Anda di halaman 1dari 74

i

LAPORAN AKHIR ASPEK KHUSUS

PERANCANGAN TATA CARA DAN PENGUKURAN KERJA


PROSES CUTTING MATERIAL PADA PT PROWELL
ENERGI INDONESIA DI CIKARANG BEKASI

FEMITA FELICIA FIRMAN

PROGRAM STUDI MANAJEMEN INDUSTRI


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI
1. Saya menyatakan Laporan Akhir Perancangan Tata Cara dan Pengukuran
Kerja Proses Cutting Material pada PT Prowell Energi Indonesia di Cikarang,
Bekasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
2. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir laporan ini.

Bogor, 2018

Femita Felicia Firman


J3K115047
RINGKASAN

FEMITA FELICIA FIRMAN, Perancangan Tata Cara dan Pengukuran Kerja


Proses Cutting Material pada PT Prowell Energi Indonesia di Cikarang Bekasi.
Dibimbing oleh ANNISA KARTINAWATI.
PT Prowell Energi Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di
bidang manufaktur alat dan jasa perawatan sumur migas. Perusahaan ini didirikan
pada 2007 oleh Ermin Nasution yang merupakan pelopor usaha wireline dalam
negeri. PT Prowell Energi Indonesia merupakan perusahaan pertama di Asia yang
mendirikan pusat pelatihan wireline dan intervensi sumur minyak. Produk
manufaktur PT Prowell Energi Indonesia berupa unit dan tools yang berkaitan
dengan pengeboran atau perawatan sumur migas, seperti Pressure Control Unit
(PCE), wireline unit, Impression Block (IB), gauge cutter, hydraulic mast, dan
sebagainya. Workshop PT Prowell Energi Indonesia berlokasi di Delta Silicone 1
Jalan Kamper Nomor 6, Cikarang Bekasi. Proses produksi PT Prowell Energi
Indonesia pada umumnya terdiri dari proses cutting, machining, inspection, dan
finishing. Proses produksi untuk setiap produk atau part berbeda-beda tergantung
kebutuhan.
Aspek khusus teknik tata cara dan pengukuran kerja termasuk dalam aspek
perancangan. Aspek khusus teknik tata cara dan pengukuran kerja mencakup
bahasan peta kerja, ergonomi, studi gerakan, ekonomi gerakan, dan pengukuran
waktu baku. Peta kerja terdiri dari Peta Proses Operasi (PPO), Peta Aliran Proses
(PAP), Diagram Aliran, serta Peta Pekerja dan Mesin. Peta-peta kerja tersebut
merupakan hasil pengamatan proses produksi Impression Block (IB) 1,25 inci.
Bahasan ergonomi meliputi kondisi lingkungan kerja, antropometri, dan display.
Pengukuran waktu baku menggunakan metode stopwatch (jam henti).
Pengukuran dilakukan pada proses cutting dengan obyek yang diukur adalah
cutting (pemotongan) bahan baku jenis square tube ASTM A500 GR B (T = 6
mm, W = 50 mm, H= 50 mm, dan L= 55 mm). Pekerjaan manual yang dilakukan
operator mesin band saw cutting machine dibagi menjadi dua kegiatan, yaitu
kegiatan sebelum pemotongan dan kegiatan setelah pemotongan. Waktu siklus,
waktu normal, dan waktu baku kegiatan sebelum pemotongan adalah 122,94
detik; 120,48 detik; dan 155,42 detik. Sedangkan waktu siklus, waktu normal, dan
waktu baku untuk kegiatan setelah pemotongan, yaitu 8,13 detik; 7,96 detik; dan
10,27 detik. Waktu baku proses cutting terdiri dari waktu baku pekerjaan sebelum
cutting, waktu baku pekerjaan setelah cutting, dan waktu pekerjaan cutting oleh
mesin. Waktu baku yang diperoleh sebesar 181 detik.

Kata kunci: Ergonomi, Jam Henti, Studi Gerakan, Waktu Baku


PERANCANGAN TATA CARA DAN PENGUKURAN KERJA
PROSES CUTTING MATERIAL PADA PT PROWELL
ENERGI INDONESIA DI CIKARANG BEKASI

FEMITA FELICIA FIRMAN

Laporan Akhir Aspek Khusus


Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya
pada
Program Studi Manajemen Industri

PROGRAM STUDI MANAJEMEN INDUSTRI


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
i

Judul Laporan Akhir : Perancangan Tata Cara dan Pengukuran Kerja Proses
Cutting Material pada PT Prowell Energi Indonesia di
Cikarang Bekasi
Nama : Femita Felicia Firman
NIM : J3K115047

Disetujui oleh

Annisa Kartinawati, STP, MT


Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Arief Darjanto, MEc Ir Pramono D Fewidarto, MS


Dekan Ketua Program Studi

Tanggal Lulus :
i

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis.
Pembuatan dan penyelesaian Laporan Akhir ini sebagai syarat untuk
melaksanan Praktik Kerja Lapangan Program Studi Manajemen Industri Program
Diploma Institut Pertanian Bogor pada Februari sampai dengan April 2018.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Annisa Kartinawati, STP, MT selaku dosen pembimbing Praktik Kerja
Lapangan.
2. Bapak Ir Pramono D Fewidarto, MS selaku Ketua Program Studi
Manajemen Industri dan tim dosen Manajemen Industri.
3. Bapak Ibnu Fajar selaku pembimbing lapangan dan seluruh karyawan PT
Prowell Energi Indonesia.
4. Bapak Firman Dolly dan Ibu Nenti Rizawati Romly selaku orang tua dan
keluarga penulis.
5. Seluruh teman Manajemen Industri yang mendukung penyelesaian proposal
ini.

Bogor, Juli 2018

Femita Felicia Firman


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI iii


DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR iv
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
1.2.1 Tujuan Umum 2
1.2.2 Tujuan Khusus 2
1.3 Manfaat 2
1.3.1 Manfaat bagi Mahasiswa 2
1.3.2 Manfaat bagi Perusahaan 2
1.3.3 Manfaat bagi Perguruan Tinggi 2
1.4 Ruang Lingkup 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Production Planning and Inventory Control (PPIC) 4
2.2 Aspek Perancangan Produksi 4
2.3 Teknik dan Tata Cara Kerja 4
2.4 Peta Kerja 5
2.5 Ergonomi 6
2.6 Ekonomi Gerakan 8
2.7 Studi Gerakan 9
2.8 Pengukuran Kerja 10
2.8.1 Langkah Persiapan Pengukuran Kerja 10
2.8.2 Tahapan Pengukuran Stopwatch 12
2.8.3 Tahapan Pengukuran Work Sampling 15
2.8.4 Penyesuaian 15
2.8.5 Kelonggaran 16
3 TATALAKSANA PRAKTIK KERJA LAPANGAN 18
3.1 Kerangka Kerja 18
3.2 Metode Praktik Kerja Lapangan 19
3.3 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan 19
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20
4.1 Kondisi Umum Perusahaan 20
4.1.1. Sejarah Perusahaan 20
4.1.2. Struktur Organisasi PPIC 20
4.1.3. Hasil Produksi 23
4.1.4 Proses Produksi 24
4.2 Peta Kerja 26
4.3 Ergonomi 28
4.3.1 Lingkungan Kerja 28
4.3.2 Antropometri 32
4.3.3 Display 32
4.4 Studi Gerakan 33
4.5 Ekonomi Gerakan 34
4.6 Pengukuran Waktu 35
4.6.1. Langkah-Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran 35
4.6.2. Pengukuran dan Perhitungan 36
4.6.3. Waktu Proses Cutting Material Square Tube 44
4.7. Identifikasi Masalah dan Alternatif Solusi 45
5 SIMPULAN DAN SARAN 46
5.1 Simpulan 46
5.2 Saran 46
DAFTAR PUSTAKA 47
LAMPIRAN 49
RIWAYAT HIDUP 58

DAFTAR TABEL

1 Lambang operasi 6
2 Gerakan dasar Therblig 10
3 Data temperatur di Workshop PT Prowell Energi Indonesia pada
Februari 2018 29
4 Data persentase kelembaban di Workshop PT Prowell Energi Indonesia
pada Februari 2018 29
5 Data intensitas cahaya di Worksop PT Prowell Energi Indonesia pada
Februari 2018 30
6 Data intensitas bunyi di Workshop PT Prowell Energi Indonesia pada
Maret 2018 31
7 Display dinamis di Workshop PT Prowell Energi Indonesia 33
8 Elemen gerakan proses cutting material 34
9 Data waktu pengukuran pekerjaan sebelum pemotongan square tube
ASTM A500 GR B 37
10 Data waktu pengukuran pekerjaan setelah pemotongan square tube
ASTM A500 GR B 37
11 Nilai penyesuaian 42
12 Nilai kelonggaran 44
13 Identifikasi masalah dan altenatif solusi 45

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan Keseluruhan teknik tata cara kerja 5


2 Diagram alir pengukuran 12
3 Contoh bagan kendali 14
4 Kerangka kerja PKL 18
5 Struktur organisasi Departemen PPIC PT Prowell Energi Indonesia 20
6 Truck Mounted Wireline Unit hasil produksi PT Prowell Energi
Indonesia untuk proyek PT Pertamina Persero 23
7 Power Pack yang diproduksi PT Prowell Energi Indonesia untuk
proyek Medco Tomori 23
8 Alur proses produksi pada PT Prowell Energi Indonesia 24
9 Profile hasil proses drilling mesin milling produk Go Devil 24
10 Profile hasil proses slotting mesin milling produk Go Devil 25
11 Profile hasil proses facing dengan mesin CNC bubut 25
12 Profile hasil proses turning dengan mesin CNC bubut 25
13 Profile hasil proses threading dengan mesin CNC bubut 26
14 Waktu siklus proses cutting material square tube ASTM A500 GR B 38
15 Bagan kendali sebelum pemotongan 40
16 Bagan kendali pekerjaan setelah pemotongan 41

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kebutuhan data dan informasi topik khusus 51


2 Peta Proses Operasi (PPO) produksi Impression Block (IB) 1,25 inci 53
3 Peta Aliran Proses (PAP) produksi IB 1,25 inci 54
4 Diagram aliran produksi IB 1,25 inci 55
5 Peta pekerja mesin proses pemotongan mild steel round bar 56
6 Display statis di Workshop PT Prowell Energi Indonesia 57
1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zaman milenial ini, perkembangan industri sangat pesat. Setiap


perusahaan bersaing untuk mendapatkan pasar seluas-luasnya untuk mencapai
keuntungan perusahaan yang besar dan mampu bersaing di pasar global. Hal ini
mendorong perusahaan untuk menekan pengeluaran biaya agar mendapat
keuntungan yang besar. Penekanan biaya dapat dilakukan dengan meningkatkan
efisiensi baik dari pemakaian bahan baku, sumber daya manusia, dan lain-lain.
Peningkatan efisiensi sumber daya manusia dapat dilakukan dengan
pengukuran waktu baku dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini sangat penting
mengingat bahwa manusia merupakan aset yang paling penting yang dimiliki
sebuah perusahaan.Setiap perusahaan sangat mengharapkan memiliki pekerja
mempunyai keterampilan dan tingkat produktivitas yang tinggi. Salah satu cara
untuk mendapatkan informasi mengenai kinerja seseorang melakukan
pekerjaannya adalah dengan melakukan pengukuran kerja. Menggunakan
pengukuran kerja dapat diketahui waktu siklus untuk melakukan sebuah
pekerjaan. Mengefisiensikan gerakan-gerakan kerja dilakukan dengan mengubah,
menggabungkan, atau membuang gerakan yang tidak efisien. Hal tersebut
merupakan cara untuk meningkatkan produktivitas pekerja.
Hasil dari pengukuran kerja adalah waktu baku dalam melakukan sebuah
pekerjaan. Hasil tersebut dapat digunakan sebagai pertimbangan penentuan biaya-
biaya upah pekerja, perencanaan jumlah tenaga kerja yang diperlukan,
penjadwalan produksi, penganggaran dan indikasi output yang mampu dihasilkan
seseorang. Pengukuran kerja pada dasarnya memusatkan perhatian pada gerakan
yang digunakan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan secara efisien.
Pengukuran pekerjaan dilakukan untuk menentukan standar pekerjaan.
Standar pekerjaan digunakan sebagai suatu pembanding bagi tingkat daya-hasil
yang benar-benar ditunjukan oleh pekerja. Di samping itu, pengukuran pekerjaan
juga dimaksudkan untuk menentukan apakah prestasi kerja yang mungkin dicapai
oleh pekerja sudah cukup memuaskan bagi perusahaan (Pardede 2005).
PT Prowell Energi Indonesia mengalami masalah dalam penentuan waktu
umur proyek penyelesaian produk, sehingga memungkinkan waktu penyelesaian
produk lebih lama dari waktu yang disetujui oleh client. Hal ini dapat
mengakibatkan beberapa kerugian, diantaranya pembayaran denda oleh
perusahaan kepada client. Oleh karena itu, dibutuhkan pengukuran kerja berupa
waktu baku untuk membuat estimasi waktu penyelesaian produk secara lebih riil.

1.2 Tujuan

Kegiatan Praktik Kerja Lapangan bertujuan untuk menerapkan dan


membandingkan ilmu yang telah dipelajari di perkuliahan secara teoritis dengan
keadaan riil perusahaan. Tujuan dari Praktik Kerja Lapangan ini, yaitu:
2

1.2.1 Tujuan Umum


a. Mahasiswa mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman kerja
yang sesuai dengan bidang keahlian Manajemen Industri.
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan memberikan alternatif pemecahan
masalah dalam dunia kerja melalui penerapan ilmu sesuai dengan bidang
keahlian Manajemen Industri.
c. Mendekatkan perguruan tinggi dengan masyarakat dan dunia kerja agar
kurikulum pendidikan pada perguruan tinggi sejalan dengan tuntutan
pembangunan di segala bidang.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus Praktik Kerja Lapangan di PT Prowell Energi Indonesia
adalah untuk mengkaji tata cara dan pengukuran kerja pada perusahaan.

1.3 Manfaat

Kegiatan Praktik Kerja Lapangan diharapkan dapat memberikan manfaat


bagi mahasiswa, perusahaan tempat Praktik Kerja Lapangan, dan perguruan
tinggi. Manfaat kegiatan ini adalah:

1.3.1 Manfaat bagi Mahasiswa


a. Mahasiswa mampu menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di
perkuliahan ke lapangan kerja yang sesungguhnya.
b. Mahasiswa mampu menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
penerapan perancangan Teknik Tata Cara dan Pengukuran Kerja di PT
Prowell Energi Indonesia.
c. Mahasiswa dapat memperoleh pengalaman kerja.

