Anda di halaman 1dari 97

LAPORAN AKHIR

MEMPELAJARI METODE DAN PENGUKURAN KERJA


OPERATOR WIRE CAGING PADA WORKSHOP PLANT 1
DI PT WIJAYA KARYA BETON Tbk
MAJALENGKA JAWA BARAT

WIYAN NUGRAHA

PROGRAM KEAHLIAN MANAJEMEN INDUSTRI


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
i

PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN AKHIR DAN


SUMBER INFORMASI

1. Dengan ini saya menyatakan laporan akhir “Mempelajari Metode dan


Pengukuran Kerja Operator Wire Caging pada Workshop Plant 1 di PT
Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka” adalah karya saya dengan arahan
dosen pembimbing dan pembimbing lapang serta belum diajukan dalam
bentuk laporan ke perguruan tinggi manapun.
2. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
penulis lain telah disebutkan dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir laporan ini.

Bogor, Juni 2017

Wiyan Nugraha
NIM J3K214147
RINGKASAN

WIYAN NUGRAHA. Mempelajari Metode dan Pengukuran Waktu Kerja


Operator Wire Caging pada Workshop Plant 1 di PT Wijaya Karya Beton Tbk
Majalengka. Dibimbing oleh SARI HEVIAWATI.
Praktik Kerja Lapangan dilaksanakan disalah satu industri manufaktur
yang memproduksi beton pracetak yaitu PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka.
Tujuan dari Praktik Kerja Lapangan adalah untuk memahami aspek perancangan,
perencanaan, dan pengendalian. Aspek perancangan terdiri dari proses produksi,
tata letak, penanganan bahan, dan teknik tata cara kerja. Aspek perencanaan
terdiri dari perencanaan produksi, perencanaan sumber daya manusia, serta
kesehatan dan keselamatan kerja. Aspek pengendalian terdiri dari pengendalian
produksi, pengendalian mutu, manajemen perawatan fasilitas (total productive
maintenance), manajemen logistik dan rantai pasok (supply chain management),
serta pengendalian limbah.
Proses produksi pembuatan produk tiang pancang terdiri dari persiapan
cetakan, perakitan tulangan, pembuatan beton, pengecoran, penarikan besi
(stressing), pemadatan beton, perawatan beton, pengeluaran produk, dan
penandaan produk beton. Tata letak ada ruang produksi berorientasi pada product
layout. Alat penanganan bahan yang digunakan yaitu truck, forklift, belt conveyor,
loader, crane, kereta dorong, handtruck, trolley, pallet, dan scrapper. Keadaan
lingkungan dan kondisi kerja sudah tergolong baik, namun pada suhu ruangan
masih perlu perbaikan karena tergolong panas.
Tugas Prakik Kerja Lapangan ini membahas pengukuran waktu baku pada
bagian Workshop Plant 1 bagian mesin Wire Caging menggunakan metode work
sampling. Pengukuran dilakukan pada workhop Plant 1 yang menghasilkan
produk tiang pancang. Pengukuran dilakukan pada operator berkemampuan
normal dan perhitungan waktu baku. Pengukuran tersebut akan diberikan nilai
kelonggaran dan penyesuaian, sehingga akan diperoleh waktu siklus selama 26.56
menit, waku normal 30.97 menit, dan waktu baku selama 42.43 menit.
Perencanaan produksi di PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka
menggunakan sistem make to order. Jumlah manajer terdiri dari 7 orang dan
PETRA 85 orang. Jam kerja bagi karyawan office yaitu 07.00 – 16.00 WIB. Jam
kerja shift berlaku bagi pekerja bagian produksi, peralatan, dan satpam. Penerapan
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) untuk mengurangi
kecelakaan kerja.

Kata Kunci : Metode dan Pengukuran Kerja, Waktu Baku, Operator Wire Caging.
MEMPELAJARI METODE DAN PENGUKURAN KERJA
OPERATOR WIRE CAGING PADA WORKSHOP PLANT 1
DI PT WIJAYA KARYA BETON Tbk
MAJALENGKA JAWA BARAT

WIYAN NUGRAHA

Laporan Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya
pada
Program Keahlian Manajemen Industri

PROGRAM KEAHLIAN MANAJEMEN INDUSTRI


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Judul Laporan Akhir : Mempelajari Metode dan Pengukuran Kerja
Operator Wire Caging pada Workshop Plant 1 di PT
Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka Jawa Barat
Nama : Wiyan Nugraha
NIM : J3K214147

Disetujui oleh

Ir Sari Heviawati, MM
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Bagus P Purwanto, MAgr Ir Pramono D Fewidarto, MS


Direktur Koordinator Program Keahlian

Tanggal Lulus :
PRAKATA

Alhamdulillahirobbil „alamin. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah


SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
Laporan Akhir di PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka dengan judul
“Mempelajari Metode dan Pengukuran Kerja Operator Wire Caging pada
Workshop Plant 1 di PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka Jawa Barat” dalam
rangka memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md)
pada Program Keahlian Manajemen Industri Institut Pertanian Bogor.
Penulis banyak mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu serta membimbing selama Praktik Kerja Lapangan dan penulisan
laporan ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir Sari Heviawati, MM sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam pembuatan Laporan Akhir.
2. Ir Pramono D Fewidarto, MS sebagai Koordinator Program Keahlian dan
Seluruh tim dosen Program Keahlian Manajemen Industri atas waktu dan ilmu
yang telah diberikan.
3. Bapak Dwi Purwanto selaku Direktur PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka
4. Bapak Eko Pranoto dan bapak sunarto selaku pembimbing lapang dan seluruh
staf yang telah memberikan pengalaman serta pengetahuan selama Praktik
Kerja Lapangan.
5. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan do‟a serta dukungan
dalam penulisan Laporan Akhir Praktik Kerja Lapangan.
6. Seluruh teman-teman Manajemen Industri dan pihak lainya yang membantu
secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian Laporan Akhir.
7. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam membantu penulis
dalam penyelesaian Laporan Akhir.
Penulis menyadari bahwa Laporan Akhir Praktik Kerja Lapangan ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangatlah penulis nantikan untuk perbaikan dan pengembangan ke
arah yang lebih baik lagi di masa depan. Semoga Laporan Akhir ini dapat
berguna bagi penulis dan para pembaca.

Bogor, Juni 2017

Wiyan Nugraha
iii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iii
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.2.1 Tujuan Umum 2
1.2.2 Tujuan Khusus 2
1.3 Manfaat 2
1.3.2 Bagi Perusahaan 3
1.3.3 Bagi Perguruan Tinggi 3
1.4 Ruang Lingkup 3
1.4.1 Aspek Umum 3
1.4.2 Aspek Khusus 4
2. TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Production Planning and Inventory Control (PPIC) 5
2.2 Aspek Perancangan 5
2.2.1 Perancangan Tata Letak 6
2.2.2 Perancangan Tata Cara Kerja 6
2.2.3 Peta Kerja 6
2.2.4 Ergonomi 7
2.2.5 Ekonomi Gerakan 8
2.3 Pengukuran Kerja dengan Metode Jam Henti 9
2.3.1 Langkah Persiapan Pengukuran Kerja 9
2.3.2 Tahapan Pengukuran Jam Henti 11
2.3.3 Penyesuaian 13
2.3.4 Kelonggaran 17
2.4 Pengukuran Kerja dengan Metode Sampling Pekerjaan 18
2.4.1 Sampling Pendahuluan 18
2.4.2 Pengujian Keseragaman dan Kecukupan Data 18
2.4.3 Perhitungan Jumlah Pengamatan yang diperhitungkan 19
2.5 Aspek Perencanaan 20
2.5.1 Perencanaan produksi 20
2.5.2 Perencanaan Sumber Daya Manusia 20
2.5.3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja 20
2.6 Aspek Pengendalian 21
2.6.1 Pengendalian Produksi 21
2.6.2 Pengendalian Mutu 21
2.6.3 Supply Chain Management (SCM) 21
2.6.4 Pengendalian Lingkungan 21
2.6.5 Total Productive Maintenance (TPM) 21
3 TATA LAKSANA PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL) 23
3.1 Kerangka Kerja 23
3.2 Metode Praktik Kerja Lapang 24
3.3 Jadwal Kegiatan PKL 25
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26
4.1 Keadaan Umum Perusahaan 26
4.1.1 Visi dan Misi Perusahaan 26
4.1.2 Struktur Organisasi 26
4.1.3 Produk yang dihasilkan 27
4.1.4 Proses Produksi 29
4.2 Aspek Perancangan 31
4.2.1 Perancangan Tata Letak 31
4.2.2 Penanganan Bahan 32
4.2.3 Teknik Tata Cara Kerja 32
4.2.4 Identifikasi Masalah dan Solusi Aspek Perancangan 33
4.3 Aspek Perencanaan 33
4.3.1 Perencanaan Produksi 33
4.3.2 Manajemen Sumber Daya Manusia 35
4.3.3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja 36
4.3.4 Identifikasi Masalah dan Solusi Aspek Perencanaan 36
4.4 Aspek Pengendalian 37
4.4.1 Pengendalian Produksi 37
4.4.2 Total Productive Maintenance (TPM) 37
4.4.3 Pengendalian Mutu 39
4.4.5 Pengendalian Limbah 40
4.4.6 Supply Chain Manajement 41
4.4.7 Identifikasi Masalah dan Solusi Aspek Pengendalian 43
4.5 Topik Khusus Perancangan Tata Cara dan Pengukuran Kerja 44
4.5.1 Ergonomi 44
4.5.2 Pengukuran kerja Operator Wire Caging dengan menggunakan
Metode Work Sampling 47
5 SIMPULAN DAN SARAN 56
5.1 Simpulan 56
5.2 Saran 57
DAFTAR PUSTAKA 58
LAMPIRAN 61

DAFTAR TABEL

1 simbol pada peta kerja 7


2 Penyesuaian faktor keterampilan menurut Westinghouse 14
3 Penyesuaian faktor usaha menurut Westinghouse 15
4 Penyesuaian faktor kondisi kerja menurut Westinghouse 16
5 Penyesuaian faktor konsistensi menurut Westinghouse 16
6 Permasalahan dan alternatif solusi aspek perancangan 33
7 Jam kerja karyawan non shift 35
8 Jam kerja karyawan shift 36
9 Permasalahan dan alternatif solusi Aspek Perencanaan 37
10 Permasalahan dan alternatif solusi aspek pengendalian 43
11 Perbandingan operator mesin Wire Caging 48
iii

12 Kegiaan Produktif dan Non produktif 49


13 Hasil pengamatan menggunakan work sampling 50
14 Penyesuaian operator Wire Caging dengan metode Westinghouse 52
15 penyesuaian operator Wire Caging dengan cara objektif 52
16 Kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh 53

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Praktik Kerja Lapangan 23


2 Struktur organisasi PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka 27
3 Tiang Beton 27
4 Tiang pancang 28
5 U-ditch 28
6 Box coulvert 29
7 Bantalan Jalan Rel (BJR) 29
8 Proses Pembuatan Tiang Pancang 30
9 Alur Perencanan Produksi 34
10 Skema struktur jaringan rantai pasok PT Wijaya Karya Beton Tbk 42
11 Grafik BKA dan BKB 51

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kebutuhan Data dan Informasi Aspek Umum 61


2 Kebutuhan Data dan Informasi Khusus 63
3 Waktu Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan 66
4 Layout PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka 67
5 Alat Penanganan bahan 68
6 Alat Pelindung Diri 70
7 Display pada PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka 72
8 Peta Proses Operasi Tiang Pancang 73
9 Peta Aliran Proses Pembuatan Tiang Pancang 75
10 Diagram Aliran Tiang Pancang 76
11 Penyesuaian Dengan Cara Objektif 77
12 Kelonggaran Berdasarkan Faktor-Faktor Yang Berpengaruh 78
13 Waktu Pengamatan Hari Ke-1 79
1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan suatu bangsa dapat dilihat dari sektor perekonomian,


Perekonomian yang berkembang merupakan integrasi dari berbagai bidang. Salah
satu yang mendorong tumbuhnya bangsa dari segi ekonomi adalah bidang
perindustrian. Tidak terlepas dari itu semakin banyak peranan akademisi yang
merancang pendidikan dengan kurikulum yang sesuai agar industri semakin
berkembang pesat. Program Keahlian Manajemen Industri Institut Pertanian
Bogor adalah Program Keahlian yang memberikan kompetensi khusus untuk
mencetak lulusan yang mampu merancang, merencanakan dan mengendalikan
produksi di industri manufaktur ataupun jasa.
Kegiatan krusial di dalam industri yakni mempersiapkan bahan baku,
mengolah pada bagian proses dan mengevaluasi dengan mengkontrol
pengendalian produksi dan perlu diperhatikan pula siklus dari hulu hingga hilir.
Proses ini dilaksanakan berkat adanya salah satu faktor pendukung yakni
sumberdaya manusia yang merupakan aset di setiap industri. Orientasi dari
sebuah industri yang mengutamakan efisien dan pemenuhan keinginan konsumen
merupakan faktor yang mendorong ketepatan target pemenuhan produksi.
PT Wijaya Karya Beton Tbk, sebagai salah satu anak perusahaan dari PT
Wijaya Karya (Persero), merupakan bagian dari ekspansi perusahaan yang
mengkhususkan diri dalam industri beton pracetak. WIKA mulai berkonsentrasi
pada industri beton pracetak pada tahun 1977 dengan mengembangkan panel
beton pracetak untuk proyek perumahan bertingkat rendah. Sejak saat itu, WIKA
bertekad untuk terus mengembangkan produk mereka untuk mengantisipasi
rencana pembangunan dan proyek-proyek infrastruktur yang muncul.
Pengembangan produk telah menciptakan hasil ini, prastress tiang beton
untuk jalur distribusi listrik, kemudian diikuti oleh produk lain, misalnya, saluran
terbuka beton, bantalan rel kereta api, jembatan gelagar, tumpukan lembaran,
pipa, lembaran Platform dan bangunan komponen yang telah diterapkan di
berbagai macam proyek. Produk-produk tersebut muncul di waktu yang tepat dan
berhasil menjadi produk terkemuka di pasar.
Terlepas dari pengembangan produk usaha, WIKA juga terus
mengembangkan fasilitas produksi dengan menambah pabrik di beberapa lokasi.
Sampai saat ini, WIKA Beton memiliki 9 (sembilan) pabrik di tujuh lokasi di
seluruh Indonesia, seperti di Sumatera Utara, Lampung, Bogor, Karawang,
Majalengka, Boyolali, Pasuruan, Sulawesi Selatan dan 2 (dua) pabrik dari anak
perusahaan. Didukung oleh sejumlah besar pabrik yang dimiliki, berbagai produk
serta manajemen yang profesional, WIKA Beton menjadi produsen dan pemimpin
pasar utama produk beton pra-cetak di Indonesia.
Salah satu masalah dalam industri yang masih perlu diadakan perbaikan
adalah sistem perancangan tata cara kerja bagi pekerja. Perancangan tata cara
kerja berkaitan dengan pengukuran waktu baku dan kelonggaran bagi suatu
pekerja sehingga perusahaan dapat mengetahui waktu yang dibutuhkan dalam
produksi dan dapat mengetahui pemanfaatan mesin yang digunakan. Terdapat
sistem lain yang berhubungan dengan sistem perancangan tata cara kerja. Sistem
2

tersebut terdiri dari komponen-komponen manusia, bahan, mesin, peralatan, dan


uang. Kompoen-komponen tersebut mempelajari peranan tenaga kerja dalam
industri serta manusia yang bekerja secara tepat sesuai dengan elemen
pekerjaanya. Selain itu mempelajari tentang kekonsistenan dalam melakukan tata
cara kerja secara baik dan benar terhadap suatu pekerjaan, melalui perhitungan
waktu baku yang akan menjadi baku standar untuk melakukan perancangan,
perencanaan dan pengendalian suatu produksi.
Sejalan dengan teori yang telah dikemukakan di atas, pendekatan TTCK
diharapkan mampu meningkatkan efektivitas produksi melalui efektivitas pekerja
dilihat dari segi waktu yang digunakan dalam suatu proses produksi dengan
mempertimbangkan penyesuaian dan kelonggaran. Hal tersebut yang menjadi
pertimbangan penulis tertarik untuk mengkaji topik “Mempelajari Metode dan
Pengukuran Kerja Operator Wire Caging pada Workshop Plant 1 di PT Wijaya
Karya Beton Tbk Majalengka Jawa Barat” dalam kegiatan Praktik Kerja
Lapangan (PKL) pada PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka.

1.2 Tujuan

Tujuan dari Praktik Kerja Lapangan ini untuk menambah wawasan


mengenai dunia kerja, serta untuk melakukan perbandingan ilmu yang di dapat
dari perkuliahan dengan keadaan lapang yang sebenarnya dan secara langsung
mempelajari proses produksi, dan untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan agar mampu bersaing di masa yang akan datang.

1.2.1 Tujuan Umum


1. Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, etika kerja selaras
dengan Program Keahlian Manajemen Industri.
2. Mampu mengidentifikasi memberikan alternatif pemecahan masalah dalam
dunia kerja aplikasi ilmu sesuai dengan bidang Program Keahlian
Manajemen Industri.
3. Mendekatkan perguruan tinggi dengan masyarakat dan dunia kerja agar
kurikulum pendidikan perguruan tinggi selaras dengan tuntutan terhadap
pembangunan di berbagai aspek bidang disiplin ilmu.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampu mempelajari kegiatan perancangan, perencanaan,
pengendalian produksi secara menyeluruh pada PT Wijaya Karya Beton Tbk.
2. Mengkaji perancangan tata cara dan pengukuran kerja pada PT Wijaya Karya
Beton Tbk.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari praktik Kerja Lapangan ini adalah bisa
dirasakan oleh mahasiwa, perusahaan dan Perguruan Tinggi. Adapun manfaat
yang diharapkan antara lain :
3

1.3.1 Bagi Mahasiswa


1. Menerapkan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh pada bangku perkuliahan
guna diterapkan dalam lapangan kerja
2. Memperluas wawasan ilmu pengetahuan secara langsung, keterampilan baru
dan etika kerja yang baik
3. Mendapat pengetahuan mengenai kegiatan Tata Cara Kerja terutama pada
perhitungan waktu baku di PT Wijaya Karya BetonTbk
4. Mendapat pengalaman bekerja

1.3.2 Bagi Perusahaan


1. Menjadikan masukan untuk perusahaan dalam sistem pengendalian
manajemen
2. Menjadikan masukan dalam membantu perusahaan meningkatkan
produktivitas dengan cara pengendalian proses produksi
3. Sebagai sarana pengembangan atau media promosi PT Wijaya Karya Beton
Tbk di lingkup kampus atau pendidikan
4. Memberi kontribusi bagi perusahaan dengan telah bekerjanya mahasiswa
pada bagian yang telah di tentukan

1.3.3 Bagi Perguruan Tinggi


1. Membekali mahasiswa dengan keterampilan pada dunia kerja yang
sebenarnya
2. Dapat dijadikan umpan balik pada perguruan tinggi untuk usulan perbaikan
atau penambahan kurikulum
3. Terjalinnya kerjasama yang dapat membawa ke arah lebih baik antara
perguruan tinggi dengan perusahaan

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup berfungsi untuk membuat suatu kegiatan ilmiah menjadi


lebih fokus dan konsisten pada tujuan yang telah di tetapkan sebelumnya. Selain
itu batasan ini juga dapat memudahkan mahasiswa dalam pencapaian tujuan awal
yang telah di tetapkan sebelumnya.

