KERATITIS BAKTERIAL
Disusun oleh:
Siti Fauziah (41161096100035)
Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL............................................................................................ 1
KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA........................................... 5
2.2 KERATITIS BAKTERIAL.................................................................. 7
2.2.1 Definisi........................................................................................ 7
2.2.2 Epidemiologi............................................................................... 7
2.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko....................................................... 7
2.2.4 Klasifikasi................................................................................... 8
2.2.5 Patogenesis dan patofisiologi.................................................... 12
2.2.6 Manifestasi Klinis...................................................................... 13
2.2.7 Penegakkan Diagnosis............................................................... 15
2.2.7 Tata Laksana............................................................................. 18
2.2.8 Komplikasi.................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 24
BAB I
PENDAHULUAN
Keratitis bakterial adalah infeksi pada kornea yang disebabkan oleh bakteri1 Keratitis bakterial
umumnya jarang terjadi pada mata normal karena mekanisme perlindungan dari kornea mata terhadap
infeksi. Meskipun demikian, adanya faktor predisposisi keratitis dapat mengganggu mekanisme defensif
pada permukaan okular dan menyebabkan invasi bakteri ke kornea.2Faktor-faktor ekstrinsik terutama
penggunaan lensa kontak, merupakan faktor resiko utama keratitis bakterial,namun juga dipengaruhi oleh
riwayat penyakit okular lokal dan kondisi sistemik.
Keratitis bakteri dapat disebabkan oleh beberapa jenis mikroorganisme baik Gram positif maupun
Gram negatif yang aerob atau anaerob. Gejala yang paling sering ditemukan pada keratitis adalah mata
merah disertai penurunan tajam penglihatan berupa buram berkabut. Ketika inflamasi menyerang
kornea, pasien umumnya mengeluh nyeri yang sangat hebat serta fotofobia. Kadang keluhan disertai
dengan mata berair. 3
Beberapa jenis ulkus kornea memiliki gambaran klinis yang mirip satu sama lain dan hanya
bervariasi dalam beratnya penyakit. Pada kondisi berat dapat terjadi penurunan fungsi penglihatan yang
berat, perforasi hingga endoftalmitis yang dapat berujung pada kebutaan. Oleh karenanya, penting bagi
seorang dokter untuk dapat mengenali gejala dan tanda keratitis bakterial, menentukan pemeriksaan
penunjang untuk mendukung diagnosis sehingga dapat diberikan terapi yang adekuat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan "jendela" yang dilalui oleh berkas
cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea disebabkan oleh strukturnya yang
uniform, avaskular, dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan
endotel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan,
yang cenderung bertahan lama karena terbatasnya potensi per- baikan fungsi endotel. Kerusakan
pada epitel biasanya hanya menyebabkan edema lokal sesaat pada stroma kornea yang akan
menghilang dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat. 4
Epitel merupakan sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam
kornea. Namun apabila terjadi cedera, stroma yang avaskular dan lapisan Bowman menjadi
mudah terinfeksi berbagai macam organisme, seperti bakteri, amoeba, dan jamur. Streptococcus
pneumoniae (pneumokokus) adalah bakteri patogen kornea sejati; patogen lain memerlukan
inokulum yang berat atau hospes yang lemah (misalnya defisiensi imun) untuk dapat
menimbulkan infeksi. Moraxella liquefaciens, yang terutama terdapat pada peminum alkohol
(sebagai akibat deplesi piridoksin), adalah contoh klasik oportunisme bakteri. Selain itu,
kortikosteroid lokal atau sistemik mengubah reaksi imun pejamu dengan berbagai cara dan
memungkinkan organisme oportunistik masuk dan tumbuh dengan subur. 4
2.2 KERATITIS BAKTERIAL
2.2.1 Definisi
Keratitis bakterial adalah infeksi pada kornea yang disebabkan oleh bakteri1
2.2.2 Epidemiologi
Keratitis bakterial umumnya jarang terjadi pada mata normal karena mekanisme perlindungan dari
kornea mata terhadap infeksi. Meskipun demikian, adanya faktor predisposisi termasuk penggunaan
lensa kontak, trauma, riwayat operasi kornea, penyakit sistemik dan imunosupresi dapat mengganggu
mekanisme defensif pada permukaan okular dan menyebabkan invasi bakteri ke kornea.2 Sebuah
penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa faktor resiko utama pada keratitis bakterial adalah
penggunaan lensa kontak.6
Berbagai jenis patogen dapat menyebabkan keratitis bakterial, yang paling sering diantaranya
kuman Stafilokokus dan Pseudomonas. Patogen penyebab keratitis dapat berhubungan dengan
demografi, cuaca dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pola pertumbuhan kuman.7
2.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Faktor-faktor ekstrinsik terutama penggunaan lensa kontak, merupakan faktor resiko utama keratitis
bakterial, terutama apabila berhubungan dengan kondisi berikut:1,5
2.4 Klasifikasi
Beberapa jenis ulkus kornea akibat infeksi bakteri memiliki gambaran klinis yang mirip
satu sama lain dan hanya bervariasi dalam beratnya penyakit. Hal ini terutama berlaku pada ulkus
yang disebabkan oleh bakteri oportunistik (misalnya Streptococcus alfa-hemolyticus,
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Nocardia, dan M fortuitum-chelonei), yang
menimbulkan ulkus kornea indolen yang cenderung menyebar perlahan dan superfisial. 4
Berdasarkan bakteri penyebabnya, keratitis bakteri dibagi atas:
Gambaran ulkus pada keratitis bakteri ( Kanski’s Clinical Ophtalmology : A systematic approach
8th edition. El Sevier. 2016)
Bentuk lesi pada lapisan kornea yang lebih dalam ( Kanski’s Clinical Ophtalmology : A systematic
approach 8th edition. El Sevier. 2016)
1. Anamnesis
Pada anamnesis, beberapa hal harus ditanyakan kepada pasien terkait dengan gejala
penyakit, faktor resiko serta kemungkinan etiologi penyakit. Anamnesis harus dilakukan secara
rinci karena sangat penting untuk kemudian dapat menentukan diagnosis dan tata laksana pada
pasien.