1.3.2 Manfaat bagi Perusahaan


a. Sebagai masukan dalam membantu perusahaan untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan teknis di lapangan, khususnya aspek
perancangan produksi
b. Memberikan kontribusi kerja bagi perusahaan dengan telah bekerjanya
mahasiswa pada bagian atau bidang tertentu.

1.3.3 Manfaat bagi Perguruan Tinggi


a. Membekali mahasiswa dengan keterampilan dari dunia kerja yang sebenarnya.
b. Menjadikan umpan balik bagi perguruan tinggi untuk usulan perbaikan
kurikulum.
c. Menjalin kerjasama yang baik antara perguruan tinggi dan perusahaan.

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup berfungsi untuk membuat sebuah kegiatan ilmiah menjadi


lebih fokus dan konsisten pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Ruang
lingkup dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini meliputi dua aspek,
3

yaitu aspek umum dan aspek khusus. Aspek khusus yang dikaji oleh penulis
adalah aspek perancangan, yaitu Teknik Tata Cara dan Pengukuran Kerja di PT
Prowell Energi Indonesia. Batasan topik tersebut, antara lain:
1. Peta kerja, yaitu PPO, PAP dan Diagram Alir.
2. Ergonomi, yaitu mempelajari kenyamanan media dan posisi kerja operator.
3. Studi gerakan.
4. Menghubungkan aspek ergonomi dan studi gerakan dengan ekonomi gerakan.
5. Lingkungan pada area kerja.
6. Display yang terdapat di lingkungan pabrik.
7. Pengukuran waktu siklus, waktu normal dan waktu baku.
4

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Production Planning and Inventory Control (PPIC)

Bidang perencanaan dan pengawasan produksi (atau operasi) dan


persediaan (production and inventory planning and control atau disingkat PIPC)
dalam organisasi-organisasi manufacturing dan jasa memberikan suatu
kesempatan karier dan menantang bagi orang-orang yang mempelajari bisnis dan
teknik. Para spesialis PIPC berpartisipasi dalam peramalan permintaan,
perencanaan kapasitas keseluruhan organisasi, penentuan berapa banyak
persediaan bahan dan komponen-komponen yang harus ada dan kapan untuk
mendapatkannya. Bila komponen-komponen diproduksi secara internal, spesialis
PIPC bertanggung jawab atas kapan dibuat dan pada mesin-mesin mana sehingga
master production schedules dipenuhi untuk memuaskan permintaan organisasi
(Handoko 2008).

2.2 Aspek Perancangan Produksi

Menurut Handoko (2008), rancangan produk fisik untuk produksi barang-


barang dan jasa menyangkut serangkaian keputusan tentang seleksi proses,
pemilihan teknologi, dan perencanaan proses. Keputusan-keputusan harus dibuat
tentang tipe proses, derajat otomatisasi, macam mesin yang akan digunakan, dan
sebagainya. Rancangan proses juga menyangkut pertimbangan-pertimbangan
sosial, ekonomi, dan lingkungan.

2.3 Teknik dan Tata Cara Kerja

Teknik tata cara kerja adalah ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan
prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancangan (desain) terbaik dari sistem kerja.
Teknik dan prinsip-prinsip ini digunakan untuk mengatur komponen-komponen
sistem kerja yang terdiri dari manusia dengan sifat dan kemampuan-
kemampuannya, bahan, perlengkapan dan peralatan kerja, serta lingkungan kerja
sedemikian rupa sehingga dicapai efisiensi dan produktivitas yang tinggi yang
diukur dengan waktu yang dihabiskan, tenaga yang dipakai, serta akibat-akibat
psikologis dan sosiologis yang ditimbulkannya.
Teknik tata cara merupakan hasil perpaduan antara teknik-teknik
pengukuran waktu dan prinsip-prinsip studi gerakan. Prinsip yang ada juga
menyangkut prinsip lain dan perancangan sistem kerja, seperti perancangan tata
letak tempat kerja dan peralatan dalam lingkungannya dengan manusia pekerjanya
(Sutalaksana et al. 2006).
5

Menurut Sutalaksana et al. (2006), ruang lingkup ilmu teknik tata cara
dapat dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu pengaturan kerja dan pengukuran
kerja. Peraturan kerja berisi prinsip-prinsip mengatur komponen-komponen sistem
kerja untuk mendapatkan alternatif-alternatif sistem kerja terbaik yang dapat
memberikan efisiensi dan produktivitas tertinggi. Bagan keseluruhan teknik tata
cara kerja dapat dilihat pada Gambar 1.

Teknik tata cara kerja

 Pekerja
 Bahan/mesin Beberapa alternatif Alternatif
 Peralatan sistem kerja
 Lingkungan

Sistem kerja

Gambar 1 Keseluruhan teknik tata cara kerja

2.4 Peta Kerja

Peta kerja menurut Sutalaksana et al. (2006) adalah alat yang


menggambarkan kegiatan secara sistematis dan jelas. Melalui peta kerja
didapatkan informasi-informasi yang diperlukan untuk memperbaiki sistem kerja.
Perbaikan yang mungkin dilakukan, yaitu menghilangkan operasi yang tidak
perlu, menggabungkan suatu operasi dengan operasi lainnya, menemukan suatu
urutan kerja yang lebih baik, menentukan mesin yang lebih ekonomis,
menghilangkan waktu menunggu antar operasi, dan sebagainya. Lambang-
lambang operasi diuraikan pada Tabel 1.
Pada dasarnya peta kerja dibagi dalam dua kelompok besar berdasarkan
kegiatannya, yaitu:
1. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja keseluruhan.
Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja keseluruhan apabila kegiatan tersebut
melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang diperlukan untuk
membuat produk yang bersangkutan. Yang termasuk kelompok kegiatan kerja
keseluruhan, yaitu:
a. Peta Proses Operasi (PPO)
b. Peta Aliran Proses (PAP)
c. Peta Proses Kelompok Kerja
d. Diagram Aliran
6

2. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja setempat.


Kegiatan yang disebut kegiatan kerja setempat ialah kegiatan yang terjadi
dalam suatu stasiun kerja yang biasanya hanya melibatkan orang dan fasilitas
dalam jumlah terbatas. Yang termasuk kelompok kegiatan kerja setempat,
yaitu:
a. Peta Pekerja dan Mesin
b. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan

Tabel 1 Lambang operasi


Simbol Nama Simbol Keterangan
Benda kerja mengalami perubahan sifat,
baik fisik maupun kimiawi, termasuk
Operasi mengambil informasi maupun
memberikan informasi pada suatu
keadaan.
Benda kerja atau peralatan mengalami
pemeriksaan baik untuk segi kualitas
Pemeriksaan maupun kuantitas.

Benda kerja, pekerja atau perlengkapan


mengalami perpindahan tempat yang
Transportasi
bukan merupakan bagian dari suatu
operasi
Benda benda kerja, pekerja ataupun
perlengkapan tidak mengalami kegiatan
Menunggu
apa-apa selain menunggu (biasanya
sebentar).
Benda kerja disimpan untuk jangka
waktu yang cukup lama. Jika benda kerja
Penyimpanan tersebut akan diambil kembali, biasanya
memerlukan suatu prosedur perizinan
tertentu.
Antara aktivitas operasi dan pemeriksaan
Aktivitas dilakukan bersamaan atau dilakukan pada
gabungan suatu tempat kerja.

Sumber: Sutalaksana et al. (2006)

2.5 Ergonomi

Menurut Sutalaksana et al. (2006), ergonomi ialah cabang ilmu yang


sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan,
dan keterbatasan masnusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang
dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik.
7

Manusia dengan segala sifat dan tingkah lakunya merupakan mahluk yang
sangat kompleks. Untuk mempelajari manusia, tidak cukup ditinjau dari segi ilmu
saja. Oleh sebab itu, untuk mengembangkan Ergonomi diperlukan dukungan dari
berbagai disiplin, antara lain Psikologi, Antropolgi, Faal Kerja, Biologi, Sosiologi,
Perencanaan Kerja, Fisika, dan lain-lain. Salah satu usaha untuk mendapatkan
informasi yang lengkap mengenai kemampuan manusia dengan segala
keterbatasannya untuk bisa menerapkan Ergonomi adalah sebagai berikut:
1. Penyelidikan tentang display.
2. Penyelidikan mengenai hasil kerja manusia dan proses pengendaliannya.
3. Penyelidikan mengenai tempat kerja.
4. Penyelidikan mengenai lingkungan fisik.
Secara umum lingkungan fisik terjadi dalam dua kelompok, yaitu
lingkungan yang langsung berhubungan dengan pekerja (seperti stasiun kerja,
kursi, meja, dan sebagainya) dan lingkungan umum (seperti rumah, kantor,
pabrik, sekolah, komunitas, dan lain-lain). Kategori ke-dua, yaitu lingkungan
perantara, dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi
manusia, yaitu:
a. Temperatur
Tubuh manusia masih dapat menyesuaikan diri dengan temperatur luar jika
perubahan temperatur luar tubuh tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan
35% untuk kondisi dingin, semuanya dari keadaan normal tubuh. Apabila
temperatur udara terlampau panas dibandingkan temperatur normal tubuh,
makan akan menerima panas akibat konveksi dan radiasi jauh lebih besar dari
kemampuan tubuh untuk mendinginkan dirinya melalui sistem
penguapannya. Ini menyebabkan temperatur tubuh menjadi ikut naik dengan
lebih tingginya temperatur udara.
b. Kelembaban
Kelembaban yang dimaksud adalah banyaknya air yang terkandung dalam
udara, biasanya dinyatakan dalam persen.
c. Sirkulasi udara
Untuk menjaga agar udara di sekitar tempat kerja tetap sehat dalam arti kata
cukup mengandung oksigen dan bebas dari zat-zat yang bisa mengganggu
kesehatan, harus dipikirkan tentang sirkulasi udara yang baik,sehingga udara
kotor bisa diganti dengan udara segar dan bersih, yang biasanya dilakukan
melalui ventilasi.
d. Pencahayaan
Kemampuan mata untuk dapat melihat obyek dengan jelas ditentukan oleh
ukuran obyek, derajat kontras, luminensi, dan lamanya melihat.
e. Kebisingan
Kebisingan dalam jangka panjang dapat mengganggu ketenangan bekerja,
merusak pendengaran, dan dapat menimbulkan kesalahan komunikasi. Ada
tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi yang bisa menentukan
tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu lama, intensitas, dan frekuensi.
Kantor yang gaduh menghasilkan intensitas yang kuat dengan 70 dB,
sedangkan bunyi mesin uap menghasilkan intensitas yang dapat menulikan
dengan 120 dB.
8

f. Getaran mekanis
Besarnya getaran ditentukan intensitas dan frekuensi getar. Getaran mekanis
tidak gteratur baik dalam intensitas ataupun frekuensinya.
g. Bau-bauan
h. Warna
Warna yang dimaksud adalah warna tembok ruangan tempat kerja, dimana
warna selain berpengaruh terhadap kemampuan mata untuk melihat objek,
warna juga berpengaruh secara psikologis yang berbeda-beda terhadap
manusia.
Menurut Ahyari (1994), penggunaan warna dalam ruang kerja di perusahaan
mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap produktivitas kerja para
karyawan perusahaan. pemilihan warna yang cerah untuk warna dasar di
dalam ruang kerja belum tentu akan mendorong produktivitas karyawan
perusahaan yang bersangkutan. Demikian pula pemilihan warna yang gelap,
juga belum tentu akan menurunkan produktivitas kerja karyawan. Warna
yang cerah akan menimbulkan memantulkan sinar kembali dalam jumlah
yang lebih banyak dibandingkan dengan warna-warna gelap.

2.6 Ekonomi Gerakan

Untuk mendapatkan hasil kerja yang terbaik, diperlukan rancangan kerja


yang baik pula. Oleh karena itu, sistem kerja harus dirancang sedemikian rupa
sehingga menghasilkan hasil kerja yang diinginkan. Sistem kerja dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat memungkinkan dilakukannya gerakan-gerakan
yang ekonomis. Adapun prinsip-prinsip dalam ekonomi gerakan, yaitu:
1. Prinsip-prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan tubuh manusia dan
gerakan-gerakannya:
a. Kedua tangan sebaiknya memulai dan mengakhiri gerakan pada saat yang
sama.
b. Kedua tangan sebaiknya tidak menganggur pada saat yang sama kecuali
pada waktu istirahat.
c. Gerakan tangan akan lebih mudah jika satu terhadap lainnya simetris dan
berlawanan arah.
d. Gerakan tangan atau badan sebaiknya dihemat.
e. Sebaiknya memanfaatkan momentum untuk membantu gerakan.
f. Gerakan yang patah-patah dan banyak perubahan arah akan
memperlambat gerakan tersebut.
g. Gerakan balistik (gerakan bebas) akan lebih cepat, nyaman dan lebih teliti
daripada gerakan yang dikendalikan.
h. Pekerjaan sebaiknya dirancang semudah-mudahnya dan mengikuti irama
yang alamiah bagi pekerja.
i. Mengusahakan sedikit mungkin gerakan mata
2. Prinsip-prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan pengaturan tata letak
tempat kerja:
a. Mengusahakan badan dan peralatan mempunyai tempat yang tetap.
b. Tempatkan bahan-bahan dan peralatan di tempat yang mudah, cepat, dan
nyaman untuk dicapai.
9

c. Tempat penyimpanan bahan yang akan dikerjakan sebaiknya


memanfaatkan prinsip gaya berat sehingga bahan yang akan digunakan
selalu tersedia di tempat yang dekat untuk diambil.
d. Mekanisme yang baik untuk menyalurkan objek yang sudah selesai
dirancang.
e. Bahan-bahan dan peralatan sebaiknya ditempatkan sedemikian rupa
sehingga gerakan-gerakan dapat dilakukan dengan urutan-urutan terbaik.
f. Tinggi tempat kerja dan kursi sebaiknya sedemikian rupa sehingga
alternatif berdiri atau duduk dalam menghadapi pekerjaan menjadi
nyaman.
g. Tipe tinggi kursi harus sedemikian rupa sehingga yang mendudukinya
bersikap (mempunyai postur) yang baik.
h. Tata letak peralatan dan pencahayaan sebaiknya diatur sedemikian rupa
sehingga dapat membentuk kondisi yang baik untuk pengelihatan.
3. Prinsip-prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan perancangan peralatan:
a. Sebaiknya tangan dapat dibebaskan dari semua pekerjaan bila penggunaan
perkakas pembantu atau alat yang dapat digerakkan dengan kaki dapat
ditingkatkan.
b. Sebaiknya peralatan dirancang sedemikian rupa agar mempunyai lebih
dari datu kegunaan.
c. Peralatan sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan
dalam pemegangan dan penyimpanan.
d. Bila setiap jari tangan melakukan gerakan sendiri-sendiri , beban yang
didistribusikan pada jari harus sesuai dengan kekuatan masing-masing jari.
e. Roda tangan, palang, dan peralatan yang sejenis sebaiknya diaur
sedemikian sehingga beban dapat melayaninya dengan posisi yang baik
serta dengan tenaga minimum (Sutalaksana et al. 2006).

