PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
ilmu ekonomi konvensional yang terjadi sejak abad ke-18 telah membuat
pertumbuhan ekonomi dunia sangat spektakuler, tetapi belum pernah ada negara yang
merasa kemajuan ekonominya memadai.2
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu teori nilai guna dan apa hubungannya dengan teori maslahah?
2. Apa perbedaan kebutuhan (need) dan keinginan (want)?
3. apa saja norma dan etika dalam konsumsi?
C. TUJUAN
1. Menjelaskan teori nilai guna dan hubungannya dengan teori maslahah
2. Menjelaskan perbedaan kebutuhan (need) dan keinginan (want)
3. Memaparkan apa saja norma dan etika dalam konsumsi
2 Haroni Doli H. Ritonga, “Pola Konsumsi Dalam Perspektif Ekonomi Islam”, Jurnal Ekonom, Vol.
13, No. 3 Juli 2010
3 Muhammad Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,
1995), h. 44
4 M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 302
2
BAB II
PEMBAHASAN
Konsumsi adalah suatu bentuk perilaku ekonomi yang asasi dalam kehidupan.
Setiap makhluk hidup pasti melakukan aktivitas konsumsi termasuk manusia.5
Manusia yang sering disebut sebagai makhluk sosial yang memang tidak dapat
dipungkiri selalu membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Selain itu, manusia
juga disebut sebagai makhluk materi yang membutuhkan hal-hal diluar tubuhnya
untuk menunjang kehidupannya. Oleh karena itu manusia melakukan kegiatan-
kegiatan untuk menghabiskan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan hidup.
Kegiatan tersebut biasa disebut sebagai kegiatan konsumsi.
Pengertian konsumsi dalam ilmu ekonomi tidak sama dengan istilah konsumsi
dalam kehidupan sehari-hari yang diartikan dengan perilaku makan minum. Dalam
ilmu ekonomi, konsumsi adalah setiap perilaku seseorang untuk menggunakan dan
memanfaatkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi, perilaku
konsumsi tidak hanya menyangkut perilaku makan dan minum saja, tetapi juga
perilaku ekonomi lainnya seperti membeli dan memakai baju, membeli dan memakai
kendaraan, membeli dan memakai sepatu dan sebagainya.6
5 Zuliana, “Prinsip Konsumsi Dalam Islam Berbasis Nilai Material Dan Spiritual (Analisis Konsep M.
Abdul Mannan dan Aktualisasinya dengan Prinsip Konsumsi di Indonesia)” (skripsi, UIN Walisongo,
Semarang, 2015), 1
6 Imamudin Yuliadi, Ekonomi Islam Sebuah Pengantar (Yogyakarta: LPPI, 2009), 178.
7 Muhammad Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, terj. M. Nastangin (Yogyakarta: PT
Dana Bakti Wakaf, 1995), 44.
3
bentuk lahiriah konkret dari kebutuhan fisiologis kita. Dalam suatu masyarakat
primitif, konsumsi sangat sederhana, karena kebutuhannya juga sangat sederhana.8
8 Ibid.
9 Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002) edisi ke
3, hlm. 152.
4
Tabel 1.1 Total Utility dan Marginal Utility
0 0 0
1 30 30
2 50 20
3 65 15
4 69 4
5 68 -1
6 64 -4
7 57 -7
Tabel ini menunjukkan ketika makan apel yang keempat, total nilai gunanya
meningkat dan nilai guna marginalnya adalah positif. Ini berarti kepuasan seseorang
memakan apel mencapai tingkat kepuasan yang maksimal pada apel yang keempat.
Namun, ketika memakan apel yang kelima total utilitynya menurun dan marginal
utilitynya adalah negatif. Bila ia makan apel lagi, akan mengurangi tingkat kepuasan.
Dari contoh di atas, ditunjukkan apabila konsumen memakan lima, enam, dan tujuh
apel kepuasan yang didapat dari mengonsumsi apel tersebut lebih rendah daripada
kepuasan yang didapat dari memakan delapan apel. Ini berarti lebih baik memakan
delapan apel dari pada sembilan apel, karena kepuasan yang diperoleh dari memakan
delapan apel adalah lebih lebih besar.
Teori nilai guna (utility) apabila dianalisis dari teori mashlahah, kepuasan
bukan didasarkan atas banyaknya barang yang dikonsumsi tetapi didasarkan atas baik
atau buruknya sesuatu itu terhadap diri dan lingkungannya. Jika mengonsumsi sesuatu
5
mendatangkan kemafsadatan pada diri atau lingkungan maka tindakan itu harus
ditinggalkan sesuai dengan kaidah:
7
Gabungan barang Makanan Pakaian
A 14 2
B 8 3
C 6 4
D 4 6
E 3 8
F 2 14
2. Budget Line
Tabel 1.3 Gabungan makanan dan pakaian yang dapat dibeli konsumen
A 15 0
B 12 2
C 9 4
D 6 6
E 3 8
F 0 10
Teori budget line ini bila dihubungkan dengan teori konsumsi islami
menunjukkan, bahwa seseorang dalam melakukan kegiatan konsumsi tidak hanya
memperhitungkan besarnya jumlah barang yang diperoleh dari anggaran yang
dimiliki, tapi juga memperhitungkan skala prioritas dan sisi kemaslahatan dari
berbagai barang yang akan dibelinya. Skala prioritas yang ditekankan dalam
konsumsi ini haru mengacu kepada tingkatan kemaslahatan hidup manusia meliputi:
pertama, kemaslahatan dharuri (kebutuhan pokok) yakni ad-din (agama), an-nafs
(jiwa), al-aql (akal), an-nasl (keturunan), al-mal (harta), kedua, kemaslahatan hajjii
(kebutuhan sekunder), ketiga kemaslahatan tahsini (kebutuhan tersier). Dalam
9
pemenuhan ketiga kebutuhan hidup ini, aspek dharuri harus lebih didahulukan dari
aspek hajji dan tahsini.
