Anda di halaman 1dari 36

PRESENTASI KASUS

ATRESIA ANI

Pembimbing:
dr. Asri Dwi Rahmawati, SpB, SpBA

Disusun oleh :
Intan Nur Zamzam
11141030000093

KEPANITERAAN KLINIK KSM BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama:

Intan Nur Zamzam (11141030000093)

Judul Presentasi Kasus:

Atresia Ani

Telah menyelesaikan tugas ini sebagai syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan
klinik pada bagian Bedah Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta di RSUP Fatmawati tahun 2018.

Jakarta, April 2018

dr. Asri Dwi Rahmawati, Sp.B, Sp.BA


KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dan tak lupa shalawat dan salam kepada
Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
Presentasi Kasus yang berjudul “Atresia Ani” ini dalam rangka memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah di RSUP Fatmawati.

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada para pengajar,


fasilitator, dan narasumber SMF Bedah RSUP Fatmawati, khususnya dr. Asri Dwi
Rahmawati, Sp.B, Sp.BA selaku pembimbing.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Makalah Presentasi Kasus ini masih


jauh dari sempurna, serta banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan Makalah Referat ini. Semoga Makalah Referat ini dapat
bermanfaat dan menambah pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, April 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital dimana anus tertutup oleh
membrane anus. Defeknya tidak selalu menutup total. Pada beberapa
kasus ditemukan sebuah lubang sempit yang masih memungkinkan untuk
pengeluaran isi usus.

Atresia berasal dari bahasa Yunani dan terdiri dari a yang artinya tidak ada
dan trepis yang artinya nutria atau makanan. Dalam istilah kedokteran
atresia adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal
atau organ tubular secara kongenital. hal ini bisa terjadi karena gagalnya
prses migrasi dan perkembangan struktur kolon antara minggu ke-7 – ke-
10 selama perkembangan fetal. Kegagalan migrasi tersebut juga terjadi
karena gagalnya agenesis sacral dan abnormalitas pada daerah uretra dan
vagina atau juga pada proses obstruksi pada anus imperforate.

Frekuensi seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari 5000


kelahiran, sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan
kongenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai penyakit tersering.
Insiden terjadinya atresia ani lebih banyak terjadi pada laki-laki. Sekitar 20
% -75 % bayi dengan atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian
tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan
fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada
perempuan.
BAB II
ILUSTRASI KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : By Ny Ria Enjelika
No RM : 01591211
Tempat Tanggal Lahir : Bogor, 20 Januari 2018
Usia : 1 bulan 26 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. H. Abd. Rojak Cileungsi RT 23/10 Kab.
Bogor Jawa Barat
Pekerjaan Orang Tua : Karyawan Swasta
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia

2. Identitas Orang Tua


AYAH IBU
Nama Tn. A Ny. R
Perkawinan ke- 1 1
Umur 25 tahun 25 tahun
Pendidikan terakhir SMA SMA
Agama Islam Islam
Pekerjaan Karyawan Swata Ibu rumah tangga
Penyakit bawaan - -

3. Anamnesis
Diambil secara :Alloanamnesis dengan Ibu pasien tanggal 26 Maret
2018 pada pukul 16.00 WIB
a. Keluhan Utama
Tidak memiliki anus sejak lahir dan BAB melalui lubang dekat
alat kelamin.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien bayi perempuan usia 1 bulan 22 hari dibawa oleh orang
tuanya dengan keluhan tidak memiliki anus sejak lahir dan BAB
melalui lubang dekat alat kelamin. Orang tua pasien baru menyadari
bahwa BAB keluar dari vagina sejak 2 hari SMRS dikarenakan sejak
lahir pasien bisa BAB, namun tidak diperhatikan apakah keluar dari
anus atau bukan. Sekitar 3 hari SMRS pasien sulit BAB dan BAB
keras. Setelah itu ibu pasien baru menyadari bahwa pasien tidak
memiliki anus. Perut pasien tidak tampak tegang tapi tampak buncit.
BAK normal. Muntah dan demam disangkal. Bayi lahir normal, 38
minggu dengan berat lahir 3.100 gr dan panjang badan 48 cm. Bayi
lahir ditolong bidan dan langsung menangis.

c. Riwayat Kehamilan
Selama masa kehamilan ibu pasien tidak pernah mengonsumsi
obat-obatan kecuali dari bidan. Saat hamil control teratur setiap bulan
ke bidan. Nafsu makan ibu pasien baik selama hamil dan berat bdan
naik 10 kg. riwayat trauma saat kehamilan disangkal, tidak pernah
dirawat di rumah sakit selama hamil.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat dalam keluarga pasien dengan keluhan yang
sama.

e. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan anak kedua dari pernihakan pertama ibu pasien
dan pernikahan pertama ayah pasien. Usia ibu saat melahirkan pasien
adalah 25 tahun.

4. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Panjang badan : 48 cm
Berat Badan : 5 kg
Gizi : kesan gizi baik
Mobilisaso : aktif
Tanda vital :
Nadi : 122 x/menit
Pernapasan : 30 x/menit
Suhu tubuh : 36,7 C
Kulit : warna sawo matang, turgor baik
Kepala :normocephali, ubun-ubun tidak cekung/menonjol
Rambut : warna hitam, distribusi merata
Wajah : simetris
Mata :konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
Telinga :Normotia, secret -/-
Hidung : kavum nasi lapang, sekret -/-, hiperemis -/-
Leher : trakea lurus di tengah, KGB tidak membesar
Paru :suara napas vesikuler di kedua lapang paru, rhonkii
-/-, wheezing -/-
Jantung : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop
(-)
Abdomen :
Inspeksi : buncit, darm contour (-), darm steifung (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, distensi (-), venektasi (-), defans
muscular (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar, turgor baik
Ekstremitas : akral hangat (+), CRT <3s
Genitalia : fimosis (-), terdapat lubang di dekat vagina
Status lokalis
Regio anus
Inspeksi : tidak tampak adanya anus, fistel (-), sikatrik (-)

5. Pemeriksaan Penunjang
LABORATORIUM
24/03/2018
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.2 9.2 – 13.6 g/dL
Hematokrit 31 30 – 46 %
Leukosit 9.9 5.0 – 19.5 ribu/ul
Trombosit 47 229 -553 ribu/ul
Eritrosit 3.50 3.10 – 5.10 juta/ul
VER/HER/KHER/RDW
VER 88.1 81.0 – 125.0 fl
HER 31.9 25.0 – 37.0 pg
KHER 36.2 25.0 – 37.0 g/dL
RDW 13.6 11.5 – 14.5 %
HEMOSTASIS
APTT 30.5 29.1 – 35.5
Kontrol APTT 30.7
PT 14.2 11.5 – 15.3
Kontrol PT 13.6
INR 1.06
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu 72 40 – 60 mg/dL
ELEKTROLIT
DARAH
Natrium (darah) 138 135 – 147 mmol/l
Kalium (darah) 5.14 3.10 – 5.10 mmol/l
Klorida (darah) 107 95 – 108 mmol/l
SERO – IMUNOLOGI
Golongan Darah O / Rhesus (+)

26/03/2018
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9.2 9.2 – 13.6 g/dL
Hematokrit 26 30 – 46 %
Leukosit 6.8 5.0 – 19.5 ribu/ul
Trombosit 111 229 -553 ribu/ul
Eritrosit 3.01 3.10 – 5.10 juta/ul
VER/HER/KHER/RDW
VER 87.2 81.0 – 125.0 fl
HER 30.6 25.0 – 37.0 pg
KHER 35.1 25.0 – 37.0 g/dL
RDW 13.7 11.5 – 14.5 %
HEMOSTASIS
APTT 35.7 29.1 – 35.5
Kontrol APTT 30.7
PT 15.4 11.5 – 15.3
Kontrol PT 13.6
INR 1.06
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
SGOT 30 0-34 U/l
SGPT 19 0-40 U/l
FUNGSI GINJAL
Ureum darah 13 0-42 mg/dl
Kreatinin darah 0.2 0.0-1.2 mg/dl
DIABETES
Glukosa Darah Sewaktu 73 40 – 60 mg/dL
ELEKTROLIT
DARAH
Natrium (darah) 139 135 – 147 mmol/l
Kalium (darah) 4.60 3.10 – 5.10 mmol/l
Klorida (darah) 107 95 – 108 mmol/l
SERO – IMUNOLOGI
CRP kuantitatif <0.4 < 1.0 mg/dl

27/03/2018
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 15.3 9.2 – 13.6 g/dL
Hematokrit 47 30 – 46 %
Leukosit 9.8 5.0 – 19.5 ribu/ul
Trombosit 211 229 -553 ribu/ul
Eritrosit 5.47 3.10 – 5.10 juta/ul
VER/HER/KHER/RDW
VER 86.3 81.0 – 125.0 fl
HER 27.9 25.0 – 37.0 pg
KHER 32.3 25.0 – 37.0 g/dL
RDW 14.9 11.5 – 14.5 %

TORAKS FOTO
26/03/18
Jantung / paru dalam batas normal
Thymus prominent
6. Resume
Pasien bayi perempuan dengan usia 1 bulan 22 hari dibawa oleh orang
tua dengan keluhan tidak memiliki anus sejak lahir. Orang tua pasien
baru menyadarinya sejak 2 hari SMRS. Saat lahir pasien dapat BAB
namun orang tua juga tidak memperhatikan dari mana fesesnya
keluar. Sejak 2 hari SMRS orang tua pasien baru menyadari bahwa
anaknya BAB melalui lubang kelaminnya.

Saat hamil kontrol teratur setiap bulan di bidan. nafsu makan ibu
pasien saat hamil juga baik. Bayi lahir normal, 38 minggu dengan
berat 3.100 gr dan panjang badan 48 cm. Bayi lahir ditolong bidan dan
langsung menangis. Saat lahir pasien tidak diketahui bahwa pasien
tidak memiliki lubang anus karena meconium dapat keluar.

Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas


normal dan pada inspeksi regio abdomen terlihat buncit. Pada status
lokalis regio anus tidak tampak adanya anus.

Pada hasil pemeriksaan penunjang didapatkan penurunan hemoglobin


dan trombosit.

7. Diagnosis Kerja
Atresia ani dengan fistel rectovestibuler

8. Diagnosis Banding
Atresia ani dengan fistel rectovaginal

9. Pemeriksaan Anjuran
 Foto rontgen knee chest position
10. Penatalaksanaan
 Tatalaksana preoperative:
 Resusitasi cairan
 Kompresi gastrik
 Transfuse Platelet concentrated
 Konsultasi Spesialis Anak dan Anastesi untuk toleransi operasi
 Tatalaksana intraoperative:
 Kolostomi
 Tatalaksana postoperative:
 IVFD KaEn IB 550cc/24 jam
 Cefotaxime 2x150mg i.v
 Paracetamol 3x60mg i.v
 Cek GDS post op
 Rencana PSARP

11. Foto Klinis


12. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : bonam
13. Laporan Operasi Kolostomi
Laporan Operasi
1. a dan antisepsis
2. insisi intraumbilikal kiri bawah menembus kutis dan subkutis
3. fasia dibuka, otot dipotong, peritoneum dibuka
4. eksplorasi kolon, identifikasi kolon sigmoid
5. kolon sigmoid terdistal dikeluarkan
6. dibuat jahitan spur
7. fiksasi kolon sigmoid ke peritoneum-otot-fasia hingga tidak
didapatkan celah
8. kolon dibuka
9. selesai

foto klinis post kolostomi


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu
kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk
didalamnya agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti. Atresia ani juga
dapat muncul sebagai sindroma VACTERL (Vertebra, Anal, Cardial,
TracheoEsofageal, Renal, Limb). Atresia ani merupakan salah satu jenis
malformasi anorektal atau anomali anorektal.

2. Epidemiologi

Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1


dari 4000-5000 kelahiran baru. Secara umum, insiden malformasi anorektal
lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan. Pada bayi laki-laki,
fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui, diikuti
oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi
anorektal yang paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula
rektovestibular dan fistula perineal. Hasil penelitian Boocock dan Donna di
Manchester menunjukkan bahwa malformasi anorektal letak rendah lebih
banyak ditemukan dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi.

3. Embriologi dan Anatomi


Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan
hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah,
esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas.
Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon
asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut
hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka,
dan ektoderm dari protoderm atau analpit. Usus terbentuk mulai minggu
keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap
dari septum urorektalis menghasilkan 2 anomali letak tinggi atau supra
levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek
perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot
levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus
dan internus dapat tidak ada atau rudimenter.

Gambar 3.1 Embriologi sistem pencernaan

Bagian usus sederhana belakang bermuara kedalam cloaka (suatu rongga


yang di lapisi entoderm yang berhubungan langsung dengan entoderm
permukaan). Pada pertemuan antara entoderm dan ektoderm terbentuk membrana
cloacalis. Pada perkembangan selanjutnya tumbuh septum urorectal pada sudut
antara alantois dan usus belakang.
Sekat ini berlanjut tumbuh ke caudal sambil
membagi cloaka menjadi sinus urogenitalis sederhana (depan) dan canalis
anorectalis (belakang).

Perkembangan anus dimulai dari pembentukan dua bagian, yaitu tuberkel


anal kanan dan kiri yang muncul di depan lipatan tulang ekor. Tuberkel ini
tumbuh ke arah ventral sampai mereka mengelilingi bagian akhir hindgut.
Cekungan di tengah tuberkel disebut dengan proctoderm. Kemudian bagian atas
kanalis ani dibentuk oleh bagian akhir hindgut dan bagian bawahnya dari
proctoderm. Otot sfingter ani eksternus dibentuk dari mesoderm yang
berkembang sendiri dan berada di perineum.

Abnormalitas yang paling banyak terjadi dari fistula rektourinaria pada laki-
laki adalah pada tingkat garis pubokoksigeal dimana terjadi kegagalan
pertumbuhan mesoderm ke arah lateral sehingga pemisahan kloaka tidak terjadi
secara sempurna. Sedangkan pada perempuan duktus Mullen yang akan
membentuk tuba Fallopii, uterus, dan dua bagian atas vagina terletak antara sinus
urogenital dan rektum, sehingga tidak ditemukan hubungan antara rektourinaria
kecuali pada kloaka yang persisten. Pada perempuan fistula rektovaginalis
berhubungan dengan perkembangan bulbus sinovaginalis yang berasal dari epitel
dinding dorsal sinus urogenitalis dan membentuk sebagian besar vagina. Bulbus
berhubungan dengan pembukaan kloaka persisten dan migrasi bulbus akan
membawa pembukaan rektal ini pada berbagai tingkat pembentukan vagina atau
vestibulum. Berbagai macam lokasi fistula dapat dijelaskan dengan adanya
hambatan pada pembukaan rektal. Otot sfingter ani eksternus berasal dari
mesoderm yang berkembang secara normal dan menempatkan diri di daerah
perineum.

1) Kanalis Ani
Panjang kanalis ani kurang lebih 4 cm menuju ke bawah dan ke
belakang dari sambungan anorektal. Duapertiga bagian atas kanalis ani
merupakan derivat dari hindgut sedangkan sepertiga bagian bawah
merupakan lanjutan dari anal pit. Sedangkan epitelnya adalah derivat dari
ectoderm dari anal pit dan endoderm dari hindgut. Pada peralihan dari
kedua bentuk epitel, yaitu dari epitel kolumner menjadi epitel pipih
berlapis bertingkat, terletak garis dentata dan merupakan tempat membran
ani.
Anterior dari kanalis ani pada laki-laki terdapat bangunan perineal
body yang memisahkan antara kanalis ani dengan otot tranversus perinei,
membrana urethrae dan bulbus penis. Sedangkan pada perempuan perineal
body ini memisahkan kanalis ani dengan sepertiga inferior vagina.
Posterior kanalis ani berhubungan dengan anococcygeal body yang
merupakan anyaman pada jaringan fibrosa yang memben- tang antara
kanalis ani dengan tulang coccygeus, dan kemudian ke atas menyatu
dengan rafe media dari otot levator ani. Pada kedua sisi kanalis ani, otot
pub- orektalis (levator ani) memisahkan kanalis ani dari fossa
Ischiorectalis.

2) Sistem otot
Otot dasar pelvis terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian
posterior disebut sebagai otot diafragmatik dan bagian anteromedial
disebut sebagai kelompok puboviseral. Otot diafragmatik berasal dari
membran obturator dan ischium sampai ke spina ischiadica kemudian
berlanjut ke medial dan ke bawah masuk ke rafe anokoksigeal, serat
anterior berlanjut ke serat posterior membentuk suatu lembaran otot
dengan otot kontralateral. Rafe anokoksigeal berjalan ke bawah dan ke
depah dari perlekatan di sakrum dan tulang koksigeus menuju otot sfingter
internus dan puborectal sling complex masuk ke kanalis ani melalui
mucocutaneus junction.
Kelompok puboviseral berasal dari bagian belakang pubis berjalan
turun ke medial dan ke belakang masuk ke visera pelvis dan perineal body.
Pada laki- laki kelompok otot ini terdiri dari otot pubouretralis dan
puboperineus. Sedangkan pada perempuan terdiri dari pubovaginalis dan
puboperineus. Di bagian posterior kelompok otot ini masuk ke kanalis ani
dan perianal membentuk otot puboanalis.
Otot levator ani membentuk diafragma pelvis serta sebagai bagian
atas dari kanalis ani, sedangkan sebagai dasarnya adalah otot sfingter ani
eksternus. Antara otot le- vator ani dan sfingter ani internus disebut
sebagai muscle complex atau vertical fibre. Secara rinci kanalis ani terdiri
dari otot ischicoccygeus, ileococcygeus, pubococcygeus, otot sfingter
eksternus superfisialis dan profunda. Sedangkan yang berfungsi sebagai
sfingter internus pada individu normal adalah ketebalan lapisan
sirkulerdari otot Involunter usus di sekitar anorektal
3) Sistem saraf
Persarafan parasimpatik dikendalikan oleh saraf sakralis ketiga dan
keempat bagian depan yang memberikan percabangan ke rektum. Saraf
tersebut melanjutkan rangsangan dari ganglia pada pleksus Auerbach.
Saraf tersebut bertindak sebagai saraf motorik pada dinding usus dan
rektum, menghambat kerja sfingter internus dan serabut sensoris pada
distensi rektal.
Persarafan simpatik berasal dari cabang kedua, ketiga, dan keempat
ganglia lum- balis dan pleksus preaorticus. Saraf tersebut membentuk
pleksus hipogastricus pada vertebra lumbalis kelima, kemudian turun
melalui dinding pelvis bagian posterolateral sebagai saraf presakralis dan
bergabung dengan ganglion pelvik di bagian posterolateral. Saraf tersebut
bekerja sebagai penghambat kerja dinding usus dan saraf motorik dari otot
sfingter internus

Gambar 3.2 Anatomi urogenital pada perempuan


Gambar 3.3 Anatomi urogenital pada laki-laki

Gambar 3.4 Penampangan inferior anatomi sistem urogenital pada wanita


Gambar 3.5 Penampangan inferior anatomi sistem urogenital pada wanita

4. Etiologi

Etiologi malformasi anorektal belum diketahui penyebabnya secara pasti.


Kelainan kongenital ini dapat disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi ,
dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Normalnya, pada minggu
ke-7 sampai minggu ke-10 rektum dan anus sudah terbentuk dan memisahkan
diri dari sistem urinarius dan sistem genital. Gangguan pada proses ini dapat
menyebabkan anus tidak terbentuk sempurna.

5. Patofisiologi
Tidak terjadinya perkembangan struktur rectum dan anus antara 7-10 minggu
dalam perkembangan fetal menyebabkan kegagalan dalam agenesis sacral.
Pada atresia ani, lubang anus tidak terbentuk. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya obstruksi mekanik pada pengeluaran isi usus. Obstruksi ini yang
menyababkan terjadinya distensi abdomen. Semakin lama isi usus tidak
dikeluarkan gejala obstruksi lain seperti mual muntah dapat timbul karena
tekanan abdomen terus meningkat. Jika atresia ani disertai dengan fistel maka
yang dikeluhkan adalah keluarnya feses melalui jalur yang salah tergantung
letak muara fistel tersebut.
6. Klasifikasi
Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal
adalah klasifikasi Wingspread yang membagi malformasi anorektal menjadi
letak tinggi, intermedia, dan letak rendah. Selanjutnya, untuk tujuan terapi
dan prognosis digunakan klasifikasi yang dibuat berdasarkan jenis
malformasi.
Berdasarkan letak Melbourne (1970) membagi berdasarkan
pubococcygeus dan garis yang melewati ischii. Terdapat tiga macam letak
pada atresia ani, yaitu:
a. Tinggi (supralevator): rectum berakhir di atas m. levator ani (m.
puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit
perineum >1cm. Letak supralevator biasanya disertai dengan fistel
ke saluran kencing dan saluran genital.
b. Intermediate: rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak
menembusnya
c. Rendah: rectum berakhir di bawah m. levator ani sehingga jarak
antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.

Berikut ini adalah klasifikasi malformasi anorektal berdasarkan


Wingspread:

Laki-laki

Kelompok I

Fistel urin Tindakan:

Atresia rectum Kolostomi neonates

Perineum datar Operasi definitive

Fistel datar Pada usia 4-6 bulan

Invertogram: udara > 1cm dari


kulit

Kelompok II

Fistel perineum Tindakan: operasi langsung

Membrane anal

Stenosis anus

Fistel tidak ada

Invertogram: udara <1cm dari


kulit

Perempuan

Kelompok I

Kloaka Tindakan:

Fistel vagina Kolostomi neonates

Fistel anovestibuler atau


rektovestibuler Usia 4-6 bulan

Atresia rectum

Tanpa fistel. Invertogram: udara


<1 cm dari kulit

Kelompok II

Fistel perineum Tindakan:

Stenosis anus Operasi langsung pada neonatus

Tanpa fistel. Invertogram: Udara


> 1cm dari kulit

Tabel 3.1 Klasifikasi malformasi anorektal berdasarkan PENA

7. Manifestasi Klinis
Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal biasanya
terdeteksi dalam 24-48 jam setelah kelahiran. Gejalanya dapat berupa:
a. Perut tegang
b. Muntah
c. Tidak bisa BAB
Malformasi anorektal dangat bervariasi mulai dari anus imperforate letak
rendah hingga malformasi letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada.
Sebagian besar bayi dengan anus imperforate memiliki satu atau lebih
abnormalitas yang mengenai system lain. Insidensinya berkisar antara 50% -
60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang
lebih sering. Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan
dengan malformasi anorektal adalah:

a. Kelainan kardiovaskuler
Jenis kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal
defect dan patent ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogy of fallot dan
ventricular septal defect.
b. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemu berupa kelainan trakeoesofageal (10%) dan
obstruksi duodenum (2%)
c. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan
lumbosacral seperti scoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum.
Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah lomeningocele,
meningocele, dan teratoma intraspinal.
d. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan
pada malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden
kelainan urogenital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50%
sampai 60% dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%.

8. Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat penting


dalam menegakkan diagnosis malformasi anorektal. Pada anamnesis dapat
ditemukan:
 Meconium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
 Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
 Meconium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
 Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula)
 Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
 Perut kembung

Pada anamnesis, pasien malformasi anorektal tidak selalu menunjukkan


gejala obstruksi saluran cerna. Maka dari itu, diagnosis harus ditegakkan
pada pemeriksaan fisik.

 Pemeriksaan fisik umum


Pemeriksaan rutin tetap harus dilakukan untuk mencari kelainan lain.
Lima puluh sampai 60% pasien ini mempunyai kelainan kongenital di
tempat lain. Yang sering ditemukan adalah:
a. kelainan pada traktus genito urinarius (28%)
b. kelainan jantung (74%)
c. kelainan traktus gastrointestinal, misalnya atresia esophagus (9%0,
atresia duodenum (7%)
d. kelainan pada tulang , misalnya tulang radius tidak ada.
 Pemeriksaan khusus untuk kelainan anorektal

Inspeksi perianal sangat penting. Flat “bottom” atau flat perineum,


ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan
bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini
berhubungan dengan malformasi anorektal letak tinggi. Sedangkan tanda
pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi anorektal
letak rendah meliputi adanya meconium pada perineum, “bucket handle”
(skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membrane pada anus
(tempat keluarnya meconium).

Selanjutnya pemeriksaan khusus pada kelainan anorektal dibagi


berdasarkan jenis kelamin.

a. Wanita
Umumnya pada 80-90% wanita ditemukan fistula ke vestibulum
Atau vagina, hanya pada 10-20% tidak ditemukan fistel.
Kelompok I
1) Kloaka
Pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus
digestivus tidak terjadi. Evakuasi feses umumnya tidak
sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.
2) Fistel vagina
Meconium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses bisa tidak
lancer, sebaiknya cepat dilakukan kolostomi.
3) Fistel vestibulum
Muara fistel ditemukan di bawah vagina. Umumnya evakuasi
feses lancer delama penderita hanya minum susu. Evakuasi
mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat.
4) Atresia rekti
Kelainan dimana anus tampak normal, tetapi pada pemeriksaan
colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm.
5) Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram.

Kelompok II

1) Fistel perineum
Terdapat lubang antara vulva dan tempat dimana lokasi anus
normal. Dapat berbentuk anus anterior, tulang anus tampak
normal, tetapi marka anus yang rapat ada di posteriornya.
Umumnya menimbulkan obstipasi.
2) Stenosis ani
Lubang anus terletak di lokasi normal, tetapi angat sempit.
Evakuasi feses tidak lancer. Sebaiknyascepat mungkin lakukan
terapi definitive.
3) Tanpa fistel
Udara < 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
b. Laki-laki
Pada laki-laki perineum perlu diperhatikan apakah terdapat fistel dan
diperhatikan pula ada tidaknya butir-butir meconium di urin.
Kelompok I
1) Fistel urin
Tampak meconium keluar dari orificium urethrae eksternum.
Fistula dapat terjadi bila terdapat fistula baik ke urethra
maupun ke vesika urinaria. Cara praktis untuk membedakan
loksai fistel ialah dengan memasang kateter urin. Bila kateter
terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak di urethra yang
terhalang kateter. Bila dengan kateter, urin berwarna hijau,
berarti fistel ke vesika urinaria. Evakuai feses tidak lancer, dan
penderita memerlukan kolostomi segera.
2) Atresia rekti
Sama dengan wanita
3) Perineum datar
Menunjukkan bahwa otot yang berfungsi untuk kontinensi
tidak terbentuk sempurna.
4) Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada inevrtogram. Karena tidak ada
evakuasi feses maka perlu segera dilakukan kolostomi.
Kelompok II
a) Fistel perineum
Sama dengan wanita
b) Membran anal
Anus tertutup selaput tipis dan sering tampak bayangan jalan
meconium di bawah kulit. Evakuasi feses tidak ada. Secepat
mungkin dilakukan terapi definitive
c) Stenosis ani
Sama dengan wanita
d) Bucket handle
Daerah lokasi anus normal tertutup kulit yang berbentuk
gagang ember. Evakuasi feses tidak ada. Perlu secepatnya
dilakukan terapi definitif
e) Tanpa fistel
Udara <1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi
feses, sehingga perlu segera dilakukan kolostomi

Gambar 3.6 Malformasi anorektal pada perempuan

Gambar 3.7 Malformasi anorektal pada laki-laki

Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik, perlu dilakuakan pemeriksaan


penunjang dalam mendiagnosis malformasi anorektal. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan adalah foto polos abdomen, radiografi
barium enema, dan ultrasonografi.

a. Foto polos abdomen


Foto yang diambil adalah wangensteen foto atau inverted foto. Posisi
kepala diletakkan di bawah sementara anus di atas. Kedua paha
ditekuk (hip fleksi), lalu punggung bayi diangkat sehingga letak pelvis
lebih tinggi dan kepala lebih rendah. Kemudian di foto daerah
rectosigmoid atau sekaligus foto abdomen seluruhnya. Di daerah anus
diberi sebuah marker yakni uang logam untuk dapat mengatahui teal
bagian yang tertutup tersebut, yakni jarak antara udara dalam rectum
dengan marker yang dipasang tadi.

Gambar 3.8 Radiografi prone creoss-table lateral


b. Radiografi barium enema

Gambar 3.9 Radiografi barium enema: panah menunjukkan barium ada


dalam vagina
c. Ultrasonografi
Bidang hypoechoic pada ultrasonogram diartikan sebagai fistula
interna. Terkadang sekelompok garis echogenic menghalangi udara
dalam fistula hypoechoic. Hypoechoenic yang berjalan secara anterior,
mengganggu bidang echogenic antara rectum dan uretra.

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani


letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pena dan Defries
pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan
postero sagittal anorectoplasty (PSA), yaitu dengan cara membelah m.
sphincter eksternus dan m. levator ani untuk memudahkan mobilisasi
kantung rectum dan pemotongan fistel. LEAPE 1987 menganjurkan pada:
 Atresia letak tinggi dan intermediate dilakukan sigmoid kolostomi
atau TCD terlebih dahulu, setelah 6-12 bulan baru dilakukan
tindakan definitive (PSARP)
 Atresia letak rendah dilakukan perianal anoplasty, dimana
sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk
identifikasi batas otot sphincter ani eksternus
 Bila terdapat fistula dilakukan cut-back incicion
 Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena
dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi

Postero sagittal anorectoplasty adalah teknik operasi menggunakan irisan


kulit secara sagittal mulai dari tulang koksigeus sampai batas anterior
bakal anus. Terdapat 3 macam teknik PSARP, yaitu:

 Minimal PSARP
Pada tindakan ini tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun
vertical fibre, yang penting adalah memisahkan common wall
untuk memisalhkan rectum dengan vagina dan yang dibelah hanya
otot singter eksternus. Minimal PSARP dapat dilakuakn pada
fistula perineal, stenosis ani, membrane anal, bucket handle dan
atresia ani tanpa fistula yang akhiran rectum kurang dari 1 cm dari
kulit.
 Limited PSARP
Pada tindakan ini yang dibelah adalah otot sfingter eksternus,
muscle fiber, muscle complex serta tidak membelah tulang
coccygeus. Yang perlu diperhatikan pada tindakan ini adalah
diseksi rectum agakr tidak merusak vagina. Limited PSARP dapat
dilakukan pada atresia ani dengan fistula rectovestibular.
 Full PSARP
Pada tindakan ini yang dibelah adalah otot sfingter eksternus,
muscle complex, dan coccygeus. Tindakan ini dapat dilakukan
pada atresia ani letak tinggi dengan gambaran invertogram
gambaran ujung rectum lebih dari 1 cm dari kulit, pada fistula
rectovaginalis, fistula rectouretralis, atresia rectum dan stenosis
rectum.
Pada beberapa kasus penatalaksanaan malformasi anorektal
didahului dengan kolostomi sementara sebelum dilakukannya terapi
definitif. Tipe kolostomi yang dapat digunakan pada bayi dengan atresia
ani adalah kolostomi loop yaitu dengan membuat lubang pada lengkung
kolon yang dieksteriorasi. Jenisa anestasi yang digunakan adalah anestesi
umum. Kolostomi dianjurkan dilakukan pada segmen desenden dibanding
dengan kolostomi transversum. Bagain dari kolostomi akan mengalami
disfungsi dan akan menjadi atrofi karena tidak digunakan. Dengan
kolostomi desenden makan segmen yang mengalami disfungsi akan
menjadi lebih kecil.

Gambar 3.10 Kolostomi loop


10. Komplikasi
Jika tidak ditangani segera, atresia ani dapat menimbulkan beberapa
komplikasi, diantaranya adalah:
a. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan. 

b. Obstruksi intestinal 

c. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan. 

d. Komplikasi jangka panjang :
 Eversi mukosa anal.
 Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
 Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid. 

 Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
 Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi. 

 Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi. 


11. Prognosis

Prognosis baik apabila gejala obstruksi segera diatasi. Penyulit pasca


bedah seperti kebocoran anastomosis, atau striktur anastomosis umumnya
dapat diatasi. Dengan menggunakan klasifikasi di atas dapat dilakukan
evaluasi fungsi klinis:

a. kontrol feses dan kebiasaan buang air besar


b. sensasi rektal dan soiling;

c. kontraksi otot yang baik pada colok dubur.

Selanjutnya perlu dilakukan evaluasi psikologis. Fungsi kontinensi tidak


hanya tergantung integritas atau kekuatan sfingter atau sensasi saja,tetapi
tergantung juga pada bantuan orang tua dan kooperasi serta keadaan mental
penderita.
BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien adalah seorang bayi perempuan berusia 1 bulan 22 hari, saat ini psien
datang dengan keluhan sulit BAB karena tidak memiliki lubang anus sejak lahir
dan BAB melalui lubang kelamin bagian bawah. Perut pasien tidak terlihat
membuncit.

Berdasarkan keterangan tersebut, diperkirakan pasien mengalami obstruksi


mekanik akibat atresia ani dengan adanya fistula. Fistula pada pasien ini
merupakan suatu kelainan kongenital karena sudah ada sejak lahir. Tidak terdapat
riwayat keluar nanah dari fistula tersebut. Oleh karena itu, berdasasrkan
anamnesis dipikirkan dua daftar msalah yang msih mungkin terjadi terkait dengan
kelainan kongenital malformasi anorektal, yaitu atresia ani dengan fistula
rectovaginal dan atresia ani dengan fistula rectovestibular.

Pada pemeriksaan fisik daerah vaginal dan anus, didapatkan tidak ada lubang anus
pada pasien tetapi masih terdapat lekukan anus. Selain itu, didapatkan adanya
fistula yang berlokasi di bagian vertibular yaitu di antara vagina dan anus
sehingga setelah dilakukan pemeriksaan fisik, dipikirkan masalah yang dialami
pasien adalah atresia ani dengan fistula rectovestibular.

Berdasarkan masalah yang dipikirkan tersebut, yaitu atresia ani dengan fistula
rectovestibular, rencana pemeriksaan penunjang yang dipikirkan adalah
pemeriksaan-pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan kongenital lain yang
bisa terjadi bersamaan dengan malformasi anorektal , seperti pemeriksaan sacrum,
esophagus, ekokardiografi, USG ginjal dan abdomen, USG spinal, dan lumbal.

Penatalaksanaan awal yang dipilih untuk pasien ini adalah tindakan kolostomi.
Menurut Wingspread, pada pasien dengan fistula rektovestibular, sebaiknya
segera dilakukan kolostimi. Kolostomi merupakan terapi sementara sebelum
dilakukannya terapi definitif. Jika terapi definitif langsung dilakukan tanpa
kolostomi dapat mengakibatkan risiko infeksi pada perineum akibat penyatuan
anus dan fungsi tidak akan terbentuk optimal. Untuk selanjutnya pasien
direncanakan untuk dilakukan terapi definitive berupa PSARP (posterior sagittal
anorektoplasti).
BAB V

KESIMPULAN

Pasien bayi perempuan usia 1 bulan 22 hari didiagnosis dengan atresia ani
dengan fistel rektovestibular berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
setelah tindakan kolostomi.

Pada pasien ini sudah dilakukan terapi operatif kolostomi untuk


dekompresi. Penatalaksanaan selanjutnya untuk pasien ini adalah terapi definitive
berupa PSARP untuk pembuatan anus.
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidayat, R. Jong, WD. Buku ajar ilmu bedah edisi 2: anorektum .


Jakarta: EGC. 2003 


Adams, CBT. Adili Farzin. Ahrendt, Steven. Oxford Textbook of Surgery.


USA : Oxford University Press. 2002 


Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.


Jakarta: Binarupa Aksara. 1995 


Nelson, G Rosen, MD. Pediatric Imperforate Anus. 25 januari 2010.


Available from: http://emedicine.medscape.com/article/929904- overview.

Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Kedokteran Klinis, Edisi 6.


Jakarta : EGC. 2000 


Mulholland, Michael W, Lillemoe, Keith D. Anorectal Malformation in:


Greenfield's Surgery: Scintific Principles and Practice, 4th Edition. New
York: Mc-Graw Hill.2006 


Anda mungkin juga menyukai