1. Saya menyatakan Laporan Akhir berjudul “Mempelajari Teknik Tata Cara dan
Pengukuran Kerja Operator Wire Caging Workshop Jalur 1 di PT Wijaya
Karya Beton Tbk PPB Pasuruan Jawa Timur” adalah benar karya saya dengan
arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun.
2. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir laporan ini.
Kata Kunci : teknik tata cara dan pengukuran kerja, work sampling, operator wire
caging workshop jalur 1, waktu baku
LAPORAN AKHIR
Laporan Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya
pada
Program Keahlian Manajemen Industri
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Ir Pramono D Fewidarto, MS
Koordinator Program Keahlian
Tanggal lulus :
i
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah senantiasa
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Akhir dengan topik teknik tata cara dan pengukuran kerja yang berjudul
“Mempelajari Teknik Tata Cara dan Pengukuran Kerja Operator Wire Caging
Workshop Jalur 1 di PT Wijaya Karya Beton Tbk Pasuruan Jawa Timur”. Praktik
Kerja Lapangan dan Laporan Akhir merupakan syarat untuk mendapatkan
kelulusan dan memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Keahlian Manajemen
Industri Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
serta membimbing selama Praktik Kerja Lapangan dan penulisan laporan ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Ir Pramono D. Fewidarto, MS selaku Koordinator Program Keahlian
Manajemen Industri.
2. Bapak Arfie Thahar, STP, MM sebagai dosen Pembimbing.
3. Seluruh dosen Program Keahlian Manajemen Industri yang telah memberikan
ilmu dan waktunya.
4. Bapak Noor Asyik, ST selaku Manager Pabrik PT Wijaya Karya Beton Tbk
PPB Pasuruan.
5. Bapak Husridal dan Bapak Supardi selaku pembimbing lapang dan seluruh
staf yang telah memberikan pengalaman serta pengetahuan selama Praktik
Kerja Lapangan.
6. Orangtua dan keluarga yang senantiasa memberikan doa serta dukungan dalam
penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan.
7. Seluruh teman-teman Program Keahlian Manajemen Industri 52 yang telah
memberi dukungan selama pembuatan Laporan akhir hingga selesai.
8. Pihak-pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah
membantu penulis menyelesaikan laporan akhir ini.
Penulis menyadari bahwa Laporan Akhir ini masih terdapat kekurangan, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis butuhkan
untuk perbaikan. Semoga laporan akhir ini dapat berguna bagi penulis dan
pembaca.
DAFTAR ISI
PRAKATA i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL v
DAFTAR LAMPIRAN v
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Manfaat 2
1.3.1 Bagi Mahasiswa 2
1.3.2 Bagi Perusahaan 2
1.3.3 Bagi Perguruan Tinggi 2
1.4 Ruang Lingkup 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Production Planning and Inventory Control (PPIC) 4
2.2 Aspek Perancangan 4
2.3 Teknik dan Tata Cara Kerja 4
2.4 Peta Kerja 4
2.5 Ergonomi 6
2.6 Ekonomi Gerakan 7
2.7 Studi Gerakan 8
2.8 Pengukuran kerja 9
2.8.1 Langkah Persiapan Pengukuran Kerja 10
.8.2 Pengukuran Work Sampling 11
2.8.3 Penyesuaian 13
2.8.4 Kelonggaran 14
3 TATA LAKSANA PRAKTIK KERJA LAPANGAN 16
3.1 Kerangka Kerja 16
3.2 Metode Praktik Kerja Lapangan 17
3.3 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan 17
4 PEMBAHASAN 19
4.1 Keadaan Umum Perusahaan 19
4.1.1 Sejarah Perusahaan 19
4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan 19
4.1.3 Struktur Organisasi 20
4.1.4 Hasil Produksi 23
4.1.5 Proses Produksi 26
4.2 Peta Kerja 28
4.3 Ergonomi 28
4.4 Ekonomi Gerakan 30
4.5 Studi gerakan 32
4.6 Pengukuran waktu kerja 32
4.6.1 Langkah Persiapan pengukuran waktu kerja metode work sampling 33
4.6.2 Perhitungan Keseragaman Data 35
4.6.3 Menghitung Jumlah Pengamatan yang diperlukan 37
4.6.4 Perhitungan Nilai Penyesuaian 38
4.6.5 Perhitungan Nilai Kelonggaran 38
4.6.6 Perhitungan Waktu Baku 39
4.6.7 Identifikasi Permasalahan dan Alternatif Solusi 41
5 SIMPULAN DAN SARAN 43
5.1 Simpulan 43
5.2 Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 45
LAMPIRAN 46
v
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Kerja Lapang 16
2 Logo Perusahaan 20
3 Struktur Organisasi PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB Pasuruan 21
4 Produk Bantalan Jembatan Rel 24
5 Produk Tiang Pancang 24
6 Produk Tiang Listrik 24
7 Produk Corrugated Concrete Sheet Pile 25
8 Produk Box Culvert 25
9 Produk U-ditch 26
10 Produk Balok Jembatan Beton (Girder) 26
11 Peta Tangan Kiri Tangan Kanan Therbligh 32
12 Grafik BKA dan BKB 37
DAFTAR TABEL
1Simbol pada peta kerja 5
2 Gerakan dasar Therbling 9
3 Rencana Pelaksanaan Kegiatan PKL 18
4 Perbandingan operator mesin Wire Caging 34
5 Kegiatan Produktif dan Non Produktif 35
6 Hasil Pengamatan Kegiatan Produktif dan Non Produktif 35
7 Penyesuaian operator Wire Caging dengan metode westinghouse 38
8 Kelonggaran operator Wire Caging 39
DAFTAR LAMPIRAN
1 Penyesuaian menurut Westinghouse 47
2 Penyesuaian dengan metode objektif 51
3 Alur proses produksi Tiang Pancang 52
4 Peta proses operasi 53
5 Peta aliran proses 54
6 Diagram alir 55
7 Display 56
8 Waktu Acak Pengamatan hari-1 59
9 Kebutuhan Data dan Informasi Topik Khusus 67
1
1 PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Kegiatan Praktik Kerja Lapangan merupakan kegiatan yang dapat
dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk melihat secara langsung kegiatan teknik tata
cara dan pengukuran kerja yang dilakukan di perusahaan tempat PKL. Tujuan
khusus melaksanaan Praktik Kerja Lapangan di PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB
Pasuruan adalah untuk mempelajari lebih mendalam mengenai ekonomi gerakan,
studi gerakan dan pengukuran waktu kerja yang nantinya akan dijadikan bahan
sebagai topik khusus saat penyusunan Laporan Akhir.
