Anda di halaman 1dari 14

PT Bhumi Rantau Energi

Laporan Rencana Pascatambang

BAB 2 PROFIL WILAYAH

2.1 LOKASI DAN KESAMPAIAN WILAYAH

Secara administratif Wilayah IUP Operasi Produksi PT. Bhumi Rantau Energi (BRE), terletak
di Kecamatan Lok paikat, Piani, dan Bungur Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan
seluas 2.096 Ha. Sedangkan, secara geografis WIUP berada di koordinat antara 115o12’'
04,00" – 115o15'0,00" Bujur Timur dan 02o54'55,00" – 02o57'0,00" Lintang Selatan.

Aksesibilitas wilayah BRE bisa ditempuh melalui rute pesawat Jakarta - Banjarmasin dan
dilanjutkan dengan kendaraan roda dua/empat menuju ke Kota Rantau (Ibukota Kabupaten
Tapin) yang berjarak 85 km atau ± 3 jam. Kemudian, rute dilanjutkan dari Rantau menuju
WIUP PT. BRE ditempuh sejauh ± 8,73 km. Gambar 2.1 di bawah ini menggambarkan akses
kesampaian menuju lokasi WIUP operasi PT. BRE dan sistem pengangkutan batubara melalui
jalan angkut batubara hingga dermaga muat.

Gambar 2-1 Lokasi dan aksesibilitas WIUP PT. Bhumi Rantau Energi

2.2 KEPEMILIKAN DAN PERUNTUKAN LAHAN

Kajian mengenai kepemilikan dan peruntukan lahan terhadap kegiatan Operasi Produksi PT.
Bhumi Rantau Energi dilakukan dengan cara overlay peta WIUP dengan Peta Kawasan

008/RP-GXP-BRE/2019 BAB 2 Hal 1 - 14


PT Bhumi Rantau Energi
Laporan Rencana Pascatambang

Hutan, Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Selatan, Peta
Rencana Detil Tata Ruang (Digital) KabupatenTapin dan Peta Indikatif Penundaan Pemberian
Izin Baru. Dari Hasil kajian tersebut, dihasilkan informasi bahwa peruntukan lahan pada
lokasi WIUP BRE merupakan kawasan Hutan Produksi (HP) dan Area Penggunaan Lain (APL).
Gambaran mengenai status kepemilikan dan peruntukan lahan pada WIUP BRE dapat dilihat
pada peta berikut ini.

Gambar 2-2 Peta Peruntukkan Lahan PT. Bhumi Rantau Energi

2.3 RONA AWAL LINGKUNGAN

Rona lingkungan awal disajikan untuk memberikan gambaran tentang keadaan lingkungan
kegiatan penambangan batubara di wilayah Kecamatan Lokpaikat, Piani, dan Bungir,
Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan. Komponen-komponen yang diperkirakan
akan terkena dampak lingkungan seperti peruntukan lahan, morfologi, air permukaan, air
tanah serta biologi akuatik dan teresterial. Data tersebut diperoleh dari kajian Amdal yang
dilakukan pada tahun 2018 dan Studi Kelayakan PT Bhumi Rantau Energi serta pemantauan
triwulan yang dilakukan oleh perusahaan. Selain itu, komponen data diatas telah
disesuaikan dengan Keputusan Menteri ESDM No. 1827 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik dan akan dijabarkan di bawah ini.

008/RP-GXP-BRE/2019 BAB 2 Hal 2 - 14


PT Bhumi Rantau Energi
Laporan Rencana Pascatambang

2.3.1 Peruntukan Lahan

Berdasarkan SK IUP Operasi Produksi yang dikeluarkan oleh DPMPTSP Provinsi Kalimantan
Selatan No. 503/791/DPMPTSP/IV/10/2018, yang termuat dalam lampiran Peta Izin Usaha
Pertambangan Operasi Produksi BRE, diperuntukkan sebagai area penggunaan lain (APL)
sekitar 55 % dan kawasan hutan produksi (HP) sebesar 45 % nya. Kawasan APL secara umum
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pertanian lahan kering, seperti tanaman karet,
palawija, buah-buahan, dan lain-lain.

Adapun mengenai tahapan pelaksanaan kegiatan operasional penambangan pada kawasan


hutan produksi, BRE diwajibkan mempunyai Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH)
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2010 dan Peraturan Menteri
Kehutanan No.P.43/Menhut-II/2008. BRE telah mempunyai izin IPPKH dari Kementerian
Kehutanan, yaitu Keputusan Menteri Kehutanan dan Kepala BKPM sebagai berikut:
 No. SK.376/Menhut-II/2008, tanggal 21 Oktober 2008 untuk area seluas 90 Ha
 No. SK.470/Menhut-II/2009, tanggal 12 Augustus 2009 untuk area seluas 89,90 Ha
 No. SK.132/Menhut-II/2014, tanggal 10 Februari 2014 untuk area seluas 672,15 Ha
 No. SK.16/1/IPPKH/PMDN/2018, tanggal 17 April 2018 perpanjangan untuk IPPKH No.
SK.376/Menhut-II/2008 untuk area seluas 90 Ha.

