D
I
S
U
S
U
N
OLEH
ANDRI IRFANI
040906052
Rasanya, tiada untaian kata yang patut penulis haturkan untuk mengungkapkan
rasa terima kasih penulis yang begitu besar kepada Allah S.W.T. Yang mana, karena
atas izin dan karunia Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan skrisipsi ini dengan
baik.
Skripsi yang penulis susun ini pada dasarnya membahas tentang peran WALHI
pencetusan kebijakan moratorium logging ini adalah merupakan wujud dari keprihatinan
WALHI terhadap kondisi hutan Indonesia yang terus mengalami penyusutan dan
kerusakan yang disebabkan oleh berbagai hal yang tidak terlepas oleh ulah masyarakat
Indonesia itu sendiri. Oleh karena itu, dengan alasan untuk memahami lebih dalam
tentang konsep kebijakan moratorium logging yang dicetuskan oleh WALHI tersebut,
Adapun skr ipsi yang penulis susun ini adalah dalam rangka untuk memenuhi
dan melengkapi segala syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu
ini, namun penulis sadar bahwasannya, skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis berharap agar mendapatkan kritik dan saran dari rekan-rekan yang membaca
skripsi ini demi tercapainya kesempurnaan yang penulis harapkan dari skripsi ini. Dan
akhirnya, kepada Nya jualah kita berserah diri. Semoga, skripsi yang penulis susun ini
dapat menjadi salah satu wujud bakti dan amal penulis kepada nusa dan bangsa.Indonesia.
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
v
ABSTRAKSI.......................................................................................................
ii
Universitas Sumatera Utara
I.6.4.2 Tahapan-Tahapan Kebijakan Publik ........................................ 30
iii
iv
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAKSI
Hutan memiliki fungsi dan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan
manusia. Beberapa diantara yaitu sebagai plasma nuftah, sebagai habitat flora dan
fauna, mengatur tata air dan sebagainya. Indonesia dikenal memiliki hutan yang cukup
luas, bahkan merupakan hutan yang terluas ketiga didunia setelah Brazil dan Zaire.
Pada tahun 1950
Departemen Kehutanan RI mempublikasikan luas hutan Indonesia adalah 162,0 juta
hektar. Masyarakat Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap hutan
Indonesia tersebut, seperti halnya untuk memenuhi kebutuhan mereka terhadap kayu, baik
itu kebutuhan kayu untuk industri, untuk membangun rumah dan berbagai macam
kebutuhan lainnya. Oleh karena adanya kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap
hutan tersebut, maka mau tidak mau hutan Indonesia harus dieksploitasi/ditebang.
Namun, eksploitasi yang dilakukan terhadap hutan Indonesia ini, ternyata tidak disertai
dengan kontrol dan pengawasan yang baik oleh para pelaku kehutanan khususnya
pemerintah. Akhirnya hutan Indonesia ditebang secara besar-besaran dan tak terkendali.
Dan akibatnya, dari tahun ke tahun luas hutan Indonesia terus mengalami penyusutan yang
sangat drastis. Pada publikasi terakhir oleh Departemen Kehutanan RI tahun 2005, luas
hutan Indonesia hanya tinggal
93,92 juta hektar.
Akibat dari penyusutan yang terjadi pada hutan Indonesia tersebut jelas akan
menimbulkan dampak yang buruk terhadap masyarakat Indonesia itu sendiri seperti
halnya bencana banjir bandang. Hal itu dapat terjadi karena, dengan menyusutnya hutan
Indonesia tersebut, mengakibatkan hutan Indonesia tidak mampu lagi menjalankan
salah satu fungsinya yaitu sebagai penahan laju air hujan yang turun dari dataran
yang tinggi. Akhirnya terjadilah banjir bandang yang mengakibatkan banyak korban yang
tidak lain adalah masyarakat Indonesia itu sendiri.
tersebut, disebut dengan istilah kebijakan moratorium logging atau jeda tebang
terhadap
hutan Indonesia. Secara definisi, moratorium logging atau jeda tebang menurut WALHI
adalah berhenti sejenak dari aktivitas penebangan dan konversi hutan. Menurut WALHI,
kebijakan moratorium logging yang dicetuskan oleh WALHI ini, cukup efektif untuk
mengatasi fenomena penyusutan dan perusakan hutan Indonesia, apabila diterapkan
dengan baik. Oleh karena itu, WALHI melakukan berbagai upaya untuk
memperkenalkan dan menyosialisasikan pencetusan konsep kebijakan moratorium
logging tersebut kepada masyarakat Indonesia agar dapat bersama-sama menyerukan
kepada pemerintah Indonesia agar segera memberlakukan kebijakan moratorium logging
tersebut, agar penyusutan hutan Indonesia dapat segera teratasi.
Kata Kunci : WALHI, Hutan Indonesia, Kebijakan Moratorium
Logging
v
Hutan memiliki fungsi dan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan
manusia. Beberapa diantara yaitu sebagai plasma nuftah, sebagai habitat flora dan
fauna, mengatur tata air dan sebagainya. Indonesia dikenal memiliki hutan yang cukup
luas, bahkan merupakan hutan yang terluas ketiga didunia setelah Brazil dan Zaire.
Pada tahun 1950
Departemen Kehutanan RI mempublikasikan luas hutan Indonesia adalah 162,0 juta
hektar. Masyarakat Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap hutan
Indonesia tersebut, seperti halnya untuk memenuhi kebutuhan mereka terhadap kayu, baik
itu kebutuhan kayu untuk industri, untuk membangun rumah dan berbagai macam
kebutuhan lainnya. Oleh karena adanya kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap
hutan tersebut, maka mau tidak mau hutan Indonesia harus dieksploitasi/ditebang.
Namun, eksploitasi yang dilakukan terhadap hutan Indonesia ini, ternyata tidak disertai
dengan kontrol dan pengawasan yang baik oleh para pelaku kehutanan khususnya
pemerintah. Akhirnya hutan Indonesia ditebang secara besar-besaran dan tak terkendali.
Dan akibatnya, dari tahun ke tahun luas hutan Indonesia terus mengalami penyusutan yang
sangat drastis. Pada publikasi terakhir oleh Departemen Kehutanan RI tahun 2005, luas
hutan Indonesia hanya tinggal
93,92 juta hektar.
Akibat dari penyusutan yang terjadi pada hutan Indonesia tersebut jelas akan
menimbulkan dampak yang buruk terhadap masyarakat Indonesia itu sendiri seperti
halnya bencana banjir bandang. Hal itu dapat terjadi karena, dengan menyusutnya hutan
Indonesia tersebut, mengakibatkan hutan Indonesia tidak mampu lagi menjalankan
salah satu fungsinya yaitu sebagai penahan laju air hujan yang turun dari dataran
yang tinggi. Akhirnya terjadilah banjir bandang yang mengakibatkan banyak korban yang
tidak lain adalah masyarakat Indonesia itu sendiri.
tersebut, disebut dengan istilah kebijakan moratorium logging atau jeda tebang
terhadap
hutan Indonesia. Secara definisi, moratorium logging atau jeda tebang menurut WALHI
adalah berhenti sejenak dari aktivitas penebangan dan konversi hutan. Menurut WALHI,
kebijakan moratorium logging yang dicetuskan oleh WALHI ini, cukup efektif untuk
mengatasi fenomena penyusutan dan perusakan hutan Indonesia, apabila diterapkan
dengan baik. Oleh karena itu, WALHI melakukan berbagai upaya untuk
memperkenalkan dan menyosialisasikan pencetusan konsep kebijakan moratorium
logging tersebut kepada masyarakat Indonesia agar dapat bersama-sama menyerukan
kepada pemerintah Indonesia agar segera memberlakukan kebijakan moratorium logging
tersebut, agar penyusutan hutan Indonesia dapat segera teratasi.
Kata Kunci : WALHI, Hutan Indonesia, Kebijakan Moratorium
Logging
v
PENDAHULUAN
Predikat ini jelas menjadi kebanggaan dan kekuatan tersendiri bagi Indonesia secara
verbal. Negara Indonesia secara umum terbagi atas 5 pulau besar, diantaranya yaitu
pulau Sumatera, pulau Jawa, pulau Irian, pulau Sulawesi dan pulau Kalimantan.
Bila dilihat dari segi sumber daya alam, Indonesia memiliki potensi sumber daya alam
Pada dasarnya, hutan merupakan salah satu bentuk tata guna lahan yang lazim
1
memanjat dengan aneka ragam jenis yang berperan penting bagi kehidupan dibumi.
Secara sederhana ahli kehutanan mengartikan hutan sebagai suatu komunitas biologi
2
yang didominasi oleh kumpulan pohon-pohonan tanaman keras. Hutan adalah bentuk
kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan,
1
Arifin Arief, Hutan dan Kehutanan, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2001, hal 11
2
Ibid, hal 12
yang bersifat global dan sangat penting bagi kehidupan dibumi. Adapun beberapa fungsi
3
hutan tersebut diantaranya yaitu
dimasa depan, terutama dibidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri.
dimasa depan. Oleh karena itu, plasma nuftah perlu terus dilestarikan dan
Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh
kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan, partikel padat yang
tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon
bumi sebagian akan terjerap pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu
dan yang mempunyai permukaan kasar dan sebagian lagi akan terserap masuk ke
dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon,
cabang dan ranting. Dengan demikian hutan menyaring udara menjadi lebih bersih
dan sehat.
perkotaan berasal
tersebut.
Pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam melalui
dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik dihutan kota, hutan alami, tanaman
pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas
CO 2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen. Dengan demikian proses ini menjadi
sangat bermanfaat bagi manusia dan hewan serta akan mengurangi akibat dari efek
rumah kaca. Dilain pihak, proses ini akan menghasilkan gas oksigen yang sangat
diperlukan
Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis tanaman
yang mempunyai jumlah daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata yang
banyak pula.
ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur dipantai. Dengan demikian
hutan selain dapat mengurangi bahaya abrasi pantai, juga dapat berperan dalam
Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada
saat siang hari tidak terlalu panas, sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat
Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan
tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah dan hanya sedikit yang
menjadi air limpasan. Dengan demikian pelestarian hutan pada daerah air akan dapat
10. Sebagai sumber bahan-bahan produk eksraksi seperti kayu bakar, serat, buah, dan
lain- lain.
12. Dan sebagai produksi kayu atas dasar system produksi yang lestari.
menyebutkan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
4
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Hutan dalam pengertian pemerintah Indonesia ini memiliki 4 unsur yang menjadi
ciri-ciri dari hutan tersebut. Adapun 4 unsur dari ciri-ciri hutan tersebut yaitu : (1)
Unsur
4
Pasal 1 ayat 2 UU No.41/1999 tentang Kehutanan
Universitas Sumatera Utara
lapangan yang cukup (minimal ¼ hektar), (2) Unsur pohon (kayu, bambu, palem), (3)
5
Unsur lingkungan dan (4) Unsur penetapan pemerintah.
hutan menjadi 4 jenis, yaitu berdasarkan : (1) statusnya, (2) fungsinya, (3) tujuan khusus
dan, (4) pengaturan iklim mikro, estetika dan resapan air. Dan adapun penjelasan
dan
Jenis hutan berdasarkan statusnya adalah merupakan suatu pembagian hutan yang
didasarkan pada status (kedudukan) antara orang, badan hukum, atau institusi yang
dua yaitu :
a. Hutan Negara yaitu hutan yang tidak dibebani hak-hak atas tanah.
kepada masyarakat hukum adat yang sebelumnya disebut juga hutan ulayat.
- Hutan Desa yaitu hutan Negara yang dikelola oleh desa dan
b. Hutan Hak yaitu hutan yang berada pada tanah yang telah di bebani hak atas tanah.