1.3 Manfaat
Kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) ini diharapkan dapat memberikan
manfaat khususnya bagi penulis, pembaca dan PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB
Pasuruan. Manfaat dari PKL ini adalah:
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.5 Ergonomi
Ergonomi ialah cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-
informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk
merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem
itu dengan baik.
Manusia dengan segala sifat dan tingkah lakunya merupakan makhluk yang
sangat kompleks. Untuk mempelajari manusia, tidak cukup ditinjau dari segi ilmu
saja. Oleh sebab itu, untuk mengembangkan Ergonomi diperlukan dukungan dari
berbagai disiplin, antara lain Psikologi, Antropolgi, Faal Kerja, Biologi, Sosiologi,
Perencanaan Kerja, Fisika, dan lain-lain. Salah satu usaha untuk mendapatkan
informasi yang lengkap mengenai kemampuan manusia dengan segala
keterbatasannya untuk bisa menerapkan Ergonomi adalah sebagai berikut:
1. Penyelidikan tentang display.
2. Penyelidikan mengenai hasil kerja manusia dan proses pengendaliannya.
3. Penyelidikan mengenai tempat kerja.
4. Penyelidikan mengenai lingkungan fisik.
Secara umum lingkungan fisik terjadi dalam dua kelompok, yaitu lingkungan
yang langsung berhubungan dengan pekerja (seperti stasiun kerja, kursi, meja, dan
sebagainya) dan lingkungan umum (seperti rumah, kantor, pabrik, sekolah,
komunitas, dan lain-lain). Kategori kedua, yaitu lingkungan perantara, dapat juga
disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, yaitu:
1. Temperatur
Tubuh manusia masih dapat menyesuaikan diri dengan temperatur luar
jika perubahan temperatur luar tubuh tidak melebihi 20% untuk kondisi panas
dan 35% untuk kondisi dingin, semuanya dari keadaan normal tubuh.
Apabila temperatur udara terlampau panas dibandingkan temperatur normal
tubuh, maka akan menerima panas akibat konveksi dan radiasi jauh lebih
besar dari kemampuan tubuh untuk mendinginkan dirinya melalui sistem
penguapannya. Ini menyebabkan temperatur tubuh menjadi ikut naik dengan
lebih tingginya temperatur udara.
2. Kelembaban
Kelembaban yang dimaksud adalah banyaknya air yang terkandung
dalam udara, biasanya dinyatakan dalam persen. Kisaran kelembaban yang
normal adalah 60-70 %.
3. Sirkulasi udara
Untuk menjaga agar udara di sekitar tempat kerja tetap sehat dalam arti
kata cukup mengandung oksigen dan bebas dari zat-zat yang bisa
mengganggu kesehatan, harus dipikirkan tentang sirkulasi udara yang
baik,sehingga udara kotor bisa diganti dengan udara segar dan bersih, yang
biasanya dilakukan melalui ventilasi.
7
4. Pencahayaan
Kemampuan mata untuk dapat melihat obyek dengan jelas ditentukan oleh
ukuran obyek, derajat kontras, luminensi, dan lamanya melihat.
5. Kebisingan
Kebisingan dalam jangka panjang dapat mengganggu ketenangan bekerja,
merusak pendengaran, dan dapat menimbulkan kesalahan komunikasi. Ada
tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi yang bisa menentukan
tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu lama, intensitas, dan frekuensi.
Kantor yang gaduh menghasilkan intensitas yang kuat dengan 70 dB,
sedangkan bunyi mesin uap menghasilkan intensitas yang dapat menulikan
dengan 120 dB.
6. Getaran mekanis
Besarnya getaran ditentukan intensitas dan frekuensi getar. Getaran
mekanis dapat diartikan sebagai getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-
alat mekanik yang sebagain dari getaran ini sampai ketubuh dan
menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan pada tubuh.
7. Bau-bauan
Adanya bau-bauan dapat juga dipertimbangkan sebagai “polusi” akan
dapat mengganggu konsentrasi orang kerja. Temperatur dan kelembaban
merupakan dua faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kepekaan
penciuman.
8. Warna
Warna yang dimaksud adalah warna tembok ruangan tempat kerja, dimana
warna selain berpengaruh terhadap kemampuan mata untuk melihat objek,
warna juga berpengaruh secara psikologis yang berbeda-beda terhadap
manusia.
√ ( )
Dimana : p = Σ pi : k
n = Σ ni : k
Keterangan:
pi : persentase produktif di hari ke-i
ni : jumlah pengamatan yang dilakukan pada hari ke-i
k : harga indeks besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan
n : rata-rata jumlah pengamatan keseluruhan
Pengamatan sampling kerja maka masing-masing kejadian yang diamati
selama aktivitas berlangsung harus memiliki kesempatan yang sama untuk
diamati.
Pengujian kecukupan data adalah suatu pengujian yang berguna untuk
memastikan bahwa data yang digunakan cukup untuk digunakan sebagai bahan
penelitian, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
( ) ( )
Keterangan:
S : tingkat ketelitian yang dikehendaki (desimal).
p : persentase terjadinya kejadian yang diamati (desimal).
N : jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja.
k : harga indeks besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan
Catatan:
Tingkat kepercayaan 68% harga k = 1
13
2.8.3 Penyesuaian
Sutalaksana et al. (2006) mengemukakan bahwa penyesuaian dilakukan
dengan cara mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata dengan
suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Jika pengukur berpendapat bahwa
operator bekerja terlalu cepat maka harga p nya lebih besar dari satu (p>1), jika
operator bekerja terlalu lambat maka harga p nya akan lebih kecil dari satu (p<1),
dan apabila operator bekerja dengan wajar maka harga p nya sama dengan satu
(p=1).