1.4.1 Aspek Umum


Dalam aspek umum ini meliputi bidang keilmuan khusus yang dipelajari di
Program Keahlian Manajemen Industri:
1. Aspek Perancangan
a. Perancangan Tata Cara Kerja (TTCK)
b. Perancangan Tata Letak
c. Perancangan Penanganan Bahan
2. Aspek Perencanaan
a. Perencanaan Produksi
b. Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM)
c. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
4

3. Aspek Pengendalian
a. Pengendalian Mutu
b. Supply Chain Management (SCM)
c. Pengendalian Persediaan
d. Penanganan dan Pengendalian Limbah
e. Total Productive Maintenance (TPM)
1.4.2 Aspek Khusus
Ruang lingkup dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan ini secara khusus
memfokuskan sebuah topik atau permasalahan sebagai topik bahasan dalam
penulisan laporan akhir. Aspek khusus tersebut adalah metode dan pengukuran
kerja dengan materi dibahas adalah:
1. Peta kerja
2. Ergonomika
3. Ekonomi gerakan
4. Pengukuran kerja dengan menggunakan sampling pekerjaan, untuk
mendapatkan waktu siklus, waktu normal dan waktu baku, serta menentukan
faktor penyesuaian dan kelonggaran.
5

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Production Planning and Inventory Control (PPIC)

Production Planning and Inventory Control (PPIC) dalam organisasi


manufaktur dan jasa memberikan suatu kesempatan karir yang menarik dan
menantang bagi orang-orang yang mempelajari bisnis dan teknik. Para spesialisasi
Production Planning and Inventory Control (PPIC) adalah inti sistem saraf
penawaran organisasi. Para tenaga ahli Production Planning and Inventory
Control (PPIC) spesialisas dalam peramalan permintaaan, perencanaan, kapasitas
keseluruhan organisasi, penentuan berapa banyak bahan dan komponen-
komponen yang harus ada dan kapan untuk mendapatkannya, bila komponen-
komponen secara internal, mereka bertanggung jawab atas kapan dibuat dan pada
mesin-mesin mana sehingga master production schedules atau jadwal perakitan
akhir dipenuhi untuk memuaskan permintaan organisasi (Handoko 2008).
Perencanaan dan pengendalian produksi yaitu merencanakan kegiatan-
kegiatan produksi, agar apa yang telah direncanakan dapat terlaksana dengan baik.
Pengendalian produksi dimaksudkan untuk mendayagunakan sumberdaya
produksi yang terbatas secara efektif, terutama dalam usaha memenuhi
permintaan konsumen dan menciptakan keuntungan bagi perusahaan. Sumber
daya yang dimaksud mencakup fasilitas produksi, tenaga kerja, dan bahan baku.
Menurut Kusuma (2004), pada dasarnya fungsi dasar yang harus dipenuhi
oleh aktifitas perencanaan dan pengendalian produksi adalah:
1. Meramalkan permintaan produk yang dinyatakan dalam jumlah produk
sebagai fungsi dari waktu.
2. Menetapkan keseimbangan antara tingkat kebutuhan produksi, teknik
pemenuhan pesanan, serta memonitor tingkat persediaan produk jadi setiap
saat, membandingkannya dengan rencana persediaan, dan melakukan revisi
atas rencana produksi pada saat yang ditentukan.
3. Membuat jadwal produksi, penugasan, pembebanan mesin dan tenaga kerja
yang terperinci sesuai dengan ketersediaan kapasitas dan fluktuasi permintaan
pada suatu periode.

2.2 Aspek Perancangan

Perancangan produksi adalah ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan


prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancangan yang terbaik dari sistem kerja yang
bersangkutan (Kusuma 2004). Teknik-teknik dan prinsip ini digunakan untuk
mengatur komponen-komponen sistem kerja yang terdiri dari manusia dan sifat
kemampuannya, peralatan kerja, lahan serta lingkungan kerja yang sedemikian
rupa sehingga dicapai tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi bagi perusahaan.
6

2.2.1 Perancangan Tata Letak


Tata letak merupakan salah satu keputusan strategis operasional yang turut
menentukan efisiensi operasi perusahaan dalam jangka panjang. Tata letak yang
tepat menunjukkan ciri-ciri adanya penyesuaian tata letak operasional dengan
jenis produk atau jasa yang dihasilkan dan proses konversinya. Tata letak yang
efektif dalam perusahaan dapat membantu perusahaan untuk mencapai
pemanfaatan efektifitas ruangan, peralatan, dan manusia (Tampubolon 2014).
Tata letak pabrik (Plant layout) atau tata letak fasilitas (facilities layout)
dapat didefinisikan sebagai fase yang termasuk dalam desain suatu sistem
produksi. Tujuan layout adalah untuk mengembangkan sistem produksi sehingga
dapat mencapai kebutuhan kapasitas dan kualitas dengan rencana yang paling
ekonomis.(Assauri 2008).

2.2.2 Perancangan Tata Cara Kerja


Tata cara kerja adalah suatu ilmu yang terdiri dari prinsip-prinsip dan
teknik-teknik untuk mendapatkan suatu rancangan sistem kerja yang
baik(Sutalaksana et al.2006). Teknik-teknik dan prinsip ini digunakan untuk
mengatur komponen-komponen sistem kerja yang terdiri dari manusia dengan
sifat dan kemampuannya, bahan, perlengkapan, dan peralatan kerja serta
lingkungan kerja yang sedemikian rupa sehingga dicapai tingkat efisiensi dan
produktifitas yang tinggi, yang diukur dengan waktu yang dihabiskan dan tenaga
yang dipakai serta akibat-akibat psikologis dan sosiologis yang ditimbulkan.
Perancangan tata cara kerja merupakan faktor yang penting dalam
manajemen produksi karena selain berkaitan dengan produktivitas juga berkaitan
dengan tenaga kerja yang melaksanakan kegiatan produksi. Sistem kerja yang
baik adalah yang mampu membuat karyawan untuk bekerja secara produktif,
mampu menekan rasa kebosanan dan meningkatkan kepuasan dalam bekerja

2.2.3 Peta Kerja


Peta-peta kerja merupakan salah satu alat sistematis dan jelas untuk
berkomunikasi secara luas. Melalui peta-peta kerja ini juga kita bisa mendapatkan
informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metode kerja. Masing-
masing peta kerja yang akan dibahas yaitu :
1. Peta Proses Operasi
Suatu peta proses operasi menggambarkan langkah-langkah operasi dan
pemeriksaan yang dialami bahan atau dalam urutan sejak awal sampai
menjadi produk jadi utuh maupun sebagai produk setengah jadi. Peta Proses
Operasi berguna untuk mengetahui kebutuhan mesin dan penganggarannya,
memperkirakan kebutuhan bahan baku, dan alat untuk latihan kerja
2. Peta Aliran Proses
Peta Aliran Proses memperlihatkan semua aktivitas dasar, termasuk
transportasi, menunggu, dan menyimpan. Peta Aliran Proses berguna untuk
mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan atau yang dilakukan oleh
orang selama proses atau prosedur berlangsung
3. Peta Proses Kelompok Kerja Peta
Peta Proses kelompok kerja merupakan kumpulan dari beberapa Peta Aliran
Proses dimana tiap Peta Aliran Proses tersebut menunjukan satu seri kerja
dari seorang operator. Setap Peta Airan Proses tersebut dipetakan dalam arah
7

horizontal, sehingga paralel satu sama lain, yang satu diatas atau dibawah
yang lainnya. Arah kegiatan dari sebelah kiri menuju ke sebelah kanan,
perubahan kegiatan di gambarkan dengan berubahnya lambang pada tiap Peta
Aliran Proses tersebut.
4. Diagram Aliran
Diagram Aliran merupakan suatu menurut skala, dari susunan lantai dan
gedung, yang menunjukan lokasi semua aktivitas yang terjadi pada Peta
Aliran Proses. Diagram aliran dapat berguna untuk memperbaiki tata letak
tempat kerja

Tabel 1 Simbol Pada Peta Kerja


Lambang Pengertian
Operasi Benda kerja mengalami perubahan sifat, baik fisik
maupun kimiawi.

Pemeriksaan Benda kerja atau peralatan mengalami


pemeriksaan segi kualitas maupun kuantitas.

Transportasi Benda kerja, pekerja atau perlengkapan


mengalami perpindahan tempat yang bukan
merupakan bagian dari operasi.

Delay/Menunggu Benda kerja, pekerja ataupun perlengkapan tidak


mengalami kegiatan apa-apa selain menunggu.

Penyimpanan Benda kerja disimpan untuk jangka waktu yang


cukup lama.

Gabungan Kegiatan ini terjadi apabila antara aktivitas operasi


dan pemeriksaan dilakukan bersamaan atau
dilakukan pada suatu tempat kerja.

Sumber : Sutalaksana et al.(2006

2.2.4 Ergonomi
Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan
informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia dalam
merancang suatu sistem kerja.pendekatan khusus dalam disiplin ergonomic ialah
aplikasi sistematis dari segala informasi yang berkaitan dengan karakteristik dan
perilaku manusia dalam perancangan peralatan, fasilitas, dan lingkungan kerja
yang dipakai.
8

2.2.5 Ekonomi Gerakan


Sistem kerja harus dirancang sedemikian hingga dapat memberikan hasil
kerja yang diinginkan karena untuk mendapatkan hasil kerja yang baik, diperlukan
perancangan sistem kerja yang baik pula. Ergonomi dan Studi gerakan
merupakan aspek yang sangat penting dalam sistem kerja karena sistem kerja
harus dirancang begitu rupa sehingga dapat memungkinkan dilakukannya
gerakan-gerakan yang ekonomis.
1 Prinsip-prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan tubuh manusia dan
gerakan-gerakannya:
a. Kedua tangan sebaiknya memulai dan mengakhiri gerakan pada saat yang
sama.
b. Kedua tangan sebaiknya tidak menganggur pada saat yang sama kecuali
pada waktu istirahat.
c. Gerakan tangan akan lebih mudah jika satu terhadap lainnya simetris dan
berlawanan arah.
d. Gerakan tangan atau badan sebaiknya dihemat.
e. Sebaiknya memanfaatkan momentum untuk membantu gerakan.
f. Gerakan yang patah-patah dan banyak perubahan arah akan
memperlambat gerakan tersebut.
g. Gerakan balistik (gerakan bebas) akan lebih cepat, nyaman dan lebih teliti
daripada gerakan yang dikendalikan.
h. Pekerjaan sebaiknya dirancang semudah-mudahnya dan mengikuti irama
yang alamiah bagi pekerja.
i. Mengusahakan sedikit mungkin gerakan mata
2 Prinsip-prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan pengaturan tata letak
tempat kerja:
a. Mengusahakan badan dan peralatan mempunyai tempat yang tetap.
b. Tempatkan bahan-bahan dan peralatan di tempat yang mudah, cepat, dan
nyaman untuk dicapai.
c. Tempat penyimpanan bahan yang akan dikerjakan sebaiknya
memanfaatkan prinsip gaya berat sehingga bahan yang akan digunakan
selalu tersedia di tempat yang dekat untuk diambil.
d. Mekanisme yang baik untuk menyalurkan objek yang sudah selesai
dirancang.
e. Bahan-bahan dan peralatan sebaiknya ditempatkan sedemikian rupa
sehingga gerakan-gerakan dapat dilakukan dengan urutan-urutan terbaik.
f. Tinggi tempat kerja dan kursi sebaiknya sedemikian rupa sehingga
alternatif berdiri atau duduk dalam menghadapi pekerjaan menjadi
nyaman.
g. Tipe tinggi kursi harus sedemikian rupa sehingga yang mendudukinya
bersikap (mempunyai postur) yang baik.
h. Tata letak peralatan dan pencahayaan sebaiknya diatur sedemikian rupa
sehingga dapat membentuk kondisi yang baik untuk pengelihatan.
3 Prinsip-prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan perancangan peralatan:
a. Sebaiknya tangan dapat dibebaskan dari semua pekerjaan bila penggunaan
perkakas pembantu atau alat yang dapat digerakkan dengan kaki dapat
ditingkatkan.
9

b. Sebaiknya peralatan dirancang sedemikian rupa agar mempunyai lebih


dari satu kegunaan.
c. Peralatan sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan
dalam pemegangan dan penyimpanan.
d. Bila setiap jari tangan melakukan gerakan sendiri-sendiri, beban yang
didistribusikan pada jari harus sesuai dengan kekuatan masing-masing jari.
e. Roda tangan, palang, dan peralatan yang sejenis sebaiknya diatur
sedemikian sehingga beban dapat melayaninya dengan posisi yang baik
serta dengan tenaga minimum.

2.3 Pengukuran Kerja dengan Metode Jam Henti

Pengukuran waktu kerja operator adalah kegiatan yang bertujuan untuk


menilai dan mengevaluasi kecepatan operator dalam melakukan pekerjaan. Tujuan
kegiatan ini untuk menormalkan waktu kerja dan mencari rancangan suatu
kegiatan dengan waktu yang seefisien mungkin. Penyebab adanya ketidak
normalan waktu dalam melakukan kerja adanya ketidak wajaran.Pengukuran
waktu kerja adalah aktivitas untuk menentukan lama kerja yang diperlukan
seorang operator terlatih dan memenuhi standar dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan yang khusus pada tingkat kecepatan kerja yang normal dalam
lingkungan kerja yang terbaik pada saat itu.Terdapat dua jenis pengukuran waktu
kerja yaitu:
1. Pengukuran Secara Langsung
a. Pengukuran Jam Henti (Stop Watch Time Study)
b. Sampling Pekerjaan (Work Sampling)
2. Pengukuran Secara Tidak Langsung
c. Data Waktu Baku (standar data)
d. Data Waktu Gerakan

2.3.1 Langkah Persiapan Pengukuran Kerja


Untuk mendapatkan hasil yang baik, dan dapat dipertanggungjawabkan
maka tidak cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan
menggunakan jam henti, apalagi jam biasa. Di bawah ini adalah sebagian langkah
yang perlu diikuti agar maksud di atas dapat tercapai :
1. Penetapan Tujuan Pengukuran
Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan
kegiatan harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal–hal
penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah peruntukan penggunaan
hasil pengukuran, tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan
dari hasil pengukuran tersebut.
2. Melakukan Penelitian Pendahuluan
Tujuan yang ingin dicapai dari pengukuran waktu adalah memperoleh waktu
yang pantas untuk diberikan kepada pekerja dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan. Tentu suatu sistem kerja dengan kondisi yang telah ada selama ini
termasuk di antara yang dapat dicarikan waktu yang pantas tersebut. Artinya
akan didapat juga waktu yang pantas untuk menyelesaikan pekerjaan, namun
dengan kondisi pada saat itu. Suatu perusahaan biasanya menginginkan waktu
10

kerja yang sesingkat–singkatnya agar dapat meraih keuntungan yang sebesar–


besarnya. Keuntungan demikian tidak akan diperoleh jika kondisi kerja dari
pekerjaan–pekerjaan yang ada di perusahaan tersebut tidak menunjang
tercapainya hal tadi.
3. Memilih Operator
Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang
begitu saja diambil dari tempat kerja. Orang ini harus memenuhi beberapa
persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan dengan baik dan dapat
diandalkan hasilnya. Syarat–syarat tersebut adalah berkemampuan normal dan
dapat diajak bekerjasama. Jika jumlah pekerja yang tersedia di tempat kerja
yang bersangkutan berjumlah banyak dan kemampuan mereka dibandingkan
akan terlihat perbedaan di antaranya dari yang berkemampuan rendah sampai
tinggi. Pada umumnya orang–orang yang berkemampuan rendah dan tinggi itu
jumlahnya sedikit, sementara orang yang berkemampuan rata–rata jumlahnya
banyak. Kembali pada tujuan mengukur waktu baku, yaitu untuk mendapatkan
waktu penyelesaian, maka dengan melihat kenyataan kemampuan pekerja
seperti ditunjukan tadi jelaslah orang yang dicari bukanlah orang yang
berkemampuan tinggi atau rendah, karena orang–orang yang demikian hanya
meliputi sebagian kecil saja. Jadi, yang dicari adalah waktu penyelesaian
pekerjaan yang secara wajar diperlukan oleh pekerja normal dan ini
merupakan orang–orang yang berkemampuan rata–rata. Dengan demikian
pengukur harus mencari operator yang memenuhi hal tersebut.
4. Melatih Operator
Walaupun operator yang baik telah didapat, kadang-kadang masih diperlukan
adanya latihan bagi operator tersebut terutama bila kondisi dan cara kerja yang
dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator. Hal ini terjadi jika
pada saat penelitian pendahuluan kondisi kerja atau cara kerja sesudah
mengalami perubahan. Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih
dahulu karena sebelum diukur operator harus sudah terbiasa dengan kondisi
dan cara kerja yang telah ditetapkan dan dibakukan. Harap diingat bahwa yang
dicari adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang didapat dari suatu
penyelesaian wajar dan bukan penyelesaian dari orang yang bekerja kaku
dengan berbagai kesalahan.
5. Menguraikan Pekerjaan Atas Elemen Pekerjaan
Ada beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya melakukan penguraian
pekerja atas elemen-elemennya. Pertama, untuk menjelaskan catatan tentang
tata cara kerja yang telah baik dibakukan, dinyatakan secara tertulis untuk
kemudian digunakan sebagai pegangan sebelum, dan sesudah pengukuran.
Salah satu cara membakukan cara kerja adalah dengan membakukan pekerjaan
berdasarkan elemen–elemennya. Alasan kedua adalah untuk memungkinkan
melakukan penyesuaian bagi setiap elemen karena keterampilan operator
belum tentu sama dengan bagian dari gerakan kerjanya. Alasan ketiga adalah
untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang
mungkin saja dilakukan pekerja. Alasan keempat adalah untuk memungkinkan
dikembangkanya Data Waktu Standar untuk tempat kerja bersangkutan.
11

2.3.2 Tahapan Pengukuran Jam Henti


Menurut Heizer dan Render (2006), pengukuran waktu adalah pencatatan
waktu sebuah sampel kinerja pekerja dan menggunakannya sebagai dasar untuk
menetapkan waktu standar. Prosedur pengukuran waktu menggunakan contoh
sampel kinerja seorang pekerja dan menggunakannya sebagai standar. Hal
pertama yang harus dilakukan dalam melakukam pengukuran waktu baku menurut
Sutalaksana et al. (2006) adalah melakukan pengukuran pendahuluan. Pengukuran
tahap pertama dilakukan dengan melakukan beberapa buah pengukuran yang
banyaknya ditentukan oleh pengukur. Setelah pengukuran tahap pertama
dijalankan, tiga hal yang harus mengikutinya yaitu menguji keseragaman data,
menghitung jumlah pengukuran yang diperlukan, dan bila jumlah pengukuran
belum mencukupi dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan tahap kedua.
Begitu seterusnya sampai jumlah keseluruhan pengukuran mencukupi untuk
tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang dikehendaki. Proses hasil
pengukuran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Kelompokan dari data pengukuran pendahuluan ke dalam subgrup-subgrup
yang masing-masing berisi harga data pengukuran yang diperoleh secara
berturut-turutdan hitung harga rata-ratanya.
2. Hitung harga rata-rata dari harga rata-rata subgrub, dengan:

i
̿
k

̿ = rata-rata dari harga rata-rata subgrup


Xi = harga rata-rata dari subgrup pertama
= harga banyaknya subgrup yang terbentuk
3. Hitung standar deviasi dari waktu penyelesaian, dengan:

̿)
√∑( j

= standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian


= jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan
Xj = waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan yang
telah dilakukuan.
4. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrub, dengan:
σ
σx =
√n

̅ = standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup


= standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian
= besarnya subgrup
5. Tentukan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah (BKA dan BKB), dengan

̿ ̅
̿ ̅
12

BKA = batas kendali Atas


BKB = batas kendali bawah
̿ = rata-rata dari harga rata-rata subgrub
̅ = standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup
Jika semua rata-rata subgrup berada dalam batas kontrol maka semua harga
yang ada dapat digunakan untuk menghitung banyaknya pengukuran yang
diperlukan dengan menggunakan tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan
95%, dengan rumus:

√ ∑ j (∑ j)

∑ j
[ ]

= jumlah pengamatan yang dibutuhkan


= jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan
= waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan telah
dilakukan
Seandainya jumlah pengukuran yang diperlukan ternyata masih lebih besar dari
pada jumlah pengukuran yang telah dilakukan ( ‟> ), maka pengukuran tahap
ketiga harus dilakukan. Pada tahap ini urutan pekerjaan tetap sama dengan tahap-
tahap sebelumnya. Demikian seterusnya hingga jumlah pengukuran yang
diperlukan sudah dilampaui oleh jumlah yang telah dilakukan ( ‟  N).
Jika pengukuran waktu telah selesai, yaitu semua data yang didapat memiliki
keseragaman yang dikehendaki, dan jumlah telah memenuhi tingkat-tingkat
ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran
waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan
waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku dari data yang terkumpul itu
adalah sebagai berikut:
1. Waktu siklus dihitung, yang tidak lain adalah waktu penyelesaian rata-rata
selama pengukuran:
∑ i

= waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan


= jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan.
2. Waktu normal dihitung, yaitu dengan rumus:

s p

= waktu siklus
= faktor penyesuaian
3. Waktu baku didapatkan dengan rumus:

Wb = Wn ( 1 + i)
Wb = waktu baku
Wn = waktu normal
i = kelonggaran yang diberikan pada pekerja
13