Yang disebut dengan hak atas tanah antara lain ; hak milik, hak guna usaha, hak
6
hasil hutan, hak gadai, hak bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa pertanian.
a. Hutan Konservasi yaitu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai
ekosistemnya.
d. Hutan Suaka Alam yaitu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, baik
e. Taman Wisata alam yaitu kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan
6
Penjelasan UU No.41/1999 tentang Kehutanan, paragraf ke-10
Universitas Sumatera Utara
Jenis hutan berdasarkan tujuan khususnya merupakan penggo longan hutan
4. Jenis hutan berdasarkan kepentingan iklim mikro, estetika, dan resapan air
Jenis hutan berdasarkan kepentingan iklim mikro, estetika, dan resapan air
merupakan suatu kawasan yang ditetapkan sebagai hutan kota (diatur dalam pasal 9 UU
No.41/1999).
Di dalam hutan Indonesia, hidup berbagai jenis tumbuhan dan hewan yang juga
merupakan bagian dari spesies tumbuhan dan hewan yang ada didunia. Adapun
diantaranya yaitu : 38.000 jenis tumbuhan (10% dari jumlah jenis flora di dunia), 515
jenis mamalia (12% dari jumlah jenis mamalia di dunia), 511 jenis reptilia (7,3% dari
jumlah jenis reptil di dunia), 1531 jenis burung (17% dari jumlah total jenis burung di
7
dunia), 270 jenis amphibi, 2827 jenis avertebrata atau hewan tak bertulang belakang.
Hutan Indonesia sangat luas, bahkan merupakan hutan yang terluas ketiga didunia
8
setelah Brazil dan Zaire. Berdasarkan data resmi yang pertama kali dipublikasikan
oleh Departemen Kehutanan RI pada tahun 1950, bahwa luas hutan Indonesia adalah
9
162,0 juta hektar. Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah ukuran luas hutan
Indonesia tersebut tidak dapat bertahan lama. Dari tahun ke tahun jumlah ukuran luas
hutan Indonesia yang dipublikasikan oleh Departemen Kehutanan RI pada tahun 1950
tersebut terus berkurang dan mengalami penyusutan dan kerusakan dimana keadaan ini
istilah deforestasi.
7
Otto Soemarwoto, Atur Diri Sendiri : Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yogayakarta
: Gadjah Mada University Press, 2001, hal 23
Universitas Sumatera Utara
8
Karden Eddy Sontang Manik, Op Cit, hal 74
9
http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan ( 3 Maret 2009 )
jumlah yang sangat jauh berkurang yaitu sekitar 142 juta hektar, lalu pada tahun 1992,
dipublikasikan lagi dengan jumlah ukuran yang terus berkurang yaitu hanya tinggal
sekitar
118,7 juta hektar, lalu pada tahun 1995 luas hutan Indonesia dipublikasikan lagi oleh
Departemen Kehutanan RI yaitu hanya tinggal 111,7 juta hektar, lalu pada tahun 2003,
ukuran luas hutan Indonesia tersebut kembali dipublikasikan oleh Departemen Kehutanan
RI yaitu hanya tinggal sekitar 110,0 juta, dan publikasi terakhir oleh Departemen
Kehutanan RI, dilakukan pada tahun 2005 yaitu luas hutan Indonesia hanya tinggal
93,92
10
juta hektar. Adapun kawasan hutan Indonesia yang mencapai 93,92 juta hektar
yang
dipublikasikan pada tahun 2005 tersebut terbagi diberbagai wilayah di Indonesia yaitu
sebagai berikut : Papua (32,36 juta ha), lalu Kalimantan (28,23 juta ha), Sumatera (14,65
juta ha), Sulawesi (8,87 juta ha), Maluku dan Maluku Utara (4,02 juta ha), Jawa (3,09
juta
11
ha), serta Bali dan Nusa Tenggara (2,7 juta ha).
Menanggapi hal ini, tentunya membuat resah seluruh masyarakat Indonesia dan
khusunya para pemerhati lingkungan baik perseorangan ataupun lembaga. Salah satunya
Indonesia
(WALHI).
kondisi ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus karena, semakin lama akan semakin
mengancam eksistensi dan membuat kualitas ataupun kuantitas hutan Indonesia tersebut
bisa
menjalankan fungsi dan manfaatnya dengan baik. Dan hal ini disadari atau tidak pada
10
Ibid
11
Ibid
sendiri. Oleh karena itu, menurut WALHI, pemerintah harus segera bertindak cepat dan
harus segera menghentikan semua kegiatan yang menjadi penyebab dari berkurang
Indonesia ini disebabkan oleh berbagai hal, seperti misalnya terjadinya penebangan hutan
12
secara besar-besaran dan tak terkendali. Menurut WALHI, penebangan hutan
Indonesia telah dimulai sejak akhir tahun 1960-an, yang dikenal dengan banjir-kap,
penebangan hutan dalam skala besar dimulai pada tahun 1970, lalu dilanjutkan lagi
dengan dikeluarkannya ijin-ijin pengusahaan hutan tanaman industri, seperti halnya Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) di tahun 1990, dan sejak di keluar peraturan HPH inilah hutan
Indonesia terus berkurang dengan cepat. Bank Dunia, memperkirakan luas penyusutan
hutan dalam tahun 1970-an sekitar 300.000 hektar pertahun, lalu pada tahun 1980-an naik
menjadi 800.000 hektar, lalu dalam tahun 1990-an luas penyusutan hutan Indonesia
meningkat lagi menjadi 1juta hektar dan dalam tahun 2000-an meningkat lagi menjadi
13
1,3 juta hektar pertahun.
terkendali ini adalah merupakan implikasi dari semakin tingginya kebutuhan masyarakat
Indonesia yang bersumber dari hutan tersebut, seperti misalnya kebutuhan terhadap
persediaan kayu, baik itu kayu untuk kebutuhan pembangunan rumah, untuk memenuhi
permintaan
12
http:// www. walhi .or.id ( diakses pada tanggal 3 Maret 2009
)
Universitas Sumatera Utara
13
Otto Soemarwoto, Op Cit, hal 31
melakukan eksploitasi terhadap hasil hutan dan melakukan penebangan kayu secara
besar- besaran. Para pelaku industri perkayuan seperti hal nya pemegang izin
konsesi HPH meningkatkan kapasitas hasil produksi kayunya dengan paksa. Setiap tahun
rata-rata sekitar 96,19 juta meter kubik/tahun, yang mana menurut WALHI,
sebenarnya hutan
Indonesia hanya mampu memasok kayu bulat sekitar 46,77 juta meter kubik
setiap
hutan Indonesia juga ditebang secara tak terkendali atau secara liar atau sering disebut
Secara harfiah, definisi dari illegal logging adalah rangkaian kegiatan penebangan
dan pengangkutan kayu ke tempat pengolahan hingga kegiatan ekspor kayu yang tidak
mempunyai izin dari pihak yang berwenang/pemerintah sehingga dianggap tidak sah
atau
bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, oleh karena itu dipandang sebagai suatu
perbuatan yang merusak hutan. Praktek illegal logging ini pada umumnya dilakukan
15
oleh oknum-oknum yang sebenarnya memiliki izin resmi dari pemerintah Indonesia
untuk melakukan penebangan terhadap hutan Indonesia, seperti halnya pemegang izin
konsesi HPH seperti yang telah disebut diatas. Namun, bila dirinci lagi, pelaku illegal
logging ini sebenarnya merupakan suatu kelompok yang teroganisir. Maksudnya adalah,
pelaku yang terlibat dalam praktek illegal logging ini tidak hanya pemegang izin
penebangan hutan
atau HPH tersebut, namun termasuk juga buruh penebang kayu, pemilik modal,
pembeli,
14
http://www.walhi .or.id, Loc Cit
15
IGM. Nurdjana, Op Cit, hal. 15
Seperti yang telah diuraikan diatas, adapun hal yang memotivasi para pemegang
HPH ini untuk melakukan praktek illegal logging tersebut adalah karena tingginya
permintaan pasar terhadap kayu, seperti halnya untuk memenuhi kebutuhan industri pulp
and paper, yang secara tidak langsung telah menciptakan kesenjangan antara supply and
Indonesia tersebut, para pemegang izin HPH ini sering dengan sengaja melakukan
penebangan hutan diluar kapasitas konsesi izin HPH yang mereka miliki seperti halnya
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena tindakan penebangan hutan
yang dilakukan diluar konsesi izin HPH yang telah ditetap pemerintah tersebut, maka
terjadilah
bulat rata-rata 20,4 juta meter kubik per tahun. Tetapi, hasil analisis pengamat dan
investigasi- olah data aktivis lingkungan diyakini sesungguhnya angka riil pembalakan
17
oleh HPH dua kali lipat dari angka di dalam dokumen resmi tersebut.
Salah satu contoh kasus illegal logging yang dilakukan melalui modus
penyalahgunaan izin HPH ini adalah kasus illegal logging yang dilakukan oleh
pemilik izin HPH bernama Adelin Lis. Adelin Lis adalah pemilik izin HPH yang
Development
Indonesia (KNDI), Adelin Lis mengantongi izin HPH dari Menteri Kehutanan RI yang
dikeluarka Areal konsesi izin
n pada HPH yang dimiliki
tahun Adelin Lis ini
18
1999.
16
Ibid, hal.
101
17
http://
www. walhi .
or.id, Loc
Cit
18
Ibid
luasnya mencapai 58.590 hektar yang terletak di Kecamatan Muara Batang Natal,
Mandailing Natal Sumatera Utara. Akan tetapi, sejak tahun 2000 sampai dengan
tahun
2005, ternyata Adelin Lis melalui PT KNDI lakukan penebangan di luar areal konsesi
izin HPH yang dimilikinya. Dan atas perbuatannya ini, saat ini Adelin Lis dinyatakan
Praktek illegal logging ini merupakan salah satu penyebab penting terjadinya
penyusutan dan berkurang nya luas hutan Indonesia. Secara kumulatif, menurut WALHI,
terhitung sejak tahun 1990 hingga tahun 2007, hutan Indonesia yang ditebang
secara illegal rata-rata mencapai puluhan juta meter kubik setiap tahunnya, yaitu 30,18
19
juta meter kubik setiap tahunnya.
Sistem penebangan hutan melalui izin HPH, walaupun resmi, sebenarnya juga
merupakan salah satu penyebab berkurangnya hutan Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
luas hutan Indonesia yang dijadikan sebagai lahan konsesi HPH terlalu luas, yaitu sejak
dibentuk pada tahun 1990 hingga tahun 2000-an, sekitar 62 juta hektar hutan
20
dialokasikan sebagai lahan atas 585 izin HPH. Jelas hal ini sangat mengancan
hutan Indonesia.
Adapun definisi dari HPH ini adalah izin yang diberikan pemerintah Indonesia
21
untuk melakukan pembalakan hutan secara mekanis diatas hutan alam Indonesia.
Tujuan dari dibuatnya aturan HPH itu sendiri adalah untuk menunjang pengembangan
industri hasil hutan dalam negeri demi meningkatkan nilai tambah dan devisa,
meningkatkan
produktivitas lahan dan kualitas lingkungan hidup, serta memperluas lapangan kerja dan
19
Ibid
20
Ibid
21
Pasal 1 PP No 7/1990, tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
22
lapangan usaha. Penebangan hutan melalui sistem HPH ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
(HPHTI).
Namun, tujuan dari dibentuknya aturan HPH tersebut tidak dijalankan dengan
tidak mereka laksanakan sehingga kayu hutan dibabat habis tanpa tebang pilih dan tidak
dilakukannya penananam kembali terhadap lahan yang telah habis ditebang. Hal ini
dapat terjadi disebabkan antara lain kurangnya pengawasan, mentalitas dan integritas
pengawas yang
bobrok, pengusaha kurang bertanggung jawab, dan pengusaha tidak peduli lingkungan.
