Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi mikro merupakan ilmu yang memiliki beberapa pokok bahasan, salah
satunya adalah studi mengenai perilaku konsumen. Terdapat suatu alasan ketika
konsumen membeli barang lebih banyak pada saat harga barang rendah dan mengurangi
pembeliannya saat harga barang tersebut tinggi. Setiap individu ataupun rumah tangga
pasti mempunyai perkiraan tentang berapa pendapatannya dalam suatu periode tertentu,
misalkan satu tahun. Dan mereka juga pasti mempunyai suatu gambaran tentang barang
barang atau jasa jasa apa saja yang akan mereka beli. Tugas setiap rumah tangga
adalah bagaimana mereka bisa memaksimalkan pendapatan mereka yang terbatas untuk
mendapatkan dan memenuhi semua kebutuhan sehingga bisa mencapai kesejahteraan.
Tapi ternyata hampir tidak satupun individu atau rumah tangga yang berhasil dalam
tugasnya tersebut. Sampai pada tingkat tertentu, kegagalan tersebut disebabkan oleh
adanya keterangan - keterangan yang tidak tepat dan ada juga alasan - alasan lain seperti
pembelian pembelian secara impulsif.
Segala usaha yang dilakukan untuk mencapai kepuasan maksimum dengan
pendapatan yang terbatas inilah yang mempengaruhi permintaan konsumen terhadap
barang dan jasa di pasar. Untuk menganalisa pembentukan permintaan konsumen secara
lebih akurat, maka akan digunakan beberapa asumsi yang akan menyederhanakan
realitas ekonomi. Atas dasar beberapa hal tersebut maka terdapat pokok bahasan teori
nilai guna (utility).
Dalam sejarahnya, teori nilai guna (utility) merupakan teori yang terlebih dahulu
dikembangkan untuk menerangkan perilaku individu dalam memilih barang-barang yang
akan dibeli dan dikonsumsinya. Dapat dilihat bahwa analisis tersebut telah memberi
gambaran yang cukup jelas tentang prinsip-prinsip pemaksimuman kepuasan yang
dilakukan oleh orang-orang yang berfikir secara rasional dalam memilih berbagai barang
keperluannya. Disini kita juga akan mempelajari bagaimana suatu barang dapat
memberikan kenikmatan terhadap individu dan bagaimana barang tersebut sama sekali
tidak dapat memberikan kenikmatan terhadap seseorang.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari latar belakang diatas maka adapun rumusan masalah pada
makalah ini, yaitu antara lain:
1. Apa yang Dimaksud dengan Teori Perilaku Konsumen serta Faktor-faktor yang
mempengaruhinya?
2. Apa yang Dimaksud dengan Nilai Guna (Utility)?
3. Bagaimana Pendekatan Nilai Guna (Utility)?
4. Bagaimana Hukum Nilai Guna (Utility) Kardinal serta konsekuensinya?
5. Apa yang Dimaksud dengan Surplus Konsumen?
6. Bagaimana cara pemaksimuman Nilai Guna?
7. Bagaimana Efek Perubahan Harga, Pendapatan, dan Subtitusi Terhadap Perilaku
Konsumen?
C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan Rumusan di atas, adapun tujuan penlisan Makalah ini yaitu:
1

1. Untuk Menjelaskan Teori Perilaku Konsumen serta Faktor-faktor yang


mempengaruhinya !
2. Untuk Menjelaskan Nilai Guna (Utility) !
3. Untuk menjelaskan Pendekatan Nilai Guna (Utility) !
4. Untuk menjelaskan Hukum Nilai Guna (Utility) Kardinal serta konsekuensinya !
5. Untuk menjelaskan Surplus Konsumen !
6. Untuk menjelaskan Cara Pemaksimuman Nilai Guna !
7. Untuk menjelaskan Efek Perubahan Harga, Pendapatan, dan Subtitusi Terhadap
Perilaku Konsumen !

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TEORI PERILAKU KONSUMEN
Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang/ organisasi
dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk atau
jasa setelah dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku konsumen akan
2

diperlihatkan dalam beberapa tahap yaitu tahap sebelum pembelian, pembelian, dan
setelah pembelian. Pada tahap sebelum pembelian konsumen akan melakukan
pencarian informasi yang terkait produk dan jasa. Pada tahap pembelian, konsumen
akan melakukan pembelian produk, dan pada tahap setelah pembelian, konsumen
melakukan konsumsi (penggunaan produk), evaluasi kinerja produk, dan akhirnya
membuang produk setelah digunakan.Atau kegiatan-kegiatan individu yang secara
langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa termasuk di
dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatankegiatan tersebut.
Perilaku konsumen mempelajari di mana, dalam kondisi macam apa, dan
bagaimana kebiasaan seseorang membeli produk tertentu dengan merk tertentu.
Kesemuanya ini sangat membantu manajer pemasaran di dalam menyusun
kebijaksanaan pemasaran perusahaan. Proses pengambilan keputusan pembelian
suatu barang atau jasa akan melibatkan berbagai pihak, sesuai dengan perannya
masing-masing. Peran yang dilakukan tersebut adalah: (1) Initiator, adalah individu
yang mempunyai inisiatif pembelian barang tertentu; (2) Influencer, adalah individu
yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Informasi mengenai kriteria yang
diberikan akan dipertimbangkan baik secara sengaja atau tidak; (3) Decider, adalah
yang memutuskan apakah akan membeli atau tidak, apa yang akan dibeli, bagaimana
membelinya; (4) Buyer, adalah individu yang melakukan transaksi pembelian
sesungguhnya; (5) User, yaitu individu yang mempergunakan produk atau jasa yang
di beli. Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan pembelian terhadap
suatu produk. Manajemen perlu mempelajari faktor-faktor tersebut agar program
pemasarannya dapat lebih berhasil. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor
ekonomi, psikologis, dan antropologios.
Perilaku konsumen timbul karena adanya kendala dalam keterbatasan
pendapatan di satu sisi dan di sisi lain adanya keinginan untuk mengkonsumsi barang
dan jasa sebanyak-banyaknya. Pada intinya yang akan dijelaskan dalam teori perilaku
konsumen adalah bagaimana fungsi permintaan konsumen itu berbentuk dan lebih
jelasnya kapan kepuasan konsumen itu tercapai. Teori perilaku konsumen pada
dasarnya menjelaskan bagaimana konsumen itu mendayagunakan sumber daya yang
ada (uang) dalam rangka memuaskan kebutuhan/keinginan dari satu atau lebih
produk. Penilaian kepuasan umumnya bersifat subjektif baik bagi pemakai langsung
maupun bagi penilai.

