Bogor, 2018
Judul Laporan Akhir : Perancangan Tata Cara dan Pengukuran Kerja Proses
Cutting Material pada PT Prowell Energi Indonesia di
Cikarang Bekasi
Nama : Femita Felicia Firman
NIM : J3K115047
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus :
i
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis.
Pembuatan dan penyelesaian Laporan Akhir ini sebagai syarat untuk
melaksanan Praktik Kerja Lapangan Program Studi Manajemen Industri Program
Diploma Institut Pertanian Bogor pada Februari sampai dengan April 2018.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Annisa Kartinawati, STP, MT selaku dosen pembimbing Praktik Kerja
Lapangan.
2. Bapak Ir Pramono D Fewidarto, MS selaku Ketua Program Studi
Manajemen Industri dan tim dosen Manajemen Industri.
3. Bapak Ibnu Fajar selaku pembimbing lapangan dan seluruh karyawan PT
Prowell Energi Indonesia.
4. Bapak Firman Dolly dan Ibu Nenti Rizawati Romly selaku orang tua dan
keluarga penulis.
5. Seluruh teman Manajemen Industri yang mendukung penyelesaian proposal
ini.
DAFTAR TABEL
1 Lambang operasi 6
2 Gerakan dasar Therblig 10
3 Data temperatur di Workshop PT Prowell Energi Indonesia pada
Februari 2018 29
4 Data persentase kelembaban di Workshop PT Prowell Energi Indonesia
pada Februari 2018 29
5 Data intensitas cahaya di Worksop PT Prowell Energi Indonesia pada
Februari 2018 30
6 Data intensitas bunyi di Workshop PT Prowell Energi Indonesia pada
Maret 2018 31
7 Display dinamis di Workshop PT Prowell Energi Indonesia 33
8 Elemen gerakan proses cutting material 34
9 Data waktu pengukuran pekerjaan sebelum pemotongan square tube
ASTM A500 GR B 37
10 Data waktu pengukuran pekerjaan setelah pemotongan square tube
ASTM A500 GR B 37
11 Nilai penyesuaian 42
12 Nilai kelonggaran 44
13 Identifikasi masalah dan altenatif solusi 45
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
yaitu aspek umum dan aspek khusus. Aspek khusus yang dikaji oleh penulis
adalah aspek perancangan, yaitu Teknik Tata Cara dan Pengukuran Kerja di PT
Prowell Energi Indonesia. Batasan topik tersebut, antara lain:
1. Peta kerja, yaitu PPO, PAP dan Diagram Alir.
2. Ergonomi, yaitu mempelajari kenyamanan media dan posisi kerja operator.
3. Studi gerakan.
4. Menghubungkan aspek ergonomi dan studi gerakan dengan ekonomi gerakan.
5. Lingkungan pada area kerja.
6. Display yang terdapat di lingkungan pabrik.
7. Pengukuran waktu siklus, waktu normal dan waktu baku.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Teknik tata cara kerja adalah ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan
prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancangan (desain) terbaik dari sistem kerja.
Teknik dan prinsip-prinsip ini digunakan untuk mengatur komponen-komponen
sistem kerja yang terdiri dari manusia dengan sifat dan kemampuan-
kemampuannya, bahan, perlengkapan dan peralatan kerja, serta lingkungan kerja
sedemikian rupa sehingga dicapai efisiensi dan produktivitas yang tinggi yang
diukur dengan waktu yang dihabiskan, tenaga yang dipakai, serta akibat-akibat
psikologis dan sosiologis yang ditimbulkannya.
Teknik tata cara merupakan hasil perpaduan antara teknik-teknik
pengukuran waktu dan prinsip-prinsip studi gerakan. Prinsip yang ada juga
menyangkut prinsip lain dan perancangan sistem kerja, seperti perancangan tata
letak tempat kerja dan peralatan dalam lingkungannya dengan manusia pekerjanya
(Sutalaksana et al. 2006).
5
Menurut Sutalaksana et al. (2006), ruang lingkup ilmu teknik tata cara
dapat dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu pengaturan kerja dan pengukuran
kerja. Peraturan kerja berisi prinsip-prinsip mengatur komponen-komponen sistem
kerja untuk mendapatkan alternatif-alternatif sistem kerja terbaik yang dapat
memberikan efisiensi dan produktivitas tertinggi. Bagan keseluruhan teknik tata
cara kerja dapat dilihat pada Gambar 1.
Pekerja
Bahan/mesin Beberapa alternatif Alternatif
Peralatan sistem kerja
Lingkungan
Sistem kerja
2.5 Ergonomi
Manusia dengan segala sifat dan tingkah lakunya merupakan mahluk yang
sangat kompleks. Untuk mempelajari manusia, tidak cukup ditinjau dari segi ilmu
saja. Oleh sebab itu, untuk mengembangkan Ergonomi diperlukan dukungan dari
berbagai disiplin, antara lain Psikologi, Antropolgi, Faal Kerja, Biologi, Sosiologi,
Perencanaan Kerja, Fisika, dan lain-lain. Salah satu usaha untuk mendapatkan
informasi yang lengkap mengenai kemampuan manusia dengan segala
keterbatasannya untuk bisa menerapkan Ergonomi adalah sebagai berikut:
1. Penyelidikan tentang display.
2. Penyelidikan mengenai hasil kerja manusia dan proses pengendaliannya.
3. Penyelidikan mengenai tempat kerja.
4. Penyelidikan mengenai lingkungan fisik.
Secara umum lingkungan fisik terjadi dalam dua kelompok, yaitu
lingkungan yang langsung berhubungan dengan pekerja (seperti stasiun kerja,
kursi, meja, dan sebagainya) dan lingkungan umum (seperti rumah, kantor,
pabrik, sekolah, komunitas, dan lain-lain). Kategori ke-dua, yaitu lingkungan
perantara, dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi
manusia, yaitu:
a. Temperatur
Tubuh manusia masih dapat menyesuaikan diri dengan temperatur luar jika
perubahan temperatur luar tubuh tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan
35% untuk kondisi dingin, semuanya dari keadaan normal tubuh. Apabila
temperatur udara terlampau panas dibandingkan temperatur normal tubuh,
makan akan menerima panas akibat konveksi dan radiasi jauh lebih besar dari
kemampuan tubuh untuk mendinginkan dirinya melalui sistem
penguapannya. Ini menyebabkan temperatur tubuh menjadi ikut naik dengan
lebih tingginya temperatur udara.
b. Kelembaban
Kelembaban yang dimaksud adalah banyaknya air yang terkandung dalam
udara, biasanya dinyatakan dalam persen.
c. Sirkulasi udara
Untuk menjaga agar udara di sekitar tempat kerja tetap sehat dalam arti kata
cukup mengandung oksigen dan bebas dari zat-zat yang bisa mengganggu
kesehatan, harus dipikirkan tentang sirkulasi udara yang baik,sehingga udara
kotor bisa diganti dengan udara segar dan bersih, yang biasanya dilakukan
melalui ventilasi.
d. Pencahayaan
Kemampuan mata untuk dapat melihat obyek dengan jelas ditentukan oleh
ukuran obyek, derajat kontras, luminensi, dan lamanya melihat.
e. Kebisingan
Kebisingan dalam jangka panjang dapat mengganggu ketenangan bekerja,
merusak pendengaran, dan dapat menimbulkan kesalahan komunikasi. Ada
tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi yang bisa menentukan
tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu lama, intensitas, dan frekuensi.
Kantor yang gaduh menghasilkan intensitas yang kuat dengan 70 dB,
sedangkan bunyi mesin uap menghasilkan intensitas yang dapat menulikan
dengan 120 dB.
8
f. Getaran mekanis
Besarnya getaran ditentukan intensitas dan frekuensi getar. Getaran mekanis
tidak gteratur baik dalam intensitas ataupun frekuensinya.
g. Bau-bauan
h. Warna
Warna yang dimaksud adalah warna tembok ruangan tempat kerja, dimana
warna selain berpengaruh terhadap kemampuan mata untuk melihat objek,
warna juga berpengaruh secara psikologis yang berbeda-beda terhadap
manusia.
Menurut Ahyari (1994), penggunaan warna dalam ruang kerja di perusahaan
mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap produktivitas kerja para
karyawan perusahaan. pemilihan warna yang cerah untuk warna dasar di
dalam ruang kerja belum tentu akan mendorong produktivitas karyawan
perusahaan yang bersangkutan. Demikian pula pemilihan warna yang gelap,
juga belum tentu akan menurunkan produktivitas kerja karyawan. Warna
yang cerah akan menimbulkan memantulkan sinar kembali dalam jumlah
yang lebih banyak dibandingkan dengan warna-warna gelap.
jam biasa. Di bawah ini adalah sebagian langkah yang perlu diikuti agar maksud
di atas dapat tercapai:
1. Penetapan Tujuan Pengukuran
Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan
kegiatan harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal–hal
yang penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah peruntukan
penggunaan hasil pengukuran, tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang
diinginkan dari hasil pengukuran tersebut.
2. Melakukan Penelitian Pendahuluan
Tujuan yang ingin dicapai dari pengukuran waktu adalah memperoleh waktu
yang pantas untuk diberikan kepada pekerja dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan. Tentu suatu sistem kerja dengan kondisi yang telah ada selama ini
termasuk di antara yang dapat dicarikan waktu yang pantas tersebut. Artinya
akan didapat juga waktu yang pantas untuk menyelesaikan pekerjaan, namun
dengan kondisi yang bersangkutan itu. Suatu perusahaan biasanya
menginginkan waktu kerja yang sesingkat–singkatnya agar dapat meraih
keuntungan yang sebesar–besarnya. Keuntungan demikian tidak akan
diperoleh jika kondisi kerja dari pekerjaan–pekerjaan yang ada di perusahaan
tersebut tidak menunjang tercapainya hal tadi.
3. Memilih Operator
Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang
begitu saja diambil dari tempat kerja. Orang ini harus memenuhi beberapa
persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan dengan baik dan dapat
diandalkan hasilnya. Syarat–syarat tersebut adalah berkemampuan normal
dan dapat diajak bekerjasama. Jika jumlah pekerja yang tersedia di tempat
kerja yang bersangkutan berjumlah banyak dan kemampuan mereka
dibandingkan akan terlihat perbedaan di antaranya dari yang berkemampuan
rendah sampai tinggi. Pada umumnya orang–orang yang berkemampuan
rendah dan tinggi itu jumlahnya sedikit, sementara orang yang
berkemampuan rata–rata jumlahnya banyak.