Tinjauan terhadap dokumen IPPKH menunjukkan bahwa sekitar ±77.4% dari kawasan Hutan
Produksi tersebut telah memiliki IPPKH. Jika penambangan diperlukan di luar area tersebut,
maka diperlukan penambahan izin tersebut. Saat ini sisa kawasan hutan yang berada dalam
IUP BRE sedang dalam proses permohonan tambahan IPPKH.
2.3.1.1 Morfologi

Geomorfologi daerah BRE dan sekitarnya secara morfografi dan morfogenik diklasifikasikan
kedalam 3 (tiga) satuan bentuk lahan yaitu Fluvial, Denudasional, dan Struktural. Satuan
bentuk lahan asal Fluvial terdiri dari dataran banjir yang mencakup bagian Barat – Barat Laut
berlereng datar-sangai landai (2-6%) di elevasi 0-20 mdpl, dan berasosiasi dengan Sungai
Binderang dan Bahaluyung. Kedua, satuan bentuk lahan asal Denudasional yaitu dataran
bergelombang lemah, mencakup bagian tengah WIUP berarah Timur Laut - Barat Daya,
dengan lereng landai-agak curam (7-25 %) di elevasi 21-60 mdpl. Ketiga, satuan asal
Struktural yaitu perbukitan curam, mencakup bagian Timur dan memanjang dari Timur Laut
– Barat Daya, memiliki lereng curam 25-55 % pada ketinggian 101-148 m. Satuan tersebut
merupakan bagian dari Perbukitan Meratus dengan kenampakan kelurusan struktural pada
punggungan maupun lembahnya. Hal ini memilki korelasi dan keterkaitan dengan jurus dan
kemiringan lapisan batubara serta litologi penyusunnya yang mengindikasikan adanya
kontrol struktur. Penampakan morfologi lokasi di sekitar WIUP BRE dapat dilihat pada peta
berikut ini.

008/RP-GXP-BRE/2019 BAB 2 Hal 3 - 14


PT Bhumi Rantau Energi
Laporan Rencana Pascatambang

Gambar 2-3 Peta Morfologi PT. Bhumi Rantau Energi


2.3.1.2 Air Permukaan

Air permukaan adalah semua air yang terdapat di permukaan tanah, meliputi sungai, danau,
dan rawa. Selain itu, kajian air permukaan memegang peranan penting dalam menentukan
karakteristik sumber daya air. Sumber daya air yang dimaksudkan disini adalah sumber daya
yang secara kualitas dapat memenuhi kebutuhan atau Baku Mutu Lingkungan (BML).
Sehingga dibutuhkan upaya dalam pengelolaannya dengan merencanakan, melaksanakan,
memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi maupun pendayagunaan serta
pengendalian sumber daya air.

Wilayah studi termasuk ke dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Tapin, dengan Sungai Tapin
sebagai sungai utamanya. Pola aliran Sungai Tapin termasuk kategori sub dendritik dengan
lembah sungai berbentuk “U” berstadium tua. Pada skala yang lebih kecil, baik di dalam dan
di sekitar lokasi kegiatan terdapat beberapa sungai kecil yang merupakan anak Sungai Tapin,
yaitu :

 Sungai Binderang terletak di sebelah Barat Laut wilayah studi.


 Sungai Bahalayung terletak di sebelah Barat wilayah studi.
 Sungai Bitahan terletak di sebelah Barat Daya wilayah studi.
 Sungai Bungur terletak di sebelah Tenggara wilayah studi.

Secara umum, pola aliran sungai-sungai tersebut berkembang membentuk pola aliran
dendritik dan bermuara ke Sungai Tapin. Hal ini menunjukkan kondisi batuan yang cukup
008/RP-GXP-BRE/2019 BAB 2 Hal 4 - 14
PT Bhumi Rantau Energi
Laporan Rencana Pascatambang

masif dan relatif pejal. Tingginya intensitas hujan pada wilayah studi menjadikan hampir
keseluruhan anak sungai mampu mengalirkan air sepanjang tahun kecuali untuk sungai-
sungai tertentu dan relatif sangat kecil.

