Anda di halaman 1dari 18

Early Warning System

Sistem Peringatan Dini Banjir


Dokumentasi Pengembangan EWS bersama
Masyarakat
Early Warning System - draft

Sistem Peringatan Dini Banjir


Dokumentasi Pengembangan EWS bersama Masyarakat

Latar Belakang
Banjir merupakan fenomena yang hampir selalu terjadi setiap tahun, bahkan
saat ini kondisi Jakarta semakin identik dengan banjir, hujan deras yang mengguyur
dalam hitungan menit saja mampu menciptakan genangan air di mana-mana.
Seluruh aktivitas warga Jakarta pun lumpuh. Dampak sosial dan ekonomi semakin
tak terkendali.
Luas daerah genangan banjir setiap tahun makin bervariasi. Pada bulan
Januari 2002 Jakarta mengalami banjir bandang dengan genangan yang sangat
meluas hingga Jakarta lumpuh total. Banjir bandang 2007 menjadi salah satu yang
terbesar sejak banjir 1621, 1654, 1918, 1942, 1976, 1996, dan 2002. Penyebab dan
dampak banjir pun menjadi semakin kompleks. Kini banjir tak semata akibat faktor
alam tapi juga faktor sosial ekonomi dan budaya. Mari kita ambil contoh cerita:
Sungai Ciliwung meluap. Air mengalir sampai dan melalui tengah kota Jakarta.
Perkampungan dan perumahan yang padat di sekitarnya menjadi korban. Akibat
lebih luasnya? Jalanan macet, Prasarana dan sarana kota lumpuh hingga roda
perekonomian terganggu.
Jakarta merupakan daerah rawan banjir. Karenanya, Jakarta dapat
digolongkan sebagai daerah rentan bencana. Untuk itulah, penting bagi masyarakat
Jakarta untuk dapat untuk melakukan tindakan pencegahan atau pengurangan risiko
bencana. Kebutuhan ini dapat dimulai dengan melakukan penyiapan kesiagaan
masyarakat dalam menghadapi banjir. Salah satu upaya menyiapkan kesiagaan
masyarakat dalam menghadapi banjir adalah dengan meningkatkan kecepatan
masyarakat untuk mengidentifikasi ketinggian air pada pintu air. Upaya inilah yang
disebut dengan Sistem Peringatan Dini. Semakin cepat dan akurat sistem peringatan
dininya semakin cepat masyarakat mempersiapkan diri menghadapi bencana banjir.

ACF menggarisbawahi pentingnya aplikasi dan pemanfaatan Sistem


Peringatan Dini sebagai salah satu upaya mutlak dalam mewujudkan masyarakat
yang siap, sigap dan cepat dalam menghadapi bencana.. Sejalan dengan prinsip
kegiatan berbasis masyaraka, Action Contre la Faim (ACF) ACF bersama dengan
masyarakat mengidentifikasi kebutuhan pentingnya sistem peringatan dini dimana
hasil identifikasi latar belakang tersebut kemudian mencapai sebuah kesepakatan
bersama bahwa perlu ada sebuah sistem jaringan komunikasi peringatan dini.

1
Early Warning System - draft

Untuk bersama-sama menelusuri apa apa saja yang dapat menunjang sistem
jaringan komunikasi peringatan dini tersebut, diadakanlah sebuah workshop. Melalui
kegiatan workshop ini, ACF bersama masyarakat berkesempatan mempelajari
ragam cara peringatan dini yang efektif. Hasil utama adalah keputusan untuk
membangun MONIKA (alat Monitoring Informasi ketinggian air), memasang sirene,
memasang papan pengumuman dan sensor air. Untuk menjalankan sistem
peringatan dini ini disepakati membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk
memudahkan sistem berjalan dan siapa yang akan bertugas dalam situasi darurat.

Monika kemudian di pasang di bendungan air katulampa. Perannya adalah


menginformasikan ketinggian air di katulampa secara otomatis melalui short
message service (SMS) yang akan diterima para pengguna fasilitas (dalam hal ini
masyarakat yang didampingi oleh ACF). Sirine dan sensor air memiliki mekanisme
kerja yang hampir sama, yaitu alat sensor air yang tersentuh air akan berbunyi
menandakan air yang kian meninggi.

Sistem peringatan dini yang disesuaikan kebutuhan dan karakteristik


masyarakat diharapkan dapat menambah kesiapsiagaan masyarakat
dalammenghadapi bencana banjir.

Semoga dokumen ini dapat menjadi sebuah pembelajaran bagi kita bahwa
Sistem Peringatan Dini merupakan salah satu upaya penting untuk dapat
mengurangi risiko bencana. Yang tak kalah penting adalah pemilihan Sistem
Peringatan Dini yang mengakar darikebutuhan dan karakteristik masyarakat
setempat hingga dapat memberikan kemudahan dalam penerapan dan optimalisasi
dalam pemanfaatannya. .

Sistem Peringatan Dini Banjir di Jakarta


Early warning system (EWS) atau Sistem Peringatan Dini merupakan sebuah
tatanan penyampaian informasi hasil prediksi terhadap sebuah ancaman kepada
masyarakat sebelum terjadinya sebuah peristiwa yang dapat menimbulkan risiko.
EWS bertujuan untuk memberikan peringatan agar penerima informasi dapat segera
siap siaga dan bertindak sesuai kondisi, situasi dan waktu yang tepat. Prinsip utama
dalam EWS adalah memberikan informasi cepat, akurat, tepat sasaran, mudah
diterima, mudah dipahami, terpercaya dan berkelanjutan.

