Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“KONSEP UTILITAS dan PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN”

Dosen pembimbing:

Rahmani, STP, MP

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Ahmad Reza Fadhian P07131116084

Auliana Ulfah P07131116089

Hayatul Mahya P07131116095

Husnul Fatimah P07131116097

Iramaya Permata Sari P07131116100

Khairunnisa P07131116103

M. Robbi P07131116109

Nadila P07131116117

Niki Utami P07131116118

Nurel Isnaniah P07131116120

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKTEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM DIPLOMA III JURUSAN GIZI
2018/201
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya
lah sehingga penyusunan Makalah yang berjudul “Konsep Utilitas dan
Pengambilan Keputusan Konsumen ” ini telah dapat kami selesaikan.
Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada yang terhormat:
1. Bapak Rahmani, STP, MP selaku dosen pengajar bidang mata kuliah
Ekonomi Pangan dan Gizi yang telah meluangkan waktu, tenang, dan
pikiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam
rangka penyelesaian penyusunan makalah ini.
2. Rekan- rekan semua di Program Studi Diploma III Jurusan Gizi Poltekkes
Kemenkes Banjarmasin yang telah bertukar pikiran dalam penyusunan
makalah ini.

Semoga Allah SWT, memberikan balasan atas kebaikan yang telah


diberikan kepada kami. Diharapkan makalah ini dapat memberikan berbagai
informasi kepada kita semua tentang Konsep Utilitas dan Pengambilan Keputusan
Konsumen. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat diharapkan. Akhirnya, kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkompeten. Aamiin.

Banjarbaru, 14 September 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap individu ataupun rumah tangga pasti mempunyai perkiraan tentang


berapa pendapatanya dalam suatu periode tertentu, misalkan satu tahun. Dan
mereka juga pasti mempunyai suatu gambaran tentang barang - barang atau jasa -
jasa apa saja yang akan mereka beli. Tugas setiap rumah tangga adalah bagaimana
mereka bisa memaksimalkan pendapatan mereka yang terbatas untuk
mendapatkan dan memenuhi semua kebutuhan sehingga bisa mencapai
kesejahteraan. Tapi ternyata hampir tidak satupun individu atau rumah tangga
yang berhasil dalam tugasnya tersebut. Sampai pada tingkat tertentu, kegagalan
tersebut disebabkan oleh adanya keterangan - keterangan yang tidak tepat dan ada
juga alasan - alasan lain seperti pembelian - pembelian secara impulsif.

Segala usaha yang dilakukan untuk mencapai kepuasan maksimum dengan


pendapatan yang terbatas inilah yang mempengaruhi permintaan konsumen
terhadap barang dan jasa di pasar. Untuk menganalisa pembentukan permintaan
konsumen secara lebih akurat, maka akan digunakan beberapa asumsi yang akan
menyederhanakan realitas ekonomi. Disini kita akan mempelajari tentang teori
nilai guna ( utility ).

Secara historis, teori nilai guna (utility) merupakan teori yang terlebih
dahulu dikembangkan untuk menerangkan kelakuan individu dalam memilih
barang-barang yang akan dibeli dan dikonsumsinya. Dapat dilihat bahwa analisis
tersebut telah memberi gambaran yang cukup jelas tentang prinsip-prinsip
pemaksimuman kepuasan yang dilakukan oleh orang-orang yang berfikir secara
rasional dalam memilih berbagai barang keperluannya. Disini kita juga akan
mempelajari bagaimana suatu barang bisa memmberikan kenikmatan terhadap
individu dan bagaimana barang itu akhirnya sama sekali tidak bisa memberikan
kenikmatan terhadap seseorang.

Keputusan pembelian merupakan suatu konsep dalam perilaku pembelian


dimana konsumen memutuskan untuk bertindak atau melakukan sesuatu dan
dalam hal ini melakukan pembelian ataupun memanfaatkan produk atau jasa
tertentu (Balawera, 2013). Pengambilan keputusan konsumen pada dasarnya
merupakan proses pemecahan masalah. Gaya hidup masyarakat yang semakin
tinggi juga merupakan salah satu pengaruh bagi masyarakat untuk
mempertimbangkan keputusan

pembelian terhadap suatu produk. Masyarakat dengan gaya hidup tinggi


cenderung lebih berhati-hati dalam memutuskan produk apa yang akan mereka
beli. Semakin tinggi gaya hidup masyarakat maka semakin tinggi pula kriteria
mereka dalam memilih produk yang akan mereka konsumsi.