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN


Menurut judul salah satu studi klasik, kita termasuk ke dalam social
animals. Jadi, untuk memahami perilaku konsumen bergantung pada psikologi dan
sosiologi. Hasilnya berfokus pada empat bidang yang menjadi pengaruh utama
terhadap perilaku konsumen: psikologis, pribadi, sosial, dan budaya (RW.Griffin &
RJ. Ebert, 2003:366)
1. Pengaruh psikologis mencakup motivasi, presepsi, kemampuan belajar, dan sikap
perseorangan.
3

2. Pengaruh pribadi mencakup gaya hidup, kepribadian, dan status ekonomi.


3.
Pengaruh sosial mencakup keluarga, pendapat pemimpin (orang yang
pendapatnya diterima oleh orang lain), dan kelompok referensi lainya seperti
teman, rekan sekerja, dan rekan seprofesi.
4. Pengaruh budaya mencakup budaya (cara hidup yang membedakan satu
kelompok besar dengan kelompok lainya), subkultur (kelompok yang lebih kecil,
seperti kelompok etnis yang memilliki nilai-nilai bersama), dan kelas sosial
(kelompok-kelompok berdasarkan peringkat budaya menurut kriteria seperti latar
belakang, pekerjaan, dan pendapatan.
D. PENGERTIAN NILAI GUNA (UTILITY)
Utility atau nilai guna sering digunakan sebagai istilah untuk menjelaskan
mengenai suatu manfaat barang atau komoditas tertentu. Pada teori keseimbangan,
diketahui bahwa teori keseimbangan menggambarkan antara kesesuaian antara
permintaan dan penawaran. Permintaan timbul karena konsumen memerlukan
manfaat dari komoditas yang diminta. Manfaat inilah yang dikenal dengan istilah
utilitas (utility). Jadi sebenarnya permintaan suatu komoditas menggambarkan
permintaan akan manfaat dari komoditas tersebut (Sugiarto Dkk, 2007)
Teori utility sering digunakan sebagai pendekatan dalam menjelaskan perilaku
konsumen. Pokok persoalan ekonomi yang dihadapi oleh setiap orang dalam perannya
sebagai konsumen membutuhkan bermacam barang dan jasa yang semua harus
diimbangi dengan kemampuan membeli. Konsumen harus berhadapan dengan pilihan
jenis dan jumlah barang dan jasa yang harus di beli serta harga yang harus dibayar
untuk mendapatkan barang dan jasa yang dituju.
Didalam teori ekonomi kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seseorang
dari mengkonsumsikan barang-barang dinamakan nilai guna atau utility. Kalau
kepuasan itu semakin tinggi maka makin tinggilah nilai gunanya atau utilitinya.
Nilai guna dibedakan diantara dua pengertian: nilai guna total dan nilai guna
marjinal. Nilai guna total dapat diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang
diperoleh dari mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu. Sedangkan nilai guna
marjinal berarti pertambahan (atau pengurangan) kepuasan sebagai akibat dan
pertambahan (atau pengurangan) penggunaan satu unit barang tertentu.
Konsumen yang bertindak ekonomis harus mempertimbangkan pengorbanan,
yaitu harga yang harus dibayar dan hasilnya, yaitu manfaat atau nilai guna atau
kepuasan yang diperoleh dari pengeluaran uang tersebut. Sebagai contoh yaitu jika
seseorang hanya mempunyai satu baju yang baik, maka manfaat baju yang satu itu
(dan penilaiannya terhadap baju itu) amat besar. Jika baju tersebut sobek, maka
seseorang itu akan merasa susah dan perlu/butuh untuk membeli baju lain meskipun
harus membayar harga yang cukup mahal. Tetapi jika seandainya terdapat persediaan
10 baju yang masih baik di almari, manfaat dari satu potong baju itu tidak dirasakan
begitu besar. Kalau ada satu baju yang sobek, maka tingkat kebutuhan terhadap
pembelian baju menjadi menurun.
Utility atau daya guna suatu barang sebenarnya berarti kemampuan barang
tersebut untuk memenuhi kebutuhan manusia secara obyektif. Produksi menciptakan
kemampuan tersebut. Namun baru dirasakan apabila barang itu dikonsumsi. Oleh
4

karena itu, pengertian utility dalam analisis perilaku konsumen berarti manfaat yang
dirasakan dari konsumsi suatu barang atau kepuasan yang diperoleh dari barang / jasa
tersebut dan dengan demikian juga penghargaan konsumen terhadapnya. Jadi utility
juga merupakan suatu yang subyektif, tergantung pada pribadi yang melekat pada diri
konsumen yaitu sejauh mana kebutuhannya terpenuhi dengan konsumsi barang/jasa
tertentu (Gilarso, 2003).
E. HIPOTESIS UTAMA TEORI NILAI GUNA (UTILITY)
Hipotesis utama teori nilai guna, atau lebih dikenal sebagai Hukum nilai guna
marjinal yang semakin menurun, menyatakan bahwa tambahan nilai guna yang
diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan suatu barang akan menjadi semakin
sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah konsumsinya ke atas barang
tersebut. Pada akhirnya tambahan nilai guna akan menjadi negatif yaitu apabila
konsumsi ke atas barang tersebut ditambah satu unit lagi, maka nilai guna total akan
menjadi semakin sedikit. Pada hakikatnya hipotesis tersebut menjelaskan bahwa
pertambahan yang terus-menerus dalam megkonsumsi suatu barang tidak secara
terus-menerus
menambah
kepuasan
yang
dinikmati
orang
yang
mengkonsumsikannya.
Perilaku permintaan konsumen terhadap barang dan jasa akan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya: pendapatan, selera konsumen, dan harga barang,
disaat kondisi yang lain tidak berubah (ceteris paribus). Perilaku konsumen ini
didasarkan pada Teori Perilaku Konsumen yang menjelaskan bagaimana seseorang
dengan pendapatan yang diperolehnya, dapat membeli berbagai barang dan jasa
sehingga tercapai kepuasan tertentu sesuai dengan apa yang diharapkannya.
F. JENIS NILAI GUNA (UTILITY)
Terdapat 4 jenis nilai guna (utility) yaitu sebagai berikut:
1. Place Utility (Nilai Guna Tempat)
Nilai guna tempat adalah nilai guna produk yang berhubungan dengan
bagaimana produk tersedia di tempat yang dapat dijangkau oleh konsumen.
Dimana produk seharusnya tersedia di tempat yang mudah dijangkau oleh
konsumen. Nilai guna tempat dapat dimaksimalkan dengan menjadikan produk
dapat dijangkau oleh konsumen pada waktu yang tepat. Untuk mencapai hal
tersebut, efektivitas, dan efisiensi sangat dibutuhkan.
Contoh: kantin perusahaan hendaknya berada di bagian depan bangunan
perusahaan agar kantin mudah dijangkau oleh konsumen yang berasal dari
perusahaan itu sendiri maupun tamu perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk
meningkatkan nilai guna tempat dari kantin yaitu agar kantin tersedia di tempat
yang mudah dijangkau konsumen.
2. Form Utility (Nilai Guna Bentuk)
Nilai guna bentuk adalah nilai yang diciptakan oleh suatu bisnis dengan
menggabungkan bahan-bahan dan komponen-komponen tertentu untuk
menghasilkan suatu produk. Nilai guna bentuk merupakan nilai guna produk yang
berhubungan dengan bentuk produk yang dipasarkan oleh produsen. Bentuk yang
dimaksud adalah bentuk yang lebih bermanfaat dari pada bentuk dari bahan yang
5