Sungai tersebut dicirikan dengan arus yang paralel dan relatif kencang berkisar 0.1 – 1.0
m/s. Kecepatan arus (velocity) dari badan air sangat berpengaruh terhadap kemampuan
mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar. Bahan-bahan alam yang terlarut ke suatu
bahan air akibat erosi, kadarnya berhubungan secara eksponensial dengan mengikatnya
debit. Kecepatan arus sangat dipengaruhi oleh jenis bentang alam (landscape), batuan
dasar, dan curah hujan.

Selain itu, sungai-sungai di sekitar areal pertambangan akan menerima dampak kegiatan
tersebut, terutama pada musim penghujan yang berpeluang mempengaruhi keadaan
kualitas air. Hasil pengukuran kualitas air yang diperoleh dari Dokumen Amdal tahun 2018
dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 2-1 Hasil analisis kualitas air


Lokasi Pengambilan Sampel Baku Mutu
No Parameter Satuan Spesifikasi Metode
A-1 A-2 A-3 A-4 A-5 I II III IV
A. FISIKA
1 TSS/Zat Tersuspensi mg/L 4,0 1,0 3,5 1.028,0 3,0 50 50 400 400 SNI 06-6989.3-2004
B. KIMIA
2 pH - 6,10 6,28 6,48 6,26 6.64 6-9 6-9 6-9 6-9 SNI 06-6989.11-2004
3 Sulfat (SO4) mg/L tad 48,595 43,499 424,365 34,670 400 - - - SNI 6989.20:2009
4 Besi (Fe) mg/L 0,2724 1,004 0,7374 13,66 1,042 0,3 - - - APHA 3030 F.,3120 B 22ed 2012 (ICP)
5 Mangan (Mn) mg/L 0,5053 0,0008 0,0008 0,0018 0,0006 0,1 0,1 0,1 0,1 APHA 3030 F.,3120 B 22ed 2012 (ICP)
6 Kadmium (Cd) mg/L 0,0007 0,1472 0,0414 0,4137 0,0420 0,1 - - - APHA 3030 F.,3120 B 22ed 2012 (ICP)
Sumber : Data Primer, Laboratorium Kesehatan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (2017) dalam Amdal BRE (2018)
Keterangan:
A-1 = Air Limbah Settlingpond Agathis (Outlet),(S 02 55’58,2” ; E 115 13’38,2”) I : Air Baku Air Minum
A-2 = Air Sumur Penduduk (S 02˚ 56’18,00” ; E 115˚ 12’33,2”) II : Untuk Rekreasi, Budidaya Ikan Air Tawar, Peternakan, Mengairi Tanaman
A-3 = Air Sungai Bintat (S 02˚56’34,8” ; E 11556’34,8” ; E 115˚14’25,7”) III : Untuk BudidayaIkan Air Tawar, Mengairi Tanaman
A-4 = Air Sungai Impat(S 03 ˚07’56,0” ; E 115˚12’12,1”) IV : Untuk Mengairi Tanaman
A-5= Air Sungai Binderang (S 02˚54’53,6” ; E 115 ˚12’37,1”)

Berdasarkan Tabel di atas, kualitas air di wilayah studi yang diukur untuk parameter TSS
pada lokasi A-4 (Sungai Impat) sangat tinggi. Selain itu, kandungan besi pada semua lokasi
air sungai juga melebIhi baku mutu yang berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan
Selatan Nomor 05 Tahun 2007. Kandungan besi yang tinggi diduga berhubungan dengan
kandungan besi yang ada di tanah. Partikel tanah yang tererosi banyak mengandung
senyawa besi dan terbawa menuju aliran permukaan lalu masuk ke perairan, jika keadaan
ini terjadi maka akan meningkatkan kandungan besi di perairan.
2.3.1.3 Air Tanah

Pola aliran air tanah di daerah BRE disajikan kedalam peta yang diperoleh dengan
pengukuran langsung tingkat air tanah Ground Water Level (GWL) di 78 lubang bor yang
tersebar di Wilayah IUP (Gambar 2.3). Berdasarkan peta tersebut menunjukkan bahwa
aliran air tanah mengikuti tata letak topografi, dari bagian yang relatif lebih tinggi di sisi
Timur – Timur Laut, di mana elevasi GWL adalah sekitar 90-115 meter di atas permukaan
laut (mdpl). Air tanah mengalir ke bagian bawah di bagian Barat Laut Wilayah IUP, di mana
ketinggian GWL adalah 20-40 meter dpl. Aliran air tanah dari bagian Timur - Tenggara
daerah penelitian, di mana elevasi GWL di sini adalah 80-100 meter, relatif bergerak ke arah
Barat Daya elevasi GWL 35-45 meter dpl. Gambaran GWL di sekitar WIUP BRE dapat dilihat
berikut ini.
008/RP-GXP-BRE/2019 BAB 2 Hal 5 - 14
PT Bhumi Rantau Energi
Laporan Rencana Pascatambang