Kembali pada tujuan mengukur waktu baku, yaitu untuk mendapatkan waktu
penyelesaian, maka dengan melihat kenyataan kemampuan pekerja seperti
ditunjukan tadi jelaslah orang yang dicari bukanlah orang yang
berkemampuan tinggi atau rendah, karena orang–orang yang demikian hanya
meliputi sebagian kecil sajadari seluruh pekerja yang ada. Jadi, yang dicari
adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang secara wajar diperlukan oleh
pekerja normal dan ini merupakan orang–orang yang berkemampuan rata–
rata. Dengan demikian pengukur harus mencari operator yang memenuhi hal
tersebut.
4. Melatih Operator
Walaupun operator yang baik telah didapat, kadang-kadang masih diperlukan
adanya latihan bagi operator tersebut terutama bila kondisi dan cara kerja
yang dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator. Hal ini
terjadi jika pada saat penelitian pendahuluan kondisi kerja atau cara kerja
sesudah mengalami perubahan. Dalam keadaan ini operator harus dilatih
terlebih dahulu karena sebelum diukur operator harus sudah terbiasa dengan
kondisi dan cara kerja yang telah ditetapkan dan dibakukan. Harap diingat
bahwa yang dicari adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang didapat dari
12
suatu penyelesaian wajar dan bukan penyelesaian dari orang yang bekerja
kaku dengan berbagai kesalahan.
5. Menguraikan Pekerjaan Atas Elemen Pekerjaan
Ada beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya melakukan penguraian
pekerjaan atas elemen–elemennya. Pertama, untuk mejelaskan catatan tentang
tata cara kerja yang dibakukan. Pada langkah kedua di atas telah
dikemukakan bila kondisi dan cara kerja yang telah (dianggap) baik
dibakukan, dinyatakan secara tertulis untuk kemudian digunakan sebagai
pegangan sebelum, pada saat–saat dan sesudah pengukuran. Salah satu cara
membakukan cara kerja adalah dengan membakukan pekerjaan berdasarkan
elemen–elemennya. Alasan kedua adalah untuk memungkinkan melakukan
penyesuaian bagi setiap elemen karena keterampilan bekerjanya operator
belum tentu sama dengan bagian dari gerak–gerakan kerjanya. Alasan ketiga
adalah untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku
yang mungkin saja dilakukan pekerja. Alasan keempat adalah untuk
memungkinkan dikembangkannya data waktu standar untuk tempat kerja
bersangkutan.
Pengukuran
Pendahuluan
Pengujian Keseragaman
dan Kecukupan Data
N’ = N +
n
Tidak
Buang Data BKB ≤ x̅ N’ ≤ N
Ekstrem ≤ BKA
Tidak
Ya
Ya
Waktu
BKA
x̿
BKB
Sub-Group
0
Jika semua rata-rata sub grup berada dalam batas kontrol maka semua nilai
Gambar 3 Contoh bagan kendali
yang ada dapat digunakan untuk menghitung banyaknya pengukuran atau tingkat
kecukupan data yang diperlukan dengan memepertimbangkn tingkat ketelitian dan
tingkat keyakinan. Tingkat telitian menunjukan penyimpangan maksimum hasil
pengukuran dari waktu penyelesaian. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukan
besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil pengukurn yang diperoleh telah
memenuhi syarat ketelitian. Dapat disimpulkan bahwa tingkat keyakinan dan
tingkat ketelitian adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan setelah
memutuskan melakukan pengukuran dalam jumlah tertentu. Kecukupan data
dapat dicari dengan rumus:
2
𝑘 2 2
√N ∑ Xj − (∑ Xj)
N′ = [ 𝑠 ]
∑ Xj
N′ : jumlah pengamatan yang dibutuhkan
N : jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan
Xj : waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan
telah dilakukan
k : konstanta sesuai tingkat keyakinan
s : tingkat ketelitian
Seandainya jumlah pengukuran yang diperlukan ternyata masih lebih besar
dari pada jumlah pengukuran yang telah dilakukan (N’>N), maka pengukuran
tahap ketiga harus dilakukan. Pada tahap ini urutan pekerjaan tetap sama dengan
tahap-tahap sebelumnya. Demikian seterusnya hingga jumlah pengukuran yang
diperlukan sudah dilampaui oleh jumlah yang telah dilakukan (N’ N).
Bila pengukuran waktu telah selesai, yaitu semua data yang didapat
memiliki keseragaman yang dikehendaki, dan jumlah telah memenuhi tingkat-
tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan
pengukuran waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga
memberikan waktu siklus waktu normal dan waktu baku.
Waktu siklus dihitung, yang tidak lain adalah waktu penyelesaian rata-rata
selama pengukuran:
∑x
Ws = N i
15
2.8.4 Penyesuaian
Sutalaksana et al. (2006) mengemukakan bahwa penyesuaian dilakukan
dengan cara mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata dengan
suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Jika pengukur berpendapat bahwa
operator bekerja terlalu cepat maka harga p nya lebih besar dari satu (p>1), jika
operator bekerja terlalu lambat maka harga p nya akan lebih kecil dari satu
(p<1),dan apabila operator bekerja dengan wajar maka harga p nya sama dengan
satu (p=1).
