Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN.................................................................................................................................2
A. PENGERTIAN ISLAMISASI.......................................................................................................3
B. ISLAMISASI SAINS....................................................................................................................3
a. Munculnya Ide Islmisasi Sains..................................................................................................3
1) Tradisi Sains Pada Awal Perkembangan Islam......................................................................3
2) Tradisi Sains Modern.............................................................................................................4
b. Ide Islamisasi Sains: Perjuangan Mengembalikan Identitas Kaum Muslimin............................5
C. ISLAMISASI MELALUI SAINS DALAM RANAH PENDIDIKAN DI INDONESIA.....................................6
1. Dimulai Dari Kampus................................................................................................................7
2. Kembali Kepada Agama............................................................................................................7
3. Upaya Integrasi Ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.......................................................10
4. Upaya Integrasi Ilmu di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.......................................................11
5. Upaya Integrasi Ilmu di UIN Sunan Malik Ibrahim Malang....................................................13
PENUTUPAN.....................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................16

Page | 1
PENDAHULUAN
Islam merupakan salah satu agama kedua terbesar di dunia. Maka kehadirannya
sudah jelas mempengaruhi segala sistem dan tatanan sosial yang ada. Nilai-nilai moral ,
saling beradu, satu dengan yang lainnya, seolah-olah ingin menunjukkan ajaran mana yang
lebih kuat ketika di hadapkan pada individu.

Seiring berjalannya waktu, sejarahpun tidak ada hentinya mengisahkan bagaimana


Islam bangkit , berkembang, jatuh, hingga kini pada masa implikasi dari sejarah itu sendiri.
Keadaan masyarakatpun beragam akan respon yang diberikan dengan hadirnya Islam di
tengah kehidupan mereka. Salah satunya Indonesia.

Indonesia dikenal sebagai negara yang mayoritas muslim, artinya tidak seluruh
penduduknya muslim. Maka muncul pertanyaan, bagaimana bisa Islam hadir dan
mendominasi di Indonesia. Sejarah menjawab, bahwa semua bermula pada sebuah
perdagangan , dimana agama hadir disana, hingga menjadi satu kultur dan ajaran yang dapat
di terima oleh rakyat pada saat itu. Namun, tidak hanya Islam saja yang hadir , agama lainpun
ikut hadir dengan berbagai cara untuk menjadi bagian diantara masyarakat Indonesia. Maka
dari sana muncul istilah Islamisasi, atau istilah yang sering dipakai untuk mengislamsakan
seseorang ataupun segolongan masyarakat.

Islamisasi melalui sains muncul dan berkembang seiringan dengan merambatnya


globalisasi di seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Agama tidak lagi hanya berbicara
tentang keyakinan, namun mulai merambah pada ilmu pengetahuan. Baik sebagai awal,
penguat, ataupun sebuah implikasi nyata dari apa yang selama ini di yakini oleh umat
muslim. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan fenomena alam, mulai terjawab satu demi
satu . Semua dibuktikan melalui ilmu pengetahuan dan sains, dalam ranah pendidikan
tentunya.

Page | 2
A. PENGERTIAN ISLAMISASI
Islamisasi adalah proses konversi masyarakat menjadi Islam. Dalam
penggunaan kontemporer, mungkin mengacu pada pengenaan dirasakan dari sistem
sosial dan politik Islam di masyarakat dengan latar belakang sosial dan politik
pribumi yang berbeda1. Bila dilihat dalam KBBI ( Kamus Besar Bahasa Indonesia ) ,
kata Islamisasi diartikan sebagai pengislaman. Proses pengislaman terhadap orang-
orang yang belum Islam.