Dalam siklus bencana terdapat tahap mitigasi atau upaya pengurangan


dampak negatif kejadian bencana. Di dalamnya terdapat usaha pemetaan daerah

2
Early Warning System - draft

rawan dan pengembangan EWS. Pada tahap ini, sistem komunikasi melibatkan
pemantauan kondisi awal, pembawa berita/informasi dan penerima (pengguna)
informasi. Pemantau awal dalam EWS banjir lebih didominasi oleh petugas
pemantau tinggi muka air di pintu air sungai yang berada di hulu. Petugas tersebut
merupakan bagian pekerjaan dari Dinas Pekerjaan Umum. Selain memantau tinggi
muka air, mereka juga memantau kondisi curah hujan di sekitar daerah tersebut.
Pembawa berita atau informasi adalah orang atau institusi yang
menyambungkan informasi dari pemantau ke penerima/pengguna berita, yaitu
masyarakat yang rawan banjir. Pembawa informasi tersebut antara lain terdiri : Crisis
Center (Satkorlak PBP), Petugas Posko Bencana (Satlak, Satgas), Lurah, Satlinmas
Kelurahan, Ketua RW/RT, dan Tokoh Masyarakat. Media penyampaian informasi
tersebut dapat menggunakan alat antara lain berupa Handphone (SMS), HT,
Telepon, Fax, Internet dan Video Conference.
EWS dapat dibedakan dalam dua jenis yakni:
1. Otomatis: Sirine, HT, kamera (CCTV). Pemberian EWS yang berteknologi
kepada masyarakat ini harus disertai edukasi dan pemeliharaan.
2. Kemasyarakatan ; yakni bersifat dirancang sendiri oleh masyarakat.
Komponen dalam EWS adalah:
1. Prediksi : harus dilakukan dengan ketepatan dan diperlukan pengalaman
2. Interpretasi : menerjemahkan hasil pengamatan
3. Respon dan pengambilan keputusan: siapa yang akan bertanggungjawab untuk
mengambil keputusan karena keputusan tersebut akan mempengaruhi dampak.
Pemprov DKI turut berupaya mempersiapkan masyarakata dalam
menghadapi bencana banjir pada musim hujan ini. Mereka telah mempersiapkan
teknologi dan metode penanganan banjir yang lebih canggih di Crisis Center Satuan
Koordinasi Pelaksana Penanganan Banjir dan Pengungsi (CC Satkorlak PBP), yakni
dengan pemasangan EWS, yang merupakan sistem peringatan dini terhadap
bencana banjir melalui short message service (SMS) hingga ke tingkat RT atau RW,
yang terintegrasi dengan CC Satkorlak PB. CC Satkorlak PB inilah yang memegang
peranan dalam penanganan banjir di Jakarta. Petugasnya diberikan kemampuan
merespons informasi dan meneruskan laporan itu ke petugas Satuan Koordinasi
(Satlak) Kotamadya serta kabupaten. EWS dilakukan dengan pencatatan data curah
hujan dan pengukuran ketinggian air sungai yang dilakukan secara manual maupun
otomatis. Data radar telah dimanfaatkan untuk peringatan dini banjir, dengan melihat
sebaran awan, volume awan, jumlah potensi uap air dari awan, prediksi intensitas
dan tebal hujan, kecepatan angin, arah angin dan sebagainya.

3
Early Warning System - draft

Pemerintah melalui Satkorlak PBP Propinsi DKI Jakarta telah memanfaatkan


informasi pintu air sebagai salah satu informasi peringatan dini banjir selain
prakiraan cuaca dari BMG. Informasi ketinggian pintu air dan prakiraan cuaca
menjadi EWS yang ada di Satkorlak.

Gambar : Sistem Peringatan Dini Banjir di Propinsi DKI Jakara.


Namun pada penerapannya sistem ini perlu pembenahan terutama pada
aliran informasi. EWS mempunyai prinsip kecepatan dan keakuratan informasi. Jika
oleh suatu sebab kelambatan penyampaian informasi ini tidak sampai ke pengguna
atau penerima terakhir yaitu masyarakat, maka masyarakat tidak siap siaga
mengantisipasi datangnya ancaman banjir. Jika hal ini terjadi maka korban tidak
terelakkan. Oleh karena itu pentingnya kecepatan aliran informasi penting untuk
dibenahi.
Keakuratan informasi terletak pada hasil pengukuran oleh stasiun
pengamatan di pintu air. Telah tersedia klasifikasi tingkat siaga yang ditetapkan oleh
SATKORLAK berdasarkan ketinggian muka air pada pintu air. Namun ada beberapa
klasifikasi yang perlu dirubah setelah dicek di lapangan. Seperti pintu air Cipinang
Hulu yang Peil (Papan Ukurnya) tidak lebih dari 200 cm, padahal pada tingkat Siaga
1 ketinggian air dapat mencapai 250 cm. Juga perbedaan versi ketinggian status
normal (Siaga IV) dari SATKORLAK dan status Normal versi PU.
Berdasarkan data Pengendalian Banjir Dinas PU DKI Jakarta, informasi dari
petugas pemantau ketinggian air di hulu menempati poisisi yang sangat penting.

4
Early Warning System - draft

Saat ini ada tujuh lokasi pengamatan muka air (peil schall) yang turut membantu
pemberitahuan bila terjadi luapan air besar di daerah hulu yaitu, Peil Schall Ciledug
di daerah aliran sungai (DAS) Kali Angke, Peil Schall Sawangan di DAS Kali
Pesanggrahan, Peil Schall Ciganjur di DAS Kali Krukut, Peil Schall Katulampa dan
Peil Schall Depok di DAS Kali Ciliwung, Peil Schall Cimanggis di DAS Kali Cipinang
dan Peil Schall Pondok Rangon di DAS Kali Sunter.
Tujuh lokasi pengamatan muka air atau Peil Schall terhubung langsung
dengan satu pompa, satu saringan sampah, dan 10 pintu air. Informasi ketinggian air
yang dikirimkan dari peil schall ke seluruh pintu air, akan menghidupkan alat
peringatan dini ke-24 daerah berpotensi banjir. Sehingga masyarakat yang tinggal di
lokasi tersebut dapat segera mengungsi sebelum banjir tiba.
EWS dapat dilakukan secara efektif oleh penduduk, bila sistem itu mudah
dimengerti dan dipahami. Manfaatnya pun bisa lebih optimal jika masyarakat
memiliki pengetahuan tentang kebencanaan dengan baik.
Di wilayah yang rawan bencana banjir, seperti Jakarta, EWS merupakan
bagian terpenting dalam proses penanganan bencana. Dengan penerapan yang baik
dan benar akan dapat melindungi dan menyelamatkan warga dari ancaman
bencana. Masyarakat dapat melakukan berbagai upaya penyelamatan jiwa dan harta
bendanya. EWS adalah kunci menuju pengurangan risiko yang efektif. Akan
menjadi efektif jika melibatkan secara aktif masyarakat, dapat dipahami serta
menjangkau seluruh lapisan masyarakat, serta harus diikuti dengan sistem
penanganan penyelamatan yang sistematis. Tim siaga bencana, kesiapan sarana
evakuasi, tempat hunian sementara, penyediaan kebutuhan-kebutuhan dasar
maupun pengelolaan pengungsian yang melibatkan masyarakat.

