Disusun Oleh:
Mufti Nurlatifah
NIM: 1806261231
“Without explication, our words are nothing more than words, and our data add
nothing to them” (Chaffee, 1991:14). Teori atau menteorikan merupakan aktivitas
yang terdiri atas ide, bukti, dan kesimpulan dan bersifat transaksional. Transaksi yang
dimaksudkan disini adalah keterkaitan antara ilmu pengetahuan dengan masyarakat.
Oleh karenannya, eksplikasi dipahami sebagai cara berpikir secara transaksional
untuk menghubungkan antara wilayah teoritik dengan wilayah empirik dengan konsep
yang tepat dan detail. Hal ini menggambarkan secara keseluruhan bagaimana seorang
peneliti membangun konsep atas fenomena komunikasi yang menjadi kajiannya.
Membangun cara berpikir menjadi konsep yang bisa dipahami secara umum dan
rigit acapkali dianggap hanya sebagai produk akhir yang memuat definisi. Padahal
eksplikasi sebagai bangunan pemikiran seharusnya juga memuat apa saja yang
diabaikan dari suatu definisi (Chaffee, 1991: 73). Artinya, eksplikasi tidak hanya hasil
akhir namun juga menampilkan cara mencapai hasil akhir berikut residu dan
metodenya. Eksplikasi merupakan keseluruhan proses yang dilakukan mulai dari
menemukan konsep, menelaah konsep berdasarkan berbagai kajian dan sudut pandang,
mengelaborasikan ke dalam wilayah empirik, membongkar kembali konsep,
melakukan serangkaian metode untuk menguji konsepnya, menganalisis hasil
temuannya, sampai dengan mendapatkan konfirmasi akhir dari konsep awalnya
adalah proses eksplikasi. Secara lebih lanjut, Chafee menguraikan bahwa ekplikasi
atas suatu konsep, terjadi sebagai berikut:
Operational
Procedures
Evaluation of
Operational
Procedures
1
Secara lebih lanjut, tulisan ini ingin mencoba menjabarkan bagaimana proses
eksplikasi yang terjadi atas suatu konsep dalam kajian ilmu komunikasi. Contoh yang
akan didedah dalam tulisan ini adalah konsep mengenai berita. “Berita” sebagai suatu
kata atau konsep dikenal dalam Ilmu Komunikasi sejak studi ini berdiri. Bahkan,
kajian-kajian awal dalam studi komunikasi banyak melibatkan konsep ini sebagai
objeknya. Sampai hari ini berita masih menjadi bahasan utama dalam bidang
komunikasi, terlebih dengan berkembangnya teknologi komunikasi, yang membuat
konsep berita juga mengalami pergeseran.
Primitive Terms
Konsep dimulai dari menterminologikan. Penting untuk mengaitkan antara kata
dan konteks dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini untuk meletakkan konsep dengan
benar sesuai dengan konteksnya. Mengingat, pada satu kata saja, kadangkala kita akan
menemukan cukup banyak konsep dan konstruk. Untuk itulah keterkaitan antara kata
dan konsep ini haruslah tepat, karena “things are not as they seem”
Berita merupakan konsep yang cukup akrab dalam kehidupan masyarakat kita
sehari-hari. Pada konsep kehidupan sehari-hari, masyarakat kita memahami berita
sebagai kabar atau informasi. Kabar yang dipahami sebagai berita adalah akibat yang
terjadi dari fenomena tertentu. Sesuatu yang dikatakan sebagai berita melekat pada
peristiwa tertentu. Misalnya, ada orang yang meninggal masyarakat kita menyebutnya
dengan berita lelayu. Atau ada orang yang menikah, kita menyebutnya dengan berita
gembira. Namun, dalam konteks yang lain, kita juga memahami konsep “berita” ini
sama dengan informasi. Contohnya dalam ujaran, “tidak ada berita tentang nasibnya.”
Ujaran ini tidak bersumber dari peristiwa, sehingga memiliki makna yang berbeda
dengan berita duka dan berita bahagia. Dengan demikian, untuk memahami berita
sebagai suatu konsep yang tepat pada suatu kajian kita perlu mengurainya menjadi
definisi awal.
