Anda di halaman 1dari 12

SKILL LAB 4

PEMASANGAN BALUT VERBAN DAN BIDAI

SKENARIO

Seorang remaja laki-laki berusia 27 tahun mengalami kecelakaan sepeda motor. Pasien
mengatakan ia tidak bisa mengendalikan kecepatan motornya ketika berpapasan dengan
sebuah mobil truk. pasien terkejut ketika didepannya melintas mobil sedan dengan
kecepatan tinggi. Dengan sigap pasien membanting stang motor ke arah pinggir jalan
sehingga menabrak sebuah pohon. Pasien terjatuh dari sepeda motor dan terpental sejauh
2 meter. Pasien mengatakan kaki kananya tidak bisa digerakkan. Hasil pengkajian ditemukan
luka dikaki kanan sepanjang 5 cm, fraktur tertutup pada kaki sebelah kiri. Pasien
kemungkinan juga mengalami dislokasi pelvis.

Berdasarkan skenario diatas, mahasiswa mampu menjelaskan beberapa pertanyaan


dibawah ini:
1. Apa yang dialami pasien?
2. Apa pengkajian yang dilakukan pada pasien?
3. Apa tindakan yang tepat dilakukan pada pasien?
PEMASANGAN BALUTAN DAN BIDAI

A. PENDAHULUAN
Pembalutan dan pembidaian adalah salah satu cara pertolongan pertama pada
cedera/trauma pada sistem mukuloskeletal. Tindakan tersebut dilakukan bertujuan
untuk menggimmobilisasi ekstremitas yang mengelami cidera, mengurangi rasa nyeri,
dan mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.

Pengetahuan tentang tata cara pemasangan balutan dan bidai sangat penting diketahui
oleh seorang perawat untuk dapat memberikan tindakan pertama pada cedera
muskuloskeletal sambil menunggu tindakan selanjutnya. Tindakan yang cepat dan tepat
akan mengurangi risiko lebih lanjut.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan instruksional umum
Setelah dilakukan praktikum mahasiswa mampu melakukan pemasangan balutan dan
bidai secara tepat dan benar

2. Tujuan instruksional khusus


1) Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan dilakukan pemasangan balutan dan bidai
2) Mahasiswa mampu menyiapkan peralatan untuk pemasangan balutan dan bidai
3) Mahasiswa mampu melakukan pemasangan balutan dan bidai

C. LANDASAN TEORI

BALUTAN (BANDAGE)
Balut bidai adalah tindakan memfiksasi/mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami
cidera dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fiksator
/imobilisator. Penyangga yang biasa digunakan dalam balut bidai adalah splinting (spalk).

Tujuan pembidaian pada cedera muskuloskeletal :


o Untuk mencegah gerakan fragmen patah tulang atau sendi yang mengalami dislokasi.
o Untuk mencegah kerusakan jaringan lunak sekitar tulang yang patah.
o Untuk mengurangi perdarahan dan bengkak.
o Untuk mencegah terjadinya syok
o Untuk mengurangi nyeri
o Memudah transportasi penderita

Kontra Indikasi
o Luka dengan hipereksudat
o Luka terinfeksi
o Terdapat undermining dan tunneling

Komplikasi
o Bula, kegagalan flap/graf
o Risiko perdarahan/hematoma
o Infeksi gram negatif, infeksi Candida
o Nyeri dan perdarahan saat penggantian balutan
o Iritan/dermatitis kontak alergi

PRINSIP PEMASANGAN BALUT BIDAI


o Bahan yang digunakan sebagai bidai tidak mudah patah atau tidak terlalu lentur
o Panjang bidai mencakup dua sendi
o Ikatan pada bidai paling sedikit dua sendi terikat, bila bisa lebih dari dua ikatan lebih
baik.
o Ikatan tidak boleh terlalu kencang atau terlalu longgar.
o Prinsip pertolongan pertama pada patah tulang
o Pertahankan posisi
o Cegah infeksi
o Atasi syok dan perdarahan
o Imobilisasi (fiksasi dengan pembidaian)
o Pengobatan : Antibiotika, ATS (Anti Tetanus Serum), Anti inflamasi (anti radang),
Analgetik/ pengurang rasa sakit