Gambar 2-4 Peta Kontur Air Bawah Permukaan di wilayah PT. Bhumi Rantau Energi

Karakteristik reservoir penyusun wilayah studi menunjukkan batuan bertipe impermeabel –


semipermeabel. Proses infiltrasi air melalui pori-pori antar butir batuan menuju ke dalam
lapisan akuifer (batupasir) dengan tingkat produktivitas yang sedang. Besarnya infiltrasi dan
jumlah air yang mampu dialirkan dapat ditentukan melalui uji transmisivitas berdasarkan
pemompaan dalam lubang bor berkisar dari 2,6 sampai 4,75 m2/hari.

Hasil transmisivitas diperoleh melalui kalkulasi dari konduktivitas hidrolik akuifer yang
dikalikan dengan ketebalan akuifer jenuh. Ketebalan tersebut dihitung dari akuifer <100
meter sedalam lubang bor yang dapat menembus lapisan batubara. Perhitungan jumlah
aliran air tanah didasarkan pada peta kontur air bawah permukaan. Profil perhitungan
jumlah aliran ditentukan oleh karakter kontur air tanah yang ekuivalen dengan zona, dari
mana gradien hidrolik dapat diperoleh.

008/RP-GXP-BRE/2019 BAB 2 Hal 6 - 14


PT Bhumi Rantau Energi
Laporan Rencana Pascatambang

2.3.1.4 Biologi Akuatik dan Terestrial

1. Biologi Akuatik

Biologi akuatik digunakan untuk mengkaji tentang kehidupan organisme yang hidup di
lingkungan air, baik itu tawar maupun asin. Komponen biologi akuatik terbagi menjadi tiga
yaitu plankton, bentos, dan nekton.

Plankton
Plankton adalah organisme akuatik yang mempunyai karakteristik tubuh uniseluler dengan
cakupan distribusi habitat yang sangat luas, mulai dari perairan tawar sampai lautan.
Sehingga, plankton dapat dijadikan indikator biologis (bioindikator) terhadap pencemaran
lingkungan perairan

Tabel 2-2 Hasil identifikasi dan analisis plankton

Hasil Pengujian
No. Phyllum Genera
A-1 A-2 A-3 A-4 A-5
1 Cyanophyta Anabaena spiroides 166 - - - -
Spirulina - - 83 83 -
Oscilatoria princips - - - - 166
Oscilatoria agnota - - - 83 -
Lyngbyn spiroides - 249 - - -
Tricodesnium crythreum - - 166 166 83
2 Chloropyta Pandorina morum - 83 - - 166
Dictospachrium pullchelum 166 - - - -
Hydrodiotion reticulatum - - 166 166 -
3 D i a t om e a i r t awar Eunotia teetrodon 83 - - - -
Diatom vulgare - 166 - - 83
Fragillaria harrisoni 249 - - - -
Nitzschia curvula - 166 83 - 83
Kelimpahan (sel/liter) 664 664 498 498 581
Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) 1,3209 1,3209 1,3297 1,3297 1,5498
Indeks Keseragaman 0,9528 0,9528 0,9591 0,9591 0,9630
Indeks Dominasi 0,2813 0,2813 0,2778 0,2778 0,2245
Jumlah Taksa 4 4 4 4 5
Zooplankton
Tidak Terdeteksi - - - - -
Kelimpahan (individu/liter) 0 0 0 0 0
Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) 0 0 0 0 0
Indeks Keseragaman 0 0 0 0 0
Indeks Dominasi 0 0 0 0 0
Jumlah Taksa 0 0 0 0 0
Sumber : Data Primer, Laboratorium Kesehatan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (2017) dalam Amdal BRE (2018)

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa Genera Tricodesnium crythreum, Hydrodiotion


reticulatum, dan Nitzschia curvula merupakan golongan plankton dengan kelimpahan
terbesar dibandingkan spesies lain. Hal tersebut mengindikasikan bahwa spesies ini

008/RP-GXP-BRE/2019 BAB 2 Hal 7 - 14


PT Bhumi Rantau Energi
Laporan Rencana Pascatambang

mempunyai habitat dan sebaran yang relatif luas, sehingga dapat dijadikan sebagai
bioindikator pencemaran lingkungan. Menurut Magguran (1988), nilai kelimpahan berkaitan
dengan tingkat kesuburan lingkungan perairan. Sebaliknya, indeks keanekaragaman dapat
menvisualisasikan kondisi struktur komunitas biota dan tingkat pencemaran pada ekosistem
perairan.