2.3.3 Penyesuaian
Penyesuaian dilakukan dengan cara mengalikan waktu siklus rata-rata atau
waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian.
Jika pengukur berpendapat bahwa operator bekerja terlalu cepat maka harga p nya
lebih besar dari satu (p>1), jika operator bekerja terlalu lambat maka harga p nya
akan lebih kecil dari satu (p<1), dan apabila operator bekerja dengan wajar maka
harga p nya sama dengan satu (p=1).
Cara menentukan faktor penyesuaian menggunakan cara Westinghouse, cara
tersebut mengarahkan penilaian pada empat faktor yang dianggap menentukan
kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja. Faktor tersebut antara lain
keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Setiap faktor terbagi dalam
kelas–kelas dengan nilainya masing-masing.
1. Keterampilan (skill)
Keterampilan (skill) merupakan kemampuan mengikuti cara kerja yang
ditetapkan. Keterampilan dapat ditingkatkan melalui latihan, namun dapat
menurun jika tidak menangani pekerjaan dalam waktu yang lama. Keperluan
penyesuain keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri dari
setiap kelas seperti yang dikemukakan sebagai berikut :
a. Super Skill : secara bawahan cocok sekali dengan pekerjaannya, bekerja
dengan sempurna, tampak seperti telah terlatih dengan sangat baik,
gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sulit untuk diikuti,
kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin,
perpindahan dari satu elemen ke elemen lain tidak terlampau terlihat
karena kelancarannya, tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan
merencana tentang apa yang dikerjakan (sudah sangat otomatis), secara
umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah pekerja
yang baik.
b. Excellent skill : percaya pada diri sendiri, tampak cocok dengan
pekerjaannya, terlihat telah terlatih baik, bekerja teliti dengan tidak banyak
melakukan pengukuran atau pemeriksaan, gerakan-gerakan serta urutan-
urutannya dijalankan tanpa kesalahan, menggunakan peralatan dengan
baik, bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu, bekerjanya cepat tapi
halus, bekerjanya berirama dan terkoordinasi.
c. Good skill : kualitas hasil baik, bekerjanya tampak lebih baik dari pada
kebanyakan pekerjaan pada umumnya, dapat memberi petunjuk pada
pekerjaan lain yang keterampilannya lebih rendah, tampak jelas sebagai
pekerja yang cakap, tidak memerlukan banyak pengawasan, tidak ada
keraguan-keraguan, bekerjanya stabil, gerakan-gerakannya terkoordinasi
dengan baik, dan gerakan-gerakannya cepat.
d. Average skill : tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri, gerakannya
cepat, terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan perencanaan, tampak sebagai
pekerja yang cakap, gerakan-gerakannya menunjukkan tidak adanya
keraguan, mengkoordinasikan tangan dan pikiran dengan cukup baik,
tampak cukup terlatih karena mengetahui seluk beluk pekerjaannya,
bekerjanya lebih teliti, dan secara keseluruhan cukup memuaskan.
e. Fair skill : tampak terlatih tapi belum cukup baik, mengenal peralatan dan
lingkungan secukupnya, terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum
melakukan gerakan, tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup,
14

tampaknya tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah ditempatkan


dipekerjaan itu sejak lama, mengetahui apa yang dilakukan dan harus
dilakukan tetapi tampak tidak selalu yakin, sebagian waktu terbuang
karena kesalahan-kesalahan sendiri, jika tidak bekerja sungguh-sungguh
outputnya akan sangat rendah, biasanya tidak ragu-ragu dalam
menjalankan gerakan-gerakannya.
f. Poor skill : tidak dapat mengkoordinasikan tangan dan pikiran, gerakan-
gerakannya kaku, kelihatan ketidakyakinan pada urutan-urutan gerakan,
seperti tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan, tidak terlihat
adanya kecocokan dengan pekerjaannya, ragu-ragu dalam menjalankan
gerakan-gerakan kerja, sering melakukan kesalahan-kesalahan, tidak
adanya kepercayaan pada diri sendiri, dan tidak biasa mengambil inisiatif
sendiri.
Menurut Sutalaksana et al. (2006), cara penyesuaian dapat dilakukan
dengan cara objectif yang memperhatikan 2 faktor, yaitu kecepatan kerja dan
tingkat kesulitan pekerja. Kecepatan kerja adalah kecepatan melakukan pekerjaan
secara wajar. Kesulitan kerja menunjukkan berbagai keadaan kesulitan kerja
mengenai anggota badan yang terpakai untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Penyesuaian menurut tingkat kesulitan faktor keterampilan dengan cara
westinghouse dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Penyesuaian faktor keterampilan menurut Westinghouse


Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
Keterampilan Superskill A1 +0.15
A2 +0.13
Exellent B1 +0.11
B2 +0.08
Good C1 +0.06
C2 +0.03
Average D 0.00
Fair E1 -0.05
E2 -0.10
Poor F1 -0.16
F2 -0.22
Sumber : Sutalaksana et al. (2006)

2. Usaha (Effort)
Usaha (effort) juga merupakan faktor yang mempengaruhi penyesuaian.
Maksud dari usaha (effort) adalah kesungguhan yang ditunjukan atau
diberikan operator ketika melakukan pekerjaanya. Berikut ini adalah enam
kelas usaha dengan ciri-cirinya :
a. Excessive effort : kecepatan sangat berlebihan, usahanya sangat
bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan kesehatannya, kecepatan
yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang hari kerja.
b. Excellent effort : jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi, gerakan-
gerakan lebih ekonomis daripada operator-operator biasa, penuh
pengertian pada pekerjaanya, banyak memberi saran-saran, menerima
saran-saran dan petunjuk dengan senang, bangga atas kelebihannya,
15

gerakan-gerakan yang salah terjadi sangat jarang, bekerjanya sistematis,


perpindahan dari suatu elemen ke elemen lain tidak terlihat.
c. Good effort : bekerja berirama, saat-saat menganggur sangat sedikit
bahkan kadang-kadang tidak ada, penuh perhatian pada pekerjaannya,
senang pada pekerjaannya, kecepatan baik dan dapat dipertahankan
sepanjang hari kerja, percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu,
menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang, dapat memberi saran
untuk perbaikan kerja, tempat kerjanya diatur baik dan rapi, menggunakan
alat-alat yang tepat dengan baik, memelihara dengan baik kondisi
peralatan.
d. Average effort : tidak sebaik good tapi masih lebih baik darpada poor,
bekerja dengan stabil, menerima saran-saran tetapi tidak
melaksanakannya, set up dilaksanakan dengan baik, melakukan kegiatan-
kegiatan perencanaan.
e. Fair effort : saran-saran perbaikan diterima dengan kesal, kadang-kadang
perhatian tidak ditujukan pada pekerjaannya, kurang sungguh-sungguh,
tidak mengeluarkan tenaga secukupnya, terjadi sedikit penyimpangan dari
cara kerja baku, alat-alat yang dipakai tidak selalu terbaik, terlihat adanya
kecenderungan kurang perhatian pada pekerjaannya, terlampau hati-hati,
sistematika kerjanya sedang-sedang saja, gerakan-gerakannya tidak
terencana.
f. Poor effort : banyak membuang-buang waktu, tidak memperhatikan
adanya minat kerja, tidak mau menerima saran-saran, tampak malas dan
lambat bekerja, melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk
mengambil alat-alat dan bahan-bahan, temapat kerjanya tidak diatur
rapi,tidak peduli cocok/baik tidaknya peralatan yang dipakai, mengubah-
ubah tata letak tempat kerja yang telah diatur, set up kerjanya terlihat tidak
baik. Penyesuaian menurut tingkat kesulitan faktor usaha dengan cara
Westinghouse dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Penyesuaian faktor usaha menurut Westinghouse


Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
Usaha Excessive A1 +0.13
A2 +0.12
Excellent B1 +0.10
B2 +0.08
Good C1 +0.05
C2 +0.02
Average D 0.00
Fair E1 -0.04
E2 -0.08
Poor F1 -0.12
F2 -0.17
Sumber : Sutalaksana et al. (2006)
16

3. Kondisi Kerja (Condition)


Kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungan seperti keadaan
pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruang. Jika tiga faktor lainnya yaitu
keterampilan, usaha, dan konsisten merupakan sesuatu yang dicerminkan
operator, maka kondisi kerja merupakan sesuatu di luar operator yang
diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan mengubahnya.
Oleh sebab itu, faktor kondisi sering disebut sebagai faktor manajemen,
karena pihak inilah yang dapat dan berwenang mengubah atau memperbaiki.
Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas, yaitu ideal, excellent, good,
average, fair, dan poor. Kondisi ideal adalah kondisi paling cocok untuk
pekerjaan yang bersangkutan, yaitu memungkinkan performance maksimal
dari pekerja. Sebaliknya kondisi poor adalah kondisi lingkungan yang tidak
membantu jalannya pekerjaan bahkan menghambat pencapaian performance
terbaik. Penyesuaian menurut tingkat kesulitan faktor kondisi kerja dengan
cara Westinghouse dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Penyesuaian faktor kondisi kerja menurut Westinghouse


Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
Kondisi Keja Ideal A +0.06
Excellent B +0.04
Good C +0.02
Average D 0.00
Fair E -0.03
Poor F -0.07
Sumber : Sutalaksana et al. (2006)

4. Konsistensi (Consistency)
Faktor konsistensi perlu diperhatikan karena pada setiap pengukuran
waktu angka-angka yang dicatat tidak selalu sama. Waktu penyelesaian yang
ditunjukkan pekerjaan selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya,
dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Konsistensi dibagi menjadi enam
kelas yaitu perfect, excellent, good, average, fair, dan poor. Cara perhitungan
faktor penyesuaian, bagi keadaan yang dianggap wajar diberi harga p = 1,
sedangkan terhadap penyimpangan dari keadaan ini harga p ditambah dengan
angka-angka yang sesuai dengan keempat faktor diatas. Penyesuaian pertama:
(p1) = 1 + (Jumlah Penyesuaian). Penyesuaian menurut tingkat kesulitan
faktor konsistensi dengan cara Westinghouse dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Penyesuaian faktor konsistensi menurut Westinghouse


Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
Konsistensi Perfect A +0.04
Exellent B +0.03
Good C +0.01
Average D 0.00
Fair E -0.02
Poor F -0.04
Sumber : Sutalaksana et al. (2006)
17

Langkah mendapatkan total penyesuaian adalah menggunakan dua


penyesuaian. Setelah mendapatkan jumlah penyesuaian westinghouse maka
selanjutnya penyesuaian didapat dengan mengetahui kesulitan dari anggota
badan menggunakan cara objectif. Penyesuaian dengan cara objectif dapat
dilihat pada Lampiran 11.
2.3.4 Kelonggaran
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi
menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat
dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh
pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun
dihitung. Oleh karena itu, sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu
normal, kelonggaran perlu ditambahkan. Beberapa jenis kelonggaran adalah
sebagai berikut :
1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi disini adalah, hal-hal seperti minum, ke
kamar kecil, dan bercakap-cakap. Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk
kebutuhan pribadi seperti itu berbeda-beda dari suatu pekerjaan ke pekerjaan
lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
Besarnya kelonggaran bagi pekerja pria berbeda dari pekerja wanita, misalnya
untuk pekerjaan-pekerjaan ringan pada kondisi-kondisi kerja normal pria
memerlukan 0%-2.5% dan wanita 2-5% (persentase ini adalah dari waktu
normal).
2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa (fatique)
Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah
maupun kualitas. Salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran ini
adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat saat-
saat dimana hasil produksi menurun. Kesulitan dalam menentukan pada saat
penurunan hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique, dikarenakan
masih banyak kemungkinan lainya yang dapat menjadi penyebab penurunan
hasil produksi.
3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan
Seorang pekerja tidak akan lepas dari yang namanya hambatan. Ada hambatan
yang dapat dihindarkan seperti mengobrol ada pula hambatan yang tidak dapat
dihindarkan karena berada di luar kekuasaan pekerja untuk
mengendalikannya. Beberapa contoh yang termasuk ke dalam hambatan tak
terhindarkan adalah:
a. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.
b. Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.
c. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong
yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.
d. Mengasah peralatan potong.
e. Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.
4. Menyertakan kelonggaran dalam penghitungan waktu baku
Langkah pertama adalah menentukan besarnya kelonggaran untuk ketiga hal
diatas yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan
hambatan-hambatan yang tidak terhindarkan. Dua hal yang pertama antara
lain dapat diperoleh pada lampiran, yaitu dengan memperhatikan kondisi-
kondisi yang sesuai dengan pekerjaan yang bersangkutan. Untuk yang ketiga
18

dapat diperoleh melalui pengukuran khusus seperti sampling pekerjaan.


Masing–masing dinyatakan dalam presentase, dijumlahkan dan kemudian
mengalikan jumlah ini dengan waktu normal yang telah dihitung sebelumnya.

2.4 Pengukuran Kerja dengan Metode Sampling Pekerjaan

Sampling pekerjaan (work sampling) merupakan suatu tuntunan pengukuran


yang dilakukan pada waktu tertentu secara acak yang dikembangkan berdasarkan
dengan ketentuan probabilitas, pengamatan yang dilakukan menggunakan sample
yang diambil secara acak. Penyebab dari pengambilan sample adalah keterbatasan
waktu yang ada, tenaga dan biaya yang tidak memungkinkan untuk melakukan
pengamatan terhadap seluruh anggota populasi. Sampling pekerjaan cocok
diterapkan untuk pengamatan atas pekerjaan yang sifatnya tidak berulang dan
siklus waktu yang dimiliki panjang. Sampling dilakukan secara sesaat pada
waktu-waktu yang telah ditentukan secara acak dalam metode ini sangat
diperlukan penggunaan Tabel acak.

2.4.1 Sampling Pendahuluan


Pada bagian ini sejumlah pengamatan pada aktivitas kerja dari operator
dilakukan untuk mengetahui sistem kerja terbaik dari operator dan mengetahui
selang waktu yang diambil secara acak. Sebuah sampling juga meminta agar
memiliki perhitungan waktu baku dalam penyelesaian suatu pekerjaan untuk
sistem kerja yang dijalankan ketika pengukuran berlangsung.Waktu penyelesaian
merupakan waktu yang akhirnya diperoleh setelah pengukuran selesai.
Pada sampling pendahuluan dilakukan pula beberapa kunjungan untuk
mengetahui selang waktu yang bekerja selama satu siklus pekerjaan. Dilakukan
pula pemilihan yang bekerja normal untuk diamati pada pengamatan berikutnya.
Total waktu kerja dari stasiun kerja operator yang bersangkutan diketahui melalui
penelitian ini. Selanjutnya jam pengamatan ditentukan mengikuti pada interval
waktu dan waktu siklus serta jam istirahat yang digunakan untuk menentukan
populasi pengamatan yang akan diamati. Bila memungkinkan melatih operator
terlebih dulu untuk sistem kerja terbaik agar operator terbiasa dengan sistem kerja
yang ada dan pekerja lain yang tidak diamati dapat terwakili.

2.4.2 Pengujian Keseragaman dan Kecukupan Data


Melalui pengujian keseragaman data dalam suatu pengujian berguna untuk
memeriksa kembali bahwa data yang dikumpulkan berasal dari satu sistem yang
seragam. Dengan pengujian ini dapat diketahui ada tidaknya perbedaan data yang
berada di luar batas kendali, dapat di gambarkan dalam peta kontrol. Data-data
yang diluar batas kontrol tersebut akan dihilangkan dan tidak dipergunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Sebelum membuat peta kontrol, dilakukan terlebih
dahulu penentuan batas-batas kontrol dengan menggunakan rumus berikut:

…………………… ………………
19

Keterangan:
pi = persentase produktif di hari ke-i
ni = jumlah pengamatan yang dilakukan pada hari ke-i
k = harga indeks besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan
n = rata-rata jumlah pengamatan keseluruhan
Untuk melakukan pengamatan dalam sampling kerja maka masing-masing
kejadian yang diamati selama aktivitas berlangsung harus memiliki kesempatan
yang sama untuk diamati. Pengujian kecukupan data adalah suatu pengujian yang
berguna untuk memastikan bahwa data yang digunakan cukup untuk digunakan
sebagai bahan penelitian, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
S = tingkat ketelitian yang dikehendaki (desimal).
p = persentase terjadinya kejadian yang diamati (desimal).
N = jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja.
K = harga indeks besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan.
Apabila setelah dihitung, ternyata harga ‟ lebih kecil dari pada harga
sebenarnya, maka pengamatan berhenti karena dianggap telah mencukupi.
Sebaliknya jika harga ‟ tersebut lebih besar dari harga sebenarnya, maka
dilakukan langkah pengamatan dari awal. Frekuensi pengamatan pada hakikatnya
tergantung pada jumlah pengamatan yang diperlukan dan waktu yang tersedia
untuk pengumpulan data yang direncanakan.

2.4.3 Perhitungan Jumlah Pengamatan yang diperhitungkan


Formulasi yang digunakan untuk menetapkan jumlah pengamatan yang
dibutuhkan dalam aktivitas teknik sampling dengan mempertimbangkan dua
faktor. Faktor tersebut adalah :
1. Tingkat ketelitian dari hasil pengamatan.
Tingkat ketelitian menunjukan penyimpangan maksimum hasil dari
pengukuran dari waktu penyelesainnya
2. Tingkat keyakinan dari hasil pengamat
Tingkat keyakinan menunjukan seberapa besar keyakinan pengukur yang
mengamati bahwa dari hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian.

……… ………………
Keterangan:
S = tingkat ketelitian yang dikehendaki (desimal).
p = persentase terjadinya kejadian yang diamati (desimal).
N = jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja.
K = harga indeks besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan.
20

2.5 Aspek Perencanaan


2.5.1 Perencanaan produksi
Perencanaan berfungsi agar kegiatan produksi dan operasi yang akan
dilakukan dapat terarah bagi pencapaian tujuan operasi dan produksi, serta fungsi
produksi dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Perencanaan operasi atau
proses produksi, perencanaan ini mencakup perencanaan jalur pengerjaan
(routing), jadwal kegiatan (scheduling), perencanaan beban pengerjaan (loading),
pengiriman perintah (dispatching) dan follow-up finishing (Assauri 2008).

2.5.2 Perencanaan Sumber Daya Manusia


Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan ilmu seni mengatur
hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu
terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Fungsi SDM terdiri
dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan,
pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan
pemberhentian (Hasibuan 2008).
Menurut Heizer dan Render (2011), tujuan strategi sumber daya manusia
adalah untuk mengelola tenaga kerja dan mendesain pekerjaan sehingga orang-
orang dapat diberdayakan secara efektif dan efisien. Selagi memusatkan perhatian
pada strategi sumber daya manusia, harus dipastikan bahwa orang-orang
diberdayakan secara efisien dengan kendala-kendala keputusan manajamen
produksi yang lain dan memiliki kualitas lingkungan kerja yang memadai dalam
atmosfir yang terdiri dari komitmen dan kepercayaan satu sama lain.

2.5.3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Keselamatan kerja pada dasarnya adalah kebutuhan setiap manusia dan
menjadi naluri setiap makhluk hidup. Secara keilmuan, K3 adalah ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Dalam penerapannya, perusahaan harus
memiliki konsistensi dari seluruh pihak manajemen untuk menciptakan suasana
kerja yang aman dan sehat (Ramli 2010).
Dalam penerapan K3 secara berkelanjutan membutuhkan pengorbanan-
pengorbanan seperti biaya, waktu, dan tenaga. Namun pengorbanan tersebut akan
sebanding dengan manfaat yang akan perusahaaan dapatkan. Keuntungan tersebut
diantaranya:
1. Sebagai salah satu bentuk perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu dalam
keadaan selamat dan sehat, sehingga dapat meningkatkan produktivitas
perusahaan.
2. Bagi orang lain yang berada di tempat kerja, terjamin keselamatan dan
kesehatannya.
3. Semua sumber produksi yang ada dapat dipakai secara aman dan efisien.
4. Proses produksi dapat berjalan dengan lancar.
5. Menurunnya biaya-biaya terkait kesehatan dan asuransi.
21

2.6 Aspek Pengendalian


2.6.1 Pengendalian Produksi
Menurut Kusuma (2007), pengendalian produksi adalah merencanakan dan
mengendalikan aliran material ke dalam, di dalam dan keluar pabrik sehingga
posisi keuntungan optimal yang merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai.
Pengendalian produksi dimaksudkan untuk mendayagunakan sumberdaya
produksi yang terbatas secara efektif, terutama dalam usaha memenuhi
permintaan konsumen dan menciptakan keuntungan bagi perusahaan.

2.6.2 Pengendalian Mutu


Pengendalian mutu merupakan suatu komitmen melakukan pengujian
kualitas produk secara berkelanjutan dituntut menghadapi lingkungan eksternal
terutama perubahan selera pelanggan. Assauri (2008), pengendalian dan
pengawasan mutu merupakan suatu kegiatan untuk menjamin agar mutu suatu
produk yang akan dihasilkan sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan,
sehingga dapat dihindari adanya ketidakpuasan atau clame dari para pembelian
atau pelanggan atas produk yang dibeli atau dikonsumsinya (Nasution 2004).

2.6.3 Supply Chain Management (SCM)


Manajemen rantai pasokan (Supply Chain Management) adalah integrasi
aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan, menjadi barang setengah
jadi dan produk akhir. Seluruh aktivitas ini mencakup aktivitas pembelian dan
pengalih dayaan (outsourcing) Manajemen Rantai Pasokan (SCM) adalah proses
perencanaan, penerapan, dan pengendalian operasi dari rantai pasokan dengan
tujuan untuk mencukupi kebutuhan pelanggan seefisien mungkin (Heizer dan
Render 2011).

2.6.4 Pengendalian Lingkungan


Perusahaan industri berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
mengendalikan dan menanggulangi pencemaran setiap limbah yang diakibatkan
industrinya agar tidak sampai mencemarkan lingkungan. Limbah yang dihasilkan
harus memenuhi kriteria baku mutu limbah yang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan dan peraturan yang berlaku (Ginting 2008).