Cara menentukan faktor penyesuaian menggunakan cara Westinghouse,
dimana cara tersebut mengarahkan penilaian pada empat faktor yang dianggap
menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja. Faktor tersebut antara
lain Keterampilan, Usaha, Kondisi kerja dan Konsistensi. Setiap faktor terbagi
dalam kelas–kelas dengan nilainya masing-masing.
Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara
kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya
sampai ke tingkat tertentu saja, tingkat yang merupakan kemampuan maksimal
yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Keterampilan juga dapat
menurun, yaitu bila terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut atau
karena sebab–sebab lain seperti kesehatan terganggu, rasa fatique yang
berlebihan, pengaruh lingkungan sosial dan sebagainya. Untuk keperluan
penyesuaian, keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri–ciri dari setiap
kelas.
Penyesuaian juga bisa dilakukan dengan cara objektif dan cara ini lebih
melihat jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang operator dan memperhatikan
faktor kecepatan kerja dan tingkat kesulitan pekerjaan. Kecepatan kerja adalah
kecepatan dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian biasa. Pengukur harus
melakukan penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja yang ditunjukan oleh
opertor (Sutalaksa et al. 2006).
Nilai penyesuaian dibutuhkan untuk memperoleh waktu normal. Waktu
normal adalah waktu siklus yang telah ditambahkan dengan nilai penyesuaian.
Waktu normal dihitung, yaitu dengan rumus:
Wn= Ws × p
16
Wn : waktu normal
Ws : waktu siklus
p : faktor penyesuaian (persentase untuk menormalkan waktu siklus)
2.8.5 Kelonggaran
Menurut Sutalaksana et al. (2006), kelonggaran diberikan untuk tiga hal
yaitu untuk kebutuhan pribadi menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-
hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang
secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati,
diukur, dicatat ataupun dihitung. Oleh karena itu, sesuai pengukuran dan setelah
mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan.
1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi disini adalah, hal-hal seperti minum, ke
kamar kecil, dan bercakap-cakap. Besarnya kelonggaran yang diberikan
untuk kebutuhan pribadi seperti itu berbeda-beda dari suatu pekerjaan ke
pekerjaan lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda. Besarnya kelonggaran bagi pekerja pria berbeda dari pekerja
wanita, misalnya untuk pekerjaan-pekerjaan ringan pada kondisi-kondisi
kerja normal pria memerlukan 0%-2,5% dan wanita 2-5% (persentase ini
adalah dari waktu normal).
2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa keletihan (fatique)
Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik
jumlah maupun kualitas. Salah satu cara untuk menentukan besarnya
kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja
dan mencatat saat-saat dimana hasil produksi menurun. Kesulitan dalam
menentukan pada saat-saat mana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh
timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lainnya yang dapat
menyebabkan.
3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan
Seorang pekerja tidak akan lepas dari yang namanya hambatan. Ada
hambatan yang dapat dihindarkan seperti bercakap-cakap di luar kegiatan
kerjanya, ada pula hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada di
luar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya.
Beberapa contoh yang termasuk ke dalam hambatan tak terhindarkan adalah:
a. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.
b. Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.
c. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong
yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.
d. Mengasah peralatan potong.
e. Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.
4. Menyertakan kelonggaran dalam penghitungan waktu baku
Langkah pertama adalah menentukan besarnya kelonggaran untuk ketiga hal
diatas yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan
hambatan-hambatan yang tidak terhindarkan. Dua hal yang pertama antara
lain dapat diperolehdengan memperhatikan kondisi-kondisi yang sesuai
dengan pekerjaan yang bersangkutan. Untuk yang ketiga dapat diperoleh
melalui pengukuran khusus seperti sampling pekerja. Kesemuanya, masing–
17
Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan aspek umum dan aspek khusus
Teknik Tata Cara dan Pengukuran Kerja
Pelaporan
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer merupakan data yang berasal dari observasi dan wawancara langsung pada
tempat Praktik Kerja Lapangan, sedangkan data sekunder merupakan data yang
berasal dari internet dan dokumen perusahaan. Metode pengumpulan data yang
dipakai adalah:
1. Observasi atau pengamatan secara langsung pada proses produksi dan kondisi
lingkungan kerja.
2. Wawancara secara langsung dengan Manager PPIC, Manager Produksi dan
Fabrikasi, Supervisor machining, bagian logistik, dan operator mesin terkait
proses produksi, kondisi lingkungan kerja, dan tata cara proses cutting.
3. Studi Literatur dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari studi
literatur yang ada pada perusahaan yang terkait dengan aspek yang dipelajari.
.