Empat Kunci EWS


1. Pengetahuan tentang risiko: Pengumpulan data yang sistematis dan assessment
risiko.
2. Pemantauan dan Layanan Peringatan: Membangun pemantauan bahaya dan
layanan peringatan dini
3. Penyebarluasan dan komunikasi: Mengkomunikasikan informasi risiko dan
peringatan dini
4. Kemampuan Merespon: Membangun kemampuan respon nasional dan
masyarakat

Bagaimana warga menghadapi banjir selama ini?

5
Early Warning System - draft

Selama ini warga menghadapi datangnya banjir dengan persiapan


sekadarnya seperti membuat tanggul kecil di depan rumah masing-masing,
meninggikan rumah atau melakukan program kerja bakti membersihkan kampung.
Namun persiapan skala sederhana harus juga didukung dengan kesiap siagaan
tinggi. Hal ini yang masih menjadi kekurangan yang harus kita penuhi bersama.
Diharapkan agar tidak perlu ada lagi keterlambatan penyampaian dan penerimaan
informasi mengenai ketinggian air dari pintu air hingga banjir tak bisa lagi seenaknya
datang menyelonong.
EWS memiliki aplikasi dan permasalahan yang berbeda-beda. Sebagai
contoh: EWS Kelurahan Kampung Melayu di dapat dari Pintu Air Katulampa.
Kelurahan CBU melalui Cipinang Hulu dan Kelurahan Penjaringan melalui pintu air
pasar ikan dan muara baru serta informasi dari BMG.
Salah satu permasalahan EWS yang harus dihadapi kelurahan CBU tetapi
tidak dihadapi oleh Kelurahan Kampung melayu adalah sebagai berikut:
1.Sarana dan prasarana Pintu air Cipinang Hulu tidak memadai
Hal ini disebabkan oleh alat pengukur ketinggian air terbuat dari papan,
menjadikannya tidak kokoh, dibuat dengan karya tangan menjadikan
keterbacaannya tidak selalu maksimal serta mekanisme kerja tutup buka pintu air
tidak lagi berfungsi maksimal dikarenakan faktor karat dan kurangnya perawatan.
Akibatnya, Pintu Air tak berfungsi maksimal, kerentanan warga terhadap banjir
menjadi sangat tinggi.
2. Masalah ini kemudian dilengkapi pula oleh sampah yang kerapkali mempengaruhi
ketinggian dan percepatan tingkat ketinggian air.
3. Adanya kerancuan mekanisme penyampaian informasi. Petugas pintu air hanya
bertugas memperhatikan ketinggian air dari meterannya saja dan melaporkannya ke
Dinas PU Propinsi Jakarta. Kemudian Dinas terkait akan menyampaikan pada
masyarakat. Hanya saja, yang terjadi adalah adanya aliran informasi yang tumpang
tindih dari dan ke masyarakat yang kemudian menimbulkan persepsi yang berbeda.
Kerancuan mekanisme ini disebabkan para pihak tidak mengerti mekanisme yang
berlaku. Akibatnya, persiapan dan kesiapsiagaan terhadap bencana di masyarakat
menjadi ricuh.
Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir dalam program DRR ACF
MONIKA
Mulai tahun 2007, Action Contre la Faim (ACF) telah mengembangkan
Sistem peringatan dini banjir bersama masyarakat di tiga kelurahan yakni di
Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara dan Penjaringan. Peralatan EWS yang
dibangun di antaranya adalah sirine, signboard, alarm/sensor air dan Monika.

6
Early Warning System - draft

Monika adalah Alat Monitor Informasi Ketinggian Air. Alat ini dipasang di
Bendungan Katulampa pada April 2008 untuk mengetahui seberapa tinggi air di
bendungan Katulampa sehingga warga bisa lebih cepat mengantisipasi banjir.
Dibuat oleh Bapak Witjaksono dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT), Monika ini system kerjanya melibatkan pemasangan sensor air di
bendungan. Sensor ini berwarna biru, untuk mengetahui level siaga (siaga empat
hingga siaga satu). Informasi akan masuk ke komputer yang akan mengirimkan
signal ke kelurahan, satlinmas dan media massa. Pihak Kelurahan dan media massa
dapat mengirimkan nomor HP yang akan disimpan pada data base Monika. Mereka
selanjutnya akan mendapatkan informasi mengenai ketinggian air secara otomatis.
Monika dapat mendeteksi ketinggian permukaan air secara otomatis. Pada
saat permukaan air mencapai ketinggian 100 cm maka alat Monika akan mengirim
SMS secara otomatis ke nomor telepon seluler petugas kelurahan di Jakarta yang
disimpan di database mesin penjawab. Ketika SMS masuk diharapkan petugas
kelurahan di Jakarta, akan memberikan informasi kepada warganya untuk
senantiasa waspada akan datangnya banjir. Di Kelurahan Kampung Melayu, lurah,
ketua RW dan RT, ketua Karang Taruna, Ketua PKK dan beberapa tokoh
masyarakat adalah mereka yang telah terdaftar menerima SMS dari Monika.
Alat ini dapat dipasang di semua pintu air yang sungai-sungai yang mengalir
ke Jakarta, dan dapat memberikan informasi kepada seluruh penduduk Jakarta
karena SMS (baik yang otomatis maupun yang dengan permintaan) akan terkirim ke
pemancar radio, pemancar televisi, Kecamatan, Kelurahan dan bisa diakses oleh
seluruh warga Jakarta melalui telepon seluler. Penggunaan alat ini dapat membantu
menyelamatkan nyawa, harta benda dan mengurangi risiko yang diakibatkan oleh
banjir. Dengan cepatnya informasi mengenai ketinggian air, waktu bersiap siaga
menjadi lebih besar. Hal ini juga memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah
untuk dapat mempersiapkan alat-alat penyelamatan, seperti perahu karet, makanan,
air bersih, pelampung, jas hujan dan lain-lain.
Sayangnya, pemasangan I MONIKA tidak berfungsi lama. Penyebab utama
adalah karena peralatan yang mendukung server di pintu air Katulampa mengalami
kerusakan akibat tersambar petir. Kejadian ini mengkorfirmasikan bahwa
penggunaan alat ini memerlukan biaya operasional, pengawasan dan perawatan.
Ketika itu, pihak-pihak yang terkait dengan pemanfaatan Monika belum siap untuk
menjalankan sistem ini. ACF sendiri telah berupaya menghubungkan dengan pihak
pemerintah melalui instansi terkait untuk mendukung keberlanjutan sistem Monika,
namun belum ada kesepahaman tentang peran dan fungsi yang harus dijalankan