2.6.5 Total Productive Maintenance (TPM)


Maintenance merupakan kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas
atau peralatan pabrik, dan mengadakan perbaikan, penyesuaian dan penggantian
yang diperlukan dan penggantian yang diperlukan supaya terdapat suatu keadaan
operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang diharapkan. Jadi
dengan adanya kegiatan maintenance ini maka fasilitas/peralatan pabrik dapat
dipergunakan untuk produksi sesuai dengan rencana, dan tidak mengalami
kerusakan selama fasilitas/peralatan tersebut dipergunakan untuk proses produksi
atau sebelum jangka waktu tertentu yang direncanakan tercapai (Assauri 2008).
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan dalam suatu pabrik terdiri dari dua
macam kegiatan yaitu Preventive maintenance dan Corrective maintenance atau
Breakdown maintenance. Preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan
yang sudah direncanakan sebelumnya dengan tujuan mencegah timbulnya
kerusakan yang tidak terduga pada waktu digunakan dalam proses produksi.
22

Sedangkan Corrective maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan terjadinya


kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau peralatan sehingga tidak berfungsi
dengan baik.
Kegiatan maintenance terdapat dua persoalan yang dihadapi oleh suatu
perusahaan atau pabrik yaitu persoalan teknis dan persoalan ekonomis. Adapun
yang merupakan persoalan teknis adalah persoalan yang menyangkut usaha-usaha
untuk menghilangkan kemungkinan-kemungkinan timbulnya kemacetan yang
disebabkan karena kondisi fisik fasilitas atau peralatan yang tidak baik. Tujuan
yang akan dicapai dalam mengatasi persoalan teknis adalah untuk dapat menjaga
atau menjamin agar produksi pabrik berjalan lancar. Adapun yang merupakan
persoalan ekonomis adalah yang menyangkut bagaimana usaha yang harus
dilakukan supaya kegiatan maintenance yang dibutuhkan secara teknis dapat
efisien.
23

3 TATA LAKSANA PRAKTIK KERJA LAPANGAN


(PKL)

3.1 Kerangka Kerja

Praktik Kerja Lapangan adalah kegiatan yang memerlukan perencanaan


yang baik. Kerangka kerja Praktik Kerja Lapangan adalah alat untuk memudahkan
penulis untuk melaksanakan kegiatan PKL. Kerangka PKL tersaji pada Gambar 1.

Mempelajari keadaan umum perusahaan


(Sejarah, struktur organisasi, jenis
1. produk, kegiatan produksi)

Mempelajari, mengamati,serta mendiskusikan aspek :


1. Perancangan
a. Perancangan Tata Letak
b. Perancangan Penanganan Bahan
c. Perancangan Sistem Kerja
2. Perencanaan
a. Perencanaan Produksi
b. Perencanaan Produksi Agregat
c. Perencanaan Sumber Daya Manusia
3. Pengendalian
a. Total Productive Maintenance (TPM)
b. Supply Chain Management (SCM)
c. Pengendalian Produksi
d. Pengendalian Mutu
e. Penanganan dan Pengendalian Limbah
Mengidentifikasi masalah yang terkait dengan Aspek Umum dan Metode
Pengukuran Kerja

Mempelajari dan mendiskusikan akar masalah terkait

Alternatif solusi atau pemecahan masalah


1. Pendekatan teoritis
2. Pendekatan praktis

Konfirmasi dan penetapan prioritas pemecahan masalah

Penyusunan Laporan Akhir dan Evaluasi


Gambar 1 Kerangka Praktik Kerja Lapangan
24

Kerangka praktik kerja lapangan dapat diuraikan sebagai berikut :


1. Mempelajari keadaan umum perusahaan serta mempelajari sejarah, struktur
organisasi, jenis barang yang diperbaiki, dan kegiatan produksi perbaikannya.
2. Studi literatur dalam penyusunan tugas akhir adalah yang berkaitan dengan
aspek umum berkaitan dengan kompetensi Program Keahlian Manajemen
Industri dan aspek khusus yaitu metode dan pengukuran kerja.
3. Mempelajari, mengamati dan mendiskusikan aspek perancangan proses
produksi, tata letak produksi, penanganan bahan dan kondisi lingkungan kerja.
Aspek perencanaan produksi, perencanaan sumber daya manusia, perencanaan
kapasitas. Aspek pengendalian yang terdiri dari identifikasi rantai pasokan,
penilaian kriteria pemilihan pasok, identifikasi permasalahan yang terjadi
khususnya rantai pasok, total productive maintenance, dan pengendalian
limbah. Pada tahap ini dilakukan pengamatan, pembelajaran, dan berdiskusi
dalam hal yang berkaitan dengan tugas akhir.
4. Mengidentifikasi masalah dan akar permasalahan yang terjadi. Permasalahan
yang di identifikasi adalah permasalahan aspek umum berkaitan dengan
kompetensi Program Keahlian Manajemen Industri dan aspek khusus yaitu
metode dan pengukuran kerja.
5. Melakukan pemecahan masalah dengan pendekatan secara teoritis yang
didapatkan pada bangku kuliah serta pendekatan praktis yang terjadi di
lapangan.
6. Melakukan konfirmasi kepada pihak perusahaan beserta saran yang diajukan
untuk penetapan prioritas pemecahan masalah.
7. Kerangka kerja Praktik Kerja Lapangan diakhiri dengan penulisan laporan.

3.2 Metode Praktik Kerja Lapang

Pelaksanaan praktik kerja lapang menggunakan beberapa metode


pengumpulan data. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan dan
wawancara. Data sekunder adalah data yang di peroleh dari sumber lain seperti
studi pustaka, dokumen perusahaan. Metode pengumpulan data praktik kerja
lapangan adalah sebagai berikut:
1. Observasi langsung adalah melakukan pengamatan secara langsung pada
proses produksi, kondisi langsung kerja, teknik tata cara kerja.
2. Wawancara secara mendalam dengan kepala bagian lead development, kepala
bagian produksi, staf ketenagakerjaan, kepala bagian perawatan, perencanaan
produksi, perencanaan bahan baku, perencanaan kapasitas, rantai pasok dan
evaluasi kriteria penilaian pemasok, pengendalian mutu, perencanaan
kesehatan keselamatan kerja, total produktive maintanance, dan pengendalian
limbah.
3. Studi literatur dilakukan dengan mencari data dan membaca literatur yang ada
pada perusahaan yang berkaitan dengan proses produksi, rantai pasokan,
pengendalian mutu, perencanaan kesehatan dan keselamatan kerja, total
productive maintanance, dan pengendalian limbah.
25

3.3 Jadwal Kegiatan PKL

Praktik Kerja Lapangan dilaksanakan di PT Wijaya Karya Beton Tbk


Majalengka. Jalan Raya Burujul Kulon, Tromol Pos 02 Jatiwangi, Majalengka
Jawa Barat. Waktu pelaksanaan Praktik Kerja Lapang berlangsung selama selama
45 hari kerja atau setara dengan 360 jam dengan asumsi rata-rata 8 jam kerja per
hari dimulai pada 6 Februari hingga 7 April 2016. Jadwal pelaksanaan Praktik
Kerja Lapangan ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
26

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Perusahaan

PT Wijaya Karya Beton Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di


bidang industri beton pracetak. Jejak Wika Beton dimulai sejak tahun 1960
hingga sekarang. PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka mempunyai pabrik di
beberapa lokasi yaitu Binjai, Lampung , Bogor, Majalengka, Karawang, Boyolali,
Pasuruan, dan Makasar. PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka dalam
pengembangan produkya telah menciptakan beberapa hasil seperti tiang beton,
tiang pancang, bantalan rel kereta api, u-ditch, dan box coulvert. Perusahaan PT
Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka terletak di Jalan Raya Burujul Kulon,
Tromol Pos 02 Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat. Pabrik ini dibangun diatas
seluas lahan 64 hektar.

4.1.1 Visi dan Misi Perusahaan


Visi:
“Menjadi perusahaan terbaik dalam industri beton pracetak.”
Misi:
1. Memimpin pasar beton pracetak di Asia Tenggara.
2. Memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan dengan kesesuaian
mutu, ketetapan waktu dan harga bersaing.
3. Menerapkan sistem manajemen dan teknologi yang yang dapat memacu
peningkatan efisiensi, konsistensi mutu, keselamatan dan kesehatan kerja yang
berwawasan lingkungan.
4. Tumbuh dan berkembang bersama mitra kerja secara sehat dan
berkesinambungan.
5. Mengembangkan kompetensi dan kesejahteraan pegawai
Motto Perusahaan
“ Inovation and trust”

4.1.2 Struktur Organisasi


Setiap perusahaan guna mencapai visi dan misinya perlu memiliki sebuah
struktur organisasi yang mengGambarkan wewenang dan tanggung jawab dari
setiap pekerja agar tercapainya koordinasi dalam bekerja, mengetahui garis
perintah, dan mengetahui klasifikasi jabatan dalam suatu perusahaan.
Pimpinan tertinggi pada PT Wijaya Karya beton Tbk Majalengka disebut
dengan manajer pabrik yang dipimpin oleh Bapak Dwi Purwanto. Tugas manajer
pabrik adalah mengontrol seluruh kinerja pada setiap masing-masing divisi.
Manajer pabrik akan melaksanakan kegiatan sesuai dengan arahan dari kantor
pusat dan selanjurnya akan diteruskan kepada masing-masing divisi. Berikut
adalah struktur organisasi PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka yang dapat
dilihat pada Gambar 2
27

Gambar 2 Struktur organisasi PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka


Manajer pabrik akan mengintruksikan pada semua manajer divisinya
terkait akan perintah yang diberikan. Selanjutnya manajer dari setiap divisi akan
saling berkordinasi agar tercapainya sebuah tujuan yang diinginkan. Setiap
Manajer divisi akan melakukan koordinasi dengan kepala seksi produksi terkait
akan hal yang akan diperlukan untuk menunjang keberlangsungan produksi.
4.1.3 Produk yang dihasilkan
PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka memproduksi beberapa produk
yang mempunyai kegunaan dan tipe-tipe yang berbeda. Setiap jenis produk
mempunyai beberapa tipe masing-masing. Berikut adalah produk yang dihasilkan
oleh PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka.
1. Tiang Beton
Produk Tiang Beton merupakan produk yang dihasilkan dari Plant 1.
Produk ini atau disebut juga dengan produk tiang listrik. Tiang listrik terbuat
dari material besi dengan ukuran tertentu, pasir, semen, split, dan campuran
bahan penunjang lainnya. Kegunaan dari tiang listrik diantaranya sebagai
penyangga dan penyalur kabel listrik. Produk tiang beton dapat dilihat pada
Gambar 3

Gambar 3 Tiang Beton


28

2. Tiang Pancang
Tiang pancang atau biasa disebut juga dengan paku bumi adalah beton
yang digunakan untuk pondasi sebuah bangunan yang memiliki ukuran dan
kekuatan yang tinggi. Fungsi dari tiang pancang adalah sebagai pondasi dari
suatu bangunan tersebut. Tiang pancang memiiki 2 tipe yaitu top dan middle.
Berdasarkan bentuknya tiang pancang dibedakan menjadi 3 yaitu bulat, kotak
dan segitiga. Tiang pancang bentuk bulat dengan tipe middle dapat dilihat pada
Gambar 4.

Gambar 4 Tiang pancang

3. U-ditch
Produk u-ditch merupakan produk yang di produksi di Plant 2 pada PT
Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka. Produk ini memiliki fungsi dan
kegunaan yang hampir sama dengan box coulvert. Produk ini biasa digunakan
sebagai saluran air atau gorong-gorong. Namun perbedaanya terletak pada
tutup yang digunakan, tutup u-ditch memiliki tutup yang terpisah. Gambar u-
ditch dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 U-ditch
4. Box culvert
Box coulvert adalah produk yang diproduksi dengan beton pracetak.
Fungsi dan kegunaan dari produk ini yaitu sebagai saluran air pada bahu
jalanan atau gorong-gorong, pergudangan, pabrik atau di area perumahan.
Produk ini diproduksi pada Plant 2 di PT Wijaya Karya Beton Tbk majalengka.
Produk box culvert dapat dilihat pada Gambar 6.
29

Gambar 6 Box coulvert

5. Bantaran Jalan Rel (BJR)


Bantaran Jalan Rel (BJR) adalah produk yang dihasilkan oleh PT Wijaya
Karya Beton Tbk Majalengka khusunya di Plant 3. Produk ini merupakan
produk unggulan yang dihasilkan PT Wijaya Karya khususnya di Majalengka
ini. Produk ini memiliki fungsi yaitu sebagai struktur landasan atau tempat
dimana rel tersebut bertumpu pada penyangga rel. Hal ini dilakukan agar
kekuatan dari kereta tetap stabil sesuai dengan kapasitas muatannya. Bantalan
jalan rel dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Bantaan Jalan Rel (BJR)

4.1.4 Proses Produksi


Proses produksi adalah aktivitas yang dilakukan dalam rangka membuat
produk mulai dari bahan baku sampai menjadi produk jadi. PT Wijaya Karya
memiliki 3 Plant yang menghasilkan produk yang berbeda pada setiap Plant nya.
Penulis berfokus pada kegiatan produksi pada Plant 1 khususnya produk tiang
pancang. Pada Gambar 7 dapat dilihat aliran proses pembuatan tiang pancang, dan
berikut adalah penjelasan mengenai proses pembuatan tiang pancang pada Plant 1.
1. Perakitan Tulangan
Perakitan tulangan merupakan proses pertama dalam pembuatan tiang
pancang. Proses ini dilakukan pada Workshop Plant 1, proses pertama yaitu
memotong PC bar sesuai dengan ukuran dan tipe produk yang telah ditentukan.
Setelah PC bar dipotong dilakukan proses heading, lalu dimasukan kedalam
mesin Wire Caging (WCM). Sebelum mesin WCM diaktifkan, siapkan besi
spiral yang telah dililitkan pada drum spiral lalu kaitkan spiral pada PC bar.
Kemudian aktifkan mesin melalui control panel. Selanjutnya mesin akan
melakukan proses caging yaitu pengelasan antara PC bar dan besi sepiral
secara otomatis. Rakitan yang sudah siap selanjutnya dibawa ke proses
produksi dengan menggunakan kereta dorong menuju Plant 1. Kemudian
rakitan dimasukan kedalam cetakan bagian bawah dengan menggunakan hoist
crane, lakukan pemasangan plat sambung. Untuk tipe middle plat sambung
dipasang kearah inner plate atau ujung atas dan end plate atau ujung bawah.
30

Dan untuk tipe bottom dilakukan pemasangan sepatu pancang pada end plate
lalu plat sambung pada inner plat.

Gambar 8 Proses Pembuatan Tiang Pancang

2. Pembuatan Beton
Setelah perakitan tulangan selesai, maka proses selanjutnya yaitu
persiapan pembuatan beton. Proses ini dilakukan dengan mempersiapkan bahan
baku atau material yang akan dicampur pada mesin Batching Plant. Langkah
pertama yaitu melakukan penimbangan material split dan pasir lalu masukan
kedalam bucket, menambahkan material semen yang telah ditimbang,
kemudian dituangkan kedalam mixer aduk material tersebut hingga merata.
Tambahkan kebutuhan air sesuai dengan kebutuhan dan komposisi yang telah
ditentukan oleh bagian teknik dan mutu. Penambahan material air dilakukan
secara bertahap, kemudian tambahkan admixture kedalam mixer. Setelah
semua bahan tercampur amati hingga bahan baku tercampur secara merata.
3. Pengecoran
Proses pengecoran akan berlangsung ketika slump atau adukan telah siap
di tuangkan. Letakan cetakan yang berisi tulangan pada trolley cor, pasang
tebeng cor pada kanan dan kiri cetakan bawah, masukan adukan kedalam
hopper kemudian tuangkan kedalam cetakan. Penuangan dimulai  dari ujung
atas bergerak menuju kearah ujung lainnya. Distribusikan adukan secara merata
di sepanjang cetakan dan rojok pada bagian ujung agar tidak adanya sela-sela
yang kosong. Setelah merata tempatkan cetakan pada lokasi penutupan,
lepaskan tebeng cor dan bersihkan sisa-sisa adukan yang tidak merata. Setelah
semuanya rata pasangkan tutup cetakan atas kemudian pasang klem cetakan
dan kencangkan baut dengan menggunakan impact tool.
31

4. Penarikan besi prestress


Pindahkan cetakan yang sudah selesai ditutup ke bagian streesing dengan
menggunakan trolley. Proses ini dilakukan dengan menggunakan Mesin
Stressing Simultan. Sebelumnya atur jarum pembatas tarikan dengan besar
gaya stressing yang diperlukan. Masukan coupler ke rod cetakan dan
kencangkan. Tutup kran hidrolik dan tekan tombol pressure gauge. Secara
otomatis mesin akan berhenti setelah jarum penunjuk mengenai jarum
pembatas tekanan yang ditetapkan. Setelah selesai buka kembali kran hidrolik,
lepaskan coupler (MSS) dari rod cetakan, matikan tombol pressure gauge.
5. Pemadatan beton
Proses pemadatan dilakukan ketika penarikan tulangan atau streesing telah
selesai. Pada proses ini beton akan dipadatkan dengan cara diputar dengan
menggunakan mesin spinning. Cetakan diletakan diatas mesin spinning dan
selanjutnya akan diputar selama 12 menit.
6. Perawatan beton
Pada proses selanjutnya yaitu perawatan beton. Cetakan yang telah
dilakukan proses pemadatan akan dipindahkan kedalam bak uap. Tujuan dari
proses ini agar beton cepat kering dan padat. Masukan cetakan kedalam bak
uap kemudian alirkan uap selama 0,5-1 jam dan tutup kembali bak uap.
7. Pengeluaran produk beton
Setelah proses perawatan dengan menggunakan uap angkat cetakan dari
bak uap dan letakan pada trolley. Kemudian kendorkan mur rod simultan yang
berapa pada bagian atas cetakan dan lepaskan baut pada end plate. kemudian
angkat cetakan bagian atas lalu letakan pada tempatnya yang terletak pada
samping trolley, bersihkan dan olesi minyak secara tipis. Angkat cetakan
bagian bawah yang masih ada tiang pancang di dalamnya, dan keluarkan
produk dengan cara memiringkan cetakan kemudian diberi tumpuan pada
bagian ujung dan tengah.

4.2 Aspek Perancangan

4.2.1 Perancangan Tata Letak


Tata letak merupakan alat yang dibutuhkan dalam suatu pabrik. Dengan
desain penempatan tata letak yang baik, mulai dari proses kedatangan bahan baku
sampai menjadi produk jadi, maka target dan kualitas hasil produksi akan tercapai
dan meningkatkanya produktifitas. Selain area produksi, dalam penyusunan tata
letak suatu pabrik ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya, area
ibadah, kantor, kamar mandi, dan rest area.
Tipe tata letak secara umum terbagi menjadi tiga jenis, yaitu process
layout, product layout, dan fix layout. PT Wijaya Karya Beton Tbk majalengka
memiliki tata letak dengan tipe product layout. Hal ini dapat dilihat dari mesin
produksi di PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka diletakan berurutan, dan
pekerja yang mempunyai keahlian spesifikasi dalam melakukan pekerjaannya.
32

4.2.2 Penanganan Bahan


Peralatan penanganan bahan merupakan alat untuk mengangkut dan
memindahkan bahan atau material guna meminimalisir beban operator sehingga
waktu yang diperlukan untuk memindahkan barang atau material tersebut lebih
efektif dan efisien. Peralatan penanganan bahan pada PT Wijaya Karya beton Tbk
Majalengka memiliki alat penangan bahan yang cukup lengkap guna menunjang
proses produksi. Alat penanganan bahan banyak digunakan pada area sekitar
pabrik khusus nya pada area produksi setiap Plant mulai dari bahan baku sampai
menjadi produk jadi. Alat penanganan bahan yang digunakan di PT Wijaya Karya
Beton Tbk Majalengka dapat dilihat pada Lampiran 6.

4.2.3 Teknik Tata Cara Kerja


Perancangan sistem kerja adalah suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik
dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancangan terbaik dari sistem kerja yang
bersangkutan. Kegunaan dari teknik dan prinsip ini adalah untuk mengatur
komponen sistem kerja yang terdiri dari manusia dengan sifat, kemampuan,
peralatan kerja, bahan, serta lingkungannya, sehingga dapat mencapai tingkat
efektifitas dan efisiensi yang tinggi bagi perusahaan, serta dapat meningkatkan
keamanan, kesehatan dan kenyamanan bagi pekerja. Salah satu alat yang
digunakan untuk perbaikan sistem kerja adalah peta kerja. Peta kerja adalah suatu
alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas. Melalui peta
kerja dapat dilihat semua langkah dan kejadian yang dialami oleh benda dari
bahan baku hingga menjadi barang jadi yang siap jual. Jenis- jenis peta kerja:
1. Peta Proses Operasi (PPO)
Peta proses operasi merupakan suatu peta penggambaran langkah-langkah
operasi dan pemeriksaan yang dialami oleh bahan baku dari awal sampai
menjadi produk jadi maupun barang setengah jadi. Kegunaan peta proses
operasi adalah untuk mengetahui kebutuhan mesin dan pengganggarannya,
menentukan tata letak pabrik, melakukan perbaikan cara kerja, serta sebagai
alat pelatihan kerja. Peta proses operasi dirancang untuk mempermudah dan
memahami kegiatan-kegiatan operasi yang dapat dilihat pada Lampiran 9.
2. Peta Aliran Proses (PAP)
Peta Aliran Proses dapat digunakan dalam memperoleh informasi yang
diperlukan untuk menganalisis setiap komponen pembentukan suatu produk
lengkap yang siap dipasarkan. Peta aliran proses menunjukan urutan-urutan
operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu, dan penyimpanan yang terjadi di
dalam suatu proses. Berikut adalah peta aliran proses pembuatan tiang pancang
dapat dilihat pada Lampiran 10
3. Diagram Alir (DA)
Peta ini dapat digunakan untuk membantu perbaikan tata letak tempat
kerja. Tipe produksi yang terdapat di Plant 1 menggunakan tipe product layout
karena mesin diletakan berurutan sehingga alirannya berbentuk pola aliran zig
zag. Agar dapat memperjelas diagram aliran pada proses produksi pembuatan
tiang pancang yang diproduksi pada Plant 1 dapat dilihat pada lampiran 11.
33

4.2.4 Identifikasi Masalah dan Solusi Aspek Perancangan


Berdasarkan aspek perancangan yang meliputi tata letak, penanganan bahan
dan teknik tata cara kerja, terdapat beberapa masalah yang dapat mengganggu
aktivitas pad proses produksi, sehingga diperlukan solusi untuk memecahkan
permasalahan tersebut. Solusi yang diperoleh telah didiskusikan terlebih dahulu
dengan pembimbing lapang pada PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka.