B. ISLAMISASI SAINS

a. Munculnya Ide Islmisasi Sains

1) Tradisi Sains Pada Awal Perkembangan Islam


Pada awal lahirnya Islam, tradisi pemikiran yang ada adalah
pemisahan antara manusia, alam, dan Tuhan. Pemisahan ini sudah terjadi
dalam kebudayaan Yunani. Lahirnya Islam dengan tradisi keilmuan para
pemikir, filosof maupun teolog di dunia pada saat itu.
Satu peristiwa yang sangat menakjubkan dalam sejarah manusia,
dengan jangka waktu satu abad, dari gurun tandus dan suku bangsa
terbelakang, Islam telah tersebar hampir menggenangi separuh belahan
dunia, mengadakan revolusi berpikir dalam jiwa bangsa-bangsa dan
sekaligus membangun satu dunia baru.
Fazlur Rahman menyatakan, dalam menanggapi gesekan dengan
tradisi pemikiran Yunani, ada semacam kompromi konstruktif untuk
memikirkan pencerahan dalam keilmuan. Filsof muslim Ibnu Sina
mengambil pemikiran Aristoteles , sehingga Aristoteles dan Ibnu Sina
adalah pemikir pertama yang menciptakan segala sesuatu di jagad raya
termasuk kehidupan manusia dengan segala aspeknya. Ia akhirnya
berhasil mempengaruhi pemikiran dunia Muslim dan Barat2. Kemudian
munculah pertentangan-pertentangan akan teori yang dikemukakan oleh

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Islamisasi
2
Sayyed Hossein Nasr, Intelektual Islam; Teologi, Filsafat dan Gnosis, terjemahan Djamaludin M.Z.,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet ke 2, 1996), Sub bahasan Metafiska Ibnu Sina.

Page | 3
dua filsof ini. Banyak perbedaan, dan saling pembantahan teori satu
dengan yang lainnya.
Hal yang perlu dicermati dari perbedaan pendapat ini adalah adanya
suatu semangat ilmiah pada saat itu untuk memikirkan masa depan
kemanusiaan sebagai upaya penerjemahan amanah Allah ( manusia
sebagai khalifatullah fil-ardli ) . Adanya dialog ini membawa umat Islam
kepada masa kejayaan yang belum pernah dicapai sebelumnya, bahkan
Islam pada saat itu menjadi pusat peradaban dunia. Maka dari sini muncul
sebuah pertanyaan: Apakah pertentangan yang ada, kemajuan yang
diperoleh dan tradisi keilmuan yang ada pada saat itu Islami, kurang
Islami atau tidak Islam? Dari realitas di atas, yang jelas pada periode ini
umat Islam memiliki sesuatu yang patut diandalkan, yaitu andalan iman,
andalan intelektual (filsafat), andalan empiris (sains), dan andalan mistis
(sufisme)3.

2) Tradisi Sains Modern


Awal kejatuhan manusia modern bermula dari tampilannya
humanisme di Eropa, yang ditandai dengan zaman Renaisance (abad 15)
dan Aufklarung (abad 17), yakni kerinduan akan nilai . Dimana keadaan
Yunani pada saat itu kekurangan nilai-nilai spiritual. Lewat pemikiran
renaisance dan aufklarung, humanisme mempromosikan supremasi
kemanusiaan melebihi batas-batas fitrah manusia. Manusia memahami
alam sebatas jangkauan akalnya, pemikiran manusia terjebak pada
permukaan realitas cembung, yang tidak memahami betul kedalaman
realitas itu, yakni makna kehidupan yang tidak dapat diraih lewat rational
approach, melainkan lewat rational philosophical approach.
Zaman modern ini seakan-akan telah menemukan pengganti Tuhan
(dengan suatu perhitungan yang impersonal). “Dewa” baru itu telah
berubah menjadi berhala, yang mana semua manusia harus dikorbankan
untuk kepentingan individu dan kemajuan ilmiah. Konsep baru mengenai
yang sakral dan pertanyaan yang tidak terjawab muncul dengan
pendekatan kemampuan sains modern.
3
Zainal Habib , Islamisasi Sains; Mendialogkan Intregasi. Mendialogkan Prespektif, ( Malang; UIN
Malang Pers, 2007), hlm. 31-33

Page | 4
Krisis kehidupan akhirnya mewabah dalam semua sisi dan segi
kehidupan dan perilaku manusia modern. Rasionalitas yang mereka
tawarkan dalam sains modern juga harus mereka bayar mahal. Konsep
dasar mereka tentang realitas dan hakikat alam terhempas oleh pemikiran
mereka sendiri. Munculnya teori kuantum (sebagaimana dijelaskan di atas
—tentang hakikat sains) membuat mereka tersadar bahwa alam tidak
dapat berdiri sendiri, akan tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh yang
tidak dapat didefinisikan dan dijelaskan melalui teori ilmiah.