Adapun penyebab lain terjadinya deforestasi hutan tersebut adalah disebabkan oleh
sistem perladangan berpindah. Sistem ini dilakukan oleh penduduk yang tinggal
23
dikawasan atau dipinggir hutan. Pertanian yang mereka lakukan masih sederhana yaitu
dengan cara menebang pohon dan setelah kering dibakar. Tanah tidak diolah, tetapi
langsung ditanami. Lahan hutan yang telah ditebang ini hanya dimanfaatkan 3-4
tahun saja dan kemudian ditinggalkan. Selanjutnya, mereka membuka lahan hutan baru
yang caranya sama dengan sebelumnya. Demikian seterusnya dan biasanya setelah
setelah 6-12 tahun (4 kali berpindah garapan) mereka kembali ke lokasi yang yang
terhadap lingkungan karena luas yang dibuka tidak terlalu besar, sekitar 2-3 hektar.
Tetapi, karena penduduk bertambah terus dan teknologi sudah mulai mereka kenal,
terjadinya deforestasi terhadap hutan Indonesia seperti yang telah diuraikan diatas,
sebenarnya tidak akan terjadi bila manajemen perlindungan hutan Indonesia yang
telah dirancang pemerintah Indonesia diterapkan dengan baik. Karena, setidaknya telah
Tentang Konservasi Sumber Daya Alam, khususnya terdapat pada pasal 19, 21, 22,
dan 33, yang mencatat pelarangan- pelarangan yakni; menebang tumbuhan yang
dilindungi, kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi, zona inti dan zona lainnya
dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam, mengangkut
Lalu UU No 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdapat pada pasal 15 dan
pasal 18, yang juga mencatatkan hal yang berhubungan dengan pelarangan
hidup tanpa memiliki analisa dampak lingkungan (pasal 15), tidak memiliki/memperoleh
izin usaha (usaha-usaha yang berdampak besar terhadap lingkungan hidup) yang
diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai peraturan perundangan (pasal 18),
dan UU No
berkaitan dengan pelarangan yang terjadi pada pengelolaan sumber daya hutan antara
lain : menebang tanpa izin, menebang dekat sumber air (waduk), menebang tidak sesuai
izin, menebang dikawasan lindung dan taman nasional, membunuh satwa dan pohon
sepertinya tidak dijalankan secara intensif oleh para pelaku kebijakan dan terkesan lemah
dalam memberantas perusakan hutan ataupun illegal logging karena, secara hukum
undang-undang tersebut tidak mampu membuktikan pelaku utamanya. Justru yang sering
dijerat hukum adalah buruh penebang dan pemilik jasa angkut an yang dibayar oleh
Manajemen hutan di Indonesia juga telah lama dijangkiti oleh korupsi. Aparat
reputasi baik dan politisi licik. Ini berarti larangan penebangan hutan secara liar tidak
dijalankan, peraturan lingkungan hidup yang tak dipedulikan, taman nasional yang
dijadikan lahan penebangan pohon, serta denda dan hukuman penjara yang tak pernah
logging di vonis bebas oleh pengadilan atau pelaku lapangan perambahan hutan dijatuhi
bukan lagi hal yang baru. Bahkan, hal tersebut telah banyak menimbulkan
bencana ekologi, seperti misalnya banjir, tanah longsor, perubahan iklim yang tak
menentu, kebakaran dan kekeringan. Hal ini jelas merupakan dampak dari penyusutan
dan terus berkurang hutan Indonesia tersebut, yang mengakibatkan hutan Indonesia
tidak dapat menjalankan fungsi dan manfaat nya secara maksimal. Ilmuwan diberbagai
belahan dunia telah membukt ikan hubungan langsung antara kerusakan hutan dengan
hayati, timbulnya
24
kebakaran hutan dan juga sebagai salah satu faktor pemicu perubahan iklim global.
Dan tentunya, hal ini juga berpengaruh terhadap ekonomi dunia khusunya Indonesia
seperti halnya ungkapan seorang ekonom dari Harvard University, Amerika Serikat
yaitu Jeffrey
“Hampir semua krisis yang melanda dan mempengaruhi ekonomi dunia pada
25
hakikatnya berasal dari masalah lingkungan.”
Menurut WALHI, pada tahun 2006 saja, terjadi 59 kali bencana banjir dan
longsor yang memakan korban jiwa 1.250 orang, merusak 36 ribu rumah dan
26
menggagalkan panen di 136 ribu hektar lahan pertanian. Dan WALHI mencatat
kerugian langsung dan tak langsung yang ditimbulkan dari banjir dan longsor tersebut,
rata-rata mencapai Rp 20,57 triliun setiap tahunnya atau setara dengan 2,94% dari APBN
27
2006.
Masalah pokok yang sangat memprihatinkan tersebut diatas, menjadi judul besar
diatas tidak ditangani segera, maka diprediksikan kemungkinan hutan Indonesia akan
musnah 15
maka WALHI sebagai lembaga yang sangat concern tehadap lingkungan tetap tidak
pesimistis dalam memandang kondisi hutan Indonesia saat ini. Menurut WALHI, kondisi
ini sesungguhnya dapat diperbaiki dan hutan Indonesia dapat diselamatkan jika ada
kemauan
baik dan berubahnya pola pikir masyarakat dan khususnya Negara/pemerintah dalam
24
M.Ridha Saleh, ECOCIDE, Politik Kejahatan Lingkungan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Jakarta
: WALHI, 2005, hal 33
25
Jeffrey Sachs, Commom Wealth: Economics for a Crowded Planet , 2009, dikutip dalam KOMPAS, Bumi
Kian Sumpek, Rabu 3 Juni 2009, hal 6
26
h ttp://walh i.or.id, Loc Cit
27
Ibid
mengelola hutan Indonesia secara berkeadilan rakyat dan pro kelestarian. Inilah
waktunya bagi pemerintah ataupun masyarakat Indonesia untuk mulai serius menangani
penyusutan dan perusakan hutan baik dengan motif illegal logging, penggunaan HPH
ataupun pembukaan lahan yang tak terkontrol. Dan bagi pemerintah, komitmen
Maka dari itu, untuk menunjukkan kepedulian WALHI terhadap hutan Indonesia
yang terus mengalami deforestasi tersebut, WALHI pun berupaya mencarikan sebuah
solusi dalam mengatasi terjadinya deforestasi terhadap hutan Indonesia tersebut. Adapun
upaya pencarian solusi yang dilakuka n WALHI tersebut adalah dengan merancang
dan mencetuskan sebuah konsep ataupun rumusan berupa kebijakan yang akan
ditawarkan kepada pemerintah Indonesia. Dan adapun istilah dari rumusan ataupun
konsep kebijakan yang dicetuskan oleh WALHI tersebut, disebut dengan istilah
moratorium logging atau jeda tebang menurut WALHI adalah berhenti sejenak
dari aktivitas
29
penebangan dan konversi hutan. Adapun definisi lainnya yaitu pembekuan atau
industri) untuk sementara waktu tertentu sampai sebuah kondisi yang diinginkan
tercapai. Menurut WALHI, moratorium logging ini dilaksanakan paling sedikit selama
masa diberlakukannya moratorium logging ini biasanya juga ditentukan oleh berapa
lama
28
Wawancara dengan Syahrul Isman (Eksekutif Daerah WALHI-Sumatera Utara) pada tanggal 27 Maret
2009
29
http:// www.walhi .or.id (diakses pada tanggal 27 Maret 2009)
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi tersebut. Tujuannya adalah untuk
mengambil jarak dari masalah agar didapat jalan keluar yang bersifat jangka panjang dan
permanen.
WALHI ini, cukup efektif untuk mengatasi fenomena penyusutan dan perusakan hutan
Indonesia. Oleh karena itu, WALHI menyerukan kepada pemerintah Indonesia agar
WALHI dalam upaya mencegah laju penyusutan dan perusakan hutan di Indonesia
Berangkat dari pemaparan latar belakang dan persoalan yang telah diuraikan
di atas, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian skripsi ini adalah
sebagai berikut:
diteliti, agar ruang masalah yang diteliti tersebut tidak melebar dan meluas. Oleh
karena itu, dalam upaya memfokuskan permasalahan dalam penelitian skripsi ini,
penulis mencoba membatasi penelitian ini pada ruang lingkup meneliti dan menganalisis
tentang konsep kebijakan moratorium logging dan peran WALHI dalam pencetusan
Tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian,
tersebut.
4. Dan untuk mengetahui apakah kerugian yang akan muncul apabila kebijakan
peneliti itu sendiri dan terlebih lagi untuk masyarakat luas. Untuk itu, menurut penulis
penulis dalam membuat ataupun menyusun sebuah karya ilmiah dan melatih
penulis untuk membiasakan diri dalam membuat dan membaca karya tulis.
I. 6 Kerangka Teori
Menurut Kerlinger teori adalah sebuah konsep atau construct yang berhubungan
satu dengan yang lainnya, suatu set dari proposisi yang mangandung suatu
30
pandangan yang sistematis dan fenomena. Penggunaan teori penting kiranya dalam
menelaah suatu masalah atau fenomena yang terjadi sehingga fenomena tersebut dapat
diterangkan secara eksplisit dan sistematis. Dan adapun teori-teori yang dipakai dalam
I.6.1 Demokrasi
Demokrasi adalah suatu sistem politik yang paling banyak dianut oleh Negara-
negara di dunia saat sekarang ini. Banyak Negara-negara di dunia yang mengklaim
bahwa negaranya adalah penganut demokrasi, tetapi kenyataannya Negara tersebut tidak
sejalan dengan nilai-nilai yang ada dalam demokrasi. Demokrasi secara etimologi
berasal dari kata Yunani, demos (rakyat) dan kratos (pemerintahan) atau bisa diartikan
‘pemerintahan oleh rakyat’. Ide demokrasi pertama sekali tercetus di kota Athena,
abad V SM.
30
M. Arif. Nasution, Metode Penelitian, Medan, Fisip USU Press, 2008 hal. 76
Mengacu dari pandangan Robert Dahl yang menyebutkan bahwa demokrasi adalah
31
adanya hak yang sama dan tidak dibedakan antara rakyat yang satu dengan yang lainnya.
dengan adanya partisipasi efektif yang menunjukkan adanya proses dan kesempatan yang
mengekspresikan kehendak-
kehendaknya.
kedaulatan ada di tangan rakyat, atau kehendak rakyat merupakan faktor yang
perangkat yang harus ada dalam demokrasi tersebut, yakni perangkat keras (hardware)
32
dan perangkat lunak (software). Salah satu perangkat lunaknya adalah adanya
kompetensi (kecakapan yang harus dimiliki) dari masyarakat dalam hal ini yang
bawah. Karena LSM sebagai wadah dari terbinanya Civil Society menjadi subordinasi
dari kekuasaan Negara atau pemerintah. LSM inilah yang nantinya akan
oleh Anderson bahwa LSM sebagai Unofficial Participan dalam proses pembuatan
kebijakan publik,
31
Muhamad Budairi, Masyarakat Sipil dan demokrasi, Yogyakarta : E-Law Indonesia, 2002, hal 49
32
Riant Nugroho dan Tri Hanurita S, Tantangan Indonesia, Solusi Pembangunan Politik Negara
Berkembang, Jakarta : PT Elex Media Komputindo, 2005, hal 18
Keberadaan WALHI merupakan salah satu representasi dari sistem
demokrasi yang dikategorikan sebagai software dalam sistem demokrasi itu sendiri.
WALHI terbentuk melalui persamaan aspirasi masyarakat Indonesia yang khawatir akan
kondisi lingkungan hidup di Indonesia. Melalui LSM WALHI ini, masyarakat dapat
kedaulatan itu dapat diwujudkan dengan melakukan penekanan ataupun advokasi tehadap
hidup di Indonesia.
Bila dikaitkan dengan pandangan Robert Dahl tadi, jelas negara harus membuka
ruang-ruang publik bagi rakyatnya untuk mewujudkan kedaulatannya, disinilah apa yang
dimaksud dengan ruang masyarakat sipil (civil society), dan disini jugalah letak adanya
kompetensi dari masyarakat, jadi dengan adanya demokrasi maka civil society akan
terbentuk.
