acara
seperti ini dilakukan bagi anak laki-laki, begitu juga bagi anak-anak wanita ketika
akan menikah.

Yang jelas, kaum Wahabi akan memberikan kata putus yang tegas atas fenomena-
fenomena folklor dan khurafat masyarakat Islam ini. Sehingga mereka tidak
membolehkan kegaduhan apa pun, atau kegiatan investasi dekat Masjid Nabawi
untuk menjaga kelayakan, meskipun hal itu merugikan warna tempat dan hiburan
rakyat.

Pada sore hari, aku menghadiri pameran pakaian. Pada pameran tersebut, aku
melihat pakaian terbuat dari kain sutra hitam. Pakaian itu adalah pakaian yang
paling menarik, namun sebenarnya ada "kesalahan fatal" di sana, yaitu hiasan
peraknya tersusun dari ayat-ayat Al-Qur'an ditulis dalam bahasa Arab dengan cara
Barat. Keindahan bordir baju tersebut mendapatkan tepuk tangan hangat dari
penonton. Mereka akan takut seandainya dapat memahami tulisan Arab itu.
Dalam satu generasi pasca-Attaturk, tulisan Arab, seperti huruf Cina, telah
menjadi asing bagi manusia yang terbiasa membaca dan menulis dengan bahasa
Arab.

Inikah yang dimaksud dengan kemajuan?

35
Ibnu Khaldun adalah Bukan Karl Marx
(Bonn, 28 April 1982)

Bagi orang yang masih berpendapat bahwa tabiat Islam adalah memerangi dan
menghalangi kemajuan. Sebaiknya, Anda membaca buku al-'Ibbar pada bagian
mukadimah atau pendahuluan karya pengarang terkenal, yaitu dalam sejarah
dunia --Ibnu Khaldun, yang ditulis pada tahun 1377-- telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Inggris oleh Franz Rosenthal, Princeton 1967. Seandainya Ibnu
Khaldun, seorang qadhi agung dari Cairo, menulis mukadimah ini saja, yang
terdiri atas 400 halaman, niscaya itu sudah cukup untuk mengabadikan namanya
dalam sejarah pemikiran. Dengan demikian, Ibnu Khaldun sebelum Karl Marx
dan Marx Weber --sejak 500 tahun lalu-- telah menjadi Bapak Ilmu-ilmu Sosial
dan Filsafat Sejarah. Yang menuntut agar sejarah hendaknya lebih dari sekadar
menuntut informasi-informasi.

Usahanya tersebut adalah pertama kalinya diketahui dalam mengungkap undang-


undang yang mengatur pergantian sejarah, naik dan turunnya peradaban. Dan,
penulisan sejarah setelah menundukkan materi-materi yang didapatnya dari
sumber-sumber tradisional di bawah analisis yang cermat, sambil mengkritiknya
jika perlu. Metodologi Ibnu Khaldun ini dapat mengamati interaksi terus-menerus
antara situasi dan perilaku, serta antara ciri khas peradaban (umran) dan ciri-ciri
budaya.

Ibnu Khaldun --bukan Karl Marx-- menulis (pada tahun 1377) bahwa
"keuntungan adalah nilai yang dihasilkan oleh kerja manusia, dan bahwa
perbedaan kondisi manusia adalah akibat perbedaan sarana-sarana yang
dipergunakannya untuk mencari penghidupannya."

Lama sebelum buku karangan Thomas Manbez yaitu: "Buddenbrooks" terbit,


Ibnu Khaldun telah mengatakan, "Akhir kekayaan pada satu keturunan adalah
empat bapak."

Beberapa abad sebelum Freidrich Nietsczhe, ia telah mendeklarasiban bahwa jika


suatu bangsa ganas, maka kerajaannya akan lebih luas.

Dan Ibnu Khaldun telah mendahului Freidrich Hegel dalam kesimpulannya,


"Bahwa negara-negara mempunyai usia alami sebagaimana manusia."

Juga mendahului JJ. Rousseau dalam pernyataannya disebutkan bahwa hubungan


antara penguasa dan yang dikuasai berdiri di atas kontrak sosial --dilakukan
dengan bersalaman dan janji untuk loyal.

Lama sebelum teori modern hukum (dan berbeda dengan pendapat kelompok
Syi'ah), ia telah menyimpulkan, "Yang dapat mengentaskan problema-problema
umat (seperti khalifah) ia pula yang dapat mengembangkan kepemimpinannya
terhadap mereka." Juga mendahului David Humme ketika ia menegaskan bahwa

36
metode yang digunakan sebab-sebab atas hal-hal yang disebabkannya masih
absurd.

Beberapa abad sebelum Karl Von Klaus, Ibnu Khaldun telah mengajarkan bahwa
"tidak ada kemenangan yang pasti dalam peperangan", hal itu karena
"kemenangan dan kekalahan didapatkan melalui nasib dan perjanjian".

Dan ia --seperti Freidrich Schiller dan Emmanuel Kant-- mengembalikan hukum-


hukum estetika terhadap hal-hal yang terlihat, kepada penilaian falsafah, tanpa
melupakan interaksi teknis psikologis --di antaranya adalah bahwa manusia hanya
dapat menggambarkan bentuk manusiawi, kecuali dengan utuh hingga batas
kesempurnaan.

Metodologi Ibnu Khaldun dalam ilmu wujud dan tasawuf, dalam bentuk tertentu,
amat aku setujui. Ia, sebagai murid cerdas al-Asy'ari, mengingkari kemungkinan
apa pun, meskipun terjadi, adanya teofani metafisika apa pun yang dihasilkan dari
intuisi manusia dan rasionya. Ia berkata, "Akal sebenarnya adalah mizan yang
benar. Namun, sebaiknya akal tidak digunakan untuk mengukur sebagian
masalah-masalah seperti keesaan Allah, alam lain, kebenaran nabi-nabi, dan sifat
hakiki ketuhanan. Hal itu seperti seorang yang ingin menimbang gunung dengan
timbangan emas."

Apakah manusia bisa mengatakan yang lebih baik dari itu?

Dalam kajiannya tentang tasawuf, Ibnu Khaldun mengungkapkan skeptisismenya


bahwa kaum Sufi, sebelum matinya, dapat atau dengan cara tertentu,
mengabarkan apa yang akan terjadi pada mereka setelah mati. Penilaiannya dalam
masalah ini, dengan tegas ia katakan, "Pengetahuan dan kegiatan apa pun yang
mengungguli kemampuan manusia tidak didapatkan oleh kaum Sufi, kecuali
dengan cara tak terduga."

Ibnu Khaldun mengatakan di antara pengikut tasawuf ada bahwa, "Orang-orang


bodoh dan tolol lebih dekat kepada orang gila daripada orang berakal." Ia
mengungkapkan keyakinannya, "Semua cara untuk menggapai apa yang berada di
atas kemampuan manusia tidak mempunyai dalil dan tidak patut."

Pendapatnya tersebut keras, namun benar, Namun, kita hendaknya tidak


melupakan bahwa Ibnu Khaldun bukanlah seorang pionir yang cemerlang, juga
bukan orang yang telah sesat, namun ia adalah hasil dari peradaban Islam yang
pada bentuknya paling cemerlang.

37
Konsili Nicaea I
(Iznik, 21 Juli 1982)

Semua orang yang meyakini hasil-hasil yang timbul dari keputusan-keputusan


sejarah, muslim, atau Kristen, tidak akan mampu terbebas dari tekanan perasaan
emosional yang dirasakannya ketika mengunjungi kota Iznik --dulunya Nicaea--
yang terkenal tidak jauh dari Istambul.

Karena tidak lama setelah kaum Salib menyerang kota Konstantine Kristen (tahun
1204 M), kota tersebut menjadi pangkalan agresor. Dan, tidak lama kemudian
menjadi ibu kota kerajaan Romawi, di luar wilayah negaranya. Di tempat itu juga
ditentukan masa depan agama manusia dengan bentuk final, pada tahun 325 M.

Hingga saat ini, orang masih bisa menentukan tempat berkumpulnya sekelompok
besar uskup untuk menghadiri Muktamar Nicaea Masconi I --19 Juni sampai 25
Agustus 325 M-- yang menetapkan aliran Nicaea asli dengan bentuk pasti. Yaitu,
mazhab yang berpendapat telah bersatunya Tuhan (Bapak) dengan Almasih secara
alamiah.

Meskipun demikian, aliran oposisi, yang dipimpin oleh Pendeta Alexandria Bapak
Arios (260-336 M), masih menjadi aliran resmi negara, pada masa berkuasanya
Constantine yang agung (337-361 M). Sebenarnya, aliran ini terus dipeluk dengan
kuat, terutama oleh suku Jermaniyah, hingga masa setelah aliran Arios dianut
kedua kalinya pada tahun 381 M. Ia adalah mazhab yang mengatakan bahwa
meskipun ada tiupan Tuhan dalam penciptaan Almasih, namun ia tetap bukan
sekutu, dan tidak kekal seperti Bapak. Kejadian dramatis ini telah hilang dari
kesadaran umat Kristen Barat seperti hilangnya ajaran-ajaran Pendeta Nestorian
Petrick Constantine (381-451 M), yang mengatakan bahwa Tuhan dan Almasih,
keduanya hidup terpisah dalam satu diri, setelah dilarang oleh konsili Aphysus
pada tahun 431 M.

Sebenarnya --sepanjang masa lima ratus tahun pertama sejarah Kristen-- orang
bisa menjadi umat Kristen yang utuh tanpa harus terpaksa beriman terhadap aliran
bersatunya Almasih dengan tuhan. Menurut kaca mata Islam, umat Kristen Arios
dan Nestorian bisa dianggap sebagai umat Islam, tidak kurang.

Sebenarnya, kalaulah beberapa uskup dari 125 orang bersatu menentang


pemikiran ekstrem yang mengatakan persatuan Almasih dan tuhan --pada tahun
325 M-- niscaya sikap mereka akan mampu melenyapkan perbedaan teologi
substansial antara Yahudi, Kristen, dan Islam.

Orang hanya bisa terkejut, ketika menyadari bagaimana beberapa orang uskup di
Nicaea telah menanggung tanggung jawab besar dalam perjalanan manusia

38
Gereja Bukan Masjid
(Burso, 22 Juli, 1982)

Di Burso, Ibu Kota Kerajaan Utsmaniyah yang antik, orang bisa bermain ski di
Gunung Olodag, juga bisa bersuka-ria berenang di Laut Marmarah. Namun,
Masjid Ulu Kami (masjid agung), yang terletak tepat di jantung kota, adalah salah
satu keistimewaannya yang paling termasyhur, karena dinding-dindingnya bagian
dalam laksana museum kaligrafi Arab. Hal itu setelah bangsa Turki memberikan
suatu sentuhan pada modelnya hingga mencapai kesempurnaan.

Tidak kurang dari itu adalah air mancur yang terletak di tengah masjid. Di sana
para penduduk kota terkadang mengadakan pertemuannya. Di sana pula para turis
dapat beristirahat setelah melaksanakan dua rakaat shalat tahiyat masjid. Para
pelajar dengan lembut dan mendayu membaca Al-Qur'an dan para pelancong lain
terlihat sedang mengambil air wudhu.

Di samping mihrab, terlihat beberapa orang Islam sedang hanyut dalam renungan
mereka, dan tenggelam dalam munajat kepada Allah SWT. Tidak jauh dari
mereka terlihat beberapa orang sedang tidur pulas pada siang hari, sambil
menunggu waktu shalat asar.

Pemandangan seperti ini mungkin akan mengejutkan turis Barat yang terbiasa
menyaksikan gereja hanya dipergunakan untuk ibadah saja --kemudian pintunya
ditutup setelah itu. Mereka juga tidak tahu bahwa di dalam masjid tidak ada
tempat sembelihan atau kuil yang di kelilingi orang-orang suci. Ia tidak lebih dari
tempat orang-orang berkumpul melaksanakan shalat.

Selama manusia menyadari hal itu, ia akan segera mengetahui fungsi lengkap
yang dimainkan masjid, sebagai pusat sosial-politik. Pada banyak kesempatan,
sering terlihat dapur umum di sana. Juga perpustakaan, kamar mandi, sekolah, dan
kuburan.

Yang Amat Aneh


(Bonn, 19 September 1982)

Aku disambut oleh menteri konsultan di Kedutaan Arab Saudi, ketika aku sedang
mengurus administrasi untuk mendapatkan visa haji. Tidak sebagaimana lazimnya
para diplomat asing pada masa sekarang, ia tidak menanyakan padaku sedikit pun
tentang keputusan NATO dalam meletakkan rudal-rudal nuklir jarak menengah di
Eropa. Sebaliknya, ia mencurahkan semua perhatiannya pada masalah lain yang
berbeda sekali, yaitu berkaitan tentang peran Almasih dan Muhammad saw. Dan
hubungan antara keduanya, sebelum dan setelah hari kiamat. Tuan rumahku tahu

39
semua hal yang berkaitan dengan masalah yang patut direnungkan ini dari hadits
Nabi.

Keherananku yang terbesar dalam hal ini adalah pada abad 20 ini, ada negara
yang diplomatnya memberi prioritas pada masalah-masalah agama daripada
masalah-masalah politik. Ini amat aneh.

Masyarakat Alkohol, Nikotin, dan Daging Babi


(Pesawat Lufthansa, Penerbangan No.624, Desember 1982)

Ketika pesawat kami, Lufthansa, mendekati Jedah dari Frankfurt, mayoritas


penumpangnya orang-orang Jerman. Mereka adalah para wanita dan anak-anak
yang membawa pohon-pohon Natal di kabin, berteriak meminta dan menenggak
whisky semampu mereka, sebelum pesawat mendarat. Karena inilah kesempatan
terakhir mereka. Jika roda pesawat telah menyentuh landasan bandara udara,
mereka akan memulai kehidupan yang menjengkelkan tanpa alkohol, bersama
suami atau bapak mereka, di pusat-pusat pembangunan.

Fenomena ini amat memilukan. Kami --bangsa Barat-- hidup dalam lingkungan
bunuh diri dengan alkohol. Dengan bahasa lain, dalam masyarakat alkohol,
nikotin, dan daging babi. Pemandangan itu membuatku berkhayal, seandainya
pesawat yang aku naiki ini tidak menyediakan minuman. Berapa banyak bencana
yang dapat dihindari seperti kecelakaan mobil, perceraian,dan pengerutan lever --
jika orang mau menaati hukum Al-Qur'an yang mengharamkan alkohol;
setidaknya aku tidak akan kehilangan gigiku pada peristiwa tabrakan, tahun 1951.

Ketika aku telah berpengalaman mencicipi bermacam-macam jenis minuman


keras, sehingga aku mampu membedakan jenis-jenis anggur matang Green Cry
tanpa kesalahan sedikit pun, hanya dengan ujung lidah. Anggur itu adalah anggur
merah yang paling mewah. Dibuat di Coth Door Burgundi, Shampartan, Musini,
Clo Fozo, Rumani, Isyuzu, dan Corton yang kebun anggurnya memanjang dari
Bonn ke Diegon.