Pada aplikasinya terdapat beberapa macam balutan, antara lain :


a. Kassa gulung (gauze roller bandage)  dapat dibuat dari kain katun, kain kasa,
flannel ataupun bahan elastik.
b. Verban elastis (stretchable toller bandage)
c. Verban segi tiga (trianngulat bandage)  Mitella biasa digunakan untuk
mengimmobilisasi cedera pada bahu,lengan atas dan lengan bawah

d. Tie shape bandage


Ada beberapa ukuran pembalut pita/gulung:
 Pembalut pita ukuran 2,5 cm untuk jari-jari
 Pembalut pita ukuran 5 cm untuk leher dan pergelangan tangan
 Pembalut pita ukuran 7,5 cm untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis dan
kaki.
 Pembalut pita ukuran 10 cm untuk paha dan sendi panggul
 Pembalut pita ukuran >10 - 15 cm untuk dada, punggung dan perut

Macam-macam pembalutan
1. Pembalut penutup
 Untuk menutup sebagian badan agar terhindar dari kotoran luar maupun tidak
tersinggung dari anggota badan yang lain
 Untuk menghindarkan diri dari cahaya matahari atau udara
 Sebelum luka dibungkus terlebih dahulu Luka dibersihakn atau dilakukan perawatan
luka.
 Untuk menahan perdarahan
 Melekatkan obat (Zalf, serbuk, kompres)
2. Pembalut penahan
 Mengistirahatkan anggota badan yang luka atau sakit
 Mengurangi gerakan yang dapat menambah beratnya sakit
 Mengurangi rasa sakit
3. Pembalut penekan Menekan luka

Prinsip Balutan:
1. Pilih ukuran balutan yang tepat.
2. Jika memungkinkan selalu gunakan bahan balutan yang baru, karena setelah satu kali
penggunakan elastisitas bahan akan berkurang.
3. Pastikan kulit penderita bersih dan kering.
4. Tutup luka sebelum melakukan balutan.
5. Periksa neurovaskuler distal.
6. Berikan bantalan pada daerah yang berbahaya
7. Jika memungkinkan adanya asisten untuk memposisikan tungkai pada posisi yang
benar.
8. Balutan dimulai dari bagian distaltungkai.
9. Pertahankan ketegangan balutan untuk memberikan tekanan yang diinginkan.
10. Pastikan tidak ada kerutan setiap putaran balutan.
11. Pastikan memasang balutan sampai daerah distal dan proksimal lokasi cedera, namun
membiarkan ujung jari tetap terbuka untuk mengevaluasi status neurovaskuler.
12. Pastikan ujung balutan terfiksasi dengan baik.

Teknik Pembalutan:
a. Circular Turn
Melakukan tindakan pembalutan pada ekstremitas yang cedera dengan cara overlapping
penuh pada setiap putaran balutan. Teknik ini biasa digunakan untuk memegang kassa pada
luka.
b. Spiral turn
Teknik ini melakukan pembalutan dengan cara evorlapping setengah lebar balutan pada
setiap putaran, yang dipasang secara asending dari distal ke proksimal ekstremitas.
Teknik ini biasanya digunakan pada tungkai yang berbentuk silinder, seperti pada
pergelangan tangan, jari, dan badan.