2
yang paling tepat untuk menjadi konteks. Dalam hal ini, berita dalam definisi
pendahuluan ini pun perlu diletakkan sebagai suatu definisi awal yang menunjukkan
konteks atas konsep tersebut seperti apa. Peneliti, perlu memparafrase berita sebagai
kejadian atau event atau kabar atau jabaran awal yang lainnya.
Analogi populer untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan berita adalah
“jika manusia menggigit anjing itu adalah berita.” Analogi ini diungkapkan oleh John
B. Bogart, jurnalis dari New York Sun. Melalui analogi ini kita memahami bahwa
yang disebut sebagai berita adalah kejadian yang dianggap unik atau di luar kebiasaan.
Anjing menggigit manusia tentu adalah insiden yang tidak sekali ditemukan, namun
ketika manusia menggigit anjing, pasti ada kejadian, ada alasan, dan ada narasi yang
bisa diuraikan untuk menggambarkannya. Itulah berita, dan itulah definisi awal untuk
mengeksplikasi konsep berita.
3
tersebut. Aktivitas rutin pekerja media dan interaksi mereka dengan lingkungan sosial
turut berkontribusi pada pilihan berita. Perspektif yang berbeda ditawarkan oleh
Schramm yang melihat konstruksi realitas sebagai hasil dari berita itu sebagai bagian
dari komunikasi, karena berita adalah komunikasi. Dalam review literatur pada proses
eksplikasi, yang kita lakukan adalah memilah dan memilih, konsep mana yang akan
menjadi rujukan dan mana yang akan diabaikan. Konsep yang akhirnya menjadi
rujukan akan menjadi pegangan kita untuk masuk dalam pendefinisian, baik
pemaknaan sampai dengan definisi operasional.
Definisi Nominal
Berita pada definisi yang fundamental dipahami sebagai suatu kata benda (noun).
Oxford Dictionares (2018) menterjemahkan berita sebagai informasi yang baru
diterima atau patut diperhatikan, terutama tentang kejadian yang baru saja terjadi.
Berdasarkan makna ini ada dua hal yang patut digarisbawahi dari definisi berita
dengan memperhatikan terminologi katanya, yaitu informasi dan event. Sementara itu
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berita dipahami sebagai noun, dan
4
didefinisikan menjadi tiga konsep fundamental (KBBI Online, 2018). Pertama, berita
adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat. Kedua,
berita didefinisikan sebagai laporan. Ketiga, berita juga dipahami sebagai
pemberitahuan atau pengumuman.
Berdasarkan definisi tersebut, berita ditempatkan sebagai noun, baik dalam
kamus bahasa asing maupun kamis bahasa Indonesia. Yang membedakan adalah
pemahaman secara terminologis untuk memahami konsep tersebut. Oxford Dictionary
menempatkan berita sebagai kata benda yang berarti informasi, sama-sama kata benda.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berita juga dipahami sebagai noun
dengan tiga makna keterangan, laporan, atau pemberitahuan. Informasi memiliki
tendensi yang lebih pasif karena tanpa pelibatan manusia, dia sudah bisa ketahui
orang banyak. Sedangkan keterangan, laporan, dan pemberitahuan baru akan menjadi
kata benda jika ada keterlibatan manusia yang melakukannya, artinya ketiga ini lebih
aktif.
Analisis Makna
Mengacu pada definisi berita, kita menemukan tiga konsep yang dipahami
sebagai berita yaitu konstruksi realitas, rutinitas media, dan bentuk komunikasi. Tiga
pilihan ini untuk menjadi sebuah definisi yang tepat dan operasional, akan dianalisis
dengan menggunakan dua pilihan pendekatan, yaitu menggunakan penyaringan
(destilation) atau menggunakan daftar (by list) (Chaffee, 1991). Analisis makna
dengan metode penyaringan membawa kita pada konsep berita ke wilayah yang lebih
abstrak. Dari ketiga pilhan konsep yang saat ini dimiliki perlu dicari saripatinya untuk
mendapatkan elemen yang esensial.