Gaya hidup masyarakat sekarang banyak dipengaruhi oleh adanya


modernisasi dalam berbagai bidang sehingga mendorong masyarakat untuk
melakukan penyesuaian dengan mengikuti perkembangan yang terjadi. Gaya
hidup telah menjadi variabel penting dalam pengembangan strategi pemasaran.
Setiap produk memiliki target pasar yang berbeda dan karenanya, diferensiasi
melalui segmentasi pasar diperlukan untuk membangun preferensi masing-
masing kelompok dan kecenderungannya terhadap produk jenis apa yang mereka
sukai. Berkaitan dengan pasar, gaya hidup berfungsi sebagai variabel segmentasi
yang sangat baik karena itu adalah cara hidup oleh seseorang atau kelompok yang
mencakup hubungan sosial, konsumsi, hiburan, dan pola pakaian. Gaya hidup
biasanya mencerminkan sikap seseorang, nilai-nilai atau pandangan dunia, dan
mencerminkan selera pribadi mereka (Lin & Shih, 2012) . Sehingga Gaya hidup
masyarakat mempengaruhi sebuah pengambilan keputusan dalam perilaku
konsumsi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana indetifikiasi tentang konsep utilitas?
2. Bagaimana indetifikasi dalam pengambilan keputusan konsumen?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang konsep utilitas.
2. Untuk mengetahui identifikasi dalam pengambilan keputusan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Nilai Guna (Utility)


Teori nilai guna yaitu teori ekonomi yang mempelajari kepuasan atau
kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dari mengkonsumsikan barang-
barang tertentu. Kalau kepuasan itu semakin tinggi maka semakin tinggi nilai
guna. Sebaliknya semakin rendah kepuasan dari suatu barang maka nilai guna
semakin rendah pula. Dalam teori nilai guna dibedakan menjadi dua pengertian
Nilai guna total dapat diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh
dari mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu. Sedangkan nilai guna marjinal
Nilai guna marjinal berarti pertambahan (atau pengurangan) kepuasan sebagai
akibat dan pertambahan (atau pengurangan) penggunaan satu unit barang tertentu.
Untuk melihat dengan lebih jelas perbedaan kedua pengertian tersebut
perhatikan contoh berikut. Nilai guna total dari mengonsumsi 10 buah mangga
meliputi seluruh kepuasan yang diperoleh dari memakan mangga tersebut.
Sedangkan nilai guna marjinal dari mangga yang kesepuluh adalah pertambahan
kepuasan yang diperoleh dari memakan buah mangga yang kesepuluh.

1. Hipotesis Utama Teori Nilai Guna

Hipotesis utama teori nilai guna, atau lebih dikenal sebagai hukum nilai
guna marjinal yang semakin menurun, menyatakan bahwa tambahan nilai guna
yang diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan suatu barang akan menjadi
semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah konsumsinya ke
atas barang tersebut. Pada akhirnya tambahan nilai guna akan menjadi negatif
yaitu apabila konsumsi ke atas barang tersebut ditambah satu unit lagi, maka nilai
guna total akan menjadi semakin sedikit. Pada hakikatnya hipotesis tersebut
menjelaskan bahwa pertambahan yang terus-menerus dalam megkonsumsi suatu
barang tidak secara terus-menerus menambah kepuasan yang dinikmati orang
yang mengkonsumsikannya. Misalnya, apabila seseorang yang berbuka puasa atau
baru selesai berolahraga memperoleh segelas air, maka ia memperoleh sejumlah
kepuasan daripadanya, dan jumlah kepuasan itu akan menjadi bertambah tinggi
apabila ia dapat meminum segelas air lagi. Hukum nilai guna Marjinal akan dapat
dimengerti dengan lebih jelas apabila digambarkan dalam contoh secara angka
dan selanjutnya contoh itu digambarkan secara grafik.

a. Contoh Angka

Dengan memisalkan bahwa kepuasan dari memakan mangga


dalam satu hari dapat dinyatakan dalam angka, pada table berikut ini
ditunjukkan nilai guna total dan nila guna marjinnal dari memakan
berbagai jumlah buah mangga. Dalam contoh tersebut telah diperhatikan
juga hipotesis di atas, yaitu tambahan nilai guna akan menjadi semakin
menurun apabila konsumsi terus menerus ditambah. Contoh dalam tabel
tersebut menunjukkan bahwa hingga mangga kedelapan nilai guna
marjinal adalah positif, maka nilai guna total secara terus menerus
bertambah kepuasannya. Ketika memakan mangga yang kesembilan nilai
guna marjina adalah negative. Ini berarti kepuasan dari memakan mangga
mencapai tingkat yang paling maksimum apabila jumlah mangga yang
dimakan adalah delapan.
Tabel, Nilai Guna Total dan Nilai Guan Marjinal dalam Angka :
Jumlah buah mangga Nilai guna total Nilai guna marjinal
yang dimakan