20
PPIC Manager
Admin
Logistic
Asst. Planner
Material Cutting
Warehouse
Control Operator
1. PPIC Manager
Departemen PPIC dikepalai oleh seorang Manajer PPIC yang memiliki tugas
sebagai berikut:
a. Mengatur proyek dari awal proyek diterima hingga proyek selesai (project
review, production plan, dan production process control)
b. Menjadi penghubung antara manajemen puncak ke tingkat grassroot dan
sebaliknya
c. Evaluasi kinerja personal
d. Coaching dan bimbingan subordinat
2. Admin
Manajer PPIC dalam pekerjaannya dibantu oleh seorang Admin PPIC untuk
mengumpulkan dan mendata segala dokumen yang berada di Departemen
PPIC. Adapun tugas Admin PPIC adalah:
a. Mengisi monthly Work Order Routing Sheet (WORS)
b. Mengumpulkan dan mengelompokan WORS yang telah kembali dari QC
c. Menerima BOM dan drawing dari Departemen Engineering
d. Follow up MRP menjadi MR dan MR menjadi PO
e. Handover MRP ke logistic
f. Handover MR ke purchasing
3. Process Engineer Supervisor
Supervisor Process Engineer merupakan pengawas staf logistik dalam proses
engineer dan memiliki tugas sebagai berikut:
a. Mengembangkan proses produksi yang efisien
b. Meninjau data untuk penelitian dan informasi
c. Meninjau proses serta menilai kelayakan dan efisiensi peralatan teknik
d. Menilai ketersediaan bahan baku serta keamanan dan dampaknya terhadap
lingkungan pabrik
e. Mengelola biaya dan kendala waktu proyek
f. Menyeleksi, mengelola, dan bekerja dengan subkontraktor
4. Planner
Posisi planner ditujukan untuk membuat jadwal proses produksi, selain itu
seorang planner juga bertugas untuk:
a. Follow up BOM dan drawing dari Departemen Engineering
b. Membuat MRP
c. Membuat WORS
d. Mempersiapkan hal-hal terkait outsourcing
5. Logistic
Bagian Logistik berhubungan dengan pemeriksaan keluar masuknya barang
dari dan ke store. Bagian ini memiliki tugas sebagai berikut:
a. Mengawasi persediaan
b. Menerima permintaan barang atau part
c. Memeriksa persediaan dan menyiapkan MR (material requisition) ke SCM
d. Memberika barang ke user
e. Menangani penerimaan material
f. Menangani pengiriman dan penerimaan barang dari dan ke subkontraktor
g. Stock opname
h. Merawat gudang
i. Mengoordinasi operator cutting
22
memeriksa secara
visual dan merakit
dimensional
melubangi
mengecat
memotong NDT
membubut
Function
test
Loading test
turning dengan mesin CNC bubut untuk part BOP (Blowout Preventer) stem
dapat dilihat pada gambar 13.
Peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk
berkomunikasi secara luas. Peta-peta kerja dibuat agar mendapatkan informasi
yang diperlukan untuk menperbaiki metoda kerja.
27
4.3 Ergonomi
Suhu ekstrem terdapat di area cutting dan penyimpanan raw material, yaitu
36,1 °C. Hal ini disebabkan oleh dinding yang terbuat dari seng. Seng adalah
penghantar logam yang baik, sehingga udara panas dari luar diserap oleh seng
dan mengakibatkan udara di dalam ruangan panas. Selain dinding yang terbuat
dari seng, letak area yang berada di paling belakang ruang produk dan
kurangnya sirkulasi udara juga menyebabkan suhu di area ini lebih tinggi dari
area atau ruangan lain di workshop. Terdapat 1 fan yang ada di area cutting dan
penyimpanan raw material. Fan yang ada pun tidak berfungsi dengan baik
karena tidak dapat berputar ke kanan dan ke kiri sehingga udara dingin hanya
terasa di satu titik saja.
2. Kelembaban
Kelembaban berhubungan dengan temperatur. Kelembaban dan temparatur
(suhu) yang tinggi mengakibatkan tubuh akan mengurangi panas secara
berlebih dan berdampak pada pekerja yang mudah lelah.Kelembaban di
workshop PT Prowell Energi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.
area fabrikasi. Proses welding menghasilkan welding fume yang bila debunya
terhisap akan tertahan oleh bulu hidung, sedangkan debu yang lebih halus akan
terbawa masuk ke paru-paru. Debu-debu halus tersebut dapat melekat pada
alveolus, sehingga jika mengendap terus menerus dapat menimbulkan penyakit
gangguan pernapasan.
Bau lainnya berasal dari proses painting di area painting. Bau ini dihasilkan
oleh Volatile Organic Compounds (VOC). VOC menguap saat cat mengering.
Jika VOC dapat menyebabkan pusing karena VOC bercampur dengan udara
yang dihirup, sehingga kadar oksigen yang dihirup menjadi rendah dan
menyebabkan pasokan udara ke otak sedikit. Selain itu, terus menerus
menghirup VOC dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan
pernapasan. Pekerja disarankan memakai mask respirator untuk mengurangi
resiko gangguan pernapasan.
8. Warna
Warna dinding ruang kerja di workshop PT Prowell Energi Indonesia berwarna
putih. Penggunaan warna putih pada ruang kerja yang terbatas membuat kesan
luas. Selain itu, penggunaan warna putih juga memberikan kesan area yang
bersih.