b. Ide Islamisasi Sains: Perjuangan Mengembalikan Identitas Kaum


Muslimin
Stagnasi yang melanda kaum muslimin mulai abad ke-12 serta
ketertinggalan dan ketertindasannya dari orientalis Barat telah membuat
sebagian kaum muslimin bangkit dan berupaya mengambil alih kembali
peradabannya. Di antaranya ialah apa yang dilakukan oleh Muhammad bin
Abdul Wahhab di semenanjung Arab (abad ke-18), serta gerakan-gerakan lain
di Afrika Utara, Afganistan dan India (gerakan Sumessi di Afrika Utara, Imam
Mahdi di Sudan, Syekh Akhmad Khan dan Amir di India, juga gerakan
reformasi Mihdat Pasha di Turki, dan Khoiruddin Pasha di Tunisia). Titik
kulminasi dari semua gerakan ini terjadi di Penghujung abad ke-19 dan awal
abad ke-20, ketika Syed Jamaludin Al-Afghani mempelopori gerakan reformasi
(1837-1897)4.

Munculnya ide Islamisasi sains pada pertengahan abad ke-20 membawa


nuansa baru dalam tradisi keilmuan Islam. Meluasnya ide Islamisasi sains
berawal dari sekelompok pemuda Islam yang belajar di beberapa universitas
Amerika. Serangkaian seminar dilakukan mulai tahun 1968-1977 guna
menjawab pertanyaan tentang: apa yang salah dari sejarah kita (Islam)?,
mengapa gerakan reformasi yang dilakukan Islam senantiasa gagal? Apa yang
diharapkan berbagai gerakan Islam kontemporer?5.

Jamal Barzinji, Sejarah Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jurnal SALAM, Edisi 2 dan 3, 1998), hlm. 44
5
Ibid, hlm. 48

Page | 5
Namun ada hal-hal yang harus dipahami dalam pemaknaan Islamisasi ini
sendiri. Karena tidak sedikit kalangan yang memakai istilah ini dalam ranah
politik, dan berbagai bidang lainnya yang dimaksudkan memiliki tujuan tertentu
atau berdasarkan kepentingan kelompok tertentu. Dengan demikian tidak
sampailah pemaknaan Islamisasi pada maksud yang sesunggunya. Ada tiga
negara yang bersemangat memproklamirkan dasar ajaran Islam, yaitu Saudi
Aravia, Iran, dan Pakistan, dimana ternyata Barat sangat memainkan peran.
Sehingga ada indikasi politik Islamisasi telah di-setting orientalis untuk
menghalangi kemajuan Islam dengan ide yang dilontarkan sendiri ( ide
Islamisasi sains ).

Terlepas dari kepentingan politik, yang jelas sudah diadakan beberapa kali
konferensi internasonal tentang upaya Islamisasi sains. Konfersi Pertama
diadakan di Swiss tahun 1977, dengan hasil konfersi ialah kesadaran akan
perlunya mencari jalan keluar untuk mengatasi krisis pemikiran Islam dengan
mengambil tema konsep Islamisasi Pengetahuan. Konfersi Kedua di adakan di
Islamabad, Pakistan pada tahun 1982 dengan mengambil tema yang sama.
Konfersi Ketiga diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun 1984. Dengan
mengambil tema penetapan langkah-langkah konkret untuk menerapkan atau
memadukan Islam dalam berbagai disiplin Ilmu Pengetahuan. Konfersi Keempat
dilakukan pada tahun 1987 di Khartoum. Dengan mengambil tema ‘Metodologi
pemikiran Islam dan IslamisasiIilmu-Ilmu Tingkah Laku’6.