0 0 -

1 30 30

2 50 20

3 65 15

4 75 10

5 83 8

6 87 4
7 89 2

8 90 1

9 89 -1

10 85 -4

11 78 -7

b. Contoh Grafik Nilai Guna


Berdasarkan pada angka-angka dalam tabel di atas dalam gambar
berikut ini ditunjukkan kurva nilai guna marjinal. Dalam grafik (i),
sumbu tegak menggambarkan nilai guna total dan sumbu datar
menunjukkan jumlah barang yang dikonsumsi (digunakan). Grafik (ii)
menunjukkan nilai guna marjinal yang diukur pada sumbu tegak, pada
berbagai unit barang yang dikonsumsikan yang digambarkan pada
sumbu datar.
Kurva nilai guna total (TU) bermula dari titik 0, yang berarti
pada waktu tidak terdapat konsumsi, maka nilai guna total adalah nol.
Pada mulanya kurva nilai guna total adalah menaik, yang berarti kalau
jumlah konsumsi mangga bertambah, maka nilai guna total bertambah
tinggi. Kurva nilai guna total mulai menurun pada waktu konsumsi
mangga melebihi delapan buah. Kurva nilai guna marjinal (MU) turun
dari kiri atas ke kanan bawah. Gambaran ini mencerminkan hukum
nilai guna marjinal yang semakin menurun. Kurva nilai guna marginal
memotong sumbu datar sesudah jumlah mangga yang kedelapan.
Berarti sesudah perpotongan tersebut nilai guna marjinal adalah negtif.
Gambar, Grafik Nilai Guna Total dan Marjinal