Tabel 6 Permasalahan dan alternatif solusi aspek perancangan


No Permasalahan Lokasi Alternatif solusi
1 Suhu di ruangan terlalu Worksoop Diberikan suatu fasilitas
panas melebihi nilai dan Plant 1 tambahan berupa alat yang
ambang batas yaitu berfungsi untuk membantu
mencapai 32oC menurunkan suhu ruangan tanpa
menimbulkan pengaruh yang
signifikan terhadap tulangan
sehingga dapat mengurangi
kelelahan bagi pekerja
2 Display yang telah Seluruh Display wajib penggunaan helm
dipasang untuk wajib kawasan seharusnya disertai dengan
memakai helm tidak pabrik Gambar yang menjelaskan
disertai dengan Gambar akibat yang akan terjadi,
yang menjelaskan akibat sehingga karyawan menyadari
jika tidak memakai helm akibatnya apabila mengabaikan
tersebut sehingga peraturan terebut.
kurang menarik Pemasangan Display perhatian
perhatian sebaiknya diletakan pada posisi
yang lebih strategis seperti di
area awal masuk ruangan,
sehingga akan terlihat oleh
semua operator.

4.3 Aspek Perencanaan

4.3.1 Perencanaan Produksi


Perencanaan produksi pada PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka diatur
oleh PEP (Perencanaan Evaluasi Produksi). Rencana produksi akan dilaksanakan
berdasarkan kesepakatan antara wilayah penjualan dan pihak pemesan atau
pemilik proyek. Alur perencanaan produki di PT Wijaya Karya Beton Tbk
dikendalikan oleh Peninjau Proyek. Alur perencanaan produksi dapat dilihat pada
Gambar 9.
Perencanaan produksi yag digunakan oleh PT Wijaya Karya Beton Tbk
Majalengka menggunakan metode make to order, sehingga perusahaan selalu
memproduksi jenis produk sesuai permintaan customer. Perusahaan juga
menerima order yang tidak di produksi sebelumnya oleh perusahaan. Order untuk
produk khusus biasanya dilihat dari segi kesiapan alat cetakan yang tersedia dari
perusahaan.
34

Order dilakukan melalui wilayah penjualan sesuai dengan daerah proyek


yang akan dibangun. Pada tahap ini ada hal yang harus diperhatikan diantaranya
persyaratan administrasi seperti perjanjian kontrak mengenai jumlah produk, tipe
produk, dan proses pelaksanaan. Setelah dihasilkan kesepakatan menganai
spesifikasi produk kemudian Peninjau Kontrak akan menerjemahkan hasil antara
customer dan wilayah penjualan. Selanjutnya peninjau kontrak akan berkordinasi
dengan bagian Perencana Evaluasi Produksi yang akan mengecek kesiapan pabrik
dalam memproduksi produk. Tugas dari Perencana evaluasi produksi yaitu
meninjau dan mempersiapkan hal-hal yang berhubungan dengan kapasitas pabrik,
dan kesiapan dari setiap Plant.

Gambar 9 Alur Perencanan Produksi

Perencana Evaluasi Produksi akan melakukan pengecekan pada bagian


teknik, produksi, dan peralatan. Setelah ketiga bagian tersebut siap maka proses
produksi siap dilakukan. Kemudian kordinator kepala jalur akan memerintahkan
kepada semua kepala jalur bahwa proses produksi siap dilakukan.
35

4.3.2 Manajemen Sumber Daya Manusia


PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka mempunyai karyawan sebanyak
349 orang. Karyawan tersebut terdiri dari pegawai organisasi atau manajer
sejumlah 4 orang, pegawai terampil (Petra) sebanyak 75 orang, dan Tenaga
Harian Mandor (THM) sebanyak 270 orang. Syarat untuk menjadi pegawai harian
Mandor atau THM di PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka di atur oleh
naungan CV sehingga proses perekrutan berdasarkan jumlah kebutuhan
perusahaan. Karyawan baru akan menjadi karyawan kontrak selama bekerja,
namun apabila masa kerja lebih dari 20 tahun maka karyawan akan diangkat
menjadi pegawai tetap (Petra). Namun pengangkatan karyawan juga disesuaikan
dengan kebutuhan perusahaan. Karyawan yang diterima perusahaan akan
diberikan pelatihan berupa K3. PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka
menerapkan beberapa kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan
sebagai berikut :
1. Jaminan Kesehatan
PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka menjamin kesehatan bagi seluruh
karyawan dengan menyediakan klinik gratis setiap hari senin dan kamis di
dalam perusahaan. Perusahaan mengadakan pemeriksaan kesehatan berupa cek
berkala setiap 2 taun sekali secara rutin.
2. BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan)
Jaminan kesehatan ini diberikan kepada seluruh karyawan mulai dari operator
hingga staf perusahaan. BPJS yang diberikan kepada karyawan dibedakan
kelasnya berdasarkan posisi karyawan di perusahaan.
3. Tunjangan
a. Tunjangan tetap
Tunjangan tetap yang diberikan meliputi tunjangan hari raya dan tunjangan
jabatan. Tunjangan hari raya diberikan kepada seluruh karyawan sedangkan
tunjangan jabatan hanya diberikan kepada karyawan yang telah mempunyai
jabatan seperti manajer.
b. Tunjangan tidak tetap
Tunjangan tidak tetap berupa tunjangan makan dan tunjangan produksi.
Tunjangan makan diberikan pada karyawan yang masuk kerja. Sedangkan
tunjangan produksi diberikan ketika tingkat produksi melebihi target.
4. Sarana Olahraga
Perusahaan menyediakan sarana olahraga untuk fasilitas karyawan PT Wijaya
Karya Beton Tbk Majalengka. Sarana tersebut berupa tenis meja yang terletak
di dalam ruangan.
Jam kerja karyawan PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka dibagi menjadi
dua yaitu jam kerja shift dan non shift.

Tabel 7 Jam kerja karyawan non shift


Hari Jam kerja Jam Istirahat
Senin-Kamis 08.00-17.00 11.30-12.30
Sabtu-Minggu - -
Sumber : PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka
36

Karyawan bagian produksi yang bekerja secara shift adalah karyawan


bagian produksi dan peralatan. Karyawan bagian produksi bekerja 2 shift dan
karyawan peralatan bekerja sesuai dengan jadwal shift pada bagian produksi. Jam
kerja karyawan shift dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 8 Jam kerja karyawan shift


Hari Kerja Jam Kerja Jam istirahat
Shift 1 07.00 – 16.00 -
Shift 2 19.00 – 03.00 -
Sumber : PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka

4.3.3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat
penting bagi karyawan, karena K3 akan berpengaruh bagi kelancaran dalam
melakukan pekerjaan. PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka mengutamakan
keselamatan dan kesehatan kerja sehingga setiap hari selalu selalu ada peringatan
untuk menjalankan K3 dengan baik.
1. Sistem K3
PT Wijaya Karya Beton Tbk tidak mempunyai departemen khusus yang
mengatur mengenai K3 di perusahaan. Departemen yang mengatur K3 di PT
Wijaya Karya dibawah naungan departemen Teknik dan Mutu yang disebut
dengan inspector K3. Tugas utama dari inspektor K3 yaitu mengawasi dan
menjaga lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Beberapa hal yang
diterapkan untuk mencapai tuhjuan tersebut adalah:
a. Mengidentifikasi dan menanggulangi semua potensi bahaya di dalam
pabrik.
b. Disiplin dan taat memakai APD sesuai dengan ketentuan
c. Melaksanakan dan meningkatkan patroli K3

4.3.4 Identifikasi Masalah dan Solusi Aspek Perencanaan


Berdasarkan aspek perencanaan yang meliputi perencanaan produksi,
manajemen sumberdaya manusia serta kesehatan dan keselamatan kerja, terdapat
beberapa masalah yang dapat menggangu aktivitas pada proses produksi.
Sehingga diperlukan solusi untuk memecahkan permasalahan tersebut. solusi
yang diperoleh telah di diskusikan terlebih dahulu dengan pembimbing lapang PT
Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka.
37

Tabel 9 Permasalahan dan alternatif solusi Aspek Perencanaan


No Permasalahan Lokasi Alternatif solusi
1 Tidak dipakainya earplug Ruang Departemen yang mengatur
untuk melindungi produksi K3 menegaskan penggunaan
pendengaran pekerja dari Plant 1 earplug bagi karyawan agar
kebisingan akibat suara kebisingan tidak
yang ditimbulkan dari mengganggu konsentrasi
mesin spinning karyawan dalam melakukan
pekerjaannya.
Selanjutnya untuk tahap awal
diberikan teguran secara
langsung oleh pengawas.

2 Tidak adanya departemen Dalam Sebaiknya perusahaan


khusus K3 (Kesehatan, perusahaan membuat departemen khusus
dan Keselamatan Kerja ) yang menangani K3,
sehingga berfokus pada
penanganan dan tanggung
jawab kesehatan, dan
keselamatan pekerja.

4.4 Aspek Pengendalian

4.4.1 Pengendalian Produksi


Pengendalian produksi harus dilakukan untuk mendukung kelancaran
produksi dan tetap menghasilkan produk yang berkualitas. Pengendalian tersebut
meliputi pengendalian bahan baku, hingga bahan jadi yang siap dipasarkan.
Departemen yang mengatur hal tersebut adalah bagian Perencana Evaluasi
Produksi (PEP). PEP mengendalikan seluruh proses produksi mulai dari bahan
baku hingga produk siap kirim ke konsumen.
Pengendalian bahan baku untuk mengendalikan stock di gudang yaitu
berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan oleh bagian gudang mengenai
kapasitas gudang dan ketersediaan bahan baku untuk proses produksi. Metode
yang digunakan untuk mengendalikan bahan baku adalah metode ROP (reorder
point). Ketika bagan baku digudang telah mencapai batas minimum, maka kepala
gudang akan memesan pada supplier. Pengendalian barang jadi dilakukan di stock
yard dengan menjaga agar produk tersebut tidak mengalami kerusakan sebelum di
kirim.

4.4.2 Total Productive Maintenance (TPM)


Sistem manajemen perawatan fasilitas yang diterapkan di PT Wijaya Karya
Beton Tbk Majalengka diatur oleh divisi peralatan yang membawahi maintenance
akan mengontrol keadaan fasilitas pada bagian masing-masing. PT Wijaya Karya
menerapkan autonomous maintenance, periodic maintenace, preventive dan
corrective maintenance maupun budaya kerja 5S sebagai berikut:
38

1. Autonomous Maintenance
Perawatan yang dilakukan operator dalam menerapkan autonomous
maintenance adalah melakukan pemeriksaan kekencangan ring cincin maupun
kekuatan dari tali Crane agar tetap terjaga pada kondisi yang diinginkan.
Khusus perawatan yang dilakukan untuk melihat kondisi abnormal. Operator
Wire Caging melakukan pengecekan pada bagian spiral untuk memastikan
bahwa tidak terdapat masalah pada mesin tersebut. Pada bagian tersebut
berfungsi untuk mengelas PC bar secara otomatis.
2. Periodic maintenance
Perawatan dalam menerapkan periodic maintenance adalah perawatan
yang dilakukan setiap satu minggu sekali atau sesuai dengan jadwal yang telah
dibuat oleh divisi peralatan. Apabila mesin mengalami kerusakan parah maka
bagian peralatan akan menindak lanjuti untuk memperbaiki mesin tersebut.
3. Preventive maintenance
Perawatan yang dilakukan untuk menjaga fasilitas dan mengurangi
kerusakan adalah dengan adanya pengecekan setelah pemakaian dilakukan.
Pengecekan dilakukan pada beberapa bagian mesin seperti ring cincin, spiral
dan bagian controling. Beberapa komponen mesin diperiksa setiap hari oleh
karyawan peralatan. Karyawan memberikan ceklis pada form pemeriksaan jika
tidak terdapat masalah pada komponen tersebut.
4. Corrective maintenance
Apabila kerusakan mesin yang tidak dapat ditangani oleh operator, maka
diperbaiki oleh bagian peralatan. Beberapa kerusakan yang harus diperbaiki
oleh maintenance seperti tidak berfungsinya atau macet pada bagian mesin.
5. Budaya kerja 5S
PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka sudah menerapkan budaya kerja
5S pada setiap kegiatan yang dilakukannya. Penerapan budaya kerja 5S telah
menjadi standar yang melibatkan seluruh karyawan mulai dari operator hingga
manajer beserta jajarannya. Budaya kerja 5S yang dilakukan oleh karyawan
adalah sebagai berikut :
a. Seiri (Ringkas)
Seiri adalah melakukan peringkasan terhadap barang-barang yang sudah
tidak terpakai. Karyawan pada Workshop Plant 1 selalu rutin menjalankan
peraturan tersebut karena telah terbiasa dan dilatih dari awal masuk ke
perusahaan. Salah satu kegiatan seiri yaitu barang yang tidak digunakan
segera dipisahkan. contohnya setelah membuka kemasan ring cincin maka
plastik dibuang ke tempat yang telah disediakan. Kemudian barang yang
setiap hari digunakan harus disimpan dekat dengan tempat kerja agar proses
penggunaan barang lebih dekat. Namun pada plant 1 dan plant 2 beberapa
operator tidak merapihkan alat-alat kerja setelah dipakai operator.
b. Seiton (Rapi)
Seiton adalah meletakan kembali barang yang telah selesai digunakan ke
tempat semula. Operator meletakan kembali tang yang telah dipakai
ketempat khusus yang sudah disediakan berdekatan dengan jangkauan
operator sehingga tidak menggangu pekerjaan operator, merapihkan alat-alat
yang sudah dipakai ketika selesai bekerja. Tetapi kegiatan tersebut kadang-
kadang tidak dilakukan oleh operator.
39

c. Seiso ( Resik)
Seiso merupakan kegiatan pembersihan yang dilakukan di area kerja. Saat
proses produksi meninggalkan kotoran, maka operator langsung
membersihkan kotoran tersebut saat itu juga, agar lingkungan kerja tetap
bersih dan suasana kerja tetap nyaman. Selain itu, operator langsung
membersihkan sepatu setelah selesai digunakan agar dapat dipakai kembali
untuk hari selanjunya.
d. Seiketsu (Rawat)
Seiketsu adalah kegiatan merawat dan memelihara peralatan agar tidak
mudah rusak. Karyawan merawat peralatan setelah digunakan dengan cara
membersihkan peralatan dan menempatkan peralatan ke tempat yang telah
disediakan berupa ruangan khusus untuk peralatan operator yang telah diberi
locker setiap masing-masing karyawan.
e. Shitsuke (Rajin)
Shitsuke adalah kegiatan untuk membiasakan karyawan pada aktivitas yang
rutin harus dilaksanakan. Beberapa kegiatan tersebut diantaranya memakai
seragam, safety shoes, helm, saling menyapa ketika bertemu dengan
karyawan lainnya, dan melakukan kegiatan 5S secara berulang.

4.4.3 Pengendalian Mutu


Pengendalian mutu adalah merencanakan dan melaksanakan suatu cara
paling ekonomis untuk menjaga mutu produk dan selalu melakukan perbaikan
pada semua lini diperusahaan. Produk yang dihasilkan oleh PT Wijaya Karya
Beton Tbk majalengka diperiksa melalui beberapa quality control. Setiap bagian
memiliki tugas yang berbeda dalam menjankan quality control. Pengendalian
mutu yang diberlakukan mulai dari pengendalian mutu bahan baku, pengendalian
mutu proses, dan pengendalian mutu produk jadi. Perusahaan ini menerapkan
rapat koordinasi produksi untuk membahas menegenai rencana produksi,
produksi, pemantauan mutu dan perbaikan mutu. Perusahaan berusaha mencapai
target tersebut melalui pemeriksaan yang meliputi 3 bagian:
1. Pengendalian mutu bahan baku
Tahapan awal adalah pemilihan vendor bahan baku. Setiap vendor perlu
memenuhi seluruh spesifikasi yang diterapkan di perusahaan untuk menjadi
vendor potensial. Vendor akan datang ke perusahaan dengan membawa sampel
bahan baku untuk diuji apakah memenuhi spesifikasi. Setelah bahan baku
sesuai maka selanjutnya pihak perusahaan akan meninjau ke quarry secara
langsung. Hal ini dilakukan untuk memastikan vendor dapat menjadi vendor
potensial untuk memenuhi bahan baku perusahaan dalam jumlah yang dapat
memenuhi kebutuhan perusahaan. Kesepakatan antara vendor dan perusahaan
dibuat setelah pihak perusahaan memuat jumlah bahan baku, jenis bahan baku,
dan kualitas bahan baku.
Proses selanjutnya yaitu quality control incoming untuk mengecek
kedatangan bahan baku. Pengecekan surat jalan pada supir pada pos satpam
dilakukan untuk memastikan bahwa bahan baku ditujukan untuk PT Wijaya
Karya Beton sesuai dengan permintaan pemesanan. Setelah pemeriksaan surat
jalan bahan baku akan diambil sampel untuk diuji ke bagian laboratorium yang
berada dibagian teknik dan mutu. Setelah bahan baku dinyatakan sesuai dengan
40

spesifikasi, bahan baku akan disimpan ke gudang dan mengisi bagian


administrasi.
2. Pengendalian mutu proses
Quality control proses merupakan pengendalian mutu pada saat proses
produksi berlangsung di PT Wijaya Karya Beton Tbk. Pada saat proses
produksi bahan baku yang diperlukan untuk membuat adukan beton harus
sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan. QC dilakukan pada adukan
beton yang telah selesai diaduk dari mesin batching Plant. Adukan akan
diambil sampel untuk dilakukan pengujian. Proses pengujian berlangsung
selama 7 – 28 hari. Apabila beton yang diuji tidak memenuhi standar maka
beton yang diproduksi pada waktu tersebut akan diperiksa menggunakan mesin
tes tekan beton untuk memastikan kerusakan pada bagian beton. Jika pada
beton terdapat kerusakan maka produk beton dinyatakan reject.
3. Pengendalian mutu produk jadi
Pengendalian mutu produk jadi di PT Wijaya Karya Beton dilakukan
sebelum produk disimpan di stock yard. Pengecekan yang dilakukan
diantaranya pada bagian ujung beton untuk menghilangkan besi yang masih
timbul sisa dari proses penulangan dan adukan kering yang menempel.
Penghilangan besi dilakukan oleh mesin gerinda. Proses selanjutnya adalah
mengamplas bagian badan beton untuk menghaluskan permukaan beton.
Setelah diamplas bagian beton akan disemprot menggunakan air untuk
mengetahui apakah terdapat retakan pada bagian beton. Pengecekan produk
jadi menggunakan form kualifikasi produk jadi. Apabila mutu produk beton
sudah sesuai maka akan diberi tanda bintang. Pengecekan beton dilakukan juga
pada saat sebelum didistribusikan ke konsumen, produk beton akan diberi
sticker dan diberi tanda QC.