digunakan untuk membuat produk tersebut. Jadi, produk akan memiliki nilai guna
bentuk lebih tinggi jika ada perubahan bentuk dari bahan pembuat produk
tersebut. Penerapan konsep form utility ini dalam bidang pemasaran adalah
dengan meningkatkan daya jual (marketability) suatu produk melalui pengubahan
karakteristik-karakteristiknya: bentuk, ukuran, warna, fungsi, gaya (style).
Contoh: nilai guna bentuk sepotong roti itu lebih tinggi dari pada nilai guna
bentuk bahan pembuat roti seperti tepung, gula, dan telur.
3. Time Utility (Nilai Guna Waktu)
Nilai guna waktu adalah nilai guna produk yang berhubungan dengan
bagaimana produk dapat diakses oleh konsumen pada waktu produk tersebut
dibutuhkan. Contoh: baju tebal dipasarkan pada beberapa bulan sampai musim
dingin berakhir. Tujuannya adalah agar konsumen dapat membeli baju tebal pada
waktu baju tebal tersebut dibutuhkan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan nilai
guna waktu dari produk tersebut.
4. Possession Utility (Nilai Guna Kepemilikan)
Nilai guna kepemilikan adalah nilai guna produk yang berhubungan dengan
perubahan kepemilikan produk dari satu orang ke orang lain. Nilai guna
kepemilikan terbentuk ketika seorang konsumen membeli suatu produk dari
produsen untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan memiliki suatu barang,
seseorang bisa menggunakan secara bebas (memperoleh kontrol penuh) atas
barang itu. Possession utility memiliki arti yang sama dengan ownership utility.
Fungsi bisnis yang menciptakan possession utility dari suatu produk adalah fungsi
pemasaran. Contoh: nilai guna kepemilikan stetoskop bagi tenaga medis adalah
tinggi karena tenaga medis membutuhkan stetoskop dalam menjalankan
pekerjaannya.
G. PENDEKATAN NILAI GUNA (UTILITY)
Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan:
Pendekatan Nilai guna (utility) cardinal dan pendekatan nilai guna ordinal. Dalam
pendekatan nilai guna cardinal dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh
seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif. Dalam pendekatan nilai guna
ordinal, Manfaat atau kenikmatan yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan
barang-barang tidak dikuantifikasi. Tingkah laku seorang konsumen untuk memilih
barang-barang yang akan memaksimumkan kepuasannya ditunjukkan dengan
bantuan Kurva kepuasan sama yaitu kurva yang menggambarkan gabungan barang
yang akan memberikan nilai guna (kepuasan) yang sama.
1. Pendekatan Kardinal (Cardinal Approach)
Pendekatan kardinal merupakan gabungan dari beberapa ahli ekonomi aliran
subjektif seperti Herman Heinrich Gossen (1854), William Stanley Jevons (1871),
dan Leon Wallras (1894). Pendekatan kardinal memberikan penilaian subjektif
akan pemuasan kebutuhan dari suatu barang. Artinya tinggi rendahnya nilai guna
suatu barang tergantung pada subjek yang memberikan penilaian. Jadi suatu barang
akan memberikan nilai guna yang tinggi bila barang dimaksud memberikan daya
guna yang tinggi bagi sang pemakai.

Misalnya: Sebuah dayung perahu akan memberikan daya guna yang tinggi
bagi nelayan daripada bagi pemain badminton. Sehingga nilai guna dayung lebih
tinggi nilainya bagi nelayan daripada bagi pemain badminton.
Dalam pendekatan kardinal berlaku asumsi sebagai berikut:
a. Daya guna diukur dalam satuan uang, yaitu jumlah uang yang bersedia dibayar
oleh konsumen dalam rangka menambah unit yang akan dikonsumsi.
b. Daya guna marginal dari uang tetap, yaitu bahwa nilai dari suatu uang dalam
satuannya adalah sama untuk setiap orang tanpa memandang statusnya.
c. Addivitas, yaitu bahwa nilai guna total adalah keseluruhan konsumsi dari
barang.
d. Daya guna bersifat independen, artinya daya guna suatu barang tidak
dipengaruhi oleh karena mengkonsumsi barang lain.
e. Periode konsumsi suatu barang berdekatan dan dengan jumlah yang sama.
f. Konsumen berusaha memaksimumkan kepuasan total.
MUx MUy
MUz
=
==
Px
Py
Pz
g. Kepuasan konsumen dibatasi garis anggaran.
h. Berlaku hukum diminishing return.
Dalam pendekatan kardinal dikenal konsep utilitas marjinal (marginal utility =
MU) dan utilitas total (total utility = TU) sebagai berikut:
1) Utilitas Marginal (Marginal Utility = MU)
Utilitas marginal adalah pertambahan atau pengurangan kepuasan yang
diperoleh seseorang sebagai akibat dari pertambahan atau pengurangan
mengkonsumsi satu unit barang tertentu untuk memenuhi kepuasannya.
Rumus Marginal Utility
MU =

TU
Q

Dimana: TU = Perubahan total ulitity


Q = Perubahan output
Rumus Optimal Marginal Utility
M = Px.x + Py.y + Pz.z
Kurva Marginal Utility

2) Utilitas Total (Total Utility = TU)


Utilitas total adalah jumlah seluruh nilai guna (kepuasan) yang di
peroleh seseorang dari mengkonsumsi sejumlah barang tertentu.
Rumus Utilitas Total
TU = f (Q)
Dimana:
Q = Output
Kurva Total Utility

Ciri-ciri PendekatanKardinal (Cardinal Approach)


1. Kepuasan konsumsi dapat diukur dengan satuan ukur
2. Makin banyak barang dikonsumsi makin besar kepuasan
3. Terjadi hukum The law of deminishing Marginal Utility pada tambahan
kepuasan setiap satu satuan.Setiap tambahan kepuasan yang diperoleh dari
setiap unit tambahan konsumsi semakin kecil.( Mula mula kepuasan akan
naik sampai dengan titik tertentu atau saturation point tambahan kepuasan
akan semakin turun ).Hukum ini menyebabkan terjadinya Downward
sloping MU curva. Tingkat kepuasan yang semakin menurun ini dikenal
dengan hukum Gossen.
4. Tambahan kepuasan untuk tambahan konsumsi 1 unit barang bisa dihargai
dengan uang, sehingga makin besar kepuasan makin mahal harganya. Jika
8

konsumen memperoleh tingkat kepuasan yang besar maka dia akan mau
membayar mahal, sebaliknya jika kepuasan yang dirasakan konsumen redah
maka dia hanya akan mau membayar dengan harga murah.
Pendekatan kardinal biasa disebut sebagai Daya guna marginal.
Pandangan antara besarnya utility menganggap bahwa besarnya utiliti dapat
dinyatakan dalam bilangan/angka. Sedangkan analisis ordinal besarnya utility
dapat dinyatakan dalaml bilangan/angka.
Contoh:
Hubungan antara jumlah barang yang dikonsumsi dengan kardinal utility
(sebagai ukuran kepuasan) dapat diukur pada tabel dibawah ini:
Pada tabel diatas bahwa utility total meningkat selagi jumlah barang yang

dikomsumsi meningkat akan tetapi semakin bertambahnya barang yang


dikomsumsi, utility marginal yang mula-mulanya meningkat kemudian tetap
(NOL) dan mulai negatif kalau ditambah terus komsumsi barang tersebut.
Hal ini dapat digambarkan dalam kuva berikut ini:
Jika diamati secara teliti nampak perbedaannya antara total utility
dengan marginal utility. Dalam Ekonomi Mikro Marginal selalu berkaitan
dengan laju pertumbuhan total sesuatu. Dalam hal ini utility. Sehingga
marginal utilty merupakan perubahan total pada setiap pertambahan
konsumsi suatu barang. Demikian juga nanti dalam pembicaraan konsep
ongkos, pendapatan, output dan lainnya selalu berkaitan dengan kata
marginal, misalnya ongkos marginal, pendapatan marginal dan lainnya.
Total utility mula-mula meningkat, walaupun peningkatannya semkin
lama semakin mengecil, kemudian mencapai puncak dan akhirny menurun.
9

Kalau dihubungkan dengan gambar utiliti marginal, maka nampak adanya


penurunan utility marginal dimana ini menunjukkan peningkatan utility total
pada laju yang menurun konstan (increasing at a steadaly decreasing rate).
Contoh Kurva Lain:

2. Pendekatan Ordinal (Ordinal Approach)


Pendekatan konsumen Ordinal adalah pendekatan yang daya guna suatu
barangtidak perlu diukur, cukup untuk diketahui dan konsumen mampu membuat
urutan tinggi rendahnya daya guna yang diperoleh dari mengkonsumsi sekelompok
barang. Dalam teori perilaku konsumen dengan pendekatan ordinal asumsi dasar
seorang konsumen adalah:
Konsumen rasional, mempunyai skala preferensi dan mampu merangking
kebutuhan yang dimilikinya.
Kepuasan konsumen dapat diurutkan, ordering.
Konsumen lebih menyukai yang lebih banyak dibandingkan lebih sedikit,
artinya semakin banyak barang yang dikonsumsi menunjukkan semakin
tingginya tingkat kepuasan yang dimilikinya. Kelemahan pendekatan konsumen
ordinal yaitu terletak pada anggapan yang digunakan bahwa kepuasan
konsumen dari mengkonsumsi suatu barang dapat diukur dari satu kepuasan.
Transitivitas, yaitu konsumen akan menjatuhkan pada pilihan terbaik dari
beberapa pilihan.
Berdasarkan asumsi ke-4, maka kurva indifference tidak boleh bersinggungan
atau saling berpotongan.
Konsumen dalam memilih barang yang akan memaksimalkan tingkat kepuasan
ditunjukan dengan bantuan kurva indifference.
Dalam menganalisis tingkat kepuasan masing-masing individu dengan
menggunakan pendekatan ordinal dapat menggunakankurva indifference. Yang
dimaksud kurva indifference adalah kurva yang menggambarkan kombinasi 2
macam input untuk menghasilkan output yang sama (kepuasan).
Ciri-ciri kurva indiferens:
10

a. Mempunyai kemiringan yang negatif (konsumen akan mengurangi konsumsi


barang yg satu apabila ia menambah jumlah barang lain yang di konsumsi).
b. Cembung ke arah titik origin, menunjukkan adanya perbedaan proporsi jumlah
yang harus ia korbankan untuk mengubah kombinasi jumlah masing-masing
barang yang dikonsumsi (marginal rate of substitution).
c. Tidak saling berpotongan, tidak mungkin diperoleh kepuasan yang sama pada
suatu kurva indiferens yang berbeda.
Sedangkan yang dimaksud dengan kepuasan sama adalah bahwa sepanjang
kurva indifference yang pertama (KII) misalnya, tingkat kepuasan konsumen
adalah sama dimana saja (A, B, C, atau D), hanya yang membedakannya bahwa
anggaran untuk mencapai kepuasan di titik A tentu berbeda dengan di titik C.
Begitupun pada titik B, konsumen harus cukup puas bila ternyata ia hanya mampu
mencapai di titik B.
Dari asumsi di atas, sering dijabarkan ke dalam grafik yang sering dikenal
dengan kurva tak acuh atau Indifference Curve yang didefinisikan sebagai
kurva yang menunjukkan tingkat kepuasan yang sama atau kurva yang
menununjjukkan berbagai titik-titik kombinasi dari 2 komoditi yang dikomsumsi
dan memberikan tingkat kepuasan yang sama. Kurva tersebut ditemukan oleh
ekonom Inggris yang bernama Francis Y.Edgeworth (tahun 1845-1926).
Untuk memahami secara mudah dapat ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel Kombinasi Barang X dan Y
Barang X
1
2
3
4

Barang Y
7
5
4
3 1/2

Kombinasi
A
B
C
D

Pada tabel diatas dianggap bahwa dengan mengkomsumsi barng tersebut,


akan menghasilkan tingkat kepuasan yang sama. Hal yang perlu dicatat adalah
dalam mengkomsumsi kedua barang tersebut ada subtitusi anara keduanya. Ini
berarti bahwa kalau mau menambah barang X harus mengurangi barang Y dan
sebaliknya. Kombinasi A menunjukkan barang X sebesar 1 unit, barang Y sebesar
7 unit, kombinasi B menunjukkan barang X yang dikomsumsi 2 sedangkan barang
Y dikomsumsi 5. Kesimpulan diatas mengikuti asumsi dimana more is prefered to
less. Berikut aplikasinya di dalam Kurva.

11

Kurva ini menunjukkan bahwa konsumen mau menerima baran X lebih


sedikit dengan barang Y yang lebih sedikit juga. Akan tetapi tidak ada seorang
konsumen yang mau berhenti pada tingkat kepuasan yang lebih rendah. Ini berarti
kurva indefferensi yang positif tidak masuk akal (selama asumsi ketidakbosanan
masih dipakai). Asumsi terselubung yang lain adalah jumlah kurva indefferensi
tidak terbatas.
Setiap konsumen mempunyai kumpulan kurva preferensi (sets of
preferences) yang berbeda dengan yang lainnya. Misalnya ada 4 konsumen yang
memiliki kurva preferensi yang berbeda sebagai berikut.

Gambar (a) menunjukkan konsumen yang normal dalam artian tidak


menyukai sesuatu barang yang (barang X) atau barang Y yang berlebihan artinya
12

mau mengorbankan barang X untuk mendapatkan barang Y dalam jumlh yang


wajar. Tidak seperti pada gambar (b) dimana nampaknya konsumen tersebut
menyukai barang Y secara berlebihan.
H. HUKUM NILAI GUNA (UTILITY) KARDINAL
Hukum nilai guna yang semakin menurun dikenal dengan Hukum Gossen I,
dikemukaan oleh Herman Henrich Gossen (1818-1859), seorang ahli ekonomi dari
Jerman.Hipotesis teori nilai guna atau lebih dikenal sebagai hukum nilai guna kardinal
menurun (Law Diminishing Kardinal Benefit):
Tambahan nilai guna yang akan diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan
suatu barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus
menambah komsumsinya keatas barang tersebut dan pada akhirnya tam-bahan
nilaiguna akan menjadi negatif.
Hipotesis tersebut menjelaskan bahwa pertambahan yang terus menerus dalam
mengonsumsi suatu barang, tidak secara terus menerus menambah kepuasan yang
dinikmati orang yang mengonsumsinya. Pada mulanya, setiap tambahan konsumsi akan
mempertinggi tingkat kepuasan orang tersebut, namun semakin lama, tingkat kepuasan
seseorang tersebut akan semakin menurun.
Pada akhirnya, tambahan nilai guna akan menjadi negatif yang artinya apabila
konsumsi atas barang tersebut ditambah satu unit lagi maka nilai guna total akan menjadi
semakin sedikit. Misalnya, apabila seseorang yang sedang merasa haus memperoleh
segelas air, maka ia memperoleh sejumlah kepuasan dan jumlah kepuasan itu akan
menjadi bertambah tinggi apabila ia dapat meminum segelas air lagi. Kepuasan yang
lebih tinggi akan diperolehnya apabila ia diberi kesempatan untuk memperoleh gelas
yang ke tiga. Pertambahan kepuasan ini tidak terus berlangsung, misalnya pada gelas
yang ke lima, ia merasa bahwa yang diminumnya sudah cukup banyak dan sudah
memuaskan dahaganya.
Gelas ke enam akan ia tolak karena dia merasa lebih puas meminum lima gelas
air dari pada enam gelas air. Artinya, pada gelas yang ke enam, tambahan nilai guna
adalah negatif. Nilai guna total dari meminum enam gelas air adalah lebih rendah dari
nilai guna yang diperoleh dari meminum lima gelas air. Hukum nilai guna marjinal yang
semakin menurun dapat dipahami lebih jelas dalam contoh secara angka dan selanjutnya,
contoh tersebut digambarkan dengan grafik.
I. KONSEKUENSI HUKUM NILAI GUNA (UTILITY) KARDINAL
Konsep nilai guna telah dikembangkan oleh beberapa ahli, salah satunya adalah
Herman Heinrich Gossen. Gossen menjelaskan mengenai nilai guna total dan nilai guna
kardinal dalam hukum Gossen I.Nilai guna total adalah kepuasan total yang dinikmati
oleh konsumen ketika mengkonsumsi sejumlah barang tertentu secara keseluruhan,
sedangkan nilai guna kardinal adalah tambahan kepuasan yang diperoleh dari setiap
penambahan konsumsi barang tersebut.
Dalam nilai guna kardinal dikenal sebuah hukum yaitu Law of Diminishing
Kardinal Utility atau hukum penurunan nilai guna.Hukum tersebut menyatakan bahwa
individu akan mendapatkan nilai guna yang semakin sedikit dari suatu barang apabila
barang tersebut dikonsumsi terus menerus. Pada tahap awal konsumsi, nilai guna yang
13