Benthos
Bentos merupakan hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas atau di bawah dasar
laut maupun pada zona bentik (benthic zone), dan dasar daerah tepian. Hasil identifikasi,
dan analisis terhadap sampel benthos pada wilayah studi adalah sebagai berikut.

Tabel 2-3 Hasil identifikasi analisis benthos

Hasil Analisis
No Phyllum Genera
A-1 A-2 A-3 A-4 A-5
1 Tidak Terdeteksi - - - - - -
Kelimpahan (sel/liter) 0 0 0 0 0
Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) 0 0 0 0 0
Indeks Keseragaman 0 0 0 0 0
Indeks Dominasi 0 0 0 0 0
Jumlah Taksa 0 0 0 0 0
Sumber : Data Primer, Laboratorium Kesehatan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (2017) dalam Amdal BRE (2018)

Nekton
Nekton merupakan semua organisme perairan yang mampu bertahan hidup pada
berbagai kondisi perairan (berarus atau tidak berarus). Jika berarus organisme tersebut
mampu menyesuaikan dirinya terutama bergerak melawan atau megikuti arus air.
Kebanyakan nekton merupakan hewan-hewan besar dan terutama bertulang belakang
(vertebrata). Dalam hal ini ikan adalah organisme perairan yang mendominasi kelompok
nekton. Ikan merupakan komponen yang tersebar pada komunitas perairan. Bagi manusia,
ikan mempunyai nilai ekonomis penting dan sebagai sumber asupan protein hewani yang
selalu tersedia sehari-hari. Keberadaan ikan di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh
kualitas air, pakan alami (plankton, benthos, detritus yang tersedia di dalam air), dan
organisme trofik level lainnya di dalam perairan. Perubahan kualitas maupun kuantitas air,
seperti pH, suhu, bahan terlarut, kejernihan, kelarutan oksigen (DO), komposisi substrat dan
adanya polutan dapat menyebabkan perubahan komposisi jenis ikan.

Berdasarkan informasi dari masyarakat dan hasil pengamatan di lapangan oleh tim studi
Amdal (2018), jenis ikan di wilayah merupakan jenis ikan yang tidak dilindungi Undang-
Undang. Berikut akan disajikan pada tabel jenis ikan di wilayah studi.

008/RP-GXP-BRE/2019 BAB 2 Hal 8 - 14


PT Bhumi Rantau Energi
Laporan Rencana Pascatambang

Tabel 2.4 Jenis ikan pada perairan umum di wilayah studi PT. Bhumi Rantau Energi

No Nama Lokal/Indonesia Nama ilmiah Tempat Penyebaran Status


1 Haruan/Ikan Gabus Optriocephalus striatus
2 Mihau Ophiocephalus micropeltes Air tenang/ ekosistem lotik
3 Kihung Chana striata sp. (kelompok Ikan hitaman)
4 Papuyu/Betok Anabas tertudineus
5 Lele Clarias batrachus
6 Hampala Hampala macrolipidota
7 Sambaling/Kalatau Betta spp.
8 Sanggiringan Mystus nigriceps
Tidak
9 Baung/Pantik Mystus nemurus
dilindungi
10 Saluang Balu Rasbora spp. Air mengalir/ekosistem
11 Saluang Hutan Rasbora spp. lentik
13 Puyau Osteochilus hasselti (kelompok ikan Putihan)
14 Pondong Leptobarbus spp.
15 Palau Osteochilus spp.
16 Banta Osteochilus triporos
17 Masau Labiobarbus ocellatus
18 Puhing Cyclocheilichthys apogon
Sumber: PT. Bhumi Rantau Energi (2017) dalam Amdal (2018)

2. Biologi Teresterial

Biologi teresterial digunakan untuk mengkaji tentang kehidupan organisme yang hidup di
lingkungan darat. Komponen biologi teresterial meliputi flora dan fauna yang hidup di darat,
yang penjelasannya dapat dilihat berikut ini.

Flora
Flora yang hidup di sekitar tapak areal penambangan BRE diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga)
plot observasi. Plot ini digunakan untuk memudahkan dalam pengamatan dan
merepresentasikan flora yang tumbuh di seluruh tapak. Kegiatan tersebut dilakukan untuk
masing-masing tingkat pertumbuhan yang ada, meliputi semai (tinggi sampai dengan 2 m),
pancang (tinggi > 2 m dengan diameter sampai 10 cm), tiang (diameter >10 s/d 20 cm), dan
pohon (diameter > 20 cm). Hasil pengamatan kondisi vegetasi penutup lahan di masing-
masing lokasi pengamatan dijelaskan sebagai berikut.