4.4.5 Pengendalian Limbah


Limbah produksi adalah sisa hasil dari suatu aktivitas produksi yang
terdapat di area pabrik. Semua limbah yang dihasilkan oleh pabrik dapat diolah
kembali untuk keperluan produksi dan dapat dijual ke perusahaan lain. Limbah
yang dihasilkan oleh PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka ada dua jenis:
1. Limbah padat
Limbah padat dibagi menjadi dua yaitu limbah padat B3 dan limbah padat non
B3. Berikut adalah limbah padat B3 dan limbah padat non B3 serta cara
penangannya:
a. Limbah padat B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya)
Limbah padat B3 terdiri dari hasil endapan dari proses penyemprotan pada
proses spinning di area produksi, kaleng cat, kaleng tiner. Cara penanganan
hasil endapan yaitu digunakan sebagai penambal jalan untuk kebutuhan
lingkungan pabrik maupun luar pabrik. Sedangkan limbah kaleng cat dan
kaleng tiner dikondisikan sesuai standar kemudian dibuang ke tempat yang
telah disediakan agar tidak mencemari lingkungan.
b. Limbah padat non B3 (Bukan Bahan Beracun dan Berbahaya)
1) Potongan besi PC bar yang dihasilkan dari aktivitas pemotongan yang
tidak sesuai dengan klasifikasi standar dan selanjutnya dijual oleh
perusahaan.
41

2) Barang jadi hasil pengujian lab yang dihancurkan menggunakan mesin


pressing selanjutnya akan di kumpulkan pada tempat yang telah
disediakan.
2. Limbah cair
Limbah cair yang dihasilkan oleh PT Wijaya Karya Beton Tbk
Majalengka diolah melalui beberapa tahapan sebelum dialirkan secara luas.
Berikut adalah proses pengolahan limbah cair serta penangannya:
a. Bak penyaringan limbah
Limbah cair yang berasal dari proses produksi ditangani melalui beberapa
tahapan. Tahap pertama yaitu limbah memasuki bak penyaringan limbah
yang terdiri dari enam belas bagian dalam bak tersebut. limbah mengalami
proses filtrasi sehingga air yang dihasilkan mengalami perubahan warna.
b. Penyaringan menggunakan injuk
Limbah hasil dari bak penyaringan selanjutnya memasuki penyaringan
dengan menggunkan injuk. Air yang telah mengalami proses filtasi
selanjutnya disaring dengan menggunakan injuk. Hal ini diharapkan air
yang dihasulkan lebih jernih dan tidak mengandung unsur lumpur.
c. Bak control
Pada tahap ini air yang telah mengalami proses penyaringan selanjutnya
memasuki tahap pengujian atau control. Air yang telah melalui beberapa
penyaringan selanjutnya dilakukan pengujian bahwa air yang telah sampai
pada tahapan ini bisa dialirkan ke luar pabrik melalui selokan maupun
dapat digunakan lagi oleh pabrik.

4.4.6 Supply Chain Manajement (SCM)


Pemasaran produk beton pracetak telah mencakup seluruh wilayah tanah
air. Beberapa negara pun pernah menjadi konsumen dari perusahaan tersebut. PT
Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka memiliki Wilayah Penjualan guna
memasarkan hasil produknya. Setiap lokasi pabrik memiliki bagian wilayah
penjualannya. Salah satunya perusahaan ini termasuk pada bagian wilayah empat
yang kantor pusatnya berlokasi di Bogor. Jika konsumen ingin memesan maka
harus melalui Wilayah Penjualan. Pengirirman dilakukan setiap hari, namun jika
produk yang akan dikirim ke luar pulau maka harus menunggu jadwal
keberangkatan kapal. Skema struktur jaringan rantai pasok dapat dilihat pada
Gambar 34.
42

Gambar 10 Skema struktur jaringan rantai pasok PT Wijaya Karya Beton Tbk

1. Aliran Informasi
Aliran informasi yang terdapat pada PT Wijaya Karya Beton Tbk
Majalengka melalui email dan surat menyurat administrasi seperti delivery
order dan surat pengiriman barang. Informasi melalui media elektronik dan
cetak ini memudahkan transaksi wilayah penjualan, perusahaan, pemasok dan
konsumen. Sehingga terciptanya kesinambungan dari ke-empat unsur tersebut.
Aliran pemesanan bahan baku dari perusahaan kepada pemasok melalui
email yang berbentuk purchase order. Untuk memudahkan proses permintaan
produk jadi dari wilayah penjualan ke perusahaan informasi berupa surat
permintaan produk beton ( SPPrB) yang didalamnya berisi jenis produk dan
tipe produk yang harus di produksi oleh PT Wijaya Karya Beton Tbk
Majalengka agar dapat memenuhi permintaan customer. Sedangkan informasi
yang diterima wilayah penjualan dari konsumen berupa Delivery Order yang
berisi jumlah unit pemesanan.
2. Aliran Barang
Aliran barang yang terdapat pada PT Wijaya Karya Beton Tbk
Majalengka adalah aliran bahan baku dan barang jadi. Bahan baku dipesan
oleh bagian gudang yang akan dikirim oleh supplier ke perusahaan.
Sebelunya pihak perusahaan akan meninjau lokasi tempat supplier berada
yang akan dijadikan bahan baku potensial. Bahan baku akan di cek oleh
bagian laboratorium mengenai kesesuian standar yang telah ditetapkan.
Setelah material dinyatakan baik oleh pemeriksa, maka pemeriksa membuat
persetujuan kepada supplier. Bahan baku yang telah sampai di perusahaan
akan di cek ulang oleh bagian laboratorium. Jika tidak sesuai dengan standar,
maka pihak perusahan melakukan complain pada supplier.
43

Dalam proses pengiriman barang jadi, PT Wijaya Karya Beton Tbk


Majalengka tidak memiliki wewenang dalam proses pendistribusian. Karena
dalam proses pendistribusian barang jadi, semuanyanya diatur oleh wilayah
penjualan sesuai dengan kontrak yang telah disetujui oleh kedua belah pihal
antara wilayah penjualan dan konsumen. Didalam kontrak biasanya terdapat
pilihan bahwa barang jadi diambil di pabrik atau barang jadi dikirim langsung
ke lokasi proyek.
3. Aliran Uang
Sistem keuangan di PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka diatur
oleh bagian accounting. Aliran keuangan di perusahaan ini memiliki dua tipe
aliran, uang masuk dan uang keluar. Aliran uang masuk berkaitan dengan
pembayaran yang berasal dari konsumen kepada wilayah penjualan yang
selanjutnya akan diserahkan kepada biro keuangan. Kemudian aliran uang
keluar berkaitan dengan pembelian bahan baku dan pembelian bahan
penunjang. Dana yang dibutuhkan berasal dari anggaran kebutuhan dana yang
telah dibuat oleh bagian keuangan perusahaan yang diajukan ke biro keuangan
pusat.

4.4.7 Identifikasi Masalah dan Solusi Aspek Pengendalian


Berdasarkan aspek pengendalian yang meliputi pengendalian produksi, total
productive maintenance, pengendalian mutu, pengendalian limbah, dan suppy
chain management terdapat beberapa masalah yang dapat mengganggu aktivitas
pada proses produksi, sehingga diperlukan solusi untuk memecahkan
permasalahan tersebut. Solusi yang diperoleh telah didiskusikan terlebih dahulu
dengan pembimbing lapang pada PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka.

Tabel 10 Permasalahan dan alternatif solusi aspek pengendalian


No Permasalahan Lokasi Alternatif solusi
1 Aktivitas seiri Ruang Diberikan tempat khusus penyimpanan
(ringkas) masih maintenance berupa rak peralatan agar mudah dicari
banyak terdapat ketika akan digunakan.
peralatan yang
belum
ditempatkan
pada tempatnya
2 Area kantin dan Kantin Perusahaan memilih beberapa petugas
alat makan yang khusus untuk kantin agar ada yang
digunakan mengontrol kebersihan area dan alat
kurang bersih makan yang digunakan. Perusahaan
juga harus memberikan pelatihan
khusus untuk menjaga kebersihan area
dan perlengkapan kantin.
3 Kurang optimal Ruang Sebaiknya dilakukan training yang
diterapkanya produksi dan diberikan oleh perusahaan kepada
aktivitas 5R bagian ruang karyawan sejak awal masuk
pada perusahaan Teknik dan perusahaan hingga dilakukan minimal
mutu. satu tahun sekali.
44

4.5 Topik Khusus Perancangan Tata Cara dan Pengukuran Kerja

4.5.1 Ergonomi
Ergonomi sangat berguna untuk mencapai hasil yang diinginkan melalui
pekerjaan secara aman, nyaman, sehat, efektif dan efisien. Pada ergonomic
mencakup beberapa hal seperti display, antropometri dan lingkungan kerja.
1. Display
Display adalah informasi yang diberikan kedalam bentuk yang lebih
mudah untuk dilihat dan dipahami.Bentuk yang diberikan berupa informasi
yang divisualisasikan. Adapun fungsi Display yaitu untuk memberikan
informasi kepada pekerja maupun semua orang yang berada dilingkungan
sekitar pabrik agar memahami aturan yang berlaku.Informasi dalam hal ini
luas, yaitu segala bentuk rangsangan yang diterima secara langsung maupun
tidak langsung.
Setiap perusahaan tentu menyadari pentingnya Display agar memudahkan
penyampaian informasi dan meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja yang
tidak diinginkan. Maka dari itu Display akan banyak ditemukan di berbagai
pabrik termasuk di PT Wijaya Karya beton Tbk majalengka. Berikut ini adalah
beberapa Display yang ada di PT Wijaya Karya Beton Tbk majalengka dapat
dilihat pada Lampiran 8
2. Antropometri
Antropometri sangat berguna untuk mencapai hasil yang diinginkan melalui
pekerjaan secara aman, nyaman, sehat, efektif dan efisien. Pekerjaan yang
harus dilakukan oleh operator di bagian Workshop Plant 1 lebih cocok
dilakukan dengan posisi berdiri, oleh karena itu tidak disediakan kursi duduk
posisi tetap untuk operator. Namun ada beberapa pekerjaan yang harus
dilakukan dengan posisi jongkok yaitu pada saat operator membuka plastik PC
bar. Sehingga sebagian besar pekerjaan pada Workshop Plant 1 dilakukan
dengan posisi berdiri, karena pekerja harus sering berpindah tempat.
3. Lingkungan Kerja
Setiap unit kerja di PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka memiliki
kondisi lingkungan kerja yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh proses
yang dilakukan dan perbedaan mesin yang ditangani. Berikut penjelasan dari
lingkungan kerja yang berada di PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka.
a. Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi-bunyian yang tidak di kehendaki oleh telinga
manusia yang dapat mengganggu pendengaran, konsentrasi, dan komunikasi
saat bekerja. Kebisingan dapat mengganggu ketenangan operator saat
bekerja sehingga mengakibatkan pekerjaan yang dikerjakaan tidak maksimal
dan menurunkan kuantitas produk. Dalam jangka panjang juga kebisingan
dapat merusak pendengaran yang mengakibatkan rusaknya gendang telinga.
Kebisingan tertinggi di PT Wijaya Karya Beton Tbk dirasakan pada bagian
pemadatan beton atau spinning di Plant 1 sebesar 83 db. Kebisingan
bersumber dari mesin Spinning Simultan.
b. Cahaya
Cahaya adalah penerangan yang diterima operator atau pekerja saat berada
dalam lingkungan kerja. Cahaya sangat mempengaruhi penglihatan operator
terhadap suatu objek secara jelas, cepat, dan meminimalisir terjadinya
45

kesalahan saat bekerja. Pencahayaan pada area produksi di PT Wijaya Karya


Beton Tbk cukup baik. Area produksi bertipe ruangan semi outdoor
sehingga tidak perlu memerlukan lampu dalam ruangan tersebut, cukup
dengan bantuan cahaya matahari.
c. Temperatur
Setiap anggota tubuh manusia dalam keadaan normal mempunyai suhu yang
berbeda-beda.Setiap orang juga mempunyai kemampuan yang berbeda-beda
dalam menerima rangsangan suhu.Hal demikian dapat disebabkan karena
usia, jenis kelamin, suku bangsa, dan lain-lain. Suhu tertinggi di PT Wijaya
Karya Beton Tbk dirasakan pada area Plant 1 hal ini disebabkan karena
adanya proses penguapan beton sehingga suhu di ruangan menjadi
meningkat. Suhu pada Plant 1 yaitu 33C.
d. Sirkulasi udara
Tempat kerja harus mempunyai ventitasi udara yang baik. Hal tersebut
bertujuan agar area kerja mengandung oksigen yang cukup dan bebas dari
beberapa zat. Pada Workshop Plant 1 sirkulasi udara cukup baik karena
ruangan yang semi terbuka sehingga udara yang dihasilkan cukup baik.
e. Bau-bauan
Bau-bauan di tempat kerja yang menyengat dapat menggangu pekerja,
karena dapat menurunkan konsentrasi pekerja. Ruang Plant 1 tidak terdapat
bau-bauan yang menyengat karena hanya melakukan proses pengecoran dan
proses spinning.
f. Warna fasilitas
Warna ruangan pada Plant 1 berwarna silver yang berasal dari dinding
ruangan yang terbuat dari alumunium dengan kombinasi biru dari warna
besi. Warna yang ditimbulkan cukup terang namun tidak menggangu
konsentrasi para karyawan.
4. Ekonomi Gerakan
Ekonomi gerakan merupakan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan
tubuh manusia, tata letak tempat bekerja, dan peralatan pekerjaan yang
dirancang sehingga memungkinkan menghemat gerakan secara ekonomis.
Penghematan gerakan secara ekonomis yaitu menghilangkan gerakan yang
tidak diperlukan dalam bekerja seperti menghilangkan gerakan tubuh berputar,
mengambil barang yang memiliki jarak terlalu jauh sehingga sulit dijangkau
oleh pekerja, atau mengurangi gerakan patah-patah yang terdapat pada
pekerjaan sehingga memperlambat pekerjan. Berikut ekonomi gerakan pada
operator Wire Caging di Workshop Plant 1 :
a. Prinsip-prinsip ekonomi gerakan yang berhubungan dengan tubuh manusia
dan gerakan-gerakannya yaitu:
1) Gerakan tangan memulai dan mengakhiri gerakan pad saat yang sama
Gerakan tangan operator Wire Caging memulai dengan menggunakan
kedua tangan untuk mangangkat PC bar.
2) Kedua tangan tidak menganggur pada saat yang sama kecuali istirahat
Kedua tangan operator Wire Caging tidak menganggur pada waktu yang
sama pada saat operator menunggu PC bar masuk kedalam mesin Wire
Caging.
46

3) Gerakan tangan akan mudah jika satu terhadap lainnya berlawanan arah.
Gerakan tangan operator Wire Caging berlawanan arah, tangan kiri
dengan memudah mengarahkan tulangan dan tangan kanan memegang
remote control crain.
4) Pekerjaan sebaiknya dirancang lebih mudahdan jika memungkinkan
adanya irama kerja yang mengikuti irama operator.
Irama kerja pada operator sudah baik dikarenakan pekerjaan seirama
dengan operator. Misalnya gerakan membawa cincin spiral dari sudut
Workshop seirama yang terjadi pada sat pagi hari, irama pekerjaan
tersebut akan hilang pada saat siang hari dikarenakan operator sudah
mempunyai banyak pekerjaan yang lainnya.
5) Usahakan sedikit mungkin gerakan mata
Gerakan mata yang dilakukan oleh operator Wire Caging tidak terlalu
sering. Dikarenakan pada saat memasukan PC Bar kedalam mesin
membutuhkan tingkat ketelitian yang tinggi.
b. Prinsip-prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan pengaturan tata letak
yaitu:
1) Usahakan agar badan dan peralatan mempunyai tempat yang tetap
Alat perlengkapan tang dan yang lainya diletakan di sekitar operator
sehingga memudahkan untuk melakukan pengambilan.
2) Tempatkan bahan-bahan dan peralatan ditempat yang mudah, cepat,
dicapai.
Peletakan cincin spiral diletakan pada samping mesin wire caging
sehingga pada saat penggantian spiral baru memudahkan dalam
penjangkauan tersebut.
3) Mekanisme yang baik untuk menyalurkan objek yang sudah selesai
dirancang.
Penempatan tulangan langsung diletakan pada samping Workshop setelah
selesai pada proses pengelasan. Sehingga memudahkan dalam
pengambilan tulangan oleh gerobak dorong.
4) Bahan-bahan dan peralatan ditempatkan sedemikian rupa sehingga
gerakan-gerakan dapat dilakukan dengan urutan terbaik.
Urutan-urutan gerakan yang baik dalam sitem kerja dapa dilakukan
dengan menempatkan PC bar tepang pada samping mesin Wire Caging
sehingga proses pengelasan tulangan dapat dilakukan dengan cepat.
5) Tata letak dan pencahayaan sebaiknya diatur sehingga membentuk
kondisi yang baik untuk penglihatan.
Pekerja menjalankan akivitas kerja, membutuhkan pencahayaan yang
baik. Pencahayaan yang baik diperlukandalam mendukung operator
melakukan proses Wire Caging yaitu memasukan PC bar kedalam mesin.
Hal yang harus diperhatikan adalah tata letak peralatan dan alat
penerangan yang dipakai untuk menerangi area Workshop Plant 1, alat
penerangan ang digunakan sudah cukup dan sirkuasi udara yang ada
sudah memadai.
c . Prinsip-prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan perancangan
peralatan yaitu:
1) Tangan dapat dibebaskan dari semua pekerjaan bila penggunaan peralatan
yang digerakan dengan kaki dapat ditingkatkan.
47

Pekerjaan yang dilakukan operator Wire Caging di PT Wijaya Karya


Beton Tbk Majalengka tidak dapat dengan menggunakan kaki,
seluruhnya menggunakan tangan.
2) Peralatan dirancang agar mempunyai lebih dai satu kegunaan.
Suatu alat dapat dirancang memiliki beberapa kegunaan dalam
pemakaianya,maka diharapkan alat tersebut meningkatkan efisiensi dalam
bekerja. Elemen-elemen gerakan dalam proses pengelasan tulangan tiang
pancang dpat diuraikan menjadi beberapa elemen gerakan. Tidak terdapat
pemakaian alat yang mempunyai kegunaan lebih dari satu kegunaan.

4.5.2 Pengukuran kerja Operator Wire Caging dengan menggunakan


Metode Work Sampling
Pengukuran waktu baku selama PKL dilakukan pada bagian Workshop
Plant 1 khususnya pada mesin Wire Caging. Tujuan dari pengukuran waktu baku
adalah untuk menghitung standar waktu kerja operator dalam menyelesaikan
proses pembuatan tulangan dikarenakan pada bagian tersebut belum mempunyai
waktu standar untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Metode yang dipilih
adalah menggunakan metode work sampling. Hal ini dikarenakan pekerjaan
dilakukan lebih dari satu operator yang bergabung menjadi satu tim. Hal ini
berpengaruh pada sistem kerja yang terdapat di bagian Workshop Plant 1.
Operator telah mempunyai job description masing-masing, namun harus tetap
membantu pekerjaan lain dalam satu tim jika terjadi kelambatan pada pekerjaan
tersebut. Sebelum melakukan pengukuran harus dilakukan beberapa tahapan
sebagai berikut:
1. Tahapan Sebelum Melakukan Pengukuran
Pengukuran waktu baku selama PKL dilakukan pada bagian Workshop
Plant 1 khususnya pada mesin Wire Caging. Tujuan dari pengukuran waktu
baku adalah untuk menghitung standar waktu kerja operator dalam
menyelesaikan proses pembuatan tulangan dikarenakan pada bagian tersebut
belum mempunyai waktu standar untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Metode yang dipilih adalah menggunakan metode work sampling. Hal ini
dikarenakan pekerjaan dilakukan lebih dari satu operator yang bergabung
menjadi satu tim. Hal ini berpengaruh pada sistem kerja yang terdapat di
bagian Workshop Plant 1. Operator telah mempunyai job description masing-
masing, namun harus tetap membantu pekerjaan lain dalam satu tim jika terjadi
kelambatan pada pekerjaan tersebut. Sebelum melakukan pengukuran harus
dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Penetapan Tujuan Pengukuran
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam pengukuran waktu kerja
adalah menetapkan tujuan pengukuran. Tahap ini dilakukan untuk
menyesuaikan beberapa faktor yang akan mempengaruhi perhitungan. Salah
satu faktor tersebut adalah tingkatan ketelitian dan keyakinan yang
digunakan untuk perhitungan kecukupan jumlah pengamatan. Tujuan dari
pengukuran kerja adalah memperoleh waktu baku operator mesin Wire
Caging. Waktu baku dapat digunakan untuk menghitung standar maksimal
waktu kerja operator dalam menyelesaikan proses pengelasan tiang pancang
dengan menggunakan mesin Wire Caging.
48

b. Melakukan Penelitian Pendahuluan


Salah satu langkah untuk mencapai tujuan pengukuran adalah melakukan
penelitian pendahuluan. Penelitian tersebut meliputi sistem kerja dan kondisi
yang terdapat di perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan di Workshop
Plant 1 khususnya pada mesin Wire Caging sudah tergolong baik. Hal ini
dilihat dari sistem kerja yang sudah sesuai dengan job description dan
operator jarang menganggur. Selain itu kondisi lingkungan di tempat kerja
sudah bersih, cerah dan sehat.
c. Memilih Operator
Pengukuran waktu baku harus dilakukan terhadap operator yang
berkemampuan normal yaitu tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
Pemilihan operator harus dilihat dari beberapa faktor yang akan
berpengaruh terhadap perhitungan waktu baku. Salah satu faktor tersebut
adalah penguasaan cara kerja operator. Operator yang dipilih harus
menguasai pekerjaan sesuai dengan tanggung jawabnya. Pemilihan operator
yang tepat untuk pengukuran dilakukan dengan cara melakukan
perbandingan masing-masing operator di bagian mesin Wire Caging.
Berikut adalah perbandingan dua operator yang bekerja di wokshoop Plant 1
pada bagian mesin Wire Caging dapat dilihat pada Tabel 6

