Bagaimana Anda Berkomunikasi Dan Mendiagnosa Penderirta AIDS
Bagaimana Anda Berkomunikasi Dan Mendiagnosa Penderirta AIDS
ANGGOTA KELOMPOK :
Saat pasien datang untuk berobat pada kita, hal yang dilakukan pertama adalah melakukan
anamnesa. Namun sebelum anamnesa, kita harus terlebih dahulu mengetahui nama, umur, jenis
kelamin, status, alamat, pekerjaan, agama, suku, pendidikan dari pasien tsb. Setelah itu kita melakukan
anamnesa, diawali dg mengetahui keluhan utama pasien dg mebiarkan dia mengutarakan sakitnya
dengan bahasanya sendiri. Kemudian kita, mulai menanyai tentang riwayat penyakit sekarang.
Pertanyaan kita ttg riwayat penyakit sekarang harus ber-pedoman pada 5W +1H dan focus terhadap
cerita pasien pada keluhan utama tadi. Lalu menanyai seputar yang tadi diutarakan pasien mengenai
riwayat penyakit dahulu. Diikuti juga oleh riwayat penyakit keluarga. Biasanya, mencakup ayah, ibu,
kakek, nenek dan saudara kandung. Dan menanyai tentang kehidupan sosial ataupun tentang pekerjaan.
Dengan berbekal anamnesa tadi, kita sudah bisa memberikan diagnose tentang penyakitnya. Namun,
perlu diingat bahwa tdk semua orang bisa menerima bahwa dirinya mengidap penyakit AIDS. Kita harus
bisa melihat kondisi pasien.
Jika pasien sendirian dan tampak agak lemah raut wajah serta pembawaannya,sehingga tidak
memungkinkan bagi kita untuk langsung memberitahukan kemungkinan besar diagnosanya. Kita bisa
secara perlahan mengatakan bahwa “ada indikasi pasien terkena AIDS”. Maka dari itu, si pasien kita
tawarkan untuk tes darah, urine, dan laboratory penunjang agar lebih bisa lebih meyakinkan mengenai
kepastian penyakitnya. Tapi ingat, kita harus mengungkapkanya dengan bahasa yang halus dan tidak
sampai untuk terburu-buru memvonis langsung bahwa pasien terkena AIDS. Kita harus menunjukkan
sikap bahwa ini bisa saja bukan AIDS tapi penyakit lain. Jadi si pasien tidak akan mengurunkan niatnya
untuk mengetahui penyakitnya lebih lanjut lagi.
Jika pasien datang berdua bersama salah satu anggota keluarga atau teman dekatnya yang bisa
dipercaya. Dan nampak sekali bahwa kondisi pasien sangat lemah dan tidak memungkinkan untuk
mengetahui menerima keadaan sebenarnya tentang penyakitnya. Kita bisa mempersilahkan pasien
untuk minggir dulu agar kita bisa leluasa dan membicarakan hasil anamnesa kita sementara tidak
langsung dengan pasiennya tetapi melalui orang terdekatnya lebih dahulu. Agar nanti ketika mengetahui
tentang penyakitnya si pasien tidak kaget dan tidak terlalu “denial”saat diberi tahu tentang penyakitnya.
Karena ada orang terdekatnya ini yang akan membantu kita menjelesakan lebih dari hati ke hati.
Setelah anamnesa kita dapat, kita harus menyuruh pasien tersebut untuk melakukan
pemeriksaan fisik dan penunjang. Hal ini kita lakukan agar lebih melengkapi anamnesa kita. Karena
berat/bobot untuk pemeriksaan fisik dan penunjang hanya 20%, sedangkan sisa 80%-nya adalah
anmnesa kita diawal tadi.
Diharapkan karena pada awal tadi kita sudah memberikan gambaran bahwa penyakitnya adalah
AIDS. Maka setelah hasil uji coba lab dan pemeriksaan fisik maupun penunjang keluar. Si pasien tidak
akan menolak mentah-mentah diagnosa mengenai penyakitnya. Bahkan, akan sangat baik karena diawal
tadi kita sudah berusaha menunjukkan gejala awal penyakitnya. Sehingga pada saat hasil pemeriksaan
penunjang keluar, si pasien akan menyadari dengan sendirinya bahwa penyakit AIDS itu benar-benra
telah berada di tubuhnya. Kita sebagai dokter yang baik tidak hanyalah bisa menyampaikan hasil
diagnose sebaik-baiknya tanpa menyembunyikan hal-hal sekecil apapun dan menawarkan terapi-terapi
atau cara-cara penanganan yang tepat untuk di diskusikan berasama pasien.