Plot 1
Area Plot 1 ini berada di tapak proyek yang meliputi semak belukar tua dan sebagian kebun
karet alam. Adapun, hasil pengambilan sampel pada plot ini mencakup masing-masing dari
tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon yaitu 5, 9, 2, dan 4 jenis tumbuhan berkayu.
Berdasarkan kuantitas jenis yang dijumpai untuk tingkat semai dan lainnya masih dalam
kategori rendah (≤5) - sangat rendah (5-10). Berdasarkan indeks keanekaragaman tingkat
semai sebesar 1,23 tergolong rendah dan tingkat pancang yaitu 2,11 termasuk kategori
sedang. Sedangkan, tingkat tiang dan pohon mempunyai kategori sangat rendah (≤ 1)
sebesar 0,33 serta 0,84.

008/RP-GXP-BRE/2019 BAB 2 Hal 9 - 14


PT Bhumi Rantau Energi
Laporan Rencana Pascatambang

Berdasarkan kerapatannya dari beberapa tingkat seperti semai, pancang, tiang, dan pohon
masing-masing sebesar 48.000, 4240, 520, dan 145 individu/Ha. Kerapatan normal hutan
produksi untuk tingkat semai dan pancang yaitu 2765–4000 dengan 1850–2765 individu/Ha,
Sedangkan, tingkat tiang dan pohon mempunyai besaran 230-1850 dan 220-230
individu/Ha. Berdasarkan standar tersebut, maka wilayah studi termasuk diatas batas
normal untuk tingkat semai dan pancang. Adapun, tingkat tiang masih di dalam batas
normal dan pohon sebaliknya berada di bawah.

Tumbuhan bawah didominasi antara lain oleh rotan (Calamus sp), alang-alang
(Impratacilidrica), kerinyuh (Euphatorium odoratum), paku-pakuan (Staenachaena
cylindrica), putrimalu (Morinda citrifolia), dan laos hutan (Cleistanthus sp).

Tabel 2-5 Hasil perhitungan indeks nilai penting dan indeks keanekaragaman tingkat semai,
pancang, tiang, dan pohon pada plot 1

No. Nama Daerah Kerapatan (ind./ha) Kerapatan Relatif (%) Frekuensi Relatif (%) Dominansi Relatif (%) I. N. P (%) H'
Semai
1 Karet 40.500 84,38 31,25 15,63 0,32
2 Jengkol 3.000 6,25 25 31,25 0,29
3 Hampalam 1.500 3,13 18,75 21,88 0,24
4 Ketapi 2.000 4,17 18,75 22,92 0,25
5 Mengkudu hutan 1 2,08 6,25 22,92 0,25
Jumlah 48 100 100 200 1,23
Pancang
1 Karet 1.120 26,42 16,13 42,54 0,33
2 Rambutan 320 7,55 9,68 17,22 0,21
3 Wawangun 240 5,66 6,45 12,11 0,17
4 Sungkai 560 13,21 16,13 29,34 0,28
5 Ketapi 320 7,55 6,45 14 0,19
6 Gamal 560 13,21 12,9 26,11 0,27
7 Kanidai 480 11,32 16,13 27,45 0,27
8 Jambu2 400 9,43 9,68 19,11 0,22
9 Hampalam 240 5,66 6,45 12,11 0,17
Jumlah 4.240 100 100 200 2,11
Tiang
1 Karet 480 92,31 83,33 93,75 269,39 0,1
2 Alaban 40 7,69 16,67 6,25 30,61 0,23
Jumlah 520 100 100 100 300 0,33
Pohon
1 Karet 125 86,21 55,56 80,69 222,45 0,22
2 Hampalam 10 6,9 22,22 9,66 38,78 0,26
3 Sungkai 5 3,45 11,11 5,48 20,04 0,18
4 Ketapi 5 3,45 11,11 4,17 18,73 0,17
Jumlah 145 100 100 100 300 0,84

Sumber: Dokumen Amdal BRE, 2018.

Plot 2
Pada lokasi ini merupakan areal reklamasi tahun 2015 didominasi oleh jenis tanaman
sengon berjumlah ± 1.100 pohon dengan jarak tanam 3 x 3 m. Persentase tumbuh tanaman
rata-rata 90 % dengan diameter 9,68 cm. Selain jenis tanaman tersebut terdapat tumbuhan
dengan tingkat semai dan pancang, yaitu akasia daun lebar serta bangkirai burung.

Sedangkan tumbuhan bawah yang terdapat di areal studi diantaranya putri malu
(Mimosapudica), karamunting (Melastoma sp), kerinyuh (Euphatorium odoratum) dan
rumput teki (Cyperus ratundus). Pada tapak ini tidak ditemukan jenis-jenis yang dilindungi.
008/RP-GXP-BRE/2019 BAB 2 Hal 10 - 14
PT Bhumi Rantau Energi
Laporan Rencana Pascatambang

Plot 3
Pada lokasi ini sama halnya dengan plot 2, juga merupakan areal reklamasi tahun 2016
didominasi oleh jenis tanaman gmelina dan meranti berjumlah ± 1.100 pohon dengan jarak
tanam 3 x 3 m. Pada plot ini tidak dilakukan perhitungan Indeks Nilai Penting, hanya
pengamatan dan kalkulasi persentase tumbuh serta rata-rata diameter. Hasil perhitungan
persen tumbuh tanaman untuk gmelina rata-rata 93% dengan diameter rata-rata 10,40 cm.
Sedangkan meranti memilki persen tumbuh sekitar 80% dengan tinggi rata-rata 102 cm.
Walaupun tanaman tersebut mendominasi, namun dalam skala terbatas terdapat beberapa
jenis yang tumbuh yaitu akasia daun lebar dan bangkirai burung.

Tumbuhan bawah yang terdapat di areal studi diantaranya karamunting (Melastoma sp),
kerinyuh (Euphatorium odoratum), putri malu (Morinda citrifolia), rumput teki
(Cyperusratundus) dan banta (Leersia hexandra).

Fauna
Hasil pengamatan terhadap fauna pada tapak proyek, dijumpai empat kelas yaitu burung,
mamalia, reptil, dan amphibi. Selain itu, keberadaan fauna secara langsung dapat dilihat dari
tanda/jejak/bunyi, serta informasi dari masyarakat setempat. Jenis burung sebanyak 13 (tiga
belas) spesies, dari jumlah tersebut 9 (sembilan) diantaranya dijumpai langsung dan
selebihnya berupa informasi dari wawancara. Mamalia tercatat 4(empat) jenis dimana ada
salah satunya dijumpai secara langsung, dan selebihnya merupakan informasi dari hasil
wawancara. Reptil yang dijumpai sebanyak 8 (delapan) jenis dan semuanya berdasarkan
informasi dari hasil wawancara. Amphibi terdapat 3 (tiga) jenis, dimana dua jenis dijumpai
langsung, sisanya berdasarkan informasi hasil wawancara. Rincian tentang fauna hasil
pengamatan dimaksud tersaji pada tabel berikut ini.

Tabel 2-6 Fauna yang dijumpai di area studi

No Jenis Pengamatan Status Perlindungan


Burung
1 Bubut Langsung Tidak dilindungi
2 Curiak Langsung Tidak dilindungi
3 Cuit Langsung Tidak dilindungi
4 Burak-burak Langsung Tidak dilindungi
5 Keruang Langsung Tidak dilindungi
6 Burung binti Langsung Tidak dilindungi
7 Layang-layang Langsung Tidak dilindungi
8 Punai Langsung Tidak dilindungi
9 Kukutau Langsung Tidak dilindungi
10 Cinenen Informasi Tidak dilindungi
11 Cekakak Informasi Tidak dilindungi
12 Kutilang Informasi Tidak dilindungi
13 Kasasikat Informasi Tidak dilindungi

008/RP-GXP-BRE/2019 BAB 2 Hal 11 - 14


PT Bhumi Rantau Energi
Laporan Rencana Pascatambang

No Jenis Pengamatan Status Perlindungan


1 Tupai Langsung Tidak dilindungi
2 Babi hutan Informasi Tidak dilindungi
3 Musang Informasi Tidak dilindungi
4 Kera ekor panjang Informasi Tidak dilindungi
Reptil
1 Bingkarungan Informasi Tidak dilindungi
2 Kadal hijau Informasi Tidak dilindungi
3 Biawak Informasi Tidak dilindungi
4 Ular pucuk/kembang Informasi Tidak dilindungi
5 Ular tanah Informasi Tidak dilindungi
6 Ular sawa Informasi Tidak dilindungi
7 Ular tadung Informasi Tidak dilindungi
8 Ular kobra/mura Informasi Tidak dilindungi
Amphibi
1 Katak hijau Langsung Tidak dilindungi
2 Katak coklat Langsung Tidak dilindungi
3 Katak hujan Informasi Tidak dilindungi
Sumber: Dokumen Amdal BRE, 2018

Dari tabel di bawah terlihat bahwa relatif tidak terlalu banyak jenis burung yang dijumpai
langsung pada saat dilakukan studi, demikian pula untuk jenis mamalia, reptil dan amphibi
jenis yang dijumpai juga relatif lebih sedikit. Hal demikian diduga karena sebagian sudah
terbuka dan relatif keragamannya rendah, dimana kondisi tapak jadi terbatas untuk
mendukung aktivitas satwa tersebut. Hanya jenis satwa yang dapat beradaptasi dengan
kondisi, yang tetap dapat tinggal atau beraktivitas di tapak tersebut. Berdasarkan
perhitungan frekuensi relatif, abudance dan keanekaragaman pada tabel berikut ini, terlihat
juga tidak begitu besar sesuai dengan penjelasan kondisi tapak sebagaimana penjelasan di
atas tadi.