2.7 Studi Gerakan

Menurut Sutalaksana et al. (2006), studi gerakan adalah analisa yang


dilakukan terhadap beberapa gerakan bagian badan pekerja dalam menyelesaikan
pekerjaannya. Dengan demikian gerakan-gerakan yang tidak efektif dapat
dikrangi atau bahkan dihilangkan sehingga akan diperoleh penghematan dalam
waktu kerja, yang selanjutnya dapat pula menghemat pemakaian fasilitas-fasilitas
yang tersedia.
Analisa terhadap gerakan yang dipelajari dapat dipermudah dengan
mengenal gerakan-gerakan dasar yang diteliti oleh Frank B. Gilberth dan istrinya
yang menguraikan kedalam 17 gerakan dasar (Tabel 2).
10

Tabel 2 Gerakan dasar Therblig


Lambang Lambang
Nama Therblig Nama Therblig
Therblig Therblig
Pengarahan Semntara (Pre
Mencari (Search) SH PP
Position)
Memilih (Select) ST Memeriksa (Inspection) I
Memegang (Grasp) G Merakit (Assemble) A
Menjangkau (Reach) RE Lepas Rakit (Disassemble) DA
Membawa (Move) M Memakai (Use) U
Kelambatan yang tak
Memegang untuk memakai
H terhindar (Unavoidable UD
(Hold)
delay)
Kelambatan yang dapat
Melepas (Released load) RL dihindarkan (Avoidable AD
delay)
Istirahat untuk
Pengarahan (Position) P menghilangkan fatigue R
(Rest to overcome fatigue)
Merencana (Plan) Pn
Sumber: Sutalaksana et al. (2006)

2.8 Pengukuran Kerja

Sutalaksana et al. (2006) menyatakan, pada garis besarnya, teknik-teknik


pengukuran waktu dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Pengukuran langsung
Pengukuran dilakukan langsung di tempat pekerjaan dijalankan. Yang
termasuk pengukuran langsung adalah cara jam henti dan sampling pekerjaan.
b. Pengukuran tidak langsung
Cara tidak langsung melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada di
tempat pekerjaan, yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan
mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen gerakan. Yang
termasuk kelompok ini adalah data waktu baku dan data waktu gerakan.

2.8.1 Langkah Persiapan Pengukuran Kerja


Sutalaksana et al. (2006) menerangkan, bahwa untuk mendapatkan hasil
yang baik yang dapat dipertanggung jawabkan maka tidak cukup sekedar
melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam henti, apalagi
11

jam biasa. Di bawah ini adalah sebagian langkah yang perlu diikuti agar maksud
di atas dapat tercapai:
1. Penetapan Tujuan Pengukuran
Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan
kegiatan harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal–hal
yang penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah peruntukan
penggunaan hasil pengukuran, tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang
diinginkan dari hasil pengukuran tersebut.
2. Melakukan Penelitian Pendahuluan
Tujuan yang ingin dicapai dari pengukuran waktu adalah memperoleh waktu
yang pantas untuk diberikan kepada pekerja dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan. Tentu suatu sistem kerja dengan kondisi yang telah ada selama ini
termasuk di antara yang dapat dicarikan waktu yang pantas tersebut. Artinya
akan didapat juga waktu yang pantas untuk menyelesaikan pekerjaan, namun
dengan kondisi yang bersangkutan itu. Suatu perusahaan biasanya
menginginkan waktu kerja yang sesingkat–singkatnya agar dapat meraih
keuntungan yang sebesar–besarnya. Keuntungan demikian tidak akan
diperoleh jika kondisi kerja dari pekerjaan–pekerjaan yang ada di perusahaan
tersebut tidak menunjang tercapainya hal tadi.
3. Memilih Operator
Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang
begitu saja diambil dari tempat kerja. Orang ini harus memenuhi beberapa
persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan dengan baik dan dapat
diandalkan hasilnya. Syarat–syarat tersebut adalah berkemampuan normal
dan dapat diajak bekerjasama. Jika jumlah pekerja yang tersedia di tempat
kerja yang bersangkutan berjumlah banyak dan kemampuan mereka
dibandingkan akan terlihat perbedaan di antaranya dari yang berkemampuan
rendah sampai tinggi. Pada umumnya orang–orang yang berkemampuan
rendah dan tinggi itu jumlahnya sedikit, sementara orang yang
berkemampuan rata–rata jumlahnya banyak.
Kembali pada tujuan mengukur waktu baku, yaitu untuk mendapatkan waktu
penyelesaian, maka dengan melihat kenyataan kemampuan pekerja seperti
ditunjukan tadi jelaslah orang yang dicari bukanlah orang yang
berkemampuan tinggi atau rendah, karena orang–orang yang demikian hanya
meliputi sebagian kecil sajadari seluruh pekerja yang ada. Jadi, yang dicari
adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang secara wajar diperlukan oleh
pekerja normal dan ini merupakan orang–orang yang berkemampuan rata–
rata. Dengan demikian pengukur harus mencari operator yang memenuhi hal
tersebut.
4. Melatih Operator
Walaupun operator yang baik telah didapat, kadang-kadang masih diperlukan
adanya latihan bagi operator tersebut terutama bila kondisi dan cara kerja
yang dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator. Hal ini
terjadi jika pada saat penelitian pendahuluan kondisi kerja atau cara kerja
sesudah mengalami perubahan. Dalam keadaan ini operator harus dilatih
terlebih dahulu karena sebelum diukur operator harus sudah terbiasa dengan
kondisi dan cara kerja yang telah ditetapkan dan dibakukan. Harap diingat
bahwa yang dicari adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang didapat dari
12

suatu penyelesaian wajar dan bukan penyelesaian dari orang yang bekerja
kaku dengan berbagai kesalahan.
5. Menguraikan Pekerjaan Atas Elemen Pekerjaan
Ada beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya melakukan penguraian
pekerjaan atas elemen–elemennya. Pertama, untuk mejelaskan catatan tentang
tata cara kerja yang dibakukan. Pada langkah kedua di atas telah
dikemukakan bila kondisi dan cara kerja yang telah (dianggap) baik
dibakukan, dinyatakan secara tertulis untuk kemudian digunakan sebagai
pegangan sebelum, pada saat–saat dan sesudah pengukuran. Salah satu cara
membakukan cara kerja adalah dengan membakukan pekerjaan berdasarkan
elemen–elemennya. Alasan kedua adalah untuk memungkinkan melakukan
penyesuaian bagi setiap elemen karena keterampilan bekerjanya operator
belum tentu sama dengan bagian dari gerak–gerakan kerjanya. Alasan ketiga
adalah untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku
yang mungkin saja dilakukan pekerja. Alasan keempat adalah untuk
memungkinkan dikembangkannya data waktu standar untuk tempat kerja
bersangkutan.

2.8.2 Tahapan Pengukuran Stopwatch


Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-
waktu kerja dalam setiap elemen maupun siklus dengan menggunakan alat yang
telah disiapkan. Alur pengukuran dapat dilihat pada Gambar 2.

Pengukuran
Pendahuluan

Pengujian Keseragaman
dan Kecukupan Data
N’ = N +
n

Tidak
Buang Data BKB ≤ x̅ N’ ≤ N
Ekstrem ≤ BKA
Tidak
Ya
Ya

Penghitungan waktu siklus,


waktu normal, dan waktu
baku

Gambar 2 Diagram alir pengukuran


13

Pengukuran pendahuluan adalah salah satu tahapan yang harus dilakukan.


Pada tahap pertama, dilakukan dengan melakukan beberapa pengukuran yang
jumlahnya ditentukan oleh pengukur. Setelah pengukuran tahap pertama, kegiatan
berikutnya adalah menguji keseragaman data dan menghitung jumlah pengukuran
yang dibutuhkan. Jika jumlah pengukuran belum mencukupi maka harus
dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan berikutnya. Pengujian kecukupan
data dilakukan terus menerus hingga mencukupi tingkat ketelitian dan keyakinan
yang dikehendaki. Proses pengukurannya dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Kelompokan dari data pengukuran pendahuluan ke dalam subgrup yang
masing-masing berisi data pengukuran yang diperoleh secara berturut-
turutdan hitung rata-ratanya.
b. Hitung rata-rata dari rata-rata subgrup, dengan:
∑ Xi
x̿ =
k
x̿ : rata-rata dari rata-rata su-group
Xi : rata-rata dari su- group pertama
k : banyaknya sub-group yang terbentuk
c. Hitung standar deviasi dari waktu penyelesaian, dengan:
∑ (Xj − x̿) 2
σ= √
N−1
σ : standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian
N : jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan
Xj : waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan
yang telah dilakukuan
d. Hitung standar deviasi dari distribusi rata-rata subgrub, dengan:
σ
σx̅ =
√n
σx̅ : standar deviasi dari distribusi rata-rata sub grup
σ : standar deviasi sebenarnya dari waktu penyalesaian
n : besarnya subgrup
e. Tentukan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah (BKA dan BKB),
dengan:
BKA = x̿ + 3σx̿
BKB = x̿ − 3σx̿
BKA : batas kendali atas
BKB : batas kendali bawah
x̿ : rata-rata dari rata-rata sub-group
k : konstanta sesuai tingakat keyakinan
σx̿ :standar deviasi dari distibusi harga rata-rata sub-group
14

Waktu

BKA

x̿

BKB

Sub-Group
0
Jika semua rata-rata sub grup berada dalam batas kontrol maka semua nilai
Gambar 3 Contoh bagan kendali

yang ada dapat digunakan untuk menghitung banyaknya pengukuran atau tingkat
kecukupan data yang diperlukan dengan memepertimbangkn tingkat ketelitian dan
tingkat keyakinan. Tingkat telitian menunjukan penyimpangan maksimum hasil
pengukuran dari waktu penyelesaian. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukan
besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil pengukurn yang diperoleh telah
memenuhi syarat ketelitian. Dapat disimpulkan bahwa tingkat keyakinan dan
tingkat ketelitian adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan setelah
memutuskan melakukan pengukuran dalam jumlah tertentu. Kecukupan data
dapat dicari dengan rumus:
2
𝑘 2 2
√N ∑ Xj − (∑ Xj)
N′ = [ 𝑠 ]
∑ Xj
N′ : jumlah pengamatan yang dibutuhkan
N : jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan
Xj : waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan
telah dilakukan
k : konstanta sesuai tingkat keyakinan
s : tingkat ketelitian
Seandainya jumlah pengukuran yang diperlukan ternyata masih lebih besar
dari pada jumlah pengukuran yang telah dilakukan (N’>N), maka pengukuran
tahap ketiga harus dilakukan. Pada tahap ini urutan pekerjaan tetap sama dengan
tahap-tahap sebelumnya. Demikian seterusnya hingga jumlah pengukuran yang
diperlukan sudah dilampaui oleh jumlah yang telah dilakukan (N’  N).
Bila pengukuran waktu telah selesai, yaitu semua data yang didapat
memiliki keseragaman yang dikehendaki, dan jumlah telah memenuhi tingkat-
tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan
pengukuran waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga
memberikan waktu siklus waktu normal dan waktu baku.
Waktu siklus dihitung, yang tidak lain adalah waktu penyelesaian rata-rata
selama pengukuran:
∑x
Ws = N i
15

xi : waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan


yang telah dilakukan
N : jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan

2.8.3 Tahapan Pengukuran Work Sampling


Langkah-langkah dalam melakukan sampling pekerjaan (work sampling
pada dasarnya tidak berbeda dengan yang diketengahkan pada jam henti. Begitu
pula langkah-langkah yang dijalankan sebelum sampling dilakukan, yaitu:
1. Menetapkan tujuan pengukuran.
2. Jika sampling ditujukan untuk mengetahui waktu baku, lakukan penelitian
pendahuluan.
3. Memilih operator-operator hyang baik.
4. Bila perlu mengadakan pelatuhan bagi operator yang dipilih.
5. Melakukan pemisahan kegiatan sesuai yang ingin didapatkan.
6. Menyiapkan peralatan (Sutalaksana et al. 2006).

2.8.4 Penyesuaian
Sutalaksana et al. (2006) mengemukakan bahwa penyesuaian dilakukan
dengan cara mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata dengan
suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Jika pengukur berpendapat bahwa
operator bekerja terlalu cepat maka harga p nya lebih besar dari satu (p>1), jika
operator bekerja terlalu lambat maka harga p nya akan lebih kecil dari satu
(p<1),dan apabila operator bekerja dengan wajar maka harga p nya sama dengan
satu (p=1).
Cara menentukan faktor penyesuaian menggunakan cara Westinghouse,
dimana cara tersebut mengarahkan penilaian pada empat faktor yang dianggap
menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja. Faktor tersebut antara
lain Keterampilan, Usaha, Kondisi kerja dan Konsistensi. Setiap faktor terbagi
dalam kelas–kelas dengan nilainya masing-masing.
Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara
kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya
sampai ke tingkat tertentu saja, tingkat yang merupakan kemampuan maksimal
yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Keterampilan juga dapat
menurun, yaitu bila terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut atau
karena sebab–sebab lain seperti kesehatan terganggu, rasa fatique yang
berlebihan, pengaruh lingkungan sosial dan sebagainya. Untuk keperluan
penyesuaian, keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri–ciri dari setiap
kelas.
Penyesuaian juga bisa dilakukan dengan cara objektif dan cara ini lebih
melihat jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang operator dan memperhatikan
faktor kecepatan kerja dan tingkat kesulitan pekerjaan. Kecepatan kerja adalah
kecepatan dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian biasa. Pengukur harus
melakukan penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja yang ditunjukan oleh
opertor (Sutalaksa et al. 2006).
Nilai penyesuaian dibutuhkan untuk memperoleh waktu normal. Waktu
normal adalah waktu siklus yang telah ditambahkan dengan nilai penyesuaian.
Waktu normal dihitung, yaitu dengan rumus:
Wn= Ws × p
16

Wn : waktu normal
Ws : waktu siklus
p : faktor penyesuaian (persentase untuk menormalkan waktu siklus)