Konsep masyarakat sipil berasal dari sejarah peradaban Barat. Ditempat asalnya,
Eropa Barat, konsep ini sudah tidak banyak dibicarakan. Masayarakat sipil kembali
tersebut, solidaritas memakai masyarakat sipil sebagai dasar sekaligus arah perjuangan
dengan tekanan utama pada perlawanan terhadap otoritarianisme Negara. Pola yang
dipakai solidaritas ini menjalar kebeberapa Negara Eropa Timur Lain, seperti bekas
dari
gerakan-gerakan tersebut kemudian menjadi pemicu ramainya perbincangan masyarkat
33
sipil diberbagai belahan dunia, termasuk Amerika Utara dan Eropa Barat sendiri.
keseimbangan antara kuasa Negara dan persatuan atau badan privat. Bagi tradisi liberal,
masyarakat sipil yang sehat dan kuat merupakan ciri penting dari demokrasi liberal dan
liberal klasik khususnya memiliki panduan moral dari masyarkat sipil terhadap
negara yang diterjemahkan melalui keinginan untuk meminimalkan ruang kuasa Negara
media massa, dan institusi diluar kerajaan yang dapat berfungsi tanpa pengawasan
Negara.
literal dari kata Romawi, societas civilis. Masyarakat sipil adalah arena bagi warga yang
aktif secara politik. Ia juga memuat arti masyarakat beradab ( civilized ), masyarakat
yang
Pengertian lainnya dari masyarakat sipil adalah kemampuan untuk hidup bersama
secara umum dan kebiasaan berkumpul itu menggalakkan ketertiban masyarakat dalam
tindakan didalam sebuah kegiatan politik yang demokratik. Ini dikemukakan oleh
kapitalisme yang mengalami pengikisan dari segi tanggung jawab sosial dan
masyarakat sipil sebagai masyarakat yang hidup dengan ciri-ciri solidaritas yang
34
kuat, bermoral tinggi dan sebagainya.
33
Hendro Prasetyo, dkk, Islam dan Civil Society, Pandangan Muslim Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2002, hal. 1-2
34
Munafrizal Manan, Gerakan Rakyat Melawan Elite, Yogyakarta : Resist Book, 2005, hal 25
Selain itu, Ernest Gellnerr memberi pengertian bahwa masyarakat sipil sebagai
masyarakat yang terdiri dari berbagai institusi non pemerintah yang cukup kuat
dan melaksanakan perannya sebagai penjaga keamanan dan keselamatan serta bertindak
sebagai hakim antara negara dan rakyat. Masyarakat sipil tetap dapat menghalangi usaha-
usaha negara dalam mendominasi warganya. Gerakan masyarakat sipil dikenal sebagai
wadah penyaluran aspirasi rakyat dalam berbagai kegiatan seperti politik, sosial
35
dan ekonomi disamping mampu memberi kepada hubungan negara dan rakyat.
Dengan demikian masyarakat sipil bukanlah entitas sosial yang terdiri dari
kumpulan manusia. Ia juga bukan manifetasi dari sistem komunal yang dikenal luas
dalam masyarakat tradisional. Masyarakat sipil merupakan ruang publik yang berisikan
manusia sebagai individu-individu dengan segala atribut intrinsiknya. Oleh karena itu,
masyarakat sipil memiliki karakteristik yang juga terdapat dalam konsep manusia
sebagai individu. Jika individu merupakan ruang pribadi, masyarakat sipil merupakan
ruang publik. Karena itu, didalam masyarakat sipil juga harus terdapat kebebasan,
keseimbangan. Ciri-ciri tersebut harus terwujud dalam gerak anggota yang ada
pengaruh
kepada atas mereka yang sedang berkuasa, memberikan tekanan atas orang-orang tersebut.
35
Anwar Ibrahim, Masyarakat Madani vs Masyarakat Sipil, http://syaitan wordpr ess.com. (diakses
pada tanggal 6 Mei 2009)
36
Hendro Prasetyo, Op Cit, hal 5
Itulah sebabnya mereka dinamakan kelompok penekan. Kelompok penekan
mewakili suatu jumlah yang terbatas yang mempunyai kepentikangan khusus. Orang
yang masuk dalam kelompok ini sebagai pekerja, sebagai seorang Agamawan, sebagai
penentang bom atom, sebagai anak muda dan sebagai apa saja yang ada dikelompoknya,
bukan hanya ia sebagai seorang warga negara. Dengan demikian kelompok penekan
mempunyai sifat organisasi ”kooperarif” dalam arti yang sudah lumrah seperti sekarang
ini.
yang sedang berjalan ( dari sinilah asal mula nama Pressure Groups ) yang
diperkenalkan di Perancis pada tahun 1962 dari ungkapan Amerika Pressure Groups.
legislatif, tetapi hubungan antara para individu-individu tersebut dengan kelompok yang
Suatu kelompok penekan itu bersifat eksklusif (istimewa ; lain dari yang lain)
bila ia hanya menyangkut soal mengambil tindakan dalam bidang politik saja, dengan
anggota kongres,
dengan anggota kabinet dan pejabat-pejabat tinggi pemerintahan lainnya. Sebaliknya
37
Maurice Duverger., Partai Politik dan Kelompok Penekan, Yogyakarta : Bina Aksara, 1984, hal. 119
sebuah kelompok penekan dikatakan Parsial, apabila kegiatan politik hanyalah
merupakan salah satu bagian saja dari aktivitasnya, bila kelompok ini mempunyai
alasan-alasan lain untuk eksistensinya dan mempunyai rencana tindakan lain maka dapat
melakukan suatu gerakan besar seperti turun ke jalan-jalan. Artinya disini, kelompok
manapun atau organisasi apapun dapat saja terjangkit untuk melancarkan tekanan
politiknya pada suatu ketika dalam masa-masa rangkaian aktivitasnya. Gereja pun masuk
dalam kategori ini karena gereja ikut menyampuri masalah otoritas, demikian juga
perbedaan antara kedua macam kelompok tersebut tidaklah mudah untuk diselidiki.
membentuk suatu persaudaraan diantara mereka yang berlangsung secara rahasia, yang
sebagai perpanjangan tangan pihak asing agar dapat ikut terlibat dalam perputaran
ekonomi, politik atau sub kehidupan lain di suatu negara yang ditunjuk. Tekanan-
tekanan yang datang dari kelompok asing juga menciptakan suatu ketergantungan yang
sifatnya de facto. Tetapi ketergantungan itu bukanlah antara pemerintahan yang satu
dengan pemerintahan yang lain melainkan ketergantungan suatu pemerintahan asing pada
suatu organisasi swasta. Pemerintahan asing tersebut yang kemudian menyediakan dana
Orgnanisasi-Organisasi Profesional
sekelompok tuan tanah atau asosiasi profesional pada tingkat yang lebih tinggi.
kaum proletariat. Dalam masyarakat yang sangat maju, telah mendorong pekerja
Maraknya isu tentang global warming menjadikan masyarakat dunia mulai peduli
Kelompok-Kelompok Intelektual
Mencakup persatuan pegawai pemerintahan, para insinyur, akademisi universitas,
Asosiasi Veteran
kelompok ideologi.
Gerakan Pemuda
sebagainya.
dari uraian teori kelompok penekan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwasannya
WALHI juga merupakan salah satu bagian dari kelompok penekan. Hal ini dapat dilihat
dari peran WALHI dalam mempengaruhi setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh
lingkungan hidup di Indonesia yang apabila kebijakan tersebut dirasa akan berdampak
negatif terhadap lingkungan hidup Indonesia. Agar kebijakan tersebut tidak menjadi
Istilah kebijakan publik sebenarnya telah sering kita dengar dalam kehidupan
sehari-hari, seperti dalam kegiatan akademis, atau dalam kuliah-kuliah ilmu politik. Pada
dasarnya, terdapat banyak batasan atau definisi mengenai apa yang dimaksud
dengan kebijakan publik (public policy) dalam literatur ilmu politik. Masing-masing
definisi tersebut memberi penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan ini timbul karena
Salah satu definisi mengenai kebijakan publik diberikan oleh Robert Eyestone.
Menurut Robert Eyestone kebijakan publik adalah hubungan suatu unit pemerintah
38
dengan lingkungannya. Namun konsep yang ditawarkan Eyestone ini mengandung
pengertian yang sangat luas dan kurang pasti. Karena, apa yang dimaksud dengan
kebijakan publik seharusnya dapat mencakup banyak hal. Adalagi definisi kebijakan
batasan definisi yang diberikan oleh Thomas R. Dye ini agak tepat, namun batasan
ini tidak cukup memberi pembedaan yang jelas antara apa yang diputuskan oleh
pemerintah
38
Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta : Media Pressindo, 2004, hal. 15
39
Ibid
Definisi kebijakan pubilk yang lainnya yaitu diberikan oleh James
tindakan yang
mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam
mengatasi suatu masalah atau persoalan. Menurut James Anderson, kebijakan publik
40
memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan apa yang
Menurut James Anderson, sifat kebijakan publik terbagi dalam beberapa kategori
outputs
41
(hasil-hasil kebijakan), dan outcomes (dampak-dampak kebijakan).
Policy demands adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau
masyarakat dan mungkin berkisar antara desakan secara umum bahwa pemerintah
dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan
40
Ibid, hal.16
41
Ibid, hal.19
substansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik. Termasuk dalam kegiatan ini
artikulasi kebijakan publik. Yang termasuk dalam kategori ini adalah undang-
akan dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Lalu policy outputs lebih merujuk
pada manifestasi nyata dari kebijakan-kebijakan publik, hal- hal yang sebenarnya
baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak
melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, beberapa
ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik, membagi proses-
42
seperti ini adalah untuk memudahkan kita didalam mengkaji kebijakan publik. Dalam
memecahkan
43
kebijakan). Adapun tahapan-tahapan tersebut digambarkan oleh William Dunn
sebagai berikut :
Agenda Setting
Policy Formulation
Policy Adoption
Policy Implementation
Policy Assasment
1. Agenda Setting
Tahap penetapan agenda kebijakan ini, yang harus dilakukan pertama kali
permasalahan
43
Hessel Nogi S Tangkilisan, Kebijakan Publik yang Membumi, : Konsep, Strategis, dan Kasus, Yogyakarta
: Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), 2003, hal. 7-8
ditemukan melalui proses problem structuring. Menurut William Dunn
pendefinisian
pemetaan
argumentasi.
2. Policy Formulation
kebijakan yang akan dipilih. Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian
dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk
alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk
memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan bermain untuk
3. Policy Adoption
44
Ibid, hal. 8
Tahap adopsi kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan
kebijakan melalui dukungan para stakeholders atau pelaku yang telibat. Tahap ini
dilakukan setelah
45
melalui proses rekomendasi dengan langkah-langkah sebagai berikut :
bagi kemajuan
masyarakat luas.
iteria yang relevan agar efek positif alternatif kebijakan tersebut lebh besar
4. Policy Implementation
Pada tahap ini, suatu kebijakan telah dilaksanakan oleh unit-unit eksekutor
(birokrasi pemerintah)) tertentu memobilisasikan sumber dana dan sumber daya lainnya
(teknologi dan manajemen) dan pada tahap ini monitoring dapat dilakukan. Jadi tahapan
kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur. Dengan demikian tugas
kebijakan mencapai hasil melalui aktivitas atau kegiatan dari program pemerintah.