2. Pemaksimuman Nilai Guna


Salah satu pemisalan penting dalam teori ekonomi adalah setiap orang akan
berusaha untuk memaksimumkan kepuasan yang dapat dinikmatinya.dengan
perkataan lain, setiap orang akan berusaha untuk memaksimumkan nilai guna dari
barang-barang yang dikonsumsikannya. Apabila yang dikonsumsikannya hanya
satu barang saja, tidak sukar untuk menentukan oada tingkat mana nilai guna dari
memperoleh dan menikmati barang itu akan mencapai tingkat yang maksimum.
Tingkat itu dicapai pada waktu nilai guna total mencapai tigkat maksimum. Tetapi
kalau barang yangdignakan adalah beragai jenis-jenisnya, cara unuk menentukan
corak konsumsi barang-barang yang akan menciptakan nilai guna yang
maksimum menjadi lebih rumit.
3. Cara Memaksimumkan Nilai Guna
Kerumitan yang ditimbulkan untuk menentukan susunan atau komposisi
dan jumlah barang yang akan mewujudkan nilai guna yang maksimum bersumber
dari perbedaan harga-harga berbagai barang. Kalau harga barang adalah
bersamaan, nilai guna akan mencapai tingkat yang maksimum apabila nilai guna
marjinal dari setiap barang adalah sama besarnya. Misalnya, seseorang
mengonsumsi tiga macam barang, yaitu sejenis pakaian, sejenis makanan, dan
sejenis hiburan (katakanlah kegiatan menonton film). Didapatinya bahwa unit
pakaian yang ketiga, unit makanan yang kelima, dan menonton film yang kedua
memberikan nilai guna marjinal yang sama besarnya. Kalau harga dari ketiga
barang tersebut adalah bersamaan, kepuasan yang maksimum (atau nilai guna
yang maksimum) akan diperoleh orang tersebut apabila mengonsumsikan tiga unit
pakaian, lima unit makanan, dan dua kali menonton film.
4. Syarat Pemaksimuman Nilai Guna
Dalam keadaan dimana harga-harga berbagai macam barang adalah
berbeda. Syarat yang harus dipenuhi agar barang-barang yang dikonsumsikan
akan memberikan nilai guna yang maksimum adalah: Setiap rupiah yang
dikeluarkan untuk membeli unit tambahan berbagai jenis barang akan
memberikan nilai guna marjinal yang sama besarnya.
Misalkan seseorang melakukan pembelian dan konsumsi di atas dua acam
barang yaitu makanan dan pakaian, dan berturut-turut harganya adalah 5000
rupiah dan50000 rupiah. Misalkan tambahan satu unit makanan akan memberikan
nilai guna marjinal sebanyak 5, dan tambahan satu unit pakaian mempunyai nilai
guna marjinal sebanyak 50. Andaikata orang itu mempunyai uang sebanyak
50000 rupiah, kepada barang apakah uang itu akan dibelanjakan ? dengan uang itu
orang tersebut dapat membeli 10 unit tambahan makanan, maka jumlah nilai guna
marjinal yang diperolehnya adalah 10 x 5 = 50. Kalau uang itu digunakan untuk
membeli pakaian, yang diperolehnya hanyalah satu unit dan nilai guna marjinal
dari satu unit tambahan pakaian ini adalah 50.
Dengan mudah dapat dilihat bahwa orang tersebut tidak perlu bersusah-
payah untuk menentukan barang mana yang harus ditambah konsumsinya. Apa
pun yang dipilih akan memberikan nilai guna marjinal yang sama besarnya.
Berdasarkan kepada contoh di atas dapatlah dikemukakan hipotesis berikut :
a. Seseorang akan memaksimumkan nilai guna dari barang-barang
yang dikonsumsikannya apabila perbandingan nilai guna marjinal
berbagai barang tersebut adalah sama dengan perbandingan harga
barang-barang tersebut. Keadaan seperti itu wujud dalam contoh di
atas. Perbandingan harga makanan dan pakaian adalah 5000:5000
atau 1:10, dan ini adalah sama dengan perbandingan nilai guna
marginal makanan dan pakaian, yaitu 5:50 atau 1:10.
b. Seorang akan memaksimalkan nilai guna dari barang-barang yang
dikonsumsikannya apabila nilai guna marjinal untuk setiap rupiah
yang dikeluarkan adalah sama untuk setiap barang yang
dikonsumsikan. Dalam contoh di atas nilai guna marjinal per
rupiah dari tambahan makanan adalah: nilai guna marjinal/harga =
5/5000 =1/1000. Dan nilai guna marjinal per rupiah dari tambahan
pakaian adalah: nilai guna marjinal/harga = 50/50000 = 1/1000.
Kedua hipotesis tersebut mengandung pengertian yang
sama. Syarat pemaksimuman nilai guna seperti yang dinyatakan
dalam (1) dan (2) biasanya dinyatakan secara rumus aljabar, yaitu
secara berikut:

MU barang A = MU barang B = MU barang C


PA PB Pc
Dalam pertemuan di atasMU adalah nilai guna marjinal dan
PA, PB dan Pc berturut-turut adalah harga barang A, barang B, barang
C.

5. Teori Nilai Guna dan Teori Permintaan


Dengan menggunakan teori nilai guna dapat diterangkan sebabnya kurva
permintaan bersifat menurun dari kiri atas ke kanan bawah yang menggambarkan
bahwa semakin rendah harga suatu barang, semakin banyak permintaan ke
atasnya. Ada 2 faktor yang menyebabkan permintaan keatas suatu barang berubah
apabila harga barang itu mengalami perubahan: Efek penggantian dan Efek
pendapatan.

6. Efek Penggantian
Perubahan suatu barang mengubah nilai guna marjinal per rupiah dari
barang yang mengalami perubahan harga tersebut. Kalau harga mengalami
kenaikan, nilai guna marjinal per rupiah yang diwujudkan oleh barang tersebut
menjadi semakin rendah. Misal, harga barang A bertambah tinggi, maka sebagai
akibatnya sekarang MU barang A/PA menjadi lebih kecil dari semula. Kalau harga
barang-barang lainnya tidak mengalami perubahan lagi maka perbandingan
diantara nilai guna marjinal barang-barang itu dengan harganya (atau nilai guna
marjinal per rupiah dan barang-barang itu) tidak mengalami perubahan. Dengan
demikian, untuk barang B misalnya, MU barang B/PB yang sekarang adalah sama
dengan sebelumnya. Berarti sesudah harga barang A naik, keadaan yang berikut
berlaku Efek Pendapatanyaitu kalau pendapatan tidak mengalami perubahan maka
kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil menjadi semakin sedikit. Dengan
perkataan lain, kemampuan pendapatan yang diterima untuk membeli barang-
barang menjadi bertambah kecil dari sebelumnya. Maka kenaikan harga
menyebabkan konsumen mengurangi jumlah berbagai barang yang dibelinya,
termasuk barang yang mengalami kenaikan harga. Penurunan harga suatu barang
menyebabkan pendapatan riil bertambah, dan ini akan mendorong konsumen
menambah jumlah barang yang dibelinya. Akibat dari perubahan harga kepada
pendapatan ini, yang disebut efek pendapatan, lebih memperkuat lagi efek
panggantian didalam mewujudkan kurva permintaan yang menurun dari kiri atas
ke kanan bawah.