4.3.2 Antropometri
Antropometri merupakan ilmu yang berhubungan dengan pengukuran
keadaan dan ciri-ciri fisik manusia. Fasilitas yang ada di PT Prowell Energi
Indonesia pada umumnya sudah ergonomis. Tinggi pintu di area kantor 202 cm.
Hal ini cocok dengan tinggi maksimum pekerja, sehingga pekerja yang melewati
pintu tersebut tidak harus menunduk. Sedangkan untuk tangga yang
menghubungkan area kantor di lantai 2 dengan ruang produksi memiliki
kemiringan 45° dan dilengkapi dengan pegangan tangga di kedua sisinya. Jalur
untuk naik dan turunpun berbeda, sehingga mempermudah transportasi pekerja.
4.3.3 Display
Display merupakan alat untuk memberi informasi kepada pekerja agar
tugas-tugasnya menjadi lancar serta mencegah kecelakaan kerja. Sehubungan
dengan lingkungan, display dibagi dua, yaitu display statis dan display dinamis.
1. Display Statis
Display statis merupakan informasi tentang suatu yang tidak bergantung
terhadap waktu. Display statis di workshop PT Prowell Energi Indonesia pada
umumnya berupa petunjuk dan imbauan. Contoh display di workshop PT
Prowell Energi Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 6. Penggunaan gambar
pada display sudah baik, karena dapat dilihat dari kejauhan dan cukup menarik
perhatian, akan tetapi penggunaan warna pada display belum sesuai.
Pembuatan display tidak memerhatikan arti pemakaian warna. Terdapat display
larangan merokok yang menggunakan warna biru. Warna biru digunakan pada
display yang ditujukan untuk anjuran.
2. Display Dinamis
Display lainnya di workshop PT Prowell Energi Indonesia, yaitu display
dinamis. Display ini menggambarkan perubahan menurut waktu sesuatu
dengan variabelnya. Contoh display dinamis di workshop PT Prowell Energi
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 7.
33
Waktu
No. Elemen Gerakan
(detik)
1 Menekan tombol engine stop 3
2 Mengangkat handle gergaji 3
3 Melonggarkan clamp 6
4 Meletakkan material pada sawing table 10
5 Mengencangkan clamp 10
6 Menekan tombol power 3
7 Setting kecepatan gergaji 6
8 Mengukur panjang material yang dibutuhkan sesuai Work Order 34
Routing Sheet (WORS)
9 Atur kecepatan gergaji 9
10 Mengangkat material yang sudah dipotong 2
11 Meletakkan material yang sudah dipotong di tempat penyimpanan 10
sementara
12 Menulis part number 5
Jumlah 101
Material yang dipotong adalah jenis square tube ASTM A500 GR B (T= 6
mm, W= 50 mm, H= 50 mm, dan L= 55 mm). Data-data waktu pengukuran
dikelompokan ke dalam 4 sub-group. Data-data waktu pengukuran pekerjaan
sebelum pemotongan dapat dilihat dalam Tabel 9.
Waktu penyelesaian
Sub group ke- x̅ (detik)
berturut-turut (detik)
Waktu penyelesaian
Sub group ke- x̅ (detik)
berturut-turut (detik)
1 8 8 10 7 8,25
2 8 8 7 8 7,75
3 7 7 8 8 7,5
4 8 10 8 10 9
x̿ (detik) 8,13
250
204.36
200
155.63 154.08
150
100
50
Jenis material
0
Material A Material B Material C Material D
Gambar 14 Waktu siklus proses cutting material square tube ASTM A500
GR B
Keterangan:
Material A = Square tube ASTM A500 GR B (T= 6 mm, W= 50 mm, H= 50
mm, dan L= 55 mm)
Material B = Square tube ASTM A500 GR B (T= 6 mm, W= 50 mm, H= 50
mm, dan L= 1445 mm)
Material C = Square tube ASTM A500 GR B (T= 2,8 mm, W= 30 mm, H=
30 mm, dan L= 480 mm)
Material D = Square tube ASTM A500 GR B (T= 6 mm, W= 65 mm, H= 65
mm, dan L= 875 mm)
2. Pengujian Keseragaman Data
Pengujian keseragaman data dimaksudkan untuk mendapat data waktu
pengukuran yang seragam. Walaupun data waktu pengukuran berbeda-beda,
tetapi masih dalam batas kewajaran. Perbedaan ini didapat dari adanya
perubahan sistem pengerjaan proses cutting.
39
Batas kendali diperlukan untuk menentukan batas seragam atau tidaknya data.
Batas kendali terdiri atas batas kendali atas (BKA) dan batas kendali bawah
(BKB). Sub-group dengan nilai di luar BKA maupun BKB harus dieliminasi,
sehingga tidak ikut diperhitungkan dalam perhitungan waktu. Nilai-nilai yang
diperhitungkan dalam perhitungan BKA dan BKB, diantaranya standar
standar deviasi rata-rata sub-group. Berikut adalah nilai perhitungan standar
deviasi, standar devisi rata-rata sub-group, BKA, dan BKB.
a. Pekerjaan sebelum pemotongan (setting)
1) Standar deviasi (σ)
∑ ( Xj − x̿)2
σ=√
N−1
2822,27
σ= √
15
σ = √ 188,15
σ = 13,72 detik
Nilai standar deviasi yang diperoleh sebesar 13,72 detik. Perhitungan
selanjutnya, yaitu menghitung nilai standar deviasi dari harga rata-rata
sub-group.