45
Ibid, hal. 9
5. Policy Assesment
Tahap akhir dari proses pembuatan kebijakan adalah penilaian terhadap kebijakan
yang telah diambil dan dilakukan. Dalam penilaian ini semua proses implementasi dinilai
apakah telah sesuai dengan yang telah ditentukan atau direncanakan dalam program
birokrasi pemerintah sendiri (sebagai eksekutif) untuk mengetahui apakah program yang
dibuat oleh pemerintah telah mencapai tujuannya atau tidak. Apabila ternyata
tujuan program tidak tercapai atau memiliki kelemahan, maka pemerintah harus
mengetahui apa penyebab kegagalan tersebut sehingga kesalahan yang sama tidak
ketepatan,
kebenaran dan pengetahuan yang mempunyai nilai ilmiah yang tinggi. Untuk itu,
46
penelitian ini akan memaparkan beberapa cara sebagai batasan untuk mencapai
kebenaran ilmiah, yakni : jenis penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data,
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, penekanan pada deskriptif dan
analitis. Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu
dibalik fenomena yang sedikitpun belum diketahui. Metode ini dapat juga
digunakan
untuk mengungkap dan memahami sesuatu yang baru sedikit di ketahui, metode kualitatif
46
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung : CV.Mandar Maju, 1996, hal.17
juga dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit di ungkap
47
oleh metode kuantitatif. Disamping itu, metode penelitian kualitatif dapat
dipergunakan untuk
temuan- temuannya tidak diperbolehkan melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan
48
lainnya.
Penelitian kualitatif mengacu kepada berbagai cara pengumpulan data yang berbeda,
49
penelitian etnografi. Contohnya dapat berupa penelitian tentang kehidupan, riwayat
hidup dan prilaku seseorang, disamping itu juga tentang organisasi, Pergerakan sosial,
atau hubungan timbal balik. Sebagian datanya dapat dihitung sebagaimana data
sensus, namun
di Jalan. Sei Serapuh No.20. Medan, Sumatera Utara. Adapun alasan dipilihnya lokasi ini
sebagai tempat penelitian adalah : (1) penulis menilai, lokasi ini lebih dekat dengan
tempat tinggal penulis. Sehingga lebih mudah dijangkau dan terdapat efisiensi dari segi
waktu ataupun biaya. (2) lokasi ini merupakan salah satu pemilik akses informasi atau
data yang resmi yang berhubungan dengan penelitian ini, yang sangat dibutuhkan oleh
penulis dalam melakukan penelitian ini. (3) lokasi ini juga merupakan
47
Anselm Strauss dan Juliet Corbin., Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, Tata Langkah dan Teknik-teknik
Teorisasi Data, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003, hal. 5
48
Ibid, hal. 4
49
Bruce A. Chadwick, dkk, Social Science Research Methods, Terj. Sulistia, dkk, Metode Penelitian Ilmu
Pengetahuan Sosial, Semarang : IKIP Semarang Press, 1991, hal. 234
50
Anselm Strauss dan Juliet Corbin. Loc Cit.
I.7.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti dalam
penelitian ini untuk memperoleh informasi atau data yang akurat sehingga dapat
dipertanggung jawabkan sebagai suatu penelitian sosial yang ilmiah. Adapun data yang
akan dikumpulkan dalam upaya pengumpulan data tersebut di bagi menjadi dua yaitu :
1. Data Primer
Untuk jenis yang dikumpulkan dari data primer ini yaitu, penulis akan melakukan
2. Data Sekunder
WALHI yang dianggap berkaitan dengan masalah yang diteliti, juga melalui
Surat Kabar, Media Internet dan berbagai sumber lainnya yang berhubungan
Proses analisa data dimulai dengan menelaah informasi atau data yang telah
didapat, baik yang diperoleh dari wawancara, ataupun dari dokumen-dokumen dan buku-
buku atau media lainnya. Keseluruhan data yang didapat tersebut dirangkum sesuai
dengan masalah dan tujuan penelitian yang terdapat dalam skripsi ini. Selanjutnya, data
kualitatif
melalui sebuah kajian deskripsi untuk kemudian dianalisis sehingga
51
memungkinkan diambil kesimpulan yang utuh.
Penulisan Skripsi ini akan terdiri dari beberapa BAB. Adapun tiap bab terdiri dari :
BAB I : Pendahuluan
BAB IV : Penutup
Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini. Bab ini
51
Robert K. Yin, Studi Kasus, Desain dan Metode, Jakarta : Rajawali Pers, 2003, hal. 23
BAB II
WALHI merupakan forum kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari organisasi
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang didirikan pada tanggal 15 Oktober 1980
sebagai reaksi dan keprihatinan atas ketidakadilan dalam pengelolaan sumberdaya alam
dan sumber-sumber kehidupan, sebagai akibat dari paradigma dan proses pembangunan
Sejarah berdirinya WALHI tak bisa dilepaskan dari salah seorang tokoh yang
ada di Indonesia yaitu Emil Salim. Setelah dua bulan diangkat sebagai Menteri
pertemuan dengan beberapa kawannya, yaitu Bedjo Rahardjo, Erna Witoelar, Ir. Rio
lingkungan menjadi sebuah gerakan dalam masyarakat. Bukan hanya itu tujuannya, tetapi
Emil Salim merasa bahwa ia harus belajar tentang lingkungan, karena ia melihat bahwa
lingkungan ini adalah sesuatu yang baru dan belum populer di Indonesia. Ia ingin terjun
diketahui dan dicarikan solusi oleh masyarakat. Untuk itulah, ia harus mencari jalan
kawannya, menurut Emil Salim tidak ada pilihan lain, kecuali minta bantuan kelompok-
kelompok NGO dan pecinta alam. Harapannya adalah agar kelompok NGO dan pecinta
alam dapat
membantu menyelesaikan pelbagai persoalan lingkungan, karena kedua kelompok ini
(Kantor Gubernur DKI Jakarta). Pertemuan mendadak tersebut dihadiri sekitar 350
lembaga yang terdiri dari lembaga profesi, hobi, lingkungan, pecinta alam, agama, riset,
kampus, jurnalis, dan lain sebagainya. Disitulah Emil Salim mengungkapkan semua
keinginannya bahwa antara pemerintah dan NGO harus berjalan bersama untuk
bersama sekaligus mencari cara berkomunikasi yang efektif di antara mereka. Akhirnya,
membentuk organisasi awal. Agar tidak ada persepsi bahwa organisasi ini adalah
Kelompok Sepuluh ini merupakan wadah untuk tukar informasi, tukar pikiran,
hidup umumnya dan manusia khususnya. Anggota kelompok ini adalah Ikatan
Arsitek Landsekap Indonesia (IALI), dengan ketua Ir. Zein Rachman, Yayasan
Indonesia Hijau
(YIH), dengan ketua Dr Fred Hehuwed, Biologi Science Club (BCS) yang diketuai oleh
Dedy Darnaedi, Gelanggang Remaja Bulungan, yang diketuai oleh Bedjo Raharjo,
Perhimpunan Pecinta Tanaman (PPT) yang diketuai oleh Ny. Mudiati Jalil, Grup
Wartawan Iptek yang diketuai oleh Soegiarto PS, Kwarnas Gerakan Pramuka oleh Drs.
Tinggi Publisistik).
Kelompok ini diketuai oleh Ir. Zein Rachman (IALI), dengan Sekretaris I, yaitu
Dedy Darnaedi (BSCc) dan Sekretaris II, Bedjo Rahardjo (GRJS-Bulungan). Untuk
PPLH, dengan tugas utama menjadi jembatan antara pemerintah dengan LSM lainnya.
Beberapa NGO ini menawarkan bantuan sukarela kepada Emil Salim untuk
Atas prakarsa kelompok 10, dan dukungan Sri Sultan Hamengku Buwono IX
adakanlah sebuah pertemuan ornop yang cukup besar kala itu. Pertemuan itu
130 orang peserta dari 78 organisasi dari tiga kelompok, yaitu kelompok organisasi
masyarakat (agama, sosial), organisasi pecinta alam, dan organisasi profesi. Pada akhir
pertemuan yaitu tanggal 15 Oktober 1980, diadakanlah sidang pleno untuk menetukan
nama organisasi yang akan mewadahi seluruh peserta ornop tersebut. Namun sidang
pleno tersebut berjalan alot karena kecurigaan sebagian peserta dari kelompok pecinta
alam dan
aktivis kampus bahwa organisasi payung yang dibentuk tidak jauh berbeda
Dalam sidang pleno yang berlangsung dengan alot tersebut akhirnya Erna
Witoelar dan Wicaksono Noeradi yang merupakan peserta pertemuan itu menawarkan
sebuah nama yaitu dengan awal Wahana. Lalu para peserta menyambut tawaran nama
Wahana tersebut dengan antusias yang tinggi. Lalu dikarenakan organisasi tersebut akan
bergerak pada bidang lingkungan hidup maka ornop sepakat memberikan tambahan
Lingkungan Hidup Indonesia pada akhir nama Wahana tersebut sehingga jadilah nama
“WALHI”.
organisasi/parpol, serta mencerminkan nama khas Indonesia atau bukan nama asing.
Mayoritas lembaga yang mengikuti pertemuan tersebut sangat setuju dengan nama itu.
Tanggal 15 Oktober 1980, palu diketok, nama disepakati : Wahana Lingkungan Hidup
musyawarah periodik setiap dua tahun, juga dipilih sembilan anggota presidium
periode
1980 – 1982 yang diketuai oleh Zen Rachman, dengan sekretaris eksekutif, Ir.
Erna
Witoelar.
secara bertahap di tahun 83-an jumlahnya sudah mencapai 350 lembaga. Hal ini
perusahaan, pers, mahasiswa, para artis, dan lain sebagainya, turut digandeng oleh
pihak tentang pentingnya pelestarian lingkungan dan peran serta masyarakat untuk
mewujudkan lingkungan hidup yang sehat dan lestari. Hal tersebut terlihat dari berbagai
berbagai lembaga dan pecinta alam, kolaborasi isu lingkungan dengan para seniman.
Selain sosialisasi, langkah yang ditempuh adalah edukasi, yaitu memberikan pendidikan
karena dianggap steril dari aspek-aspek politis. Hubungan antara pemerintah dengan
WALHI sering tarik ulur. Wacana yang berkembang dari beberapa diskusi LSM
lingkungan antara lain berakar pada birokrasi dan keputusan-keputusan politis yang
dengan proses pengambilan keputusan di pemerintahan. Tetapi tidak ada suasana yang
dianggap kondusif untuk memulai sikap oposan, bahkan dalam bentuknya yang paling
lunak, dengan pemerintah saat itu karena rezim Orde Baru yang semakin kuat
kenaikan anggota LSM yang mengalami booming yang belum pernah terjadi
sebelumnya, dari sekitar 80-an LSM lingkungan pada tahun 1980, tercatat 320 pada
tahun 1982 dan tahun 1985 sudah didata lebih dari 400 LSM. Ketika WALHI
melaksanakan Pertemuan Lingkungan Hidup (PNLH) III tahun 1986, dari 486 LSM
Raising di kalangan LSM dan masyarakat luas terus dilanjutkan. Untuk ini, diperlukan
back up data untuk mendukung advokasi. Hal ini kemudian dilanjutkan dalam kerja-kerja
advokasi berikutnya.
legitimasi pemerintah dan masyarakat, namun juga media massa. Media Massa mulai
memberi dukungan dengan mulai menempatkan isu lingkungan hidup sebagai isu-
isu
utama termasuk liputan pencemaran Merkuri di Teluk Jakarta tahun 1980 yang menjadi
berita sampul majalah Tempo. Sudah ada kesadaran tinggi di kalangan LSM
bahwa wartawan dan media massa memegang peranan yang penting sebagai corong
kegiatan lingkungan.
kembali mengulang keinginan pemerintah terhadap LSM dengan lebih halus, bahwa
salah satu ikatan kuat yang menyatukan LSM dalam WALHI dengan demikian eksistensi
WALHI, karena tidak ada pamrih politik dan pamrih jabatan. Walaupun para aktivis
tidak frontal menentang penilaian itu, tetapi mulai ada usaha untuk membuka orientasi
baru gerakan LSM lingkungan, antara lain keinginan untuk melakukan advokasi
lingkungan.