2.8.5 Kelonggaran
Menurut Sutalaksana et al. (2006), kelonggaran diberikan untuk tiga hal
yaitu untuk kebutuhan pribadi menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-
hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang
secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati,
diukur, dicatat ataupun dihitung. Oleh karena itu, sesuai pengukuran dan setelah
mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan.
1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi disini adalah, hal-hal seperti minum, ke
kamar kecil, dan bercakap-cakap. Besarnya kelonggaran yang diberikan
untuk kebutuhan pribadi seperti itu berbeda-beda dari suatu pekerjaan ke
pekerjaan lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda. Besarnya kelonggaran bagi pekerja pria berbeda dari pekerja
wanita, misalnya untuk pekerjaan-pekerjaan ringan pada kondisi-kondisi
kerja normal pria memerlukan 0%-2,5% dan wanita 2-5% (persentase ini
adalah dari waktu normal).
2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa keletihan (fatique)
Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik
jumlah maupun kualitas. Salah satu cara untuk menentukan besarnya
kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja
dan mencatat saat-saat dimana hasil produksi menurun. Kesulitan dalam
menentukan pada saat-saat mana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh
timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lainnya yang dapat
menyebabkan.
3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan
Seorang pekerja tidak akan lepas dari yang namanya hambatan. Ada
hambatan yang dapat dihindarkan seperti bercakap-cakap di luar kegiatan
kerjanya, ada pula hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada di
luar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya.
Beberapa contoh yang termasuk ke dalam hambatan tak terhindarkan adalah:
a. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.
b. Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.
c. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong
yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.
d. Mengasah peralatan potong.
e. Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.
4. Menyertakan kelonggaran dalam penghitungan waktu baku
Langkah pertama adalah menentukan besarnya kelonggaran untuk ketiga hal
diatas yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan
hambatan-hambatan yang tidak terhindarkan. Dua hal yang pertama antara
lain dapat diperolehdengan memperhatikan kondisi-kondisi yang sesuai
dengan pekerjaan yang bersangkutan. Untuk yang ketiga dapat diperoleh
melalui pengukuran khusus seperti sampling pekerja. Kesemuanya, masing–
17

masing dinyatakan dalam presentase, dijumlahkan dan kemudian mengalikan


jumlah ini dengan waktu normal yang telah dihitung sebelumnya.
Nilai kelonggaran dibutuhkan untuk memperoleh waktu baku. Waktu baku
adalah waktu normal yang telah ditambah dengan nilai kelonggaran. Waktu
baku dihitung, yaitu dengan rumus :
Wb = Wn ( i + 1)
Wb : waktu baku
Wn : waktu normal
i : kelonggaran yang diberikan pada pekerja
18

3 TATALAKSANA PRAKTIK KERJA LAPANGAN

3.1 Kerangka Kerja

Kerangka kerja Praktik Kerja Lapangan (PKL) memudahkan penulis untuk


melaksanakan kegiatan PKL. Kerangka PKL tersaji pada Gambar 4.

Mempelajari keadaan umum PT Prowell Energi Indonesia


(Sejarah, struktur organisasi, jenis produk, kegiatan produksi)

Mempelajari, mengamati, serta mendiskusikan aspek khusus Teknik Tata Cara


dan Pengukuran Kerja

Mempelajari topik Teknik Tata Cara dan Pengukuran Kerja di PT Prowell


Energi Indonesia:
1. Peta kerja, yaitu PPO, PAP dan Diagram Alir.
2. Ergonomi, yaitu mempelajari kenyamanan media dan posisi kerja operator.
3. Studi gerakan.
4. Menghubungkan aspek ergonomi dan studi gerakan dengan ekonomi
gerakan.
5. Lingkungan pada area kerja.
6. Display yang terdapat di lingkungan pabrik.
7. Pengukuran waktu siklus, waktu normal dan waktu baku.

Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan aspek umum dan aspek khusus
Teknik Tata Cara dan Pengukuran Kerja

Mencari akar masalah dan alternatif solusi aspek khusus


Teknik Tata Cara dan Pengukuran Kerja

Konfirmasi dan penetapan prioritas pemecahan masalah

Pelaporan

Gambar 4 Kerangka kerja PKL


19

3.2 Metode Praktik Kerja Lapangan

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer merupakan data yang berasal dari observasi dan wawancara langsung pada
tempat Praktik Kerja Lapangan, sedangkan data sekunder merupakan data yang
berasal dari internet dan dokumen perusahaan. Metode pengumpulan data yang
dipakai adalah:
1. Observasi atau pengamatan secara langsung pada proses produksi dan kondisi
lingkungan kerja.
2. Wawancara secara langsung dengan Manager PPIC, Manager Produksi dan
Fabrikasi, Supervisor machining, bagian logistik, dan operator mesin terkait
proses produksi, kondisi lingkungan kerja, dan tata cara proses cutting.
3. Studi Literatur dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari studi
literatur yang ada pada perusahaan yang terkait dengan aspek yang dipelajari.

3.3 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan di PT Prowell Energi


Indonesia yang berlokasi di Delta Silicone Industrial Park Jalan Kamper No. 6,
Cikarang Barat, Bekasi. PKL dilaksanakan selama 45 hari kerja (360 jam kerja)
dengan asumsi rata-rata 8 jam kerja per hari dimulai pada bulan 5 Februari hingga
10 April 2018.

.
20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Perusahaan

4.1.1. Sejarah Perusahaan


PT Prowell Energi Indonesia didirikan oleh Ermin S.Nasution pada tahun
2007. Perusahaan ini bergerak pada bidang manufaktur wireline dan perawatan
sumur migas. PT Prowell Energi Indonesia berlokasi di Delta Silicone 1 Jalan
Kamper Nomor 6, Cikarang, Bekasi.
Client PT Prowell Energi merupakan perusahaan-perussahaan yang
bergerak dalam pengeboran sumur migas, baik yang berasal dari dalam negeri
maupun luar negeri, seperti PT Pertamina Persero, PT PetroChina Internasional,
PT HotHole Instruments, Inc., Brunei Shell Petroleum, PT Conoco Phillips
Indonesia, Ltd., Inc., Baker Hudges, dan Slumberger.
PT Prowell Energi Indonesia memiliki visi untuk menjadi ikon produsen
wireline dalam negeri dengan skala internasional. Pencapaian visi tersebut
didukung oleh misi perusahaan, yaitu:
1. Menyediakan produk dan pelayanan wireline yang berkualitas tinggi untuk
kepuasan pelanggan
2. Menyediakan solusi terpadu untuk mengoptimalkan operasional pelanggan
3. Memelihara hubungan berkelanjutan dengan para stakeholder.

4.1.2. Struktur Organisasi PPIC


Production Planning and Inventory Control Department (Dept. PPIC)
merupakan departmen yang berkaitan dengan penjadwalan produksi, pembuatan
daftar kebutuhan material, dan material turn over. Departemen ini dikepalai oleh
seorang PPIC manager yang membawahi Process Engineer Supervisor dan
planner. Sturuktur organisasi Departemen PPIC PT Prowell Energi Indonesia
dapat dilihat pada Gambar 5.

PPIC Manager

Admin

Process Engineer SPV. Planner

Logistic
Asst. Planner

Material Cutting
Warehouse
Control Operator

Gambar 5 Struktur organisasi Departemen PPIC PT Prowell Energi Indonesia


21

1. PPIC Manager
Departemen PPIC dikepalai oleh seorang Manajer PPIC yang memiliki tugas
sebagai berikut:
a. Mengatur proyek dari awal proyek diterima hingga proyek selesai (project
review, production plan, dan production process control)
b. Menjadi penghubung antara manajemen puncak ke tingkat grassroot dan
sebaliknya
c. Evaluasi kinerja personal
d. Coaching dan bimbingan subordinat
2. Admin
Manajer PPIC dalam pekerjaannya dibantu oleh seorang Admin PPIC untuk
mengumpulkan dan mendata segala dokumen yang berada di Departemen
PPIC. Adapun tugas Admin PPIC adalah:
a. Mengisi monthly Work Order Routing Sheet (WORS)
b. Mengumpulkan dan mengelompokan WORS yang telah kembali dari QC
c. Menerima BOM dan drawing dari Departemen Engineering
d. Follow up MRP menjadi MR dan MR menjadi PO
e. Handover MRP ke logistic
f. Handover MR ke purchasing
3. Process Engineer Supervisor
Supervisor Process Engineer merupakan pengawas staf logistik dalam proses
engineer dan memiliki tugas sebagai berikut:
a. Mengembangkan proses produksi yang efisien
b. Meninjau data untuk penelitian dan informasi
c. Meninjau proses serta menilai kelayakan dan efisiensi peralatan teknik
d. Menilai ketersediaan bahan baku serta keamanan dan dampaknya terhadap
lingkungan pabrik
e. Mengelola biaya dan kendala waktu proyek
f. Menyeleksi, mengelola, dan bekerja dengan subkontraktor
4. Planner
Posisi planner ditujukan untuk membuat jadwal proses produksi, selain itu
seorang planner juga bertugas untuk:
a. Follow up BOM dan drawing dari Departemen Engineering
b. Membuat MRP
c. Membuat WORS
d. Mempersiapkan hal-hal terkait outsourcing
5. Logistic
Bagian Logistik berhubungan dengan pemeriksaan keluar masuknya barang
dari dan ke store. Bagian ini memiliki tugas sebagai berikut:
a. Mengawasi persediaan
b. Menerima permintaan barang atau part
c. Memeriksa persediaan dan menyiapkan MR (material requisition) ke SCM
d. Memberika barang ke user
e. Menangani penerimaan material
f. Menangani pengiriman dan penerimaan barang dari dan ke subkontraktor
g. Stock opname
h. Merawat gudang
i. Mengoordinasi operator cutting
22

j. Mengisi Delivery Order (DO) dari pemasok


k. Mengendalikan waktu kedaluwarsa untuk barang
6. Assistant Planner
Seorang planner dalam pekerjaannya membuat penjadwalan proses produksi
agar tepat waktu dibantu oleh seorang asisten planner yang memiliki tugas
sebagai berikut:
a. Review dan memeriksa isi WO dari Manajer PPIC serta request drawing ke
Departemen Engineering
b. Follow up BOM dan gambar ke Departemen Engineering
c. Membuat kalkulasi kebutuhan material untuk proses produksi
d. Release form MRP ke logistik
e. Membuat perencanaan produksi sesuai drawing
f. Release WORS ke Departemen Fabrikasi dan Produksi
g. Memasukan rekap MRP
7. Warehouse
Operator gudang berkaitan dengan pendataan seluruh barang masuk dan keluar
yang berada di penyimpanan. Operator gudang bertugas untuk:
a. Menerima barang dari pemasok, melabelkan, dan mengidentifikasi
standard part dan consumable part
b. Menyiapkan Receiving Inspection Report (RIR)
c. Menyimpan dan menata standard part dan consumable part yang diterima
setelah QC Approval
d. Menerima WORS dari planner untuk menyiapkan parts yang dibutuhkan
sesuai WORS assy.
e. Transaksi pengeluaran barang sesuai permintaan
f. Mengendalikan persedianam minimum dan persedian maksimum
consumable part
g. Memperbarui stock card
8. Material Control
Berbeda dengan operator gudang yang berkaitan dengan standard part dan
consumable part, Material Control berkaitan dengan pengawaasan raw
material. Material Control memiliki tugas, yaitu:
a. Menerima barang dari pemasok, melabelkan, dan mengidentifikasi material
b. Menyimpan dan menata barang yang diterima setalh QC Approval
c. Memperbarui stock card raw material setelah pemotongan
d. Mengembalikan sisa raw material ke area raw material
e. Melaporkan raw material setiap bulan
9. Cutting Operator
Terdapat 3 operator cutting di PT Prowell Energi Indonesia yang memiliki
tugas sebagai berikut:
a. Menyiapkan alat potong
b. Menerima WORS dari Control Material
c. Menyiapkan material untuk dipotong
d. Mengembalikan sisa pemotongan ke area raw material
e. Menyimpan sisa pemotongan yang tidak terpakai di junk area serrta
membersihkan area kerja
f. Mengembalikan WORS ke Material Control
23

4.1.3. Hasil Produksi


Produk yang dihasilkan PT Prowell Energi Indonesia berupa tools dan unit
yang berhubungan dengan sumur migas. Tahun 2017, PT Prowell Energi
Indonesia memproduksi 3 unit Truck Mounted Wireline Unit masing-masing
untuk PT Pertamina EP Asset 3 field Jatibarang, PT Pertamina EP Asset 2 field
Prabumulih, dan Hot Hole Instruments, Ltd., Inc. pada 2017. Produk Truck
Mounted Wireline Unit dirancang untuk operasi wireline di berbagai medan yang
masih dapat ditempuh melalui jalur darat. Gambar produk Truck Mounted
Wireline dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Truck Mounted Wireline Unit hasil produksi PT Prowell Energi


Indonesia untuk proyek PT Pertamina Persero

Produk lain yang dihasilkan PT Prowell Energi Indonesian periode tahun


2017 adalah Power Pack (Gambar 7) yang berfungsi sebagai penggerak wireline
unit. PT Prowell Energi Indonesia memproduksi 9 unit untuk PT Pertamina EP
Asset 2 field Prabumulih, PT Pertamina Asset 5 Sanga Sanga, Medco E&P
Natuna, PT Thermochem Indonesia, Global Flow Services, Horizon Equipment
Rental LLC., Hot Hole Insutruments, Inc., Medco Tomori, dan PT PHE NSB.

Gambar 7 Power Pack yang diproduksi PT Prowell Energi Indonesia untuk


proyek Medco Tomori
24

4.1.4 Proses Produksi


Proses produksi di PT Prowell Energi Indonesia secara umum terbagi
menjadi 4 kelompok proses (Gambar 8), yaitu proses cutting, machining,
inspection, dan machining. Hal ini disebabkan proses yang diperlukan untuk
menghasilkan setiap produk berbeda satu dengan yang lain.

machining inspecting finishing

memeriksa secara
visual dan merakit
dimensional
melubangi
mengecat
memotong NDT
membubut
Function
test
Loading test

Gambar 8 Alur proses produksi pada PT Prowell Energi Indonesia


1. Cutting (pemotongan)
Material utama produk PT Prowell Energi Indonesia adalah baja. Baja dengan
berbagai macam jenis dan ukuran yang berbeda dipotong sesuai dengan
ukuran yang diperlukan. Baja yang sudah dipotong selanjutnya akan diproses
lebih lanjut sesuai dengan penggolongan part. Contohnya untuk pembuatan
rangka Power Pack dibutuhkan material square tubedan rectangular tube.
Setelah dipotong, material tersebut dirakit dengan cara dilas.
Sedangkan untuk pembuatan tool, seperti Impression Block, material yang
dibutuhkan adalah Shaft AISI 4140. Setelah Shaft AISI 4140 dipotong, proses
selanjutnya adalah pembentukan profile dengan mesin CNC.
2. Machining
Proses machining beragam sesuai dengan kebutuhan perlakuan material atau
sesuai dengan produk yang akan dibuat. Proses machining menggunakan tiga
mesin berbeda, yaitu mesin milling, mesin CNC bubut, dan mesin bubut.
Mesin milling digunakan untuk proses pelubangan (drilling), boring, dan
slotting. Gambar hasil proses drilling dapat dilihat pada Gambar 9.
.