Ketiga konsep ini berita tersebut kebetulan berasal dari dua ranah kajian sosial
yang berhimpitan. Berita sebagai konstruksi realitas dan rutinitas media lahir dari
pemikiran Sosiologi, sementara berita sebagai bentuk komunikasi adalah bagain dari
pemikiran komunikasi. Mengacu pada runutan pemikiran kedua bidang tersebut bisa
dipahami bahwa yang diperhatikan oleh keduanya mirip tapi berbeda. Pada sosiolog
lebih menekankan pada bagaimana sebuah event bisa menjadi berita karena
pilihan-pilihan yang dimiliki oleh “man behind the news.” Sementara pemikiran
Schramm dengan perspektif komunikasi, lebih menekankan pada “reward” yang
diharapkan oleh orang ketika mereka mendapatkan sesuatu yang disebut sebagai
berita. Penekanan yang diberikan oleh Schramm atas berita adalah makna pesan yang
5
muncul dalam benak setiap orang, sehingga hasratnya atas pesan yang menjadi
material berita tersebut terpenuhi atau tidak.
Berpijak pada pemikiran awal tentang “man bites a dog” yang disebut sebagai
berita, maka pemaknaan dalam konteks kajian berita lebih menekankan pada aspek
produksi dibandingkan konsumsi. Berita lebih dipahami sebagai aktivitas yang
dilakukan oleh orang yang membuat, daripada orang yang mengonsumsi. Perspektif
ini yang nantinya akan membantu kita membuat definisi empirik selanjutnya.
Analisis Empirik
Analisis empirik atas suatu konsep menjadi tujuan utama dari proses eksplikasi
(Hempel dalam Chafee, 1991). Hal ini mengingat dalam analisis empirik, kita akan
mengelaborasi konsep yang telah kita saring menjadi definisi operasional yang tepat.
Bagian ini memberikan ruang untuk memasukkan dan meniadakan elemen-elemen
apa saja yang mendukung dan tidak mendukung definisi yang telah disusun.
Termasuk bagian dari berita sebagai suatu rutinitas media, mana yang hendak
diabaikan dan mana yang tidak.
Kajian yang dilakukan Shoemaker (2006) tentang berita menghasilkan dua
terminologi yang saling berhimpitan yaitu news dan newsworthiness. Kajian yang
dilakukan oleh Shoemaker dengan Cohen (2006) menunjukkan bahwa berita yang
menjadi konten media sebenarnya adalah konstruksi realitas yang dibangun dari
rutinitas yang terjadi dalam media. Berita berfungsi untuk mendapatkan atensi publik
atas persoalan masyarakat dan situasi yang membutuhkan solusi. Oleh karenanya,
dalam ruang produksi (oleh jurnalis), ruang manipulasi (oleh public relations), dan
ruang konsumsi (oleh masyarakat) akan selalu muncul pertanyaan, “apa yang paling
menarik perhatian?”. Inilah yang kemudian menjadi pijakan empirik dengan
perspektif sosiologi untuk melihat berita sebagai sebuah praktik sosial yang terjadi di
ruang redaksi.
Sementara itu definisi Schramm tentang berita menekankan bahwa berita eksis
dalam benak setiap orang (Schramm, 1949). Elaborasi Schramm merujuk pada
sesuatu yang ada di kepala orang yang disampaikan dari orang (yang melihat
langsung di tempat kejadian), kepada orang yang tidak ada di tempat kejadian,
melalui medium tertentu, dan menghasilkan efek tertentu. Untuk membuktikani hal
tersebut, Schramm melakukan serangkaian uji yang hendak membuktikan asumsinya
tentang immediate reward dan delayed reward, yang terilhami dari Freud. Hasilnya
6
menunjukkan bahwa asumsi awalnya tentang berita adalah hidup di benak orang
terjawab. Apapun yang disajikan oleh media, pembaca hanya akan membaca,
menonton, ataupun mendengar tergantung dari apa yang paling paling menarik
baginya. Untuk itulah gambaran tentang suatu berita tidak pernah sama, karena setiap
peristiwa hanya akan menjadi berita ketika sampai pada orang lain yang
mengetahuinya melalui medium tertentu dan pada hal-hal yang menarik bagi orang itu
saja.