Cara menentukan faktor penyesuaian menggunakan cara Westinghouse,
dimana cara tersebut mengarahkan penilaian pada empat faktor yang dianggap
menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja. Faktor tersebut antara
lain Keterampilan, Usaha, Kondisi kerja dan Konsistensi. Setiap faktor terbagi
dalam kelas–kelas dengan nilainya masing-masing.
Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara
kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya
sampai ke tingkat tertentu saja, tingkat yang merupakan kemampuan maksimal
yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Keterampilan juga dapat
14
menurun, yaitu bila terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut atau
karena sebab–sebab lain seperti kesehatan terganggu, rasa fatique yang
berlebihan, pengaruh lingkungan sosial dan sebagainya. Untuk keperluan
penyesuaian, keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri–ciri dari setiap
kelas. Tabel penyesuaian dengan metode Westinghouse dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Penyesuaian juga bisa dilakukan dengan cara objektif dan cara ini lebih melihat
jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang operator dan memperhatikan faktor
kecepatan kerja dan tingkat kesulitan pekerjaan. Kecepatan kerja adalah kecepatan
dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian biasa. Pengukur harus melakukan
penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja yang ditunjukan oleh operator. Agar
lebih jelas tabel penyesuaian dengan metode objektif dapat dilihat pada Lampiran
2.
Nilai penyesuaian dibutuhkan untuk memperoleh waktu normal. Waktu
normal adalah waktu siklus yang telah ditambahkan dengan nilai penyesuaian.
Waktu normal dihitung, yaitu dengan rumus:
Wn = Ws × p
Wn : waktu normal
Ws : waktu siklus
p : faktor penyesuaian (persentase untuk menormalkan waktu siklus)
2.8.4 Kelonggaran
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi
menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat
dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh
pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun
dihitung. Oleh karena itu, sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu
normal, kelonggaran perlu ditambahkan.
1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi disini adalah, hal-hal seperti
minum, ke kamar kecil, dan bercakap-cakap. Besarnya kelonggaran yang
diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti itu berbeda-beda dari suatu
pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda. Besarnya kelonggaran bagi pekerja pria
berbeda dari pekerja wanita, misalnya untuk pekerjaan-pekerjaan ringan pada
kondisi-kondisi kerja normal pria memerlukan 0%-2,5% dan wanita 2-5%
(persentase ini adalah dari waktu normal).
2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa keletihan (fatique)
Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik
jumlah maupun kualitas. Salah satu cara untuk menentukan besarnya
kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja
dan mencatat saat-saat dimana hasil produksi menurun. Kesulitan dalam
menentukan pada saat-saat mana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh
timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lainnya yang dapat
menyebabkan.
3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan
Seorang pekerja tidak akan lepas dari yang namanya hambatan. Ada
hambatan yang dapat dihindarkan seperti bercakap-cakap di luar kegiatan
15
kerjanya, ada pula hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada di
luar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya.
Beberapa contoh yang termasuk ke dalam hambatan tak terhindarkan adalah:
a. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.
b. Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.
c. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong
yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.
d. Mengasah peralatan potong.
e. Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.
4. Menyertakan kelonggaran dalam penghitungan waktu baku
Langkah pertama adalah menentukan besarnya kelonggaran untuk ketiga
hal diatas yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan
hambatan-hambatan yang tidak terhindarkan. Dua hal yang pertama antara lain
dapat diperolehdengan memperhatikan kondisi-kondisi yang sesuai dengan
pekerjaan yang bersangkutan. Untuk yang ketiga dapat diperoleh melalui
pengukuran khusus seperti sampling pekerja. Kesemuanya, masing–masing
dinyatakan dalam presentase, dijumlahkan dan kemudian mengalikan jumlah
ini dengan waktu normal yang telah dihitung sebelumnya.
Nilai kelonggaran dibutuhkan untuk memperoleh waktu baku. Waktu baku
adalah waktu normal yang telah ditambah dengan nilai kelonggaran. Waktu
baku dihitung, yaitu dengan rumus:
Wb = Wn ( 1 + 1)
Wb : waktu baku
Wn : waktu normal
I : kelonggaran yang diberikan pada pekerja
16
Pelaporan
Waktu Pelaksanaan
No Kegiatan Februari Maret April Mei
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
1 Perkenalan kondisi
lapangan
2 Mempelajari aspek
khusus:
a. Peta kerja
(keseluruhan dan
setempat)
b. Ergonomi
c. Ekonomi gerakan
3 Pengukuran untuk
aspek Khusus :
a. Penetapan tujuan
pengukuran
b. Melakukan
penelitian
pendahuluan
c. Memilih operator
d. Pembagian elemen
pekerjaan untuk
lini yang diamati
e. Melakukan
pengambilan data
baik dengan
metode sampling
4 Melakukan
perhitungan untuk
mendapatkan waktu
baku
5 Penyusunan laporan
dan evaluasi
19
4 PEMBAHASAN
2. Misi :
a. Menyediakan produk dan jasa yang berdaya saing dan memenuhi harapan
pelanggan.
b. Memberikan nilai lebih melalui proses bisnis yang sesuai dengan
persyaratan dan harapan pemangku kepentingan.
c. Menjalankan sistem manajemen dan teknologi yang tepat untuk
meningkatkan efisiensi, konsistensi mutu, keselamatan, dan kesehatan kerja
yang berwawasan lingkungan.
d. Tumbuh dan berkembang bersama mitra kerja secara sehat dan
berkesinambungan.
e. Mengembangkan kompetensi dan kesejahteraan pegawai.
3. Logo Perusahaan
PT Wijaya Karya Beton Tbk memiliki logo perusahaan yang digunakan
juga untuk logo produk beton yang diproduksi pada pabrik PT Wijaya Karya
Beton Tbk PPB Pasuruan. Logo perusahaan dapat dilihat pada Gambar 2.
MANAJER PABRIK
PRODUK BETON
(Noor Asyik, ST)
MANAJER
MANAJER TEKNIK PERENCANAAN MANAJER PERALATAN MANAJER KEUANGAN
MANAJER PRODUKSI
MUTU EVALUASI PRODUKSI (Eko Nurmawan M.W, dan PERSONALIA
(Husridal)
(Isma Sofianto, ST) (Hendra Prasteyo W, ST) (Ahmad Zaenudin)
ST)
Keterangan :
Garis Instruksi :
Garis Koordinasi :
pancang tipe bottom akan dipasang plat sambung pada bagian inner plate dan
sepatu pancang pada bagian end plate. Sedangkan untuk tipe middle akan
dipasang plat sambung pada bagian inner plate dan end plate. Cetakan yang
berisi rakitan tulangan yang sudah dipasang plat sambung dan sepatu pancang
akan dipindah ke trolley cor.