Gambar 9 Profile hasil proses drilling mesin milling produk Go Devil


25

Sedangkan Boring merupakan proses pelubangan dengan mata bor sehingga


didapat lubang yang lebih luas. Proses lainnya,yaitu slotting merupakan
proses pembuatan celah pada material. Contohnya adalah profile hasil proses
slotting untuk produk Go Devil (Gambar 10). Celah pada Go Devil ini
berfungsi untuk membersihkan luar wire dan meluruskan wire.

Gambar 10 Profile hasil proses slotting mesin milling produk Go Devil


Proses machining lainnya menggunakan mesin CNC bubut. Proses yang
dapat dilakukan oleh mesin ini diantaranya facing (Gambar 11), turning
(Gambar 12), threading (Gambar 13).

Gambar 11 Profile hasil proses facing dengan mesin CNC bubut


Facing adalah proses untuk mendapatkan permukaan material yang datar dan
halus. Material diletakan tegak lurus dengan sumbu benda kerja. Sedangkan
pada proses turning (Gambar 12), pembubutan dilakukan sepanjang garis
sumbu.

Gambar 12 Profile hasil proses turning dengan mesin CNC bubut


Proses lain yang menggunakan mesin CNC bubut adalah threading. Proses
ini adalah proses untuk membuat ulir pada part atau produk.Contoh hasil
26

turning dengan mesin CNC bubut untuk part BOP (Blowout Preventer) stem
dapat dilihat pada gambar 13.

Gambar 13 Profile hasil proses threading dengan mesin CNC bubut


Kegiatan yang dilakukan di mesin bubut dan CNC bubut pada dasarnya sama.
Hal yang menjadi alasan penggunaan mesin, diantaranya jumlah dan dimensi
material. Jika part atau produk yang dihasilkan dalam jumlah banyak, maka
akan digunakan mesin CNC bubut, sedangkan produk atau part yang
menggunakan material dengan dimensi besar dan output yang dihasilkan
sedikit, maka akan menggunakan mesin bubut.
3. Inspecting
Inspeksi yang berlaku di PT Prowell Energi Indonesia tergantung pada
produk yang dihasilkan. Bahan baku yang telah melalui proses machining
pada umumnya dilakukan inspeksi secara visual dan dimensional. Jenis
inspeksi lainnya adalah NDT (Non Destruction Test) untuk mengecek hasil
welding (pengelasan) dan Loading Test untuk mengecek kemampuan
mengangkat beban.
4. Finishing
Proses finishing terdiri dari tiga jenis proses, yaitu assembling, painting dan
function test untuk mengecek kesesuaian fungsi produk. Contoh proses
assembling, yaitu assembling produk truck mounted wireline unit.
Subassembly, seperti covering system assy, mechanical system assy, brake
system assy, measuring and steering system assy, operator seatand interior
assy, lifting equipment assy, dan aksesoris digabungkan satu dengan yang lain
dengan cara pengelasan. Produk yang telah dirakit menjadi satu unit utuh
selanjutnya dicat (proses painting) sesuai warna yang diinginkan client.
Proses ini dibutuhkan untuk meminimalisasi proses korosi pada baja.
Beberapa produk, seperti hydraulic mast dan wireline unitmemerlukan
sertifikasi, diantaranya COC (Certificate Of Conformance) atau COM
(Certificate Of Manufacture) yang dikeluarkan oleh QC (Quality Control)
sebagai bukti kelayakan produk.

4.2 Peta Kerja

Peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk
berkomunikasi secara luas. Peta-peta kerja dibuat agar mendapatkan informasi
yang diperlukan untuk menperbaiki metoda kerja.
27

1. Peta Proses Operasi (PPO)


Peta Proses Operasi (PPO) merupakan diagram yang menggambarkan langkah-
langkah yang dialami bahan baku meliputi urutan operasi, pemeriksaan, dan
penyimpanan sampai menjadi produk jadi. Proses produksi Impression Block
(IB) 1,25 inci terdiri dari 9 operasi dengan total waktu 226,62 menit dan 3
inspeksi dengan total waktu 23,5 menit. PPO dapat dilihat pada Lampiran 2.
Proses operasi pembuatan IB 1,25 inci dimulai dari proses pemotongan
material AISI 4140 dengan mesin band saw. Material yang telah dipotong
selanjutnya diperiksa ukurannya oleh bagian QC. Material yang lulus QC
dibentuk profilenya menggunakan mesin CNC bubut. Setelah terbentuk profile,
proses selanjutnya adalah pelubangan dengan mesin milling. Hasil dari proses
ini adalah lubang untuk inlet pin.
Material lain yang dibutuhkan untuk proses pembuatan IB 1,25 inci adalah
round bar dengan diameter 4,7 mm dan panjang 35 mm. Pin berfungsi sebagai
penyangga timah agar tidak terlepas dari IB bagian atas. Material round bar
dipotong lalu dibubut untuk menghasilkan profile dengan mesin bubut.
Setelah diperoleh part 1 IB dan pin, proses selanjutnya adalah pemasangan pin
ke part 1 dengan cara pengelasan. Proses berikutnya adalah pengecoran timah
di bagian bawah IB. IB yang telah dicor selanjutnya melalui proses finishing
dengan mesin CNC. Proses ini ditujukan untuk merapikan hasil cor timah dari
proses sebelumnya dan menyamakan diameter timah dengan bagian atas IB.
Setelah diperoleh IB yang sudah dicor dan dirapikan, selanjutnya IB diinspeksi
ukuran dan kekeroposan timahnya. Inspeksi dilakukan secara visual dan
dimensional.
Proses berikutnya adalah blackening. Proses blackening tidak dilakukan oleh
PT Prowell Energi Indonesia dikarenakan tidak adanya sumber daya untuk
melakukannya, sehingga adanya tambahan waktu untuk mengirim IB dari dan
ke pihak ketiga.
IB yang telah selesai proses di pihak ketiga diinspeksi untuk melihat seluruh
bagian IB yang sudah tertutup. Setelah lulus inspeksi, IB diberi part
number.Pemberian part number ditujukan untuk memudahkan melacak produk
setelah sampai ke klien. Jika ada produk yang bermasalah di lapangan, maka
dengan adanya part number, perusahaan dapat mencari akar masalah dari
kegagalan produk tersebut dengan melacak part numbernya. Apakah ada
kesalahan dari drawing produk tersebut atau penggunaan material yang tidak
sesuai. Contoh part number IB adalah 723-1604-14635, yaitu 7 untuk tipe
produk, 23 untuk kelas produk, 16 untuk spesifikasi yang diminta, 04 untuk
kode bagian produk, dan 14635 untuk nomor urut master list administrasi
drawing.
2. Peta Aliran Proses (PAP)
Peta Aliran Proses (PAP) menerangkan lebih detail dari PPO. PPO
menggambarkan operasi, pemeriksaan, dan penyimpanan. Sedangkan pada
PAP selain meliputi operasi, pemeriksaan, dan penyimpanan, ditambah dengan
transportasi dan menunggu. Selain itu, dalam PAP juga terdapat informasi-
informasi lain berupa waktu dan jarak perpindahan yang dapat digunakan
untuk analisa efisiensi waktu.
Peta Aliran Proses Pembuatan Impression Block1,25” terdiri dari 9 operasi, 4
pemeriksaan, dan 9 transportasi. Total waktu operasi 226,62 menit;
28

pemeriksaan 23,5 menit; dan transportasi 19 menit, sehingga total waktu


pembuatan IB 1,25” adalah 284,5 menit. Total jarak pada pembuatan IB 1,25”
adalah 228 meter. Peta Aliran Proses Pembuatan IB 1,25” dapat dilihat pada
Lampiran 3.
3. Diagram Aliran
Diagram aliran menunjukan lokasi dari semua aktivitas yang terjadi dalam
PAP. Proses cutting material (AISI 4140 dan round bar) untuk pembuatan IB
1,25” dilakukan di cutting area. Sedangkan untuk inspeksi dilakukan di
inspection area. Proses pembubutan pin dan pelubangan IB dilakukan di
machining area. Sedangkan proses yang menggunakan mesin CNC dilakukan
di CNC area. Proses pengelasan pin dan pengecoran timah dilakukan di area
fabrikasi. Diagram aliran pembuatan IB 1,25” terdapat pada Lampiran 4.
4. Peta Pekerja dan Mesin (PPM)
Peta Pekerja dan Mesin (PPM) merupakan suatu grafik yang menggambarkan
koordinasi antara waktu bekerja dan waktu menganggur dari kombinasi antara
pekerja dan mesin, sehingga peta kerja ini dapat digunakan sebagai alat untuk
mengurangi waktu menganggur (idle). PPM untuk proses cutting material
round bar menggunakan mesin band saw (Lampiran 5) terdiri dari waktu
menganggur operator selama 15 detik dan waktu kerja operator 80 detik,
sehingga diperoleh waktu total 95 detik dan persentase kerja operator sebesar
84,21%. Sedangkan waktu menganggur mesin adalah 80 detik dan waktu
penggunaan mesin selama 15 detik, serta diperoleh waktu total 95 detik dan
persentase penggunaan mesin 15,79%.

4.3 Ergonomi

4.3.1 Lingkungan Kerja


1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang memengaruhi produktivitas
pekerja.Pekerja yang bekerja pada temperatur terlalu rendah dapat mengalami
penurunan semangat kerja, sedangkan bekerja pada temperatur terlalu tinggi
dapat menyebabkan kelelahan.
Merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405 Tahun 2002 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, suhu ideal
di lingkungan kerja industri antara 18 °C – 30 °C. Sedangkan, dilihat dari data
suhu setiap ruangan atau area di PT Prowell Energi Indonesia pada Februari
2018 (Tabel 3), suhu melebihi ketentuan ideal yang dianjurkan oleh
Kementrian Kesehatan.Oleh karena itu, penambahan kipas angin atau
pendingin ruangan dianjurkan untuk menyesuaikan suhu dengan Peraturan
Menteri Kesehatan.
29

Tabel 3 Data temperatur di Workshop PT Prowell Energi Indonesia


pada Februari 2018
Ruangan/Area Temperatur ( °C) Keterangan
Kantor 27,6 Sesuai standar
Cutting dan Penyimpanan
36,1 > standar
Raw Material
Assembly 36,1 > standar
Quality Assurance and
34 > standar
Quality Control
CNC 31,7 > standar
Fabrikasi 33,4 > standar
Pressure Test 33,1 > standar
Store 1 32,6 > standar
Store2 33,1 > standar
Store3 34,5 > standar
Store6 34,3 > standar
PPIC 27,5 Sesuai standar
Machining 30,8 > standar

Suhu ekstrem terdapat di area cutting dan penyimpanan raw material, yaitu
36,1 °C. Hal ini disebabkan oleh dinding yang terbuat dari seng. Seng adalah
penghantar logam yang baik, sehingga udara panas dari luar diserap oleh seng
dan mengakibatkan udara di dalam ruangan panas. Selain dinding yang terbuat
dari seng, letak area yang berada di paling belakang ruang produk dan
kurangnya sirkulasi udara juga menyebabkan suhu di area ini lebih tinggi dari
area atau ruangan lain di workshop. Terdapat 1 fan yang ada di area cutting dan
penyimpanan raw material. Fan yang ada pun tidak berfungsi dengan baik
karena tidak dapat berputar ke kanan dan ke kiri sehingga udara dingin hanya
terasa di satu titik saja.
2. Kelembaban
Kelembaban berhubungan dengan temperatur. Kelembaban dan temparatur
(suhu) yang tinggi mengakibatkan tubuh akan mengurangi panas secara
berlebih dan berdampak pada pekerja yang mudah lelah.Kelembaban di
workshop PT Prowell Energi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Data persentase kelembaban di Workshop PT Prowell Energi


Indonesia pada Februari 2018
Kelembaban
Ruangan/Area Keterangan
(%)
Kantor 57 < standar
Cutting dan Penyimpanan Raw < standar
64
Material
Quality Assurance and Quality Sesuai standar
66
Control
CNC 65 Sesuai standar
PPIC 54 < standar
Machining 64 < standar
30

Data tersebut menunjukkan bahwa persentase kelembaban di sebagian besar


area workshop masih di bawah standar yang ditetapkan pemerintah, yaitu 65-
95% untuk lingkungan kerja industri.Perusahaan disarankan menggunakan
humidifier untuk meningkatkan persentase kelembaban di area dengan nilai
kelembaban di bawah standar.
3. Sirkulasi Udara
Sirkulasi udara pada area produksi, fabrikasi, painting dan machining kurang
baik, sehinggamengakibatkan udara bercampur dengan bau-bauan. Hal tersebut
dapat mengganggu pernapasan, sehingga tidak boleh dibiarkan terlalu lama
karena akan memengaruhi kesehatan tubuh dan akan mempercepat proses
kelelahan. Pihak perusahaan disarankan untuk memperbaiki sirkulasi udara
pada area-area tersebut agar pekerja dapat menghirup udara yang bebas dari
zat-zat berbahaya, seperti VOC dan welding fume. Perbaikan sirkulasi udara
dapat dilakukan dengan pemasangan exhaust fandan pembuatan ventilasi..
4. Pencahayaan
Intensitas cahaya memengaruhi kemampuan manusia untuk melihat obyek
secara jelas. Intensitas cahaya yang terlalu kecil dapat mengakibatkan mata
pekerja menjadi cepat lelah. Beberapa pekerjaan di PT Prowell Energi
Indonesia, seperti memotong material, membubut, melubangi, dan pemeriksaan
memerlukan ketelitian tinggi, sehingga diperlukan pencahayaan yang sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 70 Tahun 20016 tentang Standar
Kesehatan Lingkungan Kerja, pencahayaan minimum untuk industri
pengolahan logam berkisar antara 200-1000 lux. Data ukuran intensitas cahaya
di PT Prowell Energi Indonesia disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Data intensitas cahaya di Worksop PT Prowell Energi Indonesia pada


Februari 2018
Intensitas Pencahayaan
Ruangan/Area
Cahaya (lux) Minimum (lux)
Kantor 60 300
Assembly 8,1 200
Quality Assurance and Quality 11,2
500
Control
CNC 11 200
Fabrikasi 11,5 200
Machining 281 200
OSL area and storage 16 100