komprehensif dan diterbitkan untuk masyarakat luas. Ini bertujuan untuk membuka
seluas- luasnya WALHI kepada masyarakat. Keterbukaan bagi WALHI sangat penting
karena masih ada tuduhan-tuduhan yang menyatakan bahwa WALHI condong pada
kepentingan luar negeri (asing) dan bukan kepada rakyat. Dari apa yang dilaporkan,
masyarakat bisa mengetahui apakah WALHI condong pada kepentingan asing atau
2000, WALHI terus bergerak maju dan konsisten dengan perjuangan penegakan
lingkungan. WALHI melihat bahwa tantangan makin kuat, meski demikian WAHI tak
surut. Bukan terlalu optimis, namun, 20 tahun usia WALHI masih menunjukkan
Sejak awal, terlihat bahwa keanggotaan WALHI sangat beragam. WALHI terlahir
bukan hanya dari ornop lingkungan saja, namun juga dari kelompok HAM, konsumen,
kelompok keagamaan, perempuan, pecinta alam, jurnalis, kelompok masyarakat adat, dan
anggota profesi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa WALHI merupakan representasi
dari keragaman elemen masyarakat yang ada di Indonesia, yang memiliki komitmen
sumber kehidupan itu sangat berat. Hal tersebut dikarenakan semakin kukuhnya
hegemoni paham liberalisme baru dengan nama globalisasi. Dan yang kedua adalah
Dua hal itu menjadi landasan langkah WALHI di masa depan, yang
semakin disadari tidak mungkin dapat dilaksanakan sendiri oleh WALHI tanpa dukungan
luas dari publik. Untuk itulah, dengan kesadaran penuh WALHI membuka diri untuk
WALHI bukan hanya oleh dan untuk kelompok lingkungan, namun WALHI menjadi
melawan ancaman yang tidak hanya datang dari dalam namun juga ancaman yang
WALHI kini hadir di 26 propinsi dengan total 436 organisasi anggota (terhitung
Juni 2005) yang secara aktif berkampanye di tingkat lokal dan nasional. Di tingkat
internasional, WALHI berkampanye melalui jaringan Friends of the Earth Internasional
dan lebih dari 1 juta anggota individu dan pendukung di seluruh dunia. WALHI
memiliki keprihatinan yang sama terhadap ketidak adilan lingkungan hidup. Salah
satunya dengan menjadi anggota Friends of the Earth International (FoEI) – federasi
lingkungan hidup sedunia dengan 71 organisasi anggota di 70 negara, dan memiliki lebih
yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan hidup kian sulit dipastikan karena
Non Pemerintah (ORNOP/NGO), Kelompok Pecinta Alam (KPA) dan beberapa individu
dengan mendirikan Wahan Lingkungan Hidup Indonesia pada tanggal 15 Oktober 1980
sebagai reaksi dan keprihatinan atas ketidak-adilan dalam pengelolaan sumber daya alam
dan sumber-sumber kehidupan sebagai akibat dari paradigma dan proses pembangunan
anggota organisasi yang terbesar di Sumatera Utara. Berikut adalah beberapa organisasi
anggota WALHI-Sumut :
1. Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera (BAKUMSU)
Medan 20146
Medan 20153
Medan 20218
Medan 20213
Jl Pimpong No.3
Jl Siborong-borong No.25
a. Visi
yang adil dan demokatis yang menjamin hak-hak rakyat atas sumber-sumber
demokratis.
antar organisasi non pemerintah dalam advokasi lingkungan hidup dan sumber-sumber
kehidupan rakyat (advokasi hutan, tambang, air, pesisir dan laut, reformasi hukum dan
hidup yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, agama dan status sosial.
kebudayaannya.
6. Solidaritas sosial : Semua orang memilik hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan
7. Anti Kekerasan : Negara dilarang melakukan kekerasan fisik dan non fisik
representatif seluruh anggota untuk menjalankan fungsi legislatif. Fungsi yudikatif yang
anggota setiap tiga tahun yang disebut Pertemuan Daerah Lingkungan Hidup. Forum ini
menerima dan mensahkan pertanggungan jawab Eksekutif Daerah, Dewan Daerah dan
sebagai forum konsultasi antar komponen WALHI-Sumut untuk melakukan evaluasi dan
1. Ibrahim Nainggolan
2. Oktavianus Sitio
3. Dewi Susanna
4. Kusnadi
5. Nuriyono
MUKADIMAH
lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat sebagai bagian dari upaya
mewujudkan kehidupan yang adil, harus dilakukan secara arif dan berkelanjutan
Disadari bahwa perjuangan tersebut dari hari ke hari semakin dihadapkan dengan
tantangan yang berat, terutama yang bersumber pada: Pertama, semakin kukuhnya
dominasi dan penetrasi rezim kapitalisme global melalui agenda-agenda pasar bebas dan
kepentingan negara-negara industri atau rejim ekonomi global. Rezim kapitalisme global
pun diwarnai oleh semangat liberalisasi dan privatisasi yang memudahkan ekspansi
modal dan globalisasi pasar. Watak kebijakan negara pada akhirnya membuka jalan
individu yang peduli dengan kepentingan lingkungan hidup dan sumber – sumber
kehidupan rakyat
sudah sejak awal mempersoalkan berbagai kebijakan negara yang menghancurkan
dan merampas hak-hak rakyat atas lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan
rakyat.
1980 beberapa organisasi non-pemerintah (Ornop) dan beberapa individu yang memiliki
sebagai wahana yang mensinergikan semua potensi gerakan advokasi lingkungan dan
penguatan posisi dan akses rakyat dalam pengelolaan lingkungan hidup dan sumber –
dari gerakan rakyat dan gerakan sosial untuk melawan dominasi kekuatan kapitalisme
global dan kebijakan negara yang bertanggungjawab atas perampasan hak sosial,
ekonomi, politik, dan budaya rakyat yang terjadi di tingkat lokal, nasional maupun
internasional.
kepada para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan baik negara, PBB, organisasi
kelompok lain yang potensial merusak lingkungan hidup dan sumber – sumber kehidupan
rakyat, bahwa rakyatlah pemilik kedaulatan atas lingkungan hidup dan sumber-sumber
kehidupan rakyat.
demokratis.
menggalang sinergi kekuatan antar organisasi non-pemerintah dan organisasi rakyat yang
keadilan gender, (4) Penghormatan terhadap makhluk hidup (5) persamaan hak
membangun alternatif tata ekonomi dunia baru, serta (5) mendesakkan kebijakan
pengelolaan lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat yang adil dan
pemerintah dan antar sesama kelompok masyarakat dan individu dalam melakukan
memeriksa pelanggaran terhadap statuta yang telah ditetapkan sebagai konstitusi WALHI
disebut dengan Majelis Etik Daerah yang bersifat adhoc. Struktur organisasi digambarkan
seperti berikut :
BAB III
ANALISIS DATA
kebijakan moratorium logging yang ada di Indonesia saat ini, pertama kali diperkenalkan
52
oleh WALHI. Adapun wacana pemberlakuan kebijakan moratorium logging ini,
pertama kali muncul dalam rapat Konsultasi Daerah Lingkungan Hidup (KDLH) WALHI
53
yang diadakan WALHI pada tanggal 22 April 2000 di Jakarta. Rapat KDLH WALHI
ini dihadiri oleh Dewan Daerah, Eksekutif Nasional, seluruh jajaran Eksekutif Daerah
dari 26
54
Provinsi, anggota, dan perwakilan dari seluruh lembaga rekanan WALHI. Adapun
tujuan dilakukannya rapat KDLH ini adalah untuk memberikan evaluasi terhadap kinerja
WALHI daerah/region dan juga evaluasi terhadap kondisi lingkungan hidup di Indonesia.
55
KDLH ini diadakan WALHI dalam masa satu kali dalam satu tahun.
Dalam rapat KDLH WALHI tahun 2000 tersebut, salah satu pembahasannya
adalah mengenai kondisi hutan Indonesia. Setelah melakukan pembahasan yang panjang,
lingkungan hidup Indonesia khususnya hutan berada pada kondisi yang cukup
dari pemerintah. Lalu, seperti yang telah disebutkan latar belakang diatas, untuk
52
Wawancara dengan Syahrul Isman, Loc
Cit
53
Ibid
54
Ibid
55
Pasal 38 ayat 2 Statuta WALHI
WALHI berinisiatif untuk mencarikan solusi yaitu dengan merancang dan mencetuskan
konsep kebijakan moratorium logging atau jeda tebang terhadap hutan Indonesia. Dan
logging tersebut. Lalu selanjutnya, WALHI membuat konsep atas kebijakan moratorium
logging yang mereka tawarkan tersebut, hal ini dilakukan untuk menunjukkan keseriusan
kampanye WALHI dalam laporan tahunan KDLH WALHI tahun 2000. Sejak saat itu,
Pada dasarnya, kata moratorium logging ini terdiri dari dua suku kata yang
berbeda yakni moratorium dan logging. Dan kata moratorium logging ini juga memilki
makna yang berbeda pada masing-masing suku katanya. Suku kata yang pertama adalah
moratorium.
“morari“ yang berarti penundaan. Adapun definisi moratorium dalam bahasa Latin ini
adalah otorisasi legal untuk menunda pembayaran utang atau kewajiban tertentu
selama batas
56
waktu yang ditentukan. Istilah ini juga sering digunakan untuk mengacu ke waktu
56
Dewa Gumay, Moratorium Logging Kebijakan Yang Berdaulat, http://dewagumay.wordpress.com/ (di
akses tanggal 11 Mei 2009)
penundaan pembayaran itu sendiri, sementara otorisasinya disebut sebagai undang-
terjadinya tekanan berat secara politik atau komersial, misalnya pada saat perang Jerman-
57
pertangguhan . Adapun pengertian dari jeda itu sendiri yaitu tempo, waktu berhenti
Di Indonesia, kata moratorium ini umumnya dijadikan sebagai suatu istilah yang
menyampaikan sesuatu tuntutan baik itu kepada pemerintah ataupun suatu lembaga
Negara/swasta. Tuntutan ini biasanya berupa seruan agar kiranya pemerintah ataupun
suatu lembaga dapat menghentikan sejenak sesuatu aktivitas, yang mana pada saat itu,
ini adalah sebagai buntut dari tragedi 3 Februari di Sumatera Utara. Dimana pada saat
itu
57
Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Bahasa Inggris Indonesia, Jakarta : GRAMEDIA, 2007, hal.
385
58
Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya : Kartika, 1997, hal 258
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara. Massa yang melakukan demonstrasi
anarkis ini menuntut agar segera disahkannya pembentukan pemekaran Provinsi Tapanuli
dari Provinsi Sumatera Utara. Namun demonstrasi anarkis ini menewasnya ketua DPRD
Sumatera Utara yaitu Abdul Azis Angkat. Implikasi dari tewasnya Ketua DPRD
Sumatera Utara ini akhirnya menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Reaksi tersebut
banyak disampaikan oleh berbagai kalangan melalui media. Adapun salah satu bentuk
Adapun suku kata yang kedua yaitu logging. Dalam kamus bahasa Inggris-
Indonesia kata logging berarti “kayu bulat”. Namun kata logging ini memiliki kata
dasar yaitu “Log”. Dalam bahasa Indonesia kata log ini berarti batang kayu.