2. Pembuatan beton
Setelah perakitan tulangan selesai, maka proses selanjutnya yaitu
persiapan pembuatan beton. Proses tersebut dilakukan dengan mempersiapkan
bahan baku atau material yang akan dicampur pada mesin Batching Plant.
Langkah pertama yaitu melakukan penimbangan material pasir dan split lalu
masukkan kedalam bucket, menambahkan material semen yang telah
ditimbang, kemudian dituangkan kedalam mixer adukan material tersebut
hingga merata. Tambahkan kebutuhan air sesuai dengan kebutuhan dan
komposisi yang telah ditentukan oleh bagian teknik dan mutu. Penambahan
material air dilakukan secara bertahap, kemudian tambahkan admixture
kedalam mixer. Setelah semua bahan tersebut tercampur amati hingga bahan
baku secara rata tercampur.
3. Pengecoran
Adukan beton siap dimasukkan kedalam cetakan yang telah berisi
tulangan berada diatas trolley cor. Adukan beton tersebut berasal dari mixer
yang dipindahkan kedalam hopper conveyor. Penuangan adukan beton
didistribusikan secara merata dari ujung menuju ujung lainnya sepanjang
cetakan. Setelah merata menempatkan cetakan pada lokasi penutupan,
membersihkan sisa-sisa adukan yang tidak merata. Kemudian memasang tutup
cetakan atas selanjutnya pasang klem cetakan dan kencangkan baut dengan
menggunakan impact tool.
4. Stressing besi PC bar
Penarikan besi atau stressing dilakukan untuk menguji kekuatan besi pada
rakitan. Pada proses ini coupler mesin stressing simultan (MSS) dimasukkan
kedalam roda cetakan lalu dikencangkan. Penarikan besi tersebut dilakukan
secara otomatis, mesin akan berhenti apabila jarum sudah mencapai jarum
pembatas tarikan. Batas tarikan tersebut ditentukan oleh diameter beton.
Cetakan yang sudah melewati proses stressing akan diangkat menggunakan
hoist crane untuk proses selanjutnya.
5. Pemadatan beton (Spinning)
Proses pemadatan dilakukan setelah penarikan tulangan atau stressing
telah selesai. Pada proses ini beton akan dipadatkan dengan cara diputar
dengan menggunakan mesin spinning. Cetakan diletakan diatas mesin, dan
diputar bertahap selama 12 menit. Pada proses ini menghasilkan limbah padat
dan limbah cair yang kemudian dialirkan menuju bak penampungan.
6. Perawatan beton
Cetakan yang telah dilakukan proses pemadatan selanjutnya dipindahkan
ke bak uap. Tujuan dari proses penguapan agar beton cepat kering dan pada.
Satu bak uap dapat menampung kurang lebih 10 cetakan beton. Temperatur
penguapan berkisar 65-75°C. Pengaliran uap membutuhkan waktu selama 6,5
jam.
28
4.3 Ergonomi
Ergonomi ialah cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan
informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk
merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat bekerja dengan sistem yang
baik dan mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan yang efektif, aman,
sehat, nyaman, dan efisien (EASNE). PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB Pasuruan
29
untuk pengamatan yang dilakukan yaitu kondisi lingkungan kerja, display, dan
antropometri yang terdapat pada jalur 1.
1. Lingkungan kerja
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas produksi, salah
satunya yaitu lingkungan kerja. Lingkungan kerja pada PT Wijaya Karya
Beton Tbk PPB Pasuruan memiliki kondisi kerja yang berbeda-beda. Faktor-
faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja PT Wijaya Karya Beton Tbk
PPB Pasuruan diantara lain:
a. Suhu
Suhu berpengaruh terhadap tingkat produktivitas. Apabila suhu terlalu
panas atau terlalu dingin mengakibatkan kurang optimalnya pekerja dalam
beraktivitas. Setiap anggota tubuh manusia dalam keadaan normal memiliki
suhu yang berbeda-beda. Setiap manusia juga memiliki kemampuan dalam
menerima rangsangan berbeda-beda sesuai faktor yang mempengaruhinya.
Faktor yang dapat berpengaruh yaitu jenis kelamin, usia, suku bangsa, dan
lain-lain. Suhu yang terdapat pada PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB Pasuruan
dikategorikan tinggi karena terdapat pada ruangan yang terbuka
(semioutdoor). Suhu yang berada PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB Pasuruan
berkisar 32-35°C. Contoh suhu yang terdapat pada jalur 1 produksi tiang
pancang berkisar 32°C hal ini disebabkan terdapat proses penguapan beton
yang mengakibatkan suhu di ruangan tersebut meningkat.
b. Kebisingan
Kebisingan merupakan bunyi yang tidak dikehendaki oleh pendengaran
yang timbul akibat adanya kegiatan yang menghasilkan suatu bunyi yang
dapat menggangu kerja, konsentrasi, dan kesulitan berkomunikasi. Sumber
kebisingan yang terjadi di PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB Pasuruan
dihasilkan dari beberapa dari berbagai jalur salah satunya yaitu pada jalur 1.
Pada jalur tersebut sumber kebisingan berasal dari proses spinning atau
pemadatan beton sebesar 85 dB. Kebisingan tersebut diatasi dengan cara
mewajibkan setiap pekerja untuk memakai earplug sebagai alat pelindung diri
untuk meminimalisir terganggunya kesehatan pendengaran.
c. Cahaya
Cahaya merupakan hal penting karena tidak mungkin pekerja dapat
bekerja dalam kondisi gelap dan kurang pencahayaan. Pencahayaan yang baik
dapat mengurangi kelelahan mata pada pekerja dan meminimalisir terjadinya
kesalahan saat bekerja. Pencahayaan pada ruang produksi PT Wijaya Karya
Beton Tbk PPB Pasuruan cukup baik. Sumber cahaya pada siang hari berasal
dari sinar matahari sudah cukup baik karena didukung dengan ruang produksi
yang semi outdoor dan tinggi bangunan. Sedangkan pekerja shift malam hari
difasilitasi dengan adanya penerangan lampu yang cukup banyak di setiap
ruang produksi dan cadangan instalasi genset. Pengukuran cahaya yang
terdapat pada jalur 1 sebesar 300 Lux.
d. Sirkulasi Udara
Sirkulasi udara merupakan perputaran keluar masuknya udara. Sirkulasi
udara di PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB Pasuruan sudah cukup baik.