Sesuai data di atas, dapat disimpulkan bahwa pencahayaan di PT Prowell


Energi Indonesia masih di bawah standar yang telah ditetapkan
pemerintah.Pencahayaan di area assembly sangat minim karena hanya
menggunakan 6 lampu neon tanpa adanya lampu bantu. Perusahaan perlu
menambah lampu bantuan di setiap stasiun kerja atau area.
5. Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga
manusia.Tidak dikehendaki karena dapat mengganggu konsentrasi pekerja dan
dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu kesehatan pendengaran
pekerja. Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditentukan pemerintah untuk
31

pekerjaan dengan waktu kerja 8 jam adalah 85 dB.Data intensitas kebisingan di


workshop PT Prowell Energi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Data intensitas bunyi di Workshop PT Prowell Energi


Indonesia pada Maret 2018

Ruangan/Area Tingkat Bunyi (dB)


Pressure Test 65
Painting 65
Cutting dan Penyimpanan Raw Material 71
Assembly 70
Quality Assurance and Quality Control 59
CNC 69
Fabrikasi 69
Machining 72
Store 7 60
OSL 57
Penyimpanan OSL 55
Mechanic 59

Bunyi-bunyi yang tidak dikehendaki di workshop PT Prowell Energi Indonesia


berasal dari mesin dan proses. Kebisingan di area machining berasal dari
kegiatan pada mesin bubut. Penggantian chuck menimbulkan getaran dan bunyi
yang cukup keras.
Kebisingan lainnya berada pada area welding dan area cutting. Proses
pengelasan pada area welding dan pemotongan dengan plasma cutting
menimbulkan bunyi yang nyaring di sekitar area-area tersebut. Oleh karena itu,
pekerja di sekitar area-area tersebut disarankan memakai ear plugs untuk
meminimalisasi intensitas bunyi terlalu besar yang masuk ke telinga. Intensitas
bunyi terlalu besar dan frekuensi yang lama dapat menyebabkan masalah
pendengaran.
6. Getaran Mekanik
Getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan
kegiatan manusia.Getaran mekanik di workshop PT Prowell Energi Indonesia
ditimbulkan dari kegiatan penggantian chuck pada mesin bubut. Chuck
diangkat menggunakan hoist ke mesin bubut. Proses pengangkatan dan
pemasangan chuck ini yang menimbulkan getaran di area kerja lantai 2 karena
hoist yang menempel di langit-langit lantai 1. Getaran yang ditimbulkan dari
proses ini dapat dirasakan sampai area kerja divisi engineering dan ruangan
workshop director karena area tersebut berada tepat di atas work station mesin
bubut. Getaran mekanis ini dapat dikurangi dengan melengkapi lantai area
engineering dengan peredam getaran atau menambahkan peredam pada hoist.
7. Bau-bauan
Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran
jika mengganggu konsentrasi kerja. Apabila hal ini terjadi terus menerus dapat
mempengaruhi penciuman. Bau yang cukup menyengat di workshop PT
Prowell Energi Indonesia adalah bau yang berasal dari proses welding pada
32

area fabrikasi. Proses welding menghasilkan welding fume yang bila debunya
terhisap akan tertahan oleh bulu hidung, sedangkan debu yang lebih halus akan
terbawa masuk ke paru-paru. Debu-debu halus tersebut dapat melekat pada
alveolus, sehingga jika mengendap terus menerus dapat menimbulkan penyakit
gangguan pernapasan.
Bau lainnya berasal dari proses painting di area painting. Bau ini dihasilkan
oleh Volatile Organic Compounds (VOC). VOC menguap saat cat mengering.
Jika VOC dapat menyebabkan pusing karena VOC bercampur dengan udara
yang dihirup, sehingga kadar oksigen yang dihirup menjadi rendah dan
menyebabkan pasokan udara ke otak sedikit. Selain itu, terus menerus
menghirup VOC dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan
pernapasan. Pekerja disarankan memakai mask respirator untuk mengurangi
resiko gangguan pernapasan.
8. Warna
Warna dinding ruang kerja di workshop PT Prowell Energi Indonesia berwarna
putih. Penggunaan warna putih pada ruang kerja yang terbatas membuat kesan
luas. Selain itu, penggunaan warna putih juga memberikan kesan area yang
bersih.

4.3.2 Antropometri
Antropometri merupakan ilmu yang berhubungan dengan pengukuran
keadaan dan ciri-ciri fisik manusia. Fasilitas yang ada di PT Prowell Energi
Indonesia pada umumnya sudah ergonomis. Tinggi pintu di area kantor 202 cm.
Hal ini cocok dengan tinggi maksimum pekerja, sehingga pekerja yang melewati
pintu tersebut tidak harus menunduk. Sedangkan untuk tangga yang
menghubungkan area kantor di lantai 2 dengan ruang produksi memiliki
kemiringan 45° dan dilengkapi dengan pegangan tangga di kedua sisinya. Jalur
untuk naik dan turunpun berbeda, sehingga mempermudah transportasi pekerja.

4.3.3 Display
Display merupakan alat untuk memberi informasi kepada pekerja agar
tugas-tugasnya menjadi lancar serta mencegah kecelakaan kerja. Sehubungan
dengan lingkungan, display dibagi dua, yaitu display statis dan display dinamis.
1. Display Statis
Display statis merupakan informasi tentang suatu yang tidak bergantung
terhadap waktu. Display statis di workshop PT Prowell Energi Indonesia pada
umumnya berupa petunjuk dan imbauan. Contoh display di workshop PT
Prowell Energi Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 6. Penggunaan gambar
pada display sudah baik, karena dapat dilihat dari kejauhan dan cukup menarik
perhatian, akan tetapi penggunaan warna pada display belum sesuai.
Pembuatan display tidak memerhatikan arti pemakaian warna. Terdapat display
larangan merokok yang menggunakan warna biru. Warna biru digunakan pada
display yang ditujukan untuk anjuran.
2. Display Dinamis
Display lainnya di workshop PT Prowell Energi Indonesia, yaitu display
dinamis. Display ini menggambarkan perubahan menurut waktu sesuatu
dengan variabelnya. Contoh display dinamis di workshop PT Prowell Energi
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 7.
33

Tabel 7 Display dinamis di Workshop PT Prowell Energi Indonesia

No Nama Display Gambar Keterangan


1 Indikator Berfungsi menunjukan
tekanan besar tekanan pada chuck,
headshock dan tail
spindle mesin CNC.

2 Control panel Berfungsi untuk


CNC lathe menunjukkan pengaturan
machine program yang dibuat
operator dan
memudahkan
pengoperasian mesin.

4.4 Studi Gerakan

Studi gerakan adalah analisa yang dilakukan terhadap beberapa gerakan


bagian badan pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya. Studi ini bertujuan
untuk menghilangkan gerakan-gerakan yang tidak perlu, sehingga diperoleh
penghematan waktu.
Studi gerakan dilakukan pada proses cutting. Proses cutting merupakan
proses utama dalam kegiatan produksi pada PT Prowell Energi Indonesia.
Elemen-elemen gerakan pada proses cutting dapat dilihat pada Tabel 8.
Gerakan-gerakan pada proses cutting masih belum efektif. Operator
disarankan menandai panjang yang akan dipotong untuk potongan berikutnya saat
mesin sedang menggergaji, sehingga dapat mengurangi waktu setting material.
Selain itu, operator disarankan untuk menuliskan part number saat mesin bekerja
jika memungkinkan.
Saran tersebut juga dapat mengurangi pemborosan waktu karena kedua
tangan operator tidak menganggur dan dapat mengurangi idle operator.
Pengurangan pemborosan gerakan selanjutnya akan dibahas pada sub bab
ekonomi gerakan.
34

Tabel 8 Elemen gerakan proses cutting material

Waktu
No. Elemen Gerakan
(detik)
1 Menekan tombol engine stop 3
2 Mengangkat handle gergaji 3
3 Melonggarkan clamp 6
4 Meletakkan material pada sawing table 10
5 Mengencangkan clamp 10
6 Menekan tombol power 3
7 Setting kecepatan gergaji 6
8 Mengukur panjang material yang dibutuhkan sesuai Work Order 34
Routing Sheet (WORS)
9 Atur kecepatan gergaji 9
10 Mengangkat material yang sudah dipotong 2
11 Meletakkan material yang sudah dipotong di tempat penyimpanan 10
sementara
12 Menulis part number 5
Jumlah 101

4.5 Ekonomi Gerakan

Ekonomi gerakan bertujuan untuk mendapat gerakan-gerakan kerja yang


ekonomis. Bukan hanya untuk menghilangkan penggunaan waktu yang tidak
perlu, tetapi juga untuk mengurangi penyebab kelelahan pada pekerja. Terdapat
tiga prinsip ekonomi gerakan pada proses cutting dengan mesin band saw yang
akan dibahas pada subbab ini, yaitu ekonomi gerakan yang dihubungkan dengan
tubuh manusia dan gerakannya, pengaturan tata letak tempat kerja, dan
perancangan peralatan.
1. Ekonomi Gerakan Dihubungkan dengan Manusia dan Gerakan-Gerakannya
a. Kedua tangan sebaiknya tidak menganggur pada saat yang sama
Terdapat gerakan dimana kedua tangan menganggur saat mesin band saw
beroperasi. Idle ini dapat dikurangi dengan cara saat mesin bekerja, maka
operator dapat melakukan pengukuran panjang untuk material yang akan
dipotong delanjutnya lalu melakukan marking serta operator dapat
menuliskan part number.
b. Gerakan kedua tangan akan lebih mudah jika satu terhadap yang lainnya
simetris dan berlawanan arah
Gerakan kedua tangan yang simetris membuat operator akan lebih mudah
bekerja. Prinsip ini terdapat pada gerakan operator mengangkat handle
gergaji dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan menekan tombol
engine stop.
c. Gerakan tangan atau badan sebaiknya dihemat
Penghematan gerakan ini dapat mengurangi waktu yang terbuang karena
gerakan yang tidak diperlukan. Selain itu juga dapat mengurangi faktor
kelelahan karena gerakan yang sia-sia.
35

2. Ekonomi Gerakan Dihubungkan dengan Pengaturan Tata Letak Tempat Kerja


a. Sebaiknya diusahakan agar badan dan peralatan mempunyai tempat yang
tetap
Penerapan prinsip ini bertujuan untuk memudahkan operator untuk
menggunakan alat yang dibutuhkan. Penempatan alat di tempat yang tetap
dapat mengurangi waktu mencari yang termasuk ke dalam pemborosan.
Contohnya adalah pemborosan waktu karena operator yang mencari alat
ukur. Jika alat ukur ditempatkan di tempat yang tetap dan mudah
dijangkau serta terdapat pada tempat yang berada di jangkauan mata
operator, maka kegiatan mencari tersebut dapat dihilangkan.
b. Tempatkan bahan-bahan dan peralatan di tempat yang mudah, cepat, dan
enak untuk dicapai
Prinsip ini juga digunakan untuk mengurangi pemborosan waktu karena
mencari bahan dan alat yang akan digunakan. Bahan-bahan (material)
yang akan digunakan untuk kegiatan cutting terdapat pada raw material
area yang terletak bersebelahan dengan area cutting. Hal ini dapat
membantu transportasi material, tetapi penyimpanan material tidak
disertai keterangan jenis material serta spesifikasinya.
c. Tata letak peralatan dan pencahayaan sebaiknya diatur sedemikian rupa,
sehingga dapat membentuk kondisi yang baik untuk penglihatan
Pencahayaan di area cutting masih di bawah standar yang ditetapkan
pemerintah, sehingga dapat mengganggu kegiataan pemotongan material.
Pencahayaan yang baik sangat dibutuhkan untuk kegiatan pengukuran
panjang material.

4.6 Pengukuran Waktu

Pengukuran waktu dilakukan pada stasiun kerja cutting (pemotongan).


Pekerjaan pemotongan merupakan awal dari proses produksi yang ada di PT
Prowell Energi Indonesia. Terdapat 3 operator cutting di PT Prowell Energi
Indonesia yang memiliki pekerjaan berbeda. 2 operator untuk mesin cutting torch
dan plasma cutting serta 1 operator untuk mesin band saw cutting.
Pengukuran waktu dilakukan pada kegiatan memotong dengan mesin band
saw. Hal ini dikarenakan pemotongan material pada umumnya menggunakan
mesin band saw. Material yang dipotong menggunakan mesin band saw cutting,
diantaranya square tube, AISI, strips plate, dan round bar. Adapaun mesin
plasma cutting maupun cutting torch adalah jenis steel plate karena dimensinya
yang besar, sehingga tidak muat pada mesin band saw.

4.6.1. Langkah-Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran


1. Penetapan Tujuan Pengukuran
Penetapan tujuan dalam pengukuran waktu dilakukan, sehingga dapat
diketahui untuk apa hasil pengukuran digunakan serta berapa tingkat
ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran
tersebut.
Tujuan pengukuran waktu kegiatan pemotongan material sqaure tube di PT
Prowell Energi Indonesia ini adalah untuk memperkirakan secara kasar waktu
36

penyelesaian waktu produk. Tujuan pengukuran ini tidak berhubungan


dengan pengukuran prestasi, sehingga tingkat keyakinan dan tingkat
ketelitian yang dipakai tidak terlalu tinggi. Tingkat ketelitian yang dipakai
adalah 10% dan tingkat keyakinan 95%. Artinya toleransi yang diberikan
untuk rata-rata hasil pengukuran sebesar 10% dan kemungkinan berhasil
mendapatkan hal ini adalah 95%.
2. Melakukan Penelitian Pendahuluan
Pengukuran waktu dilakukan pada kondisi sebaik-baiknya. Kondisi yang baik
dalam hal ini, dintaranya kondisi lingkungan yang kondusif (suhu ideal,
pencahayaan cukup, dan sirkulasi udara baik) serta cara kerja yang benar.
Perbaikan sistem kerja terdapat pada elemen kerja mengukur panjang material
dan menuliskan part number. Pengukuran panjang material kedua dan
seterusnya dapat dilakukan saat pemotongan sebelumnya berlangsung dan
dilakukan marking (penulisan tanda batas panjang material yang
akandipotong), sehingga dapat menghemat waktu setting. Penulisan part
number juga dapat dilakukan saat pemotongan berlangsung. Selain untuk
menghemat waktu, kegiatan ini juga dimaksudkan untuk mengurangi waktu
menganggur operator.
3. Memilih Operator
Operator yang dihitung waktu kerjanya merupakan operator yang bekerja
dengan normal dan dapat diajak bekerja sama. Maksud normal dalam konteks
ini adalah operator tidak bekerja terlalu cepat maupun terlalu lambat. Selain
itu, operator yang dipilih juga adalah operator yang dapat bekerja secara
wajar, yaitu bekerja seperti biasa saat pengukuruan berlangsung
Operator yang dijadikan objek pengukuran waktu, yaitu Bapak M. Arifin
Nasution yang telah bekerja sebagai operator mesin band saw cutting di PT
Prowell Energi Indoonesia selama 2 bulan sejak awal Desember 2017.
Sebelumnya beliau bekerja sebagai JTC material handler di PT Welltekindo
Nusantara selama 9 tahun.
4. Melatih Operator
Langkah ini ditujukan untuk membiasakan operator dengan sistem kerja yang
baru. Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, ada cara kerja yang diubah
sehingga melatih operator dianggap perlu. Pembiasaan ini juga dimaksudkan
untuk menciptakan gerakan yang berirama dan tidak kaku.
5. Mengurai Pekerjaan
a. Setting dan adjustment
b. Meletakkan material di penyimpanan sementara
6. Menyiapkan Alat-alat Pengukuran
Alat yang digunakan untuk menghitung waktu pengukuran proses cutting
dengan mesin band saw, yaitu stopwatch dan lembar pengamatan. Selain itu,
digunakan pula aplikasi Microsoft Office Excel yang digunakan untuk
pengolahan data.