diperoleh individu akan bertambah seiring dengan bertambahnya unit konsumsi. Hal ini
akan berlangsung hingga mencapai satu titik tertentu, titik ini dapat dijelaskan sebagai
tahap individu memperoleh kepuasan maksimal. Setelah melewati titik tersebut, apabila
individu tetap melanjutkan konsumsi atas barang yang sama, maka nilai guna yang
diperoleh justru semakin menurun.
Perubahan nilai guna kardinal suatu barang dapat dipengaruhi oleh perubahan cita
rasa dan perubahan pendapatan konsumen. Perubahan cita rasa konsumen dapat terjadi
dengan membandingkan barang yang biasa dikonsumsi dengan barang lain akibat terjadi
perubahan harga pada barang tersebut. Harga suatu barang yang semakin
naikmenyebabkan nilai guna marginalnya semakin rendah, sebaliknya harga barang yang
mengalami penurunan akan menyebabkan nilai guna marginalnya semakin tinggi.
Teori nilai guna dapat menerangkan mengenai wujud kelebihan kepuasan yang
dinikmati oleh konsumen, atau disebut sebagai surplus konsumen. Surplus konsumen
menunjukkan adanya perbedaan antara kepuasan yang diperoleh dibandingkan dengan
pembayaran yang dilakukan untuk mendapatkan produk atau jasa tersebut, dalam hal ini
diasumsikan bahwa kepuasan yang diperoleh seseorang selalu lebih besar. Surplus
konsumen berkaitan dengan nilai guna kardinal yang semakin sedikit. Misal pada barang
ke-n yang dibeli, nilai guna marginalnya sama dengan harga. Dengan demikian, karena
nilai guna kardinal barang ke-n lebih rendah dari barang sebelumnya, maka nilai guna
kardinal barang sebelumnya lebih tinggi dari harga barang tersebut, dan perbedaan harga
yang terjadi merupakan surplus konsumen.
Penggambaran tentang cardinal utility dan law diminshing cardinal utility adalah
ketika seseorang sedang lapar maka ia akan makan, setiap nasi yang ia makan akan
memiliki nilai kepuasan namun bila porsinya ditambah terus menerus pada suatu saat
akan kenyang disini disebut dengan titik kepuasaan maksimal. Namun bila sudah
mencapai kepuasaan maksimal dan terus ditambah maka akan menurunkan nilai
kepuasannya, sama seperti bila sudah kenyang namun porsi makanan terus ditambah
maka pada suatu saat akan muntah.
Jika nilai guna menurun, maka solusinya adalah melakukan inovasi.Inovasi
digunakan produsen untuk mencegah konsumen beralih ke produk pesaing. Dengan kata
lain, inovasi dilakukan sebagai upaya untuk mempertahankan konsumen.Inovasi dilihat
sebagai generator penciptaan dan perbaikan atau modifikasi nilai guna. Ketika nilai guna
sudah berada pada titik maksimal dan akan turun, maka diperlukan sebuah inovasi untuk
membuat nilai guna kembali naik. Inovasi adalah pengenalan cara baru dalam mengubah
input menjadi output sehingga menghasilkan perubahan besar dalam perbandingan antara
nilai guna yang dipersepsikan oleh konsumen atas manfaat produk (barang atau jasa) dan
harga (nilai moneter) yang ditetapkan produsen untuk dikenakan kepada konsumen
dan/atau pengguna. Setiap usaha bisnis atau usaha pelayanan publik hendaknya
berinovasi untuk menciptakan nilai guna yang lebih tinggi atas produk yang
dihasilkannya bagi konsumen atau pengguna atau pasar yang ditargetkan.Inovasi ini
harus melihat dari kacamata konsumen, bukan dari kacamata produsen semata.
Bentuk inovasi seperti inovasi produk yang dapat mencakup perubahan dalam
bungkus produk, ukuran produk atau model produk termasuk warna produk, inovasi
proses dalam bentuk proses produksi menjadi lebih efisien, inovasi sistem distribusi
14

seperti membuat saluran distribusi lebih sederhana, dan inovasi manajemen seperti
membuat organisasi lebih fleksibel. Apapun jenis inovasi yang dilakukan, pada akhirnya
konsumen yang menentukan keputusan membeli atau tidak membeli produk yang
ditawarkan kepadanya. Karenanya, menjadi penting untuk memperhatikan prinsip
inovasi, yaitu bahwa konsumen menjadi pusat dari proses penciptaan nilai dalam inovasi.
Pembuatan atau penciptaan produk baru harus mempertimbangkan masukan dari
konsumen. Karenanya, konsumen harus dilibatkan dari awal proses inovasi atau
penciptaan nilai. Aspek personal atau pengalaman personal konsumen dalam inovasi
menjadi penting.Hal ini berlaku pula untuk produk-produk kerajinan dan seni.Bagaimana
menciptakan produk-produk kerajinan dan seni yang diminati oleh konsumen, tentunya
dengan tetap mempertahankan kreativitas dan idealisme atau cita-cita luhur pencipta
produk itu sendiri. Prinsip inovasi mempunyai pengaruh pada bagaimana proses
penciptaan nilai dilakukan yaitu prosesnya harus bersifat ko-kreatif (value cocreation),
antara produsen dan konsumen atau calon konsumen.
Nilai guna menurut persepsi konsumen, sangat dipengaruhi oleh pengalaman
konsumen dalam ikut menciptakan nilai dan dalam menggunakan produk dibandingkan
dengan harga produk (konsumen memperoleh surplus konsumen).Semakin tinggi nilai
guna dibandingkan dengan harganya (konsumen mengalami surplus konsumen), semakin
besar kemungkinan konsumen membeli produk.Dan semakin menarik bagi produsen
untuk terus melakukan aktivitas produksi atau aktivitas penciptaan nilainya (yang
mengikutsertakan konsumen). Ini akan berdampak pada peningkatan nilai tambah bisnis
perusahaan. Keuntungan atau surplus yang diperoleh produsen adalah pertama-tama hasil
dari usahanya dalam memenuhi kebutuhan konsumen, dalam memenuhi atau
menciptakan nilai yang baik bagi konsumen dan menurut persepsi konsumen yang sudah
dilebur dalam proses penciptaan nilai bersama dengan produsen. Suatu proses yang
indah, adanya lingkaran saling ketergantungan yang membawa manfaat bagi banyak
pihak.
Ada dua kondisi ekonomi yang diperlukan agar kegiatan penciptaan nilai
bertahan. Pertama, harga yang dikenakan harus melebihi biaya produksi (uang, waktu,
biaya, kesenangan) yang dialami produsen dalam menciptakan nilai tersebut, paling tidak
pada suatu waktu tertentu ketika proses pertukaran terjadi. Kedua, harga yang konsumen
ingin bayar merupakan fungsi dari selisih kinerja antara nilai guna yang baru dari produk
baru atau dari produk lama yang sudah mengalami re-touch dan alternatif produk
terdekat yang konsumen miliki (produk-produk yang sudah ada). Karenanya, produsen
sangat penting dan perlu untuk mengikutsertakan konsumen dalam proses penciptaan
nilai. Kondisi pertama dan kedua di atas akan berjalan dengan baik pada saat produsen
berfokus pada proses penciptaan nilai yang melibatkan konsumen (value co-creation).
Tanpa adanya keuntungan/marjin positif yang produsen alami dan tanpa adanya
kelebihan nilai guna dibanding harga (surplus konsumen) yang konsumen/pengguna
alami maka dalam jangka panjang, baik konsumen/pengguna maupun produsen tidak
ingin mengulangi keterlibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan penciptaan nilai tersebut.
Produsen harus memfokuskan proses penciptaan nilai dengan melibatkan konsumen atau
calon konsumen (value cocreation).