Dukungan adanya tanaman-tanaman yang diberikan di sekitar lingkungan
pabrik untuk memberi efek psikologis kesejukan akibat kelelahan kerja dan
kandungan udara kotor yang terdapat di sekitar area produksi. Bangunan pada
30
semua jalur produksi juga didukung dengan tinggi bangunan sekitar 20 meter.
Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perputaran udara
yang baik. Sedangkan di setiap ruang kantor didukung dengan fasilitas
ventilasi udara yang cukup baik dan terdapat Air Conditioner (AC).
e. Warna fasilitas
Warna ruangan pada setiap jalur produksi dominan berwarna silver yang
berasal dari dinding alumunium dengan kombinasi biru dan hijau. Warna
tersebut bertujuan memberi kesan sejuk dan luas pada setiap ruangan.
f. Bau-bauan
Bau-bauan merupakan jenis pencemaran udara apabila menganggu
penciuman dan konsentrasi kerja dan membahayakan kesehatan pekerja. Pada
ruang produksi jalur 1 terdapat bau-bauan yang berasal dari debu, material,
dan adukan beton tetai tidak menyengat. Antisipasi yang dilakukan oleh PT
Wijaya Karya Beton Tbk PPB Pasuruan mewajibkan penggunaan masker
untuk setiap pekerja.
2. Display
Display merupakan alat untuk memberikan suatu informasi kepada
pekerja dalam bekerja agar tercipta suatu lingkungan kerja yang aman. Pada
PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB Pasuruan pemasangan display terdapat di
berbagai tempat guna menyajikan informasi-informasi yang diperlukan
pekerja dalam melaksanakan aktivitasnya dan meminimalisir terjadinya
kecelakaan kerja. Display yang terdapat pada PT Wijaya Karya Beton Tbk
PPB Pasuruan dapat dilihat pada Lampiran 7.
3. Antropometri
Antropometri bertujuan untuk mencapai hasil yang diinginkan melalui
pekerjaan yang dilakukan secara efektif, aman, sehat, nyaman, dan efesien
(EASNE). Aktivitas pekerjaan yang dilakukan operator pada jalur 1 bagian
preparation workshop lebih cocok dilakukan dengan posisi berdiri. Hal
tersebut dikarenakan sebagian besar pekerjaan pada preparation workshop
dilakukan dengan posisi berdiri dan pekerja harus sering berpindah tempat,
namun perusahaan tetap menyediakan kursi untuk pekerja istirahat sejenak.
Ada beberapa pekerjaan yang harus dilakukan dengan posisi jongkok ketika
operator membuka plastik PC bar.
a. Gerakan tangan memulai dan mengakhiri gerakan pada saat yang sama.
Pekerjaan dimulai dari gerakan operator Wire Caging menggunakan kedua
tangan untuk mengangkat PC bar untuk dibuat heading.
b. Gerakan kedua tangan tidak menganggur pada saat yang sama kecuali
istirahat. Kedua tangan operator Wire Caging tidak menganggur pada
waktu yang sama pada saat operator menunnggu perpindahan PC bar dari
proses heading ke mesin wire caging.
c. Gerakan tangan akan lebih mudah jika satu terhadap lainnya berlawanan
arah. Gerakan tangan pada operator Wire Caging berlawanan arah, tangan
kiri memegang remote control tangan kanan mengarahkan tulangan.
d. Pekerjaan sebaiknya dirancang mudah dan mengikuti irama yang alamiah
bagi operator. Irama kerja pada operator sudah sesuai dengan
pekerjaannya, misal pada saat operator membawa cincin spiral pada pagi
hari karena pada siang hari irama tersebut akan hilang karena sudah
banyak pekerjaan yang harus dilakukan.
e. Gerakan mata diusahakan sedikit mungkin. Gerakan mata yang dilakukan
oleh operator Wire Caging tidak terlalu sering. Dikarenakan pada saat
memasukan PC bar kedalam mesin membutuhkan tingkat ketelitian yang
tinggi.
2. Prinsip-prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan pengaturan tata letak
tempat kerja yaitu:
a. Usahakan badan dan peralatan memiliki tempat yang tepat. Alat
perlengkapan mesin wire caging, tombol control dan lainnya diletakkan di
sekitar operator sehingga memudahkan untuk pengoperasian.
b. Tempatkan bahan-bahan dan peralatan ditempat yang mudah dan nyaman
untuk dicapai. Peletakkan cicin spiral diletakkan pada samping mesin wire
caging agar mudah dijangkau pada saat pergantian spiral yang baru.
c. Mekanisme yang baik untuk menyalurkan objek yang sudah selesai
dirancang. Penempatan hasil tulangan langsung diletakan pada samping
preparation workshop setelah selesai proses pengelasan oleh mesin wire
caging. Sehingga memudahkan dalam transportasi tulangan dengan
bantuan hoist crane dan kereta dorong.
d. Bahan-bahan dan peralatan sebaiknya ditempatkan sedemikian rupa
sehingga gerakan-gerakan dapat dilakukan dengan urutan terbaik.
3. Prinsip-prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan perancangan peralatan
yaitu:
a. Tangan dapat dibebaskan dari semua pekerjaan bila penggunaan peralatan
yang digunakan dengan kaki dapat ditingkatkan. Semua aktivitas kerja
pada operator bagian preparation workshop terutama pada operator wire
caging tidak dapat menggunakan kaki, karena seluruh kegiatan kerja
menggunakan tangan.
b. Peralatan dirancang agar memiliki lebih dari satu data kegunaan. Suatu alat
dapat dirancang memiliki beberapa kegunaan dalam pemakaianya, maka
diharapkan alat tersebut meningkatkan efisiensi dalam bekerja. Elemen-
elemen gerakan pada proses pengelasan wire caging dapat diuraikan
menjadi beberapa elemen gerakan. Tidak terdapat pemakaian alat yang
memiliki kegunaan lebih dari satu kegunaan.