ࣖ ْالمُسْ ِرفِي َْن ُيحِبُّ اَل ِا َّن ٗه ُتسْ ِرفُ ْو ۚا َواَل َوا ْش َرب ُْوا وَّ ُك ُل
10
Pada dasarnya, aktivitas ekonomi berasal dari kebutuhan fisik manusia agar
tetap survuve dalam hidupnya. Adanya kebutuhan untuk mempertahan hidup
memunculkan interaksi antara manusia dengan sesamanya. Dalam interaksi ini
kehendak seseorang untuk membeli atau memiliki sesuatu bisa muncul karena faktor
kebutuhan (need) ataupun keinginan (want).
Dalam perspektif ekonomi islam, semua barang dan jasa yang membawa
pengaruh pada kemaslahatan disebut dengan kebutuhan manusia. 12
Misalnya, makan
makanan halal dan bergizi merupakan kebutuhan manusia agar tetap hidup sehat.
Keinginan (want) adalah sesuatu yang terikat dengan hasrat atau harapan
seseorang, jika dipenuhi belum tentu meningkatkan kesempurnaan fungsi manusia
ataupun sesuatu. Ia terkait dengan suka atau tidak sukanya seseorang terhadap suatu
barang. Keinginan itu biasanya lebih bersifat subjektif, tidak bisa dibandingkan
antarsatu orang dengan yang lainnya.13 Misalnya, cat, interior ataupun desain yang
baik adalah keinginan manusia dalam membangun rumah. Semua keinginan ini belum
tentu menambah fungsi bangunan rumah, tetapi hanya memberikan kepuasan
pemiliknya.
12 M. Fahim Khan, Essay In Islamic Economic, (United Kingdom: The Islamic Foundation, 1995),
hlm. 34
13 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII, Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali
Press, 2008), hlm.130
14 Ali Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern, (Jakarta:
Aqsa Publishing, 2007), hlm. 112.
11
C. Norma dan Etika dalam Konsumsi
Nilai-nilai islam yang harus diaplikasikan dalam konsumsi adalah:
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada pundakmu dan janganlah
kamu terlalu mengulurkannya karena itu akan menjadikan kamu tercela dan
menyesal.
2. Membelanjakan Harta pada Bentuk yang Dihalalkan dan dengan Cara yang
Baik
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
ُّٰي َبن ِْٓي ٰادَ َم ُخ ُذ ْوا ِز ْي َن َت ُك ْم عِ ْندَ ُك ِّل َمسْ ِج ٍد وَّ ُكلُ ْوا َوا ْش َرب ُْوا َواَل ُتسْ ِرفُ ْو ۚا ِا َّن ٗه اَل ُيحِب
Hai anak adam, pakailah pakaian yang indah disetiap (memasuki) mesjid, makan dan
minumlah kamu dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan.
17 Yusuf Al-Qardhawi, Daur, op.cit, hlm. 227. Afzalur Rahman, op.cit,. hlm 49.
18 Ali Abd ar-Rasul, op.ct., hlm 187.
13
Sikap hidup mewah biasanya diiringi oleh sikap hidup berlebih-lebihan
(melampaui batas atau israf). 19
Israf atau royal menurut Afzalur Rahman ada tiga
pengertian yaitu, menghambur-hamburkan kekayaan pada hal-hal yang diharamkan
seperti mabuk-mabukkan, pengeluaran yang berlebih-lebihan pada hal-hal yang
dihalalkan tanpa peduli apakah itu sesuai dengan kemampuan atau tidak, dan
pengeluaran dengan alasan kedermawanan hanya sekedar pamer belaka. Sebagaimana
Al-Qur’an mengecam kemewahan, ia juga mengecam sikap berlebihan dan tabzir
(pemborosan) dengan menggolongkan kepada saudara setan (QS Al-Israa’ [17]: 26-
27). Sebaliknya, Al-Qur’an memuji dan menyanjung sikap orang-orang yang berbuat
ekonomis dan hemat dalam kehidupan mereka. Dalam hal ini, Al-Qur’an
menginginkan sikap ekonomis menjadi moral agama yang fundamental dan moral
pribadi kaum muslim.
BAB III
PENUTUP
Jadi, bisa disimpulkan bahwa Konsumsi adalah suatu kegiatan yang dilakukan
oleh manusia dengan menggunakan serta mengurangi daya guna dari suatu barang
maupun jasa yang memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup serta kepunahan
manusia baik secara perlahan ataupun sekaligus. Contohnya kita makan nasi itu
merupakan suatu contoh kegiatan perilaku konsumsi karena menghabiskan nilai guna
nasi. Nah dalam perspektif ekonomi islam,perilaku atau etika dalam mengonsumsi
ada tiga yaitu kita harus seimbang dalam mengonsumsi atau menggunakan
barang/jasa tersebut, membelanjakan harta pada bentuk yang dihalalkan dan dengan
cara yang baik, serta tidak adanya sikap hidup yang berlebih-lebihan
(israf/boros/royal) dan tabzir (sia-sia/mubazir) karena itu adalah sifat setan.
B. SARAN
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat
diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya. Sehingga bisa terus
menghasilkan makalah yang bermanfaat bagi banyak orang.
15