Bahkan, hingga pada masa awal masuk Islam, aku masih kesulitan tidur apabila
tanpa meneguk satu sloki anggur merah di waktu sore. Namun kini, aku dapat
tidur lebih baik dari sebelumnya, karena perangkat aliran darah dan hati dalam
tubuhku akan beristirahat melakukan tugasnya ketika aku sedang tidur nyenyak.

Orang Barat tidak mempercayai ada kebahagian dan kesenangan dalam pesta
tanpa suguhan alkohol. Sebaiknya, mereka menyaksikan pesta perkawinan orang
Islam.

Mayoritas dari mereka mengetahui hasil-hasil negatif akibat kecanduan bangsa


Barat terhadap alkohol, seperti melorotnya kesehatan secara umum, penurunan
hasil kerja, bahaya keselamatan dalam pekerjaan, di jalan raya, dan menghabiskan

40
hasil pemasukan. Namun, mereka butuh suatu tekad kuat untuk memerangi
"candu bangsa" ini.

Nabi Muhammad saw. telah mengharamkan semua yang memabukkan dan


membius, ketika nabi berada di Madinah, meskipun itu amat sulit karena
kontradiktif dengan kecenderungan saat itu. Namun, umat Islam di Madinah,
serentak dengan taat menumpahkan semua minuman keras mereka yang terbuat
dari kurma, ke tanah. Itu menunjukkan bahwa apa yang sebelumnya dibenci akan
menjadi sesuatu yang disenangi jika diperintahkan oleh pemimpin yang
mempunyai karisma.

Haji ke Mekah
(Mekah, 29 Desember 1982)

Aku masuk ke Masjidil Haram dengan memakai pakaian ihram putih yang ringan,
menuju Ka'bah yang berada di tengah ruang lapang yang luas. Ini adalah saat-saat
yang sebelumnya tidak berani aku impikan.

Ketika orang melihat dengan mata kepalanya bentuk bangunan ini, yang biasa ia
lihat di gambar-gambar dan film-film. Ia akan merasa terpesona sekali ketika
menyaksikan langsung, bukan dalam khayalan. Di sini, suasananya berbeda
sekali.

Tidak ada hiruk-pikuk pasar, juga tidak ada suasana magis yang sakral. Segala
sesuatu tampak sederhana, penuh keagungan dan perasaan seni yang tinggi.
Gelombang jemaah haji yang banyak tidak menyebabkan kerumunan atau sesak
pada tempat tawaf. Sebaliknya, ada keteraturan yang apik ketika melaksanakan
shalat jamaah, dalam kesenyapan, sehingga orang dapat menjaga kebebasan
pribadinya. Ada puluhan ribu jemaah haji dan peziarah sedang melakukan tawaf
dalam kesunyian. Hal itu amat menggetarkan nurani.

Aku merasakan sambutan dan perasaan amat aman di antara rekan-rekan jemaah
haji. Di sana, aku mendapati makna ucapan "Assalamu'alaikum" yang berdenyut
hidup.

Ketika kemuliaan terkristal, keindahan, iman, dan internasionalisme. Aku merasa


seperti sebuah titik atom pada sebuah kesatuan kosmos yang besar, karena di
Mekah semua perbedaan bangsa terlebur. Hanya ketika aku sedang ruku dalam
shalat saja aku dapat melihat telapak-telapak kaki yang berlainan warna, semua
bangsa, dan benua terwakili di sini.

Ka'bah adalah pelambang segala sesuatu tiga dimensi, dalam kesederhanaannya.


Ini adalah sikap Islam yang terpuji untuk memenuhi kebutuhan pada pelambang
terlihat atas Tuhan. Jika Allah SWT --menurut istilah Ibnu Sina-- adalah puncak
keserdehanaan, maka bentuk persegi empat dan kosong dari hiasan apa pun ini,

41
adalah pelambang yang terbaik bagi Allah dari pelambang bangunan lain
manapun.

Ka'bah sebagai titik tetap dan kiblat (arah semua orang shalat) mengisyaratkan
pelabuhan pelambang agama internasional yang mengetahui dengan yakin bahwa
Allah tidak di timur atau di barat, namun Dia melampaui ikatan-ikatan zaman dan
tempat.

Dibandingkan dengan bangunan "rumah Allah" ini, semua Katedral yang


dibangun dalam bentuk Quthi, dan semua gereja yang dibangun dengan model
Paroki mengerdil menjadi perhiasan kecil dan hina.

Setelah aku tawaf tujuh putaran seputar Ka'bah, di bawah atap langit yang
berhiasan bintang --adakah agama lain yang mencapai kesederhanaan seperti ini
hingga pelaksanaan ibadahnya di tempat yang terbuka?-- aku berhenti di Hajar
Aswad, yang diletakkan di tempatnya oleh Muhammad saw. Di sana orang antre
mencium dan menyentuhnya.

Tradisi ini bisa menimbulkan banyak risiko bagi Islam, bagi mereka yang tidak
merenungkan sama sekali bahwa penciuman bekas telapak kaki Petrus yang tidak
jelas oleh peziarah Kristen di Roma menyebabkan sesuatu yang berlebihan
sehingga mereka menyembah sepotong benda keras.

Tidak ada seorang pun yang berprasangka seperti itu ketika melihat jemaah haji di
Mekah --meskipun sebelumnya berkembang penyembahan patung yang terbuat
dari batu di negeri-negeri Arab pada masa pra Islam. Meskipun pelambang-
pelambang bisa dibebaskan dari pemikiran-pemikiran yang tersembunyi di
belakangnya, namun itu tidak harus dilakukan. Karena setiap takbir, "Allahu
Akbar" --sebagaimana diterjemahkan oleh Laurence Arab, "Allah-lah satu-
satunya Yang Besar"-- adalah petunjuk kuat yang menghapus prasangka
menyembah Hajar Aswad yang sederhana.

Kembali ke Ibrahim
(Mekah, 20 Desember 1982)

Aku melaksanakan Sa'i --sejarahnya bermula pada zaman Nabi Ibrahim a.s. (Siti
Hajar mencari air untuk anaknya, Ismail a.s.)-- yaitu lari-lari kecil sebanyak tujuh
kali antara dua bukit kembar Shafa dan Marwah, yang terletak di samping
Masjidil Haram dan menjadi bagian masjid tersebut dengan bantuan muthawif
Saudi. Ia mungkin kesulitan memperdengarkan kepadaku ketika aku berusaha
melafalkan doa-doa bahasa Arab dengan dialekku yang menakutkan ini.

Ketika aku telah menyelesaikan manasik umrah, seorang anak membantuku


memotong sejumput rambutku sebagai pokok kembalinya aku melaksanakan

42
kehidupan biasa (tahallul dari ihram). Dengan demikian, sekarang aku bisa
mengganti pakaian ihram dengan pakaian biasa.

Pada hari selanjutnya, aku berharap bisa berada sendirian di Masjidil Haram ini,
walaupun hanya sekali. Oleh karena itu, aku berusaha bangun pagi sekali, sekitar
jam tiga pagi, dan sebelum azan yang pertama.

Namun keinginan itu tidak terjadi, karena ada ratusan muslim yang terus
berdatangan siang-malam tanpa berhenti melakukan thawaf, atau antre menunggu
kesempatan untuk menyentuh atau mencium Hajar Aswad untuk kesekian kali.

Orang-orang Islam itu, ketika melakukan hal tersebut, menguatkan kembali


getaran hubungan pribadi mereka. Tidak hanya dengan jutaan orang umat Islam
yang datang ke tempat ini, sebelum mereka (dan yang akan hadir di masa
mendatang, insya Allah), namun semata karena Nabi Muhammad saw. Karena,
ketika Ka'bah dibangun sekaligus diperbaiki kembali setelah diterjang banjir, Nabi
Muhammad saw --sebagai penengah di antara suku yang bertikai-- meletakkan
tangannya di Hajar Aswad, sekarang posisi/tempatnya di pojok timur Ka'bah.

Kesadaran sejarah ini amat pantas bagi agama yang syiar-syiar hajinya berasal
dari Nabi Ibrahim a.s. --dari masa sepanjang lebih dari 3800 tahun-- dengan syarat
bahwa pelaku ibadah haji tersebut mengetahui betul kandungan sejarah dan
pelambangan ritus-ritus yang dilakukannya.

Gereja-gereja Kristen tidak dengan mudah mengakui ajaran-ajaran Yahudi dan


Paganisme yang terkandung dalam ritus-ritus mereka, sedangkan Islam tidak
merasa keberatan mengakui akar-akar lama ritus-ritusnya. Muhammad saw tidak
mengaku bahwa beliau membawa agama baru, namun risalahnya adalah
pembaruan dan penyempurnaan agama Allah yang satu, yaitu penyerahan dan
penundukan, artinya Islam menyerahkan diri semenjak zaman azali.

Di Sisi Makam Nabi saw.


(Madinah, 23 Desember 1982)

Barangsiapa yang pernah menyaksikan perayaan Maulid Nabi saw.perayaannya


amat bersemangat di malam hari, di masjid-masjid yang diterangi lampu, di dalam
dan di luarnya, ditambah lagi dengan ritus-ritus yang menyerupai ritus
kependetaan. Maka, ia akan menyaksikan dengan terhenyak tindakan para polisi
agama Arab Saudi di Madinah, pada malam maulid itu yang terus mengontrol
untuk memastikan tidak ada seorang pun yang melaksanakan shalat menghadap
makam Nabi. Kewaspadaan mereka ditunjukkan dengan melarang orang shalat
pada hari maulidnya dekat kuburnya, selain shalat-shalat sunnah.

43
Orang tidak perlu mengkritik perlakuan ini, jika ia mengetahui bahwa apa yang
terjadi setelah wafatnya Almasih adalah dimulai dengan ketakjuban padanya
diikuti dengan menuhankannya.

Islam berusaha menekan kecenderungan semacam ini, sebelum tersebar.

Kejadian Mengecewakan di Hotel


(Madinah, 24 Desember 1982)

Pada tahun ini, hari Jumat sore, adalah hari Natal yang bertepatan dengan
peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. Ketika aku masuk ruang makan di
Hotel Sheraton, Madinah, untuk menikmati hidangan, seorang pelayan Pakistan
menghampiriku dengan tersenyum dan mengucapkan dengan perkataan halus,
"Selamat hari Natal." Jelas ia menyangka bahwa aku adalah pemeluk agama
Kristen, karena hotel tersebut berada di luar wilayah Haram. Oleh karena itu,
boleh saja bagi nonmuslim untuk mengunjunginya.

Ketika aku membalasnya dengan mengucapkan, ". Alhamdulillah, saya orang


Islam," maka pelayan tersebut bersama temannya kaget dan tampak ketakutan.

Secepatnya direktur hotel mendatangiku dan memohon agar hidangan juga teh
asli, dibayar oleh hotel, sebagai ganti ringan atas penghinaan yang aku terima.

Sebenarnya, orang Islam tidak dituntut untuk memuliakan Nabi Almasih, juga
tidak diperintahkan untuk beriman dengan kebenaran turunnya Al-Kitab. Hal ini
menunjukkan minimnya pengetahuan umat Islam kalangan bawah tentang
Perjanjian Baru, seperti minimnya pengetahuan umat Katolik atas Perjanjian
Lama.

Tenggelam dalam Shalat


(Madinah, 26 Desember 1982)

Kami terlambat beberapa menit untuk keluar dari masjid setelah shalat. Tampak
ada sesuatu yang menghambat di pintu utama. Persis di tengah-tengah pintu, ada
seorang muslim sedang tenggelam total dalam shalatnya. Mungkin dia datang
terlambat sebelum rakaat terakhir, dan sekarang dia sedang menyempurnakan
rakaatnya. Dia tampak tenggelam dalam shalatnya sampai-sampai melupakan
semua yang ada di sekelilingnya.

Semua jemaah menjauhi daerah shalatnya, khawatir mengganggu kekhusyuan


shalatnya. Tidak seorang pun yang mengkritik keterlambatannya yang

44
menyebabkan pemandangan ini. Ini karena si muslim sedang menunaikan
kewajiban agamanya. Tidak lebih dari itu.

Pemandangan semacam ini tidak mungkin terjadi ketika para penziarah Kristen
menyesaki Gereja St. Petrus di Roma. Perbedaan ini disebabkan karena ritus-ritus
keagamaan Kristen hanya mengenal misa suci yang dipimpin oleh seorang
pendeta sebagai simbol agama resmi. Islam tidak mengenal hal semacam itu.
Yang ada hanya satu kewajiban (shalat) yang mesti ditunaikan oleh semua umat
Islam. Adapun kepemimpinan imam dalam shalat hanyalah untuk menunaikan
tepat pada waktunya.

Shalat mendapat tempat dan kedudukan yang tinggi dalam Islam, sampai-sampai
pasal-pasal tentang shalat memenuhi kitab-kitab fikih. Seperti, kitab monumental
karya Muhyiddin Abu Zakariya al-Anshari, yaitu Minhaj ath-Thalibin, yang dirilis
pada abad ke-13. Di antara kitab yang paling mengagumkan adalah al-Muwattha'
karya Imam Malik bin Anas yang mengkhususkan 14 bab awalnya hanya untuk
menerangkan syarat-syarat dan kaidah-kaidah shalat.

Sesuai dengan kaidah-kaidah ini, wajib bagi setiap muslim untuk menghormati
penuh ketenangan orang yang sedang shalat. Juga tidak dibenarkan melanggar
daerah shalat, baik yang tertentu atau tidak --selembar sajadah shalat atau hanya
dengan meletakkan kaca mata di depannya-- dalam kondisi apa pun.

Jika si muslim menguasai kaidah dasar shalat --seperti yang terjadi di setiap
negeri. Islam-- maka mudah saja baginya secara relatif tenggelam dalam shalat,
baik di pompa bensin, di trotoar, atau di atas menara yang tinggi. Sungguh
kekuatan "Harakah Islamiyah", yang seringkali dipandang

Refleksi Seputar Keselamatan Shalat


(Badar, 27 Desember 1982)

Dalam perjalanan pulang dari Madinah ke Jedah, kami berziarah ke Badar, suatu
tempat di mana perjalanan Islam berlangsung pada tahun 642M, dalam suatu
konflik bersenjata. Pimpinan rombongan sebentar-sebentar memperhatikan posisi
matahari. Ketika matahari melewati ubun-ubun kepala dengan jelas --tidak ada
alasan untuk takut menyembah matahari (shalat zuhur)-- lalu kami berhenti
memanggil semua penumpang untuk shalat zuhur berjamaah.

Ketika kami sudah berbaris satu shaf sepanjang jalan, orang India asal Afrika
Selatan menasihatiku dengan sopan agar aku mencopot kacamata hitam yang
kukenakan. Jika tidak, ketika sujud dahi dan hidungku tidak bisa menyentuh
bumi, seperti yang seharusnya kulakukan. Dari kejadian ini bisa ditarik beberapa
pelajaran.

