Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH REFERAT

KERATITIS BAKTERIAL

Disusun oleh:
Siti Fauziah (41161096100035)

KEPANITERAAN KLINIK MATA RSUP FATMAWATI


FAKULTAS KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PERIODE 10 SEPTEMBER- 5 OKTOBER 2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan
makalah referat yang berjudul “KERATITIS BAKTERIAL”.Shalawat serta Salam semoga selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas perbaikan dalam Kepaniteraan Klinik Mata RSUP
Fatmawati, Jakarta. Dalam kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini.
Saya menyadari makalah presentasi kasus ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu
segala kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan. Demikian, semoga makalah presentasi
kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah wawasan keilmuan.

Penyusun

DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL............................................................................................ 1

KATA PENGANTAR...................................................................................... 2

DAFTAR ISI..................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA........................................... 5
2.2 KERATITIS BAKTERIAL.................................................................. 7
2.2.1 Definisi........................................................................................ 7
2.2.2 Epidemiologi............................................................................... 7
2.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko....................................................... 7
2.2.4 Klasifikasi................................................................................... 8
2.2.5 Patogenesis dan patofisiologi.................................................... 12
2.2.6 Manifestasi Klinis...................................................................... 13
2.2.7 Penegakkan Diagnosis............................................................... 15
2.2.7 Tata Laksana............................................................................. 18
2.2.8 Komplikasi.................................................................................. 22

BAB III : KESIMPULAN............................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 24

BAB I
PENDAHULUAN

Keratitis bakterial adalah infeksi pada kornea yang disebabkan oleh bakteri1 Keratitis bakterial
umumnya jarang terjadi pada mata normal karena mekanisme perlindungan dari kornea mata terhadap
infeksi. Meskipun demikian, adanya faktor predisposisi keratitis dapat mengganggu mekanisme defensif
pada permukaan okular dan menyebabkan invasi bakteri ke kornea.2Faktor-faktor ekstrinsik terutama
penggunaan lensa kontak, merupakan faktor resiko utama keratitis bakterial,namun juga dipengaruhi oleh
riwayat penyakit okular lokal dan kondisi sistemik.
Keratitis bakteri dapat disebabkan oleh beberapa jenis mikroorganisme baik Gram positif maupun
Gram negatif yang aerob atau anaerob. Gejala yang paling sering ditemukan pada keratitis adalah mata
merah disertai penurunan tajam penglihatan berupa buram berkabut. Ketika inflamasi menyerang
kornea, pasien umumnya mengeluh nyeri yang sangat hebat serta fotofobia. Kadang keluhan disertai
dengan mata berair. 3
Beberapa jenis ulkus kornea memiliki gambaran klinis yang mirip satu sama lain dan hanya
bervariasi dalam beratnya penyakit. Pada kondisi berat dapat terjadi penurunan fungsi penglihatan yang
berat, perforasi hingga endoftalmitis yang dapat berujung pada kebutaan. Oleh karenanya, penting bagi
seorang dokter untuk dapat mengenali gejala dan tanda keratitis bakterial, menentukan pemeriksaan
penunjang untuk mendukung diagnosis sehingga dapat diberikan terapi yang adekuat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA

Anatomi Mata (sumber : Vaughan and Asbury’s :General Ophtalmology. 2018)


Kornea merupakan struktur yang kompleks dan memiliki efek protektif dan meliputi
sebagian besar fungsi optikal dari mata. Secara normal, kornea besifat avaskular, sehingga
nutrient dan produk metabolik akan masuk dan keluar melalui aqueous humor di posterior dan
anterior bilik mata. Sebaliknya, kornea terdiri dari banyak serat saraf sehingga apabila terjadi
abrasi atau keratopati makan akan menimbulkan nyeri yang berat, fotofobia dan refleks lakrimasi.
Diameter kornea sekitar 11.55 mm secara vertical dan 12 mm secara horizontal dengan ketebalan
sentral rata-rata540 mikrometer dan menebal kea rah perifer. Struktur kornea terdiri dari lapisan
epitelium, lapisan Bowman, membrane Descemet dan endothelium.3
Potongan transversal lapisan kornea (sumber : Vaughan and Asbury’s :General Ophtalmology. 2018)