B. Pengambilan Keputusan (Decision Making)


1. Definisi Pengambilan Keputusan
Pilihan-pilihan produk dan jasa konsumen terus berubah. Hal ini
disebabkan dengan semakin pesatnya jenis produk dan jasa yang dihasilkan oleh
suatu perusahaan. Selain itu, perusahaan yang ingin berkembang dan menarik
pelanggan sebanyak-banyaknya, perlu mempunyai pengetahuan yang mendalam
tentang perilaku konsumen agar dapat mendefinisikan pasar yang baik dan
mengikuti perubahan yang konsisten terus-menerus serta merancang bauran
pemasaran yang tepat. Dalam memahami tentang perilaku konsumen, terdapat apa
yang disebut dengan pengambilan keputusan konsumen. Keputusan adalah
membuat pilihan diantara dua alternatif atau lebih. Keputusan juga dapat diartikan
sebagai hasil dari pemecahan masalah, namun dalam prosesnya harus didasari
oleh logika dan pertimbangan, penetapan alternatif terbaik, serta mendekati dari
tujuan yang telah dibuat sebelumnya (Soenhadji, hal. 2).
Dari beberapa definisi diatas dapat diketahui bahwa keputusan merupakan
upaya dalam rangka menjawab masalah yang muncul, dimana masalah tersebut
berasal dari adanya kesenjangan antara keadaan yang terjadi dengan harapan.
Sehingga pengambilan keputusan diartikan sebagai suatu kegiatan individu yag
secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang
ditawarkan.
Adapun tahap-tahap dalam proses pengambilan keputusan terdiri dari
pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan
perilaku pasca pembelian (Lamb, Hair dan McDaniel, 2000, hal. 188).
a. Pengenalan Kebutuhan
Proses pembelian dimulai ketika pembeli menyadari bahwa
terdapat suatu masalah atau kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan
internal atau eksternal. Pada tahap ini pemasar harus meneliti
konsumen untuk menemukan jenis kebutuhan atau masalah apa yang
timbul dan apa yang menyebabkannya, lalu bagaimana masalah itu
dapat mengarahkan konsumen pada produk tertentu.
b. Pencarian Informasi.
Pada tahap ini konsumen ingin mengumpulkan informasi sebanyak
mungkin terkait produk yang akan dibelinya. Semakin banyak
informasi yang diperoleh, kesadaran konsumen dan pengetahuan akan
merek dan fitur yang tersedia meningkat. Sehingga perusahaan harus
mendesain bauran pemasarannya untuk membuat konsumen
menyadari dan mengetahui merek tersebut
c. Evaluasi Alternatif
Pada tahap ini konsumen memproses informasi untuk
mengevaluasi merek alternatif dalam sekelompok pilihan. Cara
konsumen mengevaluasi alternative bergantung pada konsumen
pribadi dan situasi pembelian tertentu, sehingga pemasar harus
mempelajari pembeli untuk menemukan bagaimana pembeli
mengevaluasi pilihan merek untuk selanjutnya mempengaruhi
keputusan pembeli.
d. Keputusan Pembelian
Secara umum, keputusan pembelian konsumen adalah membeli
merek yang paling disukai. Tetapi ada dua faktor yang mempengaruhi
keputusan pembelian yakni sikap orang lain dan faktor situasional
yang tidak diantisipasi.
c. Perilaku Pasca Pembelian
Pada tahap ini, pembeli sudah dapat memberikan evaluasi tentang
apakah produk yang dibelinya sudah dapat memenuhi kebutuhan atau
menyelesaikan masalah atau justru pembeli tidak mendapatkan
manfaat sama sekali dari suatu produk.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen


Dalam proses pengambilan keputusan konsumen tidak dapat terjadi
dengan sendirinya, karena secara tidak langsung masalah kebudayaan, sosial,
individu dan psikologis juga mempengaruhi proses keputusan tersebut. Ketika
membahas pengambilan keputusan untuk membeli, seseorang akan dipengaruhi
beberapa faktor. Faktor utama yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen
yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor psikologis (Kotler,
1997, hal. 153).
a. Faktor budaya
Faktor budaya dipengaruhi oleh budaya, sub budaya dan kelas
sosial. Budaya adalah penentu keingian dan perilaku yang paling
mendasar. Budaya juga merupakan kumpulan nilai – nilai dasar,
persepsi, keinginan dan tingkah laku yang dipelajari oleh seorang
anggota masyarakat dari keluaraga dan lembaga penting lainnya.
Budaya adalah keseluruhan kepercayaan, nilai – nilai, dan kebiasaan
yang mempelajari yang membantu mengarahkan perilaku konsumen
para anggota masyarakat tertentu (Schifman dan Kanuk, 2008, hal.
358). Budaya melengkapi orang dengan rasa identitas dan pengertian
akan perilaku yang dapat diterima di dalam masyarakat. Budaya
merupakan karakter yang penting dari suatu sosial yang membedakan
dari kelompok kultur lainnya. Apa yang dimakan seseorang, bagaiman
mereka berpakaian, apa yang mereka pikirkan dan rasakan, bahasa apa
yang mereka bicarakan adalah dimensi dari kultur (Setiadi, 2008, hal.
334).