45
Pertama, ada sesuatu yang asing bagiku yang menampakkan nuansa persaudaraan
yang kental atas keselamatan shalatku. Tanpa terkesan menggurui, sesungguhnya
ia telah mengamalkan salah satu ajaran Islam yang esensial, amar ma'ruf nahi
munkar.

Kedua, ia telah menunjukkan kepadaku bahwa informasi-informasi mendetail


tentang kaidah dasar shalat adalah sesuatu yang biasa di kalangan umat Islam di
seluruh negeri, baik tingkatan maupun profesi. Ketiga, ia menjelaskan kepadaku
bahwa shalat menurut Islam adalah suatu kegiatan dinamis antara roh dan jasad
sekaligus.

Sehubungan dengan ini, seorang mualaf akan sering mengalami kelelahan fisik.
Shalat seorang muslim yang bijak, yang merefleksikan pandangannya yang
menyeluruh, dan mencerminkan kepribadiannya, adalah ajakan persaudaraan dan
persatuan atas dasar persamaan antara manusia. Islam adalah sujud. Sujud adalah
Islam.

Islam dan Era Boom Minyak


(Jedah, 28 Desember 1982)

Keberuntungan menimpa bangsa Arab dua kali dalam sejarah. Pertama, pada abad
ke-7 M, ketika Islam menjadikan Mekah sebagai kiblat dunia. Kedua, setelah
tahun 1973, ketika harga minyak membumbung tinggi. Ketika Allah
memerintahkan Nabi lewat firman-Nya, "Bacalah dengan nama Tuhanmu yang
telah menciptakan", sesungguhnya Ia menganugerahi Nabi suatu kenikmatan yang
langgeng. Kemudian, penemuan minyak membawa keberkahan.

Jika seseorang berasal dari Hijaz, maka dua momen yang mencengangkan ini
cukup memberi indikasi bahwa Muhammad menginduk ke "bangsa terpilih" yang
memiliki karakter Arab yang khas.

Walaupun begitu, sahabat mudaku dan kawan-kawannya tidak terpengaruh oleh


kemewahan yang menimpa mereka. Orang-orang Saudi dengan penuh bangga
menyebut bahwa warisan klan-klan Badui yang bebas lebih mahal daripada
deposito. Mereka lebih tertarik mendiskusikan masalah-rnasalah agama daripada
membicarakan dolar, bursa efek, atau masalah kebebasan seksual diramalkan oleh
Herbert Marcus.

Tiap pagi mereka saling menelepon untuk memastikan bahwa di antara mereka
tidak ada yang ketinggalan shalat subuh. Di Barat, seseorang sering
mempertanyakan sejauh mana kemampuan perilaku yang ketat ini dalam
memegang teguh tujuan-tujuan luhur dalam menghadapi serangan hedonisme. Ia
juga tidak mampu menggambarkan bagaimana ia menjauhi fenomena dalam
kerangka kekayaan yang berlimpah.

46
Orang-orang Saudi tentu saja belum melewati keseluruhan fase-fase dalam era
industrialisasi. Mereka dikejutkan gempita era teknologi di pasca-era-
industrialisasi. Pertanyaan sekarang adalah apakah fenomena ini menambah atau
mengurangi bahaya-bahaya yang menghadang agama akibat meningkatnya taraf
kehidupan.

Sebelum seseorang menghamburkan ramalan-ramalannya lebih jauh dari itu,


seyogianya kita mengakui kepada diri kita dengan pendekatan Marxisme terhadap
sistem ini. Apakah kita sudah benar-benar terlena dalam lautan materialisme
sampai pada tingkat yang menjadikan kita tidak mampu untuk mengkhayalkan
sesuatu yang lebih besar dari "bangunan atas" (seperti yang disebut Marx),
sesuatu yang lebih besar dari cerminan situasi-situasi ekonomi sekarang.

Secara realita, Islam lebih dari sekadar penggolongan tingkatan dan pendapatan
per kapita. Sungguh, agama ini mampu membentengi manusia dalam melawan
harta dan kemewahan.

Seorang muslim yang saleh tidak akan bekerja menurut prioritas berdasarkan
pertimbangan pasar. Ia memproduksi semaksimal mungkin dan memperbesar
keuntungan.

Pada saat yang sama, umat Islam tidak menganggap pemilikan pribadi,
perdagangan, keuntungan, dan kekayaan sebagai keburukan, tidak juga
mencelanya. Seorang muslim yang saleh keadaannya seperti direktur bisnis
Kristen dari sekte "beramal karena Tuhan." [2] Ia tidak merasa asing dengan dunia
ekonomi juga tidak mengerahkan seluruh tenaga dalam menaati azas manfaat.

Atas dasar ini, ada harapan bahwa Islam mampu --dengan menjauhi lintas silang
dua peradaban Kapitalisme dan Marxisme-Lenmisme-- untuk menjadi alternatif
terbaik (alternatif yang berwajah insani).

[2] Sekte "Amal Karena Tuhan" (Opus Dei) adalah Ikatan Katolik Internasional
yang didirikan oleh seorang Spanyol pada tahun 1928 yang mencakup kaum
sekularis dan misionaris, yang lewat profesi dan pekerjaan mereka di masyarakat
berupaya menyebarkan Kristen.

Ketika Seseorang Berserah Diri Melalui


Pikirannya kepada Allah
(Aachen, 5 Februari 1983)

Di tengah-tengah pertemuan tahunan yang digelar pada musim semi oleh umat
Islam Jerman di Masjid Bilal, Aachen --salah seorang peserta mengkritik
hubungan jabatanku sebagai Direktur Penerangan Pakta Pertahanan Atlantik Utara
(NATO) dengan akidah yang kuanut, yaitu Islam. Walaupun begitu, hal itu tidak

47
menjadi hambatan yang berarti. Jika terdapat kesempatan mengembangkan Islam
di Barat, maka Barat seyogianya sebelum segala sesuatunya merasa aman dari
ancaman Soviet. Dalam hal ini, NATO telah berhasil menjinakkan bahaya yang
dianggap momok eksternal terbesar, di samping Islam.

Dan, aku sungguh mengakui bahwa Uni Soviet dalam kapasitasnya sebagai
pemimpin tunggal komunisme internasional dianggap sebagai ideologi yang
tingkat bahayanya lebih kecil terhadap Islam daripada agnotisisme, materialisme,
dan teknologi Barat. Ini karena ateisme Barat yang "ilmiah" menyusup dengan
perlahan seperti langkah-langkah kucing kecil (meminjam istilah Robert Frost).
Sedangkan, ateisme Soviet memaksakan ideologi dengan kekerasan lewat tank-
tank, tentara merah, seperti yang terjadi di Afghanistan.

Walau demikian, masih benar bahwa kebangkitan rohaniah apa pun di Barat
dengan segala potensinya untuk memeluk Islam memprioritaskan keamanan
material melawan infiltrasi Soviet. Karenanya, maka kepentingan-kepentingan
politik antara NATO dan negara-negara Islam pada saat ini selalu sama.

Bisa ditebak, aku juga menjelaskan pengalaman pribadiku "Jalan Menuju Mekah".
Berikut, adalah rangkumannya.

"Ketika aku membaca Al-Qur'an pertama kali, aku langsung terpesona. Bahkan,
aku mengambil pelajaran dari ayat 164 surat al-An'am, "Dan seorang yang
berdosa tidak akan memikul dosa orang lain." Aku memahami suatu kesalahan
dalam ajaran Kristen tentang dosa warisan. Konsep yang benar adalah laki-laki
dan perempuan berdiri di hadapan Sang Pencipta secara langsung tanpa perantara
"Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya" (bagian dari ayat
kursi, surat al-Baqarah:255). Dan, surat al-An'am ayat 164, pada gilirannya
membawa makna esensial lain, yaitu pengingkaran konsep dosa pertama Adam.

Jika seorang tidak memulai dengan suatu hipotesis bahwa kita sangat
membutuhkan "pemurnian", maka ia tidak akan mencari "pemurni" dan tak
mungkin ia akan mendapatkannya. Karenanya, penjelasan Al-Qur'an ini
memainkan peranan besar yang dapat menyeret Kristen menuju kesesatan.

Setelah aku memahami hal itu, sekarang aku meyakini bahwa Islam bukanlah
suatu langkah mundur ke belakang, melainkan sebuah langkah yang
mengantarkan manusia maju ke depan dan menuju tingkat yang lebih maju dari
apa yang telah dicapai setelah Almasih. Jika, kita boleh mengunakan istilah-istilah
Hegel dan Marx, maka kita bisa mengatakan bahwa Islam telah menghentikan
Kristen di atas kakinya sendiri, setelah sebelumnya Kristen berdiri di atas
kepalanya sendiri.

Sementara kalangan Agnostis berasumsi bahwa kita tidak mungkin mengenal


sesuatu yang tidak ditangkap oleh pancaindra secara yakin, maka mereka
berpendapat kepada penegasan kemungkinan ketiadaan wujud hakikat di balik
indra-indra itu.

48
Ini bukanlah sikap yang membutuhkan kecerdasan, melainkan lebih kepada alasan
atau justifikasi, dan bercirikan pemihakan. Mungkin lebih dekat kepada kejujuran
dengan dasar kemampuan pemikiran manusia terhadap investigasi --suatu
pengakuan bahwa kita tidak mampu sekalipun memberikan kemungkinan-
kemungkinan terhadap sesuatu yang gaib.

Ketika aku memegang pendapat ini, selama beberapa waktu, aku bisa mengira
bahwa suatu hari batas-batas sesuatu yang dapat kita ketahui bukanlah batas-batas
hakikat. Hal itu adalah keputusanku disertai keimanan. Dan, karena menyadari
keterbatasan kita dalam mengetahui segala sesuatu dengan yakin, karenanya aku
memilih sikap jiwa yang rendah hati daripada sikap sombong dan bodoh yang
dilakoni oleh penganut Agnotisisme, yang mementingkan keberanian dan
kepuasan diri, dan orang-orang yang biasanya hidup dalam keterasingan diri yang
kaku dan picik.

Dengan penuh kesadaran, aku menyerahkan diriku dan pikiranku kepada hakikat
yang lebih agung, yang aku rasakan bahwa aku tiada lain hanyalah bagian kecil
darinya. Aku serahkan diriku kepada Zat yang lebih besar dari para pembesar
dunia; Allah Yang Mahabesar dari segala apa yang mungkin kita bayangkan."

Ketika aku mengatakan hal ini, sungguh aku tidak ingin menggiring seorang pun
ke dataran licin dengan berusaha mengenalkan Allah dengan sifat-sifat manusia.
Jumlah bilangan al-Asmaul Husna, yaitu 99 itu adalah satu persoalan. Sedangkan,
terperosok dalam dataran waham (asumsi) bahwa nama-nama metaforis (majaz)
yang dibentuk dalam bahasa manusia yang bisa menyifati atau meringkas karakter
dan Zat-Nya adalah persoalan lain. Dengan kadar bahwa kita adalah tawanan dari
kamus yang kita buat sendiri, dengan kadar yang jelas dari kemampuan kita --
sekalipun dibantu wahyu-- nama-nama itu tidak mampu diketahui kecuali
beberapa percik dari hakikat Allah yang menyeluruh.

Apa pun yang kukatakan, sesungguhnya hanyalah sedikit dari yang banyak.

Kemenangan bagi Islam


(Bonn, 4 Juni 1983)

Ada suatu peristiwa paling utama bagi Islam di Jerman akhir-akhir ini, ketika guru
besar teologi Protestan, Dr. Paul Schwartznow, menyusun sebuah buku bertitel
"Al-Qur'an Sebagai Petunjuk Bagi Umat Kristen", Stuttgart, 1982. Dalam
bukunya, ia mengakui kebenaran Al-Qur'an, sekalipun ketika terjadi kontroversi
dengan injil.

Ia yang banyak berhutang budi terhadap pikiran-pikiran Karl Gustav Young


dalam bidang psikoanalisis, mengakui bahwa Al-Qur'an telah berhasil dalam
mendatangkan contoh-contoh asli yang bersesuaian dengan konsep "alam bawah
sadar sosial". Hal ini membawa ia untuk menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah

49
benar, sebuah wahyu murni bukan buatan manusia. Al-Qur'an sekalipun tidak
lepas dari kejadian-kejadian sejarah yang melingkupinya, namun ia tetap
independen dari konteks sejarah apa pun; tidak dibatasi waktu dan mengandung
hakikat inti. Paul mengumpamakan Al-Qur'an sebagai bola kristal yang
merefleksikan cahaya Tuhan dalam spektrum-spektrum yang tak terhingga.

Ringkasnya, ia mendapat hidayah bahwa Islam adalah agama dan akidah pertama
dalam mentauhidkan Allah dan karenanya yang paling tua dan paling dinamis --
dan jika tidak ada komentar lain pun, sungguh ini sudah cukup untuk menjadikan
Profesor Kristiani ini telah menyadarkan umat Islam akan hakikat agamanya.

Sudah barang tentu, ia tidak menerima konsep Trinitas yang mengimplikasikan


persatuan Almasih secara jasmaniah dengan Tuhan. Akan tetapi, ia berujar,
"Sesungguhnya Yesus yang dikenal sejarah tak mungkin menoleri penuhanan atas
dirinya."

Menurut sang pakar, dalam konteks ini kitab Perjanjian Baru telah mengalami
tahrif (distorsi) melalui penyelewengan penafsiran, jika bukan pemalsuan. Apa
ada yang lebih utama dari peristiwa tersebut, pada masa ini?

Bersih, Lebih Bersih, dan Paling Bersih


(Aachen, 16 Agustus 1983)

Tidak sekali seseorang merasa begitu jijik terhadap seseorang yang berasal dari
bangsa lain atau akidah lain, kecuali ia mengetahui bahwa ia bisa membedakan
baunya orang ini, tepatnya betapa busuknya si musuh ini.

Inilah perasaan orang Jerman terhadap orang Polandia dan Yahudi. Walaupun
banyak bukti di antaranya hasil polling pendapat yang menyatakan bahwa
kebersihan orang Jerman lebih dihubungkan dengan kebersihan trotoar jalanan
dan jendela rumah daripada kebersihan gigi mereka.

Pada saat ini, orang Jerman melakukan tindakan rasial terhadap buruh-buruh
Turki. Mereka (orang Jerman) melihat orang Turki berbeda dengan mereka.
Ringkasnya, menurut mereka, orang Turki kotor dan kumuh.

Orang Turki pun begitu. Mereka juga terjebak dalam kedengkian jiwa yang sama.
Mereka dengan penuh arogan memandang turis-turis Arab kaya yang "kotor"
memenuhi kamar-kamar hotel mewah di sepanjang selat Bosporus.

Sungguh, penyakit membanggakan ras ini menjadi bahan ejekan yang menarik,
terlebih jika umat Islam yang menjadi sasaran. Itu karena Islam sangat
memperhatikan kebersihan. Kenyataan bahwa seorang muslim diwajibkan shalat
lima waktu, sehari semalam. Itu mengisyaratkan ia mesti bersuci lima kali sehari -

50
-kain penutup kepala yang biasa dikenakan wanita Turki sesuai dengan syariat
Islam, ia mesti, mencuci rambutnya beberapa kali dalam seminggu.