7
Early Warning System - draft

untuk menjaga keberlanjutannya. Hal ini seharusnya memacu semua pihak untuk
berkolaborasi bersama untuk mencari solusinya.
Sampai saat ini, peralatan EWS banjir telah dipasang dan dioperasikan oleh
Satlinmas di Kelurahan Kampung Melayu, CBU dan Penjaringan dengan rincian
sebagai berikut:
1. Kampung Melayu : 5 signboard, 2 sirine, 2 alarm/sensor air
2. Kelurahan CBU : 7 signboard, 3 sirine, 3 alarm/sensor air
3. Kelurahan Penjaringan : 5 signboard dan 3 sirine
SARANA PENDUKUNG
 Pengeras Suara
Selain EWS, sarana pengeras suara juga dioperasikan sebagai penunjang
sistem untuk menyampaikan himbauan dan pengumuman kepada warga.
“Melalui pengeras suara di masjid, warga akan diberi tahu bahwa air sudah
makin meninggi. Karang taruna juga akan door to door untuk mengajak warga
mengungsi. Jadi kita bisa siap-siapnya lebih lama," kata Pak Achmad Payumi, tokoh
masyarakat Kampung Melayu
 Workshop
Dalam rangka optimalisasi penerapan sistem peringatan dini banjir, ACF
memfasilitasi beberapa kegiatan bersama masyarakat di antaranya:
1. Workshop Penyusunan Prosedur Tetap EWS Kelurahan Cipinang Besar
diselenggarakan pada tanggal 12 – 13 Desember 2007, bertempat di BUPERTA
Cibubur. Pembuatan Modelling EWS yang merupakan kajian yang dibuat
berdasarkan data-data pengukuran baik itu dari ketinggian muka air, curah hujan
harian, maupun ketinggian pasang-surut. Dari sistem modelling diperoleh
beberapa kesimpulan yang dapat dijadikan masukan untuk penentuan tingkat
siaga dan wilayah yang terpengaruh oleh tingkat siaga. Workshop ini bertujuan:
• Meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bahaya
banjir dengan membenahi sistem peringatan dini yang ada.
• Membuat suatu pedoman atau langkah-langkah sistematis dalam
mengantisipasi datangnya bahaya banjir.
• Menentukan srategi dalam pengambilan keputusan kegiatan peringatan
dini banjir.
2. Workshop EWS Kelurahan Kampung Melayu diselenggarakan pada 4 Februari
2008, dihadiri oleh 33 orang, bertempat di Hotel Alia Matraman. Sebagai
fasilitator adalah bapak Heru Joko Santoso dari Satkorlak PBP DKI Jakarta, yang
menghasilkan modul prosedur tetap (Protap) EWS Kampung Melayu. Dengan

8
Early Warning System - draft

workshop tersebut masyarakat di kelurahan tersebut berhasil menyusun Protap


dan mencoba mengimplementasikannya dalam simulasi banjir.
3. Workshop EWS di Kelurahan Penjaringan diselenggarakan pada 5-6 Februari
2008 bertempat di bumi perkemahan Wiladatika, Cibubur. Diikuti oleh 20 orang,
dalam workshop ini dihasilkan Prosedur Tetap Modul EWS Penjaringan.
 Sosialisasi SOP/Prosedur Tetap Sistem Peringatan Dini Banjir di
3 Kelurahan
1. Sosialisasi SOP atau prosedur tetap EWS di Kelurahan Cipinang Besar Utara
diselenggarakan pada tanggal 5 Maret 2008 bertempat di kantor Kelurahan
Cipinang Besar Utara dan dihadiri oleh 76 orang dari unsur Satlinmas, staf
Kelurahan, Dewan Kelurahan, RW, RT, Karang Taruna, PKK, Kali Arus dan para
tokoh masyarakat di Cipinang Besar Utara. Sosialisasi berlangsung dengan baik
sesuai dengan rencana dan materi penjelasan mengenai isi prosedur tetap EWS
dapat diterima semua stakeholder di kelurahan.
2. Sosialisasi Prosedur Tetap EWS di Kelurahan Penjaringan diselenggarakan pada
6 Maret 2008, dengan dihadiri oleh 40 orang dari unsur Kelurahan, Dewan
Kelurahan, PKK, Karang Taruna, RW, RT, Tim Marlina dan para tokoh
masyarakat di Penjaringan. Acara yang terselenggara atas kerjasama Satlinmas
Penjaringan dan ACF tersebut bertempat di kantor Kelurahan Penjaringan.
Dalam workshop tersebut dijelaskan mengenai prosedur tetap EWS, aktor, peran
yang harus dilakukan serta tanggungjawabnya.
3. Sosialisasi Prosedur Tetap EWS Kelurahan Kampung Melayu dilakukan pada 6
Maret 2008, bertempat di kantor kelurahan dengan dihadiri oleh 26 orang yang
terdiri dari ketua RW, Ketua RT, Karang Taruna, PKK, Dewan Kelurahan,
Satlinmas dan FKP Pubers. Metode sosialisasi yang dilakukan adalah dengan
cara diskusi. Selama berlangsungnya sosialisasi, para perwakilan dari
masyarakat menyepakati isi dari prosedur tetap tersebut. Dari kegiatan-kegiatan
di atas akhirnya dihasilkan Panduan berupa Prosedur Tetap yang dapat dipakai
untuk kegiatan antisipasi datangnya bahaya banjir (Protap EWS). Protap ini
merupakan dokumen resmi berisikan suatu tindakan-tindakan atau langkah-
langkah sistematis yang disepakati bersama antara instansi atau kelompok-
kelompok terkait mengenai tanggung jawab masing-masing dalam suatu
kegiatan yang terpadu. ProTap EWS berisikan tentang langkah-langkah dalam
hal penyebaran informasi EWS dan juga respon setelah informasi tersebut
diperoleh.
 Pengembangan kapasitas anggota Satlinmas dalam penerapan EWS