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan "jendela" yang dilalui oleh berkas
cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea disebabkan oleh strukturnya yang
uniform, avaskular, dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan
endotel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan,
yang cenderung bertahan lama karena terbatasnya potensi per- baikan fungsi endotel. Kerusakan
pada epitel biasanya hanya menyebabkan edema lokal sesaat pada stroma kornea yang akan
menghilang dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat. 4
Epitel merupakan sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam
kornea. Namun apabila terjadi cedera, stroma yang avaskular dan lapisan Bowman menjadi
mudah terinfeksi berbagai macam organisme, seperti bakteri, amoeba, dan jamur. Streptococcus
pneumoniae (pneumokokus) adalah bakteri patogen kornea sejati; patogen lain memerlukan
inokulum yang berat atau hospes yang lemah (misalnya defisiensi imun) untuk dapat
menimbulkan infeksi. Moraxella liquefaciens, yang terutama terdapat pada peminum alkohol
(sebagai akibat deplesi piridoksin), adalah contoh klasik oportunisme bakteri. Selain itu,
kortikosteroid lokal atau sistemik mengubah reaksi imun pejamu dengan berbagai cara dan
memungkinkan organisme oportunistik masuk dan tumbuh dengan subur. 4
2.2 KERATITIS BAKTERIAL
2.2.1 Definisi
Keratitis bakterial adalah infeksi pada kornea yang disebabkan oleh bakteri1
2.2.2 Epidemiologi
Keratitis bakterial umumnya jarang terjadi pada mata normal karena mekanisme perlindungan dari
kornea mata terhadap infeksi. Meskipun demikian, adanya faktor predisposisi termasuk penggunaan
lensa kontak, trauma, riwayat operasi kornea, penyakit sistemik dan imunosupresi dapat mengganggu
mekanisme defensif pada permukaan okular dan menyebabkan invasi bakteri ke kornea.2 Sebuah
penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa faktor resiko utama pada keratitis bakterial adalah
penggunaan lensa kontak.6
Berbagai jenis patogen dapat menyebabkan keratitis bakterial, yang paling sering diantaranya
kuman Stafilokokus dan Pseudomonas. Patogen penyebab keratitis dapat berhubungan dengan
demografi, cuaca dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pola pertumbuhan kuman.7
2.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Faktor-faktor ekstrinsik terutama penggunaan lensa kontak, merupakan faktor resiko utama keratitis
bakterial, terutama apabila berhubungan dengan kondisi berikut:1,5

 Penggunaan lensa kontak saat tidur


 Penggunaan terlalu lama
 Disinfeksi inadekuat
 Kontaminasi lensa kontak dari tempat penyimpan lensa
 Kontaminasi cairan pembersih lensa kontak
 Penggunaan lensa kontak saat berenang, atau berendam
 Trauma kimia dan thermal, benda asing dan iradiasi lokal
 Riwayat operasi mata sebelumnya
 Faktor penggunaan obat-obatan
 Kondisi imunosupresi
Faktor resiko keratitis bakteri lainnya termasuk penyakit okular lokal dan sistemik, diantaranya;1

Penyakit lokal Penyakit sistemik

 Defisiensi tear-film  Diabetes mellitus


 Kelainan pada bulu mata  Kelainan jaringan ikat
 Kelainan kelopak mata  Defisiensi vitamin A
 Keratopati neurotrofik  Akustik neuroma
 Erosi rekuren kornea  Kelainan membran mukus
 Abrasi kornea atau defek  Dermatitis atopik
epitel  Gangguan imunosupresi
 Keratitis birus
 Edema kornea, termasuk
keratopati bulosa