Dengan jujur aku katakan, sungguh sudah seringkali kutemui orang-orang yang
membuat aku flu karena bau mereka yang menyengat di opera Paris, Lincoln
Center (New York), atau di Teater Nasional Munich. Sebaliknya, aku tidak pernah
menemui orang-orang yang semacam ini di masjid. Apakah ini tidak berarti
bahwa orang Islam jauh lebih bersih ketimbang orang Jerman?

Umat Islam Jerman


(Bonn, 14 September 1983)

Untuk yang kedua kalinya, Sekolah Diplomat Departemen Luar Negeri Jerman, di
Bonn, menggelar seminar tentang Islam dari berbagai sisi. Tema "Muhammad
sebagai Rasul" pernah diangkat dalam sebuah muktamar pada tahun 1980.

Pada tahun ini panitia seminar mengundang tiga tokoh muslim anak negerinya.
Mereka adalah Muhammad A. Hoboum, Rolf Abdullah Bernard, dan aku sendiri.
Dalam presentasi yang kuajukan, aku bersandar kepada salah satu buku dari dua
buah buku karanganku tentang peran filsafat Islam (Cologne 1985, ISBN 3-8217-
0043-2).

Ketika istirahat makan siang, kami membuat sedikit masalah karena menampik
menu daging babi. Apakah mereka masih tidak tahu bahwa mengkonsumsi daging
babi berbahaya dari segi kesehatan, karena daging itu tidak steril dari cacing pita.
Ia juga bisa meningkatkan kolesterol dan memperlambat proses pencernaan
makanan dalam tubuh --yang pada gilirannya bisa menimbulkan kanker lambung.
Serta menyebabkan tumor, luka eksim, dan rematik? Bukankah kita sudah cukup
menyadari bahwa virus influenza yang berbahaya itu bisa hidup di musim panas
berkat keramahan daging babi?

Amma ba'du, pada tahun 1985, dengan angka 80 juta, produksi daging babi
mencapai angka tertinggi dalam sejarah pasar-pasar Eropa Bersatu.

Jika seseorang tidak berhenti mengkonsumsi daging babi selama beberapa waktu,
ia akan kehilangan nafsu makan, dan akhirnya mual karena bau daging ini.
Sebaliknya, jika ia tidak makan daging babi maka mungkin perutnya akan
kesakitan.

Bukankah aneh bila Muhammad yang ummi, tidak pernah mendapat pengajaran
dan hidup di lingkungan yang berbeda, bisa memprediksikan itu semua? Tak ragu
lagi ia memiliki periwayat yang lebih pandai.

51
Tipuan Bahasa
(Bonn, 19 November 1983)

Seringkali kalangan fundamentalis Islam dituduh sebagai orang-orang yang suka


mendebat dan terlalu tekstual dalam menafsirkan Al-Qur'an. Otomatis tuduhan
bahwa kaum muslimin mengabaikan hakikat bahwa bagian besar dari Al-Qur'an
tidak bisa dipahami secara tekstual adalah dusta belaka. Mereka sungguh
mengetahui bahwa hakikat metafisika tidak sampai kepada kita, kalaupun sampai,
itu hanya dalam simbol-simbol bahasa yang bersandar dari pengetahuan intuitif
yang sangat terbatas sekali.

Sesungguhnya pengakuan bahwa wacana-wacana yang berhubungan dengan


persoalan-persoalan alam kauniyah dan ushuludin (teologi) dalam Al-Qur'an mesti
bersifat metaforis (kiasan) adalah suatu persoalan. Sedangkan, sangkaan bahwa
setiap orang bisa memahami makna-makna metaforis ini yang terdapat dalam
wahyu dengan yakin adalah persoalan lain. Kaum muslimin tentu saja menolak
adanya kemungkinan ini.

Menjadi jelas sekarang lewat para pakar analisis bahasa, seperti Fertez Mottner
dan Ludwig Fitzgenstein bahwa seluruh pikiran, mimpi, dan perasaan kita --yang
datang dari jalan intuisi atau ilham-- hanyalah sempurna jika itu terjadi dalam
kerangka-kerangka dan asosiasi-asosiasi yang dibatasi oleh bahasa kita.
Karenanya, tiada keraguan bahwa kata apa pun dari kata-kata bahasa sampai yang
kita sebut sebagai istilah "abstrak" sekalipun adalah hasil intuisi kita yang
ditransfer ke dalam kamus bahasa kita. Begitu seterusnya, sampai kita tidak dapat
mengatakan apa yang tidak mampu kita gambarkan, atau memikirkan sesuatu
yang tidak mampu kita capai dengan intuisi kita.

Dengan latar belakang seperti ini, kaum muslimin mempercayai bahwa hakikat-
hakikat metafisika tidak mungkin kita transfer sebagai bagian dari wahyu kecuali
dalam simbol majas (metaforis) dan tidak ada jalan yang kuat baik melalui logika
atau tasawuf untuk menembus makna-makna di balik teks-teks wahyu.

Kesimpulannya, jika di antara petunjuk kecerdasan adalah menghormati


keterbatasan intuisi manusia yang sempit --seperti yang dianut oleh pakar-pakar
kontemporer-- maka tidak bisa dikatakan bodoh kehati-hatian seseorang dengan
keraguan yang sama terhadap penafsiran metafisika apa pun seperti yang
dilakukan kaum muslimin.

Dalam menghadapi problema menghancurkan (tabdid) yang samar, yang


bertentangan (paradoks), dan makna-makna simbolis yang melingkupi sebagian
teks Al-Qur'an, maka kaum muslimin --dengan gaya filosofis-- adalah para
pengkritik secara mutlak terhadap perkara-perkara gaib para penganut aliran
agnostisisme dan para penganjur aliran semantik. [3] Hanya saja mereka
mengakui bahwa solusi filosofis dan intuisi-intuisi sufistis terhadap persoalan-
persoalan metafisika tidak lebih dari hasil kekurangan kamus bahasa kita; itu
hanyalah main-main.

52
Dan, jika kita menilai kaum muslimin dari sisi ini, apakah mereka tidak dianggap
orang-orang yang berpandangan jauh ke depan, bervisi jelas, dan berhiaskan
hikmah?

[3] Adalah aliran filsafat yang mengatakan bahwa istilah-istilah abstrak atau
kulliyat tidak mempunyai wujud yang hakiki. Ia hanyalah persoalan
penamaannya, lainnya tidak.

Ada yang Aneh dalam Hal Ini


(Bonn, 29 Desember 1983)

Betapa banyak orang yang berusaha menelusuri kehidupan Muhammad saw. dan
sejarah perjalanannya dari tahun 570 sampai 632 M. Dalam konteks ini, kita
dapati dua kitab yang menarik dari sejumlah kitab sirah (biografi Rasulullah).
Pertama, kitab klasik Sirah Rasulillah karya Ibnu Ishaq yang di-tahqiq oleh Ibnu
Hisyam pada tahun 200 H --diterjemahkan oleh Prof. Gouyum, Oxford 1955.
Yang satu lagi buku kontemporer yaitu Muhammad dan Kehidupannya yang
disusun dari referensi-referensi klasik (New York, 1983) karya Martin Lings.

Jika kita cermati dari pengaruh kecenderungan terhadap penilaian masalah dalam
kerangka mukjizat, selain lewat tuntutan-tuntutan loyalitas politik, maka jelas bagi
kita bahwa Nabi Muhammad --dari referensi-referensi ini-- adalah seorang
politikus yang hebat, berkepribadian kuat, berkarisma tinggi, dan memiliki
kemampuan taktis yang cemerlang.

Hal ini terbukti jika dilihat dari rentang waktu antara hijrahnya ke Madinah dan
futuh Mekah. Beliau adalah seorang jenderal yang prestasinya melebihi Karl Von
Clausewitz. [4] Pada saat itu, Muhammad berhasil --dengan kecerdasannya yang
luar biasa-- menerapkan dasar-dasar peperangan, baik dari segi ekonomi maupun
mental prajurit. Beliau juga sukses menggunakan negosiasi gencatan senjata
sebagai alat politik luar negeri.

Penerimaan beliau terhadap Perjanjian Hudaibiyah yang sempat menimbulkan


kekhawatiran di kalangan para sahabat merupakan manuver diplomasi tingkat
tinggi. Karena itu, orang-orang Mekah segera menyadari bahwa mereka telah
menjerumuskan diri mereka ke dalam penyerahan pada masa yang akan datang.

Dengan kejeniusan yang sama, Muhammad berhasil mempersatukan dua kekuatan


Madinah, Islam dan Yahudi dalam "Deklarasi Madinah" yang terkenal itu.

Jika seseorang mengambil pelajaran dari kesuksesan beliau di bidang


perdagangan, kebijaksanaannya sebagai hakim, kemampuan retorikanya, dan
ketinggian sastranya, maka ia dengan segera akan mendapatkan dirinya tak
mampu menjelaskan bagaimana hal-hal itu menghiasi diri pribadi seorang Arab,

53
yang tak pernah mendapat pengajaran (ummi) dan berdomisili di masyarakat yang
dianggap terbelakang?

Ada yang aneh dalam hal ini. Tampaknya, ada campur tangan Illahi.

[4] Karl Von Clausewitz adalah seorang Jendral Prusia. Ia pernah menjabat
sebagai Direktur Akademi Militer di Berlin. Bukunya yang bertitel Tentang
Perang mendapat penghargaan tinggi dan dianggap sebagai referensi militer
utama.

Pluralisme dalam Islam


(Luterzbach, 16 Februari 1984)

Sudah lewat setahun sejak Ahmad Von Denver menerbitkan "Beberapa Risalah
Untuk Saudara-saudaraku" yang berisi 12 risalah. Dalam risalah "Menuju
Masyarakat Muslim", ia mengkomparasikan antara ajakan untuk melaksanakan
ajaran-ajaran Islam dan akidah, sebagai prioritas utama dan usulan-usulan terbatas
tentang bagaimana sampai secara individual, langkah demi langkah, menuju taraf
kesempurnaan dalam masyarakat Islam (atau bisa juga disebut ukhuwah
islamiyah).

Tema yang difokuskan oleh Ahmad, sebagaimana terdapat dalam Al-Qur'an


berkaitan dengan fenomena munafik.

Upaya-upaya ini punya akar yang dalam. Sepanjang sejarah Islam, pemuda
muslim mendirikan organisasi-organisasi rahasia yang kadang-kadang
menjalankan gerakan tutup mulut dan menggunakan sistem kelompok.

Karena kenaifan manusia dan mengakarnya rasa ego, maka tidak mudah
mewujudkan kemajuan di bidang agama, pada saat Ignatius Alioly dan Vladimir
A. Lenin sukses menguasai dunia dengan menciptakan krisis-krisis.

Sungguh bertambahnya kesempatan-kesempatan Islam di Barat, tidak hanya


terhenti dalam tataran pengalaman ajaran-ajaran agama secara kaffah saja, namun
lebih dari itu, juga menuntut keahlian-keahlian manajemen, khususnya di bidang
pangan, organisasi, dan transportasi.

Hari ini kami bertemu dalam suatu lesehan di Darul Islam, di desa kecil yang
terletak di selatan Frankfurt, untuk mendiskusikan bagaimana mengusahakan
pengakuan Islam secara resmi di Jerman.

Pengakuan resmi merupakan syarat penting untuk menyebarkan pengajaran Islam


di sekolah-sekolah dan untuk mengumpulkan pajak-pajak, seperti yang didapatkan
gereja melalui instansi keuangan negara. Dalam merealisasikan syarat penting ini,
Islam dituntut untuk bersatu di Jerman.

54
Seseorang tidaklah bersalah dalam memahami keinginan pemerintah Jerman
dalam berinteraksi dengan satu mitra yang kuat. Inilah letak masalahnya.

Umat lslam --seperti halnya orang Arab-- mewakili kelompok-kelompok yang


masing-masing berkeinginan keras untuk independen dan memainkan pluralisme
dengan cara yang tidak mungkin ditolerir atau dibiarkan oleh gereja. Bisa jadi,
rasa tidak senang ini timbul karena Islam tidak mengenal praktik ritus-ritus suci.
Hal ini seperti yang terdapat dalam agama Kristen, sekaligus dengan tuntutan-
tuntutan kependetaan dan keuskupan --praktik-praktik ritus suci dan hierarki
kependetaan seringkali digunakan untuk memperkuat persatuan dan kedisplinan.

Islam menyatakan meskipun hal itu dalam sistem khilafah --sampai beberapa
waktu setelah PD II usai-- toleransi yang besar dalam masalah-masalah penafsiran
dan yang berkaitan dengan ushuluddin (teologi).

Sudah tentu, vonis murtad terhadap seorang muslim selama berpegang teguh
terhadap dasar-dasar Islam dan mengakui keislamannya adalah di antara faktor-
faktor penting yang mempengaruhi terciptanya situasi ini.

Karena, jarang kita temui pelarangan kegiatan-kegiatan kelompok yang


mengatasnamakan Islam secara resmi, seperti yang terjadi terhadap kelompok
Ahmadiyah di Pakistan.

Umat Islam selalu memandang kemajemukan mereka sebagai sumber kekuatan,


bukan sumber kelemahan. Hal itu bisa dipahami, karena latar belakang lahirnya
empat mazhab, tarekat-tarekat sufi (seperti Qadiriyah, Baktasyiah, dan
Naqsyabandiah) dan kelompok-kelompok keagamaan (seperti Syiah dengan
segala ordonya).

Di Barat friksi umat Islam menjadi beberapa kelompok, semakin bertambah atas
dasar keanggotan ganda dan bahasa. Hasilnya adalah kombinasi acak-acakan dari
oraganisasi-organisasi, budaya-budaya, dan akidah-akidah Islam di bawah kubah
besar Islam.

Jika kelompok-kelompok ini memperhatikan saran Ahmad Denver, maka umat


Islam di seluruh negara. Eropa dan Amerika Utara akan segera menyadari bahwa
mereka menumpang kapal yang sama dan menuju arah yang sama.

Nabi Amerika
(Washington, 26 Mei 1984)

Ketika konferensi musim semi Menteri-menteri Luar Negeri NATO berlangsung,


kami menginap di Hotel Marriot Washington, milik keluarga Mormon. Itulah
sebabnya terdapat "Kitab Mormon Gereja Yesuit Untuk Pendeta-pendeta
Kontemporer" di laci meja samping tempat tidur. Semestinya teks-teks yang

55
tertulis dalam bahasa Taurat, yang ditemukan oleh Joseph Smith di Almira, New
York, pada tahun 1830 disalin di atas lembaran-lembaran emas (lantas lenyap
segera setelah ditulis).

Hari ini kami dapati berjuta-juta manusia mengimani "wahyu Amerika" ini,
ditambah dalil baru bahwa tidak ada sesuatu yang begitu bodoh, kecuali ia telah
menemukan orang yang mengimaninya.

Tentu saja kita tidak membandingkan antara Islam yang hanif dan dongeng-
dongeng khayalan tersebut. Oleh karena, Islam tidak pantas dibanding-
bandingkan.