C. ISLAMISASI MELALUI SAINS DALAM RANAH PENDIDIKAN DI


INDONESIA
Pada zaman sekarang ini pendidikan sudah menjadi hal yang lumrah bagi anak-
anak di Indonesia. Pemerintah terus melakukan berbagai upaya agar anak bangsa bisa
mengemban jenjang pendidikan. Melihat kondisi Indonesia yang terdiri dari mayoritas
Muslim, menjadikan pendidikan sebagai salah satu alternatif untuk membukakan mata
mengenai Islamisasi melalui sains dan ilmu pengetahuan.

Salah satu jenjang pendidikan yang sudah mulai banyak menerapkan perpaduan
antara Islam dan sains adalah dunia kampus/perkuliahan. Tidak sedikit kampus di
6
Mengutip dari Khozin Afandi (suatu pengantar), Pengetahuan Modern dalam Al-Qur’an, (Surabaya;
Al-Ikhlas, 1995)

Page | 6
Indonesia telah melakukan perpaduan ini, bahkan memasuki ranah kurikulum dan
dibakukan dalam satu aturan dan konsep yang nyata.

1. Dimulai Dari Kampus


Kita tahu, sains telah mengalami puncak proses sekularisasi, dan
dikhawatirkan akan menjadi bom waktu bagi kehancuran semesta. Kita pun
menyadari, sains sekular telah menjadi anutan kampus di seluruh dunia,
kampus yang sepenuhnya lain dengan kampus Ibn Khaldun di Mesir dan
kampus Al-Ghazali di Baghdad (Universitas Al-Hikmah), dan juga lain
dengan kampus Islam pertama di Eropa, yaitu kampus Andalusia. Kampus-
kampus Islami telah diambil alih dunia Barat. Dan Barat telah mengubahnya
menjadi konsep filsafat skolastis dan sains sekular. Barat mencoba
menghumaniorakan sains. Tapi, humaniora manakah yang berlaku dan
memiliki sifat-sifat ilahi, yang harus masuk ke dalam konsep sains baru?.

Barat kini pun mulai menengok dan melirik Islam sebagai alternatif. Dan
para ilmuwan tidak lagi terpukau kepada sainstisme:science is the most
powerful; karena implikasi saintisme ternyata telah menumbuhkan berbagai
masalah dan gejala yang cenderung akan menjadi bumerang bagi peradaban
manusia. Sains telah menjadi kering, dan menggiring manusia kepada
kehidupan yang penuh dehumanisasi sesama manusia, dan kepada lingkungan
yang tak harmonis antara manusia dan alam7.

2. Kembali Kepada Agama


Kita akui bersama memang tidak mudah dalam keadaan sekarang
memadukan ilmu pengetahuan dan perguruan tinggi dengan nilai agama.
Tetapi, hal itu tidaklah mustahil, karena cara ini –pengintegrasian nilai agama,
sejarak dari proses penemuan, pengembangan, pemanfaatan, dan hasilnya,
dengan ilmu- akan dapat menembus kemandegan substansi ilmu ataupun
kekacauan aplikasinya dan kegagalan pemanfaatannya.

Kampus dan masyarakat harus dapat diselamatkan dari belenggu-


belenggu ilmu dan teknologi yang tumbuh dari filsafat materialisme dan
sekularisme yang kini menampakkan ekses dan krisis, dilihat dari kepentingan
kesejahteraan manusia.
7
AM Saefudin, Islamisasi Sains dan Kampus, ( Jakarta: PT PPA Consultants, Oktober 2010), hlm. 301

Page | 7
Kurangnya pengetahuan mahasiswa dan dosen tentang pandangan agama
berkenaan dengan disiplin ilmu, akan menyumbang kepada pembentukan
kepribadian sebagai hasil pendidikan; yakni suatu kepribadian yang
terefleksika pada tingkah laku yang bertentangan dengan agama 8 . Akhirnya,
kemerosotan akhlak dan moral berpangkal pada kaum terpelajar (intelektual)
dengan kurikulum kampus yang liberal dan serba boleh. Kampus pendidikan
yang melangsungkan proses marginisasi nilai-nilai kehidupan humanis, harus
segera kembali merujuk ke gudang nilai agama.