15

J. SURPLUS KONSUMEN
Teori nilai guna dapat pula menerangkan tentang wujudnya kelebihan kepuasan
yang dinikmati oleh para konsumen. Kelebihan kepuasan ini dalam analisis ekonomi,
dikenal sebagai surplus konsumen. Surplus konsumen pada hakikatnya berarti
perbedaan diantara kepuasan yang diperoleh seeorang didalam mengkonsumsikan
sejumlah barang dengan pembayaranyang harus dibuat untuk memperoleh barang
tersebut. Dengan asumsi kepuasan yang didapat lebih besar daripada pembayaran yang
dibuat.
Kurva Surplus Konsumen

Contoh angka: (1)


Surplus konsumen wujud sebagai akibat dari nilai guna marginal yang semakin sedikit.
Misalkan pada barang ke-n yang dibeli, nilai guna marginalnya sama dengan harga.
Dengan demikian, oleh karena nilai guna marginal dari barang ke-n adalah lebih rendah
dari barang sebelumnya, maka nilai guna marginal barang yang sebelumnya adalah lebih
tinggi dari harga barang itu dan perbedaannya merupakan surplus konsumen. Contohnya
adalah:
Tabel Surplus Konsumen yang Dinikmati Seorang Pembeli Mangga
Jumlah konsumsi
mangga
setiap
minggu
(1)
Mangga pertama
Mangga kedua
Mangga ketiga
Mangga keempat
Mangga kelima
Mangga keenam
Mangga ketujuh
Mangga
kedelapan

Harga
yang
bersedia dibayar
konsumen
(2)
Rp 1.700,00
1.500
1.300
1.100
900
700
500

Surplus konsumen
jika harga mangga
Rp 700,00/buah
(3)
Rp 1.000,00
800
600
400
200
0
-

Jumlah surplus
konsumen

300

16

(4)
Rp 1.000,00
1.800
2.400
2.800
3.000
3.000
-

Berapakah surplus konsumenya? Hal itu ditunjukkan dalam kolom (3) dan (4). Dalam
kolom (3) ditunjukkan surplus konsumen yang diwujudkan oleh setiap mangga yang
dibelinya. Sebagai contoh, untuk memperoleh mangga yang ketiga dia bersedia
membayar Rp 1.300,00 sedangkan harga yang harus dibayarnya adalah Rp 700,00. Maka
apabilamangga yang ketiga dibeli untuk konsumsi ini, ia akan memperoleh surplus
konsumen sebesar Rp 600,00. Karena untuk mangga pertama hingga kelima, harga yang
bersedia dibayarnya adalah lebih tingi daripada harga pasar , maka konsumen mangga itu
akan memperoleh surplus konsumen yang lebih besar apabila konsumsi mangganya
dinaikkan sehingga menajadi mencapai lima buah seminggu.
Secara matematis surplus konsumen dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
SK =

Contoh matematis (2)


Diket fungsi permintaan suatu pasar akan barang X yaitu Q = 40 2P. Apabila harganya
Rp 10,00. Berapa surplus konsumen?
Jawab : Q = 40 2P
2P = 40 Q
f(Q) => P = 20 0,5Q karena P = 10 maka Q = 20
Dengan demikian :
SK =
SK =
SK = batas 0 20 dari (20Q - 0,25Q) 200
SK = 20(20) 0,25(20) - 20(0) + 0,25(0) - 200
SK = 400 100 0 + 0 200
SK = 100. Jadi surplus konsumen yang diterima sebesar Rp 100,00.
K. PEMAKSIMUNAN NILAI GUNA(UTILITY)
Setiap orang akan berusaha untuk memaksimumkan nilai guna dari barang yang
dikonsumsinya. Tidak sukar untuk menentukan pada tingkat mana nilai guna dari
menikmati barang itu akan mencapai tingkat yang maksimum apabila yang
dikonsumsinya hanya satu barang saja. Bila barang yang digunakan adalah berbagai
jenis, cara untuk menentukan corak konsumsi barang yang akan menciptaka nilai guna
yang maksimum menjadi lebih rumit. Kerumitan diakibatkan adanya perbedaan harga
dari masing-masing barang.
Syarat pemaksimuman nilai guna adalah bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan
untuk membeli unit tambahan dari berbagai jenis barang harus memberikan nilai guna
yang sama besarnya (Sukirno, 1997). Misalkan, seseorang melakukan pembelian dan
konsumsi atas dua macam barang, yaitu makanan dan pakaian yang harganya berturutturut adalah 5.000 rupiah dan 50.000 rupiah. Misalkan tambahan satu unit makanan akan
memberikan nilai guna kardinal sebanyak 5, dan tambahan satu unit pakaian mempunyai
tambahan nilai guna kardinal sebanyak 50. Andaikata orang tersebut memiliki uang
50.000 rupiah, dengan uang tersebut, ia dapat membeli 10 unit tambahan makanan, maka
jumlah nilai guna marginalnya adalah 10 x 5 = 50.
17

Bila uang itu digunakan untuk membeli pakaian, yang diperolehnya hanya satu
unit dan nilai guna kardinal dari satu unit tambahan pakaian ini adalah 50. Seseorang
akan memaksimumkan nilai guna dari barang yang dikonsumsinya apabila perbandingan
nilai guna kardinal berbagai barang tersebut adalah sama dengan perbandingan harga
barang tersebut. Syarat pemaksimuman nilai guna dinyatakan dalam rumus sebagai
berikut:
=

Dalam persamaan diatas, MU adalah nilai guna kardinal dan PA, PB, serta PC
adalah harga barang A, barang B, dan barang C. MU barang A = P barang A ,dll , artinya
kepuasan tertinggi yang dicapai seseorang bila ia mengkonsumsi barang A dengan harga
tersebut (PA) adalah apabila nilai guna marjinalnya sama dengan harga yang dibayarkan
untuk barang A.
Contoh (a) dengan soal cerita:
Misalkan seseorang melakukan pembelian dan konsumsi atas dua macam barang:
makanan dan pakaian dan harganya berturut-turut adalah 5.000 rupiah dan 50.000 rupiah.
Misalkan tambahan satu unit makanan akan memberikan nilai guna marginal sebanyak 5,
dan tambahan satu unit pakaian mempunyai tambahan nilai guna marginal sebanyak 50.
Andaikata orang itu mempunyai uang 50.000 rupiah, kepada barang apakah uang
tersebut akan dibelanjakannya? Andai dengan uang itu orang tersebut dapat membeli 10
unit tambahan makanan, maka jumlah nilai guna marginalnya adalah 10 x 5 = 50. Kalau
uang itu digunakan untuk membeli pakaian, yamg diperolehnya hanya satu unit dan nilai
guna marginal dari satu unit tambahan pakaian ini adalah 50.
Berdasarkan contoh di atas dapat dikemukakan hipotesis berikut:
1. Seseorang akan memaksimumkan nilai guna dari barang-barang yang dikonsumsinya
apabila perbandingan nilai guna marginal berbagai barang tersebut adalah sama
dengan perbandingan harga barang-barang tersebut.
2. Seseorang akan memaksimumkan nilai guna dari barang-barang yang dikonsumsinya
apabila nilai guna marginal untuk setiap rupiah yang dikeluarkan adalah sama untuk
setiap barang yang dikonsumsikan.
Kedua hipotesis mengandung pengertian yang sama. Syarat pemaksimuman nilai guna
seperti yang dinyatakan dalam (1) dan (2) dinyatakan secara rumus aljabar sebagai
berikut:
=
Dalam persamaan diatas MU adalah nilai guna marginal dan PA, PB, dan PC berturutturut adalah harga barang A, barang B, dan barang C.
>> MU barang A = P barang A ,dll , artinya kepuasan tertinggi yang dicapai seseorang
bila ia mengkonsumsi barang A dengan harga tersebut (PA) adalah apabila marginal
utilitinya sama dengan harga yang dibayarkan untuk barang A.
18