32
Memegang rakitan agar terkendali Memegang G H Memegang untuk memakai Memegang tombol hoist crane
Membawa rakitan ke kereta dorong Membawa M H Memegang untuk memakai Memegang tombol hoist crane
digunakan untuk mengetahui penggunaan waktu jam kerja yang dilakukan oleh
pekerja. Selain itu, metode work sampling bertujuan untuk mengetahui tingkat
penggunaan alat atau mesin saat proses produksi berlangsung.
Pengamatan yang dipilih selama PKL pada salah satu pekerjaan PT Wijaya
Karya Beton Tbk PPB Pasuruan, yaitu pengamatan pada operator mesin Wire
Caging di jalur 1. Tujuan dari pengamatan ini untuk mengidentifikasi kegiatan
produktif dan non produktif, selain itu juga untuk mengetahui distribusi
pemakaian waktu kerja oleh mesin atau operator Wire Caging. Pengamatan
dilakukan secara tidak terus menerus harus berada di lokasi pengamatan,
melainkan pada waktu yang telah ditentukan secara acak sehingga dapat efektif
dan efisien untuk mengumpulkan informasi mengenai mesin atau operator. Tabel
acak dibuat dengan panjang satuan waktu 5 menit dengan perhitungan berikut:
Pengamatan dilakukan saat proses pengelasan pada mesin Wire Caging
dengan lama kerja di PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB Pasuruan 1 shift adalah 8
jam kerja dimulai dari pukul 07.00-15.00 WIB. Namun pengukuran waktu
tersebut hanya dilakukan pada saat jam kerja produktif, sehingga jam istirahat
tidak perlu dilakukan perhitungan. Sehingga didapatkan banyaknya jumlah
pengamatan yaitu 7 jam x 60 menit : 5 menit = 84 kali untuk satu satuan
panjangnya. Berdasarkan waktu perhitungan tersebut, pengamatan tidak boleh
lebih dari angka 84 dan angka tidak boleh berulang atau sama. Tabel bilangan
acak dibuat dengan Microsoft Excel menggunakan formula =RAND()*100.
Setelah dipilih bilangan acak maka didapatkan waktu pengamatan secara acak.
Tabel waktu kunjungan hari ke-1 untuk work sampling dapat dilihat pada
Lampiran 8.
Operator yang dipilih adalah Bapak Supadi berumur 41 tahun dan sudah
bekerja di PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB Pasuruan selama 12 tahun.
Operator dipilih berdasarkan pekerjaan utamanya dan penguasaan cara kerja
yang dianggap dapat bekerja normal dengan kemampuan rata-rata saat
dilakukan pengukuran dan mudah bekerjasama saat pengukuran berlangsung.
4. Melatih Operator
Dalam melakukan pengukuran waktu baku perlu dilakukan pelatihan
terlebih dahulu terhadap operator, karena sebelum diukur operator harus sudah
terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah ditetapkan dan dibakukan.
Selain itu bertujuan untuk melatih operator agar dapat diajak bekerjasama
selama pengukuran berlangsung. Operator mesin Wire Caging yang dipilih
telah mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan wajar dan tidak kaku,
sehingga tidak melakukan perancangan gerakan. Hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa operator yang dipilih dan dilatih telah menguasai sistem
kerja.
5. Elemen Pekerjaan
Membagi kegiatan menjadi elemen-elemen pekerjaan yang merupakan
kegiatan yang bersangkutan. Elemen pekerjaan tersebut dibagi menjadi dua,
yaitu kegiatan produktif dan kegiatan non produktif. Kegiatan ini yang
nantinya menjadi panduan selama 8 hari pengamatan pada operator mesin
Wire Caging. Dua penggolongan kegiatan produktif dan non produktif dapat
dilihat pada Tabel 5.
35
Jumlah 36 36 36 36 36 36 36 36 288
% Produktif 0.86 0.94 0.92 0.75 0.75 0.92 0.89 0.94 0.87
Selain itu, data hasil pengamatan tersebut digunakan untuk menguji keseragaman
data agar dapat dipastikan bahwa data yang dikumpulkan berasal dari satu sistem
yang sama, maka perlu dilakukan pengujian keseragaman data dengan
perhitungan sebagai berikut:
̅
Keterangan:
p = rata-rata presentase produktif
pi = presentase produktif di hari ke-i
k = jumlah hari pengamatan
̅ = 0.87
Setelah dilakukan pengujian keseragaman data, maka langkah selanjutnya
dilakukan perhitungan jumlah rata-rata pengamatan. Perhitungan tersebut
dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh jumlah rata-rata pengamatan yang
selanjutnya digunakan untuk menentukan Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas
Kontrol Bawah (BKB). Jumlah rata-rata pengamatan dapat diperoleh dengan
rumus sebagai berikut:
̅
Keterangan:
n = jumlah rata-rata pengamatan
ni = jumlah pengamatan yang dilakukan pada hari ke-i
k = jumlah hari pengamatan
̅ = 36
Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB) merupakan
ukuran yang dapat digunakan untuk melihat keseragaman data yang diperoleh
selama 8 hari pengamatan pada operator mesin Wire Caging preparation
workshop jalur 1. Dari BKA dan BKB yang diperoleh dapat dilihat apakah data
berada dalam batas control atas dan bawah, yang selanjutnya digunakan untuk
menghitung berapa banyaknya pengukuran yang diperlukan. BKA dan BKB dapat
dijelaskan dengan rumus sebagai berikut:
̅ √ ̅( ̅
̅)
̅ √ ̅( ̅
̅)
Keterangan:
BKA = Batas Kontrol Atas
BKB = Batas Kontrol Bawah
p = rata-rata presentase produktif
n = rata-rata jumlah pengamatan
( )
√ = 1.04
37
( )
√ = 0.71
Hasil perhitungan menunjukan bahwa data telah memenuhi persyaratan
dan pengontrolan operator Wire Caging untuk menyelesaikan proses pengelasan
penulangan PC bar sesuai dengan waktu siklus. Hasil perhitungan p pengamatan
hari-1 sampai dengan hari ke-8 berada dalam BKA dan BKB. Hal tersebut
dikarenakan presentase produktif tidak ada yang melewati BKA sebesar 1.04 dan
BKB sebesar 0,71. Grafik BKA dan BKB dapat dilihat pada Gambar 12.