Dari anamnesis perlu ditanyakan informasi terkait;
Gejala okular (onset, keparahan nyeri, kemerahan, sekret, mata buram, fotofobia,
durasi gejala, dan kemungkinan penyebab sebelum terjadinya keluhan)
Riwayat penggunaan lensa kontak (lama pemakaian tiap hari, penggunaan di
malam hari, tipe lensa kontak dan cairan pembersih lensa, cara membersihkan,
penggunaan lensa kontak saat mandi, berenang)
Riwayat keluhan serupa atau riwayat sakit mata sebelumnya, termasuk faktor-
faktor resiko terjadinya keratitis HSV, keratitis VZV, keratitis bakteri, trauma, mata
kering, dan riwayat operasi mata baik terkait masalah refraktif atau kosmetik wajah
Riwayat penyakit medis sebelumnya, status imunitas, penyakit sistemik, riwayat
methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) atau infeksi multiresisten
Riwayat pengobatan terkait penyakit okular baik saat ini atau sebelumnya
Riwayat alergi
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi penilaian fungsi penglihatan, pemeriksaan eksternal dan slit-lamp
1. Visus penglihatan
2. Pemeriksaan Luar
Meliputi pemeriksaan umum, pemeriksaan fasial, kelopak, konjungtiva, apparatus
lakrimal, sensori kornea.
3. Pemeriksaan slit-lamp
Gambaran klinis yang sugestif keratitis bakteri meliputi infiltrasi supuratif stromal
dengan batas tidak jelas, edema dan infiltrasi sel darah putih disekitar stroma. Defek
epithelial dan reaksi bilik mata depan sering terlihat. Evaluasi menggunakan slit-
lamp meliputi;
Kelopak mata ; inflamasi, ulser, disfungsi kelenjar Meibom, blefaritis anterior,
kelainan pada bulu mata termasuk trikiasis/ distrikiasis, lagoftalmus, anomali
punctum lakrimal, ektropion/entropion
Konjungtiva ; sekret, inflamasi, perubahan morfologi (folikel, papillae,
simbelfara, skar, keratinisasi, membran/pseudomembran, ulcer, bekas operasi
sebelumnya), iskemia, benda asing, hilangnya jaringan atau epitelium
Sklera ; inflamasi, ulser tipis, nodul, iskemia
Kornea ; epitelium, termasuk defek dan punctum keratopati, edema, stroma,
termasuk ulserasi, penipisan, perforasi, dan infiltrate, edema, endothelium, benda
asing termasuk bekas jahitan, tanda distrofi kornea , inflamasi kornea sebelumnya
(penipisan, skar, neovaskularisasi), operasi refraktif atau operasi kornea
sebelumnya.
3. Pemeriksaan Penunjang
Umumnya keratitis bakterial akibat mikroorganisme dari komunitas dapat membaik
dengan pemberian antibiotik empiris dan tidak memerlukan kultur atau pewarnaan. Pewarnaan
dan kultur umumnya diindikasikan pada kondisi tertentu, diantaranya ;
1. Infiltrat berada di sentral, berukuran besar dana tau berhubungan dengan kerusakan
(melting) stroma
2. Infeksi bersifat kronik dan tidak memberi respon terhadap pemberian terapi
antibiotik spectrum luas
3. Terdapat riwayat operasi kornea
4. Gambaran klinis yang atipikal dan sugestif disebabkan oleh fungi, amoeba dan
keratitis mycobacterial keratitis
5. Infiltrate multipel pada kornea
Media transport dan kultur pada pemeriksaan Bakterial Keratitis (Bacterial Keratitis Preferred Practice Pattern.
American Academy of Ophthalmology. 2018)
Pemeriksaan penunjang lainnya diantaranya biopsi kornea dan teknik kultur stroma dalam
dan corneal imaging.
Pemeriksaan kultur pada media agar (Kanski’s Clinical Ophtalmology : A systematic approach 8 th edition. El Sevier.
2016)
1. Terapi Lokal
Monoterapi antibiotik
Pemberian monoterapi diduga lebih bermanfaat dibandingkan dual terapi pada
infeksi superfisial, dan penggunaannya pun lebih nyaman. Fluorokuinolon
merupakan antibiotic yang sering tersedia secara komersil sebagai monoterapi.
Pada negara-negara yang resisten terhadap generasi awal flurokuinolon dapat
diberikan Siprofloksasin atau ofloksasin. Namun penggunaannya terbatas pada
beberapa bentuk Streptococcus.
Duoterapi antibiotik
Merupakan pilihan utama pengobatan empiris pada kasus-kasus yang lebih
agresif, atau pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan mikroorganisme yang
lebih efektif apabila diberikan duoterapi
Antibiotik subkonjungtiva, biasanya diberikan apabila kompliens buruk t