9
Early Warning System - draft

Sejak terbentuk pada akhir 2008 di kelurahan Kampung Melayu dan Penjaringan
serta STPB di Cipinang Besar Utara pada akhir tahun 2008, SATLINMAS PBP
sebagai organisasi berbasis masyarakat yang berperan dalam penanggulangan
bencana di tingkat kelurahan telah menjadikan pengelolaan sistem peringatan dini
banjir ini sebagai bagian penting dari tanggung jawabnya.

Dalam rangka memperkuat kapasitas anggota Satlinmas dalam penerapan EWS


yang efektif, ACF juga memfasilitasi diskusi kelompok terarah/FGD yang
diselenggarakan pada 4 Juni 2009. Melibatkan para anggota Satlinmas dari 3
kelurahan.

Beberapa rekomendasi yang dihasilkan dalam FGD tersebut adalah:


1. Penambahan alat atau daya jangkau sirine di wilayah RW yang rentan.
2. Tindak lanjut sosialisasi EWS kepada masyarakat di tingkat RT-RW
3. Peningkatan kapasitas SDM di tim EWS
4. Perlunya dilakukan simulasi secara reguler.

Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir di CBU


EWS diterapkan di CBU pada 2008, tepatnya setelah terjadi banjir besar
pada 2007 yang menenggelamkan sebagian besar wilayah CBU. Hingga saat ini
Kelurahan CBU sudah memiliki: sirine, megaphone, toa mushola/masjid, HT,
kentongan. Dari peralatan tersebut yang aktif dipergunakan adalah megaphone, toa
mushola dan masjid sedang yang belum efektif adalah sirine, kentongan dan HT.
Sebelumnya, dalam rangka sosialisasi EWS, diadakan lokakarya EWS yang
diikuti oleh lima puluh tiga orang perwakilan masyarakat Cipinang Besar Utara, yang
diselenggarakan pada tanggal 21-22 September 2007. Para peserta berasal dari
perwakilan RT, RW, Karang Taruna, Dewan Kelurahan, PKK, Satlinmas, dan Ormas.
Dari lokakarya ini berhasil diidentifikasikan elemen dan rantai EWS, serta dilakukan
simulasi EWS. Yang dilakukan adalah pemberian Informasi Peringatan Dini kepada
RW tentang ketinggian air dan kondisi cuaca yang kemudian informasi tersebut
dilanjutkan kepada warga.
Di Kelurahan CBU sudah disusun Protap Penanggulangan Banjir yang
merupakan dokumen resmi berisikan suatu tindakan-tindakan atau langkah-langkah
sistematis yang disepakati bersama antara instansi atau kelompok-kelompok terkait
mengenai tanggung jawab masing-masing dalam suatu kegiatan yang terpadu. Jadi

10
Early Warning System - draft

ruang lingkup Protap EWS berisi tentang langkah-langkah dalam hal penyebaran
informasi peringatan dini dan juga respon setelah informasi tersebut diperoleh.
Kendala yang dialami adalah kekurangan peralatan misalnya HT, juga
kendala SDM dalam mengoperasionalkan peralatan. Sosialisasi kepada masyarakat
mengenai EWS juga dirasa masih kurang, misalnya arti beberapa bunyi yang belum
jelas. Selama ini pelatihan baru diberikan pada RW dan RT saja.

Beberapa pembenahan yang telah dan akan dilakukan meliputi :


1. Membuat system yang paralel, sirine ada di Kantor RW namun toanya ada di
tempat-tempat yang strategis.
2. Pelatihan bagi orang-orang yang berfungsi sebagai operator serta adanya
sosialisasi prosedur tetap kepada masyarakat luas
3. Penambahan daya amplifier agar menghasilkan suara yang kuat dan dapat
menjangkau seluruh RW yang rentan banjir.
4. Sosialisasi dan simulasi EWS kepada warga sebelum terjadinya banjir
Kendati penerapan EWS relatif belum lama dan juga belum optimal, warga
sangat merasakan manfaatnya, seperti yang dituturkan oleh salah seorang warga
CBU:
“Memang semenjak adanya alat-alat EWS, belum pernah terjadi banjir besar
yang melanda CBU. Hanya banjir-banjir kecil yang cukup bisa dijangkau dengan
memberitahu warga secara langsung. Namun setidaknya kita sudah ada alat yang
bisa memberi informasi sewaktu-waktu air naik dan juga sudah ada simulasi
sehingga kita paham apa yang harus dilakukan jika banjir terjadi,” kata Pak
Darusman, warga CBU

Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir di Kampung Melayu


EWS di Kampung Melayu mulai diterapkan pada 2008 sebagai bentuk
pembelajaran dari banjir besar 2007 yang nyaris menenggelamkan sebagian besar
wilayah Kampung Melayu. Sirine tanda banjir yang dikomunikasi melalui loud
speaker mushola dipasang. Sejauh ini, sistem peringatan dini di wilayah Kampung
Melayu sudah baik. Beberapa alur penyampaian informasi dari berbagai pihak
sehingga informasi diterima oleh masyarakat secara cepat diterapkan melalui HT.
Alat ini dipergunakan secara aktif melaporkan perkembangan ketinggian air per
jamnya. Namun saat ini, HT yang aktif bekerja hanya ada di beberapa RW saja.
“Warga sudah tahu bagaimana berkoordinasi dengan pintu air, juga mewaspadai
gejala-gejala alam akan datangnya bencana. Jika banjir datang, maka mereka akan
melakukan kontak telepon ke pintu air dan menulis di signboard. Sekarang di

11
Early Warning System - draft

Kampung Melayu sudah ada jejaring komunikasi peringatan dini banjir. Juga sudah
ada Protap, sehingga alat menjadi lebih efektif,” kata Agus Mustofa, warga Kampung
Melayu
Dahulu EWS ini dilakukan perkelompok saja, namun sekarang tidak.
Operasional EWS telah terstruktur dengan lebih baik. Hasilnya pun lebih maksimal
dengan adanya peralatan yang lebih canggih serta memfungsikan peran organisasi
SATLINMAS PBP yang sudah terbentuk.
Berdasarkan simulasi yang pernah dilakukan di kelurahan Kampung Melayu,
pemakaian sirine tersebut dirasa cukup efektif.
Ketika banjir pada 2008, perawatan EWS telah difungsikan dengan baik.
Informasi kenaikan muka air di hulu dan prediksi tinggi muka air di pintu-pintu
air.lebih awal sehingga evakuasi warga yang tinggal di bantaran kali bisa dilakukan
secepatnya. Hasilnya, kerugian akibat banjir dapat diminimalisir.
Menurut Agus Mustofa, aktivis pemuda dari Kampung Melayu, program EWS
di kelurahannya melibatkan partisipasi warga secara penuh. Perawatan peralatannya
pun menjadi tanggungjawab warga. Tinggi rendah sensor juga disepakati bersama
oleh masyarakat misalnya apakah masuk dalam kategori berbahaya atau belum
berbahaya.
Beberapa kendala yang dihadapi adalah jumlah sirine yang tersedia masih
terbatas dibandingkan dengan jangkauan wilayah yang luas, juga daya jangka dari
sirine tersebut pun perlu ditingkatkan. Kampung Melayu memiliki 2 sirine dan 2 alarm
sensor air. Saat ini daya jangkau sirine tersebut sudah ditingkatkan dengan
memasang amplifier dan penambahan jumlah loud speaker, dengan penambahan
alat ini diharapkan sudah bisa menjangkau RW-RW yang paling rentan. Sirine
dipasang di unit pemetaan wilayah yang memiliki risiko tinggi dibandingkan dengan
daerah lain. Sedangkan alarm sensor air dirasakan oleh warga sangat membantu,
misalnya jika air naik pada malam hari.Keterbatasan jangkauan ini memerlukan
perhatian dari pihak pemerintah. Diharapkan agar pemerintah membantu warga
untuk meningkatkan sarana dan parasarana dalam penerapan sistem peringatan dini
banjir. Selain itu personil yang kurang memahami sistem kerja peralatan EWS dan
kurang memahami Prosedur Tetap juga merupakan beberapa kendala yang dialami
dalam penerapan EWS di Kampung Melayu dan hal ini telah menjadi bagian dari
tugas Satlinmas untuk terus meningktkan kapasitas anggotanya.

Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir di Penjaringan

12
Early Warning System - draft

Masyarakat Penjaringan tinggal dikelilingi tanggul. Mereka rentan terhadap ancaman


banjir. Mereka jelas memerlukan EWS. Sampai kini mereka memiliki EWS berupa
sirine, HT, toa, kentongan, HP, person to person. Dari semua itu yang efektif adalah
toa, kentongan dan person to person.

Sirine diletakkan di wilayah paling rawan terkena dampak banjir rob, seperti
RW 17 dan RW 04. Tingkat efektivitas penggunaan sirine bertahap bersamaan
dengan pertambahan jumlahnya. 2 pemasangan Sirine pada awal belum efektif
menjangkau wilayah yang rentan banjir. 1 Sirine kemudian ditambah dan berhasil
menjangkau RW 17 yang merupakan wilayah rentan banjir rob. Jangkauan suara
sirine juga telah ditingkatkan dengan trik pemasangan di dekat tanggul yang
mengelilingi wilayah pemukiman. Diharapkan agar fungsi dari keberadaan sirine
tersebut bisa lebih efektif.
Selama ini jaringan informasi yang dipergunakan adalah pintu air – lurah
(terdapat informasi ketinggian air) – Satlinmas PBP – RT/RW – PKK – Karang
Taruna – (Melakukan diseminasi informasi melalui masjid) – Ormas.
Selain peralatan yang terbatas, kurangnya kesadaran warga untuk ikut serta
dalam penanggulangan banjir, termasuk dalam perawatan alat-alat EWS juga
menjadi kendala dalam pengembangan sistem peringatan dini banjir di Kelurahan
Penjaringan.
Berangkat dari proses pengembangan sistem peringatan dini banjir yang sudah ada
di tiga kelurahan, maka EWS merupakan salah satu solusi wajib dalam mengurangi
risiko bencana. Dengan adanya penerapan EWS di 3 kelurahan, warga menjadi lebih
siap berhadapan dengan bencana. Risiko kehilangan harta benda dan jiwa bisa
diminimalisir.