GRAFIK BKA dan BKB
1.2
1
0.8
0.6 BKA = 1.04
0.4 x = 0.87
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Hari pengamatan ke -
Jumlah +0.02
Dari penjelasan Tabel 8 didapatkan penjelasan jumlah penyesuaian pada operator
wire caging menggunakan metode Westinghouse sebesar 2 % . Dalam melakukan
penyesuaian untuk keadaan dianggap wajar p= 1, sedangkan terhadap
penyimpangan dari keadaan kerja p-nya ditambah dengan angka-angka yang
sesuai dengan keempat faktor tersebut. Jadi dari hasil penyesuaian didapatkan
angka sebesar p= (1+0.02) = 1.02.
Keterangan:
WS : Waktu siklus
: jumlah menit produktif
: jumlah produksi selama
pengamatan
a. Jumlah pengamatan = 294
Jumlah produktif = 251
Presentase produktif =
b. Jumlah menit pengamatan = 8 hari x 7 jam x 60 menit = 3 360 menit
Jumlah menit produktif = 87.15% x 3360 menit = 2928.24 menit
2. Waktu normal
Waktu normal merupakan pekerjaan yang diselesaikan oleh pekerja dalam
kondisi wajar dan kemampuan rata-rata. Waktu normal ini yang digunakan
untuk mewakili penggunaan waktu secara keseluruhan setelah dilakukan
perhitungan dengan pertimbangan penyesuaian-penyesuaian yang ada. Untuk
memperoleh waktu normal dapat dihitung menggunakan rumus:
Wn = Ws x p
Keterangan:
Wn : waktu normal
Ws : waktu siklus
p : faktor penyesuaian = 1.02
(perhitungan pada 4.6.4)
3. Waktu baku
Langkah terakhir adalah menghitung waktu baku, setelah memperoleh
hasil perhitungan waktu siklus dan waktu normal. Waktu baku merupakan
waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh pekerja untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan yang dikerjakan dengan sistem terbaik saat itu. Waktu baku yang
perusahaan gunakan tanpa mempertimbangkan kelonggaran pada operator,
sehingga work sampling tanpa mengalikan dengan kelonggaran karena
kelonggaran pada metode work sampling dianggap merupakan waktu non
produktif operator. Hal ini menyebabkan waktu siklus dengan perhitungan non
produktif operator sudah mewakili waktu baku. Sehingga perhitungan waktu
baku sama dengan waktu normal atau seperti rumus berikut:
Wb = Wn
Keterangan:
Wb : waktu baku
Wn : waktu normal
i : kelonggaran
41
5.1 Simpulan
PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB Pasuruan merupakan suatu badan usaha
yang bergerak di bidang industri beton pracetak yang menghasilkan produk yaitu
bantalan jembatan rel (BJR), tiang pancang, tiang Listrik, Corrugated Concrete
Sheet Pile (CCSP), box culvert, u-ditch, dan girder. Hasil yang dapat penulis
simpulkan selama kegiatan PKL mengenai teknik tata cara dan pengukuran kerja
di PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB Pasuruan meliputi:
1. Peta Kerja yang terdiri dari peta proses operasi produksi Tiang Pancang maka
didapatkan total sebesar 470.95 menit, peta aliran proses didapatkan total
sebesar 478.52 menit dan dengan jarak total 155 m, dan diagram aliran sudah
sesuai dengan peta aliran proses.
2. Kondisi lingkungan kerja cukup baik untuk area kantor, tetapi kurang baik
untuk area produksi karena suhu rata-rata sebesar 32-35°C dengan tingkat
kebisingan yang tinggi sebesar 85 dB.
3. Display yang terdapat pada PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB Pasuruan yaitu
display statis dan display dinamis.
4. PT Wijaya Karya Beton Tbk sudah menerapkan Antropometri dan Ekonomi
gerakan dengan baik.
5. Pengukuran waktu kerja dilakukan pada operator mesin wire caging bagian
proses pengelasan. Pengukuran tersebut menggunakan metode work sampling
sehingga diperoleh waktu siklus sebesar 4.306 menit/unit, dengan waktu
normal dan waktu baku sebesar 4.392 menit/unit(tanpa kelonggaran).
6. Pengukuran dengan mempertimbangkan faktor kelonggaran pada operator
tersebut sebesar 19.5% menggunakan metode work sampling maka waktu
baku menjadi 5.248 menit/unit. Target produksi dengan menggunakan waktu
baku ini menjadi 80 unit/shift kerja.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
47
Poor F -0,07
Konsistensi Perfect A +0,04
Exellent B +0,03
Good C +0,01
Average D 0
Fair E -0,02
Poor F -0,04
Sumber: Sutalaksana (2006)
Untuk keperluan penyesuaian, keterampilan dibagi menjadi enam kelas
dengan ciri-ciridari setiap kelas seperti yang dikemukakan berikut.
Super skill :
1. Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya.
2. Bekerja dengan sempurna
3. Tampak telah terlatih dengan sangat baik
4. Gerakan-gerakannya halis tapi sangat cepat sehingga sangat sulit untuk diikuti.
5. Kadang-kadang terkesan tidak jauh berbeda dengan gerakan mesin.
48
6. Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lain terlampau tidak terlihat
karena lancarnya.
7. Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan merencanakan tenang apa
yang dikerjakan (sudah sangat otomatis).
Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah pekerja
yang sangat baik.
Excellent skill
1. Percaya pada diri sendiri.
2. Tampak cocok dengn pekerjannya.
3. terlihat telah terlatih baik.
4. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan penngukuran atau
pemeriksaan lagi.