13,72 detik
σx̅ =
√4
σx̅ = 6,86 detik
BKB = x̿ - 3σ ̿x
BKB = 122,94 - (3) (6,86)
BKB = 102,36 detik
Nilai BKA yang diperoleh sebesar 143,51 detik dan BKB 102,36
detik. Perolehan nilai tersebut berikutnya dapat dibuat bagan kendali
(Gambar 15). Bagan tersebut menunjukan posisi nilai rata-rata setiap
sub-group terhadap nilai BKA dan BKB. Nilai rata-rata setiap sub-
group berada diantara BKA dan BKB, sehingga tidak ada sub-group
yang dieliminasi dari perhitungan berikutnya. Akan tetapi, ada 1 data
di sub-group 1 dan 2 data di sub-group 4 yang lebih dari BKA. Hal ini
dikarenakan operator harus memotong material lain yang bersifat
urgent, sehingga harus melakukan setting ulang.
40
80 x̅
x-bar
60 BKB
40 x̿
x-bar-bar
20
0
Sub-group
1 2 3 4
13
σ= √
15
σ = √ 0,84
σ = 0,92 detik
Nilai standar deviasi yang diperoleh sebesar 0,92 detik.
Perhitungan selanjutnya, yaitu menghitung nilai standar deviasi
dari harga rata-rata sub-group.
2) Standar deviasi dari rata-rata harga sub-group (σx̿)
σ
σx̅ =
√n
0,92 detik
σx̅ =
√4
σx̅ = 0,46 detik
3) Nilai batas kendali
BKA = x̿+ 3σx̿
BKA = 8,125 + (3) (0,46)
BKA = 9,5 detik
41
BKB = x̿ - 3σ ̿x
BKB = 8,125 - (3) (0,46)
BKB = 6,75 detik
Nilai BKA pekerjaan sebelum pemotongan adalah 9,5 detik dan
BKB 6,75 detik. Perolehan nilai tersebut berikutnya dapat dibuat
bagan kendali (Gambar 16). Bagan tersebut menunjukan posisi
nilai rata-rata setiap sub-group terhadap nilai BKA dan BKB. Nilai
rata-rata setiap sub-group berada diantara BKA dan BKB serta
tidak ada data nilai dari masing-masing sub-group yang melebihi
nilai batas kendali. Sehingga tidak ada sub-group yang dieliminasi
dari perhitungan berikutnya.
8
BKA
6
x-bar
x̅
4 BKB
2 x̿
x-bar-bar
Sub-group
0
1 2 3 4
2
20√16 (1 085) − 17 154
N′ = [ ]
131
N’ = 4,67
N’ < N
Nilai N’ yang lebih kecil dari N berarti data pengukuran waktu yang ada
sudah cukup, sehingga dapat dilakukan perhitungan waktu baku
menggunakan data-data pengukuran waktu tersebut.
4. Nilai Penyesuaian dan Kelonggaran
a. Penyesuaian
Penyesuaian dilakukan agar angka hasil perhitungan waktu menjadi
wajar, yaitu tidak terlalu lambat maupun terlalu cepat. Ketidakwajaran
merupakan hal yang dihindari karena waktu baku yang dicari adalah
waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang diselesaikan
dengan cara wajar.
Cara menentukan nilai penyesuaian dilakukan dengan metode
Westinghouse. Metode ini memperhitungkan 4 faktor, yaitu keterampilan,
kondisi usaha, dan konsistensi. Berikut adalah tabel perhitungan nilai
penyesuaian dengan metode Westinghouse (Tabel 11).
1) Keterampilan
Keterampilan didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara
kerja yang ditetapkan. Penggolongan keterampilan untuk operator
mesin band saw menggunakan peertimbangan sebagai berikut:
a) Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri
b) Gerakannya tidak lambat
c) Terlihat adaya pekerjaan-pekerjaan yang perencanaan
d) Tampak sebagai pekerja yang cakap
e) Gerakan-gerakannya cukup menunjukan tidak adanya
keragu-raguan
f) Mengoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik
g) Tampak cukup terlatih dan mengetahui seluk beluk
pekerjaannya
h) Bekerja cukup teliti
i) Secara keseluruhan cukup memuaskan
43
2) Usaha
Pembagian kelas untuk usaha (effort) juga memiliki ciri tersendiri.
Adapun untuk operator dengan kelas usaha good memiliki ciri,
yaitu:
a) Bekerja berirama
b) Penuh perhatian pada pekerjaannya
c) Senang pada pekerjaannya
d) Kecepatan baik
e) Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu
f) Menerima saran dan petunjuk dengan senang
g) Dapat memberikan saran-saran untuk perbaikan kerja
h) Tempat kerja diatur dengan baik dan rapi
i) Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik
j) Memelihara dengan baik kondisi peralatan
3) Kondisi kerja
Kondisi poor adalah kondisi lingkungan yang tidak membantu
jalannya pekerjaan bahkan menghambat pencapaian kinerja. Suhu
di area cutting mencapai 36,1 °C yang berarti melebihi suhu ideal
area kerja. Selain suhu yang tinggi, sirkulasi udara di area cutting
juga masih belum memadai karena tidak adanya exhaust fan dan
fan yang ada pun tidak dapat berputar 180°. Faktor lainnya yaitu
pencahayaan. Pencahayaan di area cutting hanya berasal dari 1
lampu TL dan tidak adanya lampu bantu.