c. Spiral reverse turn


Spiral reverse turn merupakan teknik pembalutan spiral turn yang selalu dibalikkan arah
putarannya balutan pada setiap setengah putaran. Teknik ini biasanya digunakan pada
ekstremitas yang berbentuk konus, seperti paha, tungkai bawah, dan lengan bawah.
d. Spica turn (figure of eight)
Teknik spica turn adalah teknik balutan ascending dan descending pada setiap putaran.
pada setiap putaran ascending dan descending selalu overlapping dan menyilang dari
proksimal ke distal sehingga membentuk sudut. Teknik ini biasanya digunakan pada cedera
bahu, panggul, dan pergelangan kaki. Pada kasus terkilir, ligamentum yang sering robek
ialah yang terletak di lateral, karena itu kaki diletakkan dalam posisi eversi/rotasi
eksterna untuk mengistirahatkan dan mendekatkan kedua ujung ligamentum tersebut baru
kemudian dibalut.

 Bahu

 Kaki
Mitella
Mitella dipergunakan untuk membalut bagian tubuh yang berbentuk bulat. Dapat pula untuk
menggantung lengan yang cedera. Selain itu dapat dilipat sejajar dengan alasnya, menjadi
pembalut bentuk dasi (cravat), dalam hal ini mitella dapat diganti dengan pembalut pita.
Secara umum cara membalut dengan pita dapat mengikuti langkah-langkah berikut:
 Salah satu sisi mitella dilipat 3-4 cm sebanyak 1-3 kali.
 Pertengahan sisi yang telah terlipat diletakkan di luar bagian yang akan dibalut, lalu
ditarik secukupnya dan kedua ujung sisi itu diikatkan.
 Salah satu ujung lainnya yang bebas ditarik dan dapat diikatkan pada ikatan (b) diatas,
atau diikatkan pada tempat lain atau dapat dibiarkan bebas, hal ini tergantung tempat
dan kepentingannya.
PEMBIDAIAN
Salah satu cara yang dilakukan untuk menangani patah tulang adalh dengan teknik bidai.
1. Tindakan pertolongan sementara
 Dilakukan ditempat cidera sebelum ke rumah sakit
 Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya
 Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan meghindarkan kerusakan yang lebih
berat.
 Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah mengetahui prinsip dan tehnik dasar
pembidaian
2. Tindakan pertolongan definitif
 Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan, klinik / RS
 Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan fraktur /dislokasi menggunakan alat
dan bahan khusus sesuai standar pelayanan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang sudah terlatih.

Jenis-Jenis Bidai
1. Bidai keras  bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaan darurat. Kesulitannya
adalah mendapatkan bahan yang mempunyai syarat dilapangan.
Contoh; bidai kayu
2. Bidai traksi  bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya hanya
dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus umumnya dipakai pada patah tulang paha.
Contoh : bidai traksi tulang paha.
3. Bidai improvisasi  bidai yang cukup dibut dengan bahan cukup kuat dan ringan untuk
menopang, pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan
improvisasi si penolong. Contoh: majalah, Koran, karton.
4. Gendongan /belat dan bebat  pembidaian dengan menggunakan pembalut umumnya
dipakai misalnya dan memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan
pergerakan daerah cidera.

Tujuan:
1. Mencegah gerakan bagian yang stabil sehingga mengurangi nyeri dan mencegah
kerusakan lebih lanjut.
2. Mempertahankan posisi yang nyaman.
3. Mempermudah transportasi organ.
4. Mengistirahatkan bagian tubuh yang cidera.
5. Mempercepat penyembuhan.

Kontra indikasi
1. Pernafasan dan sirkulasi penderita sudah distabilkan.
2. Gangguan sirkulasi dan atau gangguan yang berat pada distal daerah fraktur,
3. Risiko memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit,

Komplikasi
1. Dapat menekan jaringan pembuluh darah / syaraf dibawahnya bila bidai terlalu ketat
2. Bila bidai terlalu longgar  masih ada gerakan pada tulang yang patah
3. Menghambat aliran darah, iskemi jaringan, Nekrosis
Memperlambat transportasi penderita bila terlalu lama melakukan pembidaian