Tabel 2-7 Perhitungan frekuensi relatif, abudance, dan keanekaragaman

No Nama Frekuensi FR AB H’
1 Bubut 1 16,67 9,09 0,113
2 Curiak 1 16,67 18,18 0,181
3 Cuit 0,67 11,11 15,15 0,161
4 Burak-burak 1 16,67 27,27 0,23
5 Keruang 0,33 5,56 3,03 0,05
6 Burung binti 0,33 5,56 3,03 0,05
7 Tekukur 0,67 11,11 12,12 0,138
8 Punai 0,67 11,11 9,09 0,113
9 Kukutau 0,33 5,56 3,03 0,05
Jumlah 6 100 100 1,086
Sumber: Dokumen Amdal BRE, 2018.

008/RP-GXP-BRE/2019 BAB 2 Hal 12 - 14


PT Bhumi Rantau Energi
Laporan Rencana Pascatambang

2.3.1.5 Sosial, Budaya, dan Ekonomi

Kawasan sekitar IUP BRE ditempati oleh mayoritas warga asli dan sisanya terdiri atas suku
pendatang, yang terutama etnis Jawa dan Sumatera. Mata pencaharian utama penduduk
pada umumnya adalah pekerja tambang, Aparatur Sipil Negara (ASN), dan pedagang, serta
sebagian lagi berprofesi menjadi penanam sawit dan peladang. Mayoritas penduduk
memeluk agama Islam, dengan sebagian besar pernah mengecap berbagai jenjang
pendidikan, mulai dari Tingkat Dasar (SD) sampai dengan Perguruan Tinggi.

Sebagian besar Wilayah IUP BRE merupakan hutan tropis yang tidak terlalu lebat, dengan
vegetasi berupa semak belukar, pohon perdu dan akasia. Sebagian lainnya merupakan
perkebunan (karet, sawit dan durian) dan perladangan rakyat. Suhu udara rata-rata berkisar
antara 21-32° C, dengan curah hujan yang relatif tinggi. Jalan akses yang digunakan untuk
transport merupakan jalan tambang yang relatif sangat baik untuk dilalui karena selalu
mengalami perawatan, kecuali di beberapa lokasi dimana kegiatan penambangan belum
dilakukan.

2.4 KEGIATAN LAIN DI SEKITAR TAMBANG

Lokasi kegiatan penambangan batubara PT. Bhumi Rantau Energi memiliki keterkaitan
dengan beberapa kegiatan lain di sekitamya, dengan perincian sebagai berikut :

a. Kegiatan pertambangan batubara PT. Binuang mitra Bersama dan PT. Pro Sarana Cipta-
P di sebelah Utara, yang akan berinteraksi dengan kegiatan pertambangan batubara PT.
Bhumi Rantau Energi dalam menimbulkan dampak potensial terhadap lingkungan
b. Kegiatan pertambangan bambara PT. Antang Gunung Meratus dan CV. Karya Utama
Banua, yang akan berinteraksi dengan kegiatan pertambangan batubara PT. Bhumi
Rantau Energi dalam menimbulkan dampak potensial terhadap lingkungan
c. Kegiatan pertambangan batubara PT. Energi Batubara Lestari dan PT. Anugerah Tujuh
Sejati di sebelah Selatan, yang akan berinteraksi dengan kegiatan pertambangan
batubara PT. Bhumi Rantau Energi dalam menimbulkan dampak potensial terhadap
lingkungan
d. Desa Bitahan, Desa Bitahan Baru, dan Desa Binderang di dalam WIUP dengan Kode
Wilayah TB.10A020P-57/KALSEL, yang akan berinteraksi dengan kegiatan pertambangan
batubara PT. Bhumi Rantau Energi dalam menimbulkan dampak potensial terhadap
lingkungan.

008/RP-GXP-BRE/2019 BAB 2 Hal 13 - 14


PT Bhumi Rantau Energi
Laporan Rencana Pascatambang

Gambar 2-5 Peta kegiatan Lain di sekitar lokasi PT. Bhumi Rantau Energi

008/RP-GXP-BRE/2019 BAB 2 Hal 14 - 14

Anda mungkin juga menyukai