60
Adapun istilah logging, dalam bahasa Indonesia berarti sesuatu hal yang
berkenan
61
dengan kayu .
sering digunakan untuk sesuatu hal yang berkaitan dengan hutan. Seperti misalnya
illegal logging, yang berarti penebangan hutan tanpa izin, ataupun seperti halnya
pemberlakuan
62
adalah berhenti sejenak dari aktivitas penebangan dan konversi hutan. Adapun
besar (skala industri) untuk sementara waktu tertentu sampai sebuah kondisi yang
diinginkan tercapai. Menurut WALHI, moratorium logging ini dilaksanakan paling
63
sedikit selama 15 tahun. Lama atau masa diberlakukannya moratorium logging ini
biasanya juga ditentukan oleh berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
kondisi tersebut. Tujuannya adalah untuk mengambil jarak dari masalah agar didapat
jalan
Sebagai komunitas tumbuhan, sebenarnya hutan secara alami tidak pernah stabil
secara menyeluruh. Artinya, suatu jenis akan mati atau tumbang setelah tahap
klimaksnya. Akan tetapi, pohon yang mati ini segera akan digantikan oleh pohon
satu tingkat
dibawahnya. Demikianlah seterusnya sehingga terjadi siklus alamiah atau yang disebut
dengan proses suksesi ekologis. Suksesi ekologis ini terjadi terus-menerus secara
64
agar proses suksesi ekologis tersebut dapat berjalan dengan baik efektif, sangat
tersebut. Dan dengan suksesnya proses ekologis tersebut, maka lahan hutan yang
telah tandus dapat tumbuh kembali dengan baik, sehingga hutan pun dapat menjalankan
pemberlakukan suatu aturan atau kebijakan untuk mendukung hal tersebut, seperti
halnya
62
http://www.walhi .or.id, (diakses pada tanggal 11 Mei 2009)
63
Ibid
64
Karden Eddy Sontang Manik, Op Cit, hal 77-78
kebijakan moratorium logging yang dapat menyelamatkan hutan Indonesia dan alam dari
bencana.
Masalah struktural kehutanan yang kita hadapi saat ini begitu kompleks.
Masalah- masalah tersebut tidak berdiri sendiri, namun saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya. Reformasi kehutanan hanya dapat tercapai bila masalah-masalah
tersebut dapat diatasi secara simultan dan menyeluruh untuk menuju pengelolaan
sumberdaya hutan yang adil dan berkelanjutan. Dengan tingkat kompleksitas masalah
tersebut, moratorium logging menyediakan peluang dan manfaat ganda bagi pelaksanaan
bidang kehutanan.
pada Sidang CGI (Consultative Group for Indonesia) ke-9 tanggal 1-2 Februari 2000 di
menyampaikan
konversi hutan alam; (2) penutupan industri sarat utang; (3) penghentian
penebangan hutan secara liar atau illegal logging; (4) restrukturisasi industri olah kayu;
(5) rekalkulasi nilai sumberdaya hutan; (6) pengaitan program reforestasi dengan
kapasitas industri; (7) desentralisasi urusan kehutanan, dan (8) penyusunan pogram
65
memperbaiki sistem pengelolaan hutan.
65
WALHI, Hutan Hancur, Moratorium Manjur, http://www.walhi.or.id, (diakses pada tanggal 11 Mei
2009)
moratorium logging terhadap hutan Indonesia dalam skala besar dapat menjadi langkah
tersusunnya sebuah
menjadi langkah awal bagi pelaksanaan seluruh reformasi tersebut. Adapun Langkah-
langkah kebijakan moratorium logging dapat dilakukan dalam 5 (lima) tahap selama
dua hingga
HPH, IPK, perkebunan, sambil mengentikan keran ekspor kayu bulat serta mengeluarkan
kebijakan impor bagi industri olah kayu. Dalam tahap ini, perlu pula dilakukan
penundaan pelaksanaan wewenang untuk pemberian ijin HPH dan IPHH (seluas <1000
Ha dan 100 hektar) oleh bupati. Ijin-ijin oleh bupati hanya dapat dikeluarkan bila daerah
dampak lingkungan
tingkat daerah (semacam Bapedalda), adanya sumberdaya keuangan dan sumberdaya
manusia untuk menjalankan kebijakan lingkungan daerah. Adapun tahapan yang lebih
spesifik yaitu :
hasil dari praktek penebangan liar agar dapat langsung dikelola oleh pemerintah
untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat dan kebijakan impor bagi industri olah
kayu.
dilaksanakan melalui due diligence secara independen oleh pihak ketiga. Hasil
terutama yang melakukan penebangan diluar batas yang ditentukan dan izin yang
Penegakan hukum
HPH bermasalah terutama yang memiliki kredit macet yang sedang ditangani oleh
BPPN. Utang harus dibayar kembali oleh pemilik dan penegakan hukum dilakukan bagi
industri- industri yang bermasalah. Pada tahap ini penilaian asset industri-industri
bermasalah harus dilaksanakan melalui due diligence secara independen oleh pihak
ketiga.
zonasi ulang.
Hutan Tanaman
Rakyat.
di Sumatra dan Sulawesi, kedua pulau ini hutannya sangat terancam. Penataan kembali
wilayah hutan di Sumatra dan Sulawesi serta penanganan masalah sosial akibat
penebangan kayu selama 15 tahun. Pada masa ini, penebangan kayu hanya
diijinkan di atas hutan tanaman yang berasal dari penanaman sendiri atau hutan
yang dikelola berbasiskan masyarakat lokal yang untuk ini diatur melalui
hilir komoditi unggulan yang tujuannya untuk menyerap tenaga kerja dari
sektor
masalah sosial yang muncul sejauh ini dan selama masa moratorium dilaksanakan
melalui sebuah
kebijakan nasional.
alam untuk jangka waktu yang ditentukan di seluruh Indonesia. Pada masa ini,
penebangan kayu hanya diijinkan di hutan-hutan tanaman atau hutan yang dikelolan
dengan cara mengimpor bahan baku kayu. Dengan melanjutkan penggunaan bahan baku
kayu dari dalam negeri, pada dasarnya kita sama saja dengan melakukan bunuh
diri. Untuk memudahkan pengawasan tersebut, maka jenis kayu yang diimpor haruslah
assesment terhadap berbagai perizinan perkebunan dan kehutanan baik yang baru
sumberdaya
hutan.
• Memberikan ruang politik dan ekologi kepada hutan alam untuk 'bernafas' dan
tenurial (penguasaan) sumber daya hutan, dan meningkatkan hasil sumber daya
seluas- luasnya, sehingga harga pasar kayu domestik sebanding dengan harga
olah kayu dan mengkoreksi over kapasitas industri: hanya industri yang
bisnisnya dan yang mengandalkan suplai kayu haram dengan sendirinya tidak
diterapkan di Indonesia, karena apabila tidak diterapkan maka hutan Indonesia akan terus
• Distorsi pasar tidak dapat diperbaiki dan pemborosan kayu bulat akan terus terjadi;
• Defisit industri kehutanan sebesar US$ 2,5 milyar per tahun dari penebangan
• Hutan dataran rendah di Sumatra akan habis dalam 5 tahun, dan hutan dataran
7 milyar pada masa yang akan datang dan bila sumberdaya hutan telah habis, dan
ratusan ribu pekerja di sektor ini akan kehilangan pekerjaannya dalam masa 10
tahun mendatang;
Kebutuhan kayu bagi industri dapat diimpor melalui kebijakan membuka keran
impor kayu selebar-lebarnya. Margin keuntungan dari industri kayu yang besar
menggalang sinergi kekuatan antar organisasi non-pemerintah dan organisasi rakyat yang
berorientasi pada nilai : (1) Demokrasi, (2) Keadilan antar generasi, (3) keadilan
gender, (4) penghormatan terhadap mahkluk hidup, (5) persamaan hak masyarakat adat,
untuk
menegakkan dan melindungi kedaulatan rakyat, (3) mendekonstruksikan tatanan ekonomi
kapitalistik global yang menindas dan ekspolitatis, (4) membangun alternatif tata
ekonomi dunia bar, serta (5) mendesakkan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dan
dan antar sesama kelompok masyarakat dan individu dalam melakukan advokasi
logging ini dapat dilaksanakan di Indonesia dalam sebuah bentuk kebijakan pemerintah.
Indonesia antara lain adalah sebagai berikut : (1) membangun lembaga mitra
perusakan hutan, (4) melakukan kampanye secara luas dan menyeluruh, (5) mengadakan
seminar nasional tentang dampak kerusakan hutan dan perlu kebijakan moratorium
dengan menggunakan massa untuk memberi preassure kepada para pelaku kebijakan.
66
lingkungan hidup khususnya hutan. WALHI yang sangat concern dan serius membantu
nasional ataupun daerah. Secara internasional, WALHI adalah anggota dari Friends Of
the Earth International (FOEI) yang merupakan federasi lingkungan hidup sedunia
dengan 71
organisasi anggota di 70 negara, dan memiliki lebih dari sejuta orang anggota
67
individu.
Secara nasional WALHI telah berada di 26 provinsi termasuk Sumatera Utara. Saat ini
WALHI telah membangun lembaga pemerintah dengan menggabung kan diri pada forum
kelompok masyarakat sipil yang sekarang memiliki 45 anggota organisasi yang tersebar
diseluruh Indonesia dan juga Sumatera Utara. Dan berikut adalah beberapa
organisasi
anggota WALHI :
12. Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS)
67
http:// www.walhi .or.id (diakses pada tanggal 11 Mei 2009)
2. Melakukan advokasi
advokasi WALHI sepanjang tahun 2000 mengacu pada rumusan kebijakan eksternal
kepada pemerintah daerah dan pusat agar segera memberlakukan kebijakan moratorium
logging terhadap hutan Indonesia, demi menyelamatkan hutan Indonesia tersebut. Lalu,
strategi advokasi pro-aktif, terutama pada masyarakat yang terkena bencana dan
membangun sistem dan memperkuat civil society agar dapat mengontrol akuntabilitas
parlemen di tingkat provinsi atau kabupaten dan pelaksanaan otonomi daerah serta
melainkan harus memenuhi persyaratan tertentu. Adapun syarat yang dimaksud adalah :
lingkungan harus diakui memiliki ”ius standi” agar dapat mengajukan gugatan atas nama
lingkungan hidup ke pengadilan. Gugatan yang diajukan organisasi lingkungan hidup ini
tidak dapat berupa tuntutan membayar ganti rugi, melainkan hanya gugatan lain, seperti
dibawah ini :
- Memohon kepada pengadilan agar seseorang diperintahkan untuk
lingkungan hidup.
seseorang atau lembaga ini, maka WALHI dapat meminta seseorang atau lembaga
tersebut untuk menghentikan suatu kegiatan yang dapat merusak lingkungan ataupun
hutan. Dengan membawa berbagai isu tentang ancaman terhadap eksistensi kehutanan di
Dalam upaya ini WALHI melakukan penelitian tentang seberapa parah kerusakan
hutan di wilayah. Dengan dilakukannya penelitian ini dapat ditentukan juga kawasan
mana yang bernilai ekologi tinggi. Investigasi dilakukan dalam bentuk langsung turun ke
lapangan atau melalui investigasi satelit. Hutan dalam pandangan LSM ini adalah
kawasan yang bukan bernilai ekonomi tinggi, melainkan bernilai ekologi tinggi.
Paradigma yang terbangun di masyarakat saat ini adalah hutan sebagai kawasan bernilai
ekonomi tinggi karena menghasilkan kayu dan lahan yang dapat menghasilkan
keuntungan. Oleh sebab itu lah pembalakan sering terjadi. Sedangkan hutan sebagai
kawasan bernilai ekologi tinggi adalah merupakan kawasan atau hutan yang dapat
udara bersih
penyangga bencana
kehutanan yang terjadi di Indonesia. Motif-motif apa saja yang menyebabkan terjadinya
illegal logging di wilayah Indonesia sampai pada investigasi sistem hukum dan sistem
pengelolaan hutan yang penuh dengan korupsi. Investigasi ini berguna untuk
menginformasikan bahwa begitu banyak dampak kerugian dari pembalakan hutan dari
tangan-tangan penjahat lingkungan. Hasil dari investigasi kasus-kasus kehutanan ini juga
kepada masyarakat. Data yang didapat dari hasil investigasi tadi menjadi referensi pokok
yang dijadikan oleh WALHI untuk diberitahukan secara luas dan menyeluruh
kepada masyarakat melalui berbagai media, baik media massa, media elektronik
dan media internet. Kampanye WALHI ini dilakukan untuk merubah pola pikir
masyarakat dalam mengelola hutan Indonesia. Dan membuat masyarakat menjadi lebih
tahu tentang permasalahan melalui media data seyogyanya akan menambah wacana yang
hasil pengusutan yang terencana dan sistematis dan diteliti secara mendetail yang
dukungan penuh terhadap WALHI dalam upaya mendesak pemerintah agar segera
moratorium logging
seminar. Melalui seminar ini WALHI mengundang berbagai kalangan yang dianggap
Pengusaha HPH, Anggota DPR-RI dari Komisi Kehutanan dan masyarakat umum.