Tabel 11 Perbandingan operator mesin Wire Caging


No Nama Operator Pekerjaan Utama Lama Bekerja Kooperati
(Tahun) f
1 Didin Sahidin Operator mesin Wire 10 Ya
Caging
2 Asep Nandi Operator mesin Wire 9 Ya
Caging

Operator yang dipilih adalah didin Sahidin berumur 30 tahun dan sudah
bekerja selama 10 tahun. Operator ini tidak pernah berpindah ke lini
produksi lain selama di PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka. Pemilihan
tersebut berdasarkan pekerjaan utama dan penguasaan cara kerja yang
tergolong rata-rata jika dibandingkan dengan operator lain. Selain itu,
operator bekerja secara natural dan dapat diajak bekerjasama selama
pengukuran berlangsung
d. Melatih Operator
Pelatihan operator untuk pengukuran metode work sampling adalah
memberitahukan tujuan pengukuran agar tidak menimbulkan persepsi
negatif dari operator. Selain ini bertujuan agar operator dapat diajak
bekerjasama selama proses pengukuran. Hal ini akan berpengaruh pada
penguasaan cara kerja operator. Operator yang dipilih telah melakukan
pekerjaan dengan gerakan yang tidak kaku, dan tidak terlalu banyak
melakukan perancangan gerakan, sehingga dapat disimpulkan bahwa
operator telah menguasai pekerjaanya.
e. Melakukan Pemisahaan Kegiatan
Pemisahan kegiatan yang dilakukan dibagi menjadi dua yaitu kegiatan
produktif dan kegiatan non produktif. Kegiatan produktif adalah kegiatan
berdasarkan job description operator yang telah ditentukan oleh kepala jalur.
49

Sedangkan kegiatan non produktif adalah kegiatan selain job description dan
kegiatan di luar lingkup produksi yang dilakukan oleh operator. Beberapa
kegiatan non produktif yang dilakukan oleh operator adalah duduk, makan,
mengobrol dan memainkan handphone.
f. Menyiapkan Perlengkapan Pengukuran
Alat yang digunakan untuk pengukuran adalah lembar Tabel acak dan waktu
pengamatan acak. Selain itu diperlukan alat tulis untuk mencatat kegiatan
produktif maupun kegiatan non produktif yang dilakukan operator pada
waktu tertentu. Tabel acak ditentukan secara random. Cara lain untuk
memperoleh Tabel angka acak dapat melalui microsoft exel dengan
menggunakan rumus tertentu. Tabel angka acak tersebut disesuaikan dengan
urutan waktu pengamatan, sehingga diperoleh lembar waktu pengamatan
acak. Pengukuran dilakukan dengan melakukan kunjungan ke tempat kerja
operator sesuai dengan waktu pengamatan acak yang telah diperoleh.
2. Pengukuran dan Perhitungan Waktu Baku
Pengukuran waktu baku dilakukan jika tahapan sebelum pengukuran telah
selesai dikerjakan. Penyelesaian tahapan sebelum pengukuran bertujuan untuk
mempertimbangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perhitungan.
Selain ini bertujuan untuk memudahkan dalam melakukan pengukuran.
Perhitungan untuk memperoleh waktu baku akan diberikan penyesuaian dan
kelonggaran. Hal ini bertujuan agar hasil pengukuran layak dijadikan standar
untuk semua operator, sehingga perusahaan dapat mengetahui produktifitas
atau kesanggupan pekerja dalam menghasilkan produk per harinya.
Pengukuran dan perhitungan waktu kerja pada operator Wire Caging dilakukan
melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Sampling Pendahuluan
Tahapan awal untuk melakukan pengukuran waktu baku adalah membuat
sampling pendahuluan. Sampling tersebut berupa penentuan kegiatan
produktif dan kegiatan non produktif yang dilakukan operator mesin Wire
Caging dalam melakukan pekerjaanya. Kegiatan tersebut dapat dilihat pada
Tabel 12.

Tabel 12 Kegiaan Produktif dan Non produktif


No Kegiatan Produktif Kegiatan non produktif
1 Setting mesin Wire Caging Duduk
2 Persiapan membuka kemasan PC bar Makan
3 Control persediaan PC bar Mengobrol
4 Memasukan PC bar ke Mesin Wire
Caging Memainkan HP
5 Memindahkan tulangan
6 Memindahkan PC bar yang telah di Segala aktivitas pribadi
Heading di luar job description
7 Melakukan 5s
8 Memasukan cincin kedalam mesin Wire
Caging
50

Pengamatan dilakukan pada proses pengelasan pada mesin Wire Caging


dalam jam kerja normal mulai pukul 07.00-16.00 atau selama 9 jam kerja.
Namun pengukuran tersebut hanya dilakukan pada jam kerja produktif,
sehingga jam istirahat tidak perlu dihitung. Pengukuran dilakukan selama 8
hari dengan waktu pengamatan acak yang telah ditentukan pada tahapan
sebelum pengukuran. Pengamatan yang dilakukan menggunakan panjang
satuan waktu selama 5 menit dengan perhitungan sebagai berikut:

Waktu kerja : 9 jam kerja -1 jam istirahat = 8 jam kerja


Banyak pengamatan : 8 jam x 60 menit : 5 menit = 96 kali

Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui bilangan acak yang harus


<96 dan bilangan acak tidak boleh berulang. Setelah diperoleh Tabel
bilangan acak maka dilakukan pencocokan sesuai nomor urut jam yang telah
ditentukan dan akan diperoleh waktu acak yang akan membantu
menentukan waktu pengamatan kunjungan. Tabel waktu acak dan waktu
pengamatan dapat dilihat pada lampiran 13 Setelah diperoleh waktu acak,
langkah berikutnya adalah perhitungan menggunakan work sampling. Hasil
pengamatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 13

Tabel 13 Hasil pengamatan menggunakan work sampling


Kegiatan Frekuensi teramati pada hari ke Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8
Produktif 31 34 33 31 32 33 30 32 256
Machine 8 7 8 9 5 9 5 6 57
Man 23 27 25 22 27 24 25 26 199
Non 5 2 3 5 4 3 6 4 32
produktif
Jumlah 36 36 36 36 36 36 36 36 288
% 0.86 0.94 0.92 0.86 0.89 0.92 0.83 0.89
produktif

Persen produktif yang dilakukan operator dihitung per setiap hari


selama delapan hari. Perhitungan menunjukan presentase aktivitas produktif
yang dilakukan oleh operator sesuai dengan job description. Selain itu, data
tersebut digunakan untuk melengkapi keperluan perhitungan pengujian
keseragaman data.
b. Pengujian Keseragaman Data
1) Presentase produktif rata-rata

pi . . . . . . .
p = = =0.89
k

2) Jumlah pengamatan rata-rata

n = =
51

3) Batas Kontrol Atas ( BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB)


p( - p) . ( - . )
BKA = p +2√ = 0.89 + 2 √ = 0.99
n

p( -p) . ( - . )
BKB = p – 2 √ = 0.89 -2 √ = 0.78
n

Gambar 11 Grafik BKA dan BKB

Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB) merupakan
ukuran yang dapat digunakan untuk menilai keseragaman ata selama
pengamatan. Hasil perhitungan menunjukan bahwa data telah memenuhi
kriteria dan pengontrolan operator oleh kepala jalur untuk menyelesaikan
proses pengelasan sesuai waktu siklus yang diterapkan. Hal ini dikarenakan
presentase produktif tidak ada yang melewati BKA sebesar 0.99 dan BKB
dengan nilai sebesar 0.78
Hasil perhitungan pi dari hari ke-1 sampai hari ke-8 berada dalam
BKA dan BKB, sehingga semua data dapat digunakan untuk menghitung
jumlah pengamatan yang diperlukan. Jika terdapat pi yang diluar batas
kontrol, maka data pengamatan dari hari tersebut dibuang.
c. Jumlah Pengamatan yang diperlukan
Menghitung jumlah pengamatan adalah tahap yang harus dilakukan setelah
penentuan BKA dan BKB. Tingkat ketelitian yang digunakan adalah 5% dan
tingkat keyakinan 95% pada presentase produktif yang telah dilakukan.
Hasil perhitungan tersebut memiliki persyaratan ‟< seperti dibawah ini:

( - P) ( - . )
‟= = = 197.75
P .

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, menunjukan nilai N‟<


yaitu 197.75<288 sehingga dapat disimpulkan bahwa pengukuran telah
cukup.
d. Perhitungan Nilai Penyesuaian
Penyesuaian digunakan untuk menormalkan waktu siklus karena kecepatan
tidak wajar yang dilakukan oleh operator dalam bekerja. Penilaian
penyesuaian yang dilakukan menggunakan cara westinghouse yaitu
52

memberikan penilaian penyesuaian dengan mempertimbangkan 4 faktor.


Penilaian penyesuaian dapat dilihat pada Tabel 14

Tabel 14 Penyesuaian operator Wire Caging dengan metode westinghouse


Faktor Kelas Keterangan Lambang Penyesuaian
Keterampilan Average Memasukan PC bar D 0.00
kedalam mesin Wire
Caging
Usaha Good Waktu menganggur C1 +0.05
sangat sedikit
Kondisi kerja Fair Suhu mencapai 35C E -0.03
Konsistensi Average Rata-rata kecepatan D 0.00
bekerja sudah dapat
dipertahankan
Jumlah + 0.02

Tabel 14 menunjukan bahwa operator Wire Caging bekerja dalam


keadaan normal dengan penyesuaian.
Penyesuaian pertama (P1) = 1+ 0.02 = 1.02
Setelah diperoleh penyesuaian P1 menggunakan cara westinghouse maka
tahap selanjutnya adalah mencari P2 menggunakan cara objectif dengan
memperhatikan dua faktor yaitu kecepatan kerja dan tingkat kesulitan
pekerjaan. Perhitungan cara objectif dapat dilihat pada Tabel 15
Tabel 15 penyesuaian operator Wire Caging dengan cara objektif
Keadaan Keterangan Lambang Penyesuaian
Anggota badan yang Operator harus E 8
terpakai badan sering berpindah
tempat
Pedal kaki tanpa pedal Pekerjaan utama F 0
menggunakan
tangan
Penggunaan tangan kedua Memasang PC H 0
tangan mengerjakan gerakan bar kedalam Wire
yang sama Caging
Koordinasi mata dengan Mata J 2
tangan cukup dekat memperhatikan
posisi lubang
Peralatan dengan sedikit Mengarahkan P 2
control tulangan dengan
menggunakan
remote crain
Beban berat Berat PC bar saat B-3 7
diangkat ke mesin
Wire Caging
Jumlah 19
53

Penyesuaian kedua (P2) = 1+ 0.19 = 1.19


Penyesuaian pertama dan kedua sudah dikerahui, selanjutnya adalah
mengalikan penyesuaian P1 dan P2 sebagai berikut:
P= P1  P2 = 1.02  1.19 = 1 2138= 1.21

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa


total penyesuaian adalah 1.21
e. Perhitungan Nilai Kelonggaran
Selain berdasarkan keseragaman data dan kecukupan jumlah pengukuran
serta penyesuaian, menghitung penentuan waktu baku diperlukan
kelonggaran. Kelonggaran perlu ditambahkan dengan waktu normal yang
telah diperoleh sebelumnya. Kelonggaran diberikan untuk kebutuhan
pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak
dapat dihindarkan. Tujuan diberikan kelonggaran adalah untuk memenuhi
kebutuhan pekerja yang tidak termasuk kedalam pengukuran.
Berdasarkan kelonggaran tersebut adalah hasil dari pengamatan sendiri
serta pendapat dari kepala jalur yang mengacu pada kondisi lingkungan
kerja pada tempat Praktik Kerja Lapangan. Kelonggaran pribadi dapat
ditentukan dari peraturan perusahaan untuk karyawan yang menerima tamu
pada saat pekerjaan berlangsung. Kelonggaran operator Wire Caging dapat
dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh
No Faktor Pekerjaan Kelonggaran
1 Tenaga yang dikeluarkan Memindahkan tulangan 6
ringan menggunakan remote
crain dengan arahan
menggunakan tangan ke
lokasi penyimpanan.
2 Sikap kerja berdiri di atas Badan tegak, ditumpu 1
dua kaki dua kaki
3 Gerakan kerja normal Menekan pada remote 0
crain
4 Kelelahan mata *)
pandangan terputus-putus Membaca angka digital 0
pada mesin
5 Keadaan suhu tempat kerja Pekerjaan dilakukan 22.5
32oC **) tinggi pada ruangan semi
terbuka sehingga
cahaya matahari masuk
kedalam ruangan secara
langsung.
6 Keadaan atmosfer ***) Ventilasi baik 0
baik
7 Keadaan lingkungan Lingkungan kerja selalu 0
bersih, sehat dan cerah dibersihkan setelah dan
sebelum digunakan.
Jumlah 29.5
54

Kelonggaran tak terhindarkan = 5%


Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi pria = 2.5%
Kelonggaran yang diberikan kepada pekerja = 29.5% + 2.5% + 5%
= 37%

Setelah didapatkan nilai penyesuaian dan kelonggaran, tahap


selanjutnya adalah menghitung waktu siklus, waktu normal dan waktu baku
dari proses pengelasan pada mesin Wire Caging. Waktu-waktu tersebut
dihitung berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengelasan
pada mesin Wire Caging. Perhitungan waktu siklus, waktu normal, dan
waktu baku adalah sebagai berikut:

a. Jumlah pengamatan = 288


b. Jumlah produktif = 256
c. Presentase produkti f =  100 = 88.89%
d. Jumlah menit pengamatan = 8 jam x 8 hari x 60 menit = 3.840 menit
e. Jumlah menit produktif =88.89% X 3.840 menit =3.413.38 menit
f. Jumlah produksi yang dihasilkan = 128 unit
menit
g. Waktu Siklus (WS) = = 26.67 menit/unit
unit
h. Jumlah Man produktif = 0.77 x 26.67 = 20.53 menit
i. Jumlah Machine produktif = 0.23 x 26.67 = 6.13 menit
j. Faktor penyesuaian = 1.21

k. Waktu Normal (WN) = (WS man x P)+ WS machine


= (20.53 x 1.21) + 6.13
= 30.97 menit
g. Faktor kelonggaran = 37% = 0.37
h. Waktu Baku (WB) = WN + ( i x WN)
= 30.97 + ( 0.37 x 30.97)
= 42.43 menit

Perhitungan waktu-waktu tersebut menunjukan perbedaan kecepatan


penyelesaian. Hasil perhitungan waktu siklus, waktu normal dan waktu
waktu baku yang telah diperoleh mempunyai penjelasan sebagai berikut:
1. Waktu siklus adalah waktu yang paling cepat dibandingkan dengan
waktu normal dan waktu baku karena tidak mempertimbangkan
penyesuaian dan kelonggaran. Berdasarkan perhitungan tersebut,
operator harus bekerja secara terus menerus tanpa ada aktivitas lain di
luar job description yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
2. Waktu normal adalah waktu penyelesaian proses pengelasan pada mesin
Wire Caging oleh operator dalam kondisi wajar dan dengan kemampuan
rata-rata. Waktu ini diperoleh dengan memperhitungkan faktor
penyesuaian menggunakan cara westinghouse dan objectif. Namun
belum ada kelonggaran yang harus diberikan kepada operator.
3. Waktu baku adalah waktu yang dibutuhan secara wajar oleh operator
normal untuk menyelesaikan proses pengelasan tiang pancang pada
mesin Wire Caging yang dikerjakan dalam sistem kerja terbaik. Hal
55

tersebut dibuktikan dengan adanya perhitungan yang telah


mempertimbangkan faktor penyesuaian dan kelonggaran bagi pekerja.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa perusahaan
harus menggunakan waktu baku untuk menyelesaikan proses pengelasan
tiang pancang dikarenakan waktu tersebut merupakan waktu yang telah
disertakan penyesuaian dan kelonggaran. Waktu baku yang diperoleh adalah
42.43 menit untuk mengerjakan satu unit tiang pancang. Waktu ini dapat
digunakan perusahaan untuk menentukan waktu batas maksimal dalam
proses penyelesaian pengelasan.
56

5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan dalam laporan hasil Praktik Kerja Lapangan pada


PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka dapat diperoleh kesimpulan ari aspek
perancangan, perencanaan, dan pengendalian. Berikut adalah kesimpulan terkait
dengan ketiga aspek tersebut:
1. Aspek Perancangan
a. PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka merupakan perusahaan yang
memproduksi tiang pancang, tiang beton, u-ditch, box coulvert dan
bantaran jalan rel.
b. Proses Produksi tiang pancang meliputi proses perakitan tulangan,
pembuatan beton, pengecoran, penarikan besi prastres, pemadatan beton,
dan perawatan beton.
c. Kondisi lingkungan yang terdapat pada ruang produksi masih
memerlukan perbaikan khusunya suhu ruangan.
d. Perusahaan belum mempuyai waktu baku untuk operator pada bagian
mesin Wire Caging dan hasil pengukuran yang diperoleh menggunakan
metode work sampling adalah sebesar 42.43 menit.
e. Tipe tata letak yang digunakan oleh PT Wijaya Karya Beton Tbk
Majalengka adalah tata letak product layout karena mesin diletakan
berurutan sesuai fungsinya, pekerja memiliki keahlian beragam dan
lorong work station yang terdapat di pabrik tergolong sempit. PT Wijaya
Karya Beton Tbk Majalengka telah memasang Display berupa perintah,
larangan, penggunaan APD, petunjuk penggunaan peralatan.
2. Aspek Perencanaan
a. Sistem perencanaan produksi yang digunakan oleh PT Wijaya Karya
Beton Tbk Majalengka adalah make to order.
b. Jumlah karyawan di PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka sebanyak
349 orang. Jam kerja dibagi menjadi 2 yaitu kerja shift dan non shift.
Karyawan yang bekerja non shift adalah karyawan bagian office dan TM
( Teknik dan Mutu).
c. Kesehatan dan keselamatan kerja sudah dilakukan dengan baik, namun
masih perlu perbaikan terutama pada bagian Plant yang memiliki tingkat
kebisingan paling tinggi yang belum menggunakan APD untuk
melindungi telinga dari suara kebisingan akibat mesin spinning.
d. PT Wijaya Karya memberikan kesejahteraan karyawan berupa jaminan
kesehatan, BPJS, tunjangan, dan sarana olahraga.
3. Aspek Pengendalian
a. Pengendalian persediaan bahan baku menggunakan sistem ROP (reorder
point). Yaitu pemesanan dilakukan ketika berada pada jumlah minimum
persediaan.
b. Total productive maintenance yang sudah dijalankan meliputi autonomus
maintenance, periodic maintenance, prevenive maintenance, sedangkan
budaya kerja 5S masih perlu ditingkatkan khususnya pada bagian kantin
dan ruang peralatan.
57

c. Limbah yang dihasilkan terdiri dari limbah padat dan limbah cair. Limbah
padat berasal dari sisa sisa PC bar yang tidak digunakan lagi. Sedangkan
limbah cair berasal dari sisa penyemprotan pada proses spinning.
d. Supply chain management pada perusahaan telah berjalan dengan baik
karena aliran informasi, aliran barang dan aliran uang dijalankan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

5.2 Saran

1. Aspek Perancangan
a. Waktu baku yang diperoleh melalui hasil perhitungan penulis dapat
digunakan sebagai waktu standar pada operator mesin Wire Caging yang
memproduksi tiang pancang.
b. Beberapa Display dibuat semenarik mungkin dengan cara menambahkan
Gambar yang menunjukan akibat jika melanggar peraturan yang terdapat
pada Display. Hal tersebut bertujuan agar dapat mempengaruhi pekerja
agar tidak melalaikan perintah dan larangan yang terdapat pada Display.
c. Perusahaan memberikan fasilitas tambahan berupa alat yang dapat
menurunkan suhu ryang tempat pada tempat kerja Plant 1.
2. Aspek Perencanaan
a. Membuat devartemen khusus bagian K3. Sehingga memiliki sistem yang
terstruktur guna tercapainya jumlah kecelakaan kerja yang rendah.
b. Dilakukan pengamatan ulang mengenai penataan dan penambahan alat di
tempat produksi agar pemasangannya tidak menimbukan kecelakaan
kerja.
3. Aspek pengendalian
a. Karyawan membuat tempat khusus untuk menyimpan peralatan yang
sering digunakan, jarang digunakan, dan sudah tidak digunakan agar lebih
mudah untuk dicari saat hendak digunakan.
b. Perusahaan memiliki penangung jawab kantin yang akan mengatur
tentang aktivitas dan budaya kerja 5S yang diterapkannya. Selain itu
perusahaan memberikan pelatihan kepada pekerja di kantin agar tetap
menjaga lingkungan dan fasilitas kantin.
58

DAFTAR PUSTAKA

Assauri S. 2008. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta (ID): Lembaga