Bila kita menggunakan wawasan nilai Islam, khususnya dalam kampus


perguruan tinggi Islam, maka dengan perpaduan tersebut, pengetahuan Islam
akan dapat dijelaskan dalam gaya sekular. Maksudnya, pengetahuan Islam
akan menjadi pengetahuan yang langsung berhubungan dengan kehidupan
manusia sehari-hari di dunia kini dan mendatang.

Adapun upaya-upaya yang dilakukan demi mewujudkan impian kampus


tersebut, diantaranya:

a) Kampus pembangunan Indonesia melibatkan tata nilai agama, ulama,


serta cendikiawan, maka hendaknya kita mengkaji kemungkinan
memadukan ilmu dan teknologi dengan nilai agama, mulai dari jenjang
pendidikan dasar, menengah, sampai perguruan tinggi, melalui
silaturahim guru/dosen agama dengan guru/dosen ilmu pengetahuan.
b) Kita semua (guru/dosen) harus menunjukkan keteladanan tinkah laku
yang sesuai dengan nilai agama, baik di dalam maupun di luar sekolah
atau kampus, sebagai representasi ibu yang lembut (almamater) bagi
semua pelajar, mahasiswa, dan masyarakat.
c) Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam hendaknya disusun
sedemikian rupa, sehingga tampak jelas hubungan erat antara agama
dan masalah kehidupan nyata, ataupun antara agama dan masalah gaib.
Karena itu, pengalaman atas teologi Islam, dan menggumuli masalah
konsepsional dan sosial akibat revolusi industrial, komunikasi-
informasi ditinjau dari sudut agama, perlu dieksplorasi lebih tajam.

8
Ibid, hlm. 303

Page | 8
d) Menyimak semua buku teks di sekolah atau perguruan tinggi agar
terhindar dari format dan isi yang menimbulkan keraguan terhadap
kekuasaan dan keagungan Yang Maha Pencipta dalam kehidupan
pelajar, mahasiswa, maupun masyarakat. Buku teks harus mampu
menyimak masa depan, menajamkan presepsi terhadap kondisi realitas,
untuk mencapai masa depan yang lebih panjang.
e) Kita semua (pelajar/mahasiswa dan /guru/dosen) bersama-sama
melaksanakan makna fungsi pendidikan, yakni proses belajar-
mengajar, latihan dan keteladanan dalam berilmu amaliah dan beramal
ilmiah, untuk membangun integritas kepribadian yang terefleksi dalam
tingkah laku mulia (akhlaq karimah) pribadi universal dan eternal,
pribadi yang menjadi rahmat bagi semesta.
f) Kita bersama-sama berusaha menjamin konsistensi dan keharmonisan
tiga lingkaran pendidikan; pendidikan keluarga (sekolah pertama,
informal), pendidikan sekolah ( sekolah kedua, formal ), dan
pendidikan masyarakat ( lingkungan masyarakat, nonformal, sebagai
sekolah yang ketiga ). Kita semua ( umat beragama ) harus menuju
masa depan yang memuat unsur-unsur antisipatif dan wawasan
normatif tentang masa depan pendidikan.
g) Kita semua, yang di kampus atau lembaga pendidikan masa depan
lainnya, dijauhkan dari sifat keangkuhan intelektual. Hubungan para
ilmuwan (cendekiawan) dengan para agamawan (ulama) perlu lebih
akrab, agar perubahan material mengandung unsur normatif. Dengan
demikian masa depan kampus akan berdimensi moral-spiritual
sekaligus teknis-material.

3. Upaya Integrasi Ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Paradigms keilmuan yang memadukan agama dan sains yang dikembangkan
UIN Jakarta menurut Kusmana adalah paradigma integrasi dialogis dan terbuka, yakni
cara pandang terhadap ilmu yang terbuka dan menghormati keberadaan jenis-jenis
ilmu yang ada secara proposional dengan tidak meninggalkan sifat kritis. Terbuka
artinya suatu ilmu atau sekumpulan ilmu dapat bersumber dari agama dan ilmu-ilmu
sekular yang diasumsikan dapat bertemu saling mengisi secara konstruktif. Sedangkan

Page | 9
kritis artinya kedua jenis keilmuan dalam berkonsestensi dan berkomunikasi terbuka
untuk saling mengkritisi secara konstruktif.

Dengan kata lain, paradigma keilmuan UIN Jakarta bersifat universal,


mengapresiasi kenyataan ilmu pengetahuan yang ada, baik bersumber dari ajaran
agama, alam atau dari hasil olah pikir manusia. Hal ini didasarkan pada anggapan
bahwa prinsip dan ukuran yang dipakai dalam ilmu pengetahuan adalah sama, yaitu
harus dapat dibuktikan secara rasional ataupun faktual. Karenanya UIN Jakarta selalu
memposisikan kemungkinan untuk berinteraksi antar jenis ilmu pengetahuan (umum
dan agama) dalam level konstruksi, eksistensi maupun dalam level pemanfaatan hasil
keilmuan.

UIN Jakarta juga merumuskan program kerja yang disebut Pola Ilmiah Pokok
(PIP) yaitu, pembaharuan dalam Islam dengan menampilkan Islam yang modern ,
rasional dan kompitebel dengan perkembangan zaman agar tercipta integrasi
keislaman, keilmuan, kemanusiaan, dan keindonesiaan.

Di samping keterpaduan antara kebutuhan masyarakat dengan pemantapan nilai-


nilai moral dan fitrah manusia di atas, sebagai lembaga pendidikan tinggi, UIN
mempunyai kewajiban-kewajiban yang terkait dengan peran etik, otonomi, tanggung
jawab dan antipisatif antara lain:

Pertama, memelihara dan mengembangkan fungsi-fungsi krusialnya melalui


penegak etik dan keteguhan ilmiah dan intelektual melalui berbagai aktifitasnya9.

Kedua, mampu berbicara lantang dan tegas tentang masalah-masalah etik,


kebudayaan dan sosial secara independen dan dengan kesadaran penuh tentang
tanggung jawabnya menegakkan otoritas kesadaran penuh tentang tanggung jawabnya
menegakkan otoritas intelektual yang diperlukan masyarakat dalam berefleksi,
memahami dan bertindak.

Ketiga, menguatkan fungsi-fungsi kritis dan berorientasi ke masa depan melalui


analisa yang berkelanjutan tentang kecenderungan-kecenderungan perubahan dan
perkembangan sosial, ekonomi, budaya dan politik yang sedang tumbuh dan sekaligus
memberikan fokus bagi prediksi, peringatan dan pencegahan.

9
AM Saefudin, Islamisasi Sains dan Kampus, ( Jakarta: PT PPA Consultants, Oktober 2010), hlm. 326

Page | 10
Keempat, menegakkan kapasitas intelektual dan moral untuk membela dan
secara aktif menyebarkan nilai-nilai yang telah diterima secara universal, termasuk
perdamaian, keadilan, kebebasan, kesetaraan dan solidaritas seperti disinggung dalam
konstitusi UNESCO.

Kelima, menikmati kebebasan dan otonomi akademis, seperti terlihat dalam


hak-hak dan kewajiban, sementara tetap bertanggung jawab sepenunya kepada
masyarakat.

Keenam, memaninkan peranan dalam membantu mengidentifikasi dalam


menjawab masalah-masalah yang mempengaruhi kesejahteraan berbagai komunitas,
bangsa dan masyarakat global.

Untuk itu, UIN Jakarta sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi Islam
dalam perannya menciptakan masyarakat madani Indonesia, seharusnya
mengembangkan kurikulum yang mampu merespon perkembangan iptek dan
perubahan masyarakat yang semakin kompleks, dan mensinergikan ayat-ayat
Qur’aniyah dengan ayat-ayat kauniyah, atau antara ilmu pengetahuan yang diperoleh
melalui pendekatan rasional empiris. Jelasnya, kurikulum perlu dikembangkan dengan
pendekatan integrasi keilmuan dan keislaman serta menghilangkan kecenderungan
dikotomis dan pragmatis yang melanda berbagai masyarakat dunia masa kini.