4) Konsistensi
Konsistensi operator yang digolongkan menjadi average
dikarenakan selisih antara waktu penyelesaian dengan rata-ratanya
tidak terlalu besar, walaupun ada beberapa yang selisihnya jauh.
Contohnya data terakhir di sub group ke-4 yang memiliki selisih
lebih dari 30 detik dengan rata-ratanya.
Nnilai penyesuaian = 1 - 0,02 = 0,98. Karena nilai penyesuaian
yang diperoleh adalah <1, jadi proses cutting terlalu lambat.
Sehingga waktu normal yang diperoleh lebih singkat dari waktu
siklus.
Perhitungan nilai waktu normal untuk kegiatan sebelum dan setelah
cutting oleh mesin adalah sebagai berikut:
a) Waktu normal sebelum cutting
Wn = 122,94 detik x 0,98 = 120,48 detik
b) Waktu normal setelah cutting
Wn = 8,13 detik x 0,98 = 7,97 detik
b. Kelonggaran
Kelonggaran diberikan karena adanya hal-hal yang dibutuhkan oleh
pekerja, tetapi tidak diamati selama perhitungan. Kelonggaran diberikan
untuk 3 hal, yaitu kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa lelah, dan
hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Nilai-nilai kelonggaran
dapat dilihat pada Tabel 12.
Nilai kelonggaran yang diperoleh adalah 0,385. Sehingga diperoleh nilai
waktu baku kegiatan sebelum dan setelah cutting material square tube
44
Kelonggaran
Faktor Keterangan
(%)
tenaga yang dikeluarkan Berdiri 6
Berdiri di atas 2
sikap kerja 1
kaki
gerakan kerja Normal 0
Pandangan terputus-
kelelahan mata 2
putus
keadaan temperatur tempat
Tinggi (36,1 °C) 5
kerja
Adanya debu-debu
keadaan atmosfer 5
beracun
keadaan lingkungan Bising 2,5
kebutuhan pribadi Pria 2,5
kelonggaran tak terhindarkan 5
Jumlah 29
sebelum cutting, waktu baku pekerjaan setelah cutting, dan waktu penggunaan
mesin, yaitu:
Waktu cutting = 155,41 detik + 10,27 detik + 15 detik = 180,68 detik ≈
181 detik
5.1 Simpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
50
51
Lampiran 2 Peta Proes Operasi (PPO) produksi Impression Block (IB) 1,25 inci
PETA PROSES OPERASI
Pemotongan
material Manual
1'30" O-4 (bend saw 3' I-1
machine)
Pembubutan Pemotongan
10' O-5 (mesin bubut) 2'30" O-1 material
(bend saw
machine)
I-2 Pemeriksaan
5' ukuran
Pembentukan
90' O-2 profile
(CNC machine)
O-3 Pelubangan
60' (Milling machine)
Pemeriksaan
5'30" I-3 ukuran lubang
Pengecoran
30' O-7 timah
Finishing
7'37" O-8 (CNC machine)
RINGKASAN
Waktu Pemeriksaan
Kegiatan Jumlah 10' I-4
(menit) ukuran IB dan
kerapuhan timah
Operasi 9 226,62
Pemberian serial
Pemeriksaan 4 23,5 15' O-9 number
(engraver pen)
54
DIAGRAM ALIRAN
NAMA OBYEK : IMPRESSION BLOCK 1,25”
NOMOR PETA :1
DIPETAKAN OLEH : FEMITA FELICIA FIRMAN
TANGGAL DIPETAKAN: 6 FEBRUARI 2018
1 1
A
1
B
6 4 1
2
G
3 4
5 6
C
9
3 D
E 3 2
F 7
5 2
4 9 8
6
7
Keterangan:
A = raw material storage = alur transportasi IB assy 1
B = cutting area = alur transportasi pin IB
C = welding and fabrication area = alur transportasi IB assy 2
D = CNC area
E = inspection and asembly area
F dan G = machining area
56
Lampiran 5 Peta pekerja mesin proses pemotongan mild steel round bar
PETA PEKERJA DAN MESIN
Pekerjaan : Memotong mild steel roundbar (Ø 12 mm, l
230 mm)
Nama Mesin : Horizontal Band Saw Machine
Nama Pekerja : M. Arifin Nasution
Dipetakan oleh : Femita Felicia Firman
Tanggal : 14-Mar-18
Operator W Mesin W
memasukan material
15 detik
ke meja potong
idle 75 detik
mengukur panjang
material dan 34 detik
adjustment material
memotong
Idle 15 detik
material
ambil material 2 detik
idle 5 detik
shut off mesin 3 detik
Operator Mesin
80
15 detik
Waktu menganggur detik
15
80 detik
waktu kerja detik
95
95 detik
waktu total detik
persen penggunaan 84,21% 15,79%
57
RIWAYAT HIDUP