7
selanjutnya adalah melakukan spesifikasi. Mempertajam berita menjadi “nilai berita”
(newsworthiness) bisa menjadi salah satu evaluasi konsep yang ditempuh. Nilai berita
memiliki makna yang lebih spesifik daripada hanya berita saja. Dalam konsep “nilai”
yang melekat pada berita, kita sebagai peneliti memiliki pertimbangan untuk
memberikan poin menarik tentang peristiwa atau ide yang disebut sebagai berita.
Shoemaker (2006) dalam penjelasannya tentang nilai berita menyatakan bahwa nilai
berita tidak selalu bisa diprediksi karena hal ini merupakan konstruksi mental. Konsep
ini sejajar dengan konsep yang diberikan oleh Schramm tentang sesuatu yang disebut
sebagai berita di kepala masing-masing orang.
Definisi Operasional
Bagian yang cukup penting dari proses eksplikasi adalah definisi operasional.
Definisi operasional ini akan menjadi panduan yang membantu peneliti untuk
memahami secara lebih lanjut fenomena di wilayah empirik. Rangkaian dari definisi
opeasional ini juga mengalir dengan pilihan metode yang kita pilih sebagai pisau
analisisnya. Prinsipnya definisi operasional ini harus muncul terlebih dahulu sebelum
prosedur operasional metode, bukan sebaliknya.
Dengan demikian sebelum masuk ke wilayah teknis operasional tentang berita,
konsep nilai berita sebagai definisi operasional ini harus sudah matang terlebih dahulu.
Mengacu pada Shoemaker, nilai berita dipahami sebagai konstruksi mental yang
menjadi landasan suatu peristiwa layak menjadi berita (Shoemaker, 1991). Ukuran
dari kelayakan ini bisa dilihat dengan menggunakan delapan elemen, yaitu keunikan
(novelty), kepopuleran (prominence), sensasi (sensasionalism), konflik (conflict or
controversy), penting (importance or consequences), menarik (interest), aktual
(timeliness), dan kedekatan (proximity). Secara lebih umum, nilai berita ini dapat
dikategorikan ke dalam tiga dimensi, yaitu dimensi deviasi (kebaruan, kepopuleran,
sensasi, dan konflik); dimensi signifikasi sosial (penting, human interest); dan dimensi
kontingensi (aktual, kedekatan). Secara lebih operasional, definisi operasional atas
nilai berita adalah sebagai berikut:
8
Grafik 1
Dimensi dan Elemen Nilai Berita
Nilai Berita
Kesimpulan
Berita adalah kata yang biasa disebut, dikaji, dibedah, dan teliti dalam kajian Ilmu
Komunikasi sejak studi ini berdiri. Meskipun kata berita ini dianggap lazim dalam
masyarakat kita, nyatanya dalam kajian ilmu sosial konsep berita mengerucut pada
dua perspektif yaitu sosiologi dan komunikasi. Secara lebih lanjut, untuk bisa
membawa berita dari wilayah konseptual ke wilayah operasional, peneliti berita harus
9
menetapkan perspektif dan mengurai berita menjadi konsep yang memiliki dimensi
maupun tolok ukur. Keseluruhan proses, mulai dari wilayah primitive terms “berita”
sampai dengan definisi operasional “berita” inilah yang disebut eksplikasi.
Eksplikasi adalah proses penalaran yang runut. Sebagai suatu proses, eksplikasi
dimulai dari pendefinisian melalui terminologi sederhana, menelaahnya dalam review
literatur, membongkarnya dalam runutan definisi dari nominal-definisi-dan
operasional, sampai dengan membuat perangkat yang akan menjadi tolok ukur
metodologis di lapangan. Proses eksplikasi bermaksud untuk memperkuat pertautan
antara teori, observasi, dan riset. Hal ini demi menjembatani antara wilayah ilmu
pengetahuan dengan masyarakat yang acapkali berjarak dalam konsep ilmu
pengetahuan.
10
DAFTAR PUSTAKA
11