2.4 Klasifikasi
Beberapa jenis ulkus kornea akibat infeksi bakteri memiliki gambaran klinis yang mirip
satu sama lain dan hanya bervariasi dalam beratnya penyakit. Hal ini terutama berlaku pada ulkus
yang disebabkan oleh bakteri oportunistik (misalnya Streptococcus alfa-hemolyticus,
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Nocardia, dan M fortuitum-chelonei), yang
menimbulkan ulkus kornea indolen yang cenderung menyebar perlahan dan superfisial. 4
Berdasarkan bakteri penyebabnya, keratitis bakteri dibagi atas:

 Gram negatif aerob/batang fakultatif anaerob antara lain;Pseudomonas, Eschericia,


Klebsiella, Serratia, Proteus, Actinobacillus, Haemofilus
 Batang Gram negatif anaerob ; Bacterioides, Fusobacterium
 Coccus Gram negative dan coccobacilli(Aerob); Neiserria, Moraxella, Acinebacter
 Coccus Gram positif aerob dan atau fakultatif anaerob;Micrococcus,
Staphylococcus, Streptococcus, Pediococcus, Aerococcus
 Coccus Gram positif anaerob; Peptostreptococcus
 Batang Gram positif: Bacillus, Clostridium
 Actinomycetes dan organisme terkait

1. Ulkus Kornea Streptococcus pneumoniae (pneumokokal)4


Ulkus kornea akibat kuman pneumokokus umumnya muncul setelah 24-48jam pasca
inokulasi bakteri pada area kornea yang mengalami abrasi. Gambaran khas infeksi pneumokokal
berupa ulkus kelabu dengan batas cukup tegas, dan menyebar secara tidak teratur dari lokasi
infeksi kearah sentral dari lapisan kornea. Gambaran klinis tersebut menggambarkan proses
ulserasi dan infiltrasi aktif, dengan batas-batas lesi yang mulai masuk ke proses penyembuhan.
Efek merambat tersebut juga dikenal dengan istilah ulkus serpiginosa akut. Infeksi awalnya terjadi
dibagian superfisial dan meluas ke bagian dalam. Tampak kornea jernih di sekeliling ulkus dan
biasanya terdapat hipopion. Apabila dilakukan kerokan dari tepian depan ulkus umumnya
ditemukan diplokokus Gram positif yang berbentuk lancet.
2. Ulkus Kornea Pseudomonas aeruginosa4
Ulkus akibat Pseudomonas aeruginosa berawal sebagai infiltrat berwarna kelabu atau
kuning di tempat epitel kornea yang rusak. Lesi ini cenderung cepat menyebar ke segala arah
karena pengaruh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh organisme ini. Awalnya hanya pada
lapisan superfisial, namun ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea dengan cepat dan
mengakibatkan kerusakan yang berat. Sering kali terdapat hipopion besar yang
cenderung membesar dengan berkembangnya ulkus. Pigmen yang dihasilkan organisme
Pseudomonas Aeruginosa menyebabkan timbulnya infiltrate dan eksudat hijau-kebiruan. Hal ini
merupakan gambaran yang patognomonik pada kasus ulkus kornea Pseudomonas. Ulkus kornea
Pseudomonas biasanya berhubungan dengan penggunaan lensa kontak , terutama lensa
jenis extended-wear. Organisme penyebab ditemukan melekat pada permukaan lensa kontak
lunak. Infeksi dapat timbul setelah penggunaan larutan fluoreskein atau obat tetes mata yang
terkontaminasi. Pasien umumnya mengeluh sangat nyeri pada mata yang terkena. Kerokan dari
ulkus mengandung batang gram-negatif, halus dan panjang serta jumlahnya sering tidak banyak.

3. Ulkus Kornea Moraxella liquefaciens4


Bakteri Moraxella liguefaciens menimbulkan ulkus berbentuk lonjong indolen yang
umumnya mengenai kornea bagian inferior dan meluas ke stroma-dalam setelah beberapa hari.
Hipopion minimal atau bahkan tidak ditemukan. Kornea disekitarnya umumnya jernih.Faktor
resiko kasus ini diantaranya riwayat sering konsumsi alkohol, diabetes, atau dengan penyebab
imunosupresi lainnya. Kerokan menampilkan diplobacilli gram-negatif besar dengan ujung
persegi.