4.6.2. Pengukuran dan Perhitungan


1. Pengukuran Pendahuluan
Pengukuran dilakukan pada Rabu, 21 Februari 2018 dengan objek yang
diamati adalah pekerjaan sebelum pemotongan oleh mesin (setting) dan
pekerjaan setelah pemotongan berupa peletakan material yang telah dipotong.
37

Material yang dipotong adalah jenis square tube ASTM A500 GR B (T= 6
mm, W= 50 mm, H= 50 mm, dan L= 55 mm). Data-data waktu pengukuran
dikelompokan ke dalam 4 sub-group. Data-data waktu pengukuran pekerjaan
sebelum pemotongan dapat dilihat dalam Tabel 9.

Tabel 9 Data waktu pengukuran pekerjaan sebelum pemotongan square tube


ASTM A500 GR B

Waktu penyelesaian
Sub group ke- x̅ (detik)
berturut-turut (detik)

1 125 126 148 112 127,75


2 125 120 111 116 118
3 105 109 115 123 113
4 121 144 115 152 133
x̿ (detik) 122,94

Tabel data waktu pengukuran pekerjaan sebelum pemotongan menunjukan


durasi pekerjaan berupa setting mesin selama 16 kali pengamatan dan
diperoleh waktu siklus sebagai berikut:
1966
Waktu siklus = = 122,94 detik/material
16
Data waktu pengukuran pekerjaan setelah pemotongan dapat dilihat pada
Tabel 10. Dari tabel data tersebut diperoleh nilai waktu siklus sebesar 8,13
detik/material dengan perhitungan sebagai berikut:
131
Waktu siklus = = 8,13 detik/material
16

Tabel 10 Data waktu pengukuran pekerjaan setelah pemotongan square tube


ASTM A500 GR B

Waktu penyelesaian
Sub group ke- x̅ (detik)
berturut-turut (detik)

1 8 8 10 7 8,25
2 8 8 7 8 7,75
3 7 7 8 8 7,5
4 8 10 8 10 9
x̿ (detik) 8,13

Material square tube terdiri dari beberapa spesifikasi, diantaranya:


a. Square tube ASTM A500 GR B (T= 6 mm, W= 50 mm, H= 50 mm, dan
L= 55 mm)
b. Square tube ASTM A500 GR B (T= 6 mm, W= 50 mm, H= 50 mm, dan
L= 1445 mm)
c. Square tube ASTM A500 GR B (T= 2,8 mm, W= 30 mm, H= 30 mm, dan
L= 480 mm)
38

d. Square tube ASTM A500 GR B (T= 6 mm, W= 65 mm, H= 65 mm, dan


L= 875 mm)

Ukuran ketebalan, tinggi, dan lebar material memengaruhi waktu pemotongan


material oleh mesin. Sedangkan ukuran panjang memengaruhi waktu setting
dan adjustment. Perbedaan waktu setting dikarenakan material dengan
spesifikasi panjang lebih dari 14,5 cm memerlukan pengukuran panjang di
setiap setting material. Sedangkan pemotongan material dengan panjang
kurang dari 14,5 cm dapat menggunakan bantuan stopper, sehingga tidak
memerlukan pengukuran material kembali. Grafik waktu siklus proses cutting
material-material di atas (Gambar 14).

Waktu siklus proses cutting material square tube ASTM


A500 GR B
Waktu
300(detik) 270.5

250
204.36
200
155.63 154.08
150

100

50
Jenis material
0
Material A Material B Material C Material D

Materiial A Material B Material C Material D

Gambar 14 Waktu siklus proses cutting material square tube ASTM A500
GR B
Keterangan:
Material A = Square tube ASTM A500 GR B (T= 6 mm, W= 50 mm, H= 50
mm, dan L= 55 mm)
Material B = Square tube ASTM A500 GR B (T= 6 mm, W= 50 mm, H= 50
mm, dan L= 1445 mm)
Material C = Square tube ASTM A500 GR B (T= 2,8 mm, W= 30 mm, H=
30 mm, dan L= 480 mm)
Material D = Square tube ASTM A500 GR B (T= 6 mm, W= 65 mm, H= 65
mm, dan L= 875 mm)
2. Pengujian Keseragaman Data
Pengujian keseragaman data dimaksudkan untuk mendapat data waktu
pengukuran yang seragam. Walaupun data waktu pengukuran berbeda-beda,
tetapi masih dalam batas kewajaran. Perbedaan ini didapat dari adanya
perubahan sistem pengerjaan proses cutting.
39

Batas kendali diperlukan untuk menentukan batas seragam atau tidaknya data.
Batas kendali terdiri atas batas kendali atas (BKA) dan batas kendali bawah
(BKB). Sub-group dengan nilai di luar BKA maupun BKB harus dieliminasi,
sehingga tidak ikut diperhitungkan dalam perhitungan waktu. Nilai-nilai yang
diperhitungkan dalam perhitungan BKA dan BKB, diantaranya standar
standar deviasi rata-rata sub-group. Berikut adalah nilai perhitungan standar
deviasi, standar devisi rata-rata sub-group, BKA, dan BKB.
a. Pekerjaan sebelum pemotongan (setting)
1) Standar deviasi (σ)
∑ ( Xj − x̿)2
σ=√
N−1

2822,27
σ= √
15

σ = √ 188,15
σ = 13,72 detik
Nilai standar deviasi yang diperoleh sebesar 13,72 detik. Perhitungan
selanjutnya, yaitu menghitung nilai standar deviasi dari harga rata-rata
sub-group.

2) Standar deviasi dari rata-rata harga sub-group (σx̿)


σ
σx̅ =
√n

13,72 detik
σx̅ =
√4
σx̅ = 6,86 detik

3) Nilai batas kendali


BKA = x̿+ 3σx̿
BKA = 122,94 + (3) (6,86)
BKA = 143,51 detik

BKB = x̿ - 3σ ̿x
BKB = 122,94 - (3) (6,86)
BKB = 102,36 detik
Nilai BKA yang diperoleh sebesar 143,51 detik dan BKB 102,36
detik. Perolehan nilai tersebut berikutnya dapat dibuat bagan kendali
(Gambar 15). Bagan tersebut menunjukan posisi nilai rata-rata setiap
sub-group terhadap nilai BKA dan BKB. Nilai rata-rata setiap sub-
group berada diantara BKA dan BKB, sehingga tidak ada sub-group
yang dieliminasi dari perhitungan berikutnya. Akan tetapi, ada 1 data
di sub-group 1 dan 2 data di sub-group 4 yang lebih dari BKA. Hal ini
dikarenakan operator harus memotong material lain yang bersifat
urgent, sehingga harus melakukan setting ulang.
40

Bagan Kendali Pekerjaan Sebelum Cutting Square


Waktu Tube
(detik)
160
140
120
100 BKA

80 x̅
x-bar
60 BKB
40 x̿
x-bar-bar
20
0
Sub-group
1 2 3 4

Gambar 15 Bagan kendali sebelum pemotongan

b. Pekerjaan setelah pemotongan


1) Standar deviasi (σ)
∑ ( Xj − x̿)2
σ=√
N−1

13
σ= √
15

σ = √ 0,84
σ = 0,92 detik
Nilai standar deviasi yang diperoleh sebesar 0,92 detik.
Perhitungan selanjutnya, yaitu menghitung nilai standar deviasi
dari harga rata-rata sub-group.
2) Standar deviasi dari rata-rata harga sub-group (σx̿)
σ
σx̅ =
√n

0,92 detik
σx̅ =
√4
σx̅ = 0,46 detik
3) Nilai batas kendali
BKA = x̿+ 3σx̿
BKA = 8,125 + (3) (0,46)
BKA = 9,5 detik
41

BKB = x̿ - 3σ ̿x
BKB = 8,125 - (3) (0,46)
BKB = 6,75 detik
Nilai BKA pekerjaan sebelum pemotongan adalah 9,5 detik dan
BKB 6,75 detik. Perolehan nilai tersebut berikutnya dapat dibuat
bagan kendali (Gambar 16). Bagan tersebut menunjukan posisi
nilai rata-rata setiap sub-group terhadap nilai BKA dan BKB. Nilai
rata-rata setiap sub-group berada diantara BKA dan BKB serta
tidak ada data nilai dari masing-masing sub-group yang melebihi
nilai batas kendali. Sehingga tidak ada sub-group yang dieliminasi
dari perhitungan berikutnya.

Bagan Kendali Pekerjaan Setelah Cutting Square


Waktu (detik) Tube
10

8
BKA
6
x-bar

4 BKB

2 x̿
x-bar-bar

Sub-group
0
1 2 3 4

Gambar 16 Bagan kendali pekerjaan setelah pemotongan

3. Pengujian Kecukupan Data


a. Pekerjaan sebelum pemotongan
2
k/s√N ∑ Xj2 − (∑ Xj)2
N′ = [ ]
∑ Xj
2
20√16 (244 358,8) − 3 864 586
N′ = [ ]
1966
N’ = 4,67
N’ < N
Nilai N’ yang lebih kecil dari N berarti data pengukuran waktu yang ada
sudah cukup, sehingga dapat dilakukan perhitungan waktu baku
menggunakan data-data pengukuran waktu tersebut.
b. Pekerjaan setelah pemotongan
2
′ k/s √N ∑ Xj2 −(∑ Xj)2
N = [ ∑ Xj
]
42

2
20√16 (1 085) − 17 154
N′ = [ ]
131
N’ = 4,67
N’ < N
Nilai N’ yang lebih kecil dari N berarti data pengukuran waktu yang ada
sudah cukup, sehingga dapat dilakukan perhitungan waktu baku
menggunakan data-data pengukuran waktu tersebut.
4. Nilai Penyesuaian dan Kelonggaran
a. Penyesuaian
Penyesuaian dilakukan agar angka hasil perhitungan waktu menjadi
wajar, yaitu tidak terlalu lambat maupun terlalu cepat. Ketidakwajaran
merupakan hal yang dihindari karena waktu baku yang dicari adalah
waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang diselesaikan
dengan cara wajar.
Cara menentukan nilai penyesuaian dilakukan dengan metode
Westinghouse. Metode ini memperhitungkan 4 faktor, yaitu keterampilan,
kondisi usaha, dan konsistensi. Berikut adalah tabel perhitungan nilai
penyesuaian dengan metode Westinghouse (Tabel 11).

Tabel 11 Nilai penyesuaian


Faktor Kelas Penyesuaian
keterampilan average 0
Usaha Good 0,05
kondisi kerja Poor -0,07
konsistensi average 0
Jumlah -0,02

1) Keterampilan
Keterampilan didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara
kerja yang ditetapkan. Penggolongan keterampilan untuk operator
mesin band saw menggunakan peertimbangan sebagai berikut:
a) Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri
b) Gerakannya tidak lambat
c) Terlihat adaya pekerjaan-pekerjaan yang perencanaan
d) Tampak sebagai pekerja yang cakap
e) Gerakan-gerakannya cukup menunjukan tidak adanya
keragu-raguan
f) Mengoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik
g) Tampak cukup terlatih dan mengetahui seluk beluk
pekerjaannya
h) Bekerja cukup teliti
i) Secara keseluruhan cukup memuaskan
43

2) Usaha
Pembagian kelas untuk usaha (effort) juga memiliki ciri tersendiri.
Adapun untuk operator dengan kelas usaha good memiliki ciri,
yaitu:
a) Bekerja berirama
b) Penuh perhatian pada pekerjaannya
c) Senang pada pekerjaannya
d) Kecepatan baik
e) Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu
f) Menerima saran dan petunjuk dengan senang
g) Dapat memberikan saran-saran untuk perbaikan kerja
h) Tempat kerja diatur dengan baik dan rapi
i) Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik
j) Memelihara dengan baik kondisi peralatan
3) Kondisi kerja
Kondisi poor adalah kondisi lingkungan yang tidak membantu
jalannya pekerjaan bahkan menghambat pencapaian kinerja. Suhu
di area cutting mencapai 36,1 °C yang berarti melebihi suhu ideal
area kerja. Selain suhu yang tinggi, sirkulasi udara di area cutting
juga masih belum memadai karena tidak adanya exhaust fan dan
fan yang ada pun tidak dapat berputar 180°. Faktor lainnya yaitu
pencahayaan. Pencahayaan di area cutting hanya berasal dari 1
lampu TL dan tidak adanya lampu bantu.
4) Konsistensi
Konsistensi operator yang digolongkan menjadi average
dikarenakan selisih antara waktu penyelesaian dengan rata-ratanya
tidak terlalu besar, walaupun ada beberapa yang selisihnya jauh.
Contohnya data terakhir di sub group ke-4 yang memiliki selisih
lebih dari 30 detik dengan rata-ratanya.
Nnilai penyesuaian = 1 - 0,02 = 0,98. Karena nilai penyesuaian
yang diperoleh adalah <1, jadi proses cutting terlalu lambat.
Sehingga waktu normal yang diperoleh lebih singkat dari waktu
siklus.
Perhitungan nilai waktu normal untuk kegiatan sebelum dan setelah
cutting oleh mesin adalah sebagai berikut:
a) Waktu normal sebelum cutting
Wn = 122,94 detik x 0,98 = 120,48 detik
b) Waktu normal setelah cutting
Wn = 8,13 detik x 0,98 = 7,97 detik
b. Kelonggaran
Kelonggaran diberikan karena adanya hal-hal yang dibutuhkan oleh
pekerja, tetapi tidak diamati selama perhitungan. Kelonggaran diberikan
untuk 3 hal, yaitu kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa lelah, dan
hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Nilai-nilai kelonggaran
dapat dilihat pada Tabel 12.
Nilai kelonggaran yang diperoleh adalah 0,385. Sehingga diperoleh nilai
waktu baku kegiatan sebelum dan setelah cutting material square tube
44

ASTM A500 GR B (T = 6 mm, W = 50 mm, H= 50 mm, dan L= 55 mm)


menggunakan mesin band saw, yaitu:
a) Waktu baku sebelum cutting
Wb = 120,44 detik x (1 + 0,29) = 155,42 detik
b) Waktu baku setelah cutting
Wb = 7,97 detik x (1 + 0,29) = 10,27 detik

Tabel 12 Nilai kelonggaran

Kelonggaran
Faktor Keterangan
(%)
tenaga yang dikeluarkan Berdiri 6
Berdiri di atas 2
sikap kerja 1
kaki
gerakan kerja Normal 0
Pandangan terputus-
kelelahan mata 2
putus
keadaan temperatur tempat
Tinggi (36,1 °C) 5
kerja
Adanya debu-debu
keadaan atmosfer 5
beracun
keadaan lingkungan Bising 2,5
kebutuhan pribadi Pria 2,5
kelonggaran tak terhindarkan 5
Jumlah 29

Material square tube ASTM A500 GR B (T = 6 mm, W = 50 mm, H = 50


mm, dan L = 55 mm) digunakan sebagai salah satu bagian dari structure
untuk produk heavy unit truck proyek Pertamina EP Assest 5 Field Sanga
Sanga. Structure atau rangka merupakan bagian pertama yang dibuat
dalam proses pembuatan produk heavy unit truck, karena semua part yang
ada akan dilas dengan rangka. Target waktu penyelesaian pengelasan
rangka (assembly) heavy unit truck adalah 2 hari. Sehingga dengan
adanya waktu baku pemotongan material Material square tube ASTM
A500 GR B (T = 6 mm, W = 50 mm, H = 50 mm, dan L = 55 mm) dapat
dihitung secara kasar waktu penyeleaian rangka produk sebelum masuk
ke proses berikutnya.