Pendapat lain menyebutkan bahwa budaya adalah segala nilai,


pemikiran, simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan,
dan kebiasaan seseorang dan masyarakat (Sumarwan, 2002, hal. 195).
Setiap budaya terdiri dari subbudaya yang lebih kecil yang
memberikan lebih banyak ciri-ciri dan sosialisasi khusus bagi anggota–
anggotanya. Pada dasarnya masyarakat memiliki strata sosial.
Stratifikasi lebih sering ditemukan dalam bentuk kelas sosial. Kelas
sosial adalah pembagian dalam masyarakat yang terdiri dari individu –
individu yang berbagi nilai, minat dan perilaku yang sama (Engel,
1994, hal. 47).
Sedangkan menurut Sumarwan (2002, hal. 218) kelas sosial
merupakan bentuk lain dari pengelompokan masyarakat kedalam
kelas atau kelompok yang berbeda. Kelas sosial akan mempengaruhi
jenis produk, jenis jasa, dan merek yang dikonsumsi oleh konsumen.
Kelompok status mencerminkan suatu harapan komunitas akan gaya
hidup di kalangan masing – masing kelas dan juga estimasi sosial
yang positif atau negatif mengenai kehormatan yang diberikan
kepada masing – masing kelas (Setiadi, 2008, hal. 299).
b. Faktor sosial
Dalam faktor sosial, kelompok referensi, keluarga, peran sosial
dan status mempengaruhi perilaku pembelian. Kelompok referensi
(reference group) adalah semua kelompok yang mempunyai pengaruh
langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau
perilaku orang tersebut. Menurut Assel (dalam Sutisna, 2002, hal.
176) kelompok rujukan atau kelompok referensi adalah kelompok
yang berfungsi sebagai poin rujukan bagi individu dalam membentuk
kepercayaan, sikap dan perilakunya.
Adapun jenis – jenis kelompok referensi menurut Engel
(1994, hal. 167):
1). Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder
Kelompok primer merupakan kelompok dengan interaksi
yang tidak terbatas, sesama anggotanya sudah saling
mengenal dan memperlihatkan kesamaan yang mencolok
dalam kepercayaan dan perilaku. Sedangkan kelompok
sekunder adalah kelompok yang interaksinya bersifat
lebih sporadis, kurang komperhensif, dan kurang
berpengaruh dalam membentuk gagasan dan perilaku.
2). Kelompok Aspirasi dan Kelompok Disosiatif
Kelompok aspirasi merupakan kelompok yang
didalamnya terdapat keinginan untuk mempergunakan
norma, nilai serta perilaku orang lain. Sedangkan
kelompok disosiatif adalah kelompok yang nilai – nilainya
atau normanya berusaha dihindari oleh orang lain.
3). Kelompk Formal dan Kelompok Informal
Kelompok formal merupakan kelompok yang memiliki
peraturan- peraturan yang tegas, organisasi dan strukturnya
dimodifikasi secara tertulis dan hubungan antara
anggotanya didasarkan pada aturan yang telah ditetapkan.
Sedangkan kelompok informal merupakan kelompok
dengan lebih sedikit struktur dan mungkin didasarkan pada
persahabatan atau persamaan – persamaan yang dimiliki
anggotanya.
c. Faktor pribadi
Faktor pribadi meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup
pembeli, pekerjaan dan keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri,
serta gaya hidup dan nilai. Seseorang mengubah barang dan jasa yang
mereka beli selama hidup mereka. Selera terhadap makanan, pakaian,
dan rekreasi sering kali berhubungan dengan usia. Pekerjaan seseorang
akan mengarahkan pada kebutuhan dan keinginan seseorang dalam
mengkonsumsi barang maupun jasa yang diinginkan.
Pekerjaan juga mempengaruhi pola konsumsi. Para pemasar
berusaha untuk mengidentifikasi kelompok pekerjaan yang memiliki
minat lebih diatas rata- rata produk dan jasa yang mereka hasilkan.
Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi yaitu
pengahasilan yang dapat dibelanjakan, tabungan dan aset, kekuatan
pinjaman, dan sikap terhadap pengeluaran dan tabungan. Menurut
Simamora (2001, hal. 10) keadaan ekonomi sangat mempengaruhi
pilihan produk. Pemasar yang produknya peka terhadap pendapatan
dapat dengan seksama memperhatikan kecenderungan dalam pendapatan
pribadi, tabungan, dan tingkat bunga. Jadi jika indikator – indikator
ekonomi tersebut menunjukan adanya resesi, pemasar dapat mencari
jalan untuk menetapkan posisi produknya.
Menurut Stanton (1996, hal. 159) kepribadian adalah pola ciri-ciri
seseorang yang menjadi determinan (faktor penentu) dalam perilaku
responnya. Kepribadian adalah respon yang konsisten terhadap stimulus
lingkungan (Engel, 1994, hal. 367).
Menurut Sumarwan (2002, hal. 56) gaya hidup menggambarkan
pola dan perilaku seseorang, yaitu bagaimana ia hidup, menggunakan
uangnya dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya. Gaya hidup
berbeda dengan kepribadian, walaupun berbeda gaya hidup dan
kepribadian saling berhubungan. Keputusan konsumen juga dipengaruhi
oleh nilai inti (core values), sistem kepercayaan yang mendasari sikap
dan perilaku. Nilai inti lebih dalam daripada perilaku atau sikap dan
menentukan pilihan dan keinginan seseorang pada tingkat dasar dalam
jangka panjang.
d. Faktor psikologis
Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor
psikologis utama, yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan
dan pendirian. Motivasi menurut American Encyclopedia adalah
kecenderungan (suatu sifat yang merupakan pokok pertentangan) dalam
diri seseorang yang membangkitkan topangan dan tindakan. Motivasi
meliputi faktor kebutuhan biologis dan emosional yang hanya dapat
diduga dari pengamatan tingkah laku manusia (Setiadi, 2008 , hal. 94).
Motivasi konsumen adalah keadaan di dalam pribadi seseorang yang
mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan – kegiatan
guna mencapai suatu tujuan. Menurut Setiadi (2008, hal. 160) persepsi
adalah proses bagaimana stimuli-stimuli diseleksi, diorganisasikan, dan
diinterpretasikan. Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik
tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan
sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Persepsi yang dibentuk
oleh seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya.
Menurut Setiadi (2008, hal. 187) pembelajaran dapat dipandang sebagai
proses dimana pengalaman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan,
sikap atau prilaku.
e. Perilaku Konsumen
Perilaku Konsumen merupakan suatu tindakan yang tunjukkan
oleh konsumen dalam hal mencari, menukar, menggunakan, menilai,
mengatur barang atau jasa yang mereka anggap akan memuaskan
kebutuhan mereka. Dalam arti lain perilaku ditunjukkan, yakni
bagaimana konsumen mau mengeluarkan sumber dayanya yang terbatas
seperti uang, waktu, tenaga untuk mendapatkan/ menukarkan dengan
barang atau jasa yang diinginkannya. Analisis tentang berbagai faktor
yang berdampak pada perilaku konsumen menjadi dasar dalam
pengembangan strategi pemasaran. Untuk itu pemasar wajib memahami
konsumen, seperti apa yang dibutuhkan, apa seleranya, dan bagaimana
konsumen mengambil keputusan. Menurut Mowen (2002) bahwa,
“perilaku konsumen (consumer behaviour) didefinisikan sebagai studi
tentang unit pembelian (buying units) dan proses pertukaran yang
melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan barang, jasa,
pengalaman serta ide-ide”. Sedangkan menurut Kotler (2007) bahwa,
“perilaku konsumen merupakan studi tentang cara individu, kelompok,
dan organisasi menyeleksi, membeli, menggunakan, dan memposisikan
barang, jasa, gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan mereka”. The American Marketing Association dalam Setiadi
(2003) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan interaksi
dinamis antara afeksi & kognisi, perilaku, dan lingkungannya dimana
manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Dari
definisi tersebut terdapat 3 (tiga) ide penting perilaku konsumen, yaitu :

1. Perilaku konsumen bersifat dinamis. Itu berarti bahwa perilaku


seorang konsumen, grup konsumen, ataupun masyarakat luas
selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu.

2. Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara afeksi (perasaan)


dan kognisi (pemikiran), perilaku dan kejadian di sekitar.

3. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran, karena itu peran


pemasaran adalah untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen
melalui formulasi dan penerapan strategi pemasaran. kapankah,
dimanakah, bagaimanakah, dan dari siapakah membeli barang atau
jasa”.

Peter dan Olson (1999) dalam Simamora (2003) menyatakan bahwa


perilaku konsumen adalah soal keputusan. Lebih jauh lagi, keputusan
adalah soal pilihan. Untuk lebih jelasnya mereka menyatakan bahwa
keputusan meliputi suatu pilihan “antara dua atau lebih alternatif tindakan
atau perilaku”.Sastradipora (2003) menyatakan bahwa: “perilaku
konsumen adalah proses dimana para individu menetapkan jawaban atas
pertanyaan: perlukah, apakah, seseorang ataupun suatu kelompok untuk
memilih, membeli, menggunakan dan memanfaatkan barang-barang,
pelayanan, ide, ataupun pengalan untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Teori nilai guna (utility) merupakan teori yang mempelajari kelakuan


(kepuasan atau kenikmatan) seorang konsumen dalam memilih barang-barang
yang akan dibeli dan dikonsumsinya. Apabila kepuasan itu semakin tinggi maka
semakin tinggi nilai guna. Sebaliknya semakin rendah kepuasan dari suatu barang
maka nilai guna semakin rendah pula.

Semakin banyaknya jenis produk dan jasa yang dihasilkan oleh suatu
perusahaan, maka pilihan-pilihan produk bertambah dan jasa konsumen terus
berubah. Hal ini menyebabkan seseorang dapat menambah barang yang ia
konsumsi, sehingga diperlukan pemaksimuman nilai guna terhadap barang
tersebut.

Gaya hidup masyarakat mempengaruhi sebuah pengambilan keputusan dalam


perilaku konsumsi. Masyarakat dengan gaya hidup tinggi cenderung lebih berhati-
hati dalam memutuskan produk apa yang akan mereka beli. Semakin tinggi gaya
hidup masyarakat maka semakin tinggi pula kriteria mereka dalam memilih
produk yang akan mereka konsumsi. Pengambilan keputusan diartikan sebagai
suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan
mempergunakan barang yang ditawarkan. Adapun faktor utama yang
mempengaruhi perilaku pengambilan keputusan yaitu faktor budaya, faktor sosial,
faktor pribadi dan faktor psikologis (Kotler, 1997, hal. 153).
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, LT. 2017. Keputusan pembelian perilaku konsumsi. Universitas


Muhammadiyah Surakarta.http://eprints.ums.ac.id/50125/3/BAB%20I.pdf.
(Diakses pada tanggal 11 Seprtember 2018).

Kotler, Philip and Armstrong,Gary. 1997.Dasar – dasar Pemasaran. Jakarta : PT.


Ikrar Mandiri Abadi. (Diakses pada tanggal 10 September 2018).

Kotler,Philip. dkk. 2000. Manajemen Pemasaran Perspektif Asia. Yogyakarta :


Person Education Asia. (Diakses pada tanggal 10 September 2018).

Rama Gay, Ade. 2015. Makalah ekonomi, Utulitas.


http://youngamq.blogspot.com/2015/05/makalah-utilitas.html. (Diakses
pada tanggal 11 Seprtember 2018).

S.P. Siagian. Teori dan praktek pengambilan keputusan. Jakarta : penerbit CV


haji Masagung. (Diakses pada tanggal 10 September 2018).

Triambarr,“Teori Nilai Guna (Utility)”, Blog Triambarr.


rosdianaz.blogspot.com/2015/10/makalah-perilaku-konsumen-teori-
nilai.html. (Diakses pada tanggal 12 September 2018).

Anda mungkin juga menyukai