Menurut WALHI, tahapan seminar ini merupakan tahapan yang sangat krusial.
Hal ini dikarenakan, melalui seminar tersebut WALHI dapat menyampaikan dan
logging tersebut langsung kepada pemerintah secara khusus. WALHI juga dapat
68
segera memberlakukan kebijakan moratorium logging di Indonesia.
gencar mengadakan seminar tentang perlunya kebijakan moratorium logging. Hal ini pun
logging tersebut ialah seminar yang diadakan pada tanggal 30-Juni-2008. Adapun
tema dari seminar tersebut yaitu “Kejahatan Lingkungan dan Sosialisasi Moratorium
kepada pemerintah.
Metode pressure yang dilakukan WALHI terhadap para pelaku kebijakan salah
satunya dengan cara demonstrasi turun ke jalan. Dengan mengangkat isu tentang
terhadap hutan Indonesia. Menurut salah satu anggota WALHI-Sumut, Preassure dengan
demonstrasi turun ke jalan ini dilakukan tidak hanya yang berkaitan langsung
dengan
moratorium logging tetapi juga kasus-kasus hasil investigasi, pelaku kejahatan ilegal
68
Wawancara dengan Ibrahim Nainggolan, (Ketua Dewan Daerah WALHI-Sumut), pada tanggal 13 Mei
2009
69
Wawancara dengan Syahrul Isman, (Eksekutif Daerah WALHI-Sumut), pada tanggal 13 Mei 2009
logging, seperti kasus Adelin Lis (Senin 23 Juli 2007) dan yang terbaru adalah aksi
70
tentang KTT climate change di Bali. Lalu WALHI juga melakukan demonstrasi
disela- sela pertemuan lima menteri lingkungan hidup asean yaitu Indonesia,
singapura, maslaysia, Brunei,Thailand, pada tanggal 20-6-2007 dijambi. Kala itu WALHI
mendesak agar pertemuan lima menteri lingkungan hidup itu harus menghasilkan
komitmen yang kongkret dan jangan hanya penandatanganan kontrak tanpa action.
Menurut direktur WALHI Sumatera Utara, Indonesia selama ini gagal dalam
kurang efektif dalam melindungi hutan, oleh karena itu sebaiknya pemerintah segera
memberlakukan kebijakan
moratorium logging.
Dan yang terakhir, WALHI juga melakukan demonstrasi pada saat debat calon
presiden putaran terakhir yang dilakukan pada tanggal 2 juli 2009 dibalai Sarbini Jakarta.
Pada saaat itu WALHI mendesak agar calon presiden yang terpilih pada pemilu 2009
hutaan
Indonesia.
moratorium logging tersebut. Namun, menurut WALHI, dari sejak dicetuskan pada
tahun
2000 lalu hingga saat ini, kebijakan moratorium logging tersebut sepertinya belum
mendapat respon yang positif dari pemerintah. Indikasinya yaitu, secara empiris WALHI
70
Wawancara dengan Ibrahim Nainggolan, Loc Cit
belum pernah mendengar adanya pemberlakuan kebijakan moratorium logging
71
terhadap hutan Indonesia secara nasional.
kurang sensitif terhadap kondisi hutan Indonesia. WALHI menilai sikap pemerintah ini
72
Indonesia. Kalau saja pemerintah memang serius dalam menyelesaikan
berbagai kepentingan baik itu dari pengusaha kayu ataupun oknum pemerintah itu
sendiri, menjadi pertimbangan dan kendala besar bagi pemerintah dalam menerima
kebijakan moratorium
berbagai pihak, keputusan yang tidak popular bagi pelaku bisnis perkayuan, tetapi secara
umum dapat disimpulkan bahwa pihak yang tidak mendukung kebijakan moratorium
logging adalah pengusaha HPH yang gemar melakukan illegal logging, pihak-pihak yang
menggunakan jalur illegal, menabrak rambu hukum, dan tidak berpikir dampak
kerusakan
hutan.
71
Wawancara dengan Syahrul Isman, Loc Cit
72
Ibid
73
Ibid
Moratorium logging tidak sama dengan larangan memanfaatkan hasil hutan, tetapi
perlu diatur agar tidak menimbulkan konflik kepentingan melalui penyusunan kembali
tata kelolanya. Hutan juga perlu istirahat dari daya rusak eksploitasi yang berlebihan,
reforestrasi atau penanaman kembali merupakan pilihan yang paling bijaksana, menguras
habis hasil hutan kayu tanpa pernah memikirkan penanaman kembali merupakan
Oleh karena itu hingga saat ini WALHI belum berhenti memperjuangkan
Untuk itu, WALHI tetap konsisten pada titik perjuangannya, yakni membantu
moratorium logging tersebut dan juga mendorong diberikannya hak rakyat untuk
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Setelah memaparkan tentang kondisi hutan Indonesia tersebut diatas, maka dapat
paru dunia” karena memiliki luas hutan yang ketiga terbesar didunia, sepertinya harus
rela disebut sebagai negara yang gagal dalam menjaga hutannya. Tingginya kebutuhan
persediaan dan permintaan terhadap pasar kayu di Indonesia yang berimplikasi terhadap
mempercepat laju penyusutan hutan. Hal ini sebenarnya bukanlah permasalahan yang
kayu dan lahan yang dapat mendatangkan keuntungan berlimpah, maka terjadilah
penebangan hutan dan eksploitasi luas terhadap hutan yang berakhir pada rusaknya hutan
karena hutan adalah sebagai kawasan penyangga kehidupan yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia itu sendiri. Pengabaian terhadap fungsi hutan inilah yang
modus penggunaan izin HPH, pemberian izin konsesi penebanga hutan Indonesia secara
berbagai motif lainnya. Disamping itu sistem hukum dan sistem pengelolaan hutan yang
sangat kacau adalah faktor paling deteminan terhadap terjadinya penyusutan dan
kerusakan hutan Indonesia secara besar-besaran. Law enforcement yang lemah dan
sistem pengelolaan hutan yang kacau karena selalu tumpang tindih menyebabkan
persediaan (supply) kayu tidak sebanding dengan permintaan (demand) kayu untuk
industri atau ekspor, yang pada akhirnya menggunduli hutan Indonesia untuk menutupi
permintaan pasar.
Bertolak dari hal tersebut, maka kiranya perlu untuk melaksanakan sebuah
kebijakan seperti halnya kebijakan morratorium logging yang ditawarkan oleh WALHI
tersebut. Dan bila pun diterapkan, hendaknya tidak hanya tertulis di atas kertas, namun
diimplementasikan melalui kebijakan yang legal dan berkekuatan hukum yang kuat.
Keinginan yang kuat untuk menyelamatkan hutan ini disuarakan oleh WALHI sebagai
LSM yang selalu menyuarakan penyelamatan lingkungan hidup. Penulis menilai, latar
belakang inti atas kebijakan moratorium logging ini adalah untuk membiarkan
hutan
sendiri, dan dengan sendirinya akan mempersiapkan bakal-bakal kayu yang dapat
Latar belakang yang lain adalah untuk memperbaiki sistem hukum dan
sistem pengelolaan hutan yang selama ini tumpang tindih yang menyebabkan maraknya
Karena seberapa besar hasil dari industri pengolahan hutan masih jauh lebih kecil dari
uang yang
harus dikeluarkan untuk mendanai dampak bencana alam yang diakibatkan oleh
Oleh karena itu, sudah seharusnya, dalam pengelolaan sumber alam ini benang
merahnya yang utama adalah mencegah timbulnya pengaruh negatif terhadap lingkungan
maka pilihan untuk segera memberlakukan kebijakan moratorium logging terhadap hutan
Indonesia yang ditawarkan WALHI tersebut, seharusnya merupakan hal yang tidak bisa
dapat memberikan respon terhadap upaya yang dilakukan WALHI dalam menyelamatkan
dicetuskan dan di tawarkan oleh WALHI tersebut. Agar berbagai manfaat dari kebijakan
Indonesia tersebut, upaya yang dilakukan sangat tergantung pada penyebabnya. Seperti
peladang berpindah agar menjadi petani yang menetap. Lalu untuk mencegah
penyusutan dan kerusakan hutan Indonesia yang disebabkan oleh sistem konsesi
2. Dalam satu hektar hutan yang ditebang, harus ditinggal 25 pohon dengan
diameter setingggi dada atau lebih dati 35 CM yang tersebar secara merata
yang telah dijabarkan pada bab-bab diatas, maka penulis menilai, kondisi hutan
Indonesia saat ini telah sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu, penulis
tersebut. Adapun tindakan yang perlu dilakukan menurut saran penulis adalah
government).
logging yang dicetuskan oleh WALHI tersebut dan harus mulai serius untuk tidak
bermasalah. Setelah tahapan ini, perlu dilakukan penataan kembali kawasan hutan
penulis mengharapkan agar WALHI lebih agresif dan jangan pernah mundur dari
permasalahan hutan Indonesia sebelum menemukan jalan keluar. Dan harus lebih
yang
sering kali tidak memperhatikan dampak terhadap lingkungan khususnya hutan
Indonesia.
tekanan kepada pemerintah agar serius menjaga hutan Indonesia yang tersisa.
Selain itu, lakukan pengawasan terhadap peredaran kayu di wilayah terdekat, dan
berikan laporan kepada WALHI terdekat ataupun lembaga non pemerintah lainnya
dan kepada instansi penegak hukum, serta media massa, bila menemukan
terjadinya peredaran kayu tanpa ijin maupun kegiatan pengrusakan hutan. Dan
memanfaatkan kayu dengan bijak dan tidak lagi membeli kayu-kayu hasil
Buku
Buda iri, Muhamad, Masyarakat Sipil dan demokrasi, Yogyakarta : E-Law Indonesia,
2002
Chadwick, Bruce A, dkk, Social Science Research Methods, Terj. Sulistia, dkk,
1991
Dietz, Ton, Pengakuan Hak Atas Sumberdaya Alam : Kontur Geografi Lingkungan
Duverger, Maurice, Partai Politik dan Kelompok Penekan, Yogyakarta : Bina Aksara,
1984
K. Yin, Robert, Studi Kasus, Desain dan Metode, Jakarta : Rajawali Pers, 2003
1996
: GRAMEDIA, 2007
Manan, Munafrizal, Gerakan Rakyat Melawan Elite, Yogyakarta : Resist Book, 2005
2003
Nugroho, Riant dan Tri Hanurita, Tantangan Indonesia, Solusi Pembangunan Politik
Nurdjana, IGM, dkk, Korupsi dan Illegal Logging Dalam Sistem Desentralisasi,
Yogyakarta : 2005
Prasetyo, Hendro, dkk, Islam dan Civil Society, Pandangan Muslim Indonesia, Jakarta
Winarno, Budi, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta : Media Pressindo,
2004
Dokumen WALHI-Sumut
Statuta WALHI
Koran
Situs Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Hut an
http://www.walhi.or.id
Gumay, Dewa, Moratorium Logging Kebijakan Yang Berdaulat,
http://dewagumay.wordpress.com/
wordpress.com
Munthe, Hadi, Jeda (Moratorium) Tebang Hutan Alam Sumatera Utara Selama 15
Tahun http://www. Kennortonhs. com
Wawancara