Kitab itu aku kembalikan ke tempatnya semula, lalu kuhamparkan sajadah yang
kubeli dari Kenya. Kemudian, segera kulaksanakan shalat isya sebelum aku
terlelap dalam tidur yang nyenyak, setelah perjalanan sepuluh jam melintasi benua
yang melelahkan.

Khitan
(Istambul, 9 Juli 1984)

Sungguh operasi khitan buat orang dewasa bukanlah hal yang mudah, walaupun
yang menjalankan operasi adalah ahli bedah rumah sakit modern di Nesantas.

Pada saat yang sama, khitan mengandung makna simbolis yang dalam yang
membawa seseorang melintasi rangkaian zaman yang panjang kembali ke masa
Nabi Ibrahim, 3000 tahun yang silam. Khitan mencerminkan bahwa memeluk
Islam adalah keputusan yang tidak bisa diutak-atik. Keadaannya sama seperti
keadaan anggota tubuh lainnya yang berarti manusia tidak berhak untuk
mengubahnya.

Tradisi khitan tidak diisyaratkan dalam Al-Qur'an. Ia adalah tradisi yang


dibumikan oleh Taurat, lalu tradisi ini dipelihara oleh Islam dalam kerangka adat
kebiasaan yang sehat dan terpuji, seperti memotong rambut dan kuku. Karenanya,
kewajiban dalam memasyarakatkan tradisi khitan mempunyai akar yang panjang
dan dalam.

Adapun alasan-alasan yang dikemukakan orang-orang tua zaman sekarang tidak


lebih dari alasan praktis, kesehatan, dan seksual --selain alasan-alasan lahir

56
Anekdot
(Istambul, 15 Juli 1984)

Walaupun Islam memerangi segala bentuk klenik, namun seseorang pasti sedang
berilusi, jika ia meyakini bahwa negeri-negeri Islam tidak mengenal "mata
kedengkian", kekuatan sihir, dan para penyihir wanita yang menghembuskan
buhul-buhul, sebagaimana diisyaratkan dalam surat al-Falaq.

Sesungguhnya pengharaman Al-Qur'an terhadap ramalan terhadap hal-hal gaib


tidak melemahkan adat membaca nasib orang dari dasar "cangkir kopi" yang
kebanyakan orang hampir mempercayainya.

Sekalipun kebanyakan orang-orang sekuler Turki telah jauh dari Islam, namun
mereka tidak mampu mengatasi kelemahan mereka dalam menghadapi praktik-
praktik khurafat. Seakan mereka menegaskan ungkapan, "Di mana iman lenyap,
di situlah khurafat eksis."

Anehnya, sebagian praktik --yang mendekati sihir-- telah menyusup ke dalam


tubuh Islam sendiri, akibat kerancuan pemahaman terhadap surat Yasin di mana
termasuk yang diyakini bahwa membacanya --terlebih lewat seorang perantara
baik dihadiahkan untuk yang hidup maupun yang telah mati-- mempunyai faedah
yang mujarab. Tetapi, bagaimana keadaannya jika seseorang menjadikan surat ini
atau ayat lain sebagai jimat? Bukankah hal ini dianggap menghadapi qadar
sebagai senjata melawan kehendak Tuhan?

Di Turki ada beberapa wanita yang mengasamkan susu yang telah dijampi dengan
surat Yasin dan menjadikannya sebagai obat atau penolak hasad seseorang (mata
kedengkian).

Manusia menurut tabiatnya cenderung kepada hal-hal yang tidak mengenal kata
"capek" untuk mempermainkan nasibnya dan nasib orang lain, mengetahui
keadaan masa depan, dan untuk menundukkan kekuatan gaib.

Sayang sekali Islam belum mampu memberantas kerusakan ini. Apakah Al-Qur'an
mesti mengulang lebih dari yang ia telah lakukan bahwa tidak ada seorang pun
yang mengetahui kapan kiamat terjadi. Dia-lah yang membalas dan menghukum
dengan kehendak-Nya dan tak ada yang mampu memberi syafaat tanpa seizin-
Nya?

Apakah sebagian orang memandang agama Islam telah berlebih-lebihan dalam


rasionalitasnya? Apakah sebagian umat Islam merindukan melihat tuhan
Bizantium yang dilukis pada dinding mosaik emas? Atau, tuhan disalib yang bisa
disentuh? Atau, tuhan anak yang tidur di keranjang bayi? Auzubillah, aku
berlindung kepada Allah.

57
Istigfar Ketika Menang
(Roma, 15 Oktober 1984)

Di tengah-tengah perjalanan pulang dari ceramah yang kusampaikan di akademi


pertahanan yang berada di bawah naungan NATO tentang "Opini Umum dan
Pertahanan", aku mendapatkan waktu luang di Bandara Fiomichino untuk
menelaah surat al-Nashr (surat ke-110). Dulu aku pernah mengenal teks dan
makna surat ini, namun aku khawatir salah mengucapkannya. Lain, aku segera
menemui lelaki yang bertopi tarbusy ala Tunisia di ruang pemberangkatan sambil
mengucap salam, "Assalamu'alaikum."

Ketika ia mengetahui maksudku, ia segera membaca surat al-Nashr, "Jika datang


pertolongan Allah dan kemenanganNya....", seakan-akan ia sudah menunggu
permintaan ini dariku.

Sesuai dengan ayat terakhir surat ini, Allah memerintahkan umat Islam agar tidak
diliputi rasa bangga yang berlebihan saat kemenangan menghampiri, bahkan
diperintahkan agar beristigfar dengan penuh khusyu.

Betapa mencengangkan prinsip ini. Sejarah diplomasi akan berbeda seandainya


para politikus memegang teguh nasihat ini, "Bukankah Perang Dunia II bisa
dihindari, apabila Clemenso dan Juan Care sungguh-sungguh melaksanakan isi
surat al-Nashr pada tahun 1919 daripada membalas dendam kepada Jerman?"

Sekilas tentang Deonisius


(London, 24 Oktober 1984)

Paman Hugo Paul, pendiri aliran "Dadaism" [5] di Zurich, setelah Perang Dunia II
usai, tidak menyandarkan kemasyhurannya dalam kapasitasnya sebagai penyair
yang memakai metode persesuaian rima semata. Namun lebih dari itu, ia
melakukan kritik sastra yang mendalam terhadap masyarakat masa lain dan masa
kini. Di antara karyanya, "Kritik terhadap Kalangan Cendikiawan Jerman" (Bern
1919), "Hasil-hasil Reformasi" (Munich 1924), dan "Lari dari Zaman" (Munich
1927).

Termasuk yang sering disebut adalah sumbangannya yang berharga dalam teologi
lewat bukunya Kristen Bizantium yang dirilis pada tahun 1923 di Munich (edisi
kedua tahun 1979).

Buku ini menceritakan Deonisius, seorang pendeta aneh penyusun ketuhanan


malaikat, yang dianggap orang-orang pada zaman pertengahan semasa dengan
Pendeta Petrus dan pada gilirannya saksi pertumbuhan Kristen. Karena sebab ini

58
dan sebab pengaruh tulisan-tulisannya, maka ia mendapat persetujuan (justifikasi)
dari Pendeta Thomas Aquaweiney.

Pada saat pengetahuan kita terhadap pribadi Deonisius berkurang --yang


kemudian disebut Deonisius terdakwa-- pengetahuan kita bertambah terhadap
sumber-sumber tulisannya lebih dari yang disampaikan oleh Pendeta Thomas
Aqueney. Siapa pun Deonisius ini, ia hidup di pengujung abad ke-5 dan awal abad
ke-6. Dia sangat terpengaruh oleh Brocleus, sampai-sampai ia menjadi pendukung
aliran neo-Platonisme dan menempuh metode Gnostisisme.

Deonisius telah menyembunyikan "ketuhanan batin" dan yang mengandung


renungan-renungannya dalam lapisan bangunan alam --pihak gereja segera
menerimanya di antara ajaran-ajaran pertamanya 600 tahun setelah wafatnya
Almasih.

Deonisius, sebagai sufi Yunani, mempunyai kepentingan khusus bagi para pelajar
akidah Islam, jika mereka ingin mendalami beberapa segi sufisme Islam dan
mazhab Syiah, khususnya pada konsep-konsep yang berkaitan dengan "cahaya",
"ilham", "TuhanYang Mahatinggi", "jiwa sufi" dan "persatuan dengan Allah".

Sebagai penghormatan terhadap Deonisius, kita kutip dialognya yang pertama


kepada Gaeos, "Sesungguhnya konsep hakiki terhadap Allah adalah penyerahan
diri akan ketidaksanggupan dalam menggambarkan-Nya", dan "Jika seseorang
mengklaim bahwa ia telah melihat Allah dan mampu memahami apa yang ia lihat,
maka sebenarnya ia tidak melihat-Nya, karena zat-Nya jauh dari pencapaian
segala pengetahuan dan semua wujud. Ia melampaui di atas pengetahuan dan
pemikiran keadaan-Nya karena zat-Nya lebih luhur dari segala makhluk.
Karenanya, ketidaksanggupan yang sempurna dalam menggambarkan-Nya
(tashawur) adalah tashawur hakiki baginya."

Hugo Paul juga berhasil membuktikan bahwa Deonisius telah menyelesaikan


banyak teori dan konsep yang diambil dari sihir teori Gnostisisme, serta
mempercayai kekuatan tersembunyi, dan menundukkannya untuk dikuasai
manusia. Di antara ritual-ritual penyembahan cahaya ala Persia yang menyerupai
ibadah-ibadah rahasia yang dalam, yang berkembang ke teori-teori alam yang
asing, khususnya yang berhubungan dengan karakter, kedudukan, jumlah, tugas,
dan tingkatan-tingkatan piramida malaikat.

Pandangan ini memberi pengaruh yang membekas terhadap dunia Kristen-sampai


saat ini --apalagi bertolak dari asumsi bahwa materi secara umum dan aspek
esoteris (rasa) dalam diri manusia secara khusus. Ia mencerminkan sisi yang
merosot, bahkan yang jelek dari manusia. Konsep "Mani" ini dan penambahan
karakter setan atas alam sebagai titik tolak konsep (tashawur) adalah tangga-
tangga tertinggi atas tingkatan-tingkatan yang lebih luhur yang bisa dicapai oleh
manusia menuju kemurnian dan kesucian.

59
Sungguh semua teori-teori tersebut mendekati penafsiran-penafsiran yang
dikemukakan oleh Abu Hamid al-Ghazali yang didasarkan atas surat an-Nur ayat
35, sedangkan "alim besar" ini sendiri adalah cahaya abad ke-11.

Banyak kalangan yang mengomentari kitab-kitab filosof yang multibakat ini


sebagai ahli hukum, serta pakar teologi yang memberantas pemikiran metafisika
"kerancuan para filosof" dan yang sangat berharga, yaitu Ihya Ulumuddin dan
yang berbau rasional i'tirafat (pengakuan-pengakuan). Kitabnya yang berjudul
Misykat an-Nur menunjukkan bahwa al-Ghazali adalah seorang sufi.

Hari ini, kutemukan edisi terjemahan kitab ini di pameran kitab-kitab Islam di
Seven Sisters Road London, yang dilakukan oleh W. Gerdner yang memberiku
inspirasi di ruang tunggu Bandara Heathrow.

Al-Ghazali, melalui ketajamannya terhadap pandangan-pandangan Gnostisisme


dan neo-Platonisme yang mirip dengan pemikiran Deonisius, telah berhasil
menafsirkan kata-kata yang samar dan pelik dalam Al-Qur'an.

Dari sini kata roh, apakah ia dipahami sebagai jiwa atau makhluk rohani, ilham
ilahi, ataukah roh itu berjasad sebagai roh suci?

Kata mutha, apakah ia berarti Jibril yang oleh Plato diartikan pencipta alam materi
--artinya yang melaksanakan perintah Allah dalam penciptaan alam, bukan yang
menguasai atas makhluk semata-- ataukah ia emanasi pertama?

Kata al-Kalimah, bisa diambil dari makna literalnya, yakni kalimat atau
personifikasi kata Allah, roh alam, ataupun emanasi.

Kata al-Amr, apakah yang dimaksud dengannya perintah Allah atau perintah
penggerak pertama dalam penciptaan alam dengan izin Allah?

Kata an-Nur, apakah ia 'cahaya' menurut makna literalnya; ia berarti 'zat' Allah;
Muhammad atau pencipta alam materi menurut neo-Platonisme?

Dalam upaya penafsiran istilah-istilah Al-Qur'an, konsep ini tampak menjadi


pusat pertemuan aliran Gnostisisme dan neo-Platonisme dalam upaya men-
tashawur-kan Allah SWT sebagai yang teragung, yang tidak berubah dan yang
lebih luhur dari yang menyibukkan diri dalam proses penciptaan itu sendiri. Ia
hanya diikat ke tingkatan yang paling rendah sebagai "penggerak pertama".

Hal ini tidak menuntut banyak khayalan untuk mengetahui bahwa penglihatan-
penglihatan batin al-Ghazali melalui pengujian aspek kosmologi telah membawa
ia dekat dengan konsep "anak Tuhan", yang hampir-hampir merusak dasar Islam
yang terpenting, tauhid, yakni memastikan pengesaan Allah.

Al-Ghazali telah menampakkan sementara waktu seakan-akan ia menyepelekan


kaidah dasar dalam penafsiran istilah-istilah Al-Qur'an, sebagaimana yang
diisyaratkan dalam surat Ali lmran, ayat 7.

60
Allah berfirman, "Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepada kamu.
Di antaranya (isinya) ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-
Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam
hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat
yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya,
padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah... "

Dan, jika Anda memberitahukan padaku tentang hubungan antara seorang sufi
muslim, penganut aliran neo-Platonisme Yunani-Persia, dan penganut aliran
Gnostisisme, maka aku akan memberitahukan keyakinanku kepada Anda
pandangan-pandangan mereka semua.

[5] Dadaism adalah aliran dalam seni dan sastra. Tersebar di Swiss dan Prancis
sekitar tahun 1916-1920. Aliran ini berciri khaskan kebebasan format lepas dari
ikatan-ikatan tradisional.

Mereka Pikir Aku Bergurau


(Brussel, 27 November 1984)

Hari ini, dalam kapasitasku sebagai Ketua Konferensi Tahunan NATO untuk
Direktur-direktur Penerangan di Kementerian Pertahanan, aku mempresentasikan
secara detail kepada para peserta tentang arah-arah opini umum pada golongan
menengah.

Aku berupaya menuju titik-titik perubahan bertahap dalam sadar, khususnya di


antara generasi mendatang. Aku banyak menilai di antara mereka memegang
teguh idealisme, cenderung pesimistis, dan mereka mendukung nilai-nilai masa
era pasca materialisme. Mereka juga mengungkap kebutuhan mendesak mereka,
khususnya terhadap kebersamaan dan persiapan untuk mengikuti secara moral
terhadap kepemimpinan-kepemimpinan yang kuat. Hal ini tampak jelas pada rasa
menyerah di setiap pementasan musik yang diisi dengan dansa rock 'n roll.

Mayoritas anak-anak muda itu melukiskan bahwa mereka terkena depresi dan
mengalami kegoncangan emosi. Kepercayaan mereka terhadap demokrasi,
lembaga-lembaga pemerintahan, kekuasaan-kekuasaan umum dan khusus, secara
umum terguncang. Itulah sebabnya pandangan masa depan mereka diliputi
keraguan yang membahayakan.

Dalam presentasiku, kutunjukan bahwa fenomena-fenomena ini hanyalah puncak


gunung es yang di bawahnya tersembunyi kebobrokan-kebobrokan sosial, dan
kultural yang diprediksi sejak lama oleh para pemerhati sosial yang sadar di
Universitas Harvard, seperti Daniel Bell dalam bukunya "Paradoks Kebudayaan
dalam Kapitalisme", dan Profesor Leo Mollan dari Belgia dalam bukunya
"Konspirasi Eropa".

61
Aku memperkuat analisis-analisis mereka tentang era sekarang, yaitu era ledakan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Disebutkan, "Sesungguhnya masyarakat Barat
yang bercirikan demokrasi, undang-undang, dan kemajuan teknologi, artinya
masyarakat yang telah mencapai era industrialisasi dan kapitalisme hanyalah
berhutang budi dalam perkembangannya dalam menghormati nilai-nilai Yahudi-
Kristen, dan penerapannya dengan cara yang telah dipengaruhi oleh faktor-faktor
humanisme dan liberalisme. Nilai-nilai ini menemukan kaidah-kaidah dasarnya
dalam ideologi-ideologi dan teori-teori agama yang satu bentuk dalam jiwa
kemanusiaan, persaudaraan, dan Kristus, "wasiat Tuhan" untuk memakmurkan
bumi dan keutamaan-keutamaan. Hal itu seperti kerja keras, hemat, dan dana
penangguhan.

Jelaslah sekarang bahwa kemajuan ekonomi di Barat hampir memusnahkan atau


meracuni dirinya sendiri setiap kali mencapai kesuksesan. Karena, setiap kali taraf
kehidupan meninggi dan kemakmuran bertambah, maka sistem ini berjalan
menuju erosi fundamen-fundamen yang sampai saat ini masih mampu
meneguhkan pilar-pilar pendukungnya.

Dalam proses ini, nilai-nilai yang telah mengakar menuju penyimpangan. Bisa
saja individu menuju alienasi diri (terasing), stabilitas menuju kekacauan,
toleransi menuju marginalisasi nilai-nilai, keseimbangan menuju memegang teguh
tradisi, kemakmuran menuju pemujaan materi, kerja keras menuju konsumerisme
berlebihan, hemat menuju gila kerja, kompetisi menuju persaingan abadi,
perasaan menuju kegelisahan, persaudaraan menuju keseluruhan, persamaan
menuju perendahan, rasa percaya kepada Tuhan menuju rasionalisme yang butuh
untuk disegerakan.

Singkat kata, aku menguraikan karakter-karakter asosiasi paradigma yang


menyusupi dunia barat. Dan, aku mempertanyakan seandainya instrumen-
instrumen demokrasi kita menikmati kedinamisan dalam menghadapi perubahan-
perubahan ini? Apakah Barat menjadi korban keelastisannya sendiri?

Ketika para direktur penerangan "pemberani" yang sedang mengelilingi meja


tidak mampu menjawab, mereka dilanda kesunyian yang panjang dan
menyulitkan. Mereka tidak berjanji untuk mendengar analisis problem hubungan
masyarakat yang menjadikan penguasaan atas kebobrokan agama di Barat sebagai
topik utama.

Salah seorang wakil mengumpulkan keberaniannya, dan bertanya apa ada


kesempatan agama bangkit kembali di Barat? Aku menjawabnya, aku tidak
melihat kesempatan yang memungkinkan bahwa gereja-gereja saat ini
memanfaatkannya untuk mengembalikan kepercayannya di hadapan generasi
muda. Aku juga menafikan kemungkinan pembentukan ideologi baru yang
bersandar pada instrumen-instrumen sosiologi semata.

Kutambahkan, "Sebagaimana kubuktikan dakwaan apa yang dituduhkan terhadap


'gereja-gereja pemuda rahasia' dan kelompok-kelompok pemuda, maka
sebenarnya generasi ini merasakan kebutuhan yang mendesak terhadap pilar-pilar

62
ideologi dan agama. Harapan ini masih hilang pada saat ini --karena pemuda
masih pesimis terhadap alternatif-alternatif Marxisme dan aliran figur legendaris.
Bersamaan dengan itu, maka tidak jauh bila kebutuhan mendesak akan
pengamalan agama menemukan sesuatu yang pernah mereka rasakan. Mereka
menemukan terapi penyembuhan dari kejahatan-kejahatan materialisine, pengikat
rasa persaudaraan, penghapus lapisan otoritas keagamaan (Kristen), dan yang
mampu dengan kewajarannya bahwa yang menjadi agama fitrah adalah Islam."

Para peserta konferensi menganggap apa yang kusampaikan tadi sebagai guyonan
walaupun aku sendiri tidak main-main.

Wanita Menurut Islam


(Luterzbach, 24 Desember 1984)

Para pemuda muslim Jerman yang baru saja memeluk Islam berkumpul di Darul
Islam, sebagai persiapan untuk menunaikan ibadah umrah. Situasi tampak tegang
karena Kedutaan Arab Saudi belum memberikan visa masuk untuk beberapa
wanita. Alasannya, mereka belum bersuami atau tidak di dampingi mahram,
karena orangtua dan saudara-saudara mereka belum memeluk Islam.

Penolakan pemberian visa masuk mereka oleh pihak Kedutaan Arab Saudi
didasari kekhawatiran pergaulan bebas antara pria dan wanita.

Juga karena manasik haji dan umrah tidak membolehkan keikutsertaan wanita
lajang selama tidak di dampingi oleh mahram. Kaidah tersebut mempunyai
alasannya sendiri mengingat kondisi yang sulit dalam hal transportasi, konsumsi,
dan iklim sewaktu haji. Adapun situasi zaman sekarang, kaidah dasar ini
kehilangan salah satu rukun terpentingnya --para pakar fikih zaman dulu belum
memprediksikan adanya seorang wanita sendirian yang akan berangkat haji dalam
keluarganya.

Kementerian Luar Negeri Arab Saudi --berkat bantuan Muhammad Shiddiq al-
Duubah, seorang imam yang kini berkewarganegaraan Jerman dan pernah belajar
di Madinah-- berhasil menemukan jalan keluar dari krisis ini dengan memberikan
izin kepada sebagian calon haji wanita yang sudah lanjut usia, setelah beberapa
kali penundaan untuk bergabung dengan jemaah di Mekah.

Orang-orang nonmuslim seperti biasa tidak yakin akan kemungkinan pemberian


izin bagi wanita untuk masuk ke dalam masjid atau pergi haji. Bahkan, seseorang
kadang-kadang menemui orang-orang yang mempercayai mitos tentang
menurunnya gairah dan kebugaran wanita muslim.

Betapa jauhnya orang ini dari kebenaran. Aneh sekali mitos-mitos ini masih eksis,
bahkan berhadapan dengan dalil-dalil yang menyingkapkan kesalahannya.

63
Sungguh wanita dalam Islam tidak hanya menikmati kegairahan saja. Ia berdiri
berdampingan dengan pria dalam posisi yang sama menurut agama. Karenanya,
wajib baginya jika mampu melaksanakan ibadah haji. Jika benar bahwa wanita
tidak boleh bercampur dengan pria selama mendirikan shalat di masjid, maka
situasi demikian mirip dengan posisi wanita Katolik yang duduk di barisan kiri
bangku-bangku gereja.

Menurut David Lung, penyusun buku "Ibadah Haji Hari Ini" (Albania, New York,
1979), pada tahun 1972, jumlah umat Islam yang menunaikan haji mencapai
479.399 jiwa, sedangkan 170.864 jiwa, atau 34,6% diantaranya adalah wanita.

Di bidang-bidang yang lain seperti hukum --wanita telah menikmati-- menurut


syariat Islam sejak 1400 tahun yang lalu, kedudukan hukum yang tidak diperoleh
oleh saudari-saudari mereka dari Eropa, kecuali dengan susah payah pada abad
ke-20 ini.

Sebagai contoh mengenai nikah. Nikah menurut Islam tidak mengandung


pengaruh negatif apa pun terhadap hak-hak milik istri. Hal itu karena, ia sendirilah
yang bertanggung jawab dalam mengatur barang miliknya sebelum nikah, dan
mendayagunakan dengan cara yang ia sukai. Sungguh, perbedaan antara barang
milik suami-istri -sebagai ganti dari perlindungan suami-- yang dianggap sebagai
prestasi baru di Eropa telah mencerminkan kedudukan hukum dalam rentang
waktu yang panjang dalam syariat Islam.

Jika benar bahwa anak lelaki mendapatkan bagian yang lebih besar daripada
wanita dalam kasus waris, hal ini karena hanya suami yang dituntut untuk
memberi nafkah keluarganya. Dan, jika sang istri tidak mampu menyusui bayinya,
maka ia berhak memaksa suaminya untuk memakai jasa wanita pemberi susuan.
Istri adalah pemilik keputusan akhir dalam pendidikan anaknya. Ia juga bisa
menuntut talak dari suaminya.

Seorang wanita muslimah juga tidak terlarang --dari segi prinsip dasar-- bekerja di
bidang-bidang yang sesuai dan proporsional. Para muslimah tempo dulu ikut
berperang sebagai pembantu dalam Perang Uhud (tahun 627 M). Bahkan, Siti
Aisyah (istri Rasul) memimpin Perang Jamal (656M).

Ada beberapa topik yang terbuka untuk didiskusikan seputar persamaan wanita
dalam Islam, walaupun aku yakin wajib atas si pengkritik melihat fakta-fakta yang
aku tolak sebelum secara frontal menyerang Islam dengan dalih pembebasan
wanita.

64
Mengapa Para Sufi Tergelincir
(Aschaffenburg, 26 Desember 1984)

Idris Shah menyadari, sama halnya dengan para sufi bahwa hanya dengan
membaca buku-buku (tentang sufi, pen.) tidak membuka pintu bagi seseorang
untuk berjalan di jalan tasawuf. Namun demikian, ia berhasil menyusun buku
demi buku yang bermanfaat tentang hikmah para Darwisy dan Majusi. Tulisannya
juga mampu menyingkap tarekat-tarekat tasawuf yang terkenal melebihi susunan
para pakar sejarawan tasawuf, khususnya buku "Dimensi-dimensi Tasawuf dalam
Islam" (Shebi Hall;1975) karangan orientalis Barat spesialis bidang ini, Prof.
Annemarie Schimmel (guru besar Universitas Bonn dan Harvard).

Sungguh bisa dianggap baik, pendapat yang mewajibkan agar para pengkaji
tasawuf bersikap skeptis total terhadap Allah dalam validitas logika manusia, dan
pemikiran rasional sebagai instrumen untuk pengetahuan metafisika. Pada saat
yang sama, maka pintu masuk yang buntu bukan alternatif masuknya lorong
buntu. Dan, menerima bahwa penggunaan pendekatan rasional untuk
memecahkan problematika alam wujud tidak representatif, tidak lain berarti
penggunaan pendekatan irasional menjadi lebih banyak.

Sebaliknya, konsep tasawuf tidak berhasil pada bidang yang intuisi gagal
mencapainya. Karena konsep tasawuf, pada gilirannya, tidak lain daripada hasil
produk pengetahuan intuitif.

Tidak ada manfaat yang bisa diharapkan dari baik pengalaman yang cukup selama
kita tidak mampu mengartikulasikannya dengan bahasa kita. Oleh karena itu,
sampai suasana-suasana ilham yang timbul dari kalbu seseorang sufi tidak
mungkin dibatasi, atau ditetapkan kejadiannya, kecuali dalam batas-batas
kerangka sempit pemahaman-pemahaman kebahasaan yang bersumber dari
pengalaman intuitif kita. Dengan ungkapan lain, jalan kesufian bukan alternatif
sama sekali.

Tidak ada jalan di hadapan kita di luar batas-batas instrumen intuisi kita. Juga
tidak ada rasional atau irasional yang lepas dari intuisi. Juga tidak ada ilham yang
bebas dari asosiasi-asosiasi makna yang terbatas sebelumnya --yang timbul dari
kosakata-kosakata bahasa yang kita buat sendiri.

Walhasil, tidak ada jalan untuk meneliti hakikat fundamental tentang sesuatu yang
diyakini oleh seorang sufi bahwa ia benar-benar melihat dengan mata batinnya
atau ia mendengar dengan telinga batinnya. Para sufi berasumsi bahwa mereka
mampu menyingkap para dajjal dengan mudah, dan manusia pada umumnya.
Sambil dituntut untuk menyingkap obat penawar segala penyakit dan melihat
keajaiban-keajaiban. Mereka membuat sendiri para penghubung mereka --sebutan
terhadap wali-wali saleh di Maroko yang mampu menggantungkan gunting-
gunting di atas kuburan mereka; jika para ahli hikmah karismatik muncul
sebenarnya.

65
Keraguan yang berlebihan menjadi hal biasa setiap kali seorang sufi hendak
menyatu (ittihad) dengan Allah. Karena hal ini bisa membawa dia pada waham
(prasangka) wihdatul wujud dalam dirinya, sementara Allah, menurut Islam,
Mahatinggi.

Sungguh, hal ini termasuk syirik yang bersandar pada konsep wihdatul wujud
yang timbul dari keinginan manusia, karena bersatu dalam tataran ilahiah sebelum
waktunya, cukup membangkitkan kekhawatiran. Lebih buruk lagi, para sufi
berasumsi bahwa sebagian mereka --dengan mendisiplinkan diri pada tarekat yang
benar dalam beribadah-- mampu mencapai makrifat lewat ilham khusus dengan
cara yang lebih utama daripada wahyu Allah yang diturunkan kepada para nabi.
Ini adalah bentuk ekstrem yang bisa meningkat ke taraf kekufuran.

Sungguh, pria dan wanita --sebagaimana diciptakan oleh Allah yang


Mahasempurna-- bukanlah robot, bangunan rusak, atau instrumen yang diliputi
kekurangan fitrah. Manusia memiliki kelebihan atas hewan dengan akalnya.
Maka, bagaimana bisa dibayangkan bahwa ia mampu beribadah kepada Allah
dengan cara yang lebih baik, jika ia mengutamakan irasional atas rasionya?

Aku tidak mampu meyakini bahwa Al-Qur'an diturunkan untuk memberi manfaat
kepada manusia, dan bisa menjadi suatu risalah misterius yang diliputi rahasia-
rahasia yang diketahui oleh segelintir sufi.

Dan apakah islami, jika beranggapan bahwa Islam adalah sebuah agama moderat
yang hanya dikhususkan untuk kalangan aristokrat agamawan saja?

Dalil Injil
(Gelsenkirchen, 4 Februari 1985)

Shahib Mustaqim Balkhair, dalam karyanya yang berjudul "Dalil Injil" (Fellar
Swaist, 1984) berhasil mengumpulkan teks-teks yang terdapat pada Perjanjian
Lama dan Baru yang menunjukkan keautentikan Al-Qur'an, secara umum dan
kebenaran risalah Nabi Muhammad saw secara khusus.

Hanya sedikit para muslim Barat kontemporer yang menggeluti proyek kajian
perbandingan antara Injil dan Al-Qur'an. Itu adalah di luar kesanggupan Islam
atau Kristen dalam membongkar teologi agama lain, seperti yang selalu dilakukan
oleh Prof. Hans Kung --para teolog Kristen, seperti Adolf Von Harnack, Adolf
Slater, Paul Schwartznow mengakui bahwa Al-Qur'an mengandung penjelasan
paling autentik tentang kedudukan, peran, dan karakter Almasih. Karenanya, Al-
Qur'an mengingatkan umat Kristen akan masa lain mereka.

Tampaknya, hanya ada satu hubungan antara Perjanjian Baru dan Al-Qur'an yang
menyibukkan pemikiran para muslimin Barat, yaitu ramalan akan risalah
Muhammad saw dalam Injil Yohana (16:14), (13:166). Umat Islam setuju -juga

66
disetujui oleh Prof. Hans Kung-- bahwa bacaan yang benar terhadap ayat-ayat
tersebut adalah Periklytos (berarti 'Ahmad' dalam Bahasa Arab) bukan Parakletos
menyiratkan kedatangan nabi lain setelah Almasih dan nabi itu adalah
Muhammad saw.

Penting untuk disebut, kesepakatan bahwa kata Parakletos (yang terdapat dalam
Injil Yohana 26:14) [6] tidak menunjuk pada roh kudus. Tampak dengan jelas
kontradiksi antara teks Injil Yohana (13:16) [7] dan yang terdapat dalam cetakan-
cetakan Injil yang lain, semuanya menafsirkan roh kudus. Hal ini terjadi akibat
pengaruh konsepsi Helenisme dan Gnostisisme yang merembes ke dalam teks
Injil --yang tentu saja diragukan keautentikannya. Injil-injil juga itu tidak cukup
terjebak dalam distorsi yang dilakukan oleh pakar-pakar teologi Kristen. Adalah
hal logis, jika pertanyaan berikutnya dimulai dengan, bukankah cukup bagi kita
Al-Qur'an sempurna dan pembenar? Apakah para nabi membutuhkan dalil khusus
menurut hawa nafsu mereka? Dan apakah bermanfaat kita memperkuat Al-Qur'an
dengan dokumen-dokumen seperti kebanyakan Injil-injil, khususnya Injil Yohana,
yang ia sendiri sangat membutuhkan orang yang menjustifikasi keautentikannya?

[6] Ayat tersebut adalah, "Dan aku memohon dari tuhan Bapak, lalu Ia
menganugerahkan kalian seorang penghibur yang agar ia tinggal bersama kalian
abadi selamanya." (16:14)

[7] Ayat tersebut yaitu, "Adapun tatkala datang ruh Al-Haq maka ia menunjuki
segenap kebenaran kepada kalian karena ia tidak bicara dari dirinya sendiri akan
tetapi segala yang ia dengar, ia bicarakan dan ia beritakan dengan perkara-perkara
ayat-ayatnya." (13:16)

Rasionalisme, Kebebasan, dan Cinta


(Brussel, 7 Februari 1985)

Marcheile H. Boisot, lewat artikelnya yang berjudul "Sistem Nilai Barat: Sebuah
Senjata Etika"--dalam harian Akademi Militer Eropa di Luxemburg, edisi 3/84--
berhasil menciptakan kesuksesan mencengangkan dalam menguraikan inti
problem. Ia melakukan analisis terhadap situasi sistem nilai Barat kontemporer.
Dia mengakhiri artikelnya dengan kesimpulan bahwa peradaban-peradaban selalu
berjalan menuju krisis jika mengizinkan, seperti yang dialami Barat sekarang,
karena goncangnya tiga nilai utama: rasionalisme, kebebasan, dan cinta.

Kebebasan yang tidak didasari cinta bisa berubah menjadi kekacauan.


Rasionalisme yang tidak didasari cinta akan berakhir dengan timbulnya
kebakaran. Cinta yang tidak dibarengi rasionalisme bisa menghancurkan dirinya
sendiri. Rasionalisme yang kosong dari kebebasan berubah sifatnya menuju
"Kepulauan Gulag." [8]

67
Anda tinggal mengganti term "cinta" dengan ukhuwah, menghormati ilmu
pengetahuan sebagai ganti rasionalisme, kehormatan individu sebagai ganti dari
kebebasan, agar Anda mengetahui mengapa peradaban Islam yang hakiki mampu
menghindari instabilitas yang kini menimpa nilai-nilai fundamental Barat.

Hari ini, di kantor NATO, aku membagikan naskah-naskah artikel ini kepada para
pejabat Konferensi Pers Nasional, sambil menganjurkan mereka agar melupakan -
-walau sejenak-- kesibukan-kesibukan mereka. Hal itu agar mereka merenungi
kewajiban mereka dalam jangka panjang, yaitu menghadapi revolusi kebudayaan
yang bisu yang hampir-hampir kita tidak merasakannya. Dan, ia sedang merayapi
fondasi sistem nilai Barat.

[8] Cerita Solgestein yang masyhur tentang tahanan politik yang mengalami
penyiksaan yang sangat kejam pada masa rezim Soviet yang lama.

Seandainya Tuan Hakim Tidak Mempermainkan


Kata-kata
(Brussel, 8 Februari 1985)

Ketika orang-orang Kristen terperosok ke dalam jurang kekeliruan dalam upaya


pembelaan rasionalitas doktrin trinitas. Pertama, mereka menempuh jalan
permainan bahasa, kemudian berakhir dengan berubah pikiran sambil beralasan
bahwa trinitas adalah rahasia dan karenanya sangat sulit untuk diinterpretasikan.

Seputar topik ini, seorang reporter harian Frankfurt Zeitung, hari ini dalam rubrik
"Catatan Buat Editor", menurunkan sebuah esai kecil yang ditulis oleh Dr.
Gerhard Muller, mantan Kepala Pengadilan Tinggi Buruh di Jerman. Esai itu
menyebutkan bahwa Almasih memiliki karakter yang bercampur. Artinya,
setengah tuhan, setengah manusia, dan hubungan antara tuhan dan manusia
(dalam diri Almasih) adalah model unik yang menyebutkan tidak seorang pun
manusia menemukan bandingannya dalam sejarah agama-agama --tuan Muller
telah melakukan kesalahan karena berdalil dengan revivalisme yang tidak
mungkin dihubungkan dengan sesederhana ini.

Muller mengatakan bahwa Almasih selalu dikenal bahwa dialah tuhan, karena
statusnya sebagai anak tuhan yang mendahului wujudnya, ia selalu mencerminkan
Allah, dan ia senantiasa adalah tuhan ketika menerima sifat kemanusiaan dari
Maryam. Artinya, dengan perantara roh tuhan. Peristiwa ini meningkat sampai
dianggap sebagai permulaan baru kemanusiaan yang perjalanannya diungkap oleh
Almasih dengan cara yang pasti.

Begitulah, seandainya saja tuan yang mulia mampu menghadapi dorongan


keutuhan kalimat-kalimat yang tidak bermakna sama sekali --apa tidak wajib bagi
umat Islam berutang kepadanya dengan propaganda besar yang tidak terarah ini?

68
Apakah tidak lebih utama (dan lebih mulia) seseorang mengumumkan
kebangkrutan intelektualnya ketika dihadapkan pada interpretasi konsep trinitas?

Tidak syak lagi, lebih baik tuan kepala pengadilan menyerap sedikit saja dalam
sejarah yang bagus tentang konsep trinitas, baik itu Izis, Osiris, dan Horis. Atau
dari Tuhan Bapak, Maryam, dan Almasih atau dari Tuhan Bapak, Kalimat Tuhan,
dan Almasih.

Dalam keadaan seperti ini sebaiknya tuan Muller mengakui --seperti yang
dilakukan Paus Yohanna, Paus Paulus, dan Deonisius sebelumnya--bahwa ia telah
menyerahkan dirinya dalam permainan kata-kata yang dimunculkan pertama kali
oleh seseorang, misalnya, Plato dan penganut aliran Gnostisisme.

Adalah naif pernyataan "rahasia-rahasia agama" sangat tinggi hingga tidak bisa
diinterpretasikan.

Namun, tidak ada yang menahan kita secara mutlak, jika kita menetapkan
permulaan sesuatu. Jika masalahnya bergantung pada rahasia, atau seperti dalam
keadaan trinitas: buatan akal manusia.

Telah lewat masa saat agama Kristen bisa mengambil manfaat dari konsep
trinitas, terlebih jika disebarluaskan di kalangan bangsa-bangsa yang
mempercayai tingkatan piramida tuhan-tuhan.

Adapun hari ini, maka sungguh konsep trinitas tidak lebih dari beban terhadap
agama Kristen.

Demokrasi Islam
(Brussel, 14 Februari 1985)

Orang-orang Saudi sering dituduh sebagai fundamentalis fanatik. Tuduhan ini


tampak mengada-ada, jika dilihat usaha-usaha mereka dalam memerangi khurafat
dan dekadensi moral.

Karena itulah, Pemerintah Saudi meratakan dan menutup makam Siti Hawa di
Jedah untuk umum. Mereka juga memberantas meminta-minta pada kuburan di
Baqi', Madinah.

Tuduhan-tuduhan ini aneh sekali jika dilihat usaha mazhab Wahabi dalam
memperbaiki tradisi-tradisi yang ada di Mekah.

Sebagaimana diketahui secara mendetail dari buku Henrich Von Maltsan,


"Perjalananku Menuju Mekah". Ia berhasil menyusup ke Kota Suci, tahun 1860
bahwa Mekah adalah sarang opium, ganja, dan pencuri.

69
Akhirnya, bagiku tampak aneh bila melihat gaya hidup rakyat Saudi yang sangat
berkeinginan keras memegang teguh ajaran-ajaran mereka, seperti yang telah
dilakukan oleh umat Kristen zaman dulu. Dan, "fundamentalisme fanatik" berarti
hilangnya basa-basi dan kemunafikan, maka ini adalah benar karena memang
terdapat fundamentalisme semacam ini, di Saudi, dan mereka harus bangga
dengan kefundamentalisannya.

Mungkin mereka memahami bahwa kemajuan, dalam kondisi tertentu, seperti


kondisi kita akhir-akhir ini, kadang-kadang menuntut untuk mengambil suatu
model percontohan yang telah teruji dan terbukti kebenarannya di masa silam.
Sikap ini yang mencerminkan proteksi yang konstruktif adalah suatu sikap yang
layak dihormati di Barat, dengan syarat orang yang berpegang teguh itu bukan
orang Islam.

Tidak syak lagi bahwa bukan suatu langkah mundur bila membela orang yang
berpendapat bahwa solusi problematika sosial yang ditempuh Muhammad saw
dan Khulafa ar-Rasyidin bisa dirujuk kembali sebagai model yang patut diteladani
dalam memecahkan problem-problem masyarakat pasca-revolusi industri. Dan
bukanlah bersahaja mengambil sikap negatif seperti yang dilakukan sebagian para
filosof dan teolog metafisika dengan gaya yang digariskan oleh aliran filsafat
Asy'ariyah (874-933 M).

Apakah kritik mendasar terhadap konsep ilmu wujud yang berbau filosof dan
metafisika ini dianggap primitif hanya karena ia datang sebelum David Heom,
Immanuel Kant, dan Ludwig Fitgenstein, beberapa abad yang lalu?

Kita tinggal mengatakan walaupun para pengkritik fundamentalisme Islam di


Barat telah memfokuskan pada sikap Islam terhadap demokrasi parlementer yang
pluralistik ala Barat. Sesungguhnya, mereka pura-pura tidak mengetahui
kenyataan bahwa banyak orang-orang Liberal dan Marxis Barat hidup di negara
kerajaan konstitusional tanpa kedudukan hukum khusus yang dinikmati oleh
agama Kristen di negara-negara ini yang tidak membuat tidur hati mereka,
walaupun hal itu bukan feodalisme. Sementara, Islam tidak memaksakan hukum
otokratisme keagamaan.

Tidaklah benar sama sekali isyarat bahwa sejarah Islam bukan sejarah
perkembangan demokrasi.

Selama orang-orang Kristen menderita akibat kejahatan "hakim-hakim yang


mendapat wangsit", "raja-raja yang tercerahkan", "orang-orang arogan yang takut
kepada Tuhan" dan yang bergelar "bayangan Tuhan di muka bumi". Umat Islam
juga banyak menderita akibat hukum sultan-sultan yang tiran dan amir-amir jahat
yang despotis.

Sebenarnya, kita bisa menganggap sejarah konstitusi Islam sebagai kisah


perjuangan yang panjang antara ide yang membebaskan, yakni hukum Al-Qur'an
yang memutuskan hukum di atas nilai-nilai keadilan dan persamaan serta
melindungi dari kekuasaan status quo yang keji, despotis, dan keji. Hal inilah

70
yang mendorong Prof. Karl C. Newman untuk mempertanyakan di harian
Frankfurt Zeitung: apakah hari ini ada suatu negara yang tidak diktator di kolong
langit ini?

Adalah kenyataan bahwa Islam senantiasa memberi sumbangan terhadap


kemanusiaan dengan mengajukan satu bukti yang kuat bahwa negara Islam
kontemporer demokrasi bernuansa agama --ala al-Maududi-- bisa saja dibumikan
bukan hanya dalam teori tapi dalam praktik. Sebuah konstitusi yang ditegakkan
atas dasar partisipasi dan kemitraan, yang bersumber dari Al-Qur'an dan dokumen
hak-hak asasi manusia (HAM).

"Katakanlah, 'Tidak Akan Menimpa kepada Kita


Kecuali Sesuatu yang Telah Digariskan Allah
kepada Kita'..."
(Brussel, 25 Februari 1985)

Orang-orang yang berprofesi, selain diplomat, tidak mengalami beratnya


gelombang serangan teroris sebesar yang dialami para diplomat karena dua
perjanjian terdahulu. Karenanya, mereka banyak menerima saran para agen
keamanan tentang bagaimana cara menghindari bom ketika berada di dalam
mobil, ketika terjadi penculikan atau penembakan.

Jika aku mengikuti semua saran mereka, maka jaminan keselamatanku adalah
usaha ekstra ketat selama 24 jam sehari. Dan, ini sungguh pekerjaan sia-sia.

Dengan ketololan ini, sebenarnya aku tidak dapat memperpanjang ajalku walau
sedetik. Keselamatan dengan segala keajaibannya dan peluru yang ditakdirkan
mengenai kepalaku tidak mungkin meleset.

Hal ini bukan berarti seorang muslim tidak perlu mengenal kelebihan pistol model
Heckler dan Colt B 7/14, serta tidak menjadi penembak yang jitu. Namun, pada
saat yang sama, dia tidak boleh punya prasangka bahwa hari-harinya tidak
dihitung. "Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kepada-Nya kita kembali."
(al-Baqarah:156) "Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin
Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya...." (Ali lmran:145).

Izin Allah tampaknya belum menghampiriku tatkala bom-bom Amerika dan


Inggris berjatuhan, lalu meledak di kotaku, tiap dua pekan sekali sewaktu Perang
Dunia II berkecamuk. Izin Allah juga belum tiba, ketika aku selamat dari
kecelakaan mobil di daerah Mississippi, pada tanggal 28 Juni 1951. Juga belum
tiba, setelah 14 hari dari peristiwa itu, tatkala orang gila di Tennessee melepaskan
peluru yang menembus kaca jendela gerbong kereta api yang kutumpangi, hanya
meleset beberapa inci dari kepalaku di tengah-tengah perjalanan pulangku menuju
Washington DC.

71
Izin Allah juga belum tiba untuk berpulang kepada-Nya, ketika para dokter
menemukan tumor di ginjal kiriku, pada tahun 1976, saat aku bertugas sebagai
Duta Besar di Jedah.

Ajakan
(Brussel, 9 Maret 1985)

Dalam Pameran Buku Internasional ke-17 di Roger Center, Brussel. Dalam


pameran itu yang menjadi perhatian khalayak adalah buku-buku berbahasa
Prancis dan Belanda. Namun begitu, aku tetap optimis ketika mencari buku baru
tentang sastra Islam. Seorang petugas di bagian informasi dekat pintu masuk
menunjukkan stan "islamiat" di dalam gedung yang khusus menjual buku-buku
mengenai perkara-perkara ilmu klenik dan astrologi. Di antaranya buku-buku
tentang para Darwisy yang pusing dan humor-humor karya Nashrudin Khoja. Aku
hanya mendapatkan sedikit buku terbitan Dar el-Maktabah al Islamiyah, Koln.

Ini sungguh merupakan fenomena yang menyedihkan, jika melihat persaingan


keras dengan kekuatan-kekuatan misionaris lainnya. Persoalannya bukan hanya
hadirnya negara-negara komunis, akan tetapi terdapat banyak sekte-sekte Kristen,
seperti sekte Piala Suci. Dan sekte Heretic muslim, seperti pengikut Dr. Dahisy
[9], grup-grup astrologi dan golongan penganut penyelewengan seksual yang
menguasai satu lantai penuh, di Roger Center. Sebagian wanita Belgia penganut
aliran Bahaisme berhasil menarik perhatian massa lewat jargon yang diteriakkan
Frederick Scheller dan Ludwig Van Bethoven: "saling berpelukanlah wahai jutaan
manusia."

Apakah umat Islam membutuhkan fantasi, jiwa petualangan, dan kecakapan


berorganisasi seperti yang ditampakkan aliran Bahaisme? Ataukah tidak etis jika
Islam muncul berdampingan dengan aliran-aliran pinggiran yang skeptis, yang
ajaran-ajaran sesatnya disebarkan secara rahasia --seperti yang dilakukan gereja
Katolik di sini?

Sebenarnya Islam tidak membenarkan propaganda yang terprogram dan penuh


permusuhan seperti ini. Islam meletakkan kepercayaannya pada kekuatan daya
tarik terhadap sistem hidup ideal yang mesti dijalani seorang individu muslim.

Gaya propaganda Kristen Katolik itu, tidak sesuai dengan Islam. Karena Islam
memformatkan dirinya sebagai ajakan yang terbuka dan sebuah risalah yang
sangat kaya untuk dijelaskan, karena ia menafsirkan dirinya sendiri. Dengan kata
lain, Islam percaya terhadap pengaruh langsung yang timbul dari kebersahajaan,
kegamblangan karakter fitrahnya, dan keseimbangannya bagi setiap orang yang
ingin dan bisa mendengar dan melihat.

Ini adalah sikap yang mesti disadari bagi orang yang beriman kepada Allah Yang
Maha Esa. Ia akan memberikan hidayah ke jalan yang lurus kepada siapa saja dan
dengan cara apa saja yang ia kehendaki.

72
Bepijak atas dasar ini, maka tidak ada tempat buat mengobral Islam di sudut-sudut
kaki lima, walaupun disadari bahwa iman adalah satu persoalan dan takdir adalah
persoalan lain. Karena seyogianya, seorang muslim menyadari hakikat bahwa
Allah SWT adalah Pencipta segala sesuatu. Sebagai konsekuensi, ia wajib untuk
tidak ragu bahwa ia adalah bagian dalam hubungan kausalitas yang menuju
mengimankan tetangganya.

Ia juga wajib menegakkan "shalat perpisahan" --seakan sebentar lagi akan mati.
Pada saat yang sama, ia merenung dan beramal seakan-akan ia akan hidup lima
puluh tahun lagi.

Dalam konteks ini umat Islam bisa belajar dari filsafat Marxist tentang
"determinisme materialisme historis" yang menjadi penghambat sikap-sikap
negatif. Sehingga, datanglah Lenin menginfus komunisme dengan revolusi
Bolsyevik, ketika krisis partai mendukung untuk memobilisasi gerakan sejarah
dalam merealisasikan tujuan-tujuan dalam rangka menyebarkan paham
komunisme yang integral ke seluruh dunia.

Karenanya, umat Islam seyogianya menyebarkan dakwah semaksimal mungkin.

[9] Pemikir Lebanon yang mengaku nabi.

Catatan Pelanggaran
(Brussel, 11 Maret 1985)

Dalam sebuah jamuan makan malam diplomatik, ada seorang wanita Spanyol
yang mengetahui bahwa aku seorang muslim. Dengan takjub, ia menoleh
kepadaku seraya berkata, "Oh, jadi Anda ini seorang dari mereka yang selalu
menanti kelahiran Allah!"

Segera aku menyadari betapa suksesnya propaganda Kristen setelah pengambilan


Spanyol dalam mendistorsikan gambaran Islam. Aku memilih diam, kemudian
aku sempat berpikir untuk membacakan salah satu ayat dari surat al-Ikhlas
kepadanya, "Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan."

Sebagai gantinya, aku segera mengganti topik dengan mengatakan, "Sungguh


justru inilah satu-satunya yang.tidak ditunggu-tunggu oleh umat Islam." Bukankah
aku pernah belajar etika bahwa tidak layak membicarakan persoalan politik,
agama, dan kesehatan dalam jamuan makan?

73
Empat Burung Bulbul dari Istambul
(Brussel, 31 Maret 1985)

Group paduan suara lagu-lagu gereja Protestan yang terletak dekat istana raja akan
menggelar sederetan demonstrasi musik suci agama-agama besar dunia. Yang
menarik acara ini, yaitu pengambilan tema Hugo Paul: seni sungguh lebih dekat
kepada agama daripada ilmu.

Hari ini kami akan menyaksikan pergelaran group tamu "para muazin Turki" yang
akan membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an dan kasidah-kasidah Sulaiman Sulaibi
(abad ke-14 M) dalam bahasa Turki yang berisi beberapa penggalan dari perayaan
Maulid Nabi oleh sekte Hanafiyah.

Di awal acara, panitia pelaksana menjelaskan kepada kami akan perbedaan antara
musik dan alat bagi para sufi, dengan dendang kasidah oleh para imam yang
menitikberatkan pada keserasian suara dan langgam lafal terhadap ayat-ayat Al-
Qur'an. Ia menutup pembicaraannya sambil meminta agar kami tidak bertepuk
tangan karena tidak mungkin untuk memisahkan irama musik agama dengan
isinya, yaitu berdoa dengan penuh kerendahan diri.

Keempat burung itu dengan keistimewaan suara mereka yang tinggi, jelas, dan
penuh penghayatan, berhasil menarik simpati. Mereka meninggalkan kesan yang
mendalam pada jiwa khalayak, berkat penampilan mereka yang menghanyutkan,
dan penuh penghayatan. Dua unsur inilah yang paling indah dalam alam seni
Islam.

Pada saat yang sama, aku dihinggapi perasaan tidak enak. Karena, apakah layak
mengeksploitasi keindahan lantunan Al-Qur'an hingga seorang bisa menikmati
dan mengapresiasikan saja? Artinya, seni hanya untuk seni saja!

Bukankah Freidrich Neitsze jujur sampai batas terjauh dalam perasaannya ketika
ia menulis "Kelahiran Tragedi" bahwa agama Kristen yang benar menafikan
semua nilai-nilai estetika?

Setelah orang-orang mendengar dua kata Allah dan Muhammad yang sering
diulang penyebutannya, apakah ini tidak memperkuat opini mereka yang salah
bahwa umat Islam, dikiaskan oleh orang Kristen, sebagai Muhammadisme?

Bukankah orang-orang Wahabi tidak benar ketika mereka menentang dalam


melagukan dua panggilan shalat, azan, dan iqamat? Apakah hari ini kita sampai
pada batas mengedepankan seni dan mengebiri shalat, ketika seni menjadi
penghalang shalat?

74
Cinta Persaudaraan sebagai Pengganti Ukhuwah
(Jumat duka, 5 April 1985)

Bisa diterima bila dua harian Frankfurt Zeitung dan De Flit menyediakan rubrik
khusus tentang ajaran Kristen pada Hari Paskah. Akan tetapi, tidak mungkin
melewatkan dua harian tadi dengan begitu saja, karena di sana disinggung bahwa
agama Islam adalah agama yang paling cepat tersebar di seluruh tempat.

Sungguh sayang kesempatan ini lewat begitu saja tanpa penjelasan titik temu
antara tiga agama besar: Yahudi, Kristen, dan Islam. Karl Alfred Odin menulis,
"Sungguh yang memisahkan ketiga agama besar itu adalah konsep pemahaman
tentang Tuhan. Tuhan adalah cinta kasih menurut versi Kristen," (Frankfurt
Zeitung, 4 April).

Adalah tepat Odin menggunakan istilah "versi" karena inilah istilah yang lazim
dipakai, tidak lebih dari itu. Walaupun di sisi lain, ia tidak benar dalam
menggunakan beberapa istilah yang terdapat dalam artikelnya, "Sesungguhnya
tuhan dengan kematiannya di tiang salib --merupakan simbol segala penderitaan
manusia-- telah menyelamatkan kemanusiaan setelah menanggung beban derita
ini."

Dengan segala kebersahajaan, kita dapat mengatakan bahwa "Tuhan adalah cinta
kasih" menurut Kristen, atau dapat dikatakan Allah yang Maha Pengasih lagi
Penyayang atau bukan tuhan sama sekali.

Analisis pemahaman kata "cinta kasih" menampakkan semua persoalan menurut


hakikatnya. Manusia menghubungkan cinta kasih dengan keinginan mereka dalam
mengorbankan diri mereka kepada orang lain, lalu menyatu dengannya. Cinta
kasih yang kuat membutuhkan respon, yaitu cinta kasih umpan balik. Pada saat
masing-masing pecinta memandang bahwa dia adalah bagian dari pasangannya,
maka keduanya saling mempengaruhi sifat-sifat utama kepada yang lain.
Keduanya saling membutuhkan. Cinta keduanya tidak bisa dilukiskan dengan
kata-kata.

Yang jelas bahwa penyifatan Tuhan sebagai "cinta kasih" tidak mungkin
dijelaskan dengan cara seperti ini. Jika tidak, maka Zat Yang Mahamulia lagi
Sempurna, Yang Mahaada, Mengatur lagi Kaya tidak lagi menjadi diri-Nya.

Sungguh sangat kufur, jika Anda beranggapan bahwa Tuhan tanpa Anda atau
tanpa ciptaan-Nya, dapat mengurangi kekuasaan-Nya. Hal itu karena Allah ada
sebelum segala zaman dan segenap makhluk. Ia Mahasempurna.

Karenanya, cinta kasih Tuhan kepada hamba-hamba-Nya tidak mungkin


digambarkan, kecuali dengan pemahaman sebagai hubungan tidak seimbang yang
tidak mengurangi kekuasaan-Nya sedikit pun yang tercermin pada zat-Nya, sejak
azali. Dengan konsep seperti ini, maka Allah bisa menjadi Mahamulia, Pengasih

75
lagi Penyayang terhadap makhlukNya, jika Ia menghendaki. Dia juga bisa
Mahaadil dan Mahahebat siksa-Nya, jika memang itu kehendak-Nya.

Ketika umat Kristen mengatakan bahwa Tuhan adalah cinta kasih, mereka tidak
mengatakan bahwa Ia adalah "tuhan bapak" melainkan Almasih. Dengan
kapasitasnya, sekaligus sebagai manusia, ia menjadi korban, bahkan
mengorbankan dirinya sendiri demi saudara-saudaranya walaupun Allah
menerima segala bentuk pengorbanan, namun Ia Mahakaya dari hal-hal semacam
itu. Dan karenanya, maka kebutuhan kepada mengorbankan dirinya sendiri
(Almasih) --atau bagian dirinya-- untuk diri-Nya bertentangan dengan karakter
ketuhanan bagi orang yang menamakan-Nya sebagai Yehovah, Tuhan atau Allah.
Allah bebas memaafkan jika ia berkehendak tanpa syarat atau prosedur apa pun.

Umat kristen anehnya bangga dengan apa yang mereka namakan "lompatan
modern" yang terwujud dalam konsep "cinta kasih" ini.

Pada hakikatnya konsep ini, jika dilihat dari kacamata filsafat dan teologi, dapat
dianggap sebagai langkah mundur. Karena segenap kemajuan yang telah dicipta
oleh para pemikir Yunani dan nabi-nabi Yahudi menjadi terancam oleh konsep
Kristen tentang tuhan yang menjasad dalam nuansa-nuansa kemanusian. Umat
Kristen sungguh telah menghapus keinginan-keinginan yang timbul dari ketakutan
dalam konsep mereka tentang ketuhanan yang membantu mereka dalam
membekukan rasa takut yang timbul dari memandang Tuhan secara langsung
terhijab dari pandangan.

Dan, jika Almasih telah berhasil melakukan lompatan sejarah, maka hal itu timbul
akibat wasiat yang ia tinggalkan bahwa seseorang hendaknya mencintai Allah dan
tetangganya, sebagaimana mencintai dirinya sendiri.

Tapi mengingkari bahwa Islam juga mengandung wasiat yang sama adalah
kepalsuan yang nyata. Sungguh, "cinta persaudaraan" dalam Kristen dan ukhuwah
dalam Islam adalah dua hal yang berbeda.

Pergolakan Pemikiran: Catatan Harian Muslim Jerman


oleh Murad Wilfred Hoffman
Gema Insani Press, 1998
Jl. Kalibata Utara II No.84 Jakarta 12740
Tel.(021) 7984391-7984392-7988593
Fax.(021) 7984388
dikumpulkan dari posting sdr Hamzah (hamzahtd@mweb.co.id) di milis
mailto:is-lam-subscribe@isnet.org

76

Anda mungkin juga menyukai