Membangun Jaringan Komunitas Bantaran Sungai Ciliwung dan Cipinang


Pada dasarnya sistem peringatan dini banjir dalam kerangka pengurangan risiko
bencana di Kampung Melayu dan CBU akan dapat berjalan lebih optimal dengan
melibatkan warga di kelurahan lain yang termasuk dalam satu kawasan bantaran
sungai. Kebutuhan sistem peringatan dini yang menyeluruh dan efektif perlu
dibangun melalui sebuah kerjasama antar masyarakat, pemerintah dengan
masyarakat, pemerintah pusat dengan daerah, para ilmuwan dengan pengambil
kebijakan, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Berangkat dari pemikiran tersebut, ACF bersama dengan SATLINMAS dan STPB
menyelenggarakan pertemuan jaringan antar warga masyarakat yang berdomisili di
bantaran Sungai Ciliwung dan Cipinang pada tanggal 10 September 2009. Kegiatan

13
Early Warning System - draft

ini dirasakan penting untuk membangun dasar pemikiran tentang pentingnya sebuah
jaringan komunitas di bantaran sungai untuk meminimalkan risiko banjir dengan
meningkatkan kapasitas masyarakat. Pertemuan jaringan ini mengundang
perwakilan warga dari 9 Kelurahan di bantaran Sungai Ciliwung yang meliputi
Kelurahan Cililitan, Balekambang, Rawajati, Cawang, Kebon Baru, Bidara Cina,
Bukit Duri, Kampung Melayu dan Kebon Manggis, 6 kelurahan dari bantaran Sungai
Cipinang, yaitu Kelurahan Pinang Ranti, Cipinang Besar Utara, Cipinang Besar
Selatan, Cipinang Muara, Kebon Pala dan Makasar, serta para petugas pintu air
Cipinang hulu, Pulogadung, Katulampa, Depok dan Manggarai.
Hasil pertemuan ini adalah sebagai berikut:
1. Terbangunnya jejaring komunikasi antar warga kelurahan di bantaran sungai
Cipinang dan antara warga kelurahan di bantaran sungai Ciliwung yang mencakup
kesepahaman dalam mengoptimalkan sistem peringatan dini banjir.
2. Terbukanya kesempatan mengakses informasi langsung dari petugas pintu air
mengenai mekanisme penyampaian informasi ketinggian air sebagai upaya
memberikan peringatan dini kepada masyarakat.
3. Pertukaran pikiran dalam upaya identifikasi permasalahan ancaman banjir, seperti
kurangnya perhatian pemerintah propinsi DKI Jakarta dalam pengelolaan sungai
yang terpadu dari hulu ke hilir secara langsung dapat meningkatkan risiko banjir di
Jakarta. Oleh karena itu diharapkan dengan adanya jaringan komunitas bantaran
sungai dapat berperan positif dalam mendorong kebijakan pemerintah terkait dengan
pengelolaan sungai dan pengurangan risiko banjir.
Pertemuan I melahirkan pertemuan kedua dimana perwakilan warga dari beberapa
kelurahan di bantaran sungai Ciliwung bersepakat membentuk Forum Masyarakat
Bantaran Kali Ciliwung. Forum ini akan dikoordinir oleh Satlinmas PBP Kampung
Melayu. Hal yang sama juga terjadi pada warga bantaran Sungai Cipinang yang
bersepakat membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Bantaran Kali Cipinang yang
akan dikoordinir oleh STPB.

Membangun Kesepahaman Skema Peringatan Dini Banjir bersama Masyarakat

Peringatan dini merupakan sebuah elemen dasar dari kegiatan pengurangan risiko
banjir. Peringatan dini banjir mencakup tindakan memberikan informasi dengan
bahasa yang mudah dicerna dan dipahami oleh masyarakat awam. Penguatan dan
penyebarluasan skema atau jejaring peringatan dini banjir kepada semua unsur
masyarakat di tingkat kelurahan menjadi suatu kebutuhan penting, hal inilah yang
melatarbelakangi rangkaian kegiatan pertemuan dan sosialisasi yang menyepakati
skema peringatan dini ancaman banjir dilakukan di tiga kelurahan (Cipinang Besar

14
Early Warning System - draft

Utara, Kampung Melayu dan Penjaringan). Kegiatan ini merupakan sebuah


kebutuhan hasil rekomendasi FGD anggota SATLINMAS/STPB pada tanggal 4 Juni
2009 untuk meningkatkan efektifitas sistem peringatan dini banjir.
Sosialiasi jejaring informasi peringatan dini dilakukan oleh relawan dari
SATLINMAS/STPB di masing-masing kelurahan. Dalam proses pelaksanaannya
relawan dituntut mampu memfasilitasi masyarakat dan menjaring ide-ide serta
merumuskannya dalam satu kesepakatan bersama. Sebelum terjun ke masyarakat,
sebuah pelatihan sehari pada tanggal 20 Oktober 2009 telah diberikan kepada
relawan untuk meningkatkan kemampuan dalam hal teknik fasilitasi, pengetahuan
EWS dan pengorganisasian masyarakat. Para relawan bertanggungjawab di wilayah
kelurahannya masing-masing yang meliputi Kelurahan CBU, Kampung Melayu dan
Penjaringan. Sementara pelaksanaan kegiatan telah dilakukan dimulai pada tanggal
25 Oktober – 9 November 2009 dibagi menjadi tiga tahap, tahap I pertemuan besar
di tingkat kelurahan, tahap II dilakukan diskusi kelompok terarah di RW-RW yang
rentan banjir, dan tahap III pertemuan besar untuk menghasilkan kesepakatan akhir
skema peringatan dini banjir. Tahapan ini pada kenyataannya disesuaikan dengan
kebutuhan dan situasi di masing-masing kelurahan. Berdasarkan informasi yang
berhasil dihimpun dari para relawan di tiga kelurahan bahwa secara umum
pelaksanaan kegiatan sosialisasi sistem peringatan dini di tiga Kelurahan mendapat
sambutan hangat dari masyarakat. Warga menjadi tahu bagaimana alur peringatan
dini banjir bekerja yang menjangkau semua lapisan masyarakat. Di samping itu
ruang lingkup ancaman banjir di masing-masing kelurahan yang karakteristiknya
berbeda juga menjadi poin penting yang didiskusikan bersama warga masyarakat.
Peran dan fungsi SATLINMAS/STPB di masing-masing kelurahan juga tak luput dari
pertanyaan kritis warga, hal ini tentu akan menegaskan eksistensi, komitmen dan
keberlanjutan organisasi tersebut di tingkat kelurahan. Sedangkan bagi para
relawan sendiri proses kegiatan ini telah banyak memberikan pembelajaran baik itu
bagi individu maupun bagi organisasi SATLINMAS/STPB. ‘Bekal teknik fasililitasi dan
pengorganisasian kegiatan dalam pelatihan relawan sangat membantu kami dalam
kegiatan sosialisasi EWS kepada masyarakat’, ungkap Darwis di Penjaringan, salah
seorang relawan dari Kelurahan Penjaringan. Selain itu dengan dilakukannya
sosialisasi EWS ini, peran SATLINMAS PBP dalam penanggulangan bencana di
Penjaringan semakin dikenal oleh masyarakat. Selanjutnya, Pak Idris, relawan dari
CBU, menyampaikan bahwa pada awalnya susah sekali memberikan pemahaman
kepada warga tentang cara-cara penanggulangan bencana yang mencakup EWS,
namun dengan kesabaran menggunakan berbagai cara dan ilustrasi, sedikit demi

15
Early Warning System - draft

sedikit masyarakat bisa mengerti apa yang harus diperbuat sebelum, saat dan
sesudah banjir terjadi.
Hal penting lain mengemuka dalam forum diskusi yang disampaikan warga
Kampung Melayu tentang perlunya komitmen dari individu yang masuk dalam skema
peringatan dini agar bergerak cepat dalam menyebarluaskan informasi yang
menjangkau seluas-luasnya warga masyarakat di sekitarnya.
Hasil akhir dari proses kegiatan ini merupakan skema/jejaring peringatan dini banjir
yang disepakati warga dan seluruh stakeholder di tingkat kelurahan. Skema ini
kemudian akan dicetak dan disebarluaskan kepada warga agar pemahaman
masyarakat terhadap hal ini semakin meningkat dan dapat menjangkau warga lebih
banyak lagi.

Pembelajaran dari proses pengembangan EWS Banjir bersama masyarakat

EWS yang efektif harus bisa dipahami oleh masyarakat hingga kemudian
dapat tertanam kesadaran yang kuat untuk menjadikannya sebagai kebutuhan
bersama. EWS yang dibuat bersama masyarakat merupakan hal yang realistis dan
dapat dipercaya, karena masyarakatlah yang lebih mengetahui karateristik wilayah
serta kebutuhannya. Oleh karenanya, masyarakat perlu didorong untuk terus terlibat
aktif dan bertanggungjawab dalam penerapan EWS termasuk dalam
pemeliharaanya.
Sosialisasi EWS kepada masyarakat dan pihak-pihak yang terkait juga
sangat penting, agar warga dapat memahami informasi bencana yang datang dan
segera bisa mengantisipasi dampak yang ditimbulkan. Dengan sosialisasi tersebut,
warga tidak akan merasa ditakut-takuti, melainkan ditekankan kewaspadaannya.
Pemahaman masyarakat bahwa wilayahnya rawan banjir, sehingga menjadi
penting pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana juga harus terus ditingkatkan.
Masyarakat harus disiapkan menghadapi banjir dan meminimalisasi risiko dan
dampaknya.
Dengan adanya EWS sangat membantu warga untuk lebih cepat
mengantisipasi ancaman banjir. Di wilayah yang rentan banjir seperti DKI Jakarta,
EWS merupakan salah satu solusi wajib dalam mengurangi dampak banjir. EWS
yang telah diajarkan, harus terus diterapkan dan selalu mengakomodasikan
informasi yang diberikan.
Dari proses pengembangan EWS banjir di atas, pada akhirnya yang diperlukan
adalah kemauan dan keseriusan masyarakat dan pemerintah dalam meminimalisasi
risiko banjir dalam setiap kebijakan dan praktek pengelolaan sumberdaya. Hal
tersebut baru bisa diwujudkan apabila masyarakat dan pemerintah memahami

16
Early Warning System - draft

prinsip dan tujuan penerapan sistem peringatan dini.


Oleh karena itu, upaya strategis penguatan kapasitas masyarakat serta membangun
kerjasama antar semua pihak dalam meminimalkan dampak/risiko banjir masih perlu
dilakukan secara berkesinambungan.

Keberhasilan dan Kegagalan


keberhasilan perencanaan program EWS terletak pada perencanaan yang di
lakukan bersama masyarakat. Sudah semustinya kebutuhan akan EWS juga
berdasarkan kebutuhan dari masyarakat sehingga program menjadi efektif
memenuhi kebutuhan bukan menciptakan pemenuhan dari penciptaan kebutuhan.
Pelaksanaan program pun dapat akan menjadi sangat efektif.
Alat-alat yang diusulkan untuk sistem peringatan dini juga berdasarkan
kebutuhan dan partisipasi masyarakat sehingga mereka bisa menggunakan dengan
mudah dan tidak terlalu menelan biaya.
Pembelajaran pada kekurangan pekaan pada kebutuhan masyarakat terjadi
pada instalasi monika I. Akibatnya, sistem MONIKA sulit dimengerti dan masyarakat
tidak memiliki kapasitas dalam mengoperasikannya. Pelajaran yang bisa diambil dari
kegiatan ini adalah jangan pernah meninggalkan masyarakat didalam perencanaan
kegiatan apapun karena mereka yang tahu kebutuhan mereka dan mereka yang
tahu lokasi mereka. Arifan lokal harus menjadi pertimbangan dalam pengurangan
risiko bencana.

Saran
Penjajakan program penting dilakukan sebelum pengimplementasian Tujuan
utama adalah untuk mengerti ragam konteks permasalahan mulai dari kebutuhan,
kondisi sampai pengharapan komunitas yang didampingi. Keterlibatan masyarakat
dalam perencanaan kegiatan menjadi sangat penting karena dari merekalah
kebutuhan sebenarnya dapat teridentifikasikan. Perlu juga dicatat bahwa kearifan
lokal sangatlah penting untuk tidak diabaikan. Identifikasi bersama terhadap sistem
peringatan dini seringkali menghasilkan pemilihan alat yang sesuai tidak harus selalu
canggih. Melainkan, alat sederhana yang mudah dioperasikan dan terjangkau biaya
operasionalnya akan menjadi sangat efektif.

17

Anda mungkin juga menyukai