Anda di halaman 1dari 136

ISSN: 1410-4369 EDISI JULI 2012

JURNAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Widya
Laksana
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
MENUJU PENINGKATAN KUALITAS
SUMBER DAYA MANUSIA

LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT


UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2012

Edisi Juli 2012 1


UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
Majalah Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat
WIDYA LAKSANA
Pengarah : Rektor Universitas Pendidikan Ganesha
Prof. Dr. I Nyoman Sudiana, M.Pd
Penanggung Jawab : Dr. I Made Sutama, M.Pd
Prof. Dr. Ketut Suma, M.S
Drs. Wayan Mudana, M.Si
Pelaksana
Ketua Pelaksana : Drs. I B Putu Mardana, M.Si
Sekretaris : Drs. I Nyoman Gita, M.Si
Bendahara : Ni Nyoman Budiartini
Redaksi Ahli : 1. Ir. Gatot Moedjito, M.P (UGM)
2. Prof. Dr. rer.nat. Suandi Nurono Suandi (ITB)
3. Prof. Dr. Naswan Suharsono, M.Pd
Redaksi Bahasa Indonesia : Drs. Gede Gunatama, M.Hum
Redaksi Bahasa Inggris : Prof. Dr. A.A. Istri Marhaeni, M.A
Pembantu Penyunting : 1. Drs. I Putu Panca Adi, M.Pd
2. Drs. Gede Nurjaya, M.Pd
3. Nyoman Dini Andini, S.St.Par., M.Par
Design Cover : 1. Nyoman Mudana, S.Sos
2. Drs. Made Sutama
3. Gede Juliantara
4. Ketut Bratha Semadi
Admininistrasi : 1. Ari Prihatini Muladi
2. Putu Sika Agustin, A.Md
3. Ketut Nata

PENERBIT
Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat
Undiksha Singaraja
Jln. Udayana 14C Singaraja-Bali
Telepon (0362) 26327 Fax. (0362) 25735
Kode Pos 81116

Edisi Juli 2012 2


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan kemudahan yang
diberikan-Nya, Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat “Widya Laksana” Edisi Juli 2012 dapat diterbitkan
sebagaimana mestinya.
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Widya Laksana Menyajikan tulisan tentang pelaksanaan
dan hasil Pengabdian Kepada Masyarakat sivitas akademika Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha)
Tahun 2012 dalam memberdayakan masyarakat menuju peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan
karya tulis hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan oleh guru.
Kami berharap agar jurnal ini dapat digunakan sebagai sarana informasi bagi para pembaca dan
bermanfaat untuk meningkatkan kegiatan pengabdian kepada masyarakat di lingkungan Undiksha pada
umumnya. Selain itu, jurnal ini diharapkan dapat memberi inspirasi kepada pelaksana kegiatan
pengabdian kepada masyarakat untuk melahirkan inovasi dan kreativitas baru.
Mengingat Widya Laksana masih mencari bentuk dan jati dirinya, maka baik isi maupun
kemasannya tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Karena itu, kami mengharapkan sumbang saran
dan kritik para pembaca untuk meningkatkan kualitas Widya Laksana pada masa yang akan datang.

Redaksi

Edisi Juli 2012 1


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………… i


DAFTAR ISI ……………………………………………………………….......................... ii

PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS BERBASIS TEMA


MELALUI LAGU KREASI DI SEKOLAH DASAR
Oleh:nNi Made Ratminingsih, dkk ………………………………………………………….. 1
PELATIHAN PENGEMBANGAN PENILAIAN KINERJA
MENULIS BAHASA INGGRIS BAGI GURU BAHASA INGGRIS
SMA KECAMATAN BULELENG
Oleh: Prof. Dr. A.A.I.N. Marhaeni, M.A, dkk ………………………………....................... 18

PELATIHAN KETERAMPILAN DASAR LABORATORIUM


(BASIC LABORATORY SKILL) BAGI STAF LABORATORIUM IPA
SMP SE-KABUPATEN BULELENG
Oleh: I Dewa Putu Subamia, dkk. …………………………………………………………. 38

PELATIHAN PEMBUATAN BLOG SEBAGAI MEDIA PROMOSI


DAN BISNIS INTERNET DI ERA GLOBAL BAGI MAHASISWA D3 UNDIKSHA
Oleh: I Gede Mahendra Darmawiguna, dkk ……………………………………………….. 52

PELATIHAN PEMBELAJARAN INOVATIF BAGI GURU-GURU


DI SMP NEGERI 2 KUBU
Oleh: I Nyoman Sukarta, S.Pd., M.Si, dkk ............................................................................ 59

PELATIHAN MEMBUAT KREASI BENDA FUNGSIONAL DARI


KAIN FLANEL UNTUK MENUMBUHKAN JIWA WIRAUSAHA
DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI BAGIAN B SINGARAJA
Oleh: Made Diah Angendari, dkk .......................................................................................... 70

PELATIHAN MICROSOFT POWER POINT 2007 UNTUK ANAK-


ANAK PANTI ASUHAN SE-KECAMATAN BULELENG
Oleh: Made Windu Antara Kesiman, dkk ………………………………………………… 82

PELATIHAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH BAGI GURU-


GURU KIMIA DI KABUPATEN KARANGASEM
Oleh: I Wayan Redhana, dkk ................................................................................................. 91

DISEMINASI HAIV/AIDS BAGI MAHASISWA DI KABUPATEN


BULELENG
Oleh:Dewa Bagus Sanjaya, dkk …………………………………………………………… 106

PELATIHAN PENYUSUNAN RENCANA PELAYANAN


BIMBINGAN KONSELING BERBASIS DATA ALAT UNGKAP
MASALAH KEPADA PARA GURU BK DI KECAMATAN
SUKAWATI GIANYAR
Oleh: Tjok Rai Partadjaja, dkk ……………………………………………………………… 114

PELATIHAN PRAKTIKUM IPBA BAGI GURU SMP/SMA DI KOTA


SINGARAJA MENUJU OLIMPIADE ASTRONOMI
Oleh: Ni Made Pujani dan Ni Ketut Rapi ………………………………………………….. 119

PELATIHAN PENGGUNAAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM


DAN SURFER SEBAGAI MEDIA DIGITAL DALAM
PEMBELAJARAN GEOGRAFI GURU-GURU SMP SE-
KECAMATAN NUSA PENIDA
Oleh: I Wayan Treman, dkk ……………………………………………………………….. 131

Edisi Juli 2012 2


PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS BERBASIS TEMA
MELALUI LAGU KREASI DI SEKOLAH DASAR

Oleh:
Ni Made Ratminingsih, dkk
Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris

ABSTRAK
Tujuan utama kegiatan P2M ini adalah untuk meningkatkan kemampuan guru bahasa
Inggris di sekolah dasar khususnya di Kecamatan Suksada dalam melaksanakan
pembelajaran yang berorientasi PAKEM, yaitu melalui pemanfaatan lagu-lagu kreasi
(Scripted Songs). Dengan prosedur in-service training, guru dapat menciptakan lagu-
lagu kreasi berbasis tema, menentukan langkah-langkah pembelajaran berdasarkan lagu
yang diciptakan, dan mengimplemtasikannya dalam pembelajaran.

ABSTRACT
The main objective of this community service activity is to improve primary school
teachers’ability especially in Sukasada District in carrying out instruction which is
PAKEM- oriented (productive, active, creative, effective, and fun) through utilizing
scripted songs. Using an in-service training procedure, the teachers could create
thematic-based songs, determine steps of instruction using the songs, and implement
them in teaching process.

Kata Kunci: pembelajaran berbasis tema, lagu kreasi

Pendahuluan
Berdasarkan Permen No 22 tahun 2006 (BSNP, 2006) tentang standar isi,
pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar lebih diarahkan pada pencapaian
kompetensi berbahasa lisan sebagaimana yang tersurat dalam tujuan pembelajaran
bahasa Inggris di sekolah dasar seperti dikutip di bawah ini.
Mata Pebelajaran Bahasa Inggris di SD/MI bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Mengembangkan kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan secara
terbatas untuk mengiringi tindakan (language accompanying action) dalam
konteks sekolah.
2. Memiliki kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris untuk
meningkatkan daya saing bangsa dalam masyarakat global.

Edisi Juli 2012 3


Agar dapat mencapai tujuan tersebut, yakni mengajarkan kompetensi
berkomunikasi lisan, maka guru hendaknya lebih menekankan pada pembelajaran
mendengarkan (listening) dan berbicara (speaking). Komponen atau aspek kebahasaan
pendukungnya seperti kosakata, gramatika, pelafalan, dan intonasi, secara langsung dan
tidak langsung juga dimasukkkan dalam pembelajaran.
Namun, fenomena di lapangan menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan
dengan kenyataan. Hasil survei Ratminingsih (2010) membuktikan bahwa tenaga
kependidikan (guru) yang dimiliki sekolah dasar di Kecamatan Sukasada dan
Kecamatan Buleleng menunjukkan bahwa kompetensi guru bahasa Inggris masih
kurang dilihat dari latar belakang pendidikan. Dari 185 guru bahasa Inggris
tersebut,105 orang (56,75%) memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris,
sedangkan 80 orang (43,25%) tidak berlatar belakang bahasa Inggris. Data ini
membuktikan bahwa sampai dengan tahun 2010, masih terdapat hampir setengah
jumlah guru yang mengajarkan bahasa Inggris tidak memiliki persyaratan akademik
yang memadai.
Di sisi lain, dari pihak guru, hasil wawancara informal dengan beberapa guru di
Kelurahan Sukasada, didapatkan informasi bahwa dalam pembelajaran mereka lebih
banyak menggunakan buku teks (textbook oriented). Rutinitas pembelajaran dilakukan
dengan melakukan segala aktivitas atau tugas yang hanya ada di dalam buku teks. Hal
ini bisa membuat pembelajaran menjadi membosankan. Sementara itu, dari pengalaman
peneliti memberikan pelatihan penyegaran tentang strategi mengajar bahasa Inggris
kepada sekitar 100 guru-guru bahasa Inggris di lingkungan SD se-Kecamatan Buleleng
(2006), para guru menceritakan pengalaman mereka mengajar yang lebih menekankan
pada pembelajaran kosakata, karena menurutnya kosakata sangat penting untuk bisa
menggunakan bahasa Inggris. Pendapat tersebut memang cukup beralasan dan menurut
peneliti memang benar bahwa tanpa kosakata yang memadai, tidak ada seorang pun
yang mampu menggunakan bahasa.
Strategi atau teknik yang biasanya digunakan oleh guru dalam mengajar
cenderung bersifat konvensional, yaitu setelah mengajarkan melafalkan kosakata secara
berulang-ulang (drills), guru menjelaskan kosakata bahasa Inggris dengan
menerjemahkan, yaitu memberikan padanannya dalam bahasa ibu (bahasa Indonesia).
Pemanfaatan bahasa pertama (L1) bila dilakukan terlalu sering, bahkan mendominasi
tidak baik atau tidak membantu siswa menguasai bahasa yang dipelajari. Oleh karena

Edisi Juli 2012 4


itu, guru hendaknya dapat menjadi model bahasa target dengan baik, yakni lebih banyak
menggunakan bahasa Inggris di dalam kelas.
Inovasi pembelajaran yang dapat dilakukan guru untuk memvariasikan
pembelajaran agar lebih menarik dan dapat mengintegrasikan keterampilan berbahasa
lisan, mendengarkan dan berbicara, serta aspek-aspek kebahasaan pendukungnya dapat
dilakukan dengan melalui pemanfaatan lagu. Lagu-lagu yang sesuai untuk mengajar
bahasa Inggris tidak banyak di pasaran. Terlebih, mencari lagu-lagu yang sesuai dengan
tema yang diajarkan tidak gampang. Pemilihan lagu yang tepat juga tidak mudah,
karena materi lagu harus disesuikan dengan tema. Jadi, pemanfaatan lagu bukan hanya
untuk menyenangkan siswa, tetapi yang lebih utama adalah untuk mengajarkan bahasa.
Oleh karena itulah, dalam pelatihan ini, para guru di sekolah dasar di Kecamatan
Sukasada diperkenalkan cara-cara menciptakan lagu khusus untuk pembelajaran bahasa
Inggris, yang sesuai dengan tema. Hal ini dapat diupayakan melalui pengabdian
masyarakat, yang terkait dengan hasil penelitian terdahulu (Ratminingsih, 2010).
Sesuai dengan uraian di atas, maka tujuan dari kegiatan P2M ini adalah (1)
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris di sekolah
dasar dalam membuat pembelajaran lebih variatif dan inovatif, (2) untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris dalam membuat lagu sesuai
dengan tema yang diajarkan (scripted songs), (3) untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan guru-guru bahasa Inggris dalam membuat langkah-langkah (sintak)
pembelajaran melalui lagu, dan (4) untuk meningkatkan keterampilan guru-guru bahasa
Inggris dalam melaksanakan pembelajaran melalui lagu-lagu kreasi sesuai dengan
langkah-langkah (sintak) pembelajaran yang telah disusun.

TINJAUAN PUSTAKA
Hakikat Pebelajar Pemula (Anak-Anak)
Harmer (2007a) menggolongkan tiga kelompok umur pebelajar, yaitu anak-anak
(children), remaja (adolescents), dan dewasa (adults). Anak-anak adalah kelompok
pebelajar dengan usia 2 sampai dengan 14 tahun, remaja adalah kelompok pebelajar
dengan usia antara 12 sampai dengan 17 tahun, dan dewasa umumnya mereka yang
berumur antara 16 tahun ke atas. Khusus untuk istilah anak-anak (children), Harmer
menggolongkan dua kelompok usia anak-anak, yaitu young learners adalah mereka

Edisi Juli 2012 5


yang berumur antara 5 sampai dengan 9 tahun, dan very young learners biasanya antara
2 sampai dengan 5 tahun.
McKay (2007: 1) mendefinisikan young language learners sebagai berikut:
Young language learners are those who are learning a foreign or second
language and who are doing so during the first six or seven years of formal
schooling. In the education system of most countries, young learners are
children who are in the primary or elementary school. In terms of age, young
learners are between the ages of approximately five and twelve.

Dalam kutipan tersebut, McKay menegaskan bahwa yang dimaksud dengan


pebelajar anak-anak adalah mereka yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing
atau bahasa kedua pada enam atau tujuh tahun pertama pembelajaran di sekolah formal
dan biasanya diajarkan di sekolah dasar. Dari segi usia, mereka rata-rata berusia antara
5 sampai dengan 12 tahun.
Selanjutnya, Harmer (2007a) mengemukakan bahwa karakteristik anak-anak
ketika belajar ialah mereka tidak hanya fokus pada apa yang diajarkan, tetapi juga
belajar banyak hal pada saat yang bersamaan, seperti mengambil informasi dari
sekitarnya. Melihat, mendengar, dan menyentuh sama pentingnya dengan penjelasan
guru dalam proses pemahaman. Abstraksi aturan-aturan gramatika kurang efektif bila
diajarkan pada anak-anak. Anak-anak biasanya merespon dengan baik pada aktivitas-
aktivitas yang memfokuskan pada kehidupan dan pengalaman mereka. Namun,
perhatian anak-anak, yaitu kemauan untuk tetap memperhatikan satu kegiatan biasanya
singkat. Salah satu karakteristik penting anak-anak adalah kemampuannya menjadi
pembicara yang kompeten dari sebuah bahasa baru bila disediakan fasilitas yang
memadai, dan bila mendapatkan pajanan bahasa yang mencukupi.
Harmer (2007b) lebih jauh mengungkapkan bahwa umur merupakan salah satu
faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam membuat keputusan terhadap apa yang
diajar dan bagaimana mengajar. Orang-orang yang berbeda usia memiliki kebutuhan,
kompetensi, keterampilan kognitif yang berbeda. Anak-anak lebih baik memperoleh
bahasa asing melalui permainan, sedangkan orang dewasa mungkin lebih baik belajar
melalui pemanfaatan pikiran abstrak. Salah satu kepercayaan yang berlaku umum
terkait dengan hubungan umur dan belajar bahasa adalah bahwa anak-anak belajar lebih
cepat dan lebih efektif dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.
Scott dan Ytreberg (2000: 1) menegaskan yang dimaksudkan anak-anak adalah
mereka yang berumur antara 5 sampai dengan 10 atau 11 tahun. Namun, mereka

Edisi Juli 2012 6


membagi anak-anak ke dalam dua kelompok besar, yaitu (1) kelompok 5 sampai 7
tahun, dan (2) kelompok 8 sampai 10 tahun. Karakteristik anak-anak pada usia 5 sampai
7 tahun adalah (1) mereka bisa mengatakan apa yang sedang dikerjakan, (2) mereka bisa
memberitahu apa yang telah dikerjakan atau didengar, (3) mereka bisa merencanakan
aktivitas, (4) mereka bisa berargumentasi, (5) mereka bisa menggunakan alasan logis,
(6) mereka bisa menggunakan imajinasi dengan jelas, (7) mereka dapat menggunakan
pola intonasi yang bervariasi dalam bahasa ibu, dan (8) mereka bisa memahami
interaksi manusia langsung. Sedangkan, karakteristik umum anak-anak umur 8 sampai
10 tahun adalah (1) konsep dasar mereka terbentuk. Mereka memiliki pandangan yang
jelas terhadap dunia, (2) mereka bisa membedakan antara fakta dengan fiksi, (3) mereka
selalu bertanya, (4) mereka percaya dengan kata-kata lisan dan dunia fisik untuk
menyampaikan dan memahami makna, (5) mereka bisa mengambil keputusan terhadap
apa yang harus mereka pebelajari, (6) mereka mempunyai pandangan yang jelas
terhadap apa yang dia suka dan tidak suka, (7) mereka memahami rasa keadilan yang
terjadi di kelas, dan (8) mereka dapat bekerja sama dengan dan belajar dari orang lain.
Dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa sekolah dasar
tergolong anak-anak, yang oleh Harmer (2007a) disebut children atau young learners,
yang berusia antara 6 tahun s.d. 12 tahun yang belajar di sekolah selama 6 tahun
(McKay, 2007), dan oleh Scott dan Ytreberg (2000) dikategorikan pada kelompok
kedua.
Paul (2003) mengemukakan bahwa dalam teori intelegensi jamak (multiple
intelligence), anak-anak memiliki intelegensi yang berbeda-beda. Anak tertentu bisa
lebih berintelegensi dalam satu hal, sedangkan anak yang lain lebih berintelegensi
dalam hal yang lain. Tugas guru adalah menemukan kekuatan-kekuatan pada setiap
anak dan membangun kekuatan-kekuatan tersebut. Paul menambahkan bahwa dalam
membangun kekuatan, anak tertentu mungkin paling bagus belajar dengan menggambar
atau bermain, sedangkan anak yang lain paling sesuai belajar dengan mendengarkan
atau menyanyikan lagu. Dengan konsep multiple intelligence ini, maka guru diharapkan
untuk lebih memvariasikan pembelajaran, karena siswa yang diajar memiliki intelegensi
yang berbeda-beda.
Moon (2000) menjelaskan bahwa anak-anak yang belajar bahasa Inggris sebagai
bahasa kedua atau bahasa asing di sekolah telah mempelajari satu bahasa, dan ketika
masuk kelas, mereka akan membawa pengalaman dalam bahasa sebelumnya, yang

Edisi Juli 2012 7


dapat membantunya belajar dan belajar bahasa Inggris. Guru hendaknya bisa
memanfaatkan dan membangun kemampuan dan karakteristik ini. Situasi belajar bahasa
Inggris sebagai bahasa asing, anak-anak akan sangat tergantung secara keseluruhan
hanya pada lingkungan sekolah sebagai input. Dengan demikian, guru biasanya
merupakan satu-satunya sumber yang memegang peranan yang sangat penting dalam
pembelajaran bahasa anak. Di samping itu, anak-anak tidak belajar dengan satu cara,
tetapi menggunakan berbagai cara. Mereka hanya bisa menggunakan cara-cara tersebut,
jika guru mengembangkan lingkungan belajar yang tepat, yaitu suatu lingkungan belajar
yang memberikan cukup pajanan yang memberikan input bermakna, memberikan
mereka kebebasan untuk mengambil resiko dan meneliti, membuat mereka mau
menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan guru maupun dengan teman-
temannya, dan mendapatkan umpan balik dari proses belajar.
Dari paparan Moon (2000) dan Paul (2003) di atas, dapat disimpulkan bahwa
guru merupakan sumber belajar penting dan utama dalam pembelajaran bahasa Inggris
sebagai bahasa kedua atau bahasa asing, oleh karena itu guru hendaknya dapat
mengembangkan berbagai cara atau teknik yang tepat dalam pembelajaran agar anak-
anak menyenangi pembelajaran, sehingga dapat membangun kekuatan-kekuatan yang
ada pada mereka.

Hakikat Lagu
Lagu telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak mereka menyadari
kehidupannya. Melalui lagu, manusia bisa mendapatkan kesenangan, hiburan, dan
bahkan belajar bahasa. Terkait dengan hal ini, Schoepp mengemukakan bahwa lagu
telah menjadi bagian dari pengalaman manusia. Lagu telah menjadi bagian yang integral
dari pengalaman berbahasa manusia (Schoepp, 2008).
Griffee (1992:3) menyatakan: “Songs refer to pieces of music that have words” .
Flattum (2008) menegaskan lagu sebagai suatu kombinasi antara melodi dan lirik yang
ditambah dengan harmoni, irama atau bit. Lagu memiliki struktur yang biasanya berupa
pengulangan-pengulangan syair dan korus.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa lagu adalah
suatu kombinasi musik yang terdiri dari melodi dan lirik atau sebuah komposisi kata
dan musik, yang memiliki harmoni, irama, dan bit serta memiliki struktur yang berupa

Edisi Juli 2012 8


pengulangan-pengulangan syair dan korus, yang bisa diiringi dengan instrumen musik
atau tanpa instrumen.

Peranan Teknik Pembelajaran Lagu


Para ahli pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing mengakui bahwa
lagu mempunyai manfaat yang besar dalam pembelajaran. Shtakser (2012) menyatakan
bahwa ada beberapa alasan mengapa musik dan lagu digunakan dalam pembelajaran
bahasa asing. Alasan utamanya adalah bahwa musik dan lagu dapat menciptakan
atmosfer belajar yang baik dalam kelas. Siswa merasakan lagu sebagai bagian yang
menghibur daripada sebuah tugas, sehingga belajar kosakata melalui lagu memberikan
kesenangan hati dan menghilangkan kebosanan.
Brewster, dkk. (2007) menekankan bahwa lagu merupakan strategi yang ideal
untuk belajar bahasa, karena di dalam lagu terdapat pengulangan-pengulangan kosakata
dan struktur bahasa serta irama yang dapat meningkatkan ketertarikan mereka dalam
belajar. Malley (dikutip oleh Murphey, 1993) mengemukakan dua manfaat utama
penggunaan musik dan lagu dalam pembelajaran bahasa, yakni lagu mudah dihafalkan
dan sangat memotivasi pebelajar. Sementara, Murphey menambahkan bahwa musik dan
lagu lama disimpan dalam ingatan, dan dapat menjadi bagian dari diri kita serta mudah
dimanfaatkan di dalam kelas.
Secara lebih rinci Murphey (1993: 3) mengemukakan beberapa alasan mengapa
guru perlu menggunakan lagu sebagai instrumen pengajaran, sebagai berikut:
Song appears to precede and aid the development of language in young
children, works on our short and long term memory, may strongly activate the
repetition mechanism of the language acquisition device, is more motivating
than other texts, relaxing, short, self-contained texts, recordings, and films that
is easy to handle in a lesson.

Dalam kutipan di atas Murphey menegaskan bahwa lagu mengarahkan dan


membantu perkembangan bahasa anak-anak, dapat bekerja pada ingatan jangka pendek
dan jangka panjang, mengaktifkan mekanisme pengulangan alat pemerolehan bahasa,
lebih memotivasi dibandingkan dengan teks lain, merilekskan, dan biasanya pendek dan
mengandung teks yang mudah digunakan dalam pebelajaran.
Griffee (1992:4) mengklasifikasikan enam (6) kategori keuntungan penggunaan
lagu dan musik dalam kelas bahasa, yaitu (1) Classroom atmosphere, yaitu lagu dan
musik digunakan untuk memberikan situasi rileks pada siswa, dan suasana kelas yang

Edisi Juli 2012 9


menyenangkan, (2) Language input, yaitu lagu dan musik digunakan untuk memberikan
pajanan irama bahasa, (3) Cultural input, yaitu lagu dan musik (khususnya musik pop)
merupakan refleksi dari pembuatnya pada masa dan tempat tertentu, yang di dalamnya
memberikan pengenalan budaya, (4) Text, yaitu lagu digunakan sebagai teks
pembelajaran, seperti halnya puisi, cerita pendek, dan novel, (5) Supplement, yaitu lagu
digunakan sebagai pelengkap dari buku teks, dan (6) Teaching and Student interest,
yaitu lagu dapat digunakan untuk mengajarkan percakapan, kosakata, struktur
gramatika, lafal, latihan pola, dan pemantapan ingatan, serta dapat memberikan daya
tarik tersendiri bagi siswa.
Sementara, Paul (2003: 58) menegaskan:
Songs add a whole dimension to children’s classes, and make it easier for the
children to remember words and patterns and natural chunks of language.
Songs can add feeling and rhythm to language practice that might otherwise be
flat, help children remember things more easily, and draw children more deeply
into a lesson.

Kutipan di atas mengungkapkan bahwa lagu menambah dimensi keseluruhan


kelas dan membuat anak-anak lebih mudah mengingat kata-kata dan pola-pola serta
potongan-potongan natural dari bahasa (chunks of language). Lagu dapat menambah
rasa dan irama terhadap latihan kebahasaan yang biasanya datar saja, membantu mereka
mengingat berbagai hal lebih mudah, dan melibatkan mereka secara lebih mendalam
pada pebelajaran.
Dari semua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa lagu memiliki berbagai
manfaat untuk mengajarkan bahasa secara lebih menyenangkan yang dapat
mempermudah siswa mengingat kata, pola bahasa, dan potongan-potongan natural dari
bahasa, serta dapat melibatkan perasaan mereka secara lebih mendalam pada
pebelajaran. Berbagai manfaat dari lagu secara umum dapat dilihat dari beberapa
sumber, yakni linguistik, psikologis/afektif, kognitif, dan sosial.

Jenis-Jenis Teknik Pembelajaran Lagu


Brewster, dkk. (2007) mengemukakan beberapa jenis lagu, syair, dan syair yang
dilagukan pendek-pendek (songs, rhymes, dan chants) yang mengandung berbagai fitur
bahasa dapat digunakan untuk tujuan yang berbeda.
Mol (2012) menambahkan bahwa ada beberapa jenis lagu yang dapat digunakan
dalam kelas, seperti syair anak-anak, musik pop kontemporer, dan lagu yang khusus

Edisi Juli 2012 10


ditulis untuk mengajarkan bahasa Inggris. Walaupun lagu jenis terakhir ini kadang
dikritik, karena kurang keaslian dan kurang daya tarik musikalitasnya, tetapi diyakini
bahwa lagu-lagu tersebut dapat memotivasi, modern, mengandung musik yang bagus,
dan memiliki daya tarik khusus bagi pebelajar bahasa.
Dalam penelitian Ratminingsih (2010) terdahulu, jenis lagu yang digunakan
adalah lagu yang khusus diciptakan (scripted songs) untuk mengajarkan bahasa Inggris
di kelas empat yang disesuaikan dengan tema-tema yang muncul pada kurikulum
muatan lokal untuk kelas empat SD di Bali. Hasil penelitian membuktikan bahwa lagu
dapat meningkatkan keterampilan mendengarkan bahasa Inggris siswa. Berdasarkan
kajian emperis inilah, maka pengabdian masyarakat ini dilaksanakan sebagai upaya
untuk meningkatkan kompetensi dan kreativitas guru dalam mengajarkan bahasa Inggris
dengan strategi-strategi yang lebih inovatif.

Langkah-langkah Pembelajaran dengan Teknik Lagu


Brewster dkk., (2007:168) menjelaskan sebuah kerangka langkah-langkah yang
fleksibel menggunakan lagu dalam pembelajaran, sebagai berikut:
1) Mempersiapkan konteks (menjelaskan tujuan, informasi latar).
2) Kosakata penting diajarkan terlebih dahulu dengan menggunakan gambar, tindakan,
realia, boneka, pertanyaan fokus, dan sebagainya.
3) Guru memutar kaset atau menyanyi atau menyairkan lagu, sehingga siswa dapat
mendengarkan, menunjukkan pemahaman, mengenalkan dirinya pada irama, nada,
dan lain-lain.
4) Melakukan aktivitas mendengarkan lanjutan.
5) Memperhatikan pemahaman siswa terhadap pelafalan, misalnya dengan
mengidentifikasi pola intonasi, tekanan pada kata-kata, atau suku-kata, dan
sebagainya.
6) Menyuruh siswa mendengarkan, mengulang, dan mempraktekkan dengan ikut
menyanyi dan belajar bernyanyi atau bersyair. Mendorong siswa menggunakan
tindakan, mimik, drama dan lain-lain. Latihan dikerjakan beberapa kali.
7) Memberikan rekaman teks secara tertulis: siswa dapat mengadaptasi atau menulis
versinya sendiri, mendengarkan dan melengkapi teks yang kosong, mendengarkan
dan menyusun, yaitu siswa melihat sesaat frase-frase tertulis, kemudian
menyusunnya sesuai dengan urutan, mendengarkan dan memilih, yakni siswa

Edisi Juli 2012 11


mempunyai sekelompok kata dari dua lagu yang dicampurkan, dan ketika mereka
mendengarkan lagu, mereka memisahkan baris-baris ke dalam dua kelompok,
menjodohkan gambar dengan baris, mengilustrasikan syair, mmembuat kolase untuk
membentuk konteks, misalnya suasana di pantai, dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan lagu, ketujuh langkah-langkah dasar
ini hendaknya menjadi panduan umum bagi guru agar pembelajaran menjadi terarah dan
maksimal.

METODE PELAKSANAAN KEGIATAN


Peserta yang menjadi khalayak sasaran strategis dari kegiatan P2M ini adalah
guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar se-Kecamatan Sukasada, terutama sekolah-
sekolah yang berada di pedesaan dengan target jumlah peserta sebanyak 25 orang guru.
Ada dua alasan signifikan mengapa guru-guru di pedesaan yang diutamakan, yaitu (1)
guru-guru di pedesaan kurang memiliki akses untuk meningkatkan profesionalime
melalui in-service training, dengan ikut seminar, lokakarya, atau sejenisnya ke sebuah
LPTK (seperti Undiksha atau institusi lain), karena berbagai alasan, seperti jarak yang
jauh, biaya, dsb., dan (2) guru-guru di pedesaan, sesuai dengan hasil survei
(Ratminingsih, 2010), masih banyak yang tidak memiliki latar belakang mengajar
bahasa Inggris yang memadai.
Metode yang dipilih dalam melaksanakan kegiatan P2M ini adalah pelatihan
terutama kepada para guru bahasa Inggris di sekolah dasar yang berada di wilayah
Kecamatan Sukasada, yang terletak di pedesaan. Mereka akan diberikan pelatihan
berupa pemanfaatan lagu-lagu kreasi khusus (scipted songs) sebagai upaya untuk
membuat pembelajaran bahasa Inggris lebih variatif dan inovatif, sehingga kualitas
pendidikan bahasa Inggris di sekolah-sekolah sasaran dapat ditingkatkan.
Oleh karena guru-guru bahasa Inggris sudah memiliki pengalaman mengajarkan
bahasa Inggris, maka rancangan kegiatan berupa in-service training. Langkah-langkah
kegiatan yang akan ditempuh adalah sebagai berikut:
a) Penyemaian informasi, berupa landasan teoretis tentang beberapa strategi
pembelajaran inovatif, yang dapat digunakan untuk memvariasikan pembelajaran
bahasa Inggris.

Edisi Juli 2012 12


b) Penyemaian informasi terkait dengan kajian teroretis tentang hakikat dan peranan
menggunakan lagu-lagu kreasi khusus (scripted songs) dalam pembelajaran bahasa
Inggris.
c) Pemberian model berupa contoh-contoh lagu kreasi khusus (scripted songs)
pembelajaran bahasa Inggris berbasis tema.
d) Pemberian petunjuk praktis cara mengkreasi lagu dan langkah-langkah mengajar
dengan menggunakan lagu tersebut.
e) Praktek mengkreasi lagu berbasis tema secara berkelompok dan mendesain langkah-
langkah pembelajaran.
f) Praktek menyelenggarakan pembelajaran dengan menggunakan lagu kreasi tersebut
sesuai dengan langkah-langkah yang telah didesain.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris di
sekolah dasar dalam membuat pembelajaran lebih variatif dan inovatif, mereka
diberikan informasi terkait dengan konsep-konsep (1) Hakikat Pembelajaran Bahasa
Inggris untuk Anak-Anak di Sekolah Dasar, (2) Hakikat Inovasi Pembelajaran, (3)
Strategi-Strategi Pembelajaran Inovatif untuk Anak-Anak, (4) Strategi Pembelajaran
dengan Lagu, (5) Jenis-Jenis Strategi Pembelajaran Lagu, (6) Contoh Pembelajaran
dengan Lagu Kreasi Khusus, (7) Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Lagu Kreasi.
Dalam penyemaian informasi yang terdiri dari tujuh komponen di atas, para guru
diberikan materi pelatihan yang komprehensif tentang hakikat pembelajaran bahasa
Inggris untuk anak-anak yang berbeda dengan pembelajaran untuk orang dewasa.
Kesuksesan pembelajaran untuk anak-anak sangat tergantung dari bagaimana guru
mengkemas pembelajaran dengan memperhatikan aspek-aspek, seperti perkembangan
intelektual anak-anak, perhatian anak-anak yang terbatas, memberikan input yang
bervariasi, memperhatikan faktor afektif yang menyebabkan anak-anak termotivasi
belajar, dan memperkenalkan bahasa yang otentik dan bermakna.
Terkait dengan hakikat inovasi pembelajaran, para guru diberikan informasi
hakikat inovasi pembelajaran, dan mengapa perlu melakukan inovasi pembelajaran.
Guru juga diperkenalkan dengan konsep pembelajaran yang berkualitas, yaitu
pembelajaran yang berorientasi PAKEM (produktif, aktif, kreatif, efektif dan efisien,
dan menyenangkan) yang lebih memusatkan pada aktivitas siswa (student centered).

Edisi Juli 2012 13


Pembelajaran yang berpusat pada siswa yang berorientasi PAKEM tersebut terkait
dengan pembelajaran berbasis CTL (Contextual Teaching and Learning) yang
diperkenalkan oleh Johnson (2005).
Sehubungan dengan penyemaian informasi tentang Strategi-Strategi
Pembelajaran inovatif untuk anak-anak, para guru diberikan beberapa contoh strategi
pembelajaran inovatif yang bisa digunakan untuk mengajar bahasa Inggris untuk anak-
anak yang terkait dengan pembalajaran keterampilan bahasa (language skills) yang
terdiri dari strategi mengajar mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Secara mengkhusus penyemain informasi difokuskan pada strategi pembelajaran
dengan lagu. Para guru diberikan konsep hakikat lagu, manfaat penggunaan lagu, jenis-
jenis lagu yang dapat digunakan untuk mengajar bahasa Inggris untuk anak-anak,
seperti syair anak-anak, lagu anak-anak, lagu pop kontemporer, dan lagu-lagu kreasi
khusus. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian contoh-contoh lagu kreasi khusus
yang merupakan ciptaan dari narasumber (Ratminingsih, 2010) serta langkah-langkah
dan model lembar kerja yang diberikan kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Semua informasi yang didapatkan para guru digunakan sebagai acuan untuk
mengkreasi lagu dan menentukan langkah-langkah pembelajaran.
Setelah diberikan materi yang dijadikan acuan dalam mengkreasi lagu, dan
diberikan contoh-contoh lagu kreasi khusus oleh narasumber, para guru yang berjumlah
25 orang dikelompokkan menjadi 5 kelompok, dan masing-masing kelompok diberikan
tugas untuk membuat lagu kreasi sesuai dengan tema dan kelas serta semester yang
diajar di sekolah dasar. Waktu yang disediakan untuk membuat lagu adalah 1 jam (60
menit).
Dalam proses membuat lagu, guru dapat mengkonstruksi lirik terlebih dahulu,
kemudian menentukan nada dan irama yang sesuai atau sebaliknya. Setiap kelompok
kemudian mengkonstruksi lagu bahasa Inggris menggunakan nada atau irama dari lagu-
lagu bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia yang sudah dikenal di kalangan anak-
anak, seperti lagu Pelangi-Pelangi, Naik-Naik ke Puncak Gunung, Topi Saya Bundar,
Are You Sleeping, dan Lihat Kebunku. Masing-masing kelompok tersebut membuat
lirik lagu baru menggunakan bahasa Inggris yang disesuaikan dengan tema yang telah
ditentukan sebelumnya.
Misalnya, lagu Lihat Kebunku dipilih oleh kelompok 1 untuk mengajarkan tema
Animals, maka lagu yang diciptakan adalah sebagai berikut:

Edisi Juli 2012 14


Chiken, cow, and pig
Those are pet animals
Lion, snake, and tiger
Those are wild animals
Dolphin, shark, and fish
Those are sea animals
You know all of them
All kinds of animals

Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris


dalam membuat langkah-langkah (sintak) pembelajaran melalui lagu, guru diberikan
beberapa contoh langkah-langkah pembelajaran yang bisa dikembangkan berdasarkan
lagu yang diberikan dan/atau penekanan pada keterampilan bahasa dan aspek
kebahasaan. Bila guru ingin menekankan pembelajaran pada keterampilan berbicara
setelah siswa mendengarkan lagu, maka langkah pembelajaran akan memfokuskan
kegiatan-kegiatan yang mengacu pada keterampilan tersebut.
Setelah diberikan contoh langkah-langkah pembelajaran, masing-masing
kelompok merancang langkah-langkah pembelajaran sendiri sesuai dengan lagu kreasi
yang sudah diciptakan. Sebagai contoh, guru-guru dalam kelompok 1 yang mengajarkan
tema Animals di kelas 4 semester 2 menghasilkan langkah-langkah pembelajaran
sebagai berikut.
1. Guru memperkenalkan lagu tentang Animals
2. Guru mengulang lagu dan meyuruh siswa ikut bernyanyi
3. Guru menyuruh siswa untuk mengelompokkan nama binatang ke dalam jenis
binatang: peliharaan, liar, dan laut.
4. Guru memberikan lembar kerja pada siswa
Setelah setiap kelompok selesai mengkonstruksi lagu serta merancang langkah-
langkah pembelajaran, perwakilan dari masing-masing kelompok kemudian diminta
untuk melakukan performansi dengan mempraktekkan cara mengajarkan bahasa Inggris
menggunakan lagu kreasi sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang telah
disusun sebelumnya. Dalam prakteknya, guru yang ditunjuk akan berperan sebagai guru
bahasa Inggris, sedangkan guru-guru lain berperan sebagai siswa. Guru yang ditunjuk
selanjutnya memberikan instruksi, sedangkan guru-guru lain melakukan kegiatan yang
diinstruksikan.
Pada akhir setiap performansi guru dalam praktek mengajar, tidak lupa
narasumber memberikan kesempatan kepada guru-guru melakukan sesi tanya jawab

Edisi Juli 2012 15


untuk memberikan masukan dan komentar mengenai performansi, lagu, dan langkah-
langkah yang digunakan.
Narasumber dan fasilitator juga memberikan masukan terkait dengan
performansi guru dalam praktek mengajar bahasa Inggris menggunakan lagu-lagu kreasi
khusus. Masukan yang diberikan berupa pemanfaatan bahasa Inggris sebagai medium
pembelajaran, komentar terhadap lagu ciptaan, dan pelaksanaan langkah-langkah
pembelajaran.
Baik guru yang melakukan performansi praktek mengajar dengan lagu dan yang
berperan sebagai murid melakukan kegiatan dengan penuh semangat, antusias, senang,
dan gembira. Hanya saja, dari 5 guru yang melakukan performansi praktek mengajar
bahasa Inggris, 4 di antaranya adalah guru-guru yang berlatang belakang pendidikan
bahasa Inggris dan hanya 1 yang tidak berlatang belakang pendidikan bahasa Inggris.
Temuan menarik lainnya dari P2M ini adalah bahwa dari 25 guru yang menjadi
peserta dalam P2M ini hanya 6 orang (24%) yang memiliki latar belakang kependidikan
bahasa Inggris, sedangkan 19 orang lainnya (76%) tidak memiliki latar belakang
kependidikan bahasa Inggris. Berdasarakan fakta ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar masih perlu ditingkatkan utamanya dilihat
penyiapan SDM (tenaga pengajar) yang berkualitas.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Hal-hal yang dapat disimpulkan dari kegiatan P2M ini adalah sebagai berikut:
1) Penyemaian informasi tentang pembelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak
yang meliputi: (1) Hakikat Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak-Anak di
Sekolah Dasar, (2) Hakikat Inovasi Pembelajaran, (3) Strategi-Strategi
Pembelajaran Inovatif untuk Anak-Anak (4) Strategi Pembelajaran dengan
Lagu, (5) Jenis-Jenis Strategi Pembelajaran Lagu, (6) Contoh Pembelajaran
dengan Lagu Kreasi Khusus, (7) Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Lagu
Kreasi Khusus, sangat penting diberikan bagi para guru bahasa Inggris baik yang
berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris, dan terlebih lagi yang tidak berlatar
belakang bahasa Inggris untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
2) Inovasi pembelajaran baik dalam materi pembelajaran dan strategi pembelajaran
perlu dilakukan untuk membuat pembelajaran lebih bermakna dan relevan

Edisi Juli 2012 16


dengan tujuan pembelajaran, yaitu untuk membimbing siswa agar bisa
berkomunikasi dalam bahasa yang dipelajari, yang dapat memberikan kecapakan
hidup (life skill).
3) Beragam strategi pembelajaran dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan
mengajar keterampilan berbahasa yaitu, mendengarkan, berbicara, membaca,
dan menulis yang mengintegerasikan aspek kebahasaan seperti bunyi-bunyi
bahasa, kosa kata, gramatika, pelafalan, intonasi, dan ejaan.
4) Praktek mengkreasi lagu khusus dan pengembangan langkah-langkah
pembelajaran merupakan pengalaman yang sangat bernilai dan bermanfaat bagi
guru untuk belajar mengembangkan materi dan strategi pembelajaran yang
relevan dengan tema yang diajarkan.
5) Praktek mengajar menggunakan lagu kreasi khusus dan langkah-langkah
pembelajaran yang telah didisain memberikan pengalaman baru dalam
memvariasikan pembelajaran.