Contoh (b) dengan persamaan matematis:


Diketahui konsumen memiliki uang Rp 1.000,00 . Harga barang X Rp 100,00 dan harga
barang Y Rp 25,00. Utilitinya = X.Y . Berapakah kombinasi barang X dan Y yang dapat
dibeli agar konsumen tersebut mencapai kepuasan tertinggi/ maksimum?
Perhitungan: 1.000 = 100X + 25Y
25 Y = 1000 100X Y = 40 4X
Karena U = X. Y maka U = X (40 4X)
= 40X 4X
Jadi = 40 8X X = 5
Apabila X = 5 maka 1000 = 100 (5) + 25Y
25Y = 500 Y = 20
Pembuktian apakah dengan barang X sebanyak 5 buah dan barang Y sebanyak 20 buah
konsumen tersebut mencapai kepuasan tertinggi:
MU (X) = Y = 20, MU(Y) = X = 5, Px = 100 ,dan Py = 25
Syarat kepuasan maks: =

=
=> terbukti bahwa dengan mengkonsumsi barang X sebanyak 5 buah
dan barang Y sebanyak 20 buah dengan uang Rp 1.000,00 konsumen tersebut
mencapai kepuasan maksimum.
L.

EFEK-EFEK PERUBAHAN HARGA, PENDAPATAN, DAN SUBSTITUSI


TERHADAP PERILAKU KONSUMEN
Perilaku konsumen dalam kegiatan pembelian sering dipengarugi oleh beberapa
faktor ekonomi dari segi mikro ekonomi, misalnya perubahan harga, perubahan
pendapatan dan substitusi. Oleh karena, ketika faktor-faktor tersebut berubah maka
relatif pola perilaku konsumen dalam proses kegiatan konsumsi juga mengalai
perubahan.

Tabel Efek-Efek Terhadap dan dari Perubahan Pendapatan, Substitusi, dan harga
Jenis Efek

Pendapatan Uang

Harga

Pendaptan Riel

Efek pendapatan

Berubah

Konstan

Berubah

Efek harga

Konstan

Berubah

Berubah

Efek substitusi

Berubah

Berubah

Konstan

1. Efek Perubahan Harga


Konsekuensi yang paling menarik dari suatu perubahan yang dihadapi oleh
konsumen adalah efek harga. Di sini, harga-harga barang yang kita bicarakan relatif
berubah tetapi tidak ada variasi kompensasi pendapatan. Oleh karena itu, pendapatan
nyata konsumen bisa naik atau turun. Pendapatanya dalam bentuk uang memberikan
kepuasan yang lebih besar atau lebih kecil daripada sebelumnya karena harga-harga
telah berubah.
19

Kita telah melihat bagaimana seorang konsumen dengan keinginan-keinginan


tertentu dan penghasilan yang tetap menentukan barang-barang apa yang harus dibeli
dan berapa banyak. Berdasarkan asumsi pokok tentang rasionalitas konsumen akan
berusaha mencapai posisi ekuilibrium baru sehingga ia bisa mencapai kepuasan yang
maksimal. Berbagai macam cara konsumen menghadapi suatu perubahan situasi. Ada
tiga perubahan penting yang mempengaruhi ekuilibrium pada suatu kurva indiferensi,
yaitu:
a.

b.

c.

Ada kemungkinan keadaan konsumen menjadi lebih baik atau lebih buruk karena
pendapatanya berubah tetapi harga-harga tetap konstan. Kebutuhan-kebutuhan
konsumen bisa bertambah atau berkurang sesuai dengan pendapatanya semakin
besar atau kecil untuk dibelanjakan. Akibat-akibat perubahan semacam ini
dinamakan efek-efek pendapatan.
Ada kemungkinan harga-harga berubah tetapi pendapatan konsumen dalam bentuk
uang juga berubah sedemikian rupa dalam waktu yang bersamaan sehingga
akibatnya ia tidak menjadi lebih baik dan juga tidak menjadi lebih buruk. Namun
sementara itu, ia akan merasa lebih baik membeli baranag-barang yang harganya
relatif murah lebih banyak lagi. Ia akan mengganti barang-barang yang harganya
relatif mahal dengan barang-barang yang harganya relatif lebih murah. Akibat
perubahan semacam ini disebut efek-efek substitusi.
Kemungkinan harga dari suatu barang bisa naik atau turun, sedangkan
pendapatan konstan, sehingga konsumen bisa menjadi lebih buruk atau bisa
menjadi lebih baik. Dalam situasi seperti ini, konsumen tidak hanya harus
mengatur kembali pembelianya berdasarkan efek substitusi. Pendapatan riel-nya,
penghasilanya dalam bentuk barang-barang yang dibelinya, juga harus berubah

2. Efek Perubahan Pendapatan


Kalau pendapatan tidak mengalami perubahan maka kenaikan harga
menyebabkan pendaptan riil menjadi semakin sedikit. Dengan perkataan lain,
kemampuan pendapatan yang diterima untuk membeli barang-barang menjadi
bertambah kecil dari sebelumnya. Maka kenaikan harga menyebabkan konsumen
mengurangi jumlah berbagai barang yang dibelinya, termasuk barang yang
mengalami kenaikan harga. Penurunan harga suatu barang menyebabkan pendapatan
riil bertambah, dan ini akan mendorong konsumen menambah jumlah barang yang
dibelinya. Akibat perubahan harga terhadap pendapatan ini, yang disebut efek
pendapatan, lebih memperkuat lagi efek penggantian di dalam mewujudkan kurva
permintaan yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah.
Ketika menjelaskan perkaitan antara teori nilai guna dan teori permintaan telah
diuraikan bahwa hukum permintaan yang menyatakan bahwa ceteris paribus kalau
harga naik permintaan berkurang atau sebaliknya kalau harga turun permintaan
bertambah, dapat diterangkan dengan menganilisis dua faktor: faktor efek
penggantian dan efek pendapatan. Dalam uraian itu pada hakikatnya bahwa
penurunan harga akan menambah permintaan karena:
20