4. Upaya Integrasi Ilmu di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta


Visi baru program reintegrasi epistemologi keilmuan dan implikasinya dalam
proses belajar mengajar secara akademik dikembangkan boleh UIN Sunan Kalijaga
dengan model Teoantroposentris-Integralistik dalam format integrated curriculum. Ini
merupakan sebuah model aksi dari interpretasi atas doktrin agama mengenai sumber
kebenaran, bahwa selain dalam wahyu yang absolut, kebenaran juga dapat bersumber
dari pengetahuan manusia, dan keduanya bersifat holistik integralistik.

Model ini menekankan perlunya dialog dan kerjasama dengan mengedepankan


pendekatan interdisiplinary, interkoneksitas dan sensitivitas antar berbagai disiplin
keilmuan baik yang bersumber dari wahyu atau ilmu-ilmu yang bersumber dari
pengetahuan manusia atau ilmu-ilmu kauniyyah (social science, natural science, dan
humanities).

Page | 11
Selain itu, dalam setiap langkah yang ditempuh, selalu dibarengi landasan etika-
moral keagamaan objektif yang kokoh, karena keberadaan Al-Qur’an dan as-sunnah
yang dimaknai secara baru selalu menjadi landasan pijak pandangan hidup keagamaan
manusia yang menyatu dalam satu tarik nafas keilmuan dan keagamaan. Semua itu
diabdikan untuk kesejahteraan manusia secra bersama-sama tanpa pandangan latar
belakang, etnisitas, agama, ras maupun golongan. Ini berbeda dengan kondisi
keilmuan sebelumnya yang bersifat dikotomis-atomistik dengan format kurikulum
terpisah, dimana radius daya jangkau aktivitas keilmuan dan lebih-lebih pendidikan
agama di seluruh Perguruan Tinggi Agama Islam hanya berfokus pada ilmu-ilmu
agama ( Kalam, Falsafah, Tasawuf, Hadis, Fiqih, Tarikh, Tafsir, Lughah) .

Isu-isu sosial, politik, ekonomi, keagamaan, militer, gender, lingkunga, ilmu-


ilmu sosial dan humanities kontemporer pasca modern, tidak tersentuh oleh ilmu-ilmu
sosial dan kajian keislaman, bahkan mustahil untuk dipikirkan bagi tradisi keilmuan
keagamaan, meskipun era globalisasi-informasi memaksa manusia beragama di era
sekarang untuk berpikir demikian.

Tegasnya, dalam era UIN sekarang, Fakultas Syari’ah tidak boleh menolak
untuk dimasuki mata kuliah baru yang mengandung muatan humanities kontemporer
dan ilmu-ilmu sosial. Begitu juga dengan Fakultas Tarbiyah, Dakwah, Adab, dan
Ushuluddin.

Dengan demikian, setidaknya, jika para alumni UIN akan berprofesi mereka
tidaklah harus terkurung dalam sangkar isolated profession ( Profesi yang steril dan
terpisah dari persoalan masyarakat sekitarnya ), tetapi lebih dituntut untuk sekaligus
sebagai penggagas dan pelopor social empowerment dan social agent of change
dengan muatan etik yang memihak rakyat kecil yang tidak berdaya dan lingkungan
hidup yang sehat.

5. Upaya Integrasi Ilmu di UIN Sunan Malik Ibrahim Malang


Konsep keterpaduan agama dan sains yang dibangun oleh UIN Malang menurut
Suprayogo meliputi segenap tridharma perguruan tinggi. Pada domain kegiatan
pendidikan, aplikasi integratifnya tidak hanya pada tataran kurikulum saja, tapi
mencakup dimensi etis civitas akademika, dan dimensi ekologis tata lingkungan dan

Page | 12
arsitektur kampus yang secara keseluruhan membentuk kultur akademis yang ideal
(selaras dengan konsep keterpaduan agama dan sains).