4. Ulkus Kornea Streptokokus Group-A4


Ulkus kornea yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolitikus tidak memiliki ciri
yang khas. Stroma kornea di sekitar ulkus sering menunjukkan infiltrat dan sembab, dan biasanya
disertai hipopion berukuran sedang.Kerokan sering mengandung kokus gram-positif dalam
bentuk rantai.

5. Ulkus Kornea Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis Streptococcus alpha-


hemolyticus4
Merupakan ulkus kornea sentral yang kini lebih sering dijumpai dibandingkan
sebelumnya; banyak di antaranya ada pada kornea yang sering terkena kortikosteroid topikal.
Ulkusnya sering indolen, tetapi mungkin disertai hipopion dan sedikit iniiltrat pada kornea sekitar.
Ulkus ini sering kali superfisial, dan dasar ulkus terasa padat saat dikerok. Kerokan dapat
mengandung kokus gram-positif - satu-satu, berpasangan,atau dalam bentuk rantai. Keratopati
kristalina infeksiosa (kornea tampak mirip kristal) telah ditemukan pada pasien yang mendapat
pengobatan steroid topikal jangka panjang;

6. Ulkus Kornea Mycobacterium fortuitum chelonei & Nocardia4


Ulkus yang ditimbulkan oleh M fortuitum-chelonei dan Nocardia cukup jarang dijumpai.
Ulkus ini sering timbul setelah ada trauma dan sering menyertai riwayat berkontak dengan tanah.
Ulkusnya indolen, dan dasar ulkusnya sering menampakkan garis-garis memancar, sehingga
tampak seba gai kaca yang retak. Hipopion bisa ada bisa tidak. Kerokan dapat mengandung
batang-batang tahan-asam langsing (M fortuitum- chelonei) atau organisme gram-positif
berfilamen yang sering bercabang (Nocardia).
2.5 Patogenesis dan Patofisiologi
Sebagian besar organisme yang dibiakkan dari infeksi kornea diduga berasal dari spesies
flora normal di kelopak mata, kulit periocular, sakus konjungtiva bentuk inaktif oleh keratosit
stroma akan teraktivasi pada infeksi bakterial. atau saluran hidung. Permukaan bola mata akan
selalu terpajan pada sejumlah bakteri namun tidak semua menyebabkan infeksi karena
pertahanan alami tubuh terhadap agen infeksi. Namun apabila terjadi kegagalan mekanisme imun
terhadap bakteri, maka organisme tersebut akan menempel atau penetrasi langsung melalui
epitel kornea yang intak pada beberapa jenis bakteri. Setelah menempel pada permukaan epitel
kornea, bakteri selanjutnya menginvasi stroma yang difasilitasi oleh proteinase yang mampu
menghancurkan membrane basal serta matriks ekstraseluler. Enzim matriks metalloproteinase
yang diekskresikan dalam bentuk inaktif oleh keratosit stroma akan teraktivasi pada infeksi
bakteri.3 Invasi bakteri juga difasilitasi oleh sejumlah eksotoksin seperti fosfolipase (pada
Pseudomonas aeruginosa), hemolisin, dan eksotoksin A. Pada saat bakteri menginvasi ke tempat
yang lebih dalam, terjadi penghentian respon umum host karena komponen kapsul polisakarida
memiliki sifat imunosupresis sehingga proses fagositosis terhambat. 3
Lapisan kornea memiliki banyak serat nyeri, oleh karena nya apabila terdapat lesi pada
kornea baik superfisial atau dalam (benda asing, abrasi, keratitis) akan menimbulkan nyeri serta
fotofobia. Rasa nyeri akan diperberat oleh gerak palpebral, terutama palpebra sisi superior.
Sementara fotofobia disebabkan karena kontraksi iris akibat adanya nyeri. Fotofobia umumnya
hanya minimal pada keratitis herpes karena terjadi hipestesi.Selain itu apabila lesi berada di pusat
maka akan timbul keluhan pandangan kabur karena gangguan pada proses pembiasan cahaya
oleh media refraksi. Pada pasien juga dapat ditemukan adanya dilatasi pembuluh darah iris
sebagai refleks yang timbul akibat iritasi pada ujung-ujung saraf kornea.4
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala yang paling sering ditemukan pada keratitis adalah mata merah disertai penurunan
tajam penglihatan berupa buram berkabut. Ketika inflamasi menyerang kornea, pasien umumnya
mengeluh nyeri yang sangat hebat serta sensitivitas terhadap cahaya menjadi berlebihan , atau
disebut sebagai fotofobia. Kadang keluhan disertai dengan mata berair.
Selain itu umumnya dapat ditemukan injeksi konjungtiva dan sklera, lesi yang terwarnai
dengan flouresein (apabila terdapat defek), infiltrat kornea dengan atau tanpa hipopion di bilik
mata depan dan blefarospasme. 3
Tanda lain yang dapat ditemukan pada keratitis bakterial;5
- Defek epithelial dengan infiltrat dan injeksi circumkorneal
- Edema stroma, lipatan membrane Descemet dan uveitis anterior,
umumnya disertai hipopion dan sinekia posterior pada keratitis sedang-
berat
- Kemosis dan edema palpebral
- Ulserasi berat yang dapat berujung pada terbentuknya desmatocele dan
perforasi
- Dapat terbentuk skleritis, umumnya pada infeksi perilimbal yang berat
- Endoftalmitis dapat terjadi apabila sudah ada perforasi
- Astigmatisme akibat opasifikasi ireguler yang dapat mengganggu
fungsi refraksi mata