a. Konsumen lebih banyak mengkonsumsi barang itu dan mengurangi konsumsi


barang lain.
b. Penurunan harga menambah p-endapatan riil konsumen dan kenaikan pendapatan
riil in nakan menambah konsumsi berbagai barang (efek pendapatan).
Survei membuktikan arti penting pendapatan setelah pajak sebagai penentu
pengeluaran konsumsi. Konsumsi pada makanan mengalami penurunan sebagai
presentase pendapatan saat pendapatan meningkat. Baik observasi maupun kajian
statistik menunjukkan bahwa tingkat pendapatan setelah pajak saat ini merupakan
faktor sentral yang menentukan konsumsi suatu negara.
Keluaraga-keluarga makin harus membelanjakan pendapatan mereka terutama
pada kebutuhan hidup: makanan dan perumahan. Karena pendapatan meningkat,
pengeluaran atas banyak barang makanan naik. Orang makan lebih banyak dan lebih
baik. Akan tetapi, ada batasan terhadap uang ekstra yang akan dibelanjakan orang
pada makanan ketika pendapatan mereka naik. Akibatnya, proposi total pengeluaran
yang diberikan untuk makanan menurun saat pendapatan meningkat.
Pengeluaran untuk pakaian, rekreasi, dan kendaraan meningkat lebih banyak
dari yang sebanding untuk pendapatan stelah pajak, sampai pendapatan yang tinggi
dicapai. Pengeluaran untuk barang-barang mewah meningkat dalam proporsi yang
lebih besar daripada pendapatan.
Penelitian yang seksama menunjukkan bahwa para konsumen biasanya memilih
tingkat konsumsi mereka dengan teliti baik untuk pendapatan saat ini maupun prospek
pendapatan jangka-panjang. Agar dapat memahami bagaiman konsumsi bergantung
pada kecenderungan pendapatan jangka-panjang. Para ekonom telah mengembangkan
teori pendapatan-permanen dan hipotesis siklus-hidup.
Pendapatan permanen merupakan tingkat kecenderungan pendapatan; yakni,
pendaptan setelah menghilangkan pengaruh-pengaruh temporer atau sementara. Teori
pendapatan-permanen mengimplikasikan bahwa para konsumen tidak merespon
secara sama kepada semua kejutan pendapatan. Jika perubahan dalan pendapatan
nampaknya permanen, orang mungkin mengkonsumsi bagian yang besar dari
peningkatan dalam pendapatan. Di sisi lain jika perubahan pendapatan jelas bersifat
sementara maka suatu bagian yang signifikan dari pendapatan tambahan mungkin
ditabung.
Hipotesis siklus-kehidupan berasumsi bahwa orang menabung pada dasarnya
untuk memuluskan atau melancarkan kegiatan konsumsi mereka selam hidup. Satu
tujuan pentingnya adalah untuk mendapat pendapatan masa pensiun yang mencukupi.
Satu implikasi dari hipotesis siklus-kehidupan adalah bahwa suatu program seperti
jaminan sosial yang memberikan tambahan pendapatan yang dermawan untuk masa
pensiun akan mengurangi tabungan dari para pekerja setengah baya karena mereka
tidak lagi perlu menabung sebanyak untuk masa pensiun.
Ribuan investigasi anggaran dari pola pengeluaran rumah tangga menunjukkan
kesamaan yang luar biasa pada pola perilaku yang umum dan kualitatif.
21

3. Efek Pengganti (Substitusi)


Perubahan suatu barang mengubah nilai guna marjinal per rupiah dari barang
yang mengalami perubahan harga tersebut. Kalau harga mengalami kenaikan, nilai
guna marjinal per rupiah yang diwujudkan oleh barang tersebut menjadi semakin
rendah. Misal, harga barang A bertambah tinggi, maka sebagai akibatnya sekarang
MU barang A/PA menjadi lebih kecil dari semula. Kalau harga barang-barang lainnya
tidak mengalami perubahan lagi maka perbandingan diantara nilai guna marjinal
barang-barang itu dengan harganya (atau nilai guna marjinal per rupiah dan barangbarang itu) tidak mengalami perubahan. Dengan demikian, untuk barang B misalnya,
MU barang B/PB yang sekarang adalah sama dengan sebelumnya. Berarti sesudah
harga barang A naik, keadaan yang berikut berlaku:
Dalam keadan seperti diatas, nilai guna akan menjadi bertambah banyak (maka
kepuasan konsumen akan menjadi bertambah tinggi) sekiranya konsumen itu membeli
lebih banyak barang B dan mengurangi pembelian barang A. kedaan diatas
menunjukkan bahwa kalau harga naik, permintaan terhadap barang yang mengalami
kenaikan harga tersebut akan menjadi semakin sedikit.
Dengan cara yang sama sekarang tidak susah untuk menunjukkan bahwa
penurunan harga menyebabkan permintaan ke atas barang yang mengalami penurunan
harga itu akan menjadi bertambah banyak. Penurunan harga menyebabkan barang itu
mewujudkan nilai guna marjinal per rupiah yang lebih tinggi daripada nilai guna
marjinal per rupiah dari barang-barang lainnya yang tak berubah harganya. Maka,
karena membeli barang tersebut akan memaksimumkan nilai guna, permintaan ke atas
barang tersebut menjadi bertambah banyak apabila harganya bertambah rendah.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Utility atau daya guna suatu barang merupakan kemampuan barang untuk
memenuhi kebutuhan manusia secara obyektif. Dalam analisis perilaku konsumen yaitu
manfat atau kepuasan ang dirasakan dari konsumsi suatu barang dan demikian juga
penghargaan konsumen terhadapnya, jadi utility juga merupakan suatu yang subyektif,
tergantung pada pribadi yang melekat pada diri konsumen yaitu sejauh mana
kebutuhannya terpenuhi dengan konsumsi barang atau jasa tertentu.
Terdapat empat jenis nilai guna, yaitu nilai guna tempat, nilai guna bentuk, nilai
guna waktu, dan nilai guna kepemilikan. Serta terdapat dua pendekatan teori nilai guna
yang digunakan dalam perhitungan yaitu nilai guna kardinal dan nilai guna ordinal.
Terkait dengan nilai guna, terdapat Hukum Gossen I yang menjelaskan bahwa
pertambahan yang terus-menerus dalam mengonsumsi suatu barang, tidak secara terusmenerus menambah kepuasan yang dinimati orang yang mengonsumsinya. Pada
mulanya, setiap tambahan konsumsi akan mempertinggi tingkat kepuasan orang tersebut,
namn semakin lama tingkat kepuasan orang tersebut akan semakin menurun. Nilai guna
total adalah kepuasan total yang dinikmati oleh konsumen ketika mengonsusi sejumlah
22

barang tertentu secara keseluruhan, sedangkan nilai guna marjinal adalah tambahan
kepuasan yang diperoleh dari setiap penambahan konsumsi barang tersebut.
Setiap orang akan berusaha untuk memaksimumkan nilai guna dari barang yang
dikonsumsinya. Syarat pemaksimman nilai guna adalah bahwa setiap rupiah yang
dikeluarkan untuk membeli unit tambahan dari berbagai jenis barang harus memberikan
nilai guna yang sama besarnya. Dalam teori nilai guna dan teori permintaan, ada dua
faktor yang menyebabkan permintaan ke atas suatu barang mengalami perubahan, yaitu
efek pengganti dan efek pendapatan.
B. SARAN
Berdasarkan isi dari konsep tentang Teori Tingkah Laku Konsumen maka studi
teori perilaku konsumen adalah suatu hal yang sangat penting baik bagi para pengusaha,
ekonom, mahasiswa, dosen, guru ataupun pemerintah serta khalayak umum karena
dengan kita mempelajari dan memahami konsep teori dan perilaku konsumen dalam
membelanjakan sejumlah pendapatan yang dimilikinya, maka kita akan mengetahui
sejumlah pemahaman daripada siklus bisnis jangka-pendek maupun pertumbuhan
ekonomi jangka-panjang.

23

Anda mungkin juga menyukai