5. Gerakan kerja dan urutannya dijalankan tanpa kesalahan.
6. Menggunakan peralatan dengan baik.
7. Bekerja dengan cepat tanpa mengorbankan mutu.
8. Bekerja dengan cepat tetapi dengan gerakan yang halus.
9. Bekerja berirama dan terkoordinasi.
Good skill
1. Kualitas hasil baik.
2. Bekerja tampak lebih baik dari kebanyakan pekerja pada umumnya.
3. Dapat memberi petunjuk kepada pekerja lain yang keterampilannya lebih
rendah.
4. Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap.
5. Tidak memerlukan banyak pengawasan.
6. Tiada keragu-raguan.
7. Bekerja dengan stabil
8. Gerakanya terkoordinasi dengan baik.
9. Gerakannya cepat.
Average skill
1. Tampak adanya kepecayaan pada diri sendiri.
2. Gerakannya tidak cepat tetapi tidak juga lambat.
3. Terlihat adanya pekerjaan perencanaan.
4. Tampak sebagai pekerja yang cakap.
5. Gerkannya cukup menunjukan tidak adanya keragu-raguan.
6. Mengkoordinasikan tangan dan pikiran dengan cukup baik.
7. Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk pekerjaannya.
8. Bekerja cukup teliti.
9. Secara keseluruhan cukup memuaskan.
Fair skill
1. Tampak terlatih tetapi belum cukup baik.
2. Mengenal peralatan dan lingkungan dengan secukupnya.
Poor skill
1. Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran.
2. Gerakannya kaku.
3. Terlihat ketidakyakinan pada urutan-urutan gerakan.
4. Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan.
5. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya.
6. Ragu-ragu dalam melaksanakan gerakan-gerakan kerja.
7. Sering melakukan kesalahan.
8. Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri.
9. Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.
Usaha atau effort cara Westinghouse membagi juga kelas-kelas dengan ciri-ciri
tersendiri.
Excessive effort
1. Kecepatan sangat berlebihan
2. Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan
kesehatannya.
3. Kecepatan yang ditimbulkan tidak dapat dipertahankan sepanjang hari kerja.
Excellent effort
1. Jelas terlihat kecepatannya sangat tinggi.
2. Gerakan lebih ekonomis dari pada operator pada umumnya.
3. Penuh perhatian pada pekerjaannya.
4. Banyak memberi saran.
5. Memberi saran-saran petunjuk dengan senang.
6. Pecaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu.
7. Tidak bertahan lebih dari beberapa hari.
8. Bangga atas kelebihannya
9. Gerakan yang salah terjadi sangat jarang sekali.
10. Bekerjanya sangat sistematis.
11. Karena lancarnya, perpindahan dari satu elemen lain tidak terlihat.
Good effort
1. Bekerja berirama.
2. Saat-saat menganggur sangat sedikit, bahkan kadang-kadang tidak ada.
3. Penuh perhatian pada pekerjaannya.
4. Senang pada pekerjaannya.
5. Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari.
6. Percaya pada kebaikan kegiatan pengukuran waktu.
7. Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang.
50
Average effort
1. Tidak sebaik good, tapi lebih baik dari pada poor..
2. Bekerja dengan stabil.
3. Menerima saran tapi tidak melaksanakannya.
4. Set up dilaksanakan dengan baik.
5. Melakukan kegiatan perencanaan.
Fair effort
1. Saran perbaikan diterima dengan kesal.
2. Kadang perhatian tidak ditujukan pada pekerjaannya.
3. Kurang sungguh-sungguh.
4. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya.
5. Terjadi sedikit penyimpangan dari kerja baku.
6. Alat-alat yang dipakai tidak selalu yang terbaik.
7. Terlihat adanya kecenderungan kurag perharian pada pekerjaannya.
8. Terlampau hati-hati.
9. Sistematika kerjanya sedang saja.
10. Gerakannya tidak terencana.
Poor effort
1. Banyak membuang-buang waktu.
2. Tidak memperhatikan adanya minat bekerja.
3. Tidak mau menerima saran.
4. Tampak malas dan lambat bekerja.
5. Melakukan gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat-alat dan bahan.
6. Tempat kerjanya tidak diatur rapi.
7. Tidak peduli pada cocok/baik tidaknya peralatan yang dipakai.
8. Mengubah-ubah tata letak tempat kerja yang telah diatur.
9. Set up kerjanya terlihat tidak baik.
Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu, Ideal, Excellent, Good,
Average, Fair, dan Poor. Kondisiyag tidak ideal tidak selalu sama setiap
pekerjaan karena berdasarkan karakteristiknya masing-masing pekerja
membutuhkan kondisi ideal sendiri-sendiri. Pada dasarnya kondisi ideal
adalah kondisi yang paling cocok untuk yang bersangkutan.Konsistensi juga
dibagi menjadi enam kelas yaitu Perfect, Excellent, Good, Average, Fair, dan
Poor.
51
Pengeluaran dan
penandaan produk
53
Penimbangan
dan Pemotongan 2 O-1
2 O-9 1 O-2 Persiapan cetakan
pencampuran PC bar
bahan baku
Pengadukan Penulangan
6 O-10 3.58 O-3
adonan dengan mesin
wire caging
12 O-15 Spinning
Penyimpanan di stockyard
54
Pemeriksaan
Penguapan
Stockyard
Spinning
16 15
Stressing
Preparation Workshop jalur 1 14
Penyimpanan tutup
17
cetakan
Pengencangan Penutupan
impact tolols
Cutting & Perakitan tulangan Pemasangan plat sambung
Wire Caging
baut
Heading
4 5 13
Persiapan cetakan
3 2
1
cetakan Pengecoran
6 Pelumasan 12
cetakan
7 Pemasukan 11
cetakan
Pengencangan
8 mur
simultan
Pembuatan Adonan
56
Lampiran 7 Display
Display Gambar Lokasi Keterangan
Kegiatan Jumlah
Produktif 31
Non Produktif 5
60
Kegiatan Jumlah
Produktif 34
Non Produktif 2
61
Kegiatan Jumlah
Produktif 33
Non Produktif 3
62
Kegiatan Jumlah
Produktif 27
Non Produktif 9
63
Kegiatan Jumlah
Produktif 27
Non Produktif 9
64
Kegiatan Jumlah
Produktif 33
Non Produktif 3
65
Kegiatan Jumlah
Produktif 32
Non Produktif 4
66
Kegiatan Jumlah
Produktif 34
Non Produktif 2
67
RIWAYAT HIDUP