Pemahaman yang sama secara fungsional terhadap pengetahuan yang berasal


dari wahyu dan pengetahuan yang dirumuskan secara ilmiah dimaknai bahwa
keduanya memiliki fungi untuk memahami alam semesta dan kehidupan, yang
darinya tabir rahasia alam atau sosial dibutuhkan oleh umat manusia untuk memenuhi
kebutuhan dan meraih kebahagian hidup akan tersingkap. Pemahaman ini
mengkonstruk relasi keduanya (sains dan agama) secara padu dan integratif dalam
membentuk pandangan dunia yang utuh tentang hidup dan kehidupan namun, bukan
dalam makna “dicampurkan” karena walaupun secara fungsional sama, tapi derajat
kebenarannya berbeda dilihat dari sumbernya; wahyu bersifat mutlak sedangkan sains
bersifat relatif.

Dengan model seperti ini, diharapkan akan terjadiintegrasi keilmuan secara


kukuh. Seseorang yang mendalami sumber-sumber ajaran Islam akan memperoleh
inspirasi yang bersifat deduktif untuk mengembangkan bidang ilmu yang ditekuni
dapat memberikan sumbangan pada upaya memperluas pemaknaan Kitab Suci Al-
Qur’an-dan hadis yang dikajinya. Sama halnya dengan saripati makanan yang
dihimpun oleh akar dan selanjutnya dikirim ke seluruh sistem.

Mahasiswa UIN Malang, tanpa kecuali, jurusan apapun yang diambil wajib
mengambil dan menguasai bidang ini. Mengikuti ahli fiqih, mendalami bahasa Arab
dan Inggris, ilmu manthiq, ilmu alam dan ilmu sosial serta sumber ajaran Islam
tersebut hukumnya fardhu ‘ain.

Profesonalisme dan spiritualisme dikembangkan UIN Malang dalam proses


pembiasaan sehari-hari dalam kehidupan mahasiswa, karenanya dalam pengembangan
akademiknya UIN Malang mengasrama-kan mahasiswa di Ma’had (pondok
pesantren) Sunan Ampel UIN Malang sebagai upaya menciptakan kultur akademik
yang berkualitas secara agama dan intelektual.

Page | 13
PENUTUPAN
Islam hadir dengan berbagai cara di Indonesia. Para Ulama pun melakukan berbagai
cara agar Islam tersebar luas, dan dipahami dengan baik oleh masyarakat Indonesia.
Sehingga, tidak menjadi hal yang tabu ketika Islam hadir dalam berbagai aspek termasuk
ilmu pengetahuan dan sains.

Islamisasi melalui ilmu pengetahuan dan sains bukanlah satu-satunya cara untuk
mencapai tujuan dari Islamisasi itu sendiri. Namun, menjadi salah satu cara yang cerdas

Page | 14
untuk menunjukan keagungan Al-Qur’an dan sunnah Rasullullah SAW melalui hal yang di
pandang mutlak seperti sains dan ilmu pengetahuan .

Pada akhirnya, kita mulai memasuki ranah pendidikan . Dimana objeknya itu sendiri
bukanlah terbatas pada orang dewasa saja, melainkan pada anak-anak yang mengenyam
bangku pendidikan. Walaupun, semua mempunyai tingkatan yang berbeda tentunya dalam
aspek penerapan Islamisasi itu sendiri.

Kampus menjadi salah satu objek paling nyata dan tepat untuk mewujudkan
Islamisasi ilmu pengetahuan dan sains ini. Mengapa demikian? Karena, dirasa merupakan
objek yang paling matang, dan mampu menjadi penggerak bagi penyebarluasan Islam itu
sendiri. Semakin kuat arus globalisasi, maka semakin beragam pula Islamisasi di Indonesia.
Dari mulai pendidikan, politik, sosial, bahkan ekonomi

DAFTAR PUSTAKA

AM Saefudin, Islamisasi Sains dan Kampus, Jakarta: PT PPA Consultants, Oktober,


2010
Zainal Habib , Islamisasi Sains; Mendialogkan Intregasi. Mendialogkan Prespektif,

Malang; UIN Malang Pers, 2007

Page | 15
Sayyed Hossein Nasr, Intelektual Islam; Teologi, Filsafat dan Gnosis, terjemahan

Djamaludin M.Z., Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996

Jamal Barzinji, Sejarah Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Jurnal SALAM, Edisi 2 dan 3,

1998

Page | 16

Anda mungkin juga menyukai