Gambar Pembidaian
PROSEDUR PEMASANGAN BIDAI

Pengertian: Suatu tindakan untuk mengatasi atau membantu pasien yang mengalami patah
tulang sehingga tidak terjadi pergerakan/ pergeseran sehingga pasien tidak
merasa sakit

Tujuan: untuk mencegah pergerakan tulang dan mengistirahatkan tulang yang patah

Persiapan :
Persiapan Alat:
 Handscoen
 Masker
 Spalk/ bidai sesuai ukuran
 Kassa balutan panjang
 Plester
 Pembalut elastis (ukuran 15 cm dan 7,5 cm)
 Mitella (8 buah)
 Gunting
 Peniti

Persiapan:
 Persiapan pasien
 Persiapan penolong

PELAKSANAAN:
1. Menjelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Mencuci tangan dan memasang sarung tangan
3. Apabila ada perdarahan, lakukan penekanan dengan menggunakan kassa
4. Bagian tubuh yang akan dipasang spalk diberikan posisi anatomi (posisi yang nyaman)
5. Ukur bidai pada dua sendi
6. Melakukan pemsaangan bidai melewati sendi proksimal dan distal dari tulang yang
patah, dan memfiksasi menggunakan verban gulung atau verban elastis dengan metode
roll on.
Apabila menggunakan mitella  Lakukan pembalutan/ pengikatan dengan menggunakan
mitella sebanyak 4 buah pada bagian yang patah/ luka
7. Mengelevasikan tungkai yang sudah terpasang bidai
8. Melakukan pemeriksaan neurovaskuler distal.

Evaluasi:
1. Evaluasi klien
Catat respon pasien dan bagian tubuh/ jari
2. Dokumentasikan: nama, umur, jenis kelamin, jam, tanggal, bulan, tahun, nama perawat
PEMBALUTAN (BANDAGE)

Pengertian: Suatu tindakan membatasi gerakan tungkai menggunakan bahan yang terbuat dari kain.
Tujuan: Memberikan efek immobilisasi parsial pada tungkai

Bahan dan Alat :


1. Sarung tangan.
2. Kassa gulung.
3. Verban elastis berbagai ukuran.
4. Verban segi tiga.

Persiapan:
 Persiapan pasien
 Persiapan penolong

Pelaksanaan:
1. Melakukan inform consent.
2. Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
3. Melakukan pemeriksaan neurovaskuler distal.
4. Melakukan stabilitas manual pada tungkai yang mengalami cidera pada posisi yang
diinginkan.
5. Jika diperlukan melakukan padding pada tulang-tulang yang menonjol, untuk mencegah
terjadinya ulkus dekubitus.
6. Melakukan pembalutan dengan teknik
 Circular Turn
 Spiral turn
 Spiral reverse turn
 Spica turn (figure of eight)
7. Pastikan ujung balutan terfiksasi dengan baik.
8. Periksa kembali keadaan neurovaskeler distal

Evaluasi:
 Evaluasi klien
Catat respon pasien dan bagian tubuh/ jari
 Dokumentasikan: nama, umur, jenis kelamin, jam, tanggal, bulan, tahun, nama perawat

REFERENSI

Bucher, L; Melander, S. (1999). Critical care nursing. 1st edition. W.B. Saunders Company:
United States of America

Chapleau, W., Pons, P. (2007) Emergency medical technician. St. Louis: Elsevier
Caroline, N. (2007). Emergency care in the street. 6th ed. London: jones and bartlett
Harkreader & Hogan. (2000). Fundamental of nursing: Caring and clinical judgement. St.
Louis: Saunders
Holmes, N. (2006). Mastering ACLS. Second Edition. Lippincott Williams & Wilkins:
Philadelphia
Ganong, W.F. (2003). Buku ajar fisiologi kedokteran: Edisi 3. Jakarta: EGC
Lembaga Kajian Keperawatan Indonesia. (2011). Buku panduan pelatihan: Basic trauma
cardiac life support. LKKI

Anda mungkin juga menyukai