Gambaran ulkus pada keratitis bakteri ( Kanski’s Clinical Ophtalmology : A systematic approach
8th edition. El Sevier. 2016)
Bentuk lesi pada lapisan kornea yang lebih dalam ( Kanski’s Clinical Ophtalmology : A systematic
approach 8th edition. El Sevier. 2016)

2.7 Penegakkan Diagnosis


Penegakkan diagnosis keratitis bakterial ditegakkan secara komprehensif mulai dari
anamnesis, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang. 1

1. Anamnesis
Pada anamnesis, beberapa hal harus ditanyakan kepada pasien terkait dengan gejala
penyakit, faktor resiko serta kemungkinan etiologi penyakit. Anamnesis harus dilakukan secara
rinci karena sangat penting untuk kemudian dapat menentukan diagnosis dan tata laksana pada
pasien.
Dari anamnesis perlu ditanyakan informasi terkait;

 Gejala okular (onset, keparahan nyeri, kemerahan, sekret, mata buram, fotofobia,
durasi gejala, dan kemungkinan penyebab sebelum terjadinya keluhan)
 Riwayat penggunaan lensa kontak (lama pemakaian tiap hari, penggunaan di
malam hari, tipe lensa kontak dan cairan pembersih lensa, cara membersihkan,
penggunaan lensa kontak saat mandi, berenang)
 Riwayat keluhan serupa atau riwayat sakit mata sebelumnya, termasuk faktor-
faktor resiko terjadinya keratitis HSV, keratitis VZV, keratitis bakteri, trauma, mata
kering, dan riwayat operasi mata baik terkait masalah refraktif atau kosmetik wajah
 Riwayat penyakit medis sebelumnya, status imunitas, penyakit sistemik, riwayat
methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) atau infeksi multiresisten
 Riwayat pengobatan terkait penyakit okular baik saat ini atau sebelumnya
 Riwayat alergi
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi penilaian fungsi penglihatan, pemeriksaan eksternal dan slit-lamp
1. Visus penglihatan
2. Pemeriksaan Luar
Meliputi pemeriksaan umum, pemeriksaan fasial, kelopak, konjungtiva, apparatus
lakrimal, sensori kornea.
3. Pemeriksaan slit-lamp
Gambaran klinis yang sugestif keratitis bakteri meliputi infiltrasi supuratif stromal
dengan batas tidak jelas, edema dan infiltrasi sel darah putih disekitar stroma. Defek
epithelial dan reaksi bilik mata depan sering terlihat. Evaluasi menggunakan slit-
lamp meliputi;
 Kelopak mata ; inflamasi, ulser, disfungsi kelenjar Meibom, blefaritis anterior,
kelainan pada bulu mata termasuk trikiasis/ distrikiasis, lagoftalmus, anomali
punctum lakrimal, ektropion/entropion
 Konjungtiva ; sekret, inflamasi, perubahan morfologi (folikel, papillae,
simbelfara, skar, keratinisasi, membran/pseudomembran, ulcer, bekas operasi
sebelumnya), iskemia, benda asing, hilangnya jaringan atau epitelium
 Sklera ; inflamasi, ulser tipis, nodul, iskemia
 Kornea ; epitelium, termasuk defek dan punctum keratopati, edema, stroma,
termasuk ulserasi, penipisan, perforasi, dan infiltrate, edema, endothelium, benda
asing termasuk bekas jahitan, tanda distrofi kornea , inflamasi kornea sebelumnya
(penipisan, skar, neovaskularisasi), operasi refraktif atau operasi kornea
sebelumnya.

3. Pemeriksaan Penunjang
Umumnya keratitis bakterial akibat mikroorganisme dari komunitas dapat membaik
dengan pemberian antibiotik empiris dan tidak memerlukan kultur atau pewarnaan. Pewarnaan
dan kultur umumnya diindikasikan pada kondisi tertentu, diantaranya ;
1. Infiltrat berada di sentral, berukuran besar dana tau berhubungan dengan kerusakan
(melting) stroma
2. Infeksi bersifat kronik dan tidak memberi respon terhadap pemberian terapi
antibiotik spectrum luas
3. Terdapat riwayat operasi kornea
4. Gambaran klinis yang atipikal dan sugestif disebabkan oleh fungi, amoeba dan
keratitis mycobacterial keratitis
5. Infiltrate multipel pada kornea
Media transport dan kultur pada pemeriksaan Bakterial Keratitis (Bacterial Keratitis Preferred Practice Pattern.
American Academy of Ophthalmology. 2018)

Pemeriksaan penunjang lainnya diantaranya biopsi kornea dan teknik kultur stroma dalam
dan corneal imaging.
Pemeriksaan kultur pada media agar (Kanski’s Clinical Ophtalmology : A systematic approach 8 th edition. El Sevier.
2016)

2.8 Tata Laksana


Tatalaksana pada keratitis bakterial bertujuan untuk mengurangi nyeri, mengurangi
proses inflamasi pada korna dan bilik mata anterior sehingga sekret berkurang, mengurangi
kerusakan sekunder dari inflamasi seperti terbentuknya katarak atau glaukoma, megurangi defek
epithelial, mengembalikan integritas dan meminimalisir skar pada lapisan kornea dan
memperbaiki fungsi visual pasien.1
Terapi pada keratitis bakterial dapat berupa terapi lokal maupun sistemik. Terapi lokal
berupa obat topikal dapat digunakan di awal dan meliputi pemberian antibiotik spektrum luas.5

1. Terapi Lokal
 Monoterapi antibiotik
Pemberian monoterapi diduga lebih bermanfaat dibandingkan dual terapi pada
infeksi superfisial, dan penggunaannya pun lebih nyaman. Fluorokuinolon
merupakan antibiotic yang sering tersedia secara komersil sebagai monoterapi.
Pada negara-negara yang resisten terhadap generasi awal flurokuinolon dapat
diberikan Siprofloksasin atau ofloksasin. Namun penggunaannya terbatas pada
beberapa bentuk Streptococcus.
 Duoterapi antibiotik
Merupakan pilihan utama pengobatan empiris pada kasus-kasus yang lebih
agresif, atau pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan mikroorganisme yang
lebih efektif apabila diberikan duoterapi
 Antibiotik subkonjungtiva, biasanya diberikan apabila kompliens buruk t

Anda mungkin juga menyukai