Saran
Hal-hal yang dapat disarankan sesuai dengan simpulan di atas adalah sebagai
berikut:
1) Penyemaian informasi tentang pembelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak
khususnya terkait dengan inovasi pembelajaran hendaknya secara terus-menerus
diupayakan oleh pihak-pihak terkait untuk meningkatkan kompetensi
profesional guru dalam melaksanakan pembelajaran.
2) Guru hendaknya mampu melakukan inovasi pembelajaran, yaitu melalui usaha-
usaha mengimplementasikan informasi yang di dapat terkait dengan berbagai
strategi pembelajaran dalam mengajar bahasa Inggris.
3) Strategi-strategi pembelajaran yang bervariasi hendaknya digunakan sesuai
dengan keterampilan bahasa yang diajarkan dan aspek-aspek kebahasaan.
4) Guru hendaknya dapat berlatih mengkreasi lagu-lagu khusus berbasis tema dan
mendisain langkah-langkah pembelajaran yang sesuai secara berkelanjutan
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
5) Guru hendaknya dapat mengimplementasikan lagu-lagu kreasi khusus serta
langkah-langkah pembelajaran yang didisain dalam proses belajar mengajar.

Edisi Juli 2012 17


6) Bagi guru-guru yang tidak berlatarbelakang pendidikan bahasa Inggris
disarankan agar secara terus-menerus meningkatkan kualitas bahasa Inggrisnya
agar dapat menjadi model bahasa target yang baik bagi peserta didiknya.

DAFTAR PUSTAKA

Brewster, Jean, Gail Ellis, dan Denis Girard. 2007. The Primary English Teacher’s
Guide. Essex, England: Pearson Education Limited.
Brown, H. Douglas. 2001. Teaching by Principles. An Interactive Approach to
Language Pedagogy. New York: Addison Wesley Longman, Inc.
BSNP. 2006. Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
Griffee, Dale T. 1992. Songs in Action. New Jersey: Prentice-Hall International (UK)
Ltd.
Harmer, Jeremy. 2007a. How to Teach English. Essex: Pearson Education Limited.
-------. 2007b. The Practice of English Language Teaching. Essex: Pearson Education
Limited.
McKay, Penny. 2007. Assessing Young Language Learners. Cambridge: Cambridge
University Press.
Mol, Hans. 2012. “Using Song in the Classroom”. Tersedia pada
http://www.hltmag.co.uk/ apr09/ less01.htm (diakses tanggal 18 Februari 2012).
Moon, Jayne. 2000. Children Learning English. Oxford: Macmillan Publishers Limited.
Murphey, Tim. 1993. Music and Song. Oxford: Oxford University Press.
Paul, David. 2003. Teaching English to Children in Asia. Hong Kong: Pearson
Education Asia Ltd.
Ratminingsih, Ni Made. 2010. Pengaruh Teknik Pembelajaran dan Tipe Kepribadian
terhadap Keterampilan Mendengarkan Bahasa Inggris: Studi Eksperimen pada
Siswa SD LAB Undiskha Singaraja. Disertasi Doktor (tidak diterbitkan). PPS
Universitas Negeri Jakarta.
Scott, Wendy A. and Lisbeth H. Ytreberg. 2000. Teaching English to Children, New
York:
Longman Group UK Ltd.
Schoepp, Kevin. 2008. “Reasons for Using Songs in the ESL/EFL Classroom”.
Terserdia pada http://iteslj.org/ Articles/Schoepp-Songs.html. (diakses tanggal
17 Oktober 2008).
Shtakser, Inna. 2012. ”Using Music and Songs in the Foreign Language Classroom”.
Tersedia pada http://www.laits.utexas.edu/hebrew/music/music.html (diakses
tanggal 18 Februari 2012).
Ward, Sheila. 1985. “Using Songs”. Dalam Alan Matthews, Mary Spratt dan Lee
Dangerfield At the Chalkface: Practical Techniques in Language Teaching.
London: Edward

Edisi Juli 2012 18


PELATIHAN PENGEMBANGAN PENILAIAN KINERJA MENULIS BAHASA
INGGRIS BAGI GURU BAHASA INGGRIS SMA KECAMATAN BULELENG

Oleh:
Prof. Dr. A.A.I.N. Marhaeni, M.A, dkk

ABSTRAK
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk workshop berkelanjutan ini
dilaksanakan berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Prof. Dr. A.A. Istri
Ngurah Marhaeni, M.A (2009). Ada tiga tahap pelaksanaan kegiatan: pelatihan,
implementasi, dan refleksi serat perencanaan tindak lanjut.
Secara umum, pelaksanaan P2M berjalan dengan baik, semua peserta: 17 orang guru
Bahasa Inggris SMA dan 3 pengawas mata pelajaran Bahasa Inggris SMA Kecamatan
Buleleng, hadir dalam setiap tahapan kegiatan. Guru-guru mampu mengimplemenasikan
instrument penilaian kinerja menulis dengan baik pula. Instrument tersebut dapat
membantu guru untuk lebih objektif untuk memberikan penilaian terhadap kemampuan
menulis siswa; melatih siswa untuk bisa menjadi pebelajar mandiri, lebih teliti karena
berpatokan pada instrument yang sangat rinci sehingga mereka mampu mengevaluasi
dirinya sendiri; dan adanya pemantauan dalam proses menulis membantu siswa untuk
menghasilkan karya yang lebih baik. Namun, disisi lain, pengimplementasian
instrument ini juga memiliki kelemahan. Instrumen yang rinci (analitik) terkesan rumit
untuk diimplementasikan oleh beberapa orang guru pada awalnya sehingga perlu waktu
yang lebih banyak untuk melakukan penskoran. Karena instrument ini digunakan juga
untuk menilai proses, maka jumlah pertemuan pun jadi bertambah sedangkan
keterampilan berbahasa yang lain juga harus diajarkan, dan input siswa yang rendah
juga mempengaruhi kesuksesan penimplementasian instrument. Jadi disarankan, dengan

Edisi Juli 2012 19


kondisi sekolah yang berbeda-beda, terutama dari input siswa, guru agar tetap
termotivasi untuk berlatih mengimplementasikan instrument tersebut agar dapat
mendorong siswa untuk berprestasi. Instrumen tersebut bisa menjadi jalan keluar untuk
bisa melatih diri menjadi objektif, melatih siswa untuk sadar akan dikelemahan dan
kelebihan yang dimilikinya dalam menulis, serta mampu menghargai suatu proses dari
pada hanya sekadar hasil.

Kata Kunci: penilaian kinerja, menulis, Bahasa Inggris

ABSTRACT
This community service was conducted based on the result of the research conducted by
Prof. Dr. A.A. Istri Ngurah Marhaeni, M.A (2009). The activity was done through
continuous workshop: training, implementation, reflection and planning for the follow-
up.
Generally, the activities which involved 17 English teachers and 3 supervisors for high
schools English teachers in Buleleng district were conducted successfully. The teachers
were able to implement the instrument in the class where they teach. The teachers learnt
to be objective in scoring. The students were trained to be more independent and able to
make self reflection as well to be more precise. But on the other hand, the instrument
also has weaknesses. Some teachers felt it was too rigid that consume much time for
scoring the students’ writing. Since the instrument was used to assess the writing
process also, more meetings were required while the other language skills must also be
taught. For some schools which input is considered low, it was quite difficult for them
to implement the instrument. But unfortunately, the teachers’ patience could help the
students to be get the benefit from the activity. Thus, the appreciation to the students
writing skill is not only for the product but also for the process itself.

Key words: performance assessment, writing, English

Kurikulum berbasis kompetensi yang dianut oleh sistem pendidikan kita dewasa
ini menuntut kesiapan berbagai pihak, terutama guru sebagai ujung tombak pelaksanaan
pembelajaran di sekolah. Orientasi terhadap pembentukan kompetensi pada siswa
merujuk pada pentingnya pembelajaran yang bermakna, yaitu bahwa, pembelajaran
tersebut benar-benar mengantarkan siswa pada aktivitas-aktivitas penyelesaian masalah
nyata sehingga dapat dia gunakan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Mochtar
Buchori (2005) menekankan bahwa pendidikan yang bermakna akan menolong anak,
sedangkan pendidikan yang tidak bermakna hanya akan menjadi beban bagi anak.
Dengan demikian, pendidikan melalui pembelajaran yang bermakna sangat patut untuk
diperjuangkan.
Pembelajaran yang bermakna harus kontekstual. Berbicara mengenai
pembelajaran kontekstual bukanlah berbicara mengenai suatu metode atau teknik
pembelajaran, melainkan mengenai suatu filosofi atau pendekatan tentang bagaimana

Edisi Juli 2012 20


semestinya pembelajaran yang bermakna itu terjadi. Hingga saat ini, para guru telah
banyak mendapat pendidikan maupun pelatihan tentang melaksanakan pembelajaran
secara kontekstual, sehingga, baik secara kuantitatif maupun kualitatif kompetensi
profesional guru sudah meningkat. Peningkatan itu terlihat dari kemampuan merancang
pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran secara inovatif.
Namun demikian, analisis kebutuhan dalam rangka penelitian pengembangan
instrument yang dilakukan oleh Marhaeni (2009) menemukan bahwa guru bahasa
Inggris SMA di Singaraja pada umumnya masih belum mampu menyusun instrumen
penilaian yang berorientasi kinerja. Pada umumnya, guru-guru tersebut menilai unjuk
kerja berbahasa siswa melalui pengamatan dengan hamper-hampir tidak menggunakan
instrument. Sebagai contoh, untuk menilai kemampuan bercerita (story telling), guru
tidak menetapkan aspek-aspek kemampuan apasaja yang akan dinilai. Guru tergantung
pada professional judgment nya (yang lebih condong berupa personal judgment, alias
kesan yang muncul selama siswa berunjukkerja). Alhasil, terjadi ke tidak-taat-asas-an
praktik penilaian, karena sangat mungkin terjadi rendahnya konsistensi penilaian,
pengabaian konstruk pembangun kemampuan tertentu karena hanya berdasarkan
impresi guru (bukan penguasaan guru terhadap konstruk kemampuan yang dinilai).
Untuk itu, merespon tuntutan orientasi kurikulum yang berbasis kompetensi, guru perlu
dibantu untuk dapat menerapkan strategi asesmen yang sesuai. Agar sistem dan model
penilaian di lapangan menjadi tepat azas dan tepat sasaran sesuai dengan esensi KTSP,
maka guru Bahasa Inggris SMA di Singaraja perlu dibantu untuk mengembangkan
perangkat asesmen yang sesuai.
Penelitian yang dilakukan oleh Marhaeni dkk. (2010; 2009) tentang
pengembangan instrument penilaian kinerja menulis bahasa Inggris SMA telah
menghasilkan seperangkat instrumen yang terdiri dari rubrik penilaian kemampuan
menulis bahasa Inggris, ceklis pemantauan peningkatan kemampuan menulis, dan
kuesioner tentang konsep diri dan motivasi berprestasi dalam belajar bahasa Inggris
yang berorientasi pada aspek budaya Bali, yaitu konsep ede ngaden awak bise (konsep
diri) dan jengah (motivasi berprestasi).
Melihat bahwa guru-guru bahasa Inggris SMA di Kecamatan Buleleng belum
memiliki kompetensi yang memadai dalam melakukan asesmen berbasis kompetensi,
serta telah adanya penelitian yang mengembangkan instrumen termaksud dan telah
sesuai dengan kebutuhan lapangan, maka sangat perlu dilakukan diseminasi hasil

Edisi Juli 2012 21


penelitian tersebut dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat (P2M) bagi guru-guru
bahasa Inggris SMA.
P2M ini memiliki arti penting, pertama, adanya suatu usaha untuk
mendiseminasikan hasil penelitian dalam kancah masyarakat yang relevan, yaitu guru
bahasa Inggris SMA, kedua adanya manfaat yang diperoleh guru, yaitu kemampuan
menyelenggarakan penilaian yang taat asas, ketiga, secara lebih luas P2M ini adalah
menjembatani antara theory and practice sehingga benar-benar hasil penelitian dapat
disumbangkan untuk kemaslahatan hidup masyarakat.
Yang menjadi sasaran P2M ini adalah guru-guru bahasa Inggris SMA yang
tergabung dalam MGMP Bahasa Inggris SMA, dengan anggota berjumlah 26 orang
guru (data dari Ketua MGMP Bahasa Inggris SMA Kabupaten Buleleng). Mengingat
pembelajaran bahasa Inggris di SMA khususnya di kecamatan Buleleng sudah cukup
inovatif dimana banyak dilakukan penugasan seperti conversation, story telling, debate,
maupun menulis secara transaksional maupun interpersonal namun cara penilaian
kinerja ini belum memadai dan belum taat asas, maka mereka ini yang akan dijadikan
sasaran P2M.
Adanya kesiapan MGMP Bahasa Inggris SMA se kecamatan Buleleng untuk
terlibat dalam P2M ini merupakan potensi yang sangat mendukung pelaksanaan P2M.
Seperti diketahui bahwa MGMP kecamatan Buleleng secara rutin melakukan
pertemuan, maka kesempatan ini akan digunakan untuk melakukan pelatihan.

Tinjauan Pustaka
a. Kajian tentang Asesmen Berbasis Kompetensi
Pendidikan adalah proses pemenusiaan manusia, maka dari itu dalam tataran
yang lebih operasioanal dapat dikatakan bahwa tuntutan pendidikan adalah
terbentuknya kompetensi pada peserta didik (terlepas dari apakah kurikulum yang
sekarang tetap digunakan atau diganti, tetapi pembentukan kompetensi adalah
merupakan suatu keharusan). Untuk itu, perlu dilakukan pembenahan dalam praktik
pembelajaran di sekolah, termasuk praktek asesmennya. Asesmen berbasis kompetensi
merupakan asesmen yang dilakukan untuk mengetahui kompetensi seseorang.
Kompetensi adalah atribut individu peserta didik, oleh karena itu asesmen berbasis
kompetensi bersifat individual; sehingga ia disebut asesmen berbasis kelas. Untuk
memastikan bahwa yang diases tersebut benar-benar adalah kompetensi riil individu

Edisi Juli 2012 22


(peserta didik) tersebut, maka asesmen harus dilakukan secara otentik (nyata, riil
seperti kehidupan sehari-hari). Asesmen otentik bersifat on-going atau berkelanjutan,
oleh karena itu asesmen harus dilakukan kepada proses dan produk belajar. Dengan
demikian, asesmen berbasis kompetensi memiliki sifat otentik, berkelanjutan, dan
individual.
Sifat-sifat asesmen berbasis kompetensi tersebut mengindikasikan bahwa jenis
tes objektif (seperti tes pilihan ganda, benar-salah, dan lain-lain) yang dimasa lalu
mendominasi penilaian di sekolah tidak lagi relevan saat ini. Sudah saatnya (dan secepat
mungkin) proses pembelajaran ditopang secara kukuh dengan penggunaan asesmen
otentik seperti asesmen kinerja, evaluasi diri, esai, asesmen portofolio, dan projek.
b. Hakikat Menulis dalam Bahasa Inggris
Menulis adalah suatu serial aktivitas yang berulang-ulang dalam menuangkan
pikiran dalam tulisan (o’Donnel dan Paiva, 1993). Keterampilan menulis merupakan
salahsatu keterampilan berbahasa yang sangat penting, terutamanya ketika belajar di
perguruan tinggi. Namun, studi yang dilakukan oleh Brocato dkk. (2006) menunjukkan
kurangnya kemampuan siswa dalam hal ini. Sejalan dengan hal ini, penelitian yang
dilakukan oleh pemerintah Norwegia yang dilakukan secara nasional mengenai cara-
cara apa saja yang digunakan guru bahasa Inggris dalam mengajar keterampilan menulis
(Fasting, dkk 2009), menemukan praktik pembelajaran yang tidak tepat azas sehingga
tidak terjadi pembelajaran yang efektif.
Proses menulis adalah suatu kegiatan kognitif. Sebagai suatu proses kognitif,
menulis adalah suatu alat yang digunakan untuk menuangkan buah pikiran. Menurut
Vygotsky dalam bukunya ‘Thought and Language” (Confrey, 1995), pikiran dan bahasa
pada awalnya berasal dari akar yang berbeda. Ujaran (speech) yang merupakan dasar
pengembangan kemampuan berbahasa berkembang dari isyarat-isyarat dan respon-
respon afektif yang terjadi dalam konteks komunikasi dan interaksi sosial; sedangkan
pikiran terutama logika berpikir, berkembang dari aktivitas, yaitu pengalaman dengan
diri dan lingkungan. Dialektika bahasa dan pikiran ini, walaupun berasal dari akar yang
berbeda, pada akhirnya menyatu dalam memfasilitasi perkembangan konsep-konsep.
Menurut Piaget, terdapat suatu skema dalam pikiran yang mengatur interaksi
manusia dengan lingkungannya. Skema adalah susunan sekumpulan informasi tentang
pengetahuan dan pengalaman. Skema adalah layaknya sebagai suatu reservoir di dalam
pikiran yang berisi berbagai perolehan informasi yang tersimpan dalam pikiran tersebut.

Edisi Juli 2012 23


Namun, Vygotsky (Solso, dkk; 2005) mengatakan bahwa pikiran (mind) pada
hakikatnya bersifat sosial. Ia menekankan pentingnya faktor mediasi dalam perolehan
pengetahuan. Lingkungan, baik lingkungan sosial maupun budaya yang berperan
sebagai mediator, besar pengaruhnya dalam pembentukan pengalaman belajar.
Intervensi yang efektif sangat penting untuk pengembangan kemampuan kognitif.
Struktur kognitif merupakan produk interaksi dua modalitas yaitu: (1) ekspose langsung
organisme terhadap pengalaman, dalam bentuk stimulus – organism – response (SOR)
yang merupakan model pengembangan kognitif dari Piaget, dan (2) interaksi organisme
dengan lingkungan melalui mediator kemanusiaan, dalam bentuk stimulus – human –
organism – human – response (SHOHR). Kedua modalitas ini merupakan determinan
perkembangan kognitif. Berdasarkan konsep tersebut, maka struktur kognitif tidak
ditentukan oleh umur/tingkat perkembangan melainkan dapat berubah karena peran
mediator tersebut (cognitive modifiability).
Dalam pembelajaran bahasa, teori skema dan peran lingkungan sosial ini
dikembangkan menjadi teori transaksional (transactional theory) dalam proses
membaca dan menulis. Seorang penulis berusaha mendapatkan suatu makna (meaning)
melalui suatu transaksi dengan tulisan. Tulisan itu sendiri sebenarnya tidak punya
makna; tulisan hanya memiliki potensi makna (potential of meaning). Makna akan
diperoleh bila terjadi transaksi antara tulisan tersebut dengan isi skema (prior
knowledge). Dalam proses menulisnya, penulis memilih simbol-simbol dan pola-pola
bahasa untuk mewakili ide-ide yang hendak diungkapkannya. Simbol-simbol dan pola-
pola bahasa itu baru bermakna bila digunakan untuk mewakili buah pikiran. Begitu pun
makna dapat berbeda antara satu orang dengan orang lain tergantung pada skema orang
yang bersangkutan. Itulah sebabnya sering terjadi interpretasi yang berbeda terhadap
suatu hal yang sama.
Menulis juga suatu proses kreatif. Suatu proses kreatif dicirikan oleh kelancaran
yaitu kemampuan untuk melahirkan banyak gagasan-gagasan baru. Fleksibilitas yaitu
kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemecahan
masalah. Kemurnian (orisinalitas) pikiran yaitu kemampuan untuk mencetuskan
gagasan dengan cara-cara yang asli dan tidak klise serta cenderung unik. Elaborasi yaitu
kemampuan menguraikan sesuatu secara terinci, yakni merupakan aktivitas untuk
merangkai sebuah ide atau jawaban-jawaban yang sederhana menjadi lebih detail.

Edisi Juli 2012 24


Redifinisi yaitu kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan perspektif
yang berbeda dengan yang sudah diketahui oleh banyak orang.
Dengan menganggap kreativitas sebagai suatu proses, maka penentuan kriteria
kreativitas juga dapat dilacak dari dimensi ini. Dengan menggunakan proses kreatif
sebagai kriteria kreativitas, maka segala produk yang dihasilkan dari proses tersebut
dianggap sebagai produk kreatif dan orangnya disebut sebagai orang kreatif. Teori
investasi tentang kreativitas menyebutkan bahwa orang-orang kreatif ‘beli murah
jualnya mahal’, maksudnya adalah, bahwa orang kreatif melakukan sesuatu yang
tadinya dianggap aneh. Tapi bila kemudian terbukti berguna akan diikuti banyak orang.
Adalah orang yang pertamakali mencoba sesuatu yang baru yang bisa disebut kreatif.
Proses kreatif dalam aktivitas menulis terjadi ketika berlangsung transaksi antara
penulis dengan potensi makna yang dimiliki oleh tulisan. Kreativitas akan tercermin
dari topik yang dipilih, cara mengembangkan alur (plot) tulisan, serta pemilihan
kosakata dan pola-pola kalimat yang menunjukkan gaya (style) seorang penulis. Hasil
transaksi tersebut merupakan sesuatu yang baru dan unik. Karena peran unsur
kreativitas ini, setiap karya tulis tidak pernah ada yang persis sama satu sama lain.
Keunikan suatu karya tulis mencerminkan kreativitas penulisnya. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa tulisan adalah refleksi dari pikiran kreatif, dan karena ia
merupakan hasil transaksi maka ia sekaligus juga mengembangkan pikiran (menambah
skema yang telah ada sebelumnya).
Dengan demikian kegiatan menulis, khususnya menulis Bahasa Inggris, adalah
suatu proses kognitif dan kreatif yang terjadi secara berulang-ulang tetapi tidak linier.
Secara kognitif, di dalam pikiran terdapat suatu skema yang mengandung potensi
makna. Potensi ini berkembang karena adanya stimulus dari luar dan akan terjadi suatu
transaksi antara potensi itu dengan pengaruh luar tersebut. Transaksi yang terjadi selain
ditentukan oleh kemampuan kognitif, juga dipengaruhi oleh tingkat kreativitas individu.
Hasil transaksi tersebut tertuang dalam suatu bentuk karya tulis yang baru dan unik.
Karya tulis mengandung sejumlah komponen, yaitu isi tulisan yang merupakan tuangan
dari ide-ide pikiran, susunan/organisasi ide, penggunaan struktur kalimat, kosakata dan
gaya, serta penggunaan mekanik.
c. Pendekatan Proses dalam Pembelajaran Menulis Bahasa Inggris
Menulis proses (process writing) adalah suatu pendekatan dalam pengajaran
menulis yang mencoba menstimulasikan proses yang dialami seorang penulis ketika

Edisi Juli 2012 25


menulis, ke dalam pembelajaran menulis. Menurut Omaggio Hadley (1996), pendekatan
proses cocok untuk pebelajar lanjut (advanced) karena mereka perlu lebih banyak
belajar bagaimana proses menulis tersebut terjadi. Dalam pendekatan proses, lebih
banyak waktu diberikan untuk menghasilkan suatu karya tulis karena di dalam proses
tersebut terjadi penghayatan terhadap proses itu sendiri serta kesempatan
mengeksplorasi berbagai topik baru.
Penuangan kognisi kedalam bentuk tulisan memerlukan suatu proses yang bertahap.
Meskipun tahapan itu tidak selalu linier, namun terdapat ciri-ciri yang menunjukkan
bahwa penulis melalui beberapa tahapan dalam merampungkan tulisannya. Dalam
proses menulis terjadi beberapa subproses mulai dari pramenulis, menulis, mengkaji,
membaca ulang, merevisi, mengedit, dan mempublikasikan. Secara garis besar, proses
menulis dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
Prewriting, meliputi kegiatan diskusi singkat mengenai jenis tulisan yang akan
dipelajari, pemodelan, analisis terhadap organisasi dan gaya dalam model tersebut,
analisis tujuan penulis dan pembacanya, dan latihan tentang topik-topik yang relevan
dan unsur-unsur organisasi maupun bahasa yang diperlukan.
Composing, meliputi kegiatan menulis apa yang telah ditetapkan, dengan bekal
beberapa petunjuk dan langkah yang harus dilalui. Di sini dapat dilakukan beberapa hal
seperti terlebih dahulu membuat kerangka karangan (outline) atau membuat beberapa
pertanyaan pemandu (guide questions). Fokus latihan adalah pada pengembangan ide-
ide dan penyusunan/organisasinya.
Revising, meliputi kegiatan perbaikan isi, organisasi, penggunaan kosakata dan gaya
tulisan, serta perbaikan pada struktur kalimat. Pebelajar diberikan daftar cek sebagai
pedoman melakukan perbaikan.
d. Kompetensi Menulis dan Cara Asesmennya
Kompetensi adalah kapasitas, keterampilan, atau kemampuan untuk melakukan
sesuatu dengan benar dan secara efisien; atau suatu lingkup kemampuan seseorang atau
suatu kelompok (Kamus Psikologi Oxford, 2000). Kompetensi adalah kecakapan yang
tuntas yang ditunjukkan melalui kinerja dalam situasi atau kerja tertentu dan yang
ditandai oleh keterkaitan dengan patokan (kriterion) tertentu. Selaras dengan itu,
Savignon (1983) mengatakan bahwa kompetensi bersifat dinamis dan pada dasarnya
bersifat context specific. Dengan demikian, kompetensi memiliki sifat-sifat: (1)

Edisi Juli 2012 26


merupakan suatu kecakapan tuntas atau hasil belajar tuntas, (2) diperoleh melalui suatu
kinerja, dan (3) adanya patokan atau kriteria.
Dalam konteks pembelajaran menulis, suatu kompetensi yang dinyatakan dalam
suatu tujuan pembelajaran dapat terbentuk dari sejumlah kemampuan. Kompetensi
menulis dalam Bahasa Inggris, misalnya, dapat terbentuk dari kemampuan menggali
ide-ide yang otentik dan menarik, menyusun ide-ide secara teratur, menggunakan kata-
kata yang tepat untuk mewakili ide-ide tersebut, penggunaan struktur bahasa yang benar
dalam kalimat, dan penggunaan mekanika sesuai dengan konvensi penulisan yang
diakui.
KTSP adalah kurikulum berbasis kompetensi yang mensyaratkan dilakukannya
asesmen otentik terhadap kemampuan menulis. Asesmen otentik adalah asesmen yang
bersifat riil sesuai dengan hakikat kompetensi itu sendiri, yaitu pengembangan anak
didik untuk memiliki life skills. Asesmen otentik untuk kompetensi menulis adalah
pemantauan kinerja menulis sebagaimana layaknya seorang penulis ketika menuliskan
ide-ide menjadi sebuah karya tulis. Mengingat kompetensi menulis terbentuk melalui
suatu proses menulis. Jadi, asesmen otentik untuk kemampuan menulis yang otentik
adalah asesmen kinerja proses dan produk.
Dalam pembelajaran bahasa asing, ditemukan suatu studi yang dilakukan di
Amerika Serikat mengenai bagaimana cara orang mengases hasil belajar siswa.
Penelitian ini dilakukan secara online terhadap 97 ketua jurusan bahasa asing. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa asesmen terhadap hasil belajar siswa
mengkombinasikan antara asesmen kinerja dan asesmen tradisional. Hal ini
mengindikasikan pentingnya guru dapat melakukan asesmen kinerja secara baik,
minimal untuk melengkap pendekatan asesmen yang secara tradisional telah mereka
lakukan.
e. Asesmen Menulis dalam Bahasa Inggris Kinerja
Asesmen kinerja adalah berbagai macam tugas dan situasi dimana peserta tes
diminta untuk mendemonstrasikan pemahaman dan pengaplikasian pengetahuan yang
mendalam, serta keterampilan di dalam berbagai macam konteks. Jadi boleh dikatakan
bahwa “Performance Assessment” adalah suatu penilaian yang meminta peserta tes
untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam berbagai macam
konteks sesuai dengan kriteria yang diinginkan.

Edisi Juli 2012 27


Dalam laporan Gauglianone (2009), asesmen kinerja dihubungkan dengan
kualitas guru dalam melakukan pembelajaran. Penelitian dilakukan pada guru-
guru/dosen di kampus California State University dimana mereka diberikan pelatihan
menggunakan asesmen kinerja dan menerapkannya dalam pembelajaran. Hasilnya
adalah bahwa para guru tersebut ternyata belum memiliki pandangan yang tepat tentang
asesmen kinerja dan bagaimana melakukannya dan hal ini memengaruhi praktik
asesmen yang mereka lakukan di kelas.
Asesmen kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan berbagai bentuk
tugas-tugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan sejauhmana yang telah
dilakukan dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada kinerja (performance)
yang ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang diberikan.
Hasil yang diperoleh merupakan suatu hasil dari unjuk kerja tersebut.
Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam proses. Artinya, hasil-hasil
kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan program itu digunakan sebagai basis
untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai perkembangan dari satu pencapaian
program tersebut.
Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja
(performance task), rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian
(scoring guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas,
deskripsi tugas, dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu
rubrik yang berisi komponen-komponen suatu performansi ideal, dan deskriptor dari
setiap komponen tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring,
yaitu pemberian skor berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas
performansi; (2) analytic scoring, yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek yang
berkontribusi terhadap suatu performansi; dan (3) primary traits scoring, yaitu
pemberian skor berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performansi. Contoh
unjuk kerja siswa yang dapat diases dengan asesmen kinerja antara lain penyajian lisan
(seperti keterampilan berbicara, berpidato, baca puisi, membaca nyaring, bercerita,
pemecahan masalah dalam kelompok. partisipasi dalam diskusi. Menari, memainkan
alat musik, olah raga, menggunakan alat lab, dan bermain.
Asesmen kinerja (Performance) otentik karena dalam asesmen kinerja siswa
dituntut untuk mendemontrasikan inkuiri ilmiah mereka, melakukan penalaran dan
keterampilan dalam menyelesaikan beberapa tugas menarik dan menantang dalam

Edisi Juli 2012 28


konteks kehidupan nyata (NSTA, 2002). Agar mendapatkan alat evaluasi yang valid
tugas-tugas kinerja harus memiliki criteria berikut (Nur, 2001) (1) memusatkan pada
elemen-elemen pengajaran yang penting . (2) sesuai dengan isi kurikulum yang diacu,
(3) mengintegrasikan informasi, konsep, keterampilan, dan kebiasaan kerja, (4)
melibatkan siswa, (5) mengaktifkan kemauan siswa untuk bekerja, (6) layak dan pantas
untuk seluruh siswa, (7) ada keseimbangan antara kerja kelompok dan kerja individu (8)
terstruktur dengan baik untuk memudahkan pemahaman, (9) memiliki proses dan
produk yang otentik, (10) memasukkan penilaian diri, (11) memungkinkan umpan balik
dari orang lain.
Dalam kaitannya dengan asesmen terhadap kinerja menulis, ternyata konsistensi
penilaian antara penilai bervariasi. Penelitian yang dilaporkan oleh Ling Shi (2008)
menunjukkan bahwa tidak terjadi konsistensi antara penilai yang guru orang Cina
dengan guru orang penutur asli bahasa Inggris. Hal berarti bahwa sangat diperlukan
adanya pedoman penilaian yang dipahami oleh semua guru sehingga dapat
vmemberikan rating yang konsisten terhadap karangan siswa. Dalam asesmen kinerja
digunakan rubric penilaian yang mengandung paling tidak criteria penilaian dan
pedoman penskoran.
Asesmen kinerja menulis dalam Bahasa Inggris dikembangkan berupa tugas
menulis (writing task) yang terdiri atas pertanyaan atau pernyataan (petunjuk) sebagai
pedoman pebelajar dalam menulis. Tugas tersebut juga menetapkan dalam kondisi apa
pebelajar menyelesaikan tugas tersebut. Pada pembelajaran menulis proses, kondisi
tersebut antara lain mengandung pemberian kesempatan untuk melakukan revisi.
Setiap tugas menulis:
- Menyebutkan genre yang ditulis
- Meliputi kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan proses pembuatan teks
- Menantang dan dapat dikerjakan oleh semua pebelajar
- Kesempatan yang sama bagi semua pebelajar untuk memberikan respon
- Menghasilkan bukan hanya tulisan yang baik dari segi teori, tetapi juga tulisan yang
menarik
- Disukai oleh semua pebelajar.
Kriteria kompetensi menulis idealnya ditetapkan bersama-sama antara guru
dengan siswa. Lebih bijaksana jika guru terlebih dahulu merancang criteria tersebut
berdasarkan pertimbangan profesionalnya, selanjutnya dibahas bersama-sama dengan

Edisi Juli 2012 29


siswa. Dengan cara ini, terbentuk ownership (rasa memiliki) siswa terhadap proses dan
hasil belajarnya. Dalam asesmen otentik untuk kemampuan menulis, sejumlah ceklis
baik yang bersifat umum (untuk penilaian umum sebuah tulisan) maupun spesifik untuk
aspek-aspek menulis secara sendiri-sendiri dapat digunakan untuk memantau proses
menulis, dan rubric penilaian digunakan untuk memantau produk/hasil belajar menulis.
Asesmen otentik untuk menentukan tingkat pencapaian (grade) dalam menulis
dapat dilakukan dengan menggunakan tiga jenis skala penilaian (Marhaeni, 2005): (1)
holistic scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan impresi penilai secara umum
terhadap kualitas tulisan; (2) analytic scoring, yaitu pemberian skor terhadap sejumlah
komponen yang berkontribusi terhadap suatu tulisan; seperti struktur kalimat, isi, dan
organisasi tulisan; dan (3) primary traits scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan
beberapa sifat khusus dari tugas menulis yang diberikan. Misalnya, bila pebelajar
menulis suatu argumentasi, maka penilaian dilakukan terhadap, antara lain berapa
argumen yang digunakan dan sejauhmana argumen tersebut tepat pemakaiannya.
Mengenai aspek-aspek apa saja yang harus dinilai dari sebuah tulisan, Omaggio
Hadley (1996) mengutip Gaudiani yang menyebutkan ada empat aspek yang
menentukan kualitas suatu tulisan yaitu isi, organisasi, gaya bahasa, dan struktur kalimat
dan kosakata. Selanjutnya Jacobs dkk. (1988) mengembangkan suatu ESL Composition
Profile yang meliputi lima aspek, yaitu isi, organisasi, kosakata, penggunaan bahasa,
dan mekanik. Hout (1990) yang melakukan meta analisis terhadap aspek-aspek tulisan
apa saja yang ditekankan oleh para penilai mengatakan bahwa sebagian terbesar
penilaian didasarkan atas isi dan organisasi, lalu struktur kalimat, dan mekanik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan ada lima dimensi penting yang dinilai
dalam tulisan, yaitu isi, organisasi, struktur kalimat, kosakata/gaya, dan mekanik; dan
aspek isi dan aspek organisasi dianggap paling penting. Dengan menetapkan beberapa
aspek untuk dinilai, maka teknik penilaian yang cocok adalah penilaian analitik, karena
dengan menggunakan teknik ini semua aspek penting tersebut mendapat perhatian dan
proporsi yang jelas.

Metode Kegiatan
Untuk mencapai tujuan, P2M ini dirancang dengan alur berfikir dan rancangan
pelaksanaan kegiatan sebagai berikut.

Edisi Juli 2012 30


Alur berfikirnya adalah, bahwa guru merupakan ujung tombak keberhasilan
pelaksanaan pendidikan/pembelajaran sekolah; oleh karena itu, maka mutu guru harus
merupakan prioritas utama.
Dalam konteks pembelajaran menulis bahasa Inggris di SMA, sesuai dengan
hasil analisis kebutuhan, guru-guru ini sangat memerlukan bantuan untuk bias
melaksanakan penilaian kemampuan menulis secara baik dan taat asas. Namun,
berbagai diklat dan bintek yang dilakukan belum sampai secara mendalam mempelajari
bagaimana melakukan penilaian kinerja menulis yang baik itu. Demikian pula, waktu
pelatihan yang singkat dan relative tidak berkelanjutan menyebabkan pengetahuan yang
diperoleh belum sampai pada tahap implementasi di kelas. Konsep yang dipegang untuk
melakukan P2M ini adalah perlu pelatihan yang berkelanjutan dan pembimbingan yang
baik hingga tahap implementasi di kelas.
Berdasarkan alur berfikir di atas, maka kerangka pemecahan masalah yang
sekaligus akan menjadi kerangka kerja kegiatan P2M ini adalah sebagai berikut.
a. Refleksi awal
b. Penetapan focus dan target hasil P2M
c. Pelaksanaan kegiatan
d. Evaluasi dan refleksi hasil kegiatan
e. Pelaporan
Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dengan metode workshop berkelanjutan
dalam 3 (tiga) tahap, yaitu:
1. Pelatihan
2. Implementasi
3. Refleksi dan perencanaan tindak lanjut.
Sesuai dengan yang telah diuraikan pada bagian Pendahuluan maupun bagian
Analisis Situasi, maka khayalak sasaran strategis P2M ini adalah guru-guru bahasa
Inggris SMA se Kecamatan Buleleng, yang teridentifikasi masih belum mampu secara
baik dan taat asas dalam melakukan penilaian kemampuan menulis bahasa Inggris siswa
serta para pengawas mata pelajaran Bahasa Inggris di SMA Kecamatajn Buleleng
sebagai pihak yang secara langsung mengawasi kegiatan akademik guru. Guru Bahasa
Inggris yang terlibat sebanyak 17 orang dan pengawas berjumlah 3 orang.

Hasil dan Pembahasan

Edisi Juli 2012 31


Dalam diskusi ada beberapa isu yang diangkat. Isu-isu tersebut telah ditanggapi
oleh nara sumber dengan baik dan dari diskusi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
bahasa juga masalah perasaan, namun tetap mengedepankan logika berfikir dan
kelengkapan informasi. Untuk itu bobot antara penilaian bahasa dengan isi sebagai
aspek dalam menulis minimal sama. Agar dalam pengimplementasian penilaian kinerja
menulis siswa lebih objektif, maka instrument penilaian sangatlah perlu untuk disiapkan
dan digunakan. Instrumen penilaian tersebut hendaknya berisi deskripsi tentang aspek-
aspek menulis yang perlu untuk dinilai, baik dalam proses menulis maupun produknya.
Proses perlu untuk dinilai untuk bisa merekam jejak tulisan dan motivasi siswa dalam
menulis, karena proses tersebut akan menunjukkan kekuatan siswa dalam menulis.
Sehingga untuk proses dan produk diberikan pembobotan 20:40 tidak 50:50 karena
dalam produk sudah ada penilain proses. Tetapi juga untuk wujud bentuk pembelajaran
agar tidak terkesan membeli kucing dalam karung.
Pengimplementasian instrument dilaksanakan daritahapan pre-writing sampai
pada menghasilkan produk dalam bentuk genre naratif. Dari pengimplementasian proses
menulis tersebut bisa diketahui bahwa pengaplikasian pendekatan proses ini tidak dapat
dilakukan hanya dalam satu sesi saja karena adanya proses menulis. Diperlukan
minimal 3 sesi untuk bisa sampai pada produk.
Ketika siswa telah menghasilkan karyanya, pada mulanya guru merasakan
kerumitan dalam menggunakan instrument tersebut karena detail sekali. Namun dengan
semakin banyaknya pengalaman yang dimiliki, penilaian pun bisa dirasakan lebih
mudah dan memberikan keuntungan dipihak guru, seperti guru menjadi lebih objektif
menilai tulisan siswa.
Disisi lain, siswa juga mendapatkan keuntungan, seperti menjadi lebih terbuka
dan mandiri. Siswa bisa menilai sendiri tulisannya dan mengetahui apa yang menjadi
kelemahan mereka dalam menulis. Namun, ada pula siswa yang memiliki input rendah
sehingga kurang mampu menggunakan instrument penilaian diri dengan baik. Namun
dengan kesabaran dan pendampingan dari guru, siswa tersebut bisa dituntun untuk
menggunakan instrument tersebut.
Kegiatan refleksi dan perencanaan tindak lanjut ini berlangsung dengan
mengundang kembali guru-guru dan pengawas. Pada kegiatan ini dilakukan refleksi
dengan metode diskusi kelompok kecil dan diskusi kelas. Peserta dibagi mnenjadi 2
kelompok kecil guna menyampaikan hasil pengimplemetasian instrument penilain

Edisi Juli 2012 32


kinerja menulis siswa. Setelah selesai, perwakilan dari masing-masing kelompok
menyampaikan hasil refleksinya dalam diskusi kelas.
Dari hasil refleksi pada diskusi kelas dapat ditarik kesimpulan bahwa,
instrument tersebut dapat membantu guru untuk lebih objektif untuk memberikan
penilaian terhadap kemampuan menulis siswa; melatih siswa untuk bisa menjadi
pebelajar mandiri, lebih teliti karena berpatokan pada instrument yang sangat rinci
sehingga mereka mampu mengevaluasi dirinya sendiri; dan adanya pemantauan dalam
proses menulis membantu siswa untuk menghasilkan karya yang lebih baik. Namun,
disisi lain, pengimplementasian instrument ini juga memiliki kelemahan. Instrumen
yang rinci (analitik) terkesan rumit untuk diimplementasikan oleh beberapa orang guru
pada awalnya sehingga perlu waktu yang lebih banyak untuk melakukan penskoran.
Karena instrument ini digunakan juga untuk menilai proses, maka jumlah pertemuan
pun jadi bertambah sedangkan keterampilan berbahasa yang lain juga harus diajarkan,
dan input siswa yang rendah juga mempengaruhi kesuksesan penimplementasian
instrument. Jadi disarankan, dengan kondisi sekolah yang berbeda-beda, terutama dari
input siswa, guru agar tetap termotivasi untuk berlatih mengimplementasikan instrument
tersebut agar dapat mendorong siswa untuk berprestasi. Instrumen tersebut bisa menjadi
jalan keluar untuk bisa melatih diri menjadi objektif, melatih siswa untuk sadar akan
dikelemahan dan kelebihan yang dimilikinya dalam menulis, serta mampu menghargai
sustu proses dari pada hanya sekadar hasil.
Adapun tindaklanjut dari kegiatan P2M ini adalah pengimplementasian
instrument secara berkelanjutan oleh guru-guru peserta dengan pengawasan dari
pengawas mata pelajaran Bahasa Inggris di SMA Kecamatan Buleleng. MGMP Bahasa
Inggris SMA Kecanatan Buleleng pun telah menyetujui untuk melakukan pertemuan
kelompok mata pelajaran untuk terus menyempurnakan inbstrumen penilaian sesuai
dengan kebutuhan dilapangan. Bila dipandang perlu, MGMP akan mengundang kembali
pakar asesmen dari Universitas Pendidikan Ganesha untuk memberikan pelatihan
maupun pendampingan dalam pengimplementasian instrument penilaian kinerja
nmenulis siswa SMA dimasa mendatang untuk peningkatan kualitas keterampilan
menulis siswa pada khususnya.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini memberi manfaat tidak hanya kepada
peserta tetapi kepada siswa dan pelaksana pengabdian kepada masyarakat. Peserta
mendapatkan banyak pengetahuan tambahan tentang pendekatan proses dalam menulis.

Edisi Juli 2012 33


Proses ini diawali dengan prewriting dimana dalam tahap ini siswa diperkenalkan jenis
text yang akan mereka kembangkan dalam menulis nanti. Yang dapat dilakukan dalam
prewriting ini adalah mengeksplore ide-ide yang dimiliki oleh siswa baik dengan
pemberian brainstorming berupa guiged questions, gambar-gambar yang bisa membuka
ide siswa, hasil diskusi tentang jenis-jenis teks dan pengembangannya yang dilakukan
sebelum pemberian brainstorming dan lain-lain. Selanjutnya adalah tahap composing.
Dalam tahap ini, siswa mengatur ide-ide yang telah mereka dapatkan dalam prewriting
dan mengolah informasi itu untuk membuat suatu draf tulisan sesui dengan pola
pengembangan tulisan yang telah ditetapkan dan topic yang dipilih. Fokus dalam tahap
ini adalah pengembangan tulisan yang dilihat dari organisasinya, kalimat-kalimat
pendukung, sistematika penulisan, tata bahasa kosakata dan juga tanda baca. Sehingga
tahapan ini merupakan tahapan yang paling kompleks atau bisa juga dikatakan sebagai
langkah utama dalam menghasilkan suatu karya tulis. Selanjutnya, langkah yang
terakhir adalah revising. Dilangkah yang terakhir ini, yang pertama diperbaiki oleh
siswa adalah organisasi tulisan mereka serta kekoherenan kalimat-kalimat pendukung
dan sistematika penulisan, setelah itu baru melangkah pada tata bahasa, kosakata dan
juga tanda baca. Revisi ini dapat dilakukan dengan peer evaluation, students-teacher
conference, mengisi ceklist dan juga refleksi diri, sehingga dengan valuasi diri dapat
diketahui kelemahan dan kelebihan tulisan tersebut. Setelah adanya evaluasi diri ini
maka siswa akan memperbaiki tulisan mereka secara lengkap kemudian setelah itu baru
dikumpulkan.
Oleh karena tahapan yang panjang ini maka sistem soial yang dibangun antara siswa
dan pengajar hendaknya dijaga agar tetap baik. Pengajar harus dapat selalu memotivasi
siswanya agar dapat membangkitkan kepercayaan diri mereka sehingga mereka dapat
mengembangkan ide mereka sebaik-baiknya dengan menggali potensi yang mereka
miliki tanpa ada perasaan takut mencoba-coba. Karena coba-coba disini sangat penting
untuk menstimulasi pengembangan ide. Disamping itu pendekatan proses menganjurkan
agar siswa mau mengekspresikan idenya dengan berbagai cara untuk produk yang baik.
Pada akhirnya kemandirian dalam menulis bisa tercipta. Lebih lanjut lagi, pengajar
hendaknya mencurahkan waktunya untuk membantu siswa, memberikan arahan serta
saran maupun komentar-komentar yang membangun untuk perbaikan tulisan siswa.
Selanjutnya, siswa merespon hasil evaluasi tersebut dengan memperbaiki tulisan
mereka. Pada sesi terakhir yaitu pengoreksian, pengajar hendaknya menanggalkan

Edisi Juli 2012 34


subjektifitas dan lebih membangun objektifitas dengan mengacu pada criteria penilaian
yang telah disepakati sebelumnya. Dalam proses awal membangun kesepakatan sistem
penilaian sudah terkandung nilai demokratis. Nilai demokratis yang lainnya adalah pada
saat siswa diberikan kesempatan untuk memilih pekerjaan terbaik mereka untuk
dijadikan sebagai final project mereka.
Kesuksesan pembelajar dalam menghasilkan suatua karya juga tidak terlepas dari
sistem pendukung yang ada. Tidak hanya kehadiran pengajar dan siswa di dalam kelas
namun juga berbagai sarana pendukung seperti bahan ajar yang berupa buku-buku yang
berisi teori menulis dan juga berbagai sample tulisan dengan berbagai pola
pengembangannya. Dengan demikian siswa diharapakan memiliki wawasan luas dan
dasar kuat tentang konsep awal menulis sebelum mereka menghasilkan suatu produk
tulisan. Yang tidak kalah pentingnya untuk disiapkan adalah system penilaian yang
disepakati antara pengajar dan siswa sehingga keadilan dapat dirasakan dan dapat
mengurangi subjektifitas pengajar sebagai pemberi skor. Format evaluasi diri juga
sangat penting untuk disiapkan dari awal agar tidak menghambat proses perbaikan
pekerjaan siswa.
Dengan persiapan yang dilakukan dengan matang untuk mendukung kesiapan
pengaplikasian model ini, maka diharapkan tujuan awal dari pelajaran itu sendiri dapat
terpenuhi. Siswa akan mampu mengenal karakteristik tulisan yang baik, bagaimana
mengembamngkannya sehingga produk yang mereka hasilkan akan menjadi
memuaskan terutama bagi diri mereka sendiri dan juga untuk pengajar untuk
mengetahui sejauh mana kesuksesan penerapan program yang terlah direncanakan.
Yang paling penting dari penerapan model ini adalah dapat membantu siswa untuk
mengubah budaya tertutup mereka menjadi lebih terbuka dengan melatih siswa terbiasa
untuk memuji dan menghargai diri sendiri. Pembelajar diharapkan mampu
meningkatkan kepercayaan diri dan menyadari bahwa ada hal yang bagus dalam diri
mereka dalam menulis. Kesadaran akan keunikan tiap individu juga penting dimana tiap
individu memiliki kelemahan dan kelebihan yang mempengaruhi proses menulis.
Karena itulah siswa diharapakan untuk bisa menampilkan kelebihan yang mereka miliki
dan belajar unruk memeprbaiki kelemahan mereka dengan evaluasi diri. Lebih lanjut
lagi setiap pebelajar hendaknya menjadi pebelajar yang mandiri, tidak mengandalkan
atau selalu tergantung pada terutama kehadiran pengajar maupun bantuan dari teman
untuk menyelesaikan tulisan. Karena bagaimanapun juga tulisan tidak bisa diselesaikan

Edisi Juli 2012 35


hanya dalam sekali duduk. Perlu banyak waktu untuk menyelesaikan tulisan yang baik
dan tentu juga suasana yang nyaman dan tidak berada di bawah tekananan. Oleh karena
itu kemandirian merupakan satu modal yang sangatlah penting dalam menulis. Dan hal
ini diharapakan dapat tercipta dari penerapan instrumen ini.
Bagi pelaksana pengabdian, hasil kegiatan ini memberikan manfaat pula bahwa
instrument yang dikembangkan memiliki kelebihan dan kelemahannya. Kelemahan
tersebut perlu dipertimbangkan untuk bisa digunakan untuk melakukan perbaikan dan
modifikasi sehingga sesuai dengan target yang diharapkan. Pada kahirnya, hubungan
kerjasama yang baik tetap perlu dipertahankan dan dikembangkan anatar sekolah dan
lembaga pengabdian pada masyarakat Undiksha agar bisa selalu mendampingi untuk
peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya.

Kesimpulan dan Saran


Dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dapat disimpulkan bahwa
peserta kegiatan telah memiliki kemampuan yang baik dalam menyelenggarakan
penilaian terhadap kinerja menulis bahasa Inggris siswa walaupun pada kenyataannya,
instrument yang diaplikasikan masih memiliki kelemahan-kelemahan.
Secara umum instrument tersebut dapat membantu guru untuk lebih objektif
untuk memberikan penilaian terhadap kemampuan menulis siswa; melatih siswa untuk
bisa menjadi pebelajar mandiri, lebih teliti karena berpatokan pada instrument yang
sangat rinci sehingga mereka mampu mengevaluasi dirinya sendiri; dan adanya
pemantauan dalam proses menulis membantu siswa untuk menghasilkan karya yang
lebih baik. Namun, disisi lain, pengimplementasian instrument ini juga memiliki
kelemahan. Instrumen yang rinci (analitik) terkesan rumit untuk diimplementasikan oleh
beberapa orang guru pada awalnya sehingga perlu waktu yang lebih banyak untuk
melakukan penskoran. Karena instrument ini digunakan juga untuk menilai proses,
maka jumlah pertemuan pun jadi bertambah sedangkan keterampilan berbahasa yang
lain juga harus diajarkan, dan input siswa yang rendah juga mempengaruhi kesuksesan
penimplementasian instrument. Instrumen tersebut bisa menjadi jalan keluar untuk bisa
melatih diri menjadi objektif, melatih siswa untuk sadar akan dikelemahan dan
kelebihan yang dimilikinya dalam menulis, serta mampu menghargai sustu proses dari
pada hanya sekadar hasil.

Edisi Juli 2012 36


Adapun tindaklanjut dari kegiatan P2M ini adalah pengimplementasian
instrument secara berkelanjutan oleh guru-guru peserta dengan pengawasan dari
pengawas mata pelajaran Bahasa Inggris di SMA Kecamatan Buleleng. MGMP Bahasa
Inggris SMA Kecanatan Buleleng pun telah menyetujui untuk melakukan pertemuan
kelompok mata pelajaran untuk terus menyempurnakan inbstrumen penilaian sesuai
dengan kebutuhan dilapangan. Bila dipandang perlu, MGMP akan mengundang kembali
pakar asesmen dari Universitas Pendidikan Ganesha untuk memberikan pelatihan
maupun pendampingan dalam pengimplementasian instrument penilaian kinerja
nmenulis siswa SMA dimasa mendatang untuk peningkatan kualitas keterampilan
menulis siswa pada khususnya.
Dari hasil kegiatan ini pula ada beberapa saran yang diajukan. Bagi guru Bahasa
Inggris peserta pelatihan, dengan kondisi sekolah yang berbeda-beda, terutama dari
input siswa, guru agar tetap termotivasi untuk berlatih mengimplementasikan instrument
tersebut agar dapat mendorong siswa untuk berprestasi dan terus meningkatkan
profesionalisme guru melalui pelaksanaan penilaian yang baik dan taat asas. Bagi
sekolah tempat guru tersebut bertugas, diharapkan untuk tetap meningkatkan efektivitas
pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris melalui praktik asesmen yang baik. Bagi
pelaksana P2M, agar mampu melakukan perbaikan sesuai hasil refleksi untuk
peningkatan kualitas dan kuantitas kolaboratif kampus-sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Confrey, Jere. (1995). ‘A Theory of Intellectual Development’. Journal For the
Learning of Mathematics. Vol. 15,1 (Februari). 38-47.
Fasting, Rolf. B. (2009). ‘National Assessment of Writing Proficiency Among
Norwegian Students in Compulsory Schools’. Scandinavian Journal of
Educational Research Vol. 53 Issue 6 December 2009 pp. 617-637
Gardner, R.C. (2001). Language Learning Motivation, the Student, the Teacher, and the
Researcher. Available at http://publish.uwo.ca/~gardner/
Guaglianone, Curtis L. et al. (2009). ‘Teaching performance Assessment: A
Comparative Study of Implementation and Impacts Amongst California State
University Campuses’. Issues in Teacher Education, Vol. 22 March 2009.
Huot, B. (1990). ‘Literature of Direct Writing Assessment’. Review of Educational
Research Vol. 60 No. 6 (237-307).
Ling Shi (2008). ‘Native and Nonnative EFL Writing Teachers’ Evaluation of Chinese
Students’ English Writing’. Journal of Educational Researcher. University of
Columbia.

Edisi Juli 2012 37


Marhaeni, AAIN dkk. (2009). Pengembangan perangkat Asesmen Kinerja berorientasi
Budaya Bali pada pembelajaran menulis bahasa Inggris siswa SMA. (laporan
penelitian tidak dipublikasikan)
Marhaeni, AAIN. (2007). Portfolio Assessment, Achievement Motivation, and English
Writing Ability. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Vol. 40 No. 4 Oktober
2007 hal. 872-888.
Nitko, A.J. (1996). Educational Assessment of Students. 2nd Edition. New Jersey:
Merrill.
O’Donnel,T. & Paiva, J.L. (1993). Independent Writing 2nd Edition. Boston:
Heinle&Heinle Publishers.
Omaggio Hadley, A. (1993). Teaching Language in Context 2nd Edition. Boston:
Heinle&Heinle Publishers.
O’Malley, J.M. & Valdez Pierce, L. (1996). Authentic Assessment for English Language
Learners. New York: Addison-Wesley Publishing Company.
Popham, W.J. (1995). Classroom Assessment, What Teachers Need to Know. Boston:
Allyn and Bacon.
Ricardo Osorio, Jose G. (2008). ’A Study of Foreign Language Learning Outcomes
Assessment in U.S. Undergraduate Education’. Foreign Language Annals, v41
n4 p590-610 win 2008.
Rocato, Mary K. et al. (2006). ‘Assessing Student Written Communication Skills: A
Gateway Writing Proficiency Test for Aspiring Journalism Majors’. College
Student Journal. Vol. 39, 2006.
Salvia, J. & Ysseldyke, J.E. (1996). Assessment. 6th Edition. Boston: Houghton Mifflin
Company.
Savignon, S.J. (1983). Communicative Competence: Theory and Classroom Practice.
California: Addison-Wesley Publishing Company.
Solso, R.L., Maclin, M.K., & Maclin, O.H. 2005. Cognitive Psychology. Boston:
Allyn&Bacon.

PELATIHAN KETERAMPILAN DASAR LABORATORIUM


(BASIC LABORATORY SKILL) BAGI STAF LABORATORIUM IPA SMP
SE-KABUPATEN BULELENG

Oleh:
I Dewa Putu Subamia, dkk.

Edisi Juli 2012 38


ABSTRAK
Telah dilaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat (P2M) dalam bentuk
pelatihan keterampilan dasar laboratorium (basic laboratory skill) bagi staf
laboratorium IPA SMP se-Kabupaten Buleleng. Kegiatan yang bertujuan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dasar staf laboratorium IPA SMP tersebut dilaksanakan
dalam dua tahap, in service dan on service mulai tanggal 21-29 September 2012. Nara
sumber pada kegiatan tersebut adalah Drs. I Dewa Putu Subamia, M.Pd, dkk.
Materi pelatihan meliputi organisasi dan administrasi laboratorium, tata kelola alat-alat
dan bahan laboratorium IPA, keterampilan menggunakan alat-alat dasar lab IPA (basic
laboratory skills), dan keamanan dan keselamatan kerja (K3). Evaluasi kegiatan ini
dilakukan terhadap proses dan output kegiatan. Penskoran dilakukan dengan skala
Likert dan dianalisis secara statistik deskriptif. Berdasarkan indikator-indikator yang
telah dievalusi, proses kegiatan P2M ini dinyatakan berhasil dengan kategori baik.
Simpulannya, setelah mengikuti pelatihan, peserta kegiatan P2M ini memahami dengan
baik kompetensi yang harus dimiliki tenaga laboratorium IPA SMP, pelatihan yang
telah diselenggarakan mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dasar
laboratorium bagi staf laboratorium IPA SMP peserta pelatihan, kinerja tenaga
laboratorium IPA menjadi lebih baik, dan kegiatan P2M ini disambut positif oleh
peserta pelatihan karena mereka mendapatkan banyak informasi tentang pengetahuan
dan keterampilan dasar laboratorium IPA SMP dan mampu mentransformasi diri
manjadi lebih terampil menata laboratorium di sekolah masing-masing.

Kata-kata kunci: pelatihan, keterampilan dasar laboratorium

ABSTRACT
Have been carried out community service activities (P2M) in the form of basic skills
training laboratory (basic laboratory skills) for science laboratory staff of junior high
school of Buleleng regency. Activities aimed at improving the knowledge and basic
skills of science laboratory staff of junior high school was conducted in two phases, in
service and on service, starting on September 21 to 29 2012. Resource persons at the
event were Drs. I Dewa Putu Subamia, M.Ed, et al.
The training materials include the organization and administration of the laboratory,
governance tools and materials science lab, skills to use the tools basic science lab
(basic laboratory skills), and security and safety (K3). Evaluation was conducted on the
process and output activities. Scoring done with Likert scale and analyzed by
descriptive statistics. Based on the indicators that have been evaluated, the activity P2M
is declared successful good category.
Conclusion, after the training, the participants in the P2M is a good understanding of
competency to be held science lab personnel, the training has been conducted to
improve the knowledge and basic skills lab for the science laboratory staff trainee, the
quality performance of science laboratory staff to be better than previously, and the
activities of P2M was greeted positively by the trainees as they get a lot of information
about the knowledge and basic skills laboratory, so they were able to transform
themselves become more skilled at managing labs in each schools.

Key words: training, basic skills lab

Edisi Juli 2012 39


1. Pendahuluan
Rendahnya keterampilan dasar berlaboratorium berkorelasi terhadap rendahnya
frekuensi penggunaan laboratorium dan terlantarnya keberadaan laboratorium IPA
SMP. Selanjutnya akan berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar IPA. Hal tersebut
memberi sinyalemen kuat bahwa pemberdayaan pengetahuan dan keterampilan dasar
berlaboratorium bagi staf/tenaga laboratorium sangatlah penting. Di samping itu,
tuntutan kompetensi yang harus dimiliki tenaga laboratorium sekolah patut dijadikan
pertimbangan pentingnya setiap staf dibekali keterampilan dasar laboratorium.
Hasil observasi di beberapa sekolah (SMP) di Kabupaten Buleleng menunjukkan
bahwa umumnya para guru IPA kurang menguasai teknik mengelola alat, bahan dan
keselamatan kerja di laboratorium. Demikian pula kualifikasi pendidikan tenaga yang
ditugaskan di laboratorium umumnya tidak sesuai dengan persyaratan kompetensi
tenaga laboratorium sekolah. Di sisi lain, upaya peningkatan kompetensi tenaga
laboratorium sekolah di Kabupeten Buleleng masih sangat minim. Hasil observasi ini
diperkuat oleh pernyataan beberapa kepala sekolah SMP serta Kepala Dinas Pendidikan
Kabupaten Buleleng yang menyatakan bahwa pelatihan keterampilan dasar
berlaboratorium bagi staf yang ditugaskan di laboratorium (IPA khususnya) sangat
diperlukan.
Keberadaan staf/petugas laboratorium yang profesional merupakan aspek yang
sangat penting sebagai pendukung berlangsungnya proses pembelajaran IPA. Namun di
sisi lain upaya-upaya untuk meningkatkan profesionalitas para pengelola laboratorium
tersebut belum diupayakan secara optimal. Beranjak dari kondisi itu, permasalahan
dalam pengabdian masyarakat ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Kompetensi
dasar apa saja yang dipersyaratkan bagi tenaga laboratorium IPA SMP? 2) Apakah
melalui pemberian pelatihan keterampilan dasar laboratorium dapat meningkatkan
kompetensi pengetahuan dan keterampilan tenaga laboratorium IPA SMP?
Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan
kompetensi tenaga laboratorium IPA SMP di Kabupaten Buleleng. Secara spesifik
tujuan kegiatan ini adalah sebagai berikut. 1) Memberi pemahaman kompetensi yang
harus dimiliki tenaga laboratorium IPA SMP. 2) Meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dasar staf laboratorium IPA SMP. 3) Meningkatkan kualitas kinerja tenaga
laboratorium IPA SMP se-Kabupaten Buleleng.

Edisi Juli 2012 40


2. Materi dan Metode
2.1. Kerangka Pemecahan Masalah
Masalah pokok yang akan dipecahkan dalam pengabdian masyarakat ini
berkaitan dengan rendahnya kompetensi tenaga laboratorium IPA SMP di Kabupaten
Buleleng. Berbagai alternatif untuk memecahkan permasalahan tersebut dapat dilihat
pada Tabel 2.1.

No Permasalahan Akar masalah Alternatif Pemecahan Masalah


1 Rendahnya pengetahuan Minimnya Ceramah dan diskusi menyangkut
tenaga laboratorium IPA sosialisasi, aspek-aspek kompetensi tenaga
SMP tentang kompetensi minimnya laboratorium
dasar yang harus dimiliki kesempatan
tenaga laboratorium perhatian terhadap
sekolah keberadaan tenaga
laboratorium
2 Rendahnya keterampilan Minimnya 1. Pemberian pelatihan keterampilan
dasar tenaga laboratorium kesempatan dasar kerja di laboratorium bagi
IPA SMP di Kabupaten melatih tenaga laboratorium IPA SMP di
Buleleng keterampilan dasar kabupaten Buleleng
laboratorium

Berdasarkan rumusan alternatif pemecahan masalah dalam Tabel 2.1 di atas,


solusi yang diambil untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah pemberian
pelatihan keterampilan dasar laboratorium. Pelatihan juga mencakup diskusi untuk
meningkatan pemahaman tenaga laboratorium tentang aspek-aspek kompetensi yang
harus dimilki tenaga laboratorium IPA SMP.

2.2 Realisasi Pemecahan Masalah


Realisasi kegiatan P2M ini dimulai dengan penjajagan dan sosialisasi khalayak
sasaran untuk minginformasikan program dan waktu pelaksanaan kegiatan. Selanjutnya,
ditindaklanjuti dengan pelaksanaan kegiatan yang diawali dengan acara pembukaan
oleh ketua LPM Undiksha (Prof. Dr. Ketut Suma, M.S). Kegiatan dilaksanakan dalam
dua tahap in service dan on service. Pelaksanaan kegiatan in servis mulai tanggal 21-23
September 2012. Kegiatan berlangsung di Laboratorium FMIPA Undiksha dalam
bentuk ceramah diskusi dan praktek keterampilan dasar lab. Dilanjutkan dengan
kegiatan on service dalam bentuk magang (penerapan keterampilan dasar lab) di
sekolah masing-masing. Kegiatan magang berlangsung dari tanggal 24-29 September
2012.

Edisi Juli 2012 41


Nara sumber pada kegiatan tersebut adalah Drs. I Dewa Putu Subamia, M.Pd, I
Ketut Lasia, S.Pd.,M.Pd, staf laboran Jurusan pendidikan Kimia FMIPA Undiksha, I
Nyoman Sukarta, S.Pd.,M.Si, staf dosen Jurusan D3 Analis Kimia dan Dr. I Dewa Ketut
Sastra Widana, M.Si, staf dosen Jurusan Pendidikan Kimia (Ketua Laboratorium Jurdik
Kimia). Serta dibantu oleh seorang staf laboratorium Pendidikan Fisika (I Gustu Ayu
Nyoman Sri Wahyuni, S.Pd)

2.3 Khalayak Sasaran


Khalayak yang dijadikan sasaran kegiatan ini adalah tenaga laboratorium IPA
SMP se-Kabupaten Buleleng. Di Kabupaten Bulleleng terdapat 83 SMP yang tersebar di
9 Kecamatan. Jumlah khalayak yang terlibat dalam kegiatan ini adalah 24 orang tenaga
laboratorium IPA dari 9 kecamatan yang ada di Kabupaten Buleleng. Peserta yang
dilibatkan tersebut nantinya diharapkan dapat mengimbas kepada tenaga laboratorium
yang lainnya.

2.4 Metode Yang Digunakan


Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan di depan
adalah metode diskusi dan praktek (learning by doing). Gabungan kedua metode
tersebut diharapkan mampu meningkatkan pemahaman dan keterampilan khalayak
berkaitan dengan keterampilan dasar kerja di laboratorium. Keterkaitan tujuan dan
metode yang dipakai untuk mencapai tujuan dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Keterkaitan Masalah dan Metode Kegiatan


No Tujuan Metode Bentuk Kegiatan

1 Untuk meningkatkan Diskusi • Ceramah dan diskusi aspek-aspek


pemahaman peserta tentang keterampilan kerja di laboratorium
cakupan keterampilan dasar • Ceramah dan diskusi pengetahuan
yang harus dimiliki tenaga tentang pengelolaan laboratorium
laboratorium IPA
2 Untuk melatih peserta agar Praktek • Praktek menggunakan atau
mampu menguasai mengoperasikan alat-alat laboratorium
keterampilan dasar kerja di IPA
laboratorium • Praktek merancang alat-alat
eksperimen IPA SMP.

Edisi Juli 2012 42


1) Ceramah dan Diskusi
Kegiatan ceramah dan diskusi dilakukan untuk memberikan pemahaman
peserta tentang keterampilan dasar laboratorium IPA SMP. Materi ini akan diberikan
oleh staf dosen dan staf laboratorium Kimia Undiksha yang ahli dan telah banyak
menggeluti bidang pengelolaan laboratorium IPA. Materi pelatihan meliputi organisasi
dan administrasi laboratorium, tata kelola alat-alat dan bahan laboratorium IPA,
keterampilan menggunakan alat-alat dasar lab IPA (basic laboratory skills), dan
keamanan dan keselamatan kerja (K3). Ceramah dan diskusi menyasar tujuan dari
kegiatan ini.
2) Praktek
Kegiatan ini merupakan lanjutan dari ceramah dan diskusi yang secara khusus
bertujuan untuk meningkatkan keterampilan tenaga laboratorium menggunakan alat-alat
dasar di laboratorium. Kegiatan ini diisi dengan praktek (simulasi) menggunakan alat-
alat laboratorium yang dibimbing oleh nara sumber (staf dosen dan laboran IPA
Undiksha) sesuai bidang keahliannya. Kemudian dilanjutkan dengan praktek mandiri
(magang) di sekolah masing-masing.

2.5 Evaluasi Kegiatan


Evaluasi kegiatan ini dilakukan terhadap proses dan output kegiatan. Evaluasi
proses berkaitan dengan kehadiran peserta, semangat mengikuti kegiatan, dan evaluasi
kinerja keterampilan dasar laboratorium. Evaluasi proses dilakukan selama kegiatan
berlangsung. Evaluasi output dilakukan terhadap penguasaan pengetahuan dan
keterampilan peserta serta laporan hasil magang peserta. Penskoran dilakukan dengan
skala Likert dan dianalisis secara statistik deskriptif. Pelaksanaan program kegiatan ini
dinyatakan berhasil jika hasil evaluasi proses dan output minimal tergolong baik,
dengan tingkat penguasaan (3,5-4,0) menurut skala Likert (dengan skor 1-5) atau (70-
84%) dalam persentase penguasaan.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1. Hasil Kegiatan Pengabdian
a. Kegiatan Ceramah dan Diskusi
Kegiatan ceramah dan diskusi yang telah dilaksanakan bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman peserta terhadap kompetensi dasar yang dipersyaratkan yang

Edisi Juli 2012 43


harus dimiliki oleh tenaga laboratorium IPA SMP. Diskusi diawali dengan penyajian
makalah oleh para nara sumber pelatihan. Materi ceramah mencakup beberapa
kompetensi dasar antara lain: organisasi dan administrasi laboratorium, tata kelola
alat-alat dan bahan laboratorium IPA, keterampilan menggunakan alat-alat dasar
lab IPA (basic laboratory skills), dan keamanan dan keselamatan kerja (K3).
Hasil ceramah dan diskusi yang telah dilakukan pada bagian pertama kegiatan
P2M ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1) Secara umum kegiatan ceramah dan diskusi berlangsung sangat baik. Peserta sangat
antusias dan bersungguh-sungguh mengikuti sesion demi sesion sajian materi
pelatihan yang disajikan oleh nara sumber. Demikian pula kegiatan diskusi
berlangsung sangat baik. Respon peserta maupun tanggapan dari nara sumber
berlangsung baik. Banyaknya pertanyaan yang muncul dari peserta menunjukkan
adanya respon positif dari peserta terhadap materi pelatihan, disamping juga
menunjukkan bahwa banyak hal yang masih perlu diketahui terkait dengan
keterampilan dasar laboratorium.
2) Hal lain yang dapat direkam dari kegiatan diskusi adalah bahwa pengetahuan awal
peserta tentang keterampilan dasar laboratorium relatif masih kurang terutama
keterampilan menggunakan alat-alat dasar. Namun setelah diberikan pelatihan,
tingkat pemahaman peserta pelatihan menunjukkan hasil yang baik. Pernyataan ini
diperkuat dengan hasil tes tulis peserta pelatihan tentang pengetahuan keterampilan
dasar laboratorium rata-rata terkategori baik (dengan skor rerata = 80,33).

b. Kegiatan Praktek
Penilaian keterampilan dasar mengggunakan alat-alat laboratorium dilakukan
pada hari terakhir sesion kegiatan praktek. Penilaian delakukan dengan penilaian
kinerja. Aspek-aspek keterampilan yang dinilai mencakup 10 aspek keterampilan dasar
antara lain: keterampilan menimbang, keterampilan memanaskan larutan/cairan,
keterampilan menyaring, keterampilan memipet, keterampilan titrasi, keterampilan
menuang larutan, keterampilan memilih alat ukur yang akurat, keterampilan
menggunakan jangka sorong dan mikrometer, keterampilan menggunakan mikroskop,
dan keterampilan penanganan alat. Hasil penilaian dapat dilihat pada Table 3.1 berilkut.

Tabel 3.1 Hasil Penilaian Kinerja

Edisi Juli 2012 44


(Keterampilan Dasar Menggunakan Alat-Alat Laboratorium)

Kode SKOR Penguasaan


Kategori
Pst Kd1 Kd2 Kd3 Kd4 Kd5 Kd6 Kd7 Kd8 Kd9 Kd10 Rata2 %
P1 5 5 3 4 3 4 4 4 5 3 4.0 80 Baik
P2 5 5 4 4 3 4 4 4 5 4 4.2 84 Baik
P3 4 3 3 4 3 4 4 4 4 3 3.6 72 Baik
P4 5 5 4 4 3 4 4 4 5 4 4.2 84 Baik
P5 4 4 3 4 3 4 3 3 4 3 3.5 70 Baik
P6 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3.9 78 Baik
P7 4 5 3 5 3 4 4 4 4 4 4.0 80 Baik
P8 5 5 4 4 3 4 4 4 5 4 4.2 84 Baik
P9 5 5 3 4 3 4 4 4 5 3 4.0 80 Baik
P10 5 5 4 4 3 4 4 4 5 4 4.2 84 Baik
P11 5 5 3 4 3 4 4 4 5 3 4.0 80 Baik
P12 5 5 4 4 3 4 4 4 5 4 4.2 84 Baik
P13 5 4 3 4 3 4 4 4 3 3 3.7 74 Baik
P14 5 5 4 4 3 4 4 4 5 4 4.2 84 Baik
P15 5 4 3 4 3 4 4 4 5 3 3.9 78 Baik
P16 5 5 4 4 3 4 4 4 5 4 4.2 84 Baik
P17 5 5 3 4 3 4 4 4 5 3 4.0 80 Baik
P18 5 5 4 4 3 4 4 4 5 4 4.2 84 Baik
P19 5 5 3 4 3 4 4 4 5 3 4.0 80 Baik
P20 5 5 4 4 3 4 4 4 5 4 4.2 84 Baik
P21 4 3 3 4 3 4 4 4 5 3 3.7 74 Baik
P22 5 5 4 4 3 4 4 4 5 4 4.2 84 Baik
P23 5 5 3 4 3 4 4 4 5 3 4.0 80 Baik
P24 5 4 4 4 3 4 4 4 5 4 4.1 82 Baik
Rerata 4.8 4.6 3.5 4.0 3.0 4.0 4.0 4.0 4.8 3.5 4.0 80.3 Baik

Keteangan:
Kd = Keterampilan dasar
Kd 1 = keterampilan menimbang
Kd 2 = Keterampilan Memanaskan Larutan/Cairan
Kd 3 = Keterampilan Menyaring
Kd 4 = Keterampilan Memipet
Kd 5 = Keterampilan Titrasi
Kd 6 = Keterampilan Menuang Larutan
Kd 7 = Keterampilan memilih Alat Ukur
Kd 8 = Keterampilan Menggunakan Jangka Sorong dan Mikrometer
Kd 9 = Keterampilan Menggunakan Mikroskop
Kd10 = Keterampilan Penanganan Alat

Edisi Juli 2012 45


Pedoman Konversi Kategorisasi keterampilan dasar menggunakan alat
No. Kriteria Kategori
1 >(Mi + 1,5 SDi) Sangat baik (SB)
2 (Mi + 0,5SD) – (Mi + 1,5SDi) Baik (B)
3 (Mi - 0,5SD) – (Mi + 0,5SDi) Sedang (S)
4 (Mi -1,5SD) – (Mi + 0,5SDi) Kurang (K)
5 < (Mi -1,5 SDi) Sangat Kurang (SK)
(Dantes, 2001)

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh:


Mi = 3; SD = 0.7
Skor: 2,65 – 3.35; Kategori Sedang
Skor : 3,35-4.05; Kategori Baik
Skor : > 4.05; Kategori sangat baik

Acuan Kriteria Penilaian


Tingkat Penguasaan Materi (%) Kategori
85-100 Amat Baik
70-84 Baik
55-69 Cukup
40-54 Kurang
0-39 Amat Kurang
(Sumber acuan: Pedoman Penilaian Pedoman studi Undiksha, 2011)

Edisi Juli 2012 46


Hasil penilaian menunjukkan keterampilan dasar peserta pelatihan menggunakan
alat-alat laboratorium setelah diberi pelatihan rata-rata terkategori baik dengan skor
rata-rata = 4,0 pada skala Likert (1-5) atau persentase penguasaan rata-rata = 80,3%.
a. Laporan Magang
Berdasarkan laporan magang (praktek penerapan pelatihan) di sekolah masing-
masing dapat direkam beberapa informasi sebagai berikut.
- Kondisi laboratorium IPA di masing-masing sekolah bervariasi dilihat dari
kelengkapan alat/bahan, organisasi/administrasi laboratorium, kendala-kendala
kegiatan praktikum, maupun frekuensi penggunaan laboratorium.
- Dibandingkan dengan sebelum diberi pelatihan, keterampilan dasar laboratorium
peserta setelah diberi pelatihan menjadi lebih baik. Hal ini dapat ditunjukkan dari
hasil rekaman kondisi penataan laboratorium sesudah pelatihan yang jauh lebih
baik dibanding kondisi sebelum pelatihan. (Bukti rekaman/laporan magang peserta
terlampir).

b. Hasil Angket Respon Peserta Pelatihan


Tabel 3.2: Rekap Hasil Angket Respon Peserta Pelatihan

Kode Skor Respon terhadap masing-masing pernyataan (statemen) Rata Kategori


Rspd S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 Rata
P1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4.0 SB
P2 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 4 4.4 SB
P3 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 5 4.6 SB
P4 5 4 5 5 5 5 4 5 4 5 3 4.5 SB
P5 5 4 4 4 4 4 4 5 3 4 4 4.1 SB
P6 5 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 4.7 SB
P7 4 5 4 4 5 4 4 5 3 4 4 4.2 SB
P8 4 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4.3 SB
P9 5 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4.4 SB
P10 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 4 4.7 SB
P11 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 3 4.5 SB
P12 5 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 4.7 SB
P13 5 5 5 5 5 5 4 3 4 3 4 4.4 SB
P14 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 3 4.0 SB
P15 4 5 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4.4 SB

Edisi Juli 2012 47


P16 5 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4.4 SB
P17 4 4 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4.5 SB
P18 4 5 3 4 4 3 3 5 4 4 4 3.9 SB
P19 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4.9 SB
P20 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 4.7 SB
P21 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4.0 SB
P22 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 4 4.4 SB
P23 4 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4.3 SB
P24 5 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4.4 SB
Rerata 4.5 4.5 4.6 4.7 4.4 4.2 4.2 4.5 4.3 4.4 4.0 4.4 SB
Kategeri SB SB SB SB SB SB SB SB SB SB SB SB

Catatan:
P = Peserta (responden) SB = Sangat Baik
S = Statemen (Pernyataan)

Berdasarkan data dalam Tabel 3.2 di atas dapat diketahui bahwa pandangan
peserta terhadap pelaksanaan kegiatan P2M ini tergolong sangat positif (rerata skor 4,4).
Analisis hasil angket respon peserta pelatihan menunjukkan bahwa semua peserta
memberi respon sangat baik. Demikian juga respon terhadap masing-masing pernyataan
yang diajukan, direspon sangat baik oleh peserta.

3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil tes pengetahuan keterampilan dasar laboratorium diketahui
dari 24 orang peserta pelatihan 16,7 % (4 orang) peserta pemahamannya terkategori
cukup, 45,8 % (11 orang) terkategori baik, dan 37,5 % (9 orang) terkategori sangat baik.
Secara keseluruhan rata-rata pemahaman mereka terkategori baik (persentase
penguasaan materi 80,33%). Variasi pemahaman ini dapat didinjau dari aspek latar
belakang peserta. Peserta ada yang berlatar belakang profesi sebagai guru IPA (PNS)
yang diberi tugas tambahan sebagai pengelola laboratorium, ada yang berlatar belakang
sebagai guru IPA (belum PNS) yang ditugaskan sebagai pengelola laboratorium, ada
pula pegawai administrasi (non PNS) yang ditugaskan di laboratorium.
Variasi juga dapat dilihat dari pengalaman bekerja di laboratorium. Berdasarka
data identifikasi calon peserta diketahui, ada peserta yang memiliki masa kerja
(pengelaman kerja) di laboratorium kurang dari 1 tahun, 2-5 tahun, 5- 10 tahun, bahkan
ada yang telah memiliki masa kerja di atas 10 tahun.
Perbedaan latar belakang tersebut tentu memberi pengaruh terhadap semangat
dan motivasi mengikuti kegiatan pelatihan. Namun walaupun demikian, secara

Edisi Juli 2012 48


keseluruhan rata-rata pemahaman mereka terkategori baik (persentase penguasaan
materi 80,33%), menunjukkan bahwa target kegiatan pelatihan keterampilan dasar
laboratorium tersebut telah tercapai.
Penilaian keterampilan dasar mengggunakan alat-alat laboratorium mencakup
10 aspek keterampilan. Dari 10 aspek keterampilan dasar yang dinilai antara lain:
keterampilan menimbang (Kd1), keterampilan memanaskan larutan/cairan (Kd2),
keterampilan menyaring (Kd3), keterampilan memipet (Kd4), keterampilan titrasi
(Kd5), keterampilan menuang larutan (Kd6), keterampilan memilih alat ukur yang
akurat (Kd7), keterampilan menggunakan jangka sorong dan mikrometer (Kd8),
keterampilan menggunakan mikroskop (Kd9), dan keterampilan penanganan alat
(Kd10).
Ditinjau dari masing-masing jenis keterampilan yang dinilai, keterampilan titrasi
(Kd5) rata-rata skor (dalam skala Likert 1-5) adalah 3,0 (termasuk kategori sedang).
Keterampilan (Kd3, Kd4, Kd6, Kd7, Kd8, Kd9 dan Kd10) rata-rata skornya (dalam
skala Likert 1-5) adalah 3,35-4.05 (termasuk kategori baik). Keterampilan (Kd1, Kd2,
dan Kd9) rata-rata skornya (dalam skala Likert 1-5) adalah > 4,05 (termasuk kategori
sangat baik).
Walaupun keterampilan titrasi baru terkategori sedang, namun hasil penilaian
secara keseluruhan menunjukkan keterampilan dasar peserta pelatihan menggunakan
alat-alat laboratorium setelah diberi pelatihan rata-rata terkategori baik dengan skor
rata-rata = 4,0 pada skala Likert (1-5) atau persentase penguasaan rata-rata = 80,3%.
Hal ini menunjukkan bahwa target kegiatan pelatihan keterampilan dasar laboratorium
yakni mampu meningkatkan keterampilan peserta pelatihan rata-rata terkategori baik
telah tercapai.
Berdasarkan laporan magang (praktek penerapan pelatihan) di sekolah diketahui
bahwa keterampilan dasar laboratorium peserta setelah diberi pelatihan menjadi lebih
baik. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil rekaman kondisi penataan laboratorium
sesudah pelatihan yang jauh lebih baik dibanding kondisi sebelum pelatihan. Hal ini
menunjukkan, kegiatan magang sebagai kegiatan on service untuk melatih penerapan
pengetahuan yang diperolah dalam kegiatan in service sangat penting dilaksanakan.
Penerapan lebih lanjut dalam praktek sehari-hari tentu lebih penting lagi. Oleh karena
itu diharapkan hasil pelatihan ini bisa diimplementasikan oleh peserta dalam
kesehariannya.

Edisi Juli 2012 49


Berdasarkan hasil angket peserta, diketahui bahwa pandangan peserta terhadap
pelaksanaan kegiatan P2M ini tergolong sangat positif (rerata skor 4,4). Mereka sangat
membutuhkan pengetahuan dan keterampilan laboratorium lebih intensif lagi (rerata
skor 4,7). Mereka juga sangat setuju, materi pelatihan keterampilan dasar laboratorium
sangat relevan dengan kebutuhan di lapanagan (rerata skor 4,4). Terhadap pernyataan
masih banyak persoalan-persoalan di laboratorium belum terjawab dalam pelatihan ini,
mereka merespon sangat setuju (rerata skor 4,2). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan
pelatihan serupa masih sangat dibutuhkan pada kesempatan-kesempatan berikutnya
secara berkesinambungan.
Dari hasil angket dan wawancara, peserta menyampaikan bahwa apa yang
diharapkannya sebelum mengikuti kegiatan ini semua tercapai. Mereka mendapatkan
informasi cukup banyak tentang keterampilan dasar laboratorium IPA. Atas informasi,
sekaligus transformasi yang terjadi pada dirinya, peserta tidak ragu-ragu lagi untuk
berlaboratorium, yang sejauh ini reatif sangat jarang dilaksanakan.
Berdasarkan indikator-indikator yang telah terukur di depan, serta kriteria
keberhasilan menurut skala Likert yang tidak kurang dari 3,35 (batas minimal skor
baik), maka proses kegiatan P2M ini dinyatakan berhasil (dengan rerata skor
pengetahuan 4 dan rerata skor keterampilan 4,4 atau terkategori baik).

4. Kesimpulan dan Saran


4.1 Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan di depan, hasil dalam kegiatan
P2M ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1) Setelah mengikuti pelatihan, peserta kegiatan P2M ini memahami dengan baik
kompetensi yang harus dimiliki tenaga laboratorium IPA SMP.
2) Pelatihan yang telah diselenggarakan mampu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dasar laboratorium bagi staf/tenaga laboratorium IPA SMP peserta
pelatihan (terkategori baik)
3) Kualitas kinerja tenaga laboratorium IPA SMP peserta pelatihan, menjadi lebih
baik dari sebelumnya.
4) Peserta pelatihan menyambut positif kegiatan ini karena mereka mendapatkan
banyak informasi tentang pengetahuan dan keterampilan dasar laboratorium IPA

Edisi Juli 2012 50


SMP dan mampu mentransformasi diri manjadi lebih terampil menata
laboratorium di sekolah masing-masing.

4.2 Saran
Sejalan dengan simpulan di atas, saran-saran yang dapat disampaikan pada akhir
kegiatan P2M ini adalah sebagai berikut.
1) Peserta sebaiknya menerapkan dan mengembangkan dalam tugas keseharian
keterampilan dasar laboratorium yang telah dilatihkan selama pelatihan.
2) Pihak terkait seperti Dinas Pendidikan perlu memberi perhatian khusus dalam
upaya meningkatkan kualitas sumber daya laboratorium IPA SMP, sehingga
keberadaan laboratorium benar-benar bisa berfungsi sebagai bagian integral
proses pembelajaran IPA.
3) Kegiatan pelatihan serupa perlu dilaksanakan secara berkesinambungan secara
lebih intensif dengan melibatkan lebih banyak peserta dan melibatkan pihak-
pihak terkait (seperti Dinas Pendidikan, LPMP, Perguruan Tinggi) secara
kolaboratif.

DAFTAR PUSTAKA
Academy Savant, e-Learning Science. 2012. Practical Laboratory Skills.
www.academysavant.com/elearning. Diakses 24 Pebruari 2012
Anna P, 2007. Pengelolaan Laboratorium IPA. Makalah. Disampaikan pada Technical
Assistance Pengelolaan Laboratorium IPA di Program Pendidikan IPA FMIPA
UNDIKSA.
Depdikbud. 1995. Pedoman Pendayagunaan Laboratorium dan Alat Pendidikan IPA.
Direkturat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan
Menengah Umum : Jakarta
Ditjen Dikti 2002. ”Bahan Ajar Administrasi Laboratorium”. Diorektorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.
Dikti. 2004. Standar kompetensi guru pemula IPA (SKGP), Diterbitkan oleh Dikti,
Jakarta.
Jones, Stewart. 2001. Laboratory Safety. Australian Goverment Analytical
Laboratories (Makalah pada Workshop Tentang Keselamatan Kerja di
Laboratorium)
Khasani, S. I. 2001. Material Safety Data Sheet (MSDS) Vol III. Bandung: Pusat
Penelitian IPA Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Koesmadji W, dkk, 2000, Teknik Laboratorium Kimia. FMIPA UI: Jakarta
Milo Koretsky, at.al. 2011. Student Perceptions of Learning in the Laboratory:
Comparison of Industrially Situated Virtual Laboratories to Capstone Physical
Laboratories. Oregon State University, Education Northwest. Journal of

Edisi Juli 2012 51


Engineering Education. July 2011, Vol. 100, No. 3, pp. 540–573© 2011 ASEE.
http://www.jee.org
Padmawinata, Dj., dkk., 1981. Pengelolaan Laboratorium IPA –II. Jakarta: Depdikbud.
Permen Diknas Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008. Tentang Standar
Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah.
Santoso, T. T. 2010. Pemanfaatan Media Alam Sekitar untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa dalam Pembelajaran Tematik Tema Lingkungan.Jurnal
Pendidikan Kimia Tentang Media Lingkungan Sekitar.
Soemanto I. 2007. Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Laboratorium Kimia.
ISBN: 978-979-16832-1-0.
Subamia dan Wiratini. 2008. Penataan, Penyimpanan dan Perawatan Alat dan
Bahan (P3AB) di Laboratorium IPA. Modul Pelatihan Manajemen
Laboratorium bagi Guru dan laboran SMA se Bali. Tidak diterbitkan.
The University of New Sout Wals. 2011. Laboratory Hazardous Waste Disposal
Guideline Version: 3.0, 14/04/2011. Page 4 of 26
Widarto. 2005. Bahan Praktikum dan Penyimpanannya. Yogyakarta: UNY.

PELATIHAN PEMBUATAN BLOG SEBAGAI MEDIA PROMOSI DAN BISNIS


INTERNET DI ERA GLOBAL BAGI MAHASISWA D3 UNDIKSHA

Oleh:
I Gede Mahendra Darmawiguna, dkk

Jurusan Pendidikan Teknik Informatika, Fakultas Teknik dan Kejuruan,


Universitas Pendidikan Ganesha, Jalan Udayana Singaraja Bali
email: igd.mahendra.d@gmail.com

Ringkasan Eksekutif
Tujuan dari pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini adalah untuk
meningkatkan keterampilan mahasiswa D3 Undiksha dalam membuat blog untuk sarana
promosi dan bisnis. Mahasiswa D3 merupakan target dari pengabdian ini dikarenakan
mahasiswa D3 lebih diarahkan menjadi seorang praktisi bersadarkan keilmuan masing-
masing bukan sebagai pendidik walaupun tetap dapat menjadi seorang pendidik jika
dapat memenuhi kriteria yang diinginkan oleh sekolah. Lapangan pekerjaan yang ada
terkadang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan lulusan D3. Oleh karena itu,
pengetahuan mengenai bisnis online akan sangat bermanfaat untuk mahasiswa sebagai
bekal kewirausahaan pada saat kuliah ataupun setelah menjadi alumni. Kegiatan
pelatihan keterampilan ditunjang dengan ceramah, tanya jawab dan tentu saja praktek
secara langsung di laboratorium komputer Pusat Komputer, Undiksha. Modul pelatihan
akan diberikan kepada peserta sebagai alat bantu dalam kegiatan praktek di
laboratorium. Dari hasil evaluasi serta temuan-temuan yang diperoleh selama
pelaksanaan kegiatan P2M ini, dapat disimpulkan bahwa program P2M ini telah mampu
memberikan manfaat yang sangat besar dan tepat sasaran bagi khalayak mahasiswa D3
yang menjadi khalayak sasaran dalam kegiatan ini. Bentuk pelatihan seperti ini
merupakan bentuk yang sangat efektif untuk memberikan tambahan pengetahuan
sehingga akan dapat bermanfaat pada saat mereka telah selesai menempuh studi di
kampus.

Edisi Juli 2012 52


Kata kunci : pelatihan, blog, mahasiswa D3

Executive Summary
The purpose of the implementation of the community service program is to improve
Diploma 3 students' skills in develpoing a blog for promotion and business. Diploma 3
Students is a target of this community service because those students are prepared to be
a practitioner of the scientific rather than educators respectively although still they can
be as educators if they can meet the criteria desired by the school. Working fields are
sometimes far less than the graduate students of D3. Therefore, knowledge of online
business will be very useful for students as basic of entrepreneurship during college or
after becoming alumni. Skills training activities supported by lecture, question and
answer and of course practice directly in the computer lab Computer Center, Undiksha.
The training modules will be provided to participants as an aid in laboratory activities.
From the evaluation results and findings obtained during the implementation of P2M, it
can be concluded that P2M program has been able to provide enormous benefits to the
targeted audience which are D3 students as the target audience in this activity. The form
of training is a very effective form to provide additional knowledge that will be useful
when they have finished studying on campus.

Key words: training, blog, Diploma 3 students

1. Pendahuluan
Perkembangan internet saat ini adalah sangat pesat dimana hampir semua
informasi akan sangat mudah diperoleh. Internet saat ini tidak hanya digunakan sebagai
sumber informasi tetapi juga sebagai sarana komunikasi vital yang sangat dibutuhkan di
berbagai bidang termasuk di bidang bisnis. Bisnis melalui internet adalah salah satu
trend bisnis yang berkembang saat ini. Dengan melakukan bisnis via internet (bisnis
online) maka akan memperluas pangsa pasar tidak hanya ketergantungan terhadap area
penjualan seperti bisnis konvensional dengan membuka lapak atau toko di suatu daerah.
Pangsa pasar dari bisnis online akan jauh lebih luas karena orang-orang di seluruh
indonesia bahkan di dunia dapat mengakses internet sehingga produk yang ditawarkan
via internet akan jauh lbh mudah dan lebih laris.
Di Undiksha ada beberapa jurusan strata D3 yang berorientasi profesional,
antara lain: Teknik Elektro, Manajemen Informatika, Manajemen Perhotelan, Akuntasi,
Analis Kimia, Budidaya Kelautan, Bahasa Inggris, dan Bahasa Jepang. Alumni jurusan-
jurusan ini nantinya akan banyak berkerja dan berwirausaha di bidang swasta.
Pembekalan pengetahuan khusunya di bidang web ataupun blog sebagai media promosi
dan bisnis internet dipandang perlu untuk membantu mereka dalam menghadapi
persaingan global saat ini.

Edisi Juli 2012 53


Berdasarkan hal tersebut, akan sangat diperlukan pengetahuan lebih jauh tentang
penggunaan internet sebagai media promosi dan bisnis. Mahasiswa D3 merupakan
target dari pengabdian ini dikarenakan mahasiswa D3 lebih diarahkan menjadi seorang
praktisi bersadarkan keilmuan masing-masing bukan sebagai pendidik walaupun tetap
dapat menjadi seorang pendidik jika dapat memenuhi kriteria yang diinginkan oleh
sekolah. Lapangan pekerjaan yang ada terkadang jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan lulusan D3. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai bisnis online akan sangat
bermanfaat untuk mahasiswa sebagai bekal kewirausahaan pada saat kuliah ataupun
setelah menjadi alumni.
Adapun tujuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat kali ini adalah sebagai
berikut:
1) Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa Diploma 3 Undiksha Singaraja
tentang bisnis internet setelah pelatihan.
2) Untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa Diploma 3 Undiksha Singaraja
tentang cara pembuatan blog setelah pelatihan
3) Untuk memberikan pengetahuan keterampilan cara membuat tampilan blog
yang berkualitas kepada mahasiswa Diploma 3 Undiksha Singaraja setelah
pelatihan.
4) Untuk memberikan pemahaman mahasiswa Diploma 3 Undiksha Singaraja
tentang cara pendaftaran sebagai peserta Google AdSense setelah pelatihan.

2. Sumber Inspirasi
Perkembangan sains dan teknologi saat ini tampaknya perlu disikapi dengan
bijak oleh siapapun. Jika tidak demikian, mereka akan ketinggalan langkah. Dampak
positif dari perkembangan sains dan teknologi dewasa ini, membuat masyarakat
menjadi termudahkan dalam segala hal. Contoh yang paling populer saat ini adalah
penggunaan pesawat HP. Dengan HP, kita dapat melakukan komunikasi dimana dan
kapanpun kita mau, asalkan di wilayah tersebut sudah ada stasiun yang menyediakan
jasa pelayanan dari provider yang digunakan. Demikian juga perusahaan yang bergerak
di bidang tersebut tidak ketinggalan mengembangkan servis pelayanan yang
memanjakan pelanggannya, sehingga pelanggannya tidak beralih ke jasa pelayanan
yang lainnya.

Edisi Juli 2012 54


Di samping contoh tersebut, Internet tidak kalah populernya dengan HP. Melalui
Internet berbagai informasi dapat diperoleh dengan mudahnya. Melalui Internet antara
satu orang dengan orang lain di seluruh dunia dapat melakukan surat-menyurat dengan
waktu dalam hitungan detik. Tidak perlu lagi menunggu berhari-hari bahkan
berminggu-minggu jika mengirim surat, yang dikenal sebagai E-mail. Pengiriman
berkas juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas Attach Files. Jika berkas
sudah ada dalam bentuk soft copy, maka pengiriman berkas melalui Attach Files jauh
lebih aman, lebih cepat, dan lebih murah. Berkas dijamin aman sampai di alamat dalam
waktu hitungan detik, dan dengan biaya yang murah.
. Jurusan Diploma 3 yang ada di Undiksha, antara lain: Teknik Elektro,
Manajemen Informatika, Manajemen Perhotelan, Akuntasi, Analis Kimia, Budidaya
Kelautan, Bahasa Inggris, dan Bahasa Jepang, sebagian besar pengetahuannya di bidang
sistem informasi masih tergolong rendah, kecuali Jurusan Manajemen Informatika. Pada
hal alumni jurusan-jurusan ini nantinya akan banyak berkerja dan berwirausaha di
bidang swasta. Untuk itu pembekalan pengetahuan khusunya di bidang web ataupun
blog sebagai media promosi dan bisnis internet dipandang perlu untuk membantu
mereka dalam menghadapi persaingan global saat ini.
Berdasarkan dasar pemikiran dan analisis situasi yang telah diuraikan dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1) Bagaimana profil pengetahuan mahasiswa Diploma 3 tentang Undiksha
Singaraja tentang bisnis internet setelah pelatihan?
2) Sejauh mana pemahaman mahasiswa Diploma 3 Undiksha Singaraja tentang
cara pembuatan blog setelah pelatihan?
3) Bagaimana kualitas tampilan blog yang dihasilkan oleh mahasiswa Diploma 3
Undiksha Singaraja setelah pelatihan?
4) Bagaimana tingkat pemahaman mahasiswa Diploma 3 Undiksha Singaraja
tentang cara pendaftaran sebagai peserta Google AdSense setelah pelatihan?

3. Metode
Metode yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah pelatihan terstruktur.
Maksud dari metode ini adalah metode ceramah, diskusi-informasi dan dilanjutkan
dengan pelatihan secara langsung di internet. Materi ceramah dan diskusi-informasi
dimaksudkan memberikan pengetahuan wawasan tentang internet serta peluang bisnis

Edisi Juli 2012 55


internet. Di samping itu, ceramah dan diskusi tentang peranan blog atau web dalam
bisnis internet, langkah-langkah pembuatan web atau blog. Cara mendaftarkan blog
untuk program Google AdSense. Kemudian dilanjutkan dengan pelatihan pembuatan
web atau blog langsung melalui internet. Agar bisa membuat halaman-halaman blog
yang menarik pada kegiatan tersebut juga diperkenal bahasa pemrograman HyperText
Markup Language (HTML). Editor yang dapat digunakan antara lain: Note Pad, Edit
Plus, Dream Weaver, dll.

4. Karya Utama
Pelaksanaan program pelatihan ini akhirnya memilih format pelaksanaan
langsung selama 6 jam dalam sesi satu hari, mengingat keterbatasan kesesuaian jadwal
antara jam kuliah mahasiswa D3 dan juga kegiatan di luar mereka. Pelaksanaan
kegiatan P2M ini dilakukan pada hari Minggu tanggal 16 September 2012 yang
dilaksanakan di Pusat Komputer, Universitas Pendidikan Ganesha.
Materi yang diberikan dibuat dalam bentuk modul yang kemudian akan
dibagikan pada saat pelatihan. Modul pelatihan dapat dilihat di lampiran laporan ini.
Tim tutor yang berjumlah 2 orang merupakan dosen yang memiliki latar
belakang pendidikan Informatika dan Ilmu Komputer. Tim tutor merupakan tenaga
yang kompeten dan profesional dalam bidang teknologi informasi (IT).

5. Ulasan Karya
Kegiatan P2M dibuka oleh wakil ketua P2M Dr. I Wayan Mudana, M.Sc yang
kebetulan bersedia hadir pada saat tersebut. Sesuai dengan rencana awal kegiatan
dilakukan pada hari Minggu tanggal 16 September 2012 yang bertempat di Pusat
Komputer, Universitas Pendidikan Ganesha. Pelaksanaan dihadiri oleh 18 peserta yang
berlatar belakang mahasiswa D3 se-Undiksha.
Keberhasilan pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini dilihat dari tolak ukur:
1. Respon dan aktivitas positif dari peserta pelatihan
Respons peserta dan aktivitas peserta pelatihan diukur melalui observasi selama
pelatihan berlangsung dimana mereka sangat aktif dalam bertanya dan terlihat
antusiasme mereka dalam mengikuti pelatihan.
2. Meningkatnya keterampilan peserta setelah mendapat pelatihan

Edisi Juli 2012 56


Keterampilan peserta diobservasi pada saat pelatihan melalui pemberian modul
pelatihan yang berisi langkah-langkah secara mendetail materi tentang
pembuatan blog dan mengaktifkan google adsense.
3. Kehadiran peserta
Untuk kehadiran peserta, jumlahnya kurang dari ekspektasi yaitu sekitar 60%
dari total yang diundang yang seharusnya diharapkan minimal 75% dari peserta.
Kemungkinan terbesar kurangnya peserta yang hadir dikarenakan pada saat yang
bersamaan terdapat hari raya nyepi lokal di daerah Banyuning sehingga
beberapa dari peserta tidak dapat hadir.

Gambar 1 Suasana Pelatihan P2M

6. Kesimpulan
Dari hasil evaluasi serta temuan-temuan yang kami peroleh selama pelaksanaan
kegiatan P2M ini, dapat kami simpulkan bahwa program P2M ini telah mampu
memberikan manfaat yang sangat besar dan tepat sasaran bagi khalayak anak-anak panti
asuhan yang menjadi khalayak sasaran dalam kegiatan ini. Bentuk pelatihan seperti ini
merupakan bentuk yang sangat efektif untuk memberikan penyegaran dan tambahan
wawasan serta pengetahuan baru di bidang teknologi informasi di luar proses
pembelajaran yang diterima di jurusan masing-masing.
Sesuai dengan hasil evaluasi respons yang telah dilakukan, kami menyarankan
hendaknya program-program pengabdian masyarakat seperti ini bisa dilaksanakan
secara reguler dan berkala, melihat tingkat kebutuhan yang sangat tinggi akan
pengenalan aplikasi-aplikasi komputer yang baru, dalam jangka waktu yang relatif
singkat mengikuti perkembangan teknologi secara global.

7. Dampak dan Manfaat


Manfaat dari kegiatan pengabdian ini adalah sebagai berikut:

Edisi Juli 2012 57


(1) Bagi LPM Undiksha
Dapat memberikan sumbangan pemahaman kepada mahasiswa Diploma 3
Undiksha Singaraja tentang pengetahuan bisnis internet dalam era globalisasi.
Dengan demikian jiwa kewirausahaan mahasiswa diharapkan dapat tumbuh
berkembang, dan dapat berperan dalam menghadapi perkembangan sains dan
teknologi informasi ke depan.
(2) Bagi Mahasiswa
Mahasiswa Undiksha Singaraja yang terlibat dalam program enterprener ini
diharapkan memahami konsep bisnis internet dan terampil dalam merancang dan
memanajemen websiten atau blognya. Di samping mahasiswa tersebut mampu
mengembangkan website atau blog yang dibuat pada pelatihan ini dan memenuhi
kriteria untuk dapat didaftarkan sebagai peserta Google AdSense.

Edisi Juli 2012 58


PELATIHAN PEMBELAJARAN INOVATIF
BAGI GURU-GURU DI SMP NEGERI 2 KUBU

Oleh:
I Nyoman Sukarta, S.Pd., M.Si, dkk

RINGKASAN
Telah dilakukan kegiatan pengabdian pada masyarakat (P2M) dalam bentuk pelatihan
pembelajaran inovatif untuk meningkatkan profesionalisme guru-guru di SMP Negeri 2
Kubu Karangasem pada hari Sabtu tanggal 22 September 2012. Kegiatan yang
dilakukan dibagi dalam dua tahap yaitu dalam bentuk ceramah (pemberian teori)
tentang pembelajaran inovatif dan pelatihan (Prkatek) pembuatan rencana pelaksanaan
pembalajaran (RPP) yang dipandu langsung oleh instruktur Dr. A.A. I. Agung Rai
Sudiatmika, M.Pd. Setelah pelatihan diberikan baik teori dan prkatek terlihat bahwa
kemampuan dan keterampilan peserta yang dalam hal ini adalah guru-guru SMP Negeri
2 Kubu Karangasem mengalami peningkatan yang sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari
kemempuan peserta dalam merancang dan membuat RPP yang sudah baik,
dibandingkan dengan sebelumnya para peserta masih banyak yang belum memahami
model–model pembelajaran inovatif dan juga belum mampu pembuatan RPP yang
inovatif. Namun, setelah pelatihan diberikan para peserta menjadi lebih mengerti dan
sudah mampu dalam pembuatan RPP yang inovatif.

Kata-kata kunci: pelatihan, pembelajaran inovatif

STUDY INOVATIF TRAINING


TO TEACHER OF SMP NEGERI 2 KUBU

SUMMARY
A devotion activity of society ( P2M) in the form of study innovative training to
increase the teachers professionalism SMP Negeri 2 Kubu Karangasem have been done
at date of 22 September 2012. Activity divided into two session that is in the form of
discourse ( theory gift) about study innovative training and (practice) Making plan
execution study ( RPP) guided direct by instructor Dr. A.A. I. Agung Rai Sudiatmika,
M.Pd. After training given by theory and practice goodness seen by that competitor
skill and ability which in this case is teachers SMP N 2 Kubu experience of good
improvement. This matter is visible from ability competitor in design and make good
enough RPP, where previously all competitor not yet comprehended study innovative
models as well as not yet the making able to RPP which innovative. But, after training
given by all competitor become more understand and have able to in making RPP which
innovative.

Key words: training, innovative learning

Edisi Juli 2012 59


1. Pendahuluan
1.1. Analisis Situasi
Rendahnya prestasi yang diraih siswa SMP Negeri 2 Kubu dapat disebabkan
oleh input yang rendah, kurang memadainya kualitas guru, serta kurangnya fasilitas
penunjang pendidikan. Menurut Drs. I Made Sueca., Kepala sekolah SMP Negeri 2
Kubu ada dua hal yang mesti dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. 1)
Meningkatakan kuantitas/jumlah sarana penunjang pendidikan, seperti sarana untuk
mengakses informasi (komputer dan internet), alat peraga pembelajaran, dan
laboratorium IPA. 2) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) guru dan
siswa, misalnya dengan mengikutkan para guru dalam berbagai pelatihan dan
meningkatkan partisipasi siswa dalam lomba-lomba bidang studi. Menurut Drs. I Made
Sueca., pelatihan yang diinginkan untuk dilaksanakan adalah tentang peningkatan
kualitas pembelajaran, seperti a). pembelajaran inovatif dengan memenfaatan
lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran, b). pembelajaran dengan
melibatkan media teknologi informasi, dan c). penelitian tindakan kelas (PTK).
Informasi yang terbatas dan letak sekolah yang cukup jauh dari kota kabupaten menjadi
kendala untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan di atas.
Hasil diskusi dengan Drs. I Made Sueca., dan guru-guru lainnya di SMP Negeri 2
Kubu menunjukkan bahwa dalam mengajar, guru umumnya fokus pada upaya
penuangan pengetahuan sebanyak mungkin kepada siswa. Dengan demikian metode
transfer informasi (ceramah) dianggap sebagai metode yang paling efektif dan paling
sering diterapkan dalam menuangkan pengetahuan tersebut. Dengan metode ceramah,
siswa cendrung menghafal contoh-contoh yang diberikan guru tanpa terjadi
pembentukan konsepsi yang benar dalam struktur kognitif siswa. Keadaan seperti ini
membuat siswa mengalami kesulitan dalam memaknai konsep sehingga beresiko
terjadinya miskonsepsi. Terjadinya miskonsepsi menyebabkan siswa mengalami
kesulitan dalam memahami konsep lebih lanjut dan bermuara pada rendahnya
kompetensi siswa dalam berbagai pelajaran.
Berdasarkan analisis situasi tersebut maka sangat perlu kiranya memberikan
pelatihan bagi guru-guru di SMP Negeri 2 Kubu mengenai pembelajaran inovatif
sehingga guru-guru dapat mengajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi

Edisi Juli 2012 60


oleh siswa di SMP Negeri 2 Kubu. Dengan demikian nantinya diharapkan prestasi para
siswa yang diajar menjadi lebih meningkat.

1.1.Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah


Rendahnya prestasi siswa di SMP Negeri 2 Kubu salah satu penyebabnya adalah
rendahnya pemahaman guru-guru di SMP Negeri 2 Kubu tentang pembelajaran
inovatif. Para guru kurang bisa memanfaatan lingkungan sekitarnya sebagai salah
satu media pembelajaran yang dapat mendukung proses belajar mengajar. Hal ini
juga tercermin dari kekurang mampuan para guru dalam merancang prangkat
pembelajaran yang inovatif. Oleh sebab itu maka, perlu ditingkatkan pemahaman
dan keterampilan para guru khususnya para guru IPA melalui pemberian pelatihan
teori dan praktek pembelajaran inovatif.
Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
Apakah melalui pemberian pelatihan Pembelajaran inovatif secara teori dan
praktek dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru dalam
merancang prangkat pembelajaran yang inovatif?

1.2.Tujuan Kegiatan
Secara umum kegiatan pengabdian pada masyarakat ini bertujuan untuk
meningkatkan profesionalisme guru SMP Negeri 2 Kubu melalui pembelajaran
inovatif. Sedangkan secara spesifik tujuannya adalah sebagai berikut.
1) Meningkatkan pemahaman guru SMP Negeri 2 Kubu tentang pembelajaran inovatif
melalui pemberian teori pembelajaran inovatif.
2) Meningkatkan pemahaman guru SMP Negeri 2 Kubu tentang pembelajaran inovatif
melalui pemberian praktek pembelajaran inovatif.

1.3.Manfaat Kegiatan
Hasil kegiatan pengabdian pada masyarakat ini akan memberikan kontribusi
positif dalam peningkatan profesionalisme guru SMP Negeri 2 Kubu. Secara
eksplisit manfaat kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1) Guru yang terlibat dalam kegiatan ini memperoleh tambahan wawasan tentang teori
dan cara merancang pembelajaran inovatif.

Edisi Juli 2012 61


2) SMP Negeri 2 Kubu memperoleh peluang untuk memiliki SDM yang berkualitas,
baik guru maupun siswanya.
Staf dosen Universitas Pendidikan Ganesha dapat melaksanakan salah satu dharama dari
tri dharma perguruan tinggi, yaitu Pengabdian Pada Masyarakat (sekolah).

1.4. Khalayak Sasaran Strategis


Secara umum, tujuan pengabdian pada masyarakat (P2M) ini adalah untuk
meningkatkan profesionalisme guru SMP Negeri 2 Kubu melalui pelatihan
pembelajaran inovatif. Berkenaan dengan hal tersebut, khalayak sasaran yang
strategis dan tepat dilibatkan adalah seluruh guru SMP Negeri 2 Kubu yang
berjumlah 34 orang. Pemilihan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pemahaman
dan pengalaman guru sekolah ini tentang pembelajaran inovatif yang masih kurang.
Rendahnya kemampuan guru SMP Negeri 2 Kubu dalam pembelajaran
inovatif menyebabkan guru-guru di SMP ini kurang bisa menyusun pembelajaran
inovatif dalam proses belajar mengajar. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan P2M
yang akan dilakukan adalah menyasar keterampilan guru-guru khususnya guru-guru
IPA dalam menyususn prangkat pembelajaran sehingga guru-guru menjadi lebih
inovatif sehingga proses belajar mengajar menjadi lebih baik.
Pada pelaksanaan P2M yang akan dilakukan ini, guru-guru SMP Negeri 2 Kubu
akan diberikan pelatihan merancang pembelajaran yang inovatif dengan
memberdayaan lingkungan sekitar sekolah sebagai salah satu media pembelajaran
dan memanfaatkan beberapa senyawa alam sebagai bahan-bahan praktikum IPA
mengingat SMP Negeri 2 Kubu memiliki keterbatasan bahan-bahan dalam
praktikum IPA.

2. Metode Pelaksanaan Kegiatan


2.1. Kerangka Pemecahan Masalah
Berangkat dari permasalahan yang dihadapi oleh guru-guru di SMP Negeri 2
Kubu maka alternatif pemecahan masalah dalam pelaksanaan P2M yang akan
dilakukan disajikan seperti diagram alur berikut.

Edisi Juli 2012 Pemecahan Masalah 62


Identifikasi Permasalahan
Gambar 1. Bagan Skematis Kerangka Pemecahan Masalah

2.2. Metode Pelaksanaan Kegiatan


Secara umum kerangka berpikir untuk memecahkan masalah kegiatan ini
digambarkan seperti pada Gambar 1. Berangkat dari permasalahan yang muncul
disusun berbagai alternatif untuk memecahkan masalah. Selanjutnya dari berbagai
alternatif, dipilih alternatif yang paling mungkin dilaksanakan. Berdasarkan
kerangka berpikir tersebut, maka metode dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut.

Permasalahan Pemecahan Masalah

Sasaran penunjang pendidikan Meningkatkan kualitas/jumlah


masih kurang sarana penunjang pendidikan
Keterlibatan siswa dan guru Melibatkan siswa dalam berbagai
dalam kegiatan ilmiah masih lomba ilmiah
kurang Melibatkan para guru dalam
Prestasi siswa sangat rendah berbagai pelatihan
Kualitas input masih rendah Menigkatkan kualitas input

Metode Kegiatan Alternatif Pemecahan Masalah

Ceramah dan diskusi tentang Meningkatkan profesionalisme


pembelajaran inovatif guru melalui pelatihan
Praktek merancang pembelajaran pembelajaran inovatif
inovatif (RPP)

Gambar 2. Bagan Skematis Kerangka Pemecahan Masalah

1) Ceramah dan Diskusi


Kegiatan ceramah dan diskusi dilakukan untuk memberikan pemahaman peserta
tentang pembelajaran inovatif. Materi ini akan diberikan oleh staf dosen Undiksha

Edisi Juli 2012 63


yang ahli dan telah mengimplementasikan pembelajaran inovatif. Materi yang
diberikan memuat berbagai model pembelajaran inovatif (CTL), misalnya PBL,
kooperatif, dan pembelajaran berbasis inkuiri. Ceramah dan diskusi menyasar tujuan
pertama dari kegiatan ini.

2) Praktek
Kegiatan ini merupakan lanjutan dari ceramah dan diskusi yang secara khusus
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru SMP Negeri 2 Kubu dalam
merancang pembelajaran inovatif. Kegiatan ini akan diisi dengan pelatihan
penyususnan rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang
mengimplementasikan pembelajaran inovatif. Kegiatan praktek akan dibimbing staf
dosen Undiksha yang ahli dalam pembelajaran.

2.3. KETERKAITAN
Kegiatan P2M ini melibatkan instansi Undiksha dan guru SMP Negeri 2 Kubu.
Kedua instansi yang terlibat ini mendapat keuntungan secara bersama-sama (mutual
benefit).
1) SMP Negeri 2 Kubu sebagai tempat pelaksanaan kegiatan akan menyediakan
SDM/guru yang akan dilatih. Dalam hal ini, SMP Negeri 2 Kubu akan memperoleh
manfaat dalam hal peningkatan kualitas SDM, terutama dalam bidang pembelajaran
inovatif.
2) Universitas Pendidikan Ganesha melalui Lembaga Pengabdian pada Masyarakat
berperan menyediakan dana, sehingga mendukung pelaksanaan dharma ketiga dari
tri Dharma Perguruan Tinggi.

2.4. Rancangan Evaluasi


2.4.1. Prosedur dan Alat Evaluasi
Prosedur dan alat evaluasi untuk manilai keberhasilan kegiatan yang dilakukan
digambarkan seperti Gambar 3.

AWAL PELAKSANAAN AKHIR


KEGIATAN KEGIATAN KEGIATAN

Pre-Tes Observasi Post-Tes


Produk

Edisi Juli 2012 64


Gambar 3. Bagan Alur Evaluasi Kegiatan
1) Pre-tes dan Post –tes
Pre-tes dilakukan di awal kegiatan mengetahui pemahaman guru SMP Negeri 2
Kubu tentang pembelajaran inovatif sebelum kegiatan. Sedangkan post-tes
dilakukan di akhir kegiatan untuk mengetahui perubahan pemahaman guru SMP
Negeri 2 Kubutentang pembelajaran inovatif sesudah mengikuti kegiatan. Data pre-
tes dan post-tes dikumpulkan menggunakan tes diagnostik (sapriati, 2000). Tes
diagnostik ini akan mengungkap pemahaman guru SMP Negeri 2 Kubu tentang
pembelajaran inovatif.
2) Observasi
Observasi terhadap pelaksanaan program mencakup ketekunan dan keseriusan
guru dalam mengikuti kegiatan. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi.
Penilaian dilakukan terhadap aspek-aspek sikap dan aktivitas guru yang mencirikan
prilaku dan kemampuan guru. Teknik pemberian skor pada masing-masing indikator
menggunakan skala Likert dengan rentang 1-5.
3) Produk/RPP
Produk kegiatan, yaitu RPP yang dihasilkan selama pelatihan digunakan untuk
mengevaluasi kemampuan peserta dalam merancang pembelajaran inovatif. RPP
yang dihasilkan oleh peserta diberikan skor 0 sampai 100

2.4.2. Teknik Analisis Data dan Kriteria Keberhasilan Program


Data hasil tes diagnostik tentang pemahaman guru terhadap pembelajaran
inovatif dan data kemampuan peserta dalam merancang pembelajaran inovatif
dianalisis secara deskriptif.

3. Hasil Dan Pembahasan


3.1 Hasil Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat ini dilaksanakan dalam bentuk seminar
dan pelatihan terprogram, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Rincian Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat

Edisi Juli 2012 65


Perte- Kegiatan
muan
1 Sosialisasi program
2 Seminar, diskusi dan tanya jawab seputar pembelajaran Inovatif
3 Penggalian konsep-konsep tentang pembelajaran inovatif
4 Pelatihan pembuatan prangkat pembelajaran seperti Silabus dan RPP yang inovatif
yang dibimbing langsung oleh Dr. A.A. Istri Agung Rai Sudiatmika, M.Pd.
5 Praktek sendiri pembuatan RPP yang inovatif
4 Evaluasi program yang dilakukan diakhir kegiatan

Secara umum acara seminar berlangsung sangat baik dan kondusif. Di samping
itu acara pelatihan pembuatan RPP juga berlangsung sangat baik dan berkualitas cukup
baik. Hal ini terlihat dari terfokusnya perhatian peserta seminar pada topik seminar yang
di bawakan oleh nara sumbeer yaitu Dr. A.A. Istri Agung Rai Sudiatmika, M.Pd. Pada
sesi diskusi juga berlangsung sangat hangat. Hal ini terliahat dari banyaknya
perseta yang bertanya kepada narasumber yang berkaitan dengan pembelajaran inovatif.
Di awali oleh Bapak I wayan Punia, SPd yang menanyakan masalah langkah-langkah
pembelajaran dalam model pembelajaran Grup Investigation (GI), kemudian
dilanjutkan oleh Ibu Irma Melati yang menanyakan masalah pentingnya RPP, dan
kemudian disusul oleh Bapak Ngurah yang menanyakan masalah PTK dan Model
Pembelajaran Jigsaw. Semua pertanyaan yang ditujukan kepada narasumber dapat
dijawab dengan baik dan penanya merasa puas terhadap jawaban narasumber.

3.2. Pembahasan
Untuk dapat memahami konsep-konsep pembelajaran inovatif, para guru-guru
diberikan seminar tentang pembelajaran Inovatif dengan nara Dr. A.A. Istri Agung Rai
Sudiatmika, M.Pd. para peserta seminar mengikuti seminar denga tertib dan sangat
antusias dengan topik tentang model-model pembelajaran yang inovatif. Kegiatan
seminar dan diskusi berlangsung sangat menarik dan antusias peserta mengikuti
kegiatan ini sangat baik. Hal ini terlihat dari banyaknya peserta yang bertanya dan
mendidkusikan masalah-masalah yang dihadapi oleh guru selama mengajar. Setelah
acara seminar selesai, dilanjutkan dengan pelatihan pembuatan RPP yang inovatif yang
dilatih langsung oleh Dr. A.A. Istri Agung Rai Sudiatmika, M.Pd., I Made Suarsana,
S.Pd., M.Si, dan I Nyoman Sukarta, S.Pd., M.Si. Para peserta pelatihan sangat antusias
mengikuti pelatihan. Hal ini terlihat dari keseriusan para guru (peserta) dalam membuat
RPP dan banyaknya peseerta yang bertanya kepada instuktur tentang langkah-langkah
pembelajaran dan metode atau strategi apa yang cocok untuk topik yang mereka akan

Edisi Juli 2012 66


buat. Selain itu keseriusan para peserta pelatihan juga dapat dilihat dari kualitas RPP
yang dihasilkan cukup memuaskan.
Hasil pemberian pre-tes, dan wawancara dengan para peserta di awal pelatihan,
secara umum mengindikasikan bahwa pola pembelajaran yang mereka terapkan masih
dominan bersifat ekspositori, meskipun telah diberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Khusus untuk mata pelajaran sains, para peserta mengeluhkan
banyaknya konsep-konsep sains yang sulit dibelajarkan, konsep bersifat abstrak, tidak
mudah dimengerti. Beberapa contoh yang telah dikemukakan adalah konsep kimia di
SMP, konsep menjauhi dan mendekati garis normal dalam pembiasan cahaya, konsep
perbedaan fungsi saklar dan sekring dalam rangkaian listrik, konsep perpindahan panas
secara konduksi dan konveksi. Dari hasil wawancara pula terungkap bahwa berdasarkan
pengalaman para peserta dalam mengajar menemukan bahwa banyak siswa kurang
termotivasi dalam belajar karena terbatasnya prasarana di sekolah dan kurangnya
kemampuan guru dalam merancang pembelajaran yang inovatif. Banyak peserta (guru)
yang mengeluhkan susahnya mengajak siswa untuk fokus dalam pembelajaran. Hal ini
menunjukkan bahwa guru masih kurang dalam merencanakan dan menyusun
pembelajaran yang inovatif yang diinginkan oleh murid sehingga proses pembelajaran
menjadi lebih menarik bagi murid.
Secara umum program pengabdian pada masyarakat yang bertemakan pelatihan
pembelajaran inovatif bagi guru-guru di SMP Negeri 2 Kubu berlangsung dengan baik
dan menurut kepala sekolah dan para peserta pelatihan kegiatan ini sangat bermanfaat
dan membentu mereka dalam memahami dan memparktekkan pembelajaran inovatif.
Menurut kepala sekolah dalam sambutannya diakhir krgiatan mengatakan bahwa
kegiatan pengabdian seperti ini sangat mereka perlukan dan sangat bermanfaat bagi
mereka dan sekiranya memungkinkan mereka meminta agar di tahun-tahun yang akan
datang pengabdian seperti ini dapat lagi dilaksanakan di SMP negeri 2 Kubu. Selain itu,
Para guru juga merasakan manfaatnya kegiatan ini. Dari hasil evaluasi terhadap RPP
yang mereka buat di akhir kegitan terlihat bahwa para guru sudah mulai paham dan
bisa merencanakan pembelajaran yang inovatif walaupun dari segi sarana dan prasarana
sekolah mereka tergolong belum begitu lengkap.

4. SIMPULAN DAN SARAN


4.1 Simpulan

Edisi Juli 2012 67


Beberapa hal dapat disimpulkan dari hasil kegiatan P2M, sebagai berikut.
1) Pemahaman guru SMP Negeri 2 Kubu dapat meningkat melalui pemberian teori
pembelajaran inovatif.
2) Pemahaman guru SMP Negeri 2 Kubu dapat meningkat melalui pemberian
praktek pembelajaran inovatif.

4.2 Saran
Hal yang disarankan dari hasil kegiatan P2M ini, sebagai berikut
1) Penggunaan model-model pembelajaran inovatif perlu lebih dioptimalkan agar
konsep-konsep dasar khususnya sains yang bersifat abstrak dapat dengan mudah
dipahami oleh siswa.
2) Perlu dilaksanakan pelatihan model ini secara lebih intensif dengan melibatkan
pihak terkait seperti Dinas Pendidikan dan berkolaboratif dengan LPM dari suatu
perguruan tinggi tertentu.

DAFTAR PUSTAKA
Arends, R.I. 1997. Strategi-Strategi Belajar terjemahan Mohamad Nur, Classroom
Instructional and Management. Surabaya: Unesa Surabaya
Cox, A.J. dan Junkin, W.F. 2002. Enhanched Student Learning in The Introductory
Physics Laboratory. Physics Education. 32 (1)
Euwe Van den Breg. 1991. Miskonsepsi Fisiska & Remidiasi. Salatiga: Universitas
Satya Wacana.
Gijselaers, W.H. 1996. Connecting Problem-Based Practice with Educational Theory.
New Direction for teaching and Learning. No. 68.

Griffith, A.K, et al. 1992. Students’ Misconcetion Relating to Fundamental


Characteristics of Atom and Molecules. Journal of Research in Science
Teaching. 29. (6). 611-628.
Ibrahim, M. dan Nur, M. 2004. Pengajaran Berbasis Masalah. Surabaya: University
Press.
Marhaeni, AAIN. 2008. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas, Salah Satu Upaya untuk
Meningkatkan Kualitas Kinerja Guru, Makalah Disampaikan pada Seminar
Peningkatan Kinerja Guru di Kediri Tabanan pada Tanggal 5 Agustus 2008.
McNiff, J. 1991. Action Research: Principles and Practice. London: Macmillan.
O’Loughlin, M. 1992. Rethinking Science Beyond Piagetian Countructivisme Toward a
Sosioculture. Model of Teaching & Learning. In Ronal G good (Ed). Journal
of Research and Science Teaching, 29 (8).
Rochman, N. 1997. Konsep dasar tindakan kelas. Bandung IKIP Bandung.
Sapriati. 2000. Pengembangan Instrumen Penelitian Kegiatan Laboratorium Mata
Pelajaran IPA SLTA. Disertasi. Jakarta. UNJ

Edisi Juli 2012 68


Savoie, J.M. & Andrew, S.H. 1994. Problem-Based Learning as Classroom Solution.
Educational Leadership.
Wardhani, IGAK., Wihardit, K., Nasoetion, N.2007. Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Zainul, A. dan Nasoetion, N. 1993. Penelitian Hasil Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti,
Depdikbud.

PELATIHAN MEMBUAT KREASI BENDA FUNGSIONAL


DARI KAIN FLANEL UNTUK MENUMBUHKAN JIWA WIRAUSAHA
DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI BAGIAN B SINGARAJA

Oleh:
Made Diah Angendari, dkk

ABSTRAK
Kegiatan Pengabdian pada Masyarakat ini bertujuan untuk memberikan pelatikan
membuat kreasi benda funsioanal menggunakan kain flanel yang siap dijual dan
mampu menumbuhkan jiwa wirausaha serta untuk mengetahui tanggapan siswa Sekolah
Luar Biasa Bagian B terhadap pelatihan pembuatan kreasi benda fungsioal
menggunakan bahan kain flanel sekaligus menumbuhkan jiwa wirausaha.
Metode kegiatan pengabdian masyarakat ini menggunakan metode ceramah, demontrasi
langsung dipraktekkan oleh peserta, serta tanya jawab. Metode ceramah digunakan
untuk menyampaikan pengetahuan secara umum tentang kreasi produk fungsional dan

Edisi Juli 2012 69


kain flanel, yaitu meliputi sejarah kain flanel, kegunaan kain flanel, macam-macam
kain flanel. Demontrasi digunakan untuk memberikan keterampilan langsung mengenai
proses pembuatan kreasi produk fungsional yang berbahan baku kain flnnel, peralatan
yang diperlukan serta bahan digunakan dalam pembuatan produk fungsional. Tanya
jawab digunakan untuk melengkapi hal-hal yang belum terakomodasi oleh kedua
metode di atas. Pelatihan ini melibatkan dosen Jurusan Pendidikan Kesejahteraan
Keluarga yang bekerja sama dengan Sekolah Luar Biasa Bagian B Singaraja yang
melibatkan siswi SD, SMP dan SMA sebagai subyek sasaran.
Hasil pelatihan pembuatan kreasi benda fungsional dari kain flanel dapat dinyatakan
berhasil. Hal ini dapat dilihat dari: (1) Kehadiran peserta sesuai dengan target yaitu 91%
(20 dari 22 siswa) (2) hasil pelatihan dinyatakan sangat baik sesuai dengan analisis
rubrik penilaian kinerja. (3) Peserta sangat antusias mengikuti pelatihan yang dilihat
dari keseriusan mengikuti pelatihan, banyaknya produk yang dibuat dan mencoba
membuat produk dengan kresai masing-masing.

Kata Kunci: benda fungsional, kain flanel, wirausaha

FUNCTIONAL TRAINING MAKE THINGS CREATION


Of FLANNEL FOR GROWING ENTREPRENEURIAL SPIRIT
OUTSTANDING IN THE STATE SCHOOL SECTION B SINGARAJA

ABSTRACT
Community Service Event aims to give pelatikan make the creation of objects using
flannel funsioanal ready for sale and able to foster an entrepreneurial spirit as well as to
know the Extraordinary School student responses to Part B making training fungsioal
object creation using flannel material while fostering an entrepreneurial spirit.
This method of community service activities using lectures, demonstrations directly
practiced by the participants, as well as frequently asked questions. Lecture method is
used to convey the general knowledge about the creation of functional products and
flannel, flannel cloth which covers the history, uses flannel, flannel variety.
Demonstrations are used to provide direct skills of the creative process of making
functional products made from fabrics flnnel, the necessary equipment and materials
used in the manufacture of functional products. Questions and answers are used to
complement the things that have not been accommodated by the two methods above.
This training involves lecturers Family Welfare Department of Education in
collaboration with the School of Singaraja Extraordinary Part B involving student
elementary, middle and high school as the target subject.
Training results creations creation of functional objects can be declared successful
flannel. It can be seen from: (1) The presence of participants in accordance with the
target of 91% (20 out of 22 students) (2) otherwise excellent training results in
accordance with the analysis of performance assessment rubric. (3) The participants
were very enthusiastic about the training the views of the seriousness of the training, the
number of products made and try to make products with kresai respectively.

Keywords: functional objects, flannel, entrepreneurship

Edisi Juli 2012 70


PENDAHULUAN
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus
yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain:
tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan
prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak
berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat.
Sebagai individu yang memiliki kekurangan maka mereka pada umumnya sering
dianggap kurang memiliki rasa percaya diri dan cenderung menutup diri dari
lingkungannya. Pandangan masyarakat yang kurang positif juga justru menambah beban
permasalahan bagi para penyandang cacat. Sebenarnya dengan keterbatasan-
keterbatasan yang ada pada mereka harus disikapi secara positif agar mereka dapat
dikembangkan seoptimal mungkin potensinya dan diharapkan dapat memberikan
kontribusi positif bagi keluarga, lingkungan, masyarakat, serta pembangunan bangsa.
Sekolah Luar Biasa Bagian B Singaraja Bali adalah sekolah khusus untuk anak-
anak Tunarungu. Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam
pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Di Sekolah ini terdapat siswa
Sekolah Dasar 51 orang, Sekolah Menengah Pertama 15 orang dan Sekolah
Menengah Atas 7 orang.
Berbagai upaya telah banyak dan tak pernah berhenti dilakukan mulai dari
tingkat pusat hinggga di tingkat sekolah untuk mengembangkan pendidikan bagi ABK
di SLB B yang semakin bermutu, namun realita yang ada masih menunjukkan belum
tercapainya apa yang dicita-citakan. Mutu ABK selama masih dalam proses hingga
setelah lulus dari SLB masih diragukan untuk mampu hidup bermasyarakat secara
wajar. Hal ini merupakan tantangan dan kewajiban bagi Universitas Pendidikan
Ganesha, melalui Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) merencanakan dan
melaksanakan pendidikan ketrampilan bagi anak-anak SLB.
Dipandang perlu untuk memberdayakan anak-anak SLB Bagian B untuk
meningkatkan ketrampilan di bidang busana (kerajinan tangan). Mengingat mereka
sudah memiliki ketrampilan dasar menjahit, membuat ketrampilan dan tersedianya alat-
alat menjahit di sekolah. Menurut pendapat Sutrisno (1997) hal yang dapat kita lakukan
dalam pembinaan anak-anak cacat adalah melakukan pendampingan pada mereka dalam

Edisi Juli 2012 71


upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia, sehingga pada waktunya nanti mereka
bisa memasuki atau justru dapat menciptakan lapangan kerja.
Adapun program pelatihan yang akan diberikan adalah membuat kreasi benda
fungsional dengan menggunakan kain flanel. Dipilihnya kain flanel sebagai bahan
utama pembuatan produk kerajinan karena kain flanel mudah didapat dan harganya
tidak terlalu mahal, sedangkan kreasi fungsional yang akan dibuat adalah berupa benda-
benda berupa souvenir yang memiliki fungsi bagi kehidupan sehari-hari. Kreasi benda
fungsional yang akan dibuat adalah gantungan kunci, jepit rambut, tempat pensil,
tempat HP, ikat rambut, bros, pembatas buku, dll.
Universitas Pendidikan Ganesha, membawahi Fakultas Teknik dan Kejuruan
(FTK) yang memiliki jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Pada sub program
tata Busana 65% kurikulumnya mengajarkan praktikum aneka jenis ketrampilan. Oleh
karena itu kegiatan dalam bentuk Pengabdian Masyarakat ini sangat relevan untuk
memecahkan permasalahan yang ada di Sekolah Luar Biasa Bagian B Singaraja.

METODE PELAKSANAAN
a. Kerangka Pemecahan Masalah
Permasalahan yang ada pada berupa kondisi ekonomi Bangsa Indonesia saat ini,
bukanlah hal yang mudah untuk memperoleh pekerjaan, apalagi bagi anak-anak Sekolah
Luar Biasa Bagian B yang memiliki kekurangan fisik. Hal ini tentunya menjadi
permasalahan yang rumit, jika anak-anak SLB bagian B tersebut tidak dipersiapkan
untuk mencari peluang di dunia usaha, dengan kata lain berwirausaha mandiri.
Sedangkan di sekolah tersebut banyak terdapat alat-alat menjahit yang belum
dipergunakan secara optimal.
Akar dari permasalahan adalah siswa SLB Bagian B merupakan sekolah khusus
tunarungu dimana mereka cacat dalam hal pendengaran yang kebanyakan sulit untuk
mencari pekerjaan, dimana anak-anak tersebut belum pernah dilatih untuk membuat
kreasi benda fungsional, dan di sekolah tersebut sudah tersedia alat-alat menjahit yang
belum digunakan secara optimal.
Oleh karena itu sudah seharusnya perguruan tinggi melalui penerapan Dharma
ke 3 yaitu Pengabdian Pada Masyarakat memberikan kontribusi untuk memecahkan
persoalan tersebut. Realisasi pemecahan masalah terhadap kerangka pemecahan
masalah dilakukan melalui peningkatan ketrampilan dalam pelatihan pembuatan kreasi

Edisi Juli 2012 72


benda fungsional menggunakan bahan kain flannel yang siap jual yang mampu
menumbuhkan jiwa wirausaha.
Dengan adanya pelatihan ini diharapkan siswa Selolah Luar Biasa Bagian B
(siswa SMP dan SMA) dapat menerapkan berbagai ketrampilan yang akan diberikan,
dan selalu menggali ide baru untuk berinovasi dalam berkarya. Selanjutnya dengan
penguasaan wawasan dan ketrampilan tersebut para siswa lebih siap untuk mandiri, dan
menjadi insane yang produktif.
Kegiatan pengabdian ini dilaksanakan selama 6 bulan yang terbagi dalam tiga
tahap yaitu: (1) tahap perencanaan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap evaluasi. Tahap
perencanaan telah ditetapkan hal-hal sebagai berikut: tempat/lokasi kegiatan dipilih di
Sekolah Luar Biasa Negeri Bagian B Singaraja Bali, yang terletak di Jl Veteran
Singaraja. Jenis kegiatan berupa pelatihan membuat kreasi benda fungsional
menggunakan kain flannel untuk menumbuhkan jiwa berwirausaha. Tahap pelaksanaan
berupa penyajian materi secara teori selama 1 hari dilanjutkan dengan membuat kreasi
benda fungsional (gantungan kunci, tempat Hp, tempat pensil. pembatas buku, bros,
jepit rambut, ikat rambut, boneka, dll). Tahap yang terakhir adalah evaluasi akhir dan
pelaporan.

b. Metode Pelaksanaan Kegiatan


Kegiatan pengabdian pada masyarakat (P2M) menggunakan metode dalam
bentuk pelatihan keterampilan melalui ceramah, demontrasi dan Tanya jawab
dilaksanak selama 6 bulan. Adapun tahapan-tahapan dalam pelaksanaan kegiatannya :
1. Ceramah digunakan untuk menyampaikan pengetahuan secara umum tentang
kreasi produk fungsional dan kain flanel, yaitu meliputi sejarah kain flannel,
kegunaan kain flannel, macam-macam kain flannel.
2. Demontrasi digunakan untuk memberikan keterampilan langsung mengenai
proses pembuatan kreasi produk fungsional yang berbahan baku kain flnnel,
peralatan yang diperlukan serta bahan digunakan dalam pembuatan produk
fungsional
3. Tanya jawab digunakan untuk melengkapi hal-hal yang belum terakomodasi
oleh kedua metode diatas.
4. Pelatihan pembuatan kreasi produk fungsional dari bahan kain flanel ditujukan
kepada siswa dengan melibatkan seluruh peserta pelatihan.

Edisi Juli 2012 73


5. Evaluasi hasil akhir.

b. Khalayak Sasaran
Khalayak sasaran yang trategis untuk masalah ini adalah siswa Sekolah Luar
Biasa bagian B Singaraja, sebanyak 20 orang yang sedang mengenyam pendidikan SD
sebanyak 6 orang, SMP sebanyak 7 orang dan SMA 7 orang. Dipilihnya siswa
setingkat SMP dan SMA, sebab mereka tergolong usia yang sangat produktif baik
dilihat dari kecepatan kerja, kecepatan belajar, tingkat antusiasme, memilki daya
kreativitas yang tinggi, mereka sudah memiliki ketrampilan memadai untuk tumbuh
menjadi insan mandiri dan produktif.
Pelatihan ini melibatkan dosen Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
(Tata Busana) yang mengampu mata Kuliah Seni Kerajinan Tangan (SKT) di bantu oleh
guru-guru keterampilan dalam berkomunikasi dengan siswa. Bekerja sama dengan
Sekolah Luar Biasa Bagian B Singaraja yang melibatkan siswa SD, SMP dan
SMAsebagai subyek sasaran. Pengabdian ini dilakukan dalam upaya mengadakan
hubungan yang erat melalui pererapan disiplin ilmu khususnya dibidang Tata Busana.
Siswa dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang pembuatan produk
kreasi fungsional berbahan baku kain flanel yang lebih berkualitas dan memiliki nilai
ekonomis yang lebih baik.

c. Evaluasi dan Kriteria Keberhasilan


Tingkat keberhasilan pelatihan ini dilakukan melalui pengamatan langsung
melalui penilaian kinerja dan hasil produk pada peserta dalam proses persiapan,
pelaksanaan, dan evaluasi dalam pembuatan kreasi produk fungsional dari bahan kain
flanel dilakukan oleh instruktur dengan mengacu pada indikator yang tercantun dalam
rubrik yang telah disiapkan. Adapun model rubrik yang digunakan adalah rubrik untuk
menilai ketrampilan proses sebagai berikut:

Tabel 1 Check list proses pembuatan benda fungsional


No Ketrampilan yang diamati Skala Nilai
4 3 2 1
1 Persiapan (Pemilihan bahan, pengukuran, penyiapan alat)
2 Penggunaan Peralatan yang benar

Edisi Juli 2012 74


3 Ketepatan langkah-langkah membuat kreasi produk
fungsional
4 Kesesuaian hasil akhir yang dipresentasikan menurut kreteria
yang diharapkan
5 Menata peralatan setelah selesai kegiatan
6 Kreatifitas produk
7 Kerapian produk
8 Kombinasi warna
4=sangat baik, 3=baik, 2=cukup, 1=kurang

Selanjutnya hasil akhir penilaian kinerja dirata-ratakan dan dikonversi


menggunakan pedoman konversi sebagai berikut:
Tabel 2 Pedoman Hasil Evaluasi
No Rentangan Nilai Katagori
1 85 – 100 4 Sangat baik
2 70 – 84 3 Baik
3 55-69 2 Cukup
4 < 54 1 Kurang

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Deskripsi Hasil Pelatihan Pembuatan Kreasi Benda Fungsional dari Kain
Flanel.
Kegiatan pelatihan pembuatan kreasi benda fungsional dari kain flanel di
Sekolah Luar Biasa Bagian B Singaraja dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 22
September 2012. Kegiatan dimulai pukul 07.30 sampai dengan pukul 11.30 wita.
Kegiatan diawali dengan mengumpulkan peserta di ruang guru yang sekaligus sebagai
tempat pelatihan. Target peserta 22 orang yang terdiri dari siswa SMA dan SMP yang
berjenis kelamin laki-laki dan perempuna. Namun kepala sekolah meminta untuk
pelatihan ini hanya memibatkan siswa perempuan saja, dan ditambah dengan siswa
perempuan dari kelas 4-6 SD. Sehinga peserta semuanya adalah 22 orang yang terdiri
dari siswa SD, SMP dan SMA. Peserta yang berjumlah 20 orang dibagi dalam tiga
kelompok, yaitu kelompok SD, kelompok SMP, dan kelompok SMA.
Acara selanjutnya instruktur (Made Diah Angendari) dibantu oleh guru-guru
keterampilan SD, SMP dan SMA menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan cara
membuat kreasi benda fungsional melalui metode ceramah. Peserta terlihat antusias

Edisi Juli 2012 75


mengikuti kegiatan ini, dan mereka sangat tertarik untuk mencoba. Selanjutnya
instruktur membagi kelompok menjadi tiga.
Kegiatan perkelompok membuat kreasi benda fungsional yang berbeda-beda.
Kelompok SD yang berjumlah 5 orang membuat kreasi benda berupa gantungan kunci,
jepit rambut, gantungan hp, bros, pembatas buku, dan boneka. Sedangkan kelompok
SMP membuat produk tempat HP, dan kelompok SMA membuat tempat pensil. Adapun
kegiatan yang dilakukan pada proses pembuatan benda fungsional pada dasarnya sama,
yaitu peserta diberi kesempatan untuk memilih produk yang akan dibuat, pembuat pola,
menggunting sesuai dengan bentuk, menjahit dengan tusuk feston, memberi hiasan dan
memasang pernak-pernik sehingga menjadi bentuk yang diharapkan.
Setiap peserta dibebaskan membuat kreasi benda funsional, baik meniru contoh-
contoh yang sudah disiapkan atau membuat kresai sendiri. Setiap peserta yang sudah
menyelesaikanproduknya diberi kesempatan untuk membuat beda lain yang mereka
inginkan.
Hasil kegiatan pelatihan pembuatan kreasi benda fungsional dari kain flanel
secara umum dapat dikatakan berhasil. Hal ini dapat dilihat dari persentase kehadiran
peserta mencapai 91%, sedangkan berdasarkan perencanaan, proses dan hasil praktik
dapat dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 3 Rekapitulasi data hasil kegiatan pembuatan kresai benda fungsional dari kain
flanel
No Perencanaan Proses Hasil Total
Peserta
1 4 3 4 11
2 4 4 4 12
3 3 4 3 10
4 3 3 3 9
5 4 4 4 12
6 3 4 4 10
7 4 3 4 11
8 4 3 4 11
9 4 4 4 12
10 3 4 3 10
11 3 3 3 9
12 4 4 4 12
13 3 4 4 10
14 4 3 4 11
15 3 3 4 10
16 4 4 4 12
17 3 4 4 11
18 4 4 4 12
19 4 4 3 11

Edisi Juli 2012 76


20 4 3 4 11
Total 72 72 75
% 90% 90% 93,8% 91,3%

Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat dikatakan dapat dikatakan bahwa pada
perencanaan pembuatan produk kreasi funsional dari kain flanel memperoleh
persentase 90% dalam kategori sangat baik, tahap proses pembuatan produk kreasi
benda funsional mencapai 90% dalam kategori sangat baik, dan pada tahap hasil
memperoleh persentase 93,8%. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembuatan produk kreasi
benda funsional dari kain flanel berhasil sesuai dengan harapan.
Sementara hasil kegiatan perkelompok yang terdiri dari tiga kelompok, yaitu
kelompok SMA membuat tempat Hp, kelompok SMP membuat tempat pensil,
kelompok SD membuat gantungan kunci, jepitan rambut, ikat rambut, dan pembatas
buku. Berdasarkan evaluasi didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4 Rekapitulasi data hasil kegiatan pembuatan kresai benda fungsional (tempat
HP)

No Perencanaan Proses Hasil Total


Peserta
1 4 3 4 11
2 4 4 4 12
3 3 4 3 10
4 3 3 3 9
5 4 4 4 12
6 3 4 4 10
7 4 3 4 11
Total 25 24 26
% 89,9% 85,7% 92,9% 89,3%

Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat dikatakan dapat dikatakan bahwa pada
perencanaan pembuatan produk tempat Hp memperoleh persentase 89,9% dalam
kategori sangat baik, tahap proses pembuatan produk tempat Hp mencapai 85,7% dalam
kategori sangat baik, dan pada tahap hasil memperoleh persentase 92,9%. Jadi dapat
disimpulkan bahwa pembuatan produk tempat Hp dari kain flanel berhasil sesuai
dengan harapan.
Sementara itu sebagian siswa (kelompok SMP) membuat produk tempat pensil
dari kain flanel. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan instruktur diperoleh hasil sebagai
yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Edisi Juli 2012 77


Tabel 5 Rekapitulasi data hasil kegiatan pembuatan kresai benda fungsional (tempat
pensil)
No Perencanaan Proses Hasil Total
Peserta
1 4 3 4 10
2 3 4 4 11
3 3 4 4 11
4 4 3 3 10
5 4 4 4 11
6 4 3 3 10
7 4 3 4 10
Total 24 24 25
% 85,7% 85,7% 89,3% 86,9%

Berdasarkan data pada Tabel 5 dapat dikatakan dapat dikatakan bahwa pada
perencanaan pembuatan produk tempat pensil memperoleh persentase 85,7% dalam
kategori sangat baik, tahap proses pembuatan produk tempat pensil mencapai 85,7%
dalam kategori sangat baik, dan pada tahap hasil memperoleh persentase 86,9%%. Jadi
dapat disimpulkan bahwa pembuatan produk tempat Hp dari kain flanel berhasil sesuai
dengan harapan.
Sedangkan kelompok siswa yang lainnya (kelompok SD) membuat produk
karet rambut, gantungan kunci dan jepit rambut dari kain flanel. Berdasarkan evaluasi
yang dilakukan instruktur diperoleh hasil sebagai yang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Rekapitulasi data hasil kegiatan pembuatan kresai benda fungsional (gantungan
kunci, karet rambut, jepit rambut, pembatas kuku)
No Perencanaan Proses Hasil Total
Peserta
1 3 3 4 10
2 4 4 4 12
3 3 4 4 11
4 4 4 4 12
5 4 4 3 11
6 4 3 4 11
Total 22 22 23
% 91,7% 91,7% 95,8% 93,1%

Berdasarkan data pada Tabel 6 dapat dikatakan dapat dikatakan bahwa pada
perencanaan pembuatan produk gantungan kunci, jepit rambut, ikat rambut dan
pembatas buku memperoleh persentase 91,7% dalam kategori sangat baik, tahap proses
pembuatan produk gantungan kunci, jepit rambut, ikat rambut dan pembatas buku
mencapai 91,7% dalam kategori sangat baik, dan pada tahap hasil memperoleh
persentase 95,8%%. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembuatan produk gantungan

Edisi Juli 2012 78


kunci, jepit rambut, ikat rambut dan pembatas buku dari kain flanel berhasil sesuai
dengan harapan.

2. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil kegiatan P2M yang telah dipaparkan pada hasil, bahwa
kegiaran pengabdian ini mendapat respon yang positif dari para peserta, guru-guru dan
kepala sekolah Luar Biasa Bagian B Singaraja, dimana para peserta sangat antusias
mengikuti kegiatan, dan hasilnya juga sangat baik, begitu juga dengan guru-guru yang
dengan senang hati membantu dalam proses awal sampai akhir.
Disisi lain masih ditemukan beberapa kendala dalam pelaksanaan, misalnya
menentukan waktu, karna pelatihan ini dijadwalkan hari karena hari Sabtu semua
siswa/kelas mendapatkan pelajaran keterampilan, sementara jadwal disekolah banyak
liburnya misalnya libur kenaikan kelas, libur hari raya Idul fitri, Libur galungan dan
Kuningan, perayaan 17 Agustus dan kegiatan-kegiatan lain yang diselenggarakan pada
hari Sabtu.
Produk kreasi benda fungsional yang dibuat sesuai dengan harapan, instruktur
menargetkan pembuatan tujuh benda fungsinal, dan target tersebut terpenuhi. Semua
benda fungsional yang diberikan dapat diselesaikan dengan baik. Adapun produk
fungsional tersebut adalah tempat Hp, tempat pensil, gantungan kunci, jepit rambut, ikat
rambut, pembatas buku, dan boneka.
Namun demikian, kerjasama yang proaktif antar siswa untuk meyelesaikan
setiap tugas seperti tempat Hp, tempat pensil, gantungan kunci, jepit rambut, ikat
rambut, pembatas buku, dan boneka, mereka kerjakan dengan penuh tanggung jawab.
Hal ini mengisyaratkan bahwa mereka sangat disiplin dengan waktu, walaupun mereka
memiliki kekurangan yaitu tidak bisa mendengan dan berbicara, tetapi mereka punya
semangat yang besar untuk belajar.

PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpilkan
sebagai berikut:
1. Pelaksanaan kegiatan pelatihan pembuatan produk kreasi benda fungsional dari
kain flanel telah berhasil membuat tempat HP, tempat pensil, gantungan kunci, ikat

Edisi Juli 2012 79


rambut, jepit rambut, pembatas buku dan boneka, dengan persentase terhadap setiap
tahapan:perencanaan, proses, dan hasil berturut-turut 90%, 90% dan 92,8% dalam
kategori sangat baik.
2. Tanggapan siswa terhadap pelaksanaan kegiatan pelatihan pembuatan kreasi benda
funsional dari kain flanel ini sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari idikator
kehadiran siswa mencapai 92% dari target, dan selama kegiatan berlangsung
mereka sangat antusias mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir kegitan.

2. Saran
Kegiatan P2M di Sekolah Luar Biasa bagian B Singaraja, mendapat respon yang
positif, tentunya hal ini bisa ditindaklanjuti pada waktu berikutnya, dengan bidang-
bidang yang lain misalnya menjahit, pembuatan motif dengan teknik jumputan, dan juga
bidang tata rias, sehingga siswa memiliki ketrampilan yang mencukupi untuk bekal
hidupnya nanti.

DAFTAR PUSTAKA
Imawati, Emi Risna. 2006. Aksesori & Perengkaan Anak Dari kain Felt. PT Gramnedia
Pustaka Utama: Jakarta.
Lunaya art. 15 April 2010.Petunjuk dasar Berkresai dengan Kain Flanel.
http://LunayaArtflanel.htm. Diakses 10 Desember 2011.
Mira. 9 September 2009. Kain Flanel atau Felt.
http://Kainflanel/sejarahflanel.htm. Diakses 10 Desember 2011.
Musdalifah. 2009. Pemberdayaan anak Jalanan Melalui program Life Skill Bidang
Busana. Artikel pada Prosiding Seminar Nasional Akselerasi Peningkatan
Kualitas Sumber Daya manusia melalui Pendidikan Kesejahteraan Keluarga.
UPI Bandung, 30 Oktober 2007.
Sulastiano, Harry. Seni dan Budaya. 2008. Grafindo Media Pratama. Jakarta.
Sunflo’s. 14 Agustus 2009. Gantungan Kunci Strawberry dari kain Flanel.
http://Kainflanel/GantunganKunciStrawberrydariKainFlanel.htm. Diakses 10
Desember 1011.
Schmidlen. Kain Flanel. http://KainFlanel.htm. Diakses 10 Desember 2011.
Rahayu, Endah. 2004. Membuat kreasi fungsional dari kain flannel. Kawan pustaka:
Jakarta.
Yuki. 2005. Terampil kriya, flannel. Puspa swara. Jakarta.

Edisi Juli 2012 80


PELATIHAN MICROSOFT POWER POINT 2007 UNTUK ANAK-ANAK
PANTI ASUHAN SE-KECAMATAN BULELENG

Oleh:
Made Windu Antara Kesiman, dkk
Jurusan Pendidikan Teknik Informatika, Fakultas Teknik dan Kejuruan,
Universitas Pendidikan Ganesha, Jalan Udayana Singaraja Bali
email: dekndu@yahoo.com

Ringkasan Eksekutif
Tujuan dari pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini adalah untuk
meningkatkan keterampilan anak asuh dari panti asuhan se-Kecamatan Buleleng yang
sedang mengenyam bangku pendidikan SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi, dalam
penggunaan aplikasi Microsoft Power Point, dan untuk mengenalkan versi terbaru
Microsoft Power Point 2007 kepada anak asuh dari panti asuhan se-Kecamatan
Buleleng yang sedang mengenyam bangku pendidikan SMP, SMA maupun Perguruan
Tinggi, sehingga dapat memperkecil jurang kesenjangan antara tingkat keterampilan
anak asuh tersebut dengan kebutuhan dunia kerja yang nyata. Metode penerapan ipteks
yang dilakukan adalah berbentuk pelatihan pengenalan dan eksplorasi Microsoft Power
Point versi 2007. Kegiatan pelatihan keterampilan ditunjang dengan ceramah, tanya
jawab dan tentu saja praktek secara langsung di laboratorium komputer. Modul
pelatihan akan diberikan kepada peserta sebagai alat bantu dalam kegiatan praktek di
laboratorium. Dari hasil evaluasi serta temuan-temuan yang diperoleh selama
pelaksanaan kegiatan P2M ini, dapat disimpulkan bahwa program P2M ini telah mampu
memberikan manfaat yang sangat besar dan tepat sasaran bagi khalayak anak-anak panti
asuhan yang menjadi khalayak sasaran dalam kegiatan ini. Bentuk pelatihan seperti ini
merupakan bentuk yang sangat efektif untuk memberikan penyegaran dan tambahan
wawasan serta pengetahuan baru di bidang teknologi informasi di luar proses
pembelajaran yang diterima di sekolah masing-masing.

Kata kunci : pelatihan, microsoft power point 2007, panti asuhan

Executive Summary

Edisi Juli 2012 81


The purpose of this service program is to improve the skills of children from the
orphanage in Buleleng District, from junior high school, high school or college, in the
use of Microsoft Power Point application, and to introduce the latest version of
Microsoft Power Point 2007 to, to minimize the gap between their skills with the needs
of the real working world. Method of application of this service program is a training
program of introduction and exploration of Microsoft Power Point version 2007. This
training program is supported by theoretical and practical exercise in laboratory. From
the evaluation results and the findings obtained during this training program, it can be
concluded that the program is well targeted and has been able to give enormous benefit
for the children. This training program is a very effective way to provide new
knowledge in the field of information technology outside of the learning process which
was received at their respective schools.

Key words: training, microsoft power point 2007, the orphanage


1. Pendahuluan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa tentu tidak terlepas dari
keberhasilan proses pembelajaran di lembaga-lembaga serta institusi-institusi
pendidikan tinggi di negara tersebut. Tahapan perubahan diharapkan mampu membawa
bangsa ke arah kemajuan peradaban yang lebih tinggi dan meresap secara utuh sebagai
jati diri bangsa tersebut. Tingkat penguasaan ilmu dan teknologi merupakan bukti nyata
keberhasilan pembangunan. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berakar dari kebudayaan
bangsa Indonesia yang terangkum dalam Pancasila dan UUD 1945, yang berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan kualitas kehidupan bangsa
Indonesia. Perkembangan bidang teknologi informasi dewasa ini tentu sangat berpotensi
bagi kemajuan dunia pendidikan. Akan tetapi, hendaknya modernisasi adalah
pembaruan aspek-aspek kehidupan masa lampau suatu masyarakat untuk disesuaikan
dengan kebutuhan masa kini dan masa mendatang, tanpa menghancurkan unsur-unsur
orisinalitasnya. Inilah harapan masyarakat awam terhadap pembangunan yang sedang
berlangsung dewasa ini.
Potensi pendidikan teknologi informasi di Kabupaten Buleleng, tentu saja
didukung dengan keberadaan Universitas Pendidikan Ganesha di kota Singaraja, yang
menjadi tolak ukur dalam menghasilkan tenaga-tenaga pengajar maupun tenaga-tenaga
profesional di bidang teknologi informasi, khususnya lulusan yang dicetak oleh Jurusan
Pendidikan Teknik Informatika. Potensi lembaga pendidikan ini diharapkan dapat
memberikan hasil yang maksimal dengan adanya dukungan komponen masyarakat yang
ditemukan di wilayah-wilayah kecamatan se-Kabupaten Buleleng. Khalayak sasaran
dari pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini adalah beberapa anak asuh dari

Edisi Juli 2012 82


panti asuhan se-Kecamatan
Kecamatan Buleleng yang sedang mengenyam bangku pendidikan
SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi. Kabupaten Buleleng merupakan kabupaten
terluas yang ada di Bali, memiliki 9 (sembilan) kecamatan yang tersebar diseluruh
daerah Bali utara,, terbentang dari ujung barat sampai ujung timur pulau Bali, dengan
ibukota kabupaten terletak di kota Singaraja, yang sekaligus merupakan ibukota
Kecamatan Buleleng. Terkait dengan panti asuhan, terdapat sekitar 6 (enam) lokasi
panti asuhan yang berada di wilayah Kecamatan Buleleng yang ditangani Dinas Sosial
Kabupaten Buleleng. Data panti asuhan yang ada di Kecamatan Buleleng beserta
prosentase jumlah anak asuh yang ditampung, digolongkan berdasarkan jenjang
pendidikannya ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Data Anak Asuh pada Panti Asuhan di Kecamatan Buleleng berdasarkan
jenjang pendidikan (Dinas Sosial Kabupaten Buleleng,2009)
Jenjang Pendidikan (%)
No Nama Panti Alamat
SD SMP SMA Kuliah Kerja
Jl. Pulau Timor
1 P.A. Dana Punia 1.15 63.21 28.74 6.9 0
No.24 Singaraja
Jl. W.R. Supratman
2 P.A. Widya Asih III gang Undis 21.1 33.94 37.61 7.3 0
Singaraja
Jl. Nusa Indah No.
3 P.A. Simpang Tiga 36.27 22.72 15.9 20.45 4.5
14 B Singaraja
P.A.Udyana Jl. Dewi Sartika
4 0 41.18 58.82 0 0
Wiguna No.20 Singaraja
Jl.Veteran No.11
5 P.A. Bina Mulya 95 5 0 0 0
Singaraja
Jl. Melati No. 15
6 P.A. Al Khoirot 65.12 25.58 9.3 0 0
Singaraja

Sebaran Jenjang Pendidikan Anak Asuh

KULIAH KERJA
SMA 6% 1%
25% SD
36%

SMP
32%

Gambar 1 Sebaran Jenjang Pendidikan Anak Asuh

Edisi Juli 2012 83


Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa seluruh anak asuh yang ditampung
panti asuhan masih berada dalam usia produktif. Khusus untuk anak-anak asuh yang
mengenyam pendidikan di bangku SMP, SMA dan Perguruan Tinggi, tentu saja telah
mendapatkan Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di sekolah
masing-masing. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru pengampu mata
pelajaran TIK di beberapa sekolah menengah, diketahui bahwa salah satu materi utama
yang diberikan dalam mata pelajaran TIK adalah pengenalan paket program aplikasi
Microsoft Office, seperti Microsoft Word, Microsoft Excel dan Microsoft Power Point.
Namun, pemberian materi tersebut hanya didasarkan pada satu versi saja yang kebetulan
dimiliki oleh sekolah yang bersangkutan.
Program pengabdian masyarakat ini tentu saja terkait erat dengan program yang
dicanangkan oleh Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan Nasional dalam hal pemberian
dan pemerataan bekal pendidikan dan keterampilan baik yang bersifat formal maupun
non formal bagi seluruh remaja, terutama bagi mereka yang kurang mampu.
pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini diharapkan dapat membantu
terwujudnya program-program sosial dan pendidikan yang telah menjadi bagian rencana
peningkatan kualitas sosial dan pendidikan masyarakat pada umumnya.
Tujuan dari pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini adalah :
1. Untuk meningkatkan keterampilan anak asuh dari panti asuhan se-Kecamatan
Buleleng yang sedang mengenyam bangku pendidikan SMP, SMA maupun
Perguruan Tinggi, dalam penggunaan aplikasi Microsoft Power Point.
2. Untuk mengenalkan versi terbaru Microsoft Power Point 2007 kepada anak asuh
dari panti asuhan se-Kecamatan Buleleng yang sedang mengenyam bangku
pendidikan SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi, sehingga dapat memperkecil
jurang kesenjangan antara tingkat keterampilan anak asuh tersebut dengan
kebutuhan dunia kerja yang nyata.

2. Sumber Inspirasi
Sebagian besar sekolah menengah masih menggunakan Microsoft Office versi
2003. Para guru cenderung memberikan materi pengenalan aplikasi Microsoft Office
sesuai dengan versi aplikasi yang digunakan saat itu saja, tanpa adanya antisipasi jika
suatu saat nanti, siswa tersebut harus dihadapkan dengan versi terbaru dari Microsoft
Office yang belum pernah digunakan sebelumnya. Sementara itu, pihak Microsoft

Edisi Juli 2012 84


Corperation, yang merupakan pembuat program aplikasi Microsoft Office, selalu
mengeluarkan versi terbaru dari produk mereka dalam jangka waktu yang relatif
singkat. Sehingga dikhawatirkan, para siswa tidak akan mampu mengejar kesenjangan
antara pengetahuan yang diperoleh di sekolah tentang sebuah versi aplikasi Microsoft
Office terdahulu, dibandingkan dengan kebutuhan dunia kerja dan industri yang
berevolusi lebih cepat dalam hal penggunaan versi terbaru dari aplikasi Microsoft
Office. Terlebih lagi, dengan adanya perkembangan dunia desain grafis yang begitu
cepat, menawarkan tampilan-tampilan dari produk-produk terbaru Microsoft
Corporation yang cukup jauh berbeda dengan versi-versi sebelumnya. Sehingga sangat
dikhawatirkan para siswa tidak mampu mengikuti pola perubahan versi aplikasi
tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut :
1. Anak asuh dari panti asuhan se-Kecamatan Buleleng yang sedang mengenyam
bangku pendidikan di SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi, hanya memiliki
keterampilan yang masih sangat minim dalam penggunaan aplikasi Microsoft
Power Point.
2. Perkembangan yang begitu cepat dari aplikasi Microsoft Power Point, seperti
dikeluarkannya versi terbaru Microsoft Power Point 2007, semakin memperlebar
jurang kesenjangan antara tingkat keterampilan anak asuh tersebut dengan
kebutuhan dunia kerja yang nyata.

3. Metode
Metode penerapan ipteks yang dilakukan adalah berbentuk pelatihan pengenalan
dan eksplorasi Microsoft Power Point versi 2007. Program pelatihan ini dilaksanakan
dengan metode ceramah dilanjutkan dengan praktikum secara langsung dengan
membuat contoh-contoh dokumen dari aplikasi Microsoft Power Point 2007. Kegiatan
pelatihan keterampilan akan ditunjang dengan ceramah, tanya jawab dan tentu saja
praktek secara langsung di laboratorium komputer. Modul pelatihan akan diberikan
kepada peserta sebagai alat bantu dalam kegiatan praktek di laboratorium.

4. Karya Utama

Edisi Juli 2012 85


Pelaksanaan program pelatihan ini memilih format pelaksanaan langsung selama
8 jam dalam sesi satu hari, mengingat keterbatasan kesesuaian jadwal antara jam
sekolah anak-anak Panti Asuhan dan juga kegiatan di luar sekolah yang diwajibkan oleh
pihak pengelola panti asuhan. Pemilihan hari pelaksanaan pelatihan hanya
dimungkinkan di hari Minggu, karena jadwal 6 hari sekolah bagi anak-anak panti
asuhan.
Untuk sarana dan prasarana pelaksanaan pelatihan ini, digunakan Laboratorium
Sistem Cerdas yang merupakan laboratorium komputer milik Jurusan Pendidikan
Teknik Informatika, Undiksha. Perangkat komputer dan aplikasi Microsoft Power Point
2007 telah tersedia dan terinstall dengan baik, sehingga tidak memerlukan waktu yang
lama untuk persiapan pelaksanaan program pelatihan ini.

Gambar 2 Fasilitas Laboratorium Sistem Cerdas Jurusan PTI Undiksha

Materi yang diberikan untuk pengenalan Microsoft Power Point 2007


disesuaikan dengan level pengajaran setingkat SMP/SLTP, mengingat kurikulum TIK
pertama kali diberikan untuk jenjang SMP/SLTP. Disamping itu, perbedaan materi
Microsoft Office antara kurikulum SMP/SLTP dan kurikulum SMA/SLTA tidak terlalu
jauh. Sesuai dengan modul pelatihan yang diorganisasikan sesuai dengan struktur
aplikasi Microsoft Office, pelatihan dimulai dengan level paling mendasar berupa
pengenalan menu dan tampilan visual terbaru dari Microsoft Office versi terbaru.
Kemudian dilanjutkan dengan pemanfaatan fungsi-fungsi utama dari program pengolah
kata.
Tim tutor yang berjumlah 3 orang merupakan dosen yang memiliki latar
belakang pendidikan Informatika dan Ilmu Komputer. Tim tutor merupakan tenaga
yang kompeten dan profesional dalam bidang teknologi informasi (IT). Penguasaan
terhadap paket program aplikasi Microsoft Office merupakan kebutuhan yang utama

Edisi Juli 2012 86


dalam menjalankan kegiatan pendidikan dan penelitian di Jurusan Pendidikan Teknik
Informatika.

5. Ulasan Karya
Keberhasilan pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini dilihat dari dua
tolok ukur sebagai berikut :
1. Respons positif dari peserta pelatihan
Respons peserta pelatihan akan diukur melalui observasi selama pelatihan
berlangsung dan dengan memberikan kuesioner yang menyangkut kesan, saran,
kritik dan usulan peserta pelatihan terhadap program pengabdian masyarakat ini.
2. Meningkatnya keterampilan peserta setelah mendapat pelatihan
Keterampilan peserta pelatihan akan diobservasi saat pelatihan melalui
pemberian tugas-tugas tentang contoh aplikasi Microsoft Power Point 2007.
Selama pelaksanaan program pelatihan ini, mulai dari tahap persiapan sampai
pelaksanaannya, dapat disampaikan temuan-temuan sebagai berikut :
1. Antusiasme pihak pimpinan panti asuhan sangat tinggi, menyambut dengan baik
tawaran kerjasama sebagai mitra dalam program pengabdian masyarakat ini.
Pihak panti asuhan berharap program ini bisa dilaksanakan secara reguler dan
berkala di tahun-tahun selanjutnya.
2. Materi pelatihan yang diberikan sangat sesuai dengan level pembelajaran untuk
anak-anak panti asuhan, terlihat dari efektifitas dan tingkat kesulitan pengenalan
aplikasi baru yang tidak terlalu memberatkan bagi para peserta pelatihan. Materi
ini benar-benar memberikan penyegaran dan penambahan wawasan atas
program-program aplikasi di luar yang telah mereka dapatkan di sekolah
masing-masing.
3. Situasi dan kondisi pelatihan sangatlah kondusif dan memberikan kenyamanan
bagi peserta pelatihan. Hal ini tentu saja di dukung dengan fasilitas sarana dan
prasarana yang sangat memadai milik Jurusan Pendidikan Teknik Informatika,
Undiksha.
4. Potensi dan kemampuan pembelajaran dari anak-anak panti asuhan peserta
pelatihan terlihat baik, terbukti dari hasil observasi yang dilakukan selama

Edisi Juli 2012 87


pelatihan berlangsung, anak-anak panti asuhan mampu mengikuti dan
menyelesaikan dengan baik tugas-tugas yang diberikan oleh para tutor.

6. Kesimpulan
Dari hasil evaluasi serta temuan-temuan yang kami peroleh selama pelaksanaan
kegiatan P2M ini, dapat kami simpulkan bahwa program P2M ini telah mampu
memberikan manfaat yang sangat besar dan tepat sasaran bagi khalayak anak-anak panti
asuhan yang menjadi khalayak sasaran dalam kegiatan ini. Bentuk pelatihan seperti ini
merupakan bentuk yang sangat efektif untuk memberikan penyegaran dan tambahan
wawasan serta pengetahuan baru di bidang teknologi informasi di luar proses
pembelajaran yang diterima di sekolah masing-masing.
Sesuai dengan hasil evaluasi respons yang telah dilakukan, peserta menyarankan
hendaknya program-program pengabdian masyarakat seperti ini bisa dilaksanakan
secara reguler dan berkala, melihat tingkat kebutuhan yang sangat tinggi akan
pengenalan aplikasi-aplikasi komputer yang baru, dalam jangka waktu yang relatif
singkat mengikuti perkembangan teknologi secara global.

7. Dampak dan Manfaat


Manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan program pengabdian masyarakat
ini adalah :
1. Bagi anak-anak asuh dari panti asuhan se-Kecamatan Buleleng yang sedang
mengenyam bangku pendidikan SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi,
pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini dapat lebih membantu mereka
dalam menyiapkan diri ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi selanjutnya,
maupun untuk menambah keterampilan dasar yang wajib dikuasai ketika
memasuki dunia kerja nantinya.
2. Bagi Pemerintah Daerah Tk. III (Kecamatan) Buleleng, khususnya Dinas Sosial
dan Dinas Pendidikan Nasional, pelaksanaan program pengabdian masyarakat
ini diharapkan dapat membantu terwujudnya program-program sosial dan
pendidikan yang telah menjadi bagian rencana peningkatan kualitas sosial dan
pendidikan masyarakat pada umumnya.

Edisi Juli 2012 88


3. Bagi pelaksana, program pengabdian masyarakat ini diharapkan dapat menjadi
sarana untuk turut berperan serta dalam meningkatkan kualitas sosial dan
pendidikan masyarakat sekitar, berupa pengejawantahan ilmu dan pengetahuan
yang diperoleh dari lembaga pendidikan tinggi.
8. Daftar Pustaka
Kesiman M.W.A, 2010, Laporan Akhir P2M, IbM Pelatihan Microsoft Word 2007
Untuk Anak-anak Panti Asuhan Se-Kecamatan Buleleng
Kesiman M.W.A, 2011, Laporan Akhir P2M, IbM Pelatihan Microsoft Excel 2007
Untuk Anak-anak Panti Asuhan Se-Kecamatan Buleleng

Edisi Juli 2012 89


PELATIHAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH BAGI GURU-GURU KIMIA
DI KABUPATEN KARANGASEM

Oleh:
I Wayan Redhana, dkk
Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA, Undiksha

ABSTRAK
Tujuan kegiatan P2M ini adalah menghasilkan produk berupa artikel ilmiah
yang siap diterbitkan dalam Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia (JPKimIa). Untuk
mencapai tujuan tersebut, dilakukan kegiatan pelatihan penulisan artkel ilmiah kepada
guru-guru kimia yang tergabung dalam MGMP Kimia Kabupaten Karangasem.
Kegiatan pelatihan yang dilakukan diawali dengan berkoordinasi dengan MGMP Kimia
Kabupaten Karangasem mengenai jadwal dan tempat pelaksanaan P2M, pelatihan
pencarian informasi atau browsing internet, pembekalan penulisan artikel ilmiah,
pelatihan menganalisis artikel, dan pembuatan artikel ilmiah. Kegiatan dirancang
selama satu bulan penuh dari tanggal 23 September sampai dengan tanggal 31 Oktober
2012 yang dilaksanakan di SMAN 1 Amplapura. Kegiatan pembekalan tentang
pencarian informasi atau browsing internet, penulisan proposal penelitian tindakan
kelas, penulisan artikel ilmiah, analisis artikel, dan pembuatan artikel ilmiah dilakukan
pada tanggal 23 Septermber 2012. Jumlah peserta yang hadir pada kegiatan pembekalan
tersebut ini sebanyak 16 orang dari 30 orang yang diundang. Pada pembekalan ini,
peserta sangat antusias bertanya, tidak saja berkaitan dengan artikel yang akan dibuat,
tetapi juga berkaitan dengan penelitian tindakan kelas. Setelah itu dilanjutkan dengan
penulisan artikel yang dibimbing oleh dosen-dosen yang terlibat dalam kegiatan P2M
ini. Penulisan artikel dilanjutkan di rumah masing-masing selama satu bulan. Selama
penulisan artikel ini, peserta dapat berkonsultasi melalui telepon atau email. Kemudian,
pada tanggal 31 Oktober 2012 peserta hadir membawa artikel yang telah dibuat dalam
kegiatan pembimbingan. Jumlah peserta yang hadir pada kegiatan ini sebanyak 11 orang
dari 30 orang yang diundang. Pada kegiatan ini peserta diberikan kesempatan untuk
menanyakan masalah-masalah yang dihadapi berkaitan dengan penulisan artikel.
Jumlah artikel yang dapat dikumpulkan pada kegiatan ini sebanyak enam buah artikel.
Namun, artikel ini masih perlu diperbaiki agar layak diterbitkan dalam JPKimIa.

A. Pendahuluan
Jabatan fungsional guru adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang
lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki oleh
Pegawai Negeri Sipil. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

Edisi Juli 2012 90


mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Oleh karena itu, peranan guru dalam memajukan pendidikan dan
dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting dan strategi.
Mengingat pentingnya peranan guru dalam memajukan pendidikan nasional dan
menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, guru yang berkualitas di masa
sekarang dan di masa yang akan datang mutlak diperlukan. Untuk itu, pemerintah
melalui Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara mengeluarkan Permenegpan
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Angka Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Unsur dan sub unsur kegiatan guru yang dinilai angka kreditnya meliputi pendidikan,
pembelajaran/ pembimbingan, pengembangan keprofesian berkelanjutan, dan
penunjang. Pengembangan keprofesian berkelanjutan meliputi sub unsur pengembangan
diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. Publikasi ilmiah dapat meliputi publikasi
ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal dan
publikasi buku teks pelajaran. Pada Pasal 16 Ayat (2) dinyatakan bahwa “Untuk
kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi dari guru pertama, pangkat penata
muda, golongan ruang IIIa sampai dengan guru utama, pangkat pembina utama,
golongan ruang IVe wajib melakukan kegiatan pengembangan keprofesian
berkelanjutan yang meliputi sub unsur pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau
karya inovatif.” Peraturan ini mulai berlaku 1 Januari 2011. Ini menyisyaratkan kepada
kita bahwa guru-guru harus melakukan pengembangan diri jika mengusulkan kenaikan
jabatan/pangkat. Salah satu pengembangan diri yang dapat dilakukan oleh guru-guru
adalah dengan membuat karya ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.
Untuk membantu guru-guru kimia alumni Jurusan Pendidikan Kimia dalam
mempublikasikan hasil-hasil penelitian atau gagasan pemikiran kritisnya, Ikatan Alumni
Jurusan Pendidikan Kimia (IKA-Kim) FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha
(Undiksha) membuat suatu wadah komunikasi ilmiah yang berupa jurnal ilmiah. Jurnal
ini kemudian diberi nama Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia (disingkat JPKimIa).
Dalam perkembangannya, keberadaan jurnal ini tidak hanya untuk menampung hasil-
hasil penelitian dari guru-guru kimia alumni Jurusan Pendidikan Kimia Undiksha, tetapi
juga untuk mempublikasikan karya dari seluruh peneliti, praktisi, pemerhati pendidikan,
dan pengembang kurikulum, khususnya dalam bidang pendidikan kimia. Melalui media
komunikasi berupa JPKimIa ini, para peneliti dan praktisi dalam bidang pendidikan

Edisi Juli 2012 91


kimia dapat menyebarluaskan hasil-hasil penelitian dan gagasannya kepada masyarakat
ilmiah sehingga masyarakat ilmiah dapat mengimplementasikan hasil-hasil penelitian
atau gagasan kritis tersebut untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita.
Selain oleh guru-guru kimia, hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan dalam JPKimIa
ini juga dapat dimanfaatkan oleh semua pemangku kepentingan, termasuk dinas
pendidikan dan perguruan tinggi dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan.
JPKimIa terbit dua kali yaitu periode April dan Oktober setiap tahunnya. Setiap
terbitan memerlukan sekitar 10 artikel. Untuk memperoleh jumlah 10 artikel setiap
terbitan atau nomor tentu bukan pekerjaan yang mudah. Memang ada kebijakan di
Jurusan Pendidikan Kimia bahwa kekurangan artikel akan dipenuhi dari artikel skripsi
mahasiswa S1. Selain itu, kekurangan artikel setiap terbitan akan di-back up oleh artikel
dari dosen-dosen di Jurusan Pendidikan Kimia.
Kenyataannya, jumlah artikel yang diharapkan dari guru-guru kimia alumni
Jurusan Pendidikan Kimia sangat kurang. Apa yang menjadi harapan ketika JPKimIa di
bentuk yaitu mewadahi hasil-hasil penelitian atau gagasan dari guru-guru kimia, tidak
dapat terpenuhi. Dari dua nomor yang sudah terbit, kebanyakan tulisan berasal dari
dosen-dosen dan mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia yang telah menyelesaikan
skripsi. Jurusan Pendidikan Kimia memang mewajibkan kepada mahasiswa agar
membuat artikel hasil penelitian dari skripsinya. Artikel inilah yang sementara menjadi
penopang pemenuhan artikel JPKimIa.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 152/E/T/2012 tentang Publikasi
Karya Ilmiah. Isi surat edaran tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, untuk lulus
program sarjana, mahasiswa harus telah menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal
ilmiah. Kedua, untuk lulus program magister, mahasiswa harus telah menghasilkan
makalah yang terbit pada jurnal ilmiah nasional, diutamakan yang terakreditasi Dikti.
Ketiga, untuk lulus program doktor, mahasiswa harus telah menghasilkan makalah yang
terbit pada jurnal internasional. Ketentuan ini merupakan pemecahan atas masalah
paceklik publikasi ilmiah. Pemerintah berasumsi bahwa pengejaran kuantitas publikasi
ilmiah dapat dijadikan indikasi peningkatan kualitas karya ilmiah.
Berkaitan dengan surat edaran ini, mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia telah
memiliki wadah untuk menerbitkan artikel skripsinya dalam JPKimIa. Oleh karena itu,
kehadiran dari JPKimIa ini juga merupakan solusi bagi mahasiswa Jurusan Pendidikan

Edisi Juli 2012 92


Kimia yang mungkin akan sulit menerbitkan artikelnya hasil penelitian skripsinya. Ini
berarti, JPKimia tidak akan kekurangan artikel untuk setiap terbitan, paling tidak
disuplai oleh artikel dari hasil penelitian skripsi mahasiswa di Jurusan Pendidikan
Kimia.
Namun, jurnal yang baik adalah jurnal yang mempublikasikan artikel yang
berasal dari luar. Dengan kata lain, jurnal tidak hanya memuat artikel dari dalam atau
kalangan sendri (Jurusan Pendidikan Kimia Undiksha), tetapi juga memuat artikel dari
luar. Salah satu syarat jurnal agar bisa diakreditasi oleh Dikti adalah artikel yang dimuat
paling tidak 60% berasal dari luar. Ini tentu pekerjaan yang tidak mudah.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan artikel yang berasal dari luar, pihak pengelola
perlu melakukan sosialisasi JPKimIa kepada penulis luar. Untuk hal ini, sosialisasi telah
dilakukan kepada guru-guru kimia yang ada di propinsi Bali, Jawa Timur, dan Nusa
Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur ketika rapat IKA-Kim. Pengelola juga telah
melakukan sosialisasi JPKimIa ke universitas di luar Undiksha, seperti Universitas
Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri Semarang, Universitas Negeri Surabaya, dan
Universitas Sri Wijaya dengan cara mengirimkan contoh terbitan JPKimIa kepada salah
satu dosen di universitas tersebut dan mengimbau dosen yang bersangkutan akan
mengarahkan mahasiswa menulis artikel di JPKimIa. Pengelola juga telah membuat
web JPKimIa (masih offline), namun belum bisa di-upload ke web Undiksha dengan
alasan birokrasi. Karena JPKimIa belum terakreditasi, para penulis masih enggan
memasukkan artilkel atau tulisannya.
Penulis luar yang paling layak disasar adalah guru-guru kimia alumni Jurusan
Pendidikan Kimia Undiksha yang ada di propinsi Bali. Namun, secara umum
kemampuan guru-guru kimia menulis artikel ilmiah masih sangat rendah. Untuk itu,
melalui kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (P2M) ini, pengelola memberikan
pelatihan tentang penulisan artikel ilmiah bagi guru-guru kimia. Mengingat jangkauan
dan jumlah guru-guru kimia sangat banyak, kegiatan pelatihan ini dilakukan secara
bertahap, yaitu setiap tahunnya dilaksanakan pelatihan di satu kabupaten/kota. Pada
tahun 2011, kegiatan pelatihan penulisan artikel bagi guru-guru kimia ini telah
dilakukan di kabupaten Gianyar. Dari kegiatan di kabupaten Gianyar ini telah dihasilkan
dua artikel yang telah terbit di JPKimia. Untuk tahun 2012 ini, kegiatan P2M diarahkan
untuk memberikan pelatihan penulisan artikel ilmiah bagi guru-guru kimia di kabupaten
Karangasem.

Edisi Juli 2012 93


Kemampuan guru-guru kimia yang ada di kabupaten Karangasem dalam menulis
karya ilmiah secara umum masih sangat rendah, walaupun diakui bahwa beberapa guru-
guru kimia telah memiliki kemampuan menulis karya ilmiah yang sangat memadai.
Beberapa dari mereka bahkan menjadi guru teladan di tingkat propinsi dan nasional dan
juga memenangkan lomba karya ilmiah (penelitian tindakan kelas) di tingkat nasional.
Namun, keberhasilan beberapa orang guru kimia ini tidak diikuti oleh guru lainnya.
Beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi berkaitan dengan rendahnya
kemampuan guru-guru kimia di kabupaten Karangasem menulis artikel ilmiah dapat
diuraikan sebagai berikut.
Pertama, guru-guru kimia kurang memiliki sumber-sumber informasi, seperti
buku dan jurnal. Hal ini dikemukakan oleh beberapa orang guru kimia bahwa mereka
tidak memiliki buku atau jurnal sehingga mereka tidak dapat mendukung tulisannya
dengan teori-teori yang ada. Demikian juga tidak ada perpustakaan di daerah mereka.
Walaupun mereka tidak memiliki sumber informasi yang memadai atau tidak terdapat
perpustakaan di daerah mereka yang khusus menyediakan buku-buku pendidikan,
mereka sesungguhnya dapat mengakses atau browsing informasi di internet. Asalkan
mereka dapat menuliskan kata-kata kunci dengan tepat, mereka akan memperoleh
informasi dimaksud dengan cepat. Beberapa sekolah terutama Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI) telah memiliki jaringan internet di sekolahnya. Namun, mereka
belum bisa memanfaatkan jaringan internet ini secara maksimal karena mereka
kebingungan atau tidak mengetahui cara mengangkses informasi dengan cepat dan
tepat. Akibatnya, mereka seperti ayam bertelur di padi, namun mati kelaparan. Artinya,
fasilitas internet sudah tersedia, namun mereka belum bisa memanfaatkan fasilitas
internet tersebut secara optimal.
Kedua, guru-guru kimia umumnya tidak memiliki hasil penelitian atau gagasan
untuk ditulis. Hal ini sangat berkaitan dengan masalah pertama yaitu kurangnya tersedia
sumber informasi berupa buku dan jurnal tentang pendidikan. Walaupun guru-guru
kimia tidak memiliki hasil penelitian untuk ditulis, mereka dapat menulis gagasan
inovatifnya. Gagasan ini dapat diperoleh dari membaca hasil-hasil penelitian atau
gagasan pemikiran orang lain. Masalah utama adalah mereka malas membaca materi
yang berkaitan dengan pendidikan kimia.
Ketiga, kemampuan guru-guru kimia dalam menulis atau menuangkan ide dalam
tulisan secara umum sangat rendah. Guru-guru kimia umumnya tidak terbiasa menulis.

Edisi Juli 2012 94


Pekerjaan menulis, dalam hal ini artikel ilmiah, memerlukan latihan dan pembiasaan.
Keterampilan menulis ini tidaklah dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh melalui
proses pembelajaran dan latihan. Orang memiliki keterampilan menulis artikel ilmiah
karena mereka berlatih menulis artikel. Hasil tulisannya pasti kurang baik pada awal
mereka belajar menulis. Seiring dengan waktu dan latihan yang keras dan sungguh-
sungguh mereka akan dapat melahirkan artikel berkualitas.
Terakhir, guru-guru kimia tidak memahami aturan tata tulis ilmiah dalam jurnal
ilmiah. Mereka membuat judul sangat panjang, bahkan mereka mengkopi judul
penelitian menjadi judul artikel. Masalah lainnya adalah pembuatan abstrak. Mereka
membuat abstrak lebih dari 200 kata, bahkan satu halaman dengan spasi tunggal.
Demikian juga dengan jumlah kata-kata kunci. Mereka membuat kata-kata kunci lebih
dari lima. Pada bagian pendahuluan, mereka menguraikan terlalu panjang lebar teori
dan mereka sering mengambil kalimat atau paragraf dari buku atau tulisan orang lain
tanpa menyebutkan sumbernya. Di samping itu, tulisan yang dibuat oleh guru-guru
kimia sering tidak berkaitan antara paragraf yang satu dengan paragraf yang lain.
Sementara itu pada metode penelitian, mereka menulis desain penelitian tidak jelas.
Untuk bagian hasil dan pembahasan mereka tidak menyajikan hasil secara ringkas.
Rerata tidak disertai standar deviasi. Demikian juga sering terjadi penyajian ganda, data
yang sama disajikan dalam berbagai bentuk. Artinya, data sudah disajikan dalam bentuk
tabel, juga disajikan dalam bentuk grafik. Dalam hal pembahasan, guru-guru tidak
membahas temuan secara mendalam, melainkan menarasikan temuan atau hasil secara
panjang lebar. Demikian juga guru-guru kimia kurang membandingkan temuannya
dengan temuan lain yang dihasilkan oleh peneliti lain.
Kondisi di atas akan menjadikan guru-guru kimia sebagai konsumen ide, bukan
sebagai produsen ide. Guru-guru kimia hendaknya dapat menghasilkan ide-ide atau
gagasan inovatif yang dapat dibagi (di-sharing) kepada sesama profesi. Jika setiap
orang guru kimia dapat menghasilkan ide-ide inovatif dan membaginya kepada guru-
guru kimia lain, maka ide-ide tersebut akan dapat dimiliki oleh guru-guru lain. Dengan
kata lain, proses berbagi (memberi dan menerima) akan dapat berlangsung dengan baik.
Inilah yang sesungguhnya disebut sebagai masyarakat ilmiah dan masyarakat belajar
(learning community).
Luaran yang diharapkan dari kegiatan P2M ini adalah artikel ilmiah yang siap
dipublikasikan di JPKimIa. Dengan demikian, rumusan permasalahan yang akan dicari

Edisi Juli 2012 95


jawabannya setelah guru-guru kimia mengikuti kegiatan P2M ini adalah sebagai
berikut.

1) Berapa jumlah produk artikel ilmiah yang dapat dihasilkan oleh guru-guru kimia di
kabupaten Karangasem yang siap dipublikasikan dalam JPKimIa?
2) Bagaimana kualitas artikel ilmiah yang dihasilkan oleh guru-guru kimia di kabupaten
Karangasem?

B. Metode Kegiatan
1. Kerangka Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah di atas didekati dengan menggunakan kerangka berpikir,
seperti ditunjukkan di bawah. Masalah yang ada di lapangan diidentifikasi, kemudian
dirumuskan alternatif pemecahan masalahnya. Kemudian, dari alternatif pemecahan
masalah yang berhasil diidentifikasi, dipilih alternatif yang paling mungkin dan tepat
sasaran untuk mengatasi masalah yang ada. Setelah memilih alternatif yang paling
mungkin dan tepat sasaran, selanjutnya dirumuskan metode kegiatan/pelaksanaan
pemecahan masalah.

Alternatif Pemecahan Masalah


Menyediakan sumber-sumber belajar, seperti
Permasalahan buku dan jurnal
Kurangnya kemampuan guru-guru Melatih guru-guru dalam mencari informasi di
kimia dalam mencari sumber-sumber internet
informasi Melaksanakan seminar tentang penulisan artikel
Kurangnya kemampuan guru-guru ilmiah
kimia dalam menulis artikel ilmiah Mengadakan pelatihan tentang penulisan artikel
ilmiah
Menyediakan bimbingan bagi guru-guru yang
mempunyai masalah tentang penulisan artikel
ilmiah

Edisi Juli 2012 96


Alternatif yang paling mungkin
dan tetap sasaran
Metode Kegiatan • Melatih guru-guru dalam mencari
Pelatihan: penulisan artikel imiah bagi guru- informasi di internet
• melatih guru-guru tentang
Gambar 1. Bagan Skematis Kerangka Pemecahan Masalah

2. Metode Pelaksanaan Kegiatan


Metode pelaksanaan kegiatan berupa pelatihan. Kegiatan pelatihan penulisan
artikel ilmiah dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Berkoordinasi dengan MGMP Kimia kabupaten Karangasem
Penulis berkoordinasi dengan pengurus MGMP Kimia kabupaten Karangasem
berkaitan dengan kegiatan pelatihan, terutama mengenai tempat dan jadwal
pelaksanaan. Kegiatan pelatihan ini kan dilaksanakan pada tanggal 23 September2012
sampai Oktober 2012. Pengurus MGMP diharapkan dapat membantu penulis
menyiapkan prasarana dan sarana penunjang pelaksanaan kegiatan pelatihan. Pengurus
MGMP juga menyurati anggota MGMP untuk menjadi peserta dalam kegiatan
pelatihan. Jumlah guru-guru kimia yang diundang sebanyak 30 orang.
b. Pelatihan pencarian informasi atau browsing internet
Kegiatan ini diawali dengan pemberian informasi atau pembekalan kepada
seluruh peserta tentang cara-cara dan trik-trik cepat pencarian informasi yang berkaitan
dengan artikel jurnal, buku, makalah, materi bidang studi, animasi dan video
pembelajaran, dan sebagainya di internet. Setelah pembekalan, seluruh peserta berlatih
mengakses informasi di internet.
c. Pembekalan penulisan proposal penelitian tindakan kelas
Penelitian tindakan kelas merupakan kegiatan wajib yang harus dilakukan oleh
guru-guru sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Oleh karena itu,
dipandang perlu untuk memberikan penulisan proposal penelitian tindakan kelas. Hal
ini disebabkan oleh dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh guru, maka guru-
guru akan memiliki penelitian yang nantinya dapat ditulis menjadi artikel penelitian.
Pembekalan penulisan proposal penelitian tindakan kelas meliputi tentang
penulisan judul, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kajian pustaka, hipotesis penelitian, metode penelitian, daftar rujukan, jadwal

Edisi Juli 2012 97


dan anggaran. Pada bagian metode penelitian disampaikan tentang subjek dan objek
penelitian, rancangan penelitian, prosedur penelitian, instrumen penelitian, dan teknik
analisis data.
d. Pembekalan penulisan artikel ilmiah
Pembekalan penulisan artikel ilmiah meliputi tentang pedoman penulisan pada
JPKimIa. Untuk artikel hasil penelitian, cakupan materinya meliputi kriteria judul,
identitas penulis, abstrak, pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan,
penutup, dan daftar rujukan. Sementara itu, untuk artikel kajian putaka atau hasil
gagasan, cakupan materinya meliputi kriteria judul, identitas penulis, abstrak,
pendahuluan, pembahasan, penutup, dan daftar rujukan. Penulisan daftar rujukan
menggunakan sistem American Phsychological Association (APA) meliputi antara lain:
(1) penulisan buku cetakan dengan satu penulis, (2) buku cetakan dengan dua penulis,
(3) buku cetakan dengan editor sebagai penulis, (4) buku review cetakan dengan dua
orang penulis, (5) brosur cetakan tanpa tahun dan tanpa penulis, (6) bab dalam buku
cetakan yang ada editornya, (7) bab dalam buku cetakan yang ada edisi dan editornya,
(8) disertasi/tesis/skripsi yang tidak dipublikasikan yang ada dalam database, (9)
laporan pemerintah/koorporasi yang publikasikan secara online, (10) artikel jurnal
dengan dua orang penulis yang dipublikasikan secara online dan mengandung doi
(digital object installer), (11) artikel jurnal cetakan dengan satu orang penulis, (12)
artikel jurnal yang dipublikasikan secara online oleh dua orang penulis, tanpa doi, (13)
artikel jurnal oleh tiga sampai enam orang penulis yang dipublikasikan secara online
dengan doi, (14) artikel jurnal cetakan oleh tujuh atau lebih orang penulis, (15) karya
individu di internet, (16) artikel jurnal di internet, (17) artikel majalah cetakan, (18)
artikel majalah online yang ditemukan dalam database tanpa doi, (19) artikel jurnal
dalam CD-ROM, (20) artikel koran online tanpa doi, (21) artikel koran cetakan dengan
penulis, (22) artikel koran cetakan tanpa penulis, (23) makalah atau poster yang
dipresentasikan dalam pertemuan, (24) dokumen resmi pemerintah yang diterbitkan
oleh suatu penerbit tanpa penulis dan tanpa lembaga, (25) lembaga yang ditulis atas
nama lembaga tersebut, (26) karya terjemahan, skripsi, tesis, dan disertasi, (27) makalah
yang disajikan dalam seminar, penataran atau lokakarya, (28) bahan diskusi di internet,
(29) email pribadi, (30) website tanpa penulis dan tanpa tahun, (31) makalah
dipresentasikan dalam pertemuan, dan (32) abstrak diakses onlie tanpa doi.

Edisi Juli 2012 98


Materi berikutnya adalah cara pengutipan. Jenis kutipan terdiri atas: (1) satu
pekerjaan oleh satu orang penulis, (2) satu pekerjaan oleh dua orang penulis, (3) satu
pekerjaan oleh tiga orang penulis, (4) satu pekerjaan oleh empat orang penulis, (5) satu
pekerjaan oleh lima orang penulis, (6) satu pekerjaan oleh enam orang penulis atau
lebih, (7) kelompok (ada singkatan sebagai penulis), (8) kelompok (tanpa singkatan
sebagai penulis). Selain itu, juga dipaparkan materi tentang penggunaan “dan” versus
“&,” cara pengutipan, dan penggunaan bahasa dan tanda baca.
e. Pelatihan menganalisis artikel
Setelah peserta diberi pembekalan tentang materi penulisan artikel ilmiah,
peserta selanjutnya berlatih menilai artikel yang masuk ke meja redaksi. Peserta diminta
menerapkan pengetahuan yang dimiliki untuk menilai artikel jurnal.

f. Pembuatan artikel ilmiah


Kegiatan selanjutnya adalah peserta menulis artikel ilmiah berdasarkan hasil-
hasil penelitian atau gagasan ilmiahnya. Selama penulisan ini peserta dibimbing oleh
pelatih (pelaksana P2M). Kegiatan penulisan ini dilanjutkan di rumah masing-masing
peserta dan mereka diminta sudah membawa artikel akhir pada bulan berikutnya guna
diberikan masukan-masukan untuk menyempurnakan artikel tersebut.

3. Keterkaitan
Kegiatan P2M ini sangat berkaitan dengan upaya pengembangan
profesionalisme guru-guru kimia (MGMP kimia kabupaten Karangasem). Dengan
kegiatan pelatihan ini, guru-guru kimia memiliki pengetahuan dan keterampilan
membuat artikel ilmiah sehingga hasil-hasil penelitian dan gagasan pemikirannya dapat
disebarluaskan kepada masyarakat ilmiah. Para pembaca dapat mengimplementasikan
hasil-hasil penelitian dan gagasan tersebut sehingga kualitas pendidikan yang
berlangsung menjadi lebih baik. Pada gilirannya nanti adalah peningkatan kualitas hasil
belajaran siswa.
d. Rancangan Evaluasi
Keberhasilan dari kegiatan pelatihan penulisan artikel ilmiah bagi guru-guru
kimia di kabupaten Karangasem dilihat dari kuantitas dan kualitas produk artikel ilmiah
yang dihasilkan dari kegiatan pelatihan tersebut. Tabel berikut menyajikan aspek yang
dievaluasi dan kriteria indikator pencapaian tujuan.

Edisi Juli 2012 99


Tabel 1. Rancangan evaluasi
Aspek yang dievaluasi Indikator pencapaian tujuan
Artikel ilmiah yang dihasilkan oleh Jumlah artikel yang siap dipublikasikan dalam JPKimIa paling
guru-guru kimia selama kegiatan P2M tidak 20% dari jumlah peserta pelatihan
Rara-rata kualitas artikel yang dihasilkan dari kegiatan
pelatihan minimum tergolong baik, dengan skor minimal 70.

Jumlah peserta pelatihan sekitar tiga puluh orang guru kimia. Dengan asumsi setiap
guru kimia membuat satu artikel ilmiah, dengan demikian akan minimal akan ada 6
artikel yang siap dipublikasikan dalam JPKimIa. Sementara itu, untuk penilaian artikel
menggunakan rubrik. Rubrik ini dibuat dengan mengadaptasi rubrik yang
dikembangkan oleh tim pengelola Jurnal Ilmu Pendidikan (Universitas Negeri Malang).

C. Hasil dan Pembahasan


1. Hasil
Jumlah peserta yang hadir pada saat kegiatan pembekalan materi tentang
pencarian informasi atau browsing internet, penulisan proposal penelitian tindakan
kelas, penulisan artikel ilmiah, analisis artikel, dan pembuatan artikel ilmiah pada
tanggal 23 September 2012 sebanyak 16 orang guru kimia dari 30 orang guru yang
diundang. Pada kegiatan pembekalan ini peserta sangat antusias mengikuti materi
pembekalan terutama untuk materi penelitian tindakan kelas. Kenyataannya, peserta
cukup sering mengikuti pelatihan tentang penulisan proposal tindakan kelas, namun
mereka masih mengalami kebingungan dalam hal memilih model pembelajaran dan
mengembangkan perangkat pembelajaran serta membuat instrumen penelitian.
Walaupun beberapa dari mereka telah mengikuti pendidikan S2, mereka masih belum
memahami hakekat dari penelitian tindakan kelas.
Kesulitan yang paling mendasar dialami oleh guru-guru kimia di kabupaten
Karangasem adalah menulis proposal. Hal ini disebabkan oleh mereka tidak terbiasa
menulis. Kesulian ini juga dialami oleh guru-guru ketika mereka menulis artikel ilmiah.
Artikel yang baik akan dilahirkan dari laporan penelitian yang baik. Laporan penelitian
ini akan terlahir dari kegiatan penbelitian. Kegiatan penelitian akan terlaksana dari
proposal penelitian. Kebanyakan guru-guru tidak mampu membuat proposal penelitian.
Hal yang dilakukan oleh guru-guru adalah tidak membuat proposal, tetapi
melaksanakan kegiatan penelitian dan membuat laporan penelitian. Kualitas laporan

Edisi Juli 2012 100


penelitian yang dibuat juga tergolong kurang. Akibatnya, kualitan artikel yang
dihasilkan juga kurang.
Selama kegiatan penulisan artikel di rumah masing-masing, tidak ada guru yang
memanfaatkan kegiatan konsultasi melalui telepon atau email. Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal. Pertama, mereka akan memanfaatkan kegiatan konsultasi pada saat
pertemuan terakhir, yaitu pada tanggal 31 Oktober 2012. Kedua, sebagian dari guru-
guru tidak memiliki bahan untuk ditulis.
Ketika kegiatan pada tanggal 31 Oktober 2012, jumlah guru-guru yang hadir
sebanyak 11 orang. Pada kegiatan ini, sedikit guru-guru yang memanfaatkan kegiatan
konsultasi. Ada dua artikel yang ditulis dari laporan tesis. Tiga artikel dari kegiatan
penelitian tindakan kelas dan satu artikel dalam bidang nonpendidikan, yaitu kimia
murni (kajian teoritis). Jadi, total artikel yang diperoleh selama kegiatan ini sebanyak
enam buah. Jumlah ini telah memenuhi target minimal yang dituntut dalam kegiatan
P2M ini.
Dari artikel yang dikumpulkan, terdapat lima artikel bidang pendidikan dan satu
artikel bidang nonpendidikan. Dari lima artikel bidang pendidikan, dua artikel
merupakan penelitian eksperimen dan tiga artikel merupakan penelitian tindakan kelas.
Kualitas artikel dapat diuraikan sebagai berikut. Satu artikel dengan kualitas sangat baik
(skor 85), tiga artikel dengan kualitas baik (75), sisanya dengan kualitas cukup (60).
Kelemahan yang berhasil diidentifikasi dari tulisan guru-guru adalah sebagai berikut.
Masih ada jumlah kata dalam judul lebih dari 12 kata. Jumlah kata dalam abstrak lebih
dari 300 kata. Demikian juga, mereka belum mampu menyajikan ide secara terstruktur
dan sistematis. Dalam kaitannya dengan referensi, mereka menggunakan lebih banyak
referenasi berupa buku atau sumber sekunder, bukan sumber primer. Untuk kemutahiran
referensi, mereka masih menggunakan referensi yang tahunnya lebih dari 10 tahun.
Guru-guru tidak mematuhi aturan penulisan daftar rujukan. Terakhir, jumlah halaman
masih kurang dari yang diharapkan, yaitu sekitar 15 halaman. Ada dua artikel yang
jumlah halamannya kurang dari 12 halaman.

2. Pembahasan
Guru-guru kimia sangat antusias mengikuti kegiatan P2M. Mereka merasa
memperoleh sesuatu yang baru. Namun, karena mereka tidak terbiasa menulis, mereka
sangat sulit menghasilkan tuulisan. Mereka dapat memahami materi yang diberikan

Edisi Juli 2012 101


dengan baik. Namun ketika mereka menulis, mereka sering tidak mematuhi aturan tata
tulis karya ilmiah. Sekali lagi, hal ini disebabkan oleh karena mereka tidak terbiasa
menulis.
Mereka sangat bersemangat ketika membahas tentang penelitian tindakan kelas.
Hal ini disebabkan oleh setiap guru diharapkan melakukan penelitian tindakan kelas.
Penelitian tindakan kelas harusnya menjadi bagian dari kegiatan pembelajaran guru. Hal
ini dinyatakan secara implisit dalam Permendiknas No. 41 tahun 2007. Guru sangat
antusias bertanya tentang hal iklwal yang berkaitan dengan penelitian tindakan kelas,
seperti apa yang menjadi dasar dalam pemilihan model pembelajaran dan bagaimana
mengembangkan perangkat pembelajaran dari model pembelajaran yang dipilih.
Pertanyaan lainnya adalah bagaimana melakukan refleksi jika guru hendak melakukan
penelitian tindakan kelas di kelas X pada awal semseter, sementara siswanya baru
pertama kali menginjak SMA?
Peserta sangat puas dengan jawaban yang diberikan oleh instruktur. Namun,
tetap saja mereka kesulitan dalam menulis. Mereka berjanji akan menulis artikel ilmiah
dan menyelesaikannya pada pertemuan berikutnya. Pada pertemuan tanggal 31 Oktober
2012, beberapa guru telah membawa artikel yang sudah selesai. Sementara yang lain
belum menyelesaikan artikelnya. Mereka akhirnya menyelesaikan artikel dari laporan
tesis yang pernah mereka buat ketika mereka mengikuti pendidikan S2 di Undiksha.
Dengan bimbingan yang disediakan oleh instruktur, akhirnya mereka dapat
menyelesaikan artikel ilmiah, walaupun kualitasnya masih perlu ditingkatkan.
Kegiatan menulis khususnya menulis artikel ilmiah bukanlah pekerjaan yang
mudah. Untuk dapat menghasilkan tulisan yang baik, diperlukan latihan yang banyak.
Kemampuan menulis ini tidak dapat diperoleh dalam waktu sngkat. Latihan ini
memerlukan ketekunan dan kebiasaan. Keterampilan menulis adalah keterampilan yang
tidak dibawa sejak lahir, tetapi keterampilan ini dapat dipelajari dan diajarkan.

D. Penutup
1. Simpulan
Jumlah guru yang berpartisipasi pada pertemuan tanggal 23 September 2012 dan
31 Oktober 2012 masing-masing sebanyak sebanyak 16 orang dan 11 orang. Dari 11
orang guru yang hadir pada pertemuan kedua dapat diperoleh artikel sebanyak enam
buah, yang terdiri atas lima buah artikel pendidikan dan satiu artikel dalam bidang

Edisi Juli 2012 102


nonpendidikan. Dari lima artikel dalam bidang pendidikan, terdapat dua artikel untuk
penelitian eksperimen dan tiga artikel untuk penelitian tindakan kelas. Kualitas artikel
dapat diuraikan sebagai berikut. Satu artikel dengan kategori sangat baik, tiga artikel
dengan kategori baik, dan sisanya tergolong katerori cukup (skor < 70).

2. Saran-saran
Guru-guru kimia hendaknya meningkatkan kualitas tulisannya dengan
meningkatkan frekuensi latihan menulis. Dengan cara itu, kualitas tulisan dapat
ditingkatkan. Selain, itu, guru-guru hendaknya banyak membaca referensi termasuk
hasil-hasil penelitian yang dilakukan orang lain agar dapat menghasilkan ide-ide
inovatif.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2010). Cara efektif mencari informasi di Google. Tersedia pada: http:
http://internet-marketing-gratis.blogspot.com/2010/06/cara-efektif-mencari-
informasi-di.html. Diakses pada tanggal 20 februari 2011.
Anonim. (2010). EYD terbaru (Permendiknas Nomor 46 Tahun 2009). Yogyakarta:
Pustaka Timur.
Chaer, A. (2011). Ragam bahasa ilmiah. Jakarta: Rineka Cipta.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 152/E/T/2012 tentang
Publikasi Karya Ilmiah.
Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia (2001). Alumni Jurusan Pendidikan Kimia
Undiksha.
Keduax (2011). Teknik Mencari Informasi di Google. Tersedia pada: http:
http://keduax.wordpress.com/2011/02/20/teknik-mencari-informasi-di-google.
Diakses pada tanggal 20 februari 2011.
Lima Adi Sekawan. (2009). EYD Pus. Jakarta: Limas.
Peraturan Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Jabatan Angka Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Santoso, U. (2010). Kiat-kiat pemulisan artikel ilmiah dalam jurnal ilmiah
internasional. tersedia pada: http://uripsantoso.wordpress.com/2008/06/04.
Diakses tanggal 20 februari 2012.
Sugihastuti. (2000). Bahasa laporan penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan No. 152/E/T/2012 Tanggal 27 Januari 2012 tentang Publikasi
Karya Ilmiah.
Tanjung, H. B. N. & Ardial, H. (2010). Pedoman penulisan karya ilmiah dan
mempersiapkan diri menjadi penulis artikel ilmiah. Jakarta: Prenada Media
Group.

Edisi Juli 2012 103


DISEMINASI HAIV/AIDS BAGI MAHASISWA
DI KABUPATEN BULELENG

Oleh:
Dewa Bagus Sanjaya, dkk

ABSTRAK
Pengabdian ini bertujuan untuk: Mendiseminasi bahaya penyebaran HIV/AIDS
sebagai penyakit mematikan yang terus berkembang, khususnya kepada para
mahasiswa di Kabupaten Buleleng. Agar mahasiswa memproleh informasi yang lebih
komprehensif dalam menemukan, merumuskan, memecahkan, dan menanggulangi
permasalahan HIV/AIDS. Kegiatan P2M ini dilaksanakan dengan mempergunakan
metode ceramah, tanyajawab, dan diskusi Khalayak sasaran strategis dalam P2M ini
adalah para mahasiswa di Kabupaten Buleleng. Diseminasi program P2M ini diawali
dengan pengamatan real lapangan, dilanjutkan dengan identifikasi masalah, need
assessment, pelaksanaan langsung di lapangan, dan evaluasi kegiatan. Kabupaten
Buleleng di akhir bulan Agustus 2011 menembus angka 1.200 penderita. Bahkan
penyebaran virus mematikan tersebut kini bergeser dari Kecamatan Gerokgak ke
wilayah Kota Singaraja. Penyebaran keganasan virus HIV tersebut dari catatan Komisi
Penanggulangan Aids Daerah, KPAD Buleleng dan Yayasan Citra Usada Indonesia
(YCUI) merata di 9 Kecamatan di Kabupaten Buleleng. Kecamatan Buleleng berada di
bagian teratas dengan mencatat 280 penderita HIV/AIDS dan Kecamatan Gerokgak di
kedua dengan jumlah 208, serta Kecamatan Sawan diurutan ke tiga dengan jumlah
penderita mencapai 167. “Dalam jangka waktu sebulan terakhir, rata-rata di Buleleng
dari tiga kecamatan tercatat 58 warga yang sudah positif, termasuk satu orang yang

Edisi Juli 2012 104


sering mangkal di dagang patokan atau dakocan. Perkembangan terkini penyebaran
penyakit HIV/AIDS di Kabupaten Buleleng, Bali dari awal tahun hingga April 2012
tercatat sebanyak 1.263 warga dinyatakan positif. Data menunjukkan 98%
perkembangan HIV/AIDS di Buleleng disebabkan oleh perilaku seks berresiko terutama
hubungan seks dengan para PSK yang diduga 20% nya telah terinfeksi HIV/AIDS.
Perilaku seks berresiko ini terutama melibatkan remaja dan generasi muda golongan
usia 15 tahun sampai dengan 49 tahun

Kata-kata Kunci : Penyebaran HIV-AIDS di Buleleng

Pendahuluan
Kebijakan nasional penanggulangan HIV/AIDS menggarisbawahi kebutuhan
serangkaian program layanan yang komprehensif dan bermutu yang menjangkau luas
masyarakat dengan tujuan (a) mencegah dan mengurangi penularan HIV/AIDS, (b)
meningkatkan kualitas hidup Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA), (c) mengurangi
dampak sosial dan ekonomi akibat HIV/AIDS pada individu. Kebijakan nasional juga
memberikan prioritas kepada program intervensi yang potensial efektif dengan biaya
yang dapat dijangkau. Program layanan yang komprehensif HIV/AIDS mencakup (a)
promosi dan pencegahan, (b) perawatan dukungan dan pengobatan, (c) pemberdayaan
sosial dan ekonomi, (d) penciptaan lingkungan fisik dan sosial yang kondusif terhadap
upaya penanggulangan, dan (e) penguatan kelembagaan. Program pencegahan transmisi
seksual dilakukan melalui promosi penggunaan kondom, pengobatan, dan Voluntary
Counseling and Testing).
Berbagai kebijakan dan program penanggulangan di atas HIV/AIDS telah
dilakukan namun, penyakit yang mematikan itu terus berkembang. Untuk itu
memerlukan perhatian semua pihak, terutama kalangan Perguruan Tinggi, salah satunya
Undiksha Singaraja. Melalui kesempatan ini kami ingin mengabdikan diri untuk
mendiseminasi bahaya HIV/AIDS kepada para mahasiswa perguruan tinggi yang ada di
Kabupaten Buleleng.
Penyebaran keganasan virus HIV tersebut dari catatan Komisi Penanggulangan
Aids Daerah, KPAD Buleleng dan Yayasan Citra Usada Indonesia (YCUI) merata di 9
Kecamatan di Kabupaten Buleleng. Kecamatan Buleleng berada di bagian teratas
dengan mencatat 280 penderita HIV/AIDS dan Kecamatan Gerokgak di kedua dengan
jumlah 208, serta Kecamatan Sawan diurutan ke tiga dengan jumlah penderita mencapai
167. “Dalam jangka waktu sebulan terakhir, rata-rata di Buleleng dari tiga kecamatan

Edisi Juli 2012 105


tercatat 58 warga yang sudah positif, termasuk satu orang yang sering mangkal di
dagang patokan atau dakocan.

Metode
Khalayak sasaran strategis dalam P2M ini adalah para mahasiswa di Kabupaten
Buleleng yang jumlahnya sebanyak 40 orang dengan rincian masing-masing universitas
sebagai berikut : mahasiswa Undiksha 20 orang, mahasiswa Panji Sakti 10 orang,
mahasiswa STIE Satya Dharma 5 orang, STIKES Majapahit 5 orang. Diseminasi
program P2M ini diawali dengan pengamatan real lapangan, dilanjutkan dengan
identifikasi masalah, need assessment, pelaksanaan langsung di lapangan, dan evaluasi
kegiatan. Kegiatan P2M ini dilaksanakan dengan mempergunakan metode ceramah,
tanyajawab, dan diskusi

Hasil
HIV (Human Imunodeficiensi Virus) adalah virus penyebab AIDS. Terdapat
dalam cairan tubuh pengidapnya seperti darah, air mani, atau cairan vagina. Pengidap
HIV akan tampak sehat sampai HIV menjadi AIDS dalam waktu 5-10 tahun kemudian.
Walaupun tampak sehat mereka dapat menular dengan HIV pada orang lain. AIDS
(Aquired immune Deficiency Syndrome) atau sindroma menurunnya kekebalan tubuh
yang disebabkan HIV sehingga tubuh tidak dapat memerangi penyakit.
Kabupaten Buleleng di akhir bulan Agustus 2011 menembus angka 1.200
penderita. Bahkan penyebaran virus mematikan tersebut kini bergeser dari Kecamatan
Gerokgak ke wilayah Kota Singaraja. Yang mengejutkan, tiga orang Waitress atau
pelayan Café serta seorang 'Dakocan' atau 'Dagang Kopi Cantik' positif tertular
penyakit mematikan ini. Penyebaran keganasan virus HIV tersebut dari catatan Komisi
Penanggulangan Aids Daerah, KPAD Buleleng dan Yayasan Citra Usada Indonesia
(YCUI) merata di 9 Kecamatan di Kabupaten Buleleng. Kecamatan Buleleng berada di
bagian teratas dengan mencatat 280 penderita HIV/AIDS dan Kecamatan Gerokgak di
kedua dengan jumlah 208, serta Kecamatan Sawan diurutan ke tiga dengan jumlah
penderita mencapai 167. “Dalam jangka waktu sebulan terakhir, rata-rata di Buleleng
dari tiga kecamatan tercatat 58 warga yang sudah positif, termasuk satu orang yang
sering mangkal di dagang patokan atau dakocan. Perkembangan terkini penyebaran

Edisi Juli 2012 106


penyakit HIV/AIDS di Kabupaten Buleleng, Bali dari awal tahun hingga April 2012
tercatat sebanyak 1.263 warga dinyatakan positif.
Data menunjukkan 98% perkembangan HIV/AIDS di Buleleng disebabkan oleh
perilaku seks berresiko terutama hubungan seks dengan para PSK yang diduga 20%nya
telah terinfeksi HIV/AIDS. Perilaku seks berresiko ini terutama melibatkan remaja dan
generasi muda golongan usia 15 tahun sampai dengan 49 tahun. Yang cukup
meresahkan masyarakat adalah bahwa kini cukup banyak tempat prostitusi di
Kabupaten Buleleng, bahkan sampai ke pelosok desa, baik yang beroperasi di lokasi-
lokasi PSK (sebenarnya ilegal) maupun yang terselubung dan telah menjadi salah satu
faktor utama terjadinya hubungan seks beresiko tinggi di Buleleng. Buktinya secara
komulatif sejak tahun 1999 hingga Pebruari 2012 ini sudah tercatat 1313 pengidap
HIV/AIDS di Bumi Denbukit ini. Tiga kecamatan di Kabupaten Buleleng dengan
populasi penduduk terinfeksi HIV/AIDS terbesar adalah Kecamatan Buleleng (24,10%),
Kecamatan Gerokgak (18,26%), dan Kecamatan Sawan (14,27%). Hasil analisis data
menunjukkan bahwa secara ideologi mengapa masyarakat desa pakraman di Kabupaten
Buleleng dewasa ini cenderung terpengaruh oleh praktik perilaku seks berresiko adalah
karena masyarakat cenderung pasrah dan bersikap pragmatis dalam memaknai ideologi
rwa bhineda dan ideologi demokrasi. Yang dimasud ideologi rwa bhinneda di sini
adalah suatu pandangan dan keyakinan yang memposisikan segala sesuatu dalam
kehidupan ini menjadi dua hal yang berbeda (Widja, 1989). Misalnya, ada dharma
(kebajikan) ada adharma (kebatilan), ada kaya ada miskin, ada perbuatan baik (cubha
karma) ada perbuatan buruk (acubha karma), dsb. (Dharmayudha dan Cantika, 1991;
Kaler, 1996).
Sebagaimana diketahui kemudian bahwa maraknya perilaku seks komersial dan
perilaku seks pranikah di kalangan generasi muda (terutama usia 15 tahun s.d. 49 tahun)
berkorelasi secara linear dengan meningkatnya kasus HIV/AIDS di masyarakat
termasuk di Kabupaten Buleleng. Hal ini diketahui karena penyebaran utama kasus
HIV/AIDS adalah melalui transmisi jaringan hubungan seksual komersial dan ganti-
ganti pasangan yang tidak aman. Pada masyarakat Desa Pakraman A, misalnya, kasus
HIV/AIDS yang ada sekarang ini diduga berjumlah 7-8 kasus di luar kasus ODHA yang
sudah meninggal. Berkembangnya jumlah kasus HIV/AIDS di Desa Pakraman A
diduga berkaitan dengan faktor pernah adanya lokasi PSK, sebagian kecil warga
khususnya anak muda yang suka ke lokasi-lokasi prostitusi di Kecamatan Gerokgak,

Edisi Juli 2012 107


kasus perkawinan dengan pasangan yang telah terinfeksi HIV, pernah adanya usaha
kafe remang-remang, menjamurnya dakocan, mulai munculnya CO karena faktor
ekonomi, dan praktik hubungan seksual pranikah di kalangan remaja. Demikianlah juga
yang terjadi di Desa Pakraman C. Desa ini sudah sejak lama terkenal karena lokasi
PSKnya. Mula-mula masyarakat di sini menerima pekerja dari Jawa Timur untuk
memanen hasil pertanian ladang (tembakau) dan sawah (padi). Lalu masuklah satu dua
orang PSK memberikan jasa hiburan malam dalam memuaskan kebutuhan seksual
kaum laki-laki hidung belang. Para PSK ini diterima oleh penduduk desa pakraman,
karena mereka memberikan pemasukan dana (uang sewa rumah / uang kost). Kian lama,
kian banyak para PSK yang datang hingga pernah mencapai 200 orang. Mereka semua
ditampung oleh anggota krama desa yang memanfaatkan mereka untuk pendapatan
keluarga. Di samping itu, diam-diam dengan prinsip tahu sama tahu usaha PSK ini juga
memberikan manfaat finansial kepada desa pakraman untuk beberapa kegiatan di desa
pakraman. Terkenallah kemudian desa ini menjadi lokasi PSK di Bali Utara. Karena
diketahui bahwa sebagian dari PSK di lokasi ini ada yang telah terjangkit HIV, maka
wajarlah jika masyarakat pengguna jasa PSK di desa pakraman ini tertular HIV. Saat ini
jumlah penderita HIV di desa ini diduga ada 9 kasus tidak termasuk kasus yang sudah
meninggal.
Kasus di Desa Pakraman B praktik perilaku hubungan seks berresiko HIV di
atas memang tidak terkait dengan lokasi PSK di desa ini, karena memang tidak ada
lokasi PSK di desa ini. Tetapi, di Desa B terdapat empat buah usaha kafe yang diakui
masyarakat merupakan tempat prostitusi terselubung. Sebagian warga masyarakat muda
Desa Pakraman B diakui suka “jajan” (melakukan hubungan seks secara komersial)
tidak aman dengan perempuan pelayan yang disebut “cewek-cewek kafe” tersebut.
Selama ini belum diketahui dengan pasti apakah cewek-cewek kafe tersebut bebas dari
terjangkit HIV atau tidak. Desa Pakraman B juga sudah mempraktikkan hubungan seks
pranikah yang tidak aman dengan pacarnya, dengan teman sebayanya, dengan CO,
dengan wanita warung dakocan, dan dengan PSK. Seorang tenaga sukarelawan
melaporkan: satu kasus diakui pernah terjadi, sekelompok remaja laki-laki (sebanyak
belasan orang) pada satu malam sampai pagi berhubungan seks bebas dan gratis dengan
seorang gadis remaja siswa SMA yang cantik teman sebayanya dari luar desa. Dari
kajian-kajian di atas, jelaslah bahwa masyarakat di tiga desa pakraman di atas telah
mendapat pengaruh masuknya perilaku seks berresiko tertular HIV/AIDS, antara lain

Edisi Juli 2012 108


dalam bentuk hubungan seks secara komersial, hubungan seks ganti-ganti pasangan, dan
hubungan seks pranikah yang makin meningkat.
Pemerintah Kabupaten Buleleng mengambil kebijakan untuk mengatur
penanggulangan HIV/AIDS dalam suatu peraturan daerah yaitu Perda No 5 Tahun 2007
tentang Penanggulangan HIV/AIDS. Komitmen pemerintah Kabupaten Buleleng dalam
penanggulangan HIV/AIDS tidak diragukan lagi. Program dilaksanakan secara
komprehensif artinya adalah pada tempat-tempat dimana terjadi penularan,
dilaksanakan program mulai dari pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan
serta mitigasi didukung oleh kebijakan yang memberdayakan masyarakat untuk secara
mandiri menanggulangi masalah HIV dan AIDS. Dengan demikian penduduk yang
paling berisiko tertular HIV dapat mengakses informasi dan layanan kesehatan,
sementara stigma dan diskriminasi dapat dihilangkan. Program komprehensif
dilaksanakan untuk mengatasi semua penyebab penularan,baik melalui penggunaan
narkoba suntik, transmisi seksual, maupun penularan dari ibu ke bayi. Pelaksanaan
program yang komprehensif menerapkan prinsip-prinsip kewaspadaan universal dan
berorientasi pada integrasi pemberian layanan kesehatan dalam sistem yang sudah ada.
Upaya pencegahan juga telah dilakukan bersamaan dengan intervensi kesehatan
masyarakat. Program pencegahan bertujuan untuk meningkatkan perilaku aman dari
tertular HIV. Remaja dan orang muda adalah penduduk paling rentan tertular HIV.
Upaya pencegahan termasuk promosi abstinensi – tidak berhubungan seks sebelum
menikah, saling setia – hanya berhubungan seks dengan pasangan sahnya, dan terakhir,
penggunaan kondom – jika tidak mampu menahan tidak berhubungan seks dengan
bukan pasangan. Berbagai program juga telah dilaksanakan seperti salah satunya
membentuk dan melatih Guru Pembina KSPAN (Kelompok Siswa Peduli AIDS dan
Narkoba) di seluruh sekolah SMP dan SMA/SMK Negeri dan Swasta se-Kabupaten
Buleleng serta pelatihan tutor sebaya KSPAN SMP dan SMA, pelatihan konselor
profesional dan konselor dasar bagi petugas kesehatan, pelatihan KDPA (Kader Desa
Peduli AIDS). Program pencegahan juga dilakukan dengan penjangkauan pada
penduduk paling berisiko, mulai dari pemberian informasi langsung, perubahan perilaku
(penggunaan kondom yang konsisten untuk setiap perilaku seksual berisiko, layanan
konsultasi dan tes sukarela, perawatan dan dukungan bagi ODHA dengan adanya klinik
VCT di RSUD Singaraja dan Puskesmas, CST dan klinik PMTCT di RSUD Singaraja,
serta pengobatan infeksi menular seksual dengan adanya klinik IMS di Puskesmas

Edisi Juli 2012 109


Sawan I, Puskesmas Seririt I dan Puskesmas Gerokgak II. Selain itu di seluruh
Puskesmas di Kabupaten Buleleng sudah ada petugas konselor terlatih yang siap dalam
pelayanan konseling bagi masyarakat yang membutuhkan
Partisipasi Desa Pakraman dalam Penanggulangan HIV/AIDS, menjelaskan
bahwa desa pakraman memang akhirnya menyadari perlu menunjukkan peran dan
partisipasinya dalam penanggulangan HIV/AIDS yang terjadi di wilayah desanya.
Kesadaran ini muncul adalah hasil refleksi kritis dari tokoh-tokoh masyarakat desa
pakraman baik dari golongan tua maupun muda yang merasa mendapat ancaman serius
dari dampak perilaku seks komersial, ganti-ganti pasangan, dan perilaku seks pranikah
yang tidak aman terhadap bahaya HIV/AIDS. Dalam melakukan penanggulangan
terhadap ancaman HIV/AIDS, setiap desa lokasi penelitian memang meresponnya
secara berbeda-beda. Tetapi secara keseluruhan dapat dijelaskan dalam beberapa
subtema, antara lain: (a) perlunya revitalisasi ideologi agama Hindu, (b) pengembangan
awig-awig desa pakraman yang propenanggulangan HIV/AIDS, (c) peranan
kepemimpinan desa pakraman, (d) agen-agen sosial dalam penanggulangan HIV/AIDS,
dan (e) penguatan penggunaan kondom.

Simpulan
Kabupaten Buleleng telah mendapat pengaruh masuknya perilaku seks berresiko
tertular HIV/AIDS, antara lain dalam bentuk hubungan seks secara komersial, hubungan
seks ganti-ganti pasangan, dan hubungan seks pranikah yang makin meningkat.
Pengaruh ini terjadi karena secara ideologi masyarakat cenderung keliru dalam
menafsirkan makna ideologi rwa bhinneda. Akibatnya, sebagian masyarakat cenderung
pasrah menghadapi pengaruh nilai-nilai baru yang cenderung disalahartikan dari
kebebasan, individualisme, materialisme, sekulerisme, dan hedonisme yang dibawa oleh
globalisasi lewat kemajuan iptek di bidang informasi dan komunikasi. Kondisi ini
terjadi tidak bisa dilepaskan pula dari faktor rendahnya tingkat pendidikan masyarakat
yang dinilai kurang mampu bernalar dengan baik dalam memilih nilai-nilai kebajikan
dan menjauhi nilai-nilai kebatilan. Penyebaran HIV/AIDS di Kabupaten Buleleng tidak
memandang umur, kedudukan, pekerjaan dan lain-lain. Menanggulangi HIV/AIDS di
Kabupaten Buleleng sangat dibutuhkan adanya langkah konkrit dan terpadu dari
berbagai lini. Selain itu, sangat perlu mengembangkan program penanggulangan secara
komprehensif, terprogram, dan terukur. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah

Edisi Juli 2012 110


meningkatkan pemahaman dan komitmen sumber daya manusia dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.

Daftar Pustaka
Awi-Awig Desa Pakraman Tukadmungga
Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Nasional
KPAD Kabupaten Buleleng. 2011.
KPAD Kabupaten Badung. 2011
KPAD Kota Denpasar. 2011
Margi, I K. 2011. Pemertahanan Identitas Etnik dan Implikasinya terhadap Hubungan
Intern dan Interetnik di Desa Pengastulan, Buleleng, Bali. Disertasi (Tidak
dipublikasi) Denpasar: Pascasarjana UNUD
Perda Provinsi Bali No. 3 Tahun 2006. Tentang Penanggulangan HIV/AIDS
Sendratari, L.P. 2011. Membongkar Jaring Kuasa, Kekerasan, dan Resistensi di Balik
Perkawinan Ngemaduang (Poligami) di Desa Lokapaksa Buleleng, Bali. Disertasi
(Tidak dipublikasikan) Denpasar: Pascasarjana UNUD.

Edisi Juli 2012 111


PELATIHAN PENYUSUNAN RENCANA PELAYANAN BIMBINGAN
KONSELING BERBASIS DATA ALAT UNGKAP MASALAH KEPADA PARA
GURU BK DI KECAMATAN SUKAWATI GIANYAR

Oleh:
Tjok Rai Partadjaja, dkk
Universitas Pendidikan Ganesha

ABSTRAK
Kegiatan pengabdian pada msayrakat yang berbentuk pelatihan ini bertujuan untuk
melatihkan para guru BK kecamatan Sukawati Gianyar dalam menyusun rencana
pelayanan Bimbingan Konseling berbasis data AUM. Secara lebih rinci, kegiatan
pelatihan ini bertujuan: (1) melatihkan para peserta mengadministrasikan dan
menganalisis AUM, (2) menyusun RPP BK dan media BK berdasarkan hasil
identifikasi masalah siswa menggunakan AUM. Peserta kegiatan yang hadir sebanyak
18 orang dari 25 undangan guru BK di Kecamatan Sukawati Gianyar. Kegiatan
terlaksana di SMK N 1 Sukawati. Hasil kegiatan adalah (1) dikuasainya
pengadminitrasian dan analisis AUM oleh peserta kegiatan, (2) dimilikinya kemampuan
menyusun RPBK berbasis data alat ungkap masalah oleh para peserta kegiatan.

Kata kunci: rencana pelayanan konseling, Alat ungkap masalah.

PENDAHULUAN
Bimbingan dan konseling merupakan layanan bantuan professional yang
dilaksanakan oleh ahli dalam bidang bimbingan konseling baik di sekolah maupun di
luar sekolah. Hal tersebut secara tegas disebutkan dalam SK Mendikbud No. 25/0/1995
tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya, bahwa “Bimbingan dan Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta
didik baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara
optimal dalam bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir melalui berbagai jenis
layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku”.
Agar tujuan Bimbingan dan Konseling tersebut di atas dapat tercapai, konselor
sekolah/guru pembimbing sebagai individu yang telah mendapatkan pendidikan
prajabatan di bidang bimbingan dan konseling dituntut untuk menguasai berbagai

Edisi Juli 2012 112


kompetensi yang mendukung profesi konseling sehingga dalam pemberian layanan
terwujud proses konseling yang efektif. Hal ini sejalan dengan misi Program Pendidikan
Sarjana (S1) Konseling (Diknas : 2004 : 25) yakni “…menyiapkan Sarjana (S1)
konseling yang memiliki kemampuan umum minimal profesi konseling dan
kemampuan mengimplementasikannya terutama dalam setting sekolah.
Seiring dengan berkembangnya profesi konseling, semakin dituntut pula
pelayanan konseling yang memiliki akuntabilitas dari konselor, agar dalam pelayanan
konseling tercipta proses dan hasil konseling yang berkualitas. Sebagai jawaban dari
tuntutan tersebut, Tim Pengembang yang ditugasi oleh Direktorat Pembinaan
Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi (Dit. PPTK dan
KPT), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan di-sanction bersama oleh pihak-pihak
dari direktorat PPT dan KPT, LPTK, para pakar konseling dan organisasi profesi
konseling (dalam hal ini Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia, disingkat
ABKIN) merumuskan standardisasi profesi konseling yang meliputi standar kompetensi
konselor, standar pendidikan konselor, sertifikasi, akreditasi dan lisensi konselor, serta
kode etik profesi konseling (Diknas, 2004). Perumusan tersebut menghasilkan naskah
Dasar Standardisasi Profesi Konseling (disingkat DSPK).
Pengembangan dasar standardisasi profesi konseling tersebut juga merupakan
langkah strategis memantapkan standarisasi profesi konseling, untuk tercapainya
profesionalitas dan proteksi profesi konseling baik bagi masyarakat pengguna (sasaran
layanan) maupun tenaga profesional konseling di Indonesia. Dasar standardisasi profesi
konseling oleh Prayitno (2005) dipandang sebagai proses pencapaian tingkat minimal
kompetensi standar yang disyaratkan dalam dunia profesi konseling.
Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai
salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar,
tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6).
Kesejajaran posisi ini tidaklah berarti bahwa semua tenaga pendidik itu tanpa keunikan
konteks tugas dan ekspektasi kinerja. Demikian juga konselor memiliki keunikan
konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang tidak persis sama dengan guru. Ini
mengandung implikasi bahwa untuk masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk
konselor, perlu disusun standar kualifikasi akademik dan kompetensi berdasar kepada
konteks tugas dan ekspektasi kinerja masing-masing.

Edisi Juli 2012 113


Penelitian Suranata& Dewi Arum (2009) menemukan bahwa 65% guru
pembimbing di kabupaten Gianyar belum menerapkan Kompetensi Utama Minimal
dalam pelayanan konseling dan sebagian lagi sudah mampu menerapkan Kompetensi
Utama Minimal pelayanan konseling. Kompetensi yang dimaksud adalah menyusun
perencanaan pelayanan bimbingan konseling atau RPBK yang didasarkan pada
kebutuhan siswa di sekolah. Sehingga berdampak pada tidak optimalnya pelayanan
yang diberikan kepada siswa di sekolah-masing-masing. Berkaitan dengan itu, mereka
memerlukan suatu bentuk pelatihan yang berkaitan dengan penyusunan program
bimbingan konseling yang didasari pada kebutuhan para siswa di sekolah terhadap
pelayanan bimbingan konseling.
Tujuan kegiatan ini adalah melatihkan para guru BK kecamatan Sukawati
Gianyar dalam menyusun rencana pelayanan Bimbingan Konseling berbasis data AUM.
Secara lebih rinci, kegiatan pelatihan ini bertujuan: (1) melatihkan para peserta
mengadministrasikan dan menganalisis AUM, (2) menyusun RPP BK dan media BK
berdasarkan hasil identifikasi masalah siswa menggunakan AUM.

METODE
Metode pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah “Pelatihan.
Gambaran kegiatan yang dilaksanakan adalah: (1) Persiapan, memohon ijin pelaksanaan
kepada DISDIKPORA, MGP dan ABKIN Gianyar, dan mengadakan koordinasi dengan
ketua MGP dan Komda Abkin Gianyar dan LPM Undiksha; (2) Pelaksanaan, kegiatan
pelatihan ini terlaksana pada tanggal 14 september 2012. Kegiatan pembukaan yang
direncanakan akan dihadiri dan dibuka oleh KADISDIKPORA Gianyar, karena
kesibukan beliau maka dimandatkan kepada kepala SMK 3 Sukawati dan Juga
sambutan dari Ketua LPM Undiksha. Materi yang disajikan dalam kegiatan pelatihan ini
adalah (1) orientasi Program Bk yang Konfrehensif kepada Guru Pembimbing (konselor
Sekolah), (2) Komponen-komponen yang diperlukan dalam penyusunan RPBK yang
berbasis masalah siswa. Selanjutnya sesi tanya jawab untuk meningkatkan pemahaman
guru tentang RPBK dan program BK yang Konfrehensip, (3) pelatihan analisis AUM
dan pelatihan penyusunan RPBk berdasarkan hasil analisis AUM. Keberhasilan
kegiatan pelatihan ini akan dievaluasi melalui proses dilihat dari aktivitas peserta
mengkuti kegiatan pelatihan, dan hasil/produk melalui rancangan RPBK yang berhasil
disusun para peserta kegiatan pelatihan.

Edisi Juli 2012 114


HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelatihan dihadiri oleh 18 orang guru BK dari SMP,SMA/SMK di Sukawati
Gianyar sebagai peserta pelatihan, dengan antusias dari awal sampai akhir pelatihan.
Pada akhir kegiatan pelatihan setelah dilakukan evaluasi melalui tanya jawab dan
penilaian produk dapat ditemukan bahwa para peserta kegiatan telah menunjukkan
kemampuan melakukan simulasi mengidentifikasi masalah-masalah belajar dan
masalah-masalah umum non-akademik siswa menggunakan alat ungkap masalah
(AUM) PTSDL dan UMUM. Selanjutnya berdasarkan identifikasi tersebut para guru
BK peserta pelatihan juga telah mampu menyusun rencana pelayanan konseling yang
didasari pada kebutuhan siswa terhadap layanan BK atau berbasis data AUM.
Antusiasme yang ditunjukan peserta pelatihan tersebut, tidak terlepas dari dorongan
atau motivasinya untuk (1) menjadi guru BK yang profesional yang mampu memahami
kebutuhan siswa terhadap layanan BK, (2) menyusun program BK yang konfrehensif
berbasis data kebutuhan siswa dengan memanfaatkan hasil analisis AUM. Keaktifan
dan keseriusan juga ditunjukkkan para peserta berdiskusi menyampaikan kendala-
kendala yang mereka alami dilapangan dalam melaksanakan program BK. Pada akhir
kegiatan ketika diberikan kesempatan menyampaikan kesan dan pesan, perwakilan
peserta menyatakan bahwa telah menyadari betapa bermanfaatnya kegiatan pelatihan
dan menghimbau kepada Undiskaha Singaraja melalui P2M untuk dapat
memprogramkan kegiatan tersebut kembali secara periodik di Sukawati Gianyar.

SIMPULAN
Simpulan yang dapat sampaikan dari kegiatan P2M ini adalah sebagai berikut:
1. Antusiasme Para guru BK Kecamatan Sukawati Gianyar peserta pelatihan cukup
baik dalam mengikuti kegiatan pelatihan dari awal sampai akhir kegiatan.
2. Para guru peserta pelatihan memiliki pemahaman yang baik tentang
pengadminitrasian AUM, analisis AUM, dan Pemanfaatan hasil data AUM
dalam Pelayanan BK.
3. Para guru peserta pelatihan menghasilkan RPBK berbasis data AUM.

Edisi Juli 2012 115


DAFTAR PUSTAKA

Balitbang Depdiknas. Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling


Berbasis Kompetensi. Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbag Depdiknas
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. 1995. Seri Pemandu Pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan
Tinggi. 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Bagian Proyek
Peningkatan Tenaga Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta
M Arifin.1994. Teori-teori Konseling Umum dan Agama. Jakarta: Golden Terayon
Press.
Prayitno dan Erman. A. 1998. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ikrar
Mandiri Abadi
Prayitno dkk. 2002. Materi pelatihan guru pembimbing : profesi dan organisasi profesi
bimbingan dan konseling. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jen
Deral Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat SLTP
Suranata, Dewi Arum.2009. Penerapan Kompetensi Utama Guru Pembimbing di
Kabupaten Gianyar. Laporan Penelitian. Jurusan BK FIP Undiksha
UU No 2 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional

PELATIHAN PRAKTIKUM IPBA BAGI GURU SMP/SMA DI KOTA


SINGARAJA MENUJU OLIMPIADE ASTRONOMI

Edisi Juli 2012 116


Oleh:
Ni Made Pujani dan Ni Ketut Rapi

ABSTRAK
Tujuan pengabdian pada masyarakat ini adalah untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan praktikum bidang IPBA (Astronomi) bagi guru-guru
SMP/SMA di Kota Singaraja dalam rangka mengantisipasi rendahnya prestasi belajar
IPBA siswa serta sebagai persiapan menuju olimpiade Astronomi.
Sasaran kegiatan adalah guru-guru SMP/SMA yang ada di Kota Singaraja.
Realisasi kegiatan dilakukan dengan memberikan ceramah dan pelatihan bertempat di
Laboratorium Fisika Dasar Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Pendidikan
Ganesha.
Hasil pelatihan menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan pelatihan
berjalan baik. Kegiatan pelatihan dapat meningkatkan keterampilan guru dalam
melaksanakan praktikum dan mengobservasi objek langit malam; dapat meningkatkan
penguasaan materi IPBA dari kategori kurang (rata-rata pre test 47,5) menjadi baik
(rata-rata post test 70,5). Demikian pula, respon peserta adalah positif dan guru-guru
sangat antusias mengikuti pelatihan. Namun, dalam pelaksanaan praktikum hand on
dibutuhkan waktu lebih banyak, sehingga topik pelatihan praktikum perlu dibatasi.
Kepada pihak terkait disarankan agar dibentuk suatu wadah dimana para guru dapat
sharing pengetahuan tentang pengamatan langit malam dan pembahasan soal-soal
terkait dengan olimpiade astronomi.

Kata Kunci: pelatihan, praktikum, IPBA, Olimpiade Astronomi

1. PENDAHULUAN
Kabupaten Buleleng sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Bali, memiliki
visi dan misi pembangunan yang berorientasi pada sektor pariwisata, pertanian,
pendidikan, dan kesehatan. Pada sektor pendidikan, salah satu misi pembangunan
Kabupaten Buleleng adalah menjadikan Buleleng sebagai kota pendidikan. Realisasi
dari hal itu telah dituangkan dalam berbagai kebijakan daerah, antara lain dengan
memfasilitasi pembangunan lembaga pendidikan mulai dari jenjang taman kanak-kanak
(TK) sampai perguruan tinggi (PT).
Berdasarkan hasil survai oleh tim pelaksana, diperoleh gambaran bahwa salah
satu permasalahan yang saat ini dihadapi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng
adalah terbatasnya dana untuk melaksanakan program in-service training bagi para
guru. Di sisi lain, kualifikasi dan profesionalisme para tenaga pendidik (guru) yang ada
di Kabupaten Buleleng, khususnya guru bidang studi IPBA di SMP dan SMA banyak
yang belum sesuai dengan bidang tugasnya, termasuk pula masih kurangnya
kemampuan dan keterampilan-keterampilan profesional guru dalam mengajar IPBA.

Edisi Juli 2012 117


Pembelajaran IPBA sebagai bidang studi yang secara formal wajib dibelajarkan
pada jenjang pendidikan SMP dan SMA saat ini dihadapkan pada tantangan untuk
mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajarannya. Hal ini mengingat
bahwa mulai tahun 2005 untuk Astronomi dilombakan dalam ajang bergengsi yaitu
pada olimpiade tingkat nasional dan international. Khusus untuk Kabupaten Buleleng,
partisipasi di bidang olimpiade Astronomi bagi siswa SMP dan SMA baru mulai tahun
2006, itu pun baru diwakili dari satu sekolah saja yaitu SMA Negeri 1 Singaraja. Dari
wakil yang dikirimkan tersebut, belum ada yang bisa menembus hingga lulus di tingkat
Propinsi, sebagaimana diinformasikan melalui internet, untuk bidang olimpiade
Astronomi belum ada siswa SMP/SMA wakil dari Kabupaten Buleleng atau pun wakil
Propinsi Bali yang berhasil meraih medali (www.olimpiade-sains.org).
Rendahnya prestasi belajar Astronomi para siswa SMA di wilayah Kabupaten
Buleleng tidak terlepas dari kurangnya pembinaan oleh guru (faktor guru) dan
karakteristik materi. Dengan berlakunya KTSP mulai tahun 2006, materi IPBA tidak
lagi sepenuhnya menjadi suplemen mata pelajaran Fisika tetapi sebagian masuk ke mata
pelajaran IPS untuk di SMP dan Geografi untuk di SMA. Sementara itu, untuk membina
siswa yang akan mengikuti kegiatan olimpiade umumnya ditugaskan kepada guru
Fisika. Di sini timbul kesenjangan di mana para guru yang tidak mengajar Astronomi
ditugaskan membina siswa untuk mengikuti olimpiade Astronomi. Oleh karena itulah
sangat diperlukan adanya pembinaan yang berkelanjutan kepada guru IPA di SMP dan
guru Fisika di SMA agar mereka memiliki kemampuan yang memadai untuk membina
calon peserta olimpiade Astronomi. Dinas Pendidikan bersama-sama dengan seluruh
SMP/SMA yang ada di Kabupaten Buleleng harus sesegera mungkin melakukan
persiapan pembinaan bidang IPBA (Astronomi) yang terprogram dan kontinu untuk
menghadapi pelaksanaan Olimpiade Astronomi Nasional/Internasional tahun 2012.
Secara alamiah Astronomi memiliki konsep pemikiran dan pemahaman yang
terintegrasi secara simultan baik dalam perkembangan ilmunya, teknologinya, terapan
teknisnya, maupun pendidikannya. Dalam hal ini, Astronomi dan IPA/Fisika merupakan
materi pelajaran di SMP/SMA yang terpadu secara integral, di mana konsep-konsep
Astronomi melibatkan konsep-konsep Fisika. Konsekwensinya, keberhasilan siswa
dalam pelajaran Astronomi dipengaruhi oleh kemampuannya dalam menerapkan
konsep-konsep Fisika yang relevan ke bidang studi IPBA. Hal ini pula yang dijadikan
sebagai acuan, di mana dalam kurikulum, materi Astronomi seharusnya menjadi bagian

Edisi Juli 2012 118


dari mata pelajaran fisika, sehingga pengajar Astronomi di SMP/SMA umumnya adalah
guru IPA/Fisika.
Namun demikian, walaupun ada jalinan yang terintegrasi antara Fisika dengan
Astronomi, dampak dari hal ini adalah ada kecendrungan belum mapannya penguasaan
materi Astronomi tersebut oleh guru Fisika karena Astronomi memerlukan pemahaman
tersendiri dan cakupan materimya sangat luas. Di samping adanya pergeseran orientasi
konten kurikulum dari Fisika ke IPS dan Geografi. Mengingat ketidak sesuaian
kualifikasi guru Astronomi dengan bidang keahliannya itu, maka kualitas penguasaan
guru dalam bidang Astronomi harus ditingkatkan, sehingga mereka menjadi tenaga guru
yang terampil dalam mengelola pembelajaran. Salah satu alternatif yang dipandang
cukup visibel untuk dilakukan adalah melalui penyegaran akademis (refreshing
program) yang inti kegiatannya meliputi pelatihan merancang dan melaksanakan
praktikum IPBA bidang Astronomi. Melalui program ini, guru diharapkan memperoleh
“sesuatu” yang baru dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan tugas dan
profesinya yang nantinya secara langsung dapat meningkatkan produktivitas kerjanya
seperti, mampu memberikan pembinaan di bidang IPBA bagi anak didiknya menuju
olimpiade Astronomi. Bila kualitas pengetahuan guru meningkat akan berimplikasi pada
kualitas pelaksanaan PBM, dan akhirnya bermuara pada peningkatan prestasi bidang
Astronomi.
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Averch et.al,1984 dan
Jamison,1974 (dalam Wirta, 1990) menemukan bahwa pengaruh variabel kualitas guru
cukup efektif terhadap prestasi belajar yang dicapai siswanya. Dalam pembelajaran IPA
di SD se Kabupaten Buleleng, hasil penelitian Wirta, dkk (1990) menemukan bahwa
terdapat hubungan yang positif dan bermakna antara kualitas guru dengan prestasi
belajar siswanya. Khusus dalam kegiatan praktikum IPBA, hasil penelitian Pujani
(2010) menemukan bahwa pembekalan keterampilan laboratorium IPBA (Kebumian)
bagi calon guru fisika dapat meningkatkan keterampilan calon guru dalam merancang,
melaksanakan dan melaporkan praktikum IPBA. Untuk bidang Astronomi capaian
keterampilan laboratorium yang dicapai calon guru cenderung lebih rendah dari capaian
keterampilan laboratorium Kebumian (Pujani, 2011).
Masalah-masalah di atas bukan saja dihadapi dan dialami oleh guru IPBA di
Kabupaten Buleleng yang baru bertugas dengan masa kerja kurang dari 5 tahun, tetapi
guru yang sudah berpengalaman mengajar lebih dari 10 tahun pun mengalami hal yang

Edisi Juli 2012 119


sama. Menyadari demikian urgennya persoalan tersebut, maka dalam rangka
pengabdian masyarakat Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, persoalan
menyangkut peningkatan wawasan dan kemampuan guru dalam bidang praktikum
IPBA (Astronomi), khususnya pada jenjang SMP/SMA sangat layak untuk dijadikan
sebagai salah satu tema atau fokus kegiatan, bagi perbaikan kualitas proses dan produk
pendidikan pada level SMP/SMA melalui refreshing program bagi guru-guru
IPA/Fisika pada SMP/SMA di Kota Singaraja.
Berdasarkan uraian masalah di atas, maka permasalahan pokok yang hendak
diurai melalui program ini adalah: “Bagaimanakah cara meningkatkan kualitas
keterampilan praktikum bidang IPBA (Astronomi) bagi guru-guru SMP/SMA di Kota
Singaraja dalam rangka mengantisipasi rendahnya prestasi belajar IPBA siswa serta
sebagai persiapan menuju olimpiade Astronomi.
Adapun tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan praktikum bidang IPBA bagi guru-guru SMP/SMA di Kota Singaraja
dalam rangka mengantisipasi rendahnya prestasi belajar IPBA siswa serta sebagai
persiapan menuju olimpiade Astronomi.
Manfaat dari kegiatan ini adalah (1) Pemerintah Kabupaten Buleleng, khususnya
Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, bahwa program ini dapat membantu
merealisasikan salah satu program yang telah disusun dalam rencana pembangunan
pendidikan di Buleleng, Provinsi Bali, khususnya pada jenjang SMP/SMA, yaitu
peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dalam melakukan kegiatan-kegiatan
akademis untuk mendukung tugas-tugas profesionalnya, sehingga secara langsung
berdampak bagi peningkatan produktivitas pendidikan di Kota Singaraja.(2) Guru-guru
SMP/SMA di Kota Singaraja, program ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan
kualitas penguasaan bidang Astronomi sehingga nantinya mereka dapat memiliki
keterampilan melaksanakan praktikum Astronomi yang memadai megingat pengajar
Astronomi umumnya adalah guru fisika, serta mampu membina siswa dalam persiapan
menghadapi olimpiade Astronomi. (3) Universitas Pendidikan Ganesha, program ini
sangat bermanfaat dalam menjalin kerjasama yang mutualis antara LPTK dengan
kalangan masyarakat luas, sehingga tenaga dan berbagai potensi yang ada dapat
disumbangkan kepada khalayak luas, khususnya yang berkenaan dengan sektor
pendidikan.

Edisi Juli 2012 120


2. METODE PELAKSANAAN
A. Kerangka Pemecahan Masalah
Kerangka pemecahan masalah yang dikembangkan diawali dengan kegiatan
orientasi lapangan oleh tim pelaksana. Masalah yang ada di lapangan kemudian
diidentifikasi sehingga ditemukan ada masalah yang perlu mendapat penanganan yaitu
ketidak sesuaian kualifikasi guru IPBA dengan materi yang diajar merupakan salah satu
penyebab ketidak berhasilan pembinaan bidang Astronomi pada siswa SMP/SMA di
Kota Singaraja. Setelah itu dilakukan pengkajian literatur, ditemukan alternatif yang
visibel untuk dilaksanakan yaitu melalui program refreshing berupa pemberian
pelatihan bidang Astronomi untuk meningkatkan kualitas penguasaan guru. Penyegaran
materi dilakukan dengan ceramah/presentasi dan praktikum/observasi yang diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan/pemahaman guru tentang Astronomi. Materi yang
dipraktikumkan disesuaikan dengan tuntutan olimpiade Astronomi bidang
praktikum/observasi.
B. Realisasi Pemecahan Masalah
Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai
permasalahan menyangkut kualitas dan kinerja guru SMP/SMA di Kota Singaraja,
khususnya pada bidang peningkatan kualitas guru yang saat ini tengah berkonsentrasi
pada pembangunan berbagai institusi pendidikan dan tenaga kependidikan di berbagai
pelosok wilayahnya. Berangkat dari rasional tersebut, maka program ini akan
dilaksanakan dengan menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas
penguasaan bidang IPBA bagi guru-guru SMP/SMA di Kota Singaraja. Model
pelaksanaan kegiatan ini akan dilakukan secara langsung (tatap muka) dengan bidang
kajian yang terkonsentrasi pada 2 (dua) topik dasar materi yaitu, (1) Pembekalan
tentang kompetensi yang diperlukan guru dalam praktikum IPBA (Astronomi) dan Cara
Mengenali/Mengamati Objek Menarik Langit Malam, dan (2) Pelatihan praktikum
IPBA secara hand on dan observasi lapangan.
Lama pelaksanaan kegiatan adalah 2 (dua) hari dengan melibatkan perwakilan
guru SMP/SMA yang ada di Kota Singaraja. Setelah diberi pembekalan materi, setiap
kelompok peserta dilatih melaksanakan praktikum dengan menggunakan alat-alat
praktikum sederhana dan melakukan pengenalan teleskop untuk mendukung
pengamatan/observasi langit malam. Diakhir pelatihan, peserta diberi tes untuk
mengetahui penguasaan materi dan keberhasilan program. Melalui sejumlah kegiatan

Edisi Juli 2012 121


tersebut, diharapkan para guru SMP/SMA memperoleh penyegaran wawasan dan
peningkatan kualitas pengetahuan serta keterampilan melakukan praktikum bidang
Astronomi untuk kepentingan tugas dan profesinya sebagai pengembang dan pelaksana
kurikulum.

C. Khalayak Sasaran
Khalayak sasaran antara yang strategis dalam kegiatan ini adalah para guru
SMP/SMA di Kota Singaraja. Di sisi lain, permasalahan mendasar dan aktual yang
terjadi pada sektor pendidikan di Kabupaten Buleleng adalah rendahnya prestasi belajar
IPBA siswa SMP/SMA serta sebagai persiapan pembinaan menuju olimpiade
Astronomi. Permasalahan ini salah satunya disinyalir dapat diantisipasi dan dieliminir
melalui peningkatan kualitas penguasaan bidang IPBA bagi guru SMP/SMA, sehingga
sejak awal guru dapat mempersiapkan dan mengelola proses belajar mengajar dengan
lebih baik. Berdasarkan rasional tersebut, maka sasaran yang dipilih dipandang cukup
visibel dan prediktif bagi penyebarluasan informasi atau hasil dari kegiatan ini secara
berkelanjutan dan terstruktur
Jumlah guru yang akan dilibatkan adalah sebanyak 20 orang guru yang mengajar
IPBA (guru IPA dan Fisika) berasal dari 10 sekolah SMP/SMA yang ada di Kota
Singaraja. Penentuan subjek didasarkan pada proporsi jumlah guru per jenjang sekolah.
Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan dengan sistem kader. Guru SMP/SMA perwakilan
yang ditunjuk akan diberikan pelatihan. Mereka yang dijadikan kader dipersyaratkan
agar mampu dan mau bekerja sama, serta dapat menyebarkan hasil kegiatan kepada
guru lainnya

D. Metoda Pelaksanaan Kegiatan


Pola dan tahapan evaluasi akan disesuaikan dengan metode yang digunakan
dalam upaya mencapai tujuan. Beberapa metode yang akan digunakan dalam kegiatan
P2M ini adalah presentasi, diskusi dan observasi/pengamatan langit malam Astronomi
sederhana. Setiap metode dipilih sesuai dengan relevansinya terhadap pencapaian
tujuan. Adapun rincian metode yang digunakan adalah sebagai berikut.
Tabel 1 Metode Pelaksanaan
Metode Pelaksanaan Tujuan yang ingin dicapai
Presentasi Untuk memberi pengertian tentang kompetensi
yang diperlukan guru dalam praktikum IPBA

Edisi Juli 2012 122


(Astronomi) dan Cara Mengenali/Mengamati
Objek Menarik Langit Malam.
Diskusi Untuk memantapkan pemahaman peserta terhadap
materi yang dibahas
Praktikum/Observasi Untuk melatih keterampilan guru dalam
melaksanakan praktikum Astronomi khususnya
melakukan observasi terhadap objek langit
malam, serta dapat melaksanakan praktikum
Astronomi dengan alat-alat sederhana secara hand
on dengan topik seperti: jam matahari, rotasi dan
revolusi bumi, rotasi dan revolusi bulan, tata
koordinat dan pengenalan rasi bintang.
Tes Pre test dan post test diberikan untuk memberi
wawasan tentang materi IPBA dan mengukur
ketercapaian program.

Sesuai dengan metode kegiatan di atas, maka evaluasi akan dilaksanakan pada
awal, akhir dan selama pelaksanaan kegiatan (directed evaluation/ proccess evaluation).
Indikator yang digunakan sebagai parameter keberhasilan program ini adalah,
“terjadinya peningkatan penguasaan materi dan meningkatnya kemampuan guru dalam
melaksanakan praktikum astronomi dengan alat-alat sederhana secara hand on dan
dalam mengobservasi objek langit malam dengan menggunakan teleskop.” Untuk itu, di
awal dan di akhir kegiatan akan diberikan tes materi IPBA (Astronomi) dan tim tutor
akan mendampingi guru-guru saat pelatihan praktikum dengan alat-alat sederhana
maupun dengan menggunakan teleskop untuk mengobservasi objek menarik di langit
malam.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada bagian ini dipaparkan tentang hasil atas perlakuan yang diberikan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan pembahasannya.
A. Hasil Kegiatan
Pelatihan praktikum Astronomi bagi guru SMP/SMA di Kota Singaraja ini,
dilaksanakan tanggal 6-7 Oktober 2012, bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan
Fisika FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha. Panitia mengundang 20 orang guru-
guru SMP/SMA dari 10 sekolah di Kota Singaraja melalui kepala sekolah masing-
masing. Penunjukan peserta diserahkan kepada kepala sekolah, disarankan agar guru
yang ditunjuk adalah yang membina siswa dalam olimpiade Astronomi masing-masing
sebanyak 2 orang. Dari 20 orang guru yang diundang, ternyata jumlah guru yang hadir

Edisi Juli 2012 123


hanya 8 orang, tetapi dilihat dari jumlah sekolahnya, dari 10 sekolah yang diundang ada
sekitar 80% sekolah yang mengirim wakilnya. Ketidak hadiran sebagian guru-guru
disebabkan Kepala Sekolah hanya menugaskan 1 orang guru saja, karena ada beberapa
kegiatan kompetisi yang waktunya bersamaan. Hal ini menunjukkan bahwa respon
sekolah terhadap pelatihan yang dilaksanakan adalah positif.
Pengetahuan awal peserta pelatihan tentang praktikum IPBA terkait dengan
praktikum/observasi langit malam (sesuai soal olimpiade) sangat beragam, ada yang
sudah punya cukup pengalaman, beberapa sudah pernah mencoba-coba, tetapi
kebanyakan guru SMP/SMA belum memahami penggunaan teropong dan belum
mengenali objek yng akan diamati dalam observasi/praktikum Astronomi. Melihat
kondisi ini, pelatihan diawali dengan mengenalkan beberapa kompetensi praktikum
yang perlu dimiliki guru dan pengenalan objek menarik langit malam, agar nantinya
guru dapat malakukan praktikum/observasi secara benar. Setelah cukup barulah
kegiatan dilanjutkan dengan pelatihan praktikum/observasi. Dengan pola seperti ini,
pemahaman guru terhadap teknik mengobservasi objek langit mengalami peningkatan,
di mana guru dapat mengenali berbagai objek langit malam seperti bintang paling
terang, mengenal berbagai rasi, planet, mengenal bintang penanda arah (salib selatan)
dan penanda musim (scorpio dan orion). Terhadap praktikum secara hand on dengan
alat-alat sederhana, kegiatan praktikum belum dapat dilakukan dengan baik karena
kekurangan waktu. Kegiatan ini akhirnya dilakukan dengan mendiskusikan petunjuk
praktikum yang sudah disiapkan, dan mempraktekkan cara pengamatan fasa bulan saja.
Sementara itu, penguasaan terhadap materi IPBA digali melaui pre test dan post
test yang diberikan di awal dan di akhir pelatihan. Skor yang diperoleh ditampilkan
pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Capaian skor pretes dan postes tentang penguasaan materi IPBA
Kode Guru Asal Sekolah Pretes Postes Gain Keterangan
A SMP N 2 Singaraja 40 65 25 Meningkat
B sda 45 68 23 Meningkat
C SMPN 4 Singaraja 40 68 28 Meningkat
D SMP Lab Undiksha 45 68 23 Meningkat
E SMAN 1 Singaraja 60 75 15 Meningkat
F SMAN 2 Singaraja 50 70 20 Meningkat
G SMAN 4 Singaraja 45 75 30 Meningkat
H SMA Lab Undiksha 55 75 20 Meningkat

Edisi Juli 2012 124


Rata-rata 47,5 70,5
Kategori Kurang Baik

Berdasarkan Tabel 2, tingkat kemampuan guru dalam astronomi tergolong masih


kurang (47,5). Setelah pelatihan capaiannya mengalami peningkatan dengan rata-rata
sebesar 70,5 dengan kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan materi
Astronomi guru-guru mengalami peningkatan.
Berdasarkan capaian di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa pelaksanaan
pelatihan berjalan baik, dapat memberi manfaat yang besar bagi para guru SMP/SMA,
serta tepat sasaran. Hal ini terlihat dari respon peserta yang begitu antusias mengikuti
pelatihan. Pada hari I, guru dengan penuh perhatian mengikuti presentasi tentang
Kompetensi yang diperlukan guru dalam praktikum dilanjutkan dengan pengenalan
objek menarik di langit malam. Diskusi berkembang hingga para guru merasa cukup
memiliki pemahaman tentang praktikum yang dilatihkan. Guru sangat antusias
mendengarkan paparan dari pemakalah, Dr. Ni Made Pujani, M.Si dan Nyoman
Suwitra, M.S dari Jurusan Pendidikan Fisika Undiksha.
Pada hari II, guru dengan penuh semangat ingin berlatih melakukan praktikum
hand on yang telah disiapkan, mencoba mengoperasikan teleskop dan melakukan
pengamatan langit malam. Pada siang hari kegiatan pengamatan langit malamnya dapat
dilakukan dengan software “Stelarium”. Sementara itu pelatihan praktikum secara hand
on hanya disample untuk topic tertentu saja, karena kendala waktu.

B. Pembahasan
Respon yang positif dari para guru untuk mengikuti pelatihan praktikum IPBA
menuju olimpiade Astronomi bagi guru-guru SMP/SMA di Kota Singaraja
menunjukkan bahwa kemampuan dan keterampilan guru dalam melakukan praktikum
IPBA memang sudah merupakan kebutuhan mendesak. Diadakannya olimpiade
Astronomi seiap tahun sekali menyebabkan para guru harus mampu mengikuti
perkembangan keilmuan itu sendiri agar mampu memberikan yang terbaik bagi sekolah
dan siswanya.
Fasilitas laboratorium yang tersedia di sekolah-sekolah akan dapat dimanfaatkan
secara lebih optimal bila didukung oleh kemampuan SDMnya. Dengan kemampuan
melakukan praktikum, menggunakan teleskop, dengan penguasaan materi dan
pengetahuan mengenai langit malam, serta dengan pemahaman mengenai teleskop, para

Edisi Juli 2012 125


guru akan dimudahkan dalam menyiapkan siswanya menghadapi olimpiade astronomi.
Demikianpun, sekolah akan dapat keuntungan karena memiliki guru yang terlatih.
Di sisi lain, dengan kemampuan yang dimiliki guru dalam melakukan
praktikum, diharapkan dapat mendorong para guru untuk aktif meneliti. Hal ini akan
berdampak positif kepada siswa karena guru akan selalu memberikan pengalamannya
yang terbaik bagi para siswa. Guru akan terbiasa meneliti dan berdampak positif pada
pembimbingan siswa dalam menyusun karya ilmiah untuk kegiatan lomba-lomba ilmiah
Dengan demikian suasana atmosfer di sekolah-sekolah akan menjadi kondusif. Mudah-
mudahan bentuk pengabdian yang kami laksanakan ini dapat memotivasi guru untuk
berani meneliti karena kemampuan meneliti juga merupakan bagian dari peningkatan
profesionalisme guru.
Berdasarkan kondisi itu dapat dikatakan bahwa pelatihan ini dapat menambah
wawasan dan keterampilan para guru dalam memanfaatkan alat-alat sederhana untuk
melakukan praktikum astronomi maupun untuk mengobservasi objek langit malam. Hal
ini didukung pula dari hasil pemantauan tim tutor yang mendampingi peserta selama
pelatihan, dan respon positif yang diberikan oleh peserta melalui angket sederhana yang
disebarkan tim pelaksana.
4. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Pelatihan praktikum IPBA bagi guru SMP/SMA merupakan kebutuhan yang
mendesak bagi sekolah, terlebih dengan adanya olimpiade Astronomi. Untuk
mengantisipasi kebutuhan ini pelatihan praktikum untuk mengobservasi langit malam
merupakan alternatif yang tepat agar para guru dapat menyiapkan siswanya lebih dini
dslam menghadapi olimpiade. Secara lebih rinci dapat dsimpulkan bahwa: (1) Pelatihan
praktikum IPBA bagi guru SMP/SMA meningkatkan keterampilan guru-guru
SMP/SMA di Kota Singaraja dalam melakukan praktikum dan mengobservasi langit
malam. (2) Pelatihan praktikum IPBA bagi guru SMP/SMA meningkatkan penguasaan
materi IPBA (pre test = 47,5, post test = 70,5) sehingga memudahkan guru dalam
membina siswa peserta olimpiade astronomi. (3) Respon guru-guru SMP/SMA di Kota
Singaraja terhadap pelaksanaan pelatihan praktikum IPBA bagi guru SMP/SMA adalah
positif.

Edisi Juli 2012 126


B. Saran
Berdasarkan pembahasan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelatihan ini,
maka dapat disarankan kepada (1) tim pelaksana, agar melakukan koordinasi dengan
Kepala Sekolah sehingga pelaksanaan kegiatan pelatihannya tidak berbenturan dengan
kegiatan lainnya, sehingga makin banyak guru-guru yang dapat berpartisipasi. (2) pihak
terkait, seperti LPM Undiksha, Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, dan sekolah
(SMP/SMA), agar menyelenggarakan pelatihan lanjutan agar keterampilan yang sudah
dimiliki para guru dapat dikembangkan. Pelatihan yang sejenis agar diselenggarakan
untuk para guru lainnya dan perlu dibuatkan suatu wadah dimana para guru dapat
sharing pengetahuan tentang pengamatan objek langit malam.

DAFTAR PUSTAKA

Pujani. N.M. 2010. Pembekalan Keterampilan Laboratorium Kebumian Berbasis


Kemampuan Generik Sains Bagi Calon Guru Fisika. Laporan Hasil Penelitian,
Hibah Disertasi Doktor, Tidak dipublikasi. LPPM UPI, Bandung.
Pujani, N.M. 2011. Pembekalan Keterampilan Laboratorium IPBA Berbasis
Kemampuan Generik Sains Bagi Calon Guru. Disertasi Doktor. Tidak
dipublikasi. UPI, Bandung.
Pujani, N.M., dan Liliasari. (2011). Deskripsi Hasil Analisis Pembelajaran IPBA
sebagai Dasar Pengembangan Kegiatan Laboratorium Bagi Calon Guru.
Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan FKIP Unila, Bandar Lampung. 29-30
Januari 2011.
Suastra dan Made Pujani. 1999. Pengembangan Alat-alat Percobaan Sederhana Buatan
Guru sebagai Upaya Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas I
SLTP N 6 Singaraja. Laporan Hasil Penelitian Tindakan Kelas, DIKS STKIP
Singaraja.
Wirta, M., Ketut Suma, Wayan Santyasa, Made Pujani, Ketut Rapi. 1990. Prestasi
Belajar IPA Siswa Kelas VI SD Negeri se Kabupaten Buleleng tahun Ajaran
1990/1991 Sebagai Fungsi Kualitas Reinforcement dan Kualitas Guru. Laporan
Penelitian. Denpasar: Universitas Udayana.

Edisi Juli 2012 127


PELATIHAN PENGGUNAAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM DAN SURFER
SEBAGAI MEDIA DIGITAL DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI GURU-
GURU SMP SE-KECAMATAN NUSA PENIDA

Oleh:
I Wayan Treman, dkk
Jurusan Pendidikan Geografi
FIS Udiksha

ABSTRAK
Pelatihan penggunaan Global Positioning System (GPS) dan Surfer bagi guru-
guru Geografi SMP se-kecamatan Nusa Penida dilaksanakan di SMP N 2 Nusa Penida.
Kegiatan tersebut bertujuan memberi pembekalan keterampilan tentang penggunaan
GPS dan Surfer dan mengetahui nilai kebermanfaatan pelatihan untuk pemetaan
sebagai media digital bagi guru-guru Geografi. Pemecahan masalah dilakukan melalui
beberapa tahapan yaitu observasi, pemberian materi, pelatihan penggunaan GPS,
analisis Surfer, pembuatan peta kontur 2 dimensi dan model medan 3 dimensi yang
akhirnya digunakan sebagai media pembelajaran geografi. Berdasarkan hasil tes
keterampilan menunjukkan bahwa penggunaan alat GPS dan Surfer untuk pemetaan
sebagai media digital bagi guru-guru Geografi dengan kualifikasi 25% sangat mampu
dan 75% kategori mampu. Keterampilan pembuatan peta kontur 2 dimensi dan model
medan 3 dimensi menggunakan GPS dan Surfer sebagai media digital bagi guru-guru
Geografi tergolong kategori mampu. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil dari lay out
(komposisi) peta, perpaduan warna, pemilihan simbol dan pemanfaatan informasi peta
dengan benar sesuai dengan kaidah kartografi.

Edisi Juli 2012 128


Kata kunci : Pelatihan, GPS, Surfer, media digital, geografi.

1. PENDAHULUAN
Objek materiil studi geografi adalah fenomena geosfer yang meliputi litosfer,
hidrosfer, atmosfer dan biosfer. Keseluruhan dari objek tersebut terjalin dalam konteks
keruangan, kelingkungan dan kompleks wilayah, tidak hanya mampu mengiventarisasi
peubah-peubah terukur geosfer, tetapi juga mampu memberikan analisis dan sintesis
bahkan klasifikasi dan evaluasi pembagian geosfer atas dasar potensi pengembangannya
(Sugeng Martopo, 1988). Kajian fenomena Geosfer tersebut terdapat di permukaan
bumi, maka untuk mempelajarinya diperlukan gambaran bumi yang diperkecil sehingga
dapat diamati seluruh daerah yang akan dikaji. Sehubungan dengan hal tersebut, peta
merupakan sarana utama dalam mengkomunikasikan fenomena geosfer yang tampak
dipermukaan bumi secara menyeluruh baik fisik maupun sosial ekonomi.
Dalam meriilkan suatu pelajaran dan mengurangi verbalisme dalam proses
pembelajaran maka perlu pengadaan media pembelajaran. Peta merupakan media yang
sangat penting dalam pengajaran geografi, mengingat peta merupakan penyajian visual
dari permukaan bumi sedangkan permukaan bumi adalah objek dari geografi yang
berorientasi keruangan. Penggunaan media secara kreatif dapat memungkinkan siswa
belajar lebih banyak, mencamkan materi yang telah dipelajari dengan baik dan
meningkatkan efisiensi dan efektifitas belajar (Oemar Hamalik, 1988).
Peta menggambarkan natural dan artificial feature, yang didapat dari hasil
pengukuran di permukaan bumi. Pengukuran langsung di lapangan seperti
menggunakan alat theodolith, waterpass dan kompas sering disebut pengukuran
terestris. Sedangkan pengukuran yang berbasis satelit misalnya menggunakan Global
Positioning System ( GPS) dan GLONASS disebut dengan pengukuran Extraterestris.
Pengukuran terestris sudah biasa dilakukan dalam perpetaan. Namun sejalan dengan
perkembangan sistem informasi dan teknologi pengukuran extraterestris yang paling
banyak diaplikasikan dan paling populer adalah GPS, karena dapat menyajikan data
dengan cepat, mencakup wilayah yang sangat luas dan lebih praktis karena diolah
dengan komputer dengan program software tertentu sehingga hasil pemetaan tersebut
sangat baik digunakan sebagai media pembelajaran guru-guru Geografi di SMP.

Edisi Juli 2012 129


Berdasarkan atas hasil observasi awal belum pernah diadakan pelatihan atau
kursus untuk guru-guru berkaitan dengan pemetaan, baik perolehan data teristris
maupun ekstrateristris, belum tersedianya perangkat GPS, intruksi pengoperasiannya
dan software analisis Surfer. Belum banyak ditemukan alat peraga dan media lain dalam
pembelajaran Geografi, sehingga akan sangat berdampak terhadap keberhasilan dan
ketuntasan dalam pembelajaran. Guru-guru akan merasa kesulitan dalam meriilkan
suatu materi tanpa didukung oleh referen dan media pembelajaran yang memadai.
Dalam pembelajaran masih digunakan media apa adanya seperti penggunaan peta
analog dan teknik pemetaan masih bersifat manual.
Guru-guru Geografi masih sangat kurang dalam memahami GPS dan analisis
Surfer, baik dalam substansial maupun ketrampilan praktis, karena keterbatasan skill
dan prasarana yang dimiliki. Berangkat dari keterbatasan tersebut, perlu sekali diadakan
pelatihan penggunaan GPS dan Surfer untuk pemetaan sebagai media digital yang
diharapkan nantinya bisa lebih memahami materi tentang pemetaan dengan pengukuran
ekstraterestris dan digunakan sebagai media digital dalam proses pembelajaran Geografi
dalam era globalisasi dan informatif.

2. PEMBAHASAN
a. Pelatihan Penggunaan GPS dalam menentukan titik posisi dasar.
Penggunaan GPS dalam penentuan posisi absolut/diffrential positioning
berdasarkan atas jumlah satelit/kekuatan sinyal yang diterima, lokasi, distribusi satelit
dan lama pengamatan. Posisi yang didapat adalah 3 dimensional, tinggi yang diberikan
adalah tinggi ellipsoid berdasarkan datum WGS 84. Akurasi dan presisi data yang dapat
dihasilkan ditentukkan dengan DoP (Dilution of Presicision) dan EPE (Estimated
Position Error) pada setiap pengamatan.
GPS disetting menggunakan koordinat UTM untuk dapat menentukan titik
posisi sutu tempat dengan 3 Dimensi yang dicatat dalam X sebagai lintang/Northing,
bujur/Easting dan ketinggian/Altitude dicatat sebagai data dasar. Hal tersebut dilakukan
secara berpindah-pindah pada daerah sekitar yang akan dipetakan. Angka yang
ditujukkan oleh masing-masing titik posisi akan berbeda. Semakin banyak titik posisi
yang diukur semakin detail gambaran 2 dimensi dan 3 dimensi yang dihasilkan. Berikut
disajikan gambar GPS dengan data titik posisi yang sudah siap dibaca sebagai berikut

Edisi Juli 2012 130


Contoh pencatatan data hasil pengamatan titik posisi dengan GPS sebagai berikut

X Y Z
9100223 290794 380
9100095 290789 378
9100072 290700 383
9100020 290744 393
9099985 290720 390
9100031 290657 366
9100004 290839 407
9100066 290967 394
9100211 291125 402
9100189 291085 392
9100345 291023 388
9100091 291362 382
9100266 291242 417
9099857 291343 365
9099836 291530 388
9099798 291010 399
9099761 290978 405
9099761 290891 440
9099565 291060 430
9099521 291101 343
9099441 291156 469
9099449 291147 466
9099388 291225 465
9099354 291095 473
9099270 291056 492
9099331 291097 460
9099181 291146 471
9099174 291183 485
9099056 291240 477
9098917 291235 490
9099739 291287 557
9098909 291355 512
9099006 291153 511
9098998 291113 505
9098866 291032 514
9098871 291029 513
9098826 291032 514
9098914 290667 509
9099555 290671 523

Edisi Juli 2012 131


Berdasarkan hasil penilaian tersebut dapat dinyatakan 25 % kualifikasi sangat
mampu dan 75 % kualifikasi mampu. Secara keseluruhan peserta pelatihan mampu
mengoperasikan GPS untuk menentukan titik posisi dengan baik. Hal tersebut didukung
oleh kemampuan peserta dalam keterampilan komputer yang sudah cukup bagus.

b. Pembuatan peta Kontur 2 Dimensi dan Model Medan Dimensi dengan Surfer
Program Surfer digunakan untuk pembuatan peta kontur 2 dimensi dengan
tampilan menu utama yaitu Worksheet, Plot dan Editor. Worksheet digunakan untuk
memasukkan data dalam lembar kerja data. Plot untuk menampilkan peta kontur 2
Dimensi dan model medan 3 dimensi. Editor sebagai menu editing terhadap grid dan
informasi peta yang tersedia.
Data titik posisi dasar yang didapat dari GPS akan dimasukkan pada lembaran
kerja dan disimpan dalam file tertentu. Dilanjutkan dengan proses plot dan edit. Sebagai
produk akhir adalah dalam wujud peta kontur 2 dimensi dan model medan 3 dimensi
suatu wilayah.
Berdasarkan hasil penilaian lay out peta kontur 2 Dimensi dan model medal 3
Dimensi secara rata-rata dinyatakan mencapai kualifikasi mampu. Secara keseluruhan
peserta pelatihan mampu menganalisis surfer dengan baik. Hal tersebut didukung oleh
kemampuan keterampilan komputer yang sudah cukup bagus dari masing-masing
peserta. Produk akhir dari pelatihan ini dapat ditunjukkan peta kontur 2D dan model
medan 3D sebagai berikut

Edisi Juli 2012 132


3. PENUTUP

Kesimpulan
a. Keterampilan penggunaan alat GPS dan Surfer untuk pemetaan sebagai media digital
bagi guru-guru Geografi SMP se- Kecamatan Nusa Penida, dengan kualifikasi 25%
sangat mampu dan 75% kategori mampu. Kenyataan ini ditunjukkan oleh
kemampuan mengoperasikan GPS untuk menentukan lokasi global berbasis satelit
dan analisis Surfer pada komputer dilakukan dengan baik, berdasarkan hasil tes
keterampilan.
b. Keterampilan pembuatan peta kontur 2 dimensi dan model medan 3 dimensi
menggunakan GPS dan Surfer sebagai media digital bagi guru-guru Geografi SMP
di Kecamatan Nusa Penida tergolong kategori mampu. Hal tersebut dapat dilihat dari
hasil dari lay out (komposisi) peta, perpaduan warna, pemilihan simbol dan
pemanfaatan informasi peta dengan benar sesuai dengan kaidah kartografi. Namun
perlu lagi ditingkatkan untuk kesempurnaan.

Saran

Edisi Juli 2012 133


a. Meriilkan materi dalam pembelajaran geografi sangat diperlukan media yang
aktual bukan sehingga model pembelajaran yang verbal dan konvensional
sebaiknya mulai didegradasi.
b. Pelatihan-pelatihan pengadaan media pembelajaran geografi yang mutahir
sangat perlu diadakan dengan intens.
c. Pengadaan media digital yang berbasis satelit sangat diperlukan dalam
pembelajaran geografi dalam era globalisasi.

Edisi Juli 2012 134

Anda mungkin juga menyukai