Penerbit Fakultas ekonomi Universitas Indonesia.
Ginting P. 2008. Sistem Pengolahan Lingkungan dan LimbahIndustri. Bandung
(ID): Yrama Widya.
Handoko TH. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Yogyakarta
(ID): BPFE.
Hasibuan HMSP. 2008. Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta (ID): Bumi
Aksara.
Heizer J, B Render.2011.Manajemen Operasi. Sungkono, Penerjemah; Chriswan,
editor. Jakarta (ID): Salemba Empat. Ed ke-9.
Kusuma H. 2004. Manajemen Produksi. Yogyakarta (ID): ANDI
Nasution MN .2004. Manajemen Mutu Terpadu. Bogor (ID): Ghalia Indonesia
Ramli S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
1801. Jakarta (ID): PT Dian Rakyat.
Sutalaksana IZ, Anggawisastra R, Tjakraatmadja JH. 2006. Teknik Tata Cara
Kerja. Bandung (ID) : Institut Teknologi Bandung.
Tampubolon PM. 2014. Manajemen Operasi dan Rantai Pasok. Jakarta (ID) :
Mitra Wacana Media.
65

LAMPIRAN
61

Lampiran 1 Kebutuhan Data dan Informasi Aspek Umum


No Aspek yang Data dan Informasi Hasil yang diharapkan
dipelajari
1 Tata Letak Lokasi perusahaan. Mengidentifikasi Tata
Letak dan Pola Aliran
Gambar layout perusahaan. Bahan
Tipe tata letak.
Pola aliran bahan.
2 Penanganan Data Gambar atau bentuk Identifikasi Gambar atau
Bahan fisik peralatan penanganan bentuk fisik peralatan
bahan yang ada pada penanganan bahan yang
perusahaan. ada
Data fungsi dan kapasitas Identifikasi fungsi dan
serta mekanisme kerja kapasitas serta mekanis
peralatan penanganan
bahan.
3 Tata Cara Perancangan peta kerja Perbaikan metode kerja
Kerja keseluruhan (Peta Proses proses produksi
Operasi, Peta Aliran Proses
dan Diagram Aliran). Evaluasi Display

Ergonomi dan Identifikasi Evaluasi alat dan tempat


Display informasi. kerja berdasarkan prinsip-
prinsip anthropometry
Identifikasi hasil kerja
manusia dan proses Evaluasi lingkungan kerja
pengendaliannya. berdasarkan ketentuan K3
yang berlaku
Identifikasi alat dan tempat
kerja.
Identifikasi lingkungan
kerja (suhu, kelembaban,
sirkulasi udara,
pencahayaan, kebisingan,
getaran, bau-bauan, dan
warna fasilitas).
4 Manajemen Penentuan jumlah tenaga Mengetahui jumlah tenaga
Sumber daya kerja. kerja dan jam kerja yang
Manusia diterapkan
Penentuan jadwal kerja. Mengetahui penggolongan
Penggolongan kerja dan kerja dan peraturan kerja.
peraturan kerja. Mengetahui sistem K3 dan
K3 (Kesehatan Keselamatan ketenagakerjan serta APD
Kerjaan) dan pada perusahaan
Ketenagakerjaan.
APD (Alat Pelindung Diri).
62

Lampiran 1 Data dan Informasi Aspek Umum (Lanjutan)


No Aspek yang Data dan Informasi Hasil yang diharapkan
dipelajari
5 Pengendalian Jenis-jenis persediaan. Dapat mengetahui jenis
Persediaan Jenis tempat atau ruang persediaan yang ada di
persediaan serta perusahaan
aktivitas
pengendaliannya. Mengetahui manajemen
Pencatatan persediaan persediaan
masuk atau keluar. Mengetahui penerapan model
pengendalian

6 Total Sistem manajemen Sistem manajemen perawatan


persediaan di perusahaan
Productive perawatan fasilitas di perusahaan
Maintenance fasilitas/mesin produksi skema praktik implementasi
1.Informasi proses TPM di perusahaan
bisnis yang dilakukan Implementasi perawatan
dan kepentingan mandiri (AM) di perusahaan
menerapkan TPM. Evaluasi pelatihan dan evaluasi
2.Kebijakan manajemen aktivitas AM yang diterapkan
perawatan. di perusahaan Evaluasi
3.Standar-standar efektifitas implementasi
perawatan yang Budaya Kerja 5 S
diterapkan.
4.Data ketersediaan
spare part dan prosedur
permintaan.
Pelaksanaan
Autonomous
Maintenance
5.Struktur organisasi
perawatan yang
diterapkan.
6.Pelatihan-pelatihan
TPM yang pernah
diperoleh atau
diterapkan.
7.Job desk dan data
personil bagian
perawatan.
8.Data jadwal dan jenis
kegiatan perawatan.
Implementasi
penggunaan
dokumentasi perawatan
(JIPM Category)
-Data cleaning map dan
defect map critical
mesin.
- Kartu-kartu kendali
dalam perusahaan.
- Data F-tags category
spreadsheet menurut
63

Lampiran 2 Kebutuhan Data dan Informasi Khusus


No Aspek Kajian Data dan Informasi Hasil yang diharapkan
1 Perancangan Peta Kerja Keseluruhan 1. Pemahaman terhadap
Peta Kerja Membuat Peta Proses proses produksi
Produksi 2. Rekomendasi
Membuat Peta Aliran Proses perbaikan proses
Membuat Peta Kelompok produksi
Kerja
Membuat Diagram Aliran
Peta Kerja Setempat
Membuat Peta Tangan Kiri
Tangan Kanan
Membuat Peta Pekerja Mesin
2 Ergonomi Mengidentifikasi Display Rekomendasi
informasi penggunaan Display
informasi berdasarkan
kaidah-kaidah Display
yang baik
Mengidentifikasi hasil kerja Rekomendasi pengaturan
manusia dan proses kerja dikaitkan dengan
pengendaliannya kelelahan, kecepatan dan
1. Proses terjadinya ketelitian kerja
kelelahan
2. Faktor kecepatan dan
ketelitian kerja
Mengidentifikasi alat dan Rekomendasi
tempat kerja pemanfaatan alat dan
tempat kerja berdasarkan
prinsip-prinsip
anthropometry
Mengidentifikasi lingkungan Rekomendasi pengaturan
kerja (suhu, kelembaban, lingkungan kerja
sirkulasi udara, pencahayaan, berdasarkan ketentuan
kebisingan, getaran mekanis, yang berlaku
bau-bauan dan warna
fasilitas)
3 Studi Menyusun elemen-elemen 1. Evaluasi studi gerakan
Gerakan gerakan suatu pekerjaan berdasarkan prinsip-
berdasarkan 17 gerakan prinsip ekonomi
therbligh gerakan,
2. Rekomendasi
perbaikan studi
gerakan
64

Lampiran 2 Kebutuhan Data dan Informasi Aspek Khusus (lanjutan)


4 Pengukuran Langkah sebelum pengukuran Persiapan sebelum
kerja 1. Penetapan Tujuan pengukuran kerja
dengan pengukuran
metode jam 2. Melakukan penelitian
henti (stop pendahuluan
watch) 3. Memilih operator
4. Melatih operator
5. Menguraikan pekerjaan atas
elemen-elemen gerakan
kerja dan perbaikannya
berdasarkan ekonomi
gerakan
6. menyiapkan alat
pengukuruan
Melakukan pengukuran Hasil pengukuran
pendahuluan berdasarkan pendahuluan
tingkat ketelitian dan keyakinan
yang diinginkan
Menghitung keseragaman data 1. Batas kontrol atas dan
dan kecukupan data batas kontrol bawah
(BKA dan BKB)
2. Jumlah kecukupan
data
3. Waktu siklus
Menghitung waktu normal Waktu normal
dengan memasukan faktor
penyesuaian
Menghitung waktu baku Waktu baku yang
dengan memasukan nilai digunakan untuk
kelonggaran 1. Memperkirakan upah
kerja
2. Estimasi biaya
produksi
3. Menetapkan dasar
untuk estimasi tujuan
produktivitas
4. Meningkatkan
performa pekerja
5. Evaluasi alternatif
proses, peralatan
65

Lampiran 2 Kebutuhan Data dan Informasi Aspek Khusus (lanjutan)


5 Pengukuran Langkah sebelum pengukuran Kersiapan sebelum
kerja 1. Menetapkan tujuan pengukuran kerja
dengan pengukuran
metode 2. Penelitian pendahuluan
sampling untuk mendapatkan sistem
pekerjaan kerja terbaik
3. Memilih operator
4. Melatih operator
5. Melakukan pemisahan
kegiatan berdasarkan
penugasan operator
6. Menyiapkan peralatan
Menentukan waktu Tabel waktu
pengamatan secara acak kunjungan/pengamatan
Melakukan pengukuran Hasil pengukuran
pendahuluan berdasarkan pendahuluan
tingkat ketelitian dan
keyakinan yang diinginkan
untuk mendapatkan jumlah
kegiatan produktif dan non
produktif
Menghitung Waktu baku yang digunakan
waktu baku untuk
dengan 6. Memperkirakan upah kerja
memasukan 7. Estimasi biaya produksi
nilai 8. Menetapkan dasar untuk
kelonggaran estimasi tujuan
produktivitas
9. Meningkatkan performa
pekerja
10. Evaluasi alternatif proses,
peralatan
66

Lampiran 3 Waktu Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan


Waktu Pelaksanaan
No Kegiatan Februari Maret April
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Perkenalan kondisi lapangan

2 Mempelajari keadaan umum


perusahaan
3 Mengamati proses produksi

4 Mempelajari aspek
perancangan:
a. Ergonomi
b. Perancangan tata letak
c. Aliran bahan
d. Analisis dan rekapan
keterkaitan aktivitas
e. Penanganan bahan
5 Perancangan tatacara dan
pengukuran kerja
6 Mempelajari aspek perencanaan:
a. Perencanaan produksi
b. Pengadaan/pembelian
c. Perencanaan SDM
d. Perencanaan mutu
e. Perencanaan K3
7 Mempelajari aspek
pengendalian:
a. Pengendalian produksi
b. Pengendalian mutu
c. Pengendalian lingkungan
d. Supply Chain
Management
e. Total Productive
Maintenance
8 Penyusunan laporan dan
evaluasi
67

Lampiran 4 Layout PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka

Pos
Satpam

Stock Yeard Stock


Yeard

Kope KP
rasi

Workshop Plant 1
Mushola

Bahan

Plant 2
Plant 1

Plant 3
baku
Split
Gudang

R. Mandor

Stock
Gudang

Yeard

Stock Bahan Bahan Bahan


Yeard baku baku baku
Par TM Split
Split pasir
kir
an

Pera
Parkiran Penimbunan
Kantin latan
loader Material
68

Lampiran 5 Alat Penanganan bahan


No Nama Alat Gambar Fungsi

berfungsi untuk memindahkan dan


mengangkut barang. Alat ini
1. Forklift
biasanya mengangkut bobot yang
sangat berat dan cukup besar.

untuk pencucian bahan baku split.


Alat ini merupakan tempat penucian
berupa split yang bekerja secara
Belt
2. otomatis, split akan berjalan
conveyor
sepanjang conveyor lalu akan di
siram oleh air yang berada di atas
nya.
sebagai alat yang digunakan untuk
memindahkan atau mengangkut
3. Truck hasil endapan limbah cair hasil dari
proses produksi yang sudah
menumpuk.

untuk memindahkan produk jadi


berupa paving block yang hendak
4. Pallet
digunakan sebagai kebutuhan dan
kegunaan pabrik

untuk memindahkan produk jadi


maupun penanganan bahan pada
proses produksi. Alat ini digunakan
untuk memindahkan produk jadi di
5. Crane stock yard pabrik maupun
pemindahan ke truck yang aka
dikirim.
69

Lampiran 5 Alat Penanganan bahan (lanjutan)


No Nama Alat Gambar Fungsi
untuk memindahkan hasil rakitan
tulangan dari Workshop menuju
Plant 1 yang selanjutkan akan masuk
Kereta
6. ke proses pengecoran. Alat ini di
dorong
kendalikan oleh bantuan tenaga
manusia dengan cara di dorong.

untuk memindahkan bahan baku


sepeti pasir dan split dari gudang
menuju proses produksi,
7. Loader memindahkan barang-barang yang
berukuran besar, dan menangani
limbah cair yang sudah tidak
digunakan lagi.

untuk memindahkan cetakan dari


divisi satu ke divisi lainnya. trolley
8. Trolley dikendalikan oleh operator yang
bekerja pada bagian divisi masing-
masing.

hand truck digunakan untuk


9. Hand truck mengangkut tabung oksigen/ gas ke
bagian Workshop.

untuk mengangkut bahan baku yaitu


10. Scrapper split dan pasir yang selanjutnya
masuk kedalam mixer pencampuran
70

Lampiran 6 Alat Pelindung Diri


Nama Fungsi
No. Gambar
APD
Sepatu yang dipakai oleh karyawan
laki-laki adalah safety shoes yang
terbuat dari karet. Hal ini bertujuan agar
terlindungnya dari hal yang tidak
1. Safety
diinginkan seperti terpeleset dan
shoes
terjatuh.

Berfungsi agar tidak terjadi hal yang


tidak diinginkan seperti tertimpa benda
2. Helm yang jatuh

Ear plug adalah APD untuk melindungi


telinga dari tingkat kebisingan > 85 Db.
Karyawan yang wajib memakai ear plug
3. Earplug
adalah karyawan yang berada pada
setiap Plant termasuk pada Plant 1.

Apron digunakan untuk melindungi


badan dari kotoran-kotoran akibat
aktivitas kerja. Perusahaan mewajibkan
pemakaian apron pada operator bagian
4. Apron pengecoran, hal ini agar melindungi
pakaian dari kotoran-kotoran yang
berasal dari adukan.

Pemakaian masker ini bertujuan untuk


melindungi hidung agar tidak menghirup
debu yang dihasilkan dari aktivitas
5. Masker pekerjaan tersebut.
71

Lampiran 6 Alat Pelindung Diri (lanjutan)


Nama
No. Gambar Fungsi
APD

untuk menghindari terjadinya


kecelakaan kerja dan
6. Sarung terlindung dari bahaya yang di
tangan pegang oleh operator.

tersebut bertujuan agar


terhindar dari percikan api
yang ditimbulkan dari proses
7. Helm pengelasan alat yang sedang
diperbaiki. Penggunaan safety
glasses biasanya dipakai pada
bagian ruang peralatan
72

Lampiran 7 Display pada PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka


No Jenis dan Nama Gambar Keterangan
1. Display Dinamis

Display yang
a. Srine digunakan pada mesin
(display stressing untuk proses
kualitatif) penarikan besi.

Display ini berfungsi


b. Timbangan untuk mengetahui
(display berat beban kendaraan
kuantitatif) supplier yang datang.

penyederhanaan dari
informasi yang
c. Remote control hoist semula berbentuk data
crane numerik, dan untuk
(display menunjukan informasi
kualitatif) dari kondisi yang
berbeda pada suatu
sistem

2. Display Statis
Display perhatian
memberikan informasi
a. Display Perhatian yang bersifat hati-hati
pada area ataualat-alat
tertentu
Larangan yang
diterapkan pada PT
Wijaya Karya Beton
b. Display Larangan Tbk antara lain,
larangan merokok di
kawasan pabrik.
73

Lampiran 8 Peta Proses Operasi Tiang Pancang


74

Lampiran 8 Peta Proses Operasi Tiang Pancang (lanjutan)


75

Lampiran 9 Peta Aliran Proses Pembuatan Tiang Pancang


PETA ALIRAN PROSES
Ringkasan Pekerjaan : Pembuatan Tiang Pancang
Sekarang Nomor Peta : 02
Kegiatan Jumlah Wakt
u Orang Bahan
Operasi 8 384,6
Pemeriksaan 1 0,75 Sekarang Usulan
Transportasi 8 13,76
Menunggu - - Dipetakan Oleh : Wiyan Nugraha
Tanggal dipetakan : 24 Februari 2017
Penyimpanan 1 -
Jarak Total
Lambang Jarak Waktu
Uraian Kegiatan (meter) (menit)
Pemotongan PC Bar 0,48
Penulangan dengan mesin 2,35
Wire Caging
Pemidahan tulangan ke kerta 4 0,83
dorong
Pemindahan tulangan ke ruang 40 1,28
produksi
Pemasangan plat sambung dan 5
sepatu pancang
Pengangkutan ke trolley untuk 4 0,68
pengecoran
Pengecoran 14,53
Pemindahan ke bagian 30 0,20
stressing
Stressing 4,5
Pemindahan ke bagian 22 0,83
spinning
Spinning 16,36
Pemindahan menuju bak 8 1,55
Penguapan 330
Pengeluaran produk dari bak 16 4
uap
Buka cetakan dan pelabelan 11,42
Pemeriksaan produk sebelum 0,75
disimpan
Pemindahan menuju stock 120 4,39
yard
Penyimpanan 2
76

Lampiran 10 Diagram Aliran Tiang Pancang


DIAGRAM ALIRAN
Pekerjaan : Pembuatan Tiang Beton / Tiang Listrik
No Peta : 03
Dipetakan Oleh : Wiyan Nugraha
Tanggal Dipetakan : 24 Februari 2017

Penyimpanan produk

1
1

Penguapan Spinning
Pembukaan penutup

7 6 5

Penyimpanan tutup cetakan


Stressing

8 4
Penandaan

Pengecoran

Perakitan Tulangan
Workshoop Plant 1

1 2 3
77

Lampiran 11 Penyesuaian Dengan Cara Objectif


Keadaan Lambang Penyesuaian
(Nilai)
Anggota Badan Yang Terpakai
Jari A 0
Pergelangan tangan dan jari B 1
Lengan bawah, pergelangan tangan dan jari C 2
Lengan atas, lengan bawah, dst D 5
Badan E 8
Mengangkat beban dari lantai dengan kaki E2 10

Pedal Kaki
Tanpa pedal, atau satu pedal dengan sumbu dibawah kaki F 0
Satu atau dua pedal dengan sumbu, tidak dibawah kaki G 5

Pengggunaan Tangan
Kedua tangan saling bantu atau bergantian H 0
Kedua tangan mengerjakan gerakan yang sama H2 18

Koordinasi Mata Dengan Tangan


Sangat sedikit I 0
Cukup dekat J 2
Konstan dan dekat K 4
Sangat dekat L 7
Lebih kecil dari 0,04 cm M 10

Peralatan
Dapat ditangani dengan mudah N 0
Dengan sedikit kontrol O 1
Perlu kontrol dan penekanan P 2
Perlu penekanan hati-hati Q 3
Mudah pecah, patah R 5

Beban Berat (Kg) Tangan Kaki


0,45 B-1 2 1
0,90 B-2 5 1
1,35 B-3 6 1
1,80 B-4 10 1
2,25 B-5 13 3
2,70 B-6 15 3
3,15 B-7 17 4
3,60 B-8 19 5
4,05 B-9 20 6
4,50 B-10 22 7
4,95 B-11 24 8
5,40 B-12 25 9
5,85 B-13 27 10
6,30 B-14 28 10
78

Lampiran 12 Kelonggaran Berdasarkan Faktor-Faktor Yang Berpengaruh


79

Lampiran 13 Waktu Pengamatan Hari Ke-1


P N P N P N
0 07.00 36 10.00 60 13.00
1 07.05 37 10.05  61 13.05
2 07.10 38 10.10  62 13.10
3 07.15 39 10.15 63 13.15
4 07.20 40 10.20  64 13.20
5 07.25 41 10.25  65 13.25
6 07.30  42 10.30 66 13.30
7 07.35 43 10.35 67 13.35
8 07.40 44 10.40  68 13.40 
9 07.45  45 10.45 69 13.45
10 07.50 46 10.50  70 13.50
11 07.55  47 10.55 71 13.55 
12 08.00 48 11.00  72 14.00
13 08.05 49 11.05  73 14.05
14 08.10  50 11.10 74 14.10 
15 08.15 51 11.15  75 14.15
16 08.20 52 11.20 76 14.20
17 08.25  53 11.25  77 14.25 
18 08.30 11.30 78 14.30
19 08.35 11.35 79 14.35 
20 08.40  11.40 80 14.40 
21 08.45 11.45 81 14.45
22 08.50 11.50 82 14.50 
23 08.55  11.55 83 14.55 
24 09.00 12.00 84 15.00
25 09.05  12.05 85 15.05 
26 09.10  12.10 86 15.10
27 09.15 12.15 87 15.15
28 09.20 12.20 88 15.20 
29 09.25  12.25 89 15.25
30 09.30 54 12.30 90 15.30 
31 09.35  55 12.35 91 15.35
32 09.40  56 12.40 92 15.40 
33 09.45 57 12.45 93 15.45
34 09.50 58 12.50 94 15.50 
35 09.55  59 12.55 95 15.55

KETERANGAN
Produktif : 31
Non Produktif :5
TOTAL :36
80

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 15 juni 1996.


Penulis yang memiliki nama lengkap Wiyan Nugraha adalah
anak ke dua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Rohana
dan Ibu Tuti S.Pd. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri
Tarikolot dan lulus pada tahun 2008, setelah itu penulis
melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Jatinunggal lulus
pada tahun 2011, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di
SMA Negeri 1 Situraja dan lulus pada tahun 2014.
Penulis melanjutkan pendidikan sebagai mahasiswa
Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Manajemen
Industri jalur Reguler. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT
Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka dengan topik pembahasan Mempelajari
Metode dan Pengukurana Kerja operator Wire Caging pada Workshop Plant 1 di
PT Wijaya Karya Beton Tbk Majalengka.
81

Anda mungkin juga menyukai