4.6.3. Waktu Proses Cutting Material Square Tube


Waktu proses cutting terdiri dari waktu pengerjaan secara manual (oleh
operator) dan waktu pengerjaan oleh mesin. Pekerjaan manual terdiri dari
pekerjaan-pekerjaan sebelum dan sesuah pemotongan menggunakan mesin.
Waktu baku yang dihitung sebelumnya merupakan waktu pengerjaan secara
manual dengan tenaga manusia. Sedangkan waktu pengerjaan oleh mesin
cenderung stabil (waktu yang dihabiskan sama setiap material). Sehingga waktu
pengerjaan untuk proses cutting square tube ASTM A500 GR B (T = 6 mm, W =
50 mm, H = 50 mm, dan L = 55 mm) adalah penjumlahan waktu baku pekerjaan
45

sebelum cutting, waktu baku pekerjaan setelah cutting, dan waktu penggunaan
mesin, yaitu:
Waktu cutting = 155,41 detik + 10,27 detik + 15 detik = 180,68 detik ≈
181 detik

4.7. Identifikasi Masalah dan Alternatif Solusi

Teknik tata cara kerja berkaitan dengan komponen-komponen kerja, yaitu


manusia, bahan, perlengkapan dan peralatan kerja, serta lingkungan kerja.
Komponen-komponen tersebut dirancang untuk mendapatkan sistem kerja yang
dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Terdapat beberapa masalah
mengenai kajian teknik tata cara kerja di PT Prowell Energi Indonesia. Masalah
dan alternatif solusi di PT Prowell Energi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Identifikasi masalah dan altenatif solusi


No Masalah Lokasi Alternatif Solusi
1 Penggunaan waktu Milling workstation Menyediakan toolman
kurang efisien yang bertugas untuk
mempersiapkan alat
termasuk menggerinda
mata bor
2 Suhu tinggi Cutting workstation, Menyediakan fan dan
area fabrikasi, dan exhaust fan untuk
welding area sirkulasi udara
3 Waktu setting terlalu Band saw cutting Pengukuran panjang
lama machine workstation dan penulisan part
number dilakukan saat
material operator
menunggu material
sebelumnya dipotong
oleh mesin
4 Operator terlalu lama Cutting workstation Menambah lampu
membaca WORS bantu
46

5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Simpulan yang dapat diperoleh dari Praktik Kerja Lapangan di PT Prowell


Energi Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Ergonomi
a. Beberapa display statis di area CNC dan assembling belum sesuai.
b. Sirkulasi udara dan pencahayaan kurang baik.
c. Persentase kelembaban untuk beberapa area di bawah standar
pemerintah.
d. Getaran yang dihasilkan oleh proses penggantian chuck pada mesin bubut
terasa sampai ruang Workshop Manager di lantai 2.
e. Tingkat kebisingan di area Workshop masih di bawah Nilai Ambang
Batas (NAB).
2. Studi gerakan
a. Terdapat 12 elemen kerja pada proses cutting menggunakan mesin band
saw
b. Elemen kerja mengukur panjang material untuk material ke dua dan
berikutnya serta menuliskan part number kurang efektif
3. Pengukuran waktu
a. Objek pengukuran waktu adalah proses pemotongan material square tube
ASTM A500 GR B (T = 6 mm, W = 50 mm, H = 50 mm, dan L = 55 mm)
b. Tujuan pengukuran untuk menentukan secara kasar waktu penyelesaian
produk
c. Waktu siklus kegiatan sebelum pemototongan adalah 122,94 detik;
sedangkan sebelum pemotongan adalah 8,13 detik.
d. Penyesuaian yang diperoleh sebesar 0,98, sehingga didapatkan waktu
normal pekerjaan sebelum pemotongan sebesar 120,48 detik dan waktu
normal pekerjaan setelah pemotongan sebesar 7,96
e. Kelonggaran proses cutting, yaitu 29% dan waktu baku kegiatan sebelum
pemotongan sebesar 155,41 detik; sedangkan waktu baku kegiatan
sebelum pemotongan sebesar 10,27 detik.
f. Waktu baku proses cutting square tube ASTM A500 GR B (T = 6 mm, W
= 50 mm, H = 50 mm, dan L = 55 mm) adalah 181 detik

5.2 Saran

1. Perlu adanya SOP proses cutting secara lebih rinci


2. Kegiatan mengukur panjang material bisa dilakukan saat proses pemotongan
material sebelumnya berlangsung
3. Menggunakan stopper untuk pemotongan material dengan panjang ≤ 14,5 cm.
4. Menambah lampu bantu di beberapa stasiun kerja
5. Menggunakan exhaust fan di gedung area fabrikasi dan welding
47

DAFTAR PUSTAKA

Ahyari. 1994. Manajemen Produksi, Perencanaan Sistem Produksi. Buku 2.


Yogyakarta (ID): BPFE
Handoko TH. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi ke-1.
Yogyakarta (ID): BPFE-Yogyakarta
Pardede PM. 2005. Manajemen Operasi dan Produksi: Teori, Model, dan
Kebijakan. Yogyakarta (ID): ANDI
PMK No.70 tentang Standar Kesehatan Lingkungan Kerja Industri Tahun 2016.
http://www.kesjaor.kemkes.go.id/documents/PMK_No._70_ttg_Standar_Ke
sehatan_Lingkungan_Kerja_Industri_.pdf [7 Maret 2018]
Sutalaksana IZ, Anggawisastra R, Tjakraatmadja JK. 2006. Teknik Tata Cara
Kerja. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung
48
49

LAMPIRAN
50
51

Lampiran 1 Kebutuhan data dan informasi topik khusus


Aspek
No Data dan Informasi Hasil yang diharapkan
Kajian
1 Perancangan a. Peta Kerja Keseluruhan  Pemahaman terhadap
Peta Kerja Membuat Peta Proses proses produksi
Produksi  Rekomendasi
Membuat Peta Aliran perbaikan proses
Proses produksi
Membuat Peta Kelompok
Kerja
Membuat Diagram Aliran
b. Peta Kerja Setempat
Membuat Peta Tangan
Kiri Tangan Kanan
Membuat Peta Pekerja
Mesin
2 Ergonomi a. Mengidentifikasi display Rekomendasi
informasi penggunaan display
informasi berdasarkan
kaidah-kaidah display
yang baik
b. Mengidentifikasi hasil Rekomendasi
kerja manusia dan proses pengaturan kerja
pengendaliannya dikaitkan dengan
 Proses terjadinya kelelahan, kecepatan
kelelahan dan ketelitian kerja
 Faktor kecepatan dan
ketelitian kerja
c. Mengidentifikasi alat dan Rekomendasi
tempat kerja pemanfaatan alat dan
tempat kerja
berdasarkan prinsip-
prinsip anthropometry
d. Mengidentifikasi Rekomendasi
lingkungan kerja (suhu, pengaturan lingkungan
kelembaban, sirkulasi kerja berdasarkan
udara, pencahayaan, ketentuan yang berlaku
kebisingan, getaran
mekanis, bau-bauan dan
warna fasilitas)
3 Studi Menyusun elemen-elemen  Evaluasi studi
Gerakan gerakan suatu pekerjaan gerakan berdasarkan
berdasarkan 17 gerakan prinsip-prinsip
therbligh ekonomi gerakan,
 Rekomendasi
perbaikan studi
gerakan
52

Lampiran 1 Kebutuhan data dan iformasi topik khusus (lanjutan)


Aspek
No Data dan Informasi Hasil yang diharapkan
Kajian
4 Pengukuran Langkah sebelum pengukuran Persiapan sebelum
kerja dengan 1. Penetapan Tujuan pengukuran pengukuran kerja
metode jam 2. Melakukan penelitian
henti (stop pendahuluan
watch) 3. Memilih operator
4. Melatih operator
5. Menguraikan pekerjaan atas
elemen-elemen gerakan kerja
dan perbaikannya berdasarkan
ekonomi gerakan
6. menyiapkan alat
pengukuruan
5 Pengukuran Langkah sebelum pengukuran Persiapan sebelum
kerja dengan 1. Menetapkan tujuan pengukuran kerja
metode pengukuran
sampling 2. Penelitian pendahuluan
pekerjaan untuk mendapatkan sistem
kerja terbaik
3. Memilih operator
4. Melatih operator
5. Melakukan pemisahan
kegiatan berdasarkan
penugasan operator
6. Menyiapkan peralatan

Menentukan waktu Tabel waktu


pengamatan secara acak kunjungan/pengamatan
6 Menghitung Waktu baku yang digunakan
waktu baku untuk
dengan
memasukan  Memperkirakan upah kerja
nilai  Estimasi biaya produksi
kelonggaran  Menetapkan dasar untuk
estimasi tujuan
produktivitas
 Meningkatkan performa
pekerja
 Evaluasi alternatif proses,
peralatan
53

Lampiran 2 Peta Proes Operasi (PPO) produksi Impression Block (IB) 1,25 inci
PETA PROSES OPERASI

NAMA OBYEK : IMPRESSION BLOCK 1,25 inci


NOMOR PETA :1
DIPETAKAN OLEH : FEMITA FELICIA FIRMAN
TANGGAL DIPETAKAN: 6 FEBRUARI 2018

Round bar (Ø 4,7 Aisi 4140 (Ø 35 mm;


Timah mm; L 35 mm) L 158,3 mm)

Pemotongan
material Manual
1'30" O-4 (bend saw 3' I-1
machine)

Pembubutan Pemotongan
10' O-5 (mesin bubut) 2'30" O-1 material
(bend saw
machine)

I-2 Pemeriksaan
5' ukuran

Pembentukan
90' O-2 profile
(CNC machine)

O-3 Pelubangan
60' (Milling machine)

Pemeriksaan
5'30" I-3 ukuran lubang

10' O-6 Pemasangan pin


(las)

Pengecoran
30' O-7 timah

Finishing
7'37" O-8 (CNC machine)
RINGKASAN
Waktu Pemeriksaan
Kegiatan Jumlah 10' I-4
(menit) ukuran IB dan
kerapuhan timah
Operasi 9 226,62
Pemberian serial
Pemeriksaan 4 23,5 15' O-9 number
(engraver pen)
54

Lampiran 3 Peta Aliran Proses (PAP) produksi IB 1,25 inci


55

Lampiran 4 Diagram aliran produksi IB 1,25 inci

DIAGRAM ALIRAN
NAMA OBYEK : IMPRESSION BLOCK 1,25”
NOMOR PETA :1
DIPETAKAN OLEH : FEMITA FELICIA FIRMAN
TANGGAL DIPETAKAN: 6 FEBRUARI 2018

1 1
A

1
B
6 4 1

2
G
3 4
5 6

C
9

3 D
E 3 2
F 7
5 2
4 9 8

6
7

Keterangan:
A = raw material storage = alur transportasi IB assy 1
B = cutting area = alur transportasi pin IB
C = welding and fabrication area = alur transportasi IB assy 2
D = CNC area
E = inspection and asembly area
F dan G = machining area
56

Lampiran 5 Peta pekerja mesin proses pemotongan mild steel round bar
PETA PEKERJA DAN MESIN
Pekerjaan : Memotong mild steel roundbar (Ø 12 mm, l
230 mm)
Nama Mesin : Horizontal Band Saw Machine
Nama Pekerja : M. Arifin Nasution
Dipetakan oleh : Femita Felicia Firman
Tanggal : 14-Mar-18

Operator W Mesin W

mengambil material 17 detik

memasukan material
15 detik
ke meja potong

idle 75 detik
mengukur panjang
material dan 34 detik
adjustment material

setting mesin 9 detik

memotong
Idle 15 detik
material
ambil material 2 detik
idle 5 detik
shut off mesin 3 detik

Operator Mesin
80
15 detik
Waktu menganggur detik
15
80 detik
waktu kerja detik
95
95 detik
waktu total detik
persen penggunaan 84,21% 15,79%
57

Lampiran 6 Display statis di Workshop PT Prowell Energi Indonesia

No Nama Display Gambar Keterangan


1 Display tata Bertujuan untuk
cara menginformasikan
mengangkat cara mengangkat
beban dengan beban yang benar
tangan untuk menghindari
sakit tulang
belakang.

2 Display tata Bertujuan untuk


cara kerja menginformasikan
aman tata cara kerja
penguncian untuk penguncian
dan pelepasan dan pelepasan baut
baut yang aman,
termasuk alat
pelindung diri,
resiko kecelakaan,
peralatan yang
diperlukan, dan
pengendalian.

3 Display Bertujuan untuk


anjuran menginformasikan
membaca buku operator mengenai
Manual anjuran untuk
membaca buku
manual sebelum
mengoperasikan
mesin.
Display anjuran
yang baik
menggunakan
warna biru.
58

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Femita Felicia Firman dilahirkan di


Bogor pada 21 Oktober 1997. Penulis merupakan anak ke
empat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Firman
Dolly dan Ibu Nenti Rizawati Romly. Penulis mengawali
pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Gunung Batu 2
tahun 2003-2009. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan
di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Ciomas pada tahun
2009-2012 dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Atas Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun 2015. Penulis
melanjutkan pendidikan sebagai mahasiswi di Program Diploma Institut Pertanian
Bogor Program Studi Manajemen Industri melalui jalur undangan (USMI).
Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan di PT Prowell Energi Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai