Anda di halaman 1dari 24

Tugas Makalah

Asuhan Kebidanan
Ditujukan untuk memenuhi tugas makalah asuhan kebidanan

Disusun Oleh :
Indah Maulina
Jalur Umum Kelas A

Program Studi Diploma III Kebidanan


Jurusan Kebidanan Bandung
Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan Bandung
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Asuhan kebidanan merupakan mata kuliah yang memberikan
kesempatan belajar kepada mahasiswa untuk memperoleh pemahan fundamental
tentang bidan sebagai tenaga profesional dan kebidanan sebagai profesi. Dengan
melihat keadaan sekarang dengan semakin banyaknya bidan-bidan di Indonesia,
diharapkan tidak hanya sekedar bertambah dari segi kuantitas tetapi juga dari segi
kualitas. Sehingga bisa bersaing bukan hanya menjadi Bidan Indonesia yang
profesional dan berkualitas tetapi juga Bidan yang dapat bersaing di dunia
Internasional.
Tapi pada kenyataan saat ini, banyak sekali bidan yang lebih
memperhatikan kepentingan pribadi seperti financial yang lebih diutamakan.
Sebagai contoh banyaknya bidan yang tidak menerima JamPersal (Jaminan
Persalinan) yang ditujukan untuk masyarakat kurang mampu dalam hal
persalinan. Meski tidak dipungkiri juga, banyak bidan yang berkualitas dan
profesional yang mau mengabdi ke desa-desa terpencil dan menjadi bidan desa.
Diharapkan, sebagai calon bidan/mahasiswa kebidanan mampu
menjadi menjadi bidan profesional dan handal dengan diberikan materi asuhan
kebidanan. Bukan hanya sekedar bidan biasa, tetapi menjadi lulusan bidan yang
handal, cakap, dan profesional.

1.2. Ruang Lingkup


Ruang lingkup makalah ini, ditujukan kepada para mahasiswa
kebidanan yang baru memulai belajar materi kebidanan. Sehingga para mahasiswa
kebidanan bisa lulus menjadi bidan yang cakap, profesional dan berkualitas.

1.3. Maksud dan Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dasar tentang
ilmu kebidanan yang harus diketahui oleh seluruh mahasiswa kebidanan sehingga
mereka memiliki gambaran masa depan mengenai kebidanan. Mahasiswa
kebidanan dituntut menjadi pribadi yang cakap, profesional dan juga berkualitas.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Bidan


Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun
internasional dengan sejumlah praktisi di seluruh dunia. Bidan adalah Wanita
yang mempunyai kepandaian menolong dan merawat orang melahirkan dan
bayinya. Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM)
adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di
negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk
didaftar (register) dan atau memiliki ijin yang sah (lisensi)untuk melakukan
praktik kebidanan. Sedangkan menurut IBI (Ikatan Bidan Indonesia) bidan adalah
seorang perempuan yang telah lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah
dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki
kompetensi dan kualifikasi untuk diregister,sertifikasi dan atau secarah sah
mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.
Dari dua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa di
dunia international bidan mencakup laki-laki dan perempuan, sedangkan di
Indonesia bidan hanya boleh perempuan saja.
Sedangkan menurut WHO Bidan adalah seseorang yang telah
mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari
pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau
memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan. Jadi menurut
WHO seseorang dapat disebut bidan bila sudah lulus dari sekolah kebidanan yang
sah yang diakui negara.
Secara lengkap pengertian kebidanan menurut ICM (International
Confederation Of Midwives :

A midwife is a person who, having been regularly admitted to a midwifery


educational program fully recognized in the country in which it is located,has
succesfully completed the prescribed course of studies in midwifery and has
acquired the requiste qualificationto be registered and or legally licensed to
practice midwifery.
She mustbe able to give the necessary supervision, care and advice to women
during pregnancy, labor and postpartum, to conduct deliveries on her own
responsibility and to care for the newborn and the infant. This care includes
preventive measures, the detection of abnormal condition in mother and child.
The procurement of medical assitance, and the execution of emergency measures
in the absence of medical help.
She has an important task in conselling and education, not only for patiens, but
also within the family and community. Their work should involve antenatal
education and preparation for parenthood and extends to certain areas of
gynecology, family planning and child care. She may practice in hospitals, clinics,
health units, domiciliary condition or any other service.

(Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan Program Pendidikan Bidan


yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk
menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu memberikam
supervisi, asuhan dan memeberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita
selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan (post partum period),
memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru
lahir dan anak. Asuhan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi
abnormal pada ibu dan bayi, dan mengupayakan bantuan medis serta melakukan
tindakan pertolongan gawat darurat pada saat tidak hadirnya tenaga medik
lainnya.dia mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan,
tidak hanya untuk wanita tersebut, tetapi juga termasuk keluarga dan
komunitasnya.pekerjaan itu termasuk pendidikan antenatal, dan persiapan untuk
menjadi orang tua, dan meluas ke daerah tertentu dari ginekologi, keluarga
berencana dan asuhan anak. Di bisa berpraktek di rumah sakit, klinik, unit
kesehatan, rumah perawatan atau tempat-tempat pelayanan lainnya.)

Sumber Pustaka :
Sofyan, Mustika.2001.Bidan menyongsong masa depan.Jakarta:PPIBI
Ainy Madjid, Nur.________________
Siahaan, Ruslidjah._______________
2.2. Profil Bidan : WHO
5 Aspek Tampilan Kinerja (5 Stars)
1. Midwifery Care Provider adalah pusat perawatan kebidanan, dimana bidan
berperan aktif untuk membina ibu dari hamil, melahirkan, fase nifas
bahkan menyusui.
2. Decision Maker, bidan disini harus bisa mengambil keputusan dalam
tindakan secara cepat karena bidan memiliki dua tanggung jawab yaitu
antara nyawa ibu dan anak.
3. Communicator, bidan harus bisa menjadi penghubung antara sang ibu dan
keluarga, sehingga dalam proses kehamilan sampai menyusui, ibu
memiliki banyak dukungan keluarga.
4. Community Leader, bidan harus bisa menjadi pemimpin masyarakat,
bukan hanya dari segi kesehatan tetapi juga dari segi sosial masyarakat,
sehingga bidan bisa menjadi leluasa membina masyarakat.
5. Manager, bidan harus bisa mengatur masrakat tetapi secara halus dan tidak
ada pemaksaan.

2.3. Sejarah Bidan di Dunia


Dalam sejarah manusia terdapat peradaban-peradaban, di antaranya
di Yunani dan Romawi, di India, dan di Tiongkok, dimana praktek kedokteran
sudah mencapai tingkat yang tinggi. Tanpa mengurangi jasa-jasa orang lain yang
telah memajukan teori dan praktek kedokteran, perlu disebut nama Hippocrates
yang hidup dari tahun 460 sampai 377 sebelum Masehi dan yang dianggap
sebagai Bapak Ilmu Kedokteran.
Sedang para dokter pria menjalankan praktek kedokteran terhadap
beraneka ragam penyakit, pertolongan pada wanita-wanita dalam masa kehamilan
dan saat persalinan hampir seluruhnya diserahkan kepada wanita-wanita penolong
bersalin. Hanya bila mana timbul kesulitan yang tidak dapat mereka atasi, barulah
diminta bantuan tenaga-tenaga pria, yang -- karena kebanyakan diantara mereka
tidak mempunyai pengetahuan dan pengalaman khusus dalam bidang kebidanan
umumnya tidak dapat memberikan pertolongan yang sempurna.
Wanita-wanita yang memberi pertolongan pada kehamilan dan
persalinan, kecuali mereka yang hidup dalam zaman Yunani dan Romawi,
umumnya tidak mempunyai pengetahuan banyak tentang kebidanan. Mereka
memperoleh pengetahuannya dari penolong-penolong bersalin lain yang menjadi
gurunya dan dari apa yang mereka alami dalam praktek sehari-hari. Kiranya
mereka dapat disamakan dengan dukun bayi di Negeri kita.
Walaupun para dokter pria pada umumnya tidak melakukan praktek
dalam bidang kebidanan, namun diantara mereka terdapat orang-orang yang
menaruh perhatian besar terhadap fisiologi dan patologi kahamilan dan persalinan.
Termasuk diantaranya Hippocrates, Soranus, Rufus, Galenus, Celsus, dan lain-
lain.
Sementara itu dirasakan keperluan untuk menyempurnakan
pendidikan para wanita yang memberi pertolongan dalam persalinan. Dalam tahun
1513 Eucharius Roeslin menerbitkan buku pelajaran untuk penolong bersalin
yang berjudul "Der Schwangern Frauen und Hebammen Rosengarten". Walaupun
buku ini tidak menyiarkan hal-hal baru, namun artinya terletak dalam hal bahwa
untuk pertama kali Ilmu Kebidanan tidak ditulis dalam bahasa latin, melainkan
dalam bahasa nasional.
Sekolah bidan pertama yang memberi pelajaran teratur dibuka
dalam tahu 1598 di Munchener Gebaranstalt, yang kemudian diikuti oleh sekolah
bidan lain. Yang terkenal ialah sekolah di Hotel Dieu di Paris dan Gebaranstalt
des Burgerpitals di Strassburg. Sekolah yang terahir ini menjadi contoh sekolah-
sekolah Bidan di Jerman. Sekarang sekolah-sekolah bidan ditemukan diseluruh
pelosok-pelosok dunia.
Perkembangan baru, yang yang berdasar atas kemajuan
pengetahuan dalam fisiologi dan dan patologi ilmu kebidanan, di mulai dalam
abad ke-19 dan berlangsung terus dalam abad sekarang. Perkembangan ini
menekankan hal prevensi dalam kebidanan. Lambat laun meluas kesadaran bahwa
banyak penyakit dan kelainan dalam masa hamil, persalinan dan nifas, dapat
dicegah atau dapat diketahui lebih dini, sehingga dapat diusahakan
menghindarkan akibat-akibat buruk yang dapat ditimbulkannya.
Walaupun dalam buku-buku yang diterbitkan sebelumnya soal-soal
bersangkutan dengan penyakit-penyakit dalam masa hamil sudah disebut secara
sepintas lalu, namun buku pertama yang khusus membahas penangan wanita
hamil ditulis pada tahun 1837 oleh Thomas Bull. Pinard dalam tahun 1878
menulis pula tentang bahaya kelainan letak janin dalam kandungan. Selanjutnya
dalam tahun 1895 beliau memberitahukan tentang adanya rumah di Paris untuk
merawat wanita hamil yang terlantar, dan menerangkan bahwa bayi-bayi yang
dilahirkan oleh wanita-wanita itu umumnya lebih besar dan sehat dari pada bayi
wanita-wanita yang bekerja terus sampai persalinan mulai.
Di Inggris (Edinburg) dalam tahun 1899 mulai disediakan pula
tempat untuk merawat wanita hamil pada The Royal Maternity Hospital. Dokter
yang paling berjasa dalam menganjurkan diadakannya pro-maternity hospital
untuk wanita hamil yang memerlukan perawatan, ialah Dr. Ballentyne.
Selanjutnya di Amerika Serikat (Boston) dlangsungkan usaha baru,
dimana anggota-anggotaInstruktive Nursing Association mengadakan kunjungan
rumah secara rutin pada wanita-wanita hamil. Akhirnya, dalam tahun 1911
didirikan klnik Antenatal di Boston Lying-in Hospital untuk pemeriksaan dan
penanggulangan wanita hamil.
Prakarsa ini dicontoh oleh negara-negara lain, dan kini klinik
antenatal sudah tersebar diseluruh dunia. Dengan hal ini dan dengan peningkatan
usaha pencegahan pada pertolongan persalinan, kebidanan memasuki lingkungan
preventive health.

Sumber Pustaka :
Irawan, Widia Julianti.2012.Sejarah Kebidanan Dunia.
http://kesehatan.jadilah.com/2012/11/sejarah-kebidanan-di-dunia.html
Diakses pada tanggal 5 September 2013

2.4. Sejarah Perkembangan Pendidikan Dan Pelayanan Pendidikan


Kebidanan Internasional
2.4.1. Sebelum abad 20(1700 – 1900)
William Smellie dari Scotlandia (1677-1763) mengembangkan
forceps dengan kurva pelvik seperti kurva shepalik. Dia memperkenalkan cara
pengukuran konjungata diagonalis dalam pelvi metri. Menggambarkan metodnya
tentang persalinan lahirnya kepala pada presentasi bokong dan penganangan
resusitasi bayi aspiksi dengan pemompaan paru-paru melalui sebuah metal kateler.
Ignoz Phillip semmelweis, seorang dokter dari Hungaria (1818 – 1865)
pengenalan Semmelweiss tentang cuci tangan yang bersih mengacu pada
pengendalian sepsis puerperium.
James Young simpson dair Edenburgh, scotlandia (1811-1870)
memperkenalkan dan menggunakan arastesi umum, tahun 1807, Ergot sejenis
cendawan yang tumbuh pada sejenis gandung hitam, diketahui efektif dalam
mengatasi pendarahan postpartum. Hal ini merupakan permulaan pengguguran.
Tahun 1824 James Blundell dari Inggris yang menjadi orang pertama yang
berhasil menangani perdarahan postpartum dengan menggunakan transfusi darah.
Jean lubumean dari Perancis (orang kepercayaan Rene Laenec, penemu Stetoskop
pada tahun 1819) pertama kali mendengar bunyi jantung janin dengan stetoskop
pada tahun 1920.
Jhon Charles Weaven dari Inggris (1811 – 1859) adalah. Pada tahun
1843, pertama yang yang melakukan test urine pada wanita hamil untuk
pemeriksaan dan menghubungkan kehadirannya dengan eklamsia.
Adolf Pinard dari Prancis (1844-1934) pada tahun 1878, mengumumkan kerjanya
pada palpasi abdominal
Carl Crede dari Jerman (1819 – 1892) menggambarkan metodanya
stimulasi urine yang lembut dan lentur untuk mengeluarkan placenta
Juduig Bandl, dokter aobstertri dari Jerman (1842 – 1992), pada thaun 1875,
menggambarkan lingkaran retraksi yang pasti muncul pada pertemuan segment
atas rahim dan segmen bawah rahim dalam persalinan macet/sulit.
Daunce dari Bordeauz. Pada tahun 1857, memperkenalkan pengguran inkubator
dalam perawatan bayi prematur.

2.4.2. Abad 20
Postnatal care sejak munculnya hospitalisasi untuk persalinan telah
berubah dari perpanjangan masa rawatan sampai 10 hari, ke trend “Modern”
ambulasi diri. Yang pada kenyataannya, suatu pengembalian pada “cara yang lebih
alami”.
Selama beberapa tahun, pemisahan ibu dan bayi merupakan
praktek yang dapat diterima di banyak rumah sakit, dan alat menyusui bayi buatan
menjadi dapat diterima, dan bahkan oleh norma! Bagaimanapun, alami sekali lagi
“membuktikan dirinya “rooing-in” dipraktekan dan menyusui dipromosikan
menyusui disemua rumah sakit yang sudah mendapat penerangan
Perkembangan teknologi yang cepat telah monitoring anthepartum
dan intrapartum yang tepat menjadi mungkin dengan pengguraan ultrasonografi
dan cardiotocografi, dan telah merubah prognosis bagi bayi prematur secara
dramatis ketika dirawat di neonatal intersive acara urits, hal ini juga
memungkinkan perkembangan yang menakjubkan

Sumber Pustaka :
Sofyan, Mustika.2001.Bidan menyongsong masa depan.Jakarta:PPIBI
Ainy Madjid, Nur.________________
Siahaan, Ruslidjah._______________

2.5. Sejarah Perkembangan Pelayanan Dan Pendidikan Kebidanan Di


Indonesia
Perkembangan pendidikan dan pelayanan kebidanan di Indonesia
tidak terbatas dari masa penjajahan Belanda, era kemerdekaan, politik/kebijakan
pemerintah dalam pelayanan dan pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan
masyarakat serta kemajuan ilmu dan teknologi.

2.5.1. Perkembangan Pelayanan Kebidanan


Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung
jawab praktik profesi bidan dalam system pelayanan kesehatan yang bertujuan
untuk meningkatkan kesehatan kaum perempuan khususnya ibu dan anak.
Layanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan kesejahteraan
ibu dan bayinya. Layanan kebidanan/oleh bidan dapat dibedakan meliputi :
a. Layanan kebidanan primer yaitu layanan yang diberikan sepenuhnya atas
tanggung jawab bidan.
b. Layanan kolaborasi yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota
tim secara bersama-sama dengan profesi lain dalam rangka pemberian pelayanan
kesehatan.
c. Layanan kebidanan rujukan yaitu merupakan pengalihan tanggung jawab
layanan oleh bidan kepada system layanan yang lebih tinggi atau yang lebih
kompeten ataupun pengambil alihan tanggung jawab layanan/menerima rujukan
dari penolong persalinan lainnya seperti rujukan.
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan
anak sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807
(zaman Gubernur Jenderal Hendrik William Deandels) para dukun dilatih dalam
pertolongan persalinan, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak
adanya pelatih kebidanan.
Adapun pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-
orang Belanda yang ada di Indonesia. Tahun 1849 di buka pendidikan Dokter
Jawa di Batavia (Di Rumah Sakit Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot
Subroto). Saat itu ilmu kebidanan belum merupakan pelajaran, baru tahun 1889
oleh Straat, Obstetrikus Austria dan Masland, Ilmu kebidanan diberikan sukarela.
Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka
pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer
Belanda (dr. W. Bosch). Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak
dilakukan oleh dukun dan bidan.
Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar
dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Perubahan pengetahuan dan
keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di
masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah
Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya
dilakukan pula dikota-kota besar lain di nusantara. Seiring dengan pelatihan
tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA).
Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada
masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun
1957. Puskesmas memberikan pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan
yang bertugas di Puskesmas berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan
ibu dan anak termasuk pelayanan keluarga berencana.
Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata
dan dekat dengan masyarakat. Kebijakan ini melalui Instruksi Presiden secara
lisan pada Sidang Kabinet Tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk
penempatan bidan di desa. Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai
pelaksana kesehatan KIA, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil,
bersalin dan nifas serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk. Pembinaan
dukun bayi. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan di desa melaksanakan
kunjungan rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya, mengadakan
pembinaan pada Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok
Bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di
desa. Pelayanan yang diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda
halnya dengan bidan yang bekerja di rumah sakit, dimana pelayanan yang
diberikan berorientasi pada individu. Bidan di rumah sakit memberikan pelayanan
poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di poliklinik keluarga
berencana, senam hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar operasi
kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.
Titik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada
tahun 1994 yang menekankan pada reproduktive health (kesehatan reproduksi),
memperluas area garapan pelayanan bidan. Area tersebut meliputi :
1. Safe Motherhood, termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus
2. Family Planning.
3. Penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat reproduksi
4. Kesehatan reproduksi remaja
5. Kesehatan reproduksi pada orang tua.
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan
pada kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur
melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut
wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Permenkes tersebut dimulai dari :
a. Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas pada pertolongan
persalinan normal secara mandiri, didampingi tugas lain.
b. Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes
623/1989 wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum dan khusus
ditetapkan bila bidan meklaksanakan tindakan khusus di bawah pengawasan
dokter. Pelaksanaan dari Permenkes ini, bidan dalam melaksanakan praktek
perorangan di bawah pengawasan dokter.
c. Permenkes No. 572/VI/1996, wewenang ini mengatur tentang registrasi dan
praktek bidan. Bidan dalam melaksanakan prakteknya diberi kewenangan yang
mandiri. Kewenangan tersebut disertai dengan kemampuan dalam melaksanakan
tindakan. Dalam wewenang tersebut mencakup :
- Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak.
- Pelayanan Keluarga Berencana
- Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
d. Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan
revisi dari Permenkes No. 572/VI/1996
Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi,
konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan
kemampuannya.
Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan
kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga
ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan
kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta berdasarkan standar
profesi.
Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No.
900/2002 tidaklah mudah, karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen
Kesehatan ini mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga
profesional dan mandiri.

2.5. Perkembangan Pendidikan Kebidanan


Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan
perkembangan pelayanan kebidanan. Keduanya berjalan seiring untuk menjawab
kebutuhan/tuntutan masyarakat akan pelayanan kebidanan. Yang dimaksud dalam
pendidikan ini adalah, pendidikan formal dan non formal.
Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1851
seorang dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi
wanita pribumi di Batavia. Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena
kurangnyah peserta didik yang disebabkan karena adaanya larangan atatupun
pembatasan bagi wanita untuk keluaran rumah.
Pada tahunan 1902 pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita
pribumi di rumah sakit militer di batavia dan pada tahun 1904 pendidikan bidan
bagi wanita indo dibuka di Makasar. Luluasan dari pendidikan ini harus bersedia
untuk ditempatkan dimana saja tenaganya dibutuhkan dan mau menolong
masyarakat yang tidak/kurang mampu secara cuma-cuma. Lulusan ini mendapat
tunjangan dari pemerintah kurang lebih 15-25 Gulden per bulan. Kemudian
dinaikkan menjadi 40 Gulden per bulan (tahun 1922).
Tahun 1911/1912 dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara
terencana di CBZ (RSUP) Semarang dan Batavia. Calon yang diterima dari HIS
(SD 7 tahun) dengan pendidikan keperawatan 4 tahun dan pada awalnya hanya
menerima peserta didik pria. Pada tahun 1914 telah diterima juga peserta didik
wanita pertama dan bagi perawat wanita yang luluas dapat meneruskan
kependidikan kebidanan selama dua tahun. Untuk perawat pria dapat meneruskan
ke pendidikan keperawatan lanjutan selama dua tahun juga.
Pada tahun 1935-1938 pemerintah Kolonial Belanda mulai
mendidik bidan lulusan Mulo (Setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan
dibuka sekolah bidan di beberapa kota besar antara lain Jakarta di RSB Budi
Kemuliaan, RSB Palang Dua dan RSB Mardi Waluyo di Semarang. DI tahun yang
sama dikeluarkan sebuah peraturan yang membedakan lulusan bidan berdasarkan
latar belakang pendidikan. Bidan dengan dasar pendidikannya Mulo dan
pendidikan Kebidanan selama tiga tahun tersebut Bidan Kelas Satu
(Vreodrouweerste Klas) dan bidan dari lulusan perawat (mantri) di sebut Bidan
Kelas Dua (Vreodrouw tweede klas). Perbedaan ini menyangkut ketentuan gaji
pokok dan tunjangan bagi bidan. Pada zaman penjajahan Jepang, pemerintah
mendirikan sekolah perawat atau sekolah bidan dengan nama dan dasar yang
berbeda, namun memiliki persyaratan yang sama dengan zaman penjajahan
Belanda. Peserta didik kurang berminat memasuki sekolah tersebut dan mereka
mendaftar karena terpaksa, karena tidak ada pendidikan lain.
Pada tahun 1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP
dengan batasan usia minimal 17 tahun dan lama pendidikan tiga tahun. Mengingat
kebutuhan tenaga untuk menolong persalinan cukup banyak, maka dibuka
pendidikan pembantu bidan yang disebut Penjenjang Kesehatan E atau Pembantu
Bidan. Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun 1976 dan setelah itu ditutup.
Peserta didik PK/E adalah lulusan SMP ditambah 2 tahun kebidanan dasar.
Lulusan dari PK/E sebagian besar melanjutkan pendidikan bidan selama dua
tahun.
Tahun 1953 dibuka Kursus Tambahan Bidan (KTB) di Yogyakarta,
lamanya kursus antara 7 sampai dengan 12 minggu. Pada tahun 1960 KTB
dipindahkan ke Jakarta. Tujuan dari KTB ini adalah untuk memperkenalkan
kepada lulusan bidan mengenai perkembangan program KIA dalam pelayanan
kesehatan masyarakat, sebelum lulusan memulai tugasnya sebagai bidan terutama
menjadi bidan di BKIA. Pada tahun 1967 KTB ditutup (discountinued).
Tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru
perawat dan perawat kesehatan masyarakat di Bandung. Pada awalnya pendidikan
ini berlangsung satu tahun, kemudian menjadi dua tahun dan terakhir berkembang
menjadi tiga tahun. Pada awal tahun 1972 institusi pendidikan ini dilebur menjadi
Sekolah Guru Perawat (SGP). Pendidikan ini menerima calon dari lulusan sekolah
perawat dan sekolah bidan.
Pada tahun 1970 dibuka program pendidikan bidan yang menerima
lulusan dari Sekolah Pengatur Rawat (SPR) ditambah dua tahun pendidikan bidan
yang disebut Sekolah Pendidikan Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK).
Pendidikan ini tidak dilaksanakan secara merata diseluruh propinsi.
Pada tahun 1974 mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat
banyak (24 kategori), Departemen Kesehatan melakukan penyederhanaan
pendidikan tenaga kesehatan non sarjana. Sekolah bidan ditutup dan dibuka
Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga multi purpose di
lapangan dimana salah satu tugasnya adalah menolong persalinan normal. Namun
karena adanya perbedaan falsafah dan kurikulum terutama yang berkaitan dengan
kemampuan seorang bidan, maka tujuan pemerintah agar SPK dapat menolong
persalinan tidak tercapai atau terbukti tidak berhasil.
Pada tahun 1975 sampai 1984 institusi pendidikan bidan ditutup,
sehingga selama 10 tahun tidak menghasilkan bidan. Namun organisasi profesi
bidan (IBI) tetap ada dan hidup secara wajar.
Tahun 1981 untuk meningkatkan kemampuan perawat kesehatan
(SPK) dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk kebidanan, dibuka
pendidikan Diploma I Kesehatan Ibu dan Anak. Pendidikan ini hanya berlangsung
satu tahun dan tidak dilakukan oleh semua institusi.
Pada tahun 1985 dibuka lagi program pendidikan bidan yang
disebut (PPB) yang menerima lulusan SPR dan SPK. Lama pendidikan satu tahun
dan lulusannya dikembalikan kepada institusi yang mengirim.
Tahun 1989 dibuka crash program pendidikan bidan secara
nasional yang memperbolehkan lulusan SPK untuk langsung masuk program
pendidikan bidan. Program ini dikenal sebagai Program Pendidikan Bidan A
(PPB/A). Lama pendidikan satu tahun dan lulusannya ditempatkan di desa-desa.
Untuk itu pemerintah menempatkan seorang bidan di tiap desa sebagai pegawai
negeri sipil (PNS Golongan II). Mulai tahun 1996 status bidan di desa sebagai
pegawai tidak tetap (Bidan PTT) dengan kontrak selama tiga tahun dengan
pemerintah, yang kemudian dapat diperpanjang 2 x 3 tahun lagi.
Penempatan BDD ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga
kesehatan berubah. BDD harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya tidak hanya
kemampuan klinik, sebagai bidan tapi juga kemampuan untuk berkomunikasi,
konseling dan kemampuan untuk menggerakkan masyarakat desa dalam
meningkatkan taraf kesehatan ibu dan anak. Program Pendidikan Bidan (A)
diselenggarakan dengan peserta didik cukup besar. Diharapkan pada tahun 1996
sebagian besar desa sudah memiliki minimal seorang bidan. Lulusan pendidikan
ini kenyataannya juga tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan seperti yang
diharapkan sebagai seorang bidan profesional, karena lama pendidikan yang
terlalu singkat dan jumlah peserta didik terlalu besar dalam kurun waktu satu
tahun akademik, sehingga kesempatan peserta didik untuk praktek klinik
kebidanan sangat kurang, sehingga tingkat kemampuan yang dimiliki sebagai
seorang bidan juga kurang.
Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan Program B
yang peserta didiknya dari lulusan Akademi Perawat (Akper) dengan lama
pendidikan satu tahun. Tujuan program ini adalah untuk mempersiapkan tenaga
pengajar pada Program Pendidikan Bidan A. Berdasarkan hasil penelitian
terhadap kemampuan klinik kebidanan dari lulusan ini tidak menunjukkan
kompetensi yang diharapkan karena lama pendidikan yang terlalu singkat yaitu
hanya setahun. Pendidikan ini hanya berlangsung selama dua angkatan (1995 dan
1996) kemudian ditutup.
Pada tahun 1993 juga dibuka pendidikan bidan Program C (PPB
C), yang menerima masukan dari lulusan SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11
Propinsi yaitu : Aceh, Bengkulu, Lampung dan Riau (Wilayah Sumatera),
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan (Wilayah
Kalimantan. Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya.
Pendidikan ini memerlukan kurikulum 3700 jam dan dapat diselesaikan dalam
waktu enam semester.
Selain program pendidikan bidan di atas, sejak tahun 1994-1995
pemerintah juga menyelenggarakan uji coba Pendidikan Bidan Jarak Jauh
(Distance learning) di tiga propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Kebijakan ini dilaksanakan untuk memperluas cakupan upaya peningkatan
mutu tenaga kesehatan yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan peningkatan
mutu pelayanan kesehatan. Pengaturan penyelenggaraan ini telah diatur dalam SK
Menkes No. 1247/Menkes/SK/XII/1994
Diklat Jarak Jauh Bidan (DJJ) adalah DJJ Kesehatan yang
ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan agar
mampu melaksanakan tugasnya dan diharapkan berdampak pada penurunan AKI
dan AKB. DJJ Bidan dilaksanakan dengan menggunakan modul sebanyak 22
buah.
Pendidikan ini dikoordinasikan oleh Pusdiklat Depkes dan
dilaksanakan oleh Bapelkes di Propinsi. DJJ Tahap I (1995-1996) dilaksanakan di
15 Propinsi, pada tahap II (1996-1997) dilaksanakan di 16 propinsi dan pada
tahap III (1997-1998) dilaksanakan di 26 propinsi. Secara kumulatif pada tahap I-
III telah diikuti oleh 6.306 orang bidan dan sejumlah 3.439 (55%) dinyatakan
lulus. Pada tahap IV (1998-1999) DJJ dilaksanakan di 26 propinsi dengan jumlah
tiap propinsinya adalah 60 orang, kecuali Propinsi Maluku, Irian Jaya dan
Sulawesi Tengah masing-masing hanya 40 orang dan Propinsi Jambi 50 orang.
Dari 1490 peserta belum diketahui berapa jumlah yang lulus karena laporan belum
masuk.
Selain pelatihan DJJ tersebut pada tahun 1994 juga dilaksanakan
pelatihan pelayanan kegawat daruratan maternal dan neonatal (LSS = Life Saving
Skill) dengan materi pembelajaran berbentuk 10 modul. Koordinatornya adalah
Direktorat Kesehatan Keluarga Ditjen Binkesmas
Sedang pelaksanaannya adalah Rumah sakit propinsi/kabupaten. Penyelenggaraan
ini dinilai tidak efektif ditinjau dari proses.
Pada tahun 1996, IBI bekerja sama dengan Departemen Kesehatan
dan American College of Nurse Midwive (ACNM) dan rumah sakit swasta
mengadakan Training of Trainer kepada anggota IBI sebanyak 8 orang untuk LSS,
yang kemudian menjadi tim pelatih LSS inti di PPIBI. Tim pelatih LSS ini
mengadakan TOT dan pelatihan baik untuk bidan di desa maupun bidan praktek
swasta. Pelatihan praktek dilaksanakan di 14 propinsi dan selanjutnya melatih
bidan praktek swasta secara swadaya, begitu juga guru/dosen dari D3 Kebidanan.
1995-1998, IBI bekerja sama langsung dengan Mother Care melakukan pelatihan
dan peer review bagi bidan rumah sakit, bidan Puskesmas dan bidan di desa di
Propinsi Kalimantan Selatan.
Pada tahun 2000 telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal
(APN) yang dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal health (MNH) yang sampai
saat ini telah melatih APN di beberapa propinsi/kabupaten. Pelatihan LSS dan
APN tidak hanya untuk pelatihan pelayanan tetapi juga guru, dosen-dosen dari
Akademi Kebidanan.
Selain melalui pendidikan formal dan pelatihan, utnuk
meningkatkan kualitas pelayanan juga diadakan seminar dan Lokakarya
organisasi. Lokakarya organisasi dengan materi pengembangan organisasi
(Organization Development = OD) dilaksanakan setiap tahun sebanyak dua kali
mulai tahun 1996 sampai 2000 dengan biaya dari UNICEF.

Sumber Pustaka :
Sofyan, Mustika.2001.Bidan menyongsong masa depan.Jakarta:PPIBI
Ainy Madjid, Nur.________________
Siahaan, Ruslidjah._______________

2.6. Bidan Sebagai Tenaga Profesional


Profesio” berarti “pengakuan”. Profesi : Bidang pekerjaan yg
dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dsb) tertentu (Alwi, dkk,
2002). Contoh : dokter, dokter gigi, apoteker, SKM, SKp, wartawan, hakim,
pengacara, akuntan, bidan, perawat.
Sejarah menunjukkan bahwa kebidanan merupakan salah satu
profesi tertentu di dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan lahir
sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu-ibu melahirkan.
Profesi ini telah mendukung peran dan posisi seorang bidan menjadi terhormat di
masyarakat karena tugas yang diembannya sangat mulia dalam memberikan
semangat dan membesarkan hati ibu-ibu. Di samping itu dengan setia
mendampingi dan menolong ibu-ibu dalam melahirkan sampai si ibu dapat
merawat bayinya dengan baik. Sejak zaman prasejarah, dalam naskah kuno sudah
terecatat bidan di Mesir (Siphrah ddan Poah) yang berani mengambil resiko
membela keselamatan bayi-bayi laki-laki Bangsa Yahudi (sebagai orang-orang
yang terjajah oleh Bangsa Mesir) yang diperintahkan oleh Firaun untuk dibunuh.
Mereka sudah menunjukkan sikap etika moral yang tinggi dan takwa kepada
Tuhan dalam membela orang-orang yang berada pada posisi lemah, yang pada
zaman modern ini, kita sebut dengan peran advokasi. Dalam menjalankan tugas
dan prakteknya, bidan bekerja berdasarkan pada pandangan fisiologis yang dinut,
keilmuan, metode kerja, standar praktek pelayanan dan kode etik profesional yang
dimilikiya.

2.6.1.Ciri-Ciri Bidan Sebagai Suatu Profesi

Bidan sebagai profesi memiliki ciri-ciri tertentu, yang dapat diuraikan sebagai
berikut:

1. Disiapkan melalui pendidikan formal agar lulusannya dapat


melaksanakan /mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya
secara profesional.
2. Dalam menjalankan tugasnya, bidan memiliki alat yang dinamakan
Standar Pelayanan Kebidanan, Kode Etik, dan Etika Kebidanan.
3. Bidan memiliki kelompok pengetahuan yang jelas dalam menjalankan
profesinya.
4. Memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya (Permenkes No. 572
Tahun 1996).
5. Memberikan pelayanan yang aman dan memuaskan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
6. Memiliki wadah organisasi profesi.
7. Memiliki karakteristik yang khusus dan dikenal serta dibutuhkan
masyarakat.
8. Menjadikan bidan sebagai suatu pekerjaan dan sumber utama kehidupan.

Sumber Artikel :
NN.Kebidanan Sebagai Profesi.http://fik.unissula.ac.id/download/web

2.7. Pendidikan Bidan Di Indonesia


Dalam mengantisipasi tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin
bermutu terhadap pelayanan kebidanan, perubahan-perubahan yang cepat dalam
pemerintahan maupun dalam masyarakatdan perkembangan IPTEK serta
persaingan yang ketat di era global ini diperlukan tenaga kesehatan khususnya
tenaga bidan yang berkualitas baik tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikap
profesionalisme.
Pengembangan pendidikan kebidanan seyogianya dirancang secara
berkesinambungan, berjenjang dan berlanjut sesuai dengan prinsip belajar seumur
hidup bagi bidan yang mengabdi ditengah-tengah masyarakatnya. Pendidikan
yang berkelanjutan ini bertujuan untuk mempertahankan profesionalisme bidan
baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Namun IBI dan
pemerintah menghadapi berbagai kendala untuk memulai penyelenggaraan
program pendidikan tersebut.
Oleh karena itu, IBI senantiasa tetap berjalan bersama dan
mendukung berbagai program pemerintah yang meningkatkan kualitas hidup anak
bangsa melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia bidan disetiap
tingkat pelayanan kesehatan terutama yang berfokus kepada pelayanan kesehatan
reproduksi untuk meningkatkan harkat martabat kaum wanita agar mereka dapat
hidup layak dan sejahtera.
Pendidikan formal yang telah dirancang dan diselenggarakan oleh
pemerintah dan swasta dengan dukungan IBI adalah program D III dan D IV
kebidanan. Pemerintah telah berupaya untuk menyediakan dana bagi bidan di
sektor pemerintah melalui pengiriman tugas belajar ke luar negeri. Disamping itu
IBI mengupayakan adanya badan-badan swasta dalam dan luar negeri khusus
untuk program jangka pendek. Di samping itu IBI tetap mendorong anggotanya
untuk meningkatkan pendidikan melalui kerjasama dengan universitas di dalam
negeri. Dewasa ini ada 40 orang yang sedang mengikuti pendidikan di salah satu
iniversitas swasta di Jakarta (Universitas Muhamadiyah Jakarta) dengan program
pilihan yang mendukung peningkatan kualitas dan wawasan bidan.

Sumber Pustaka :
Sofyan, Mustika.2001.Bidan menyongsong masa depan.Jakarta:PPIBI
Ainy Madjid, Nur.________________
Siahaan, Ruslidjah._______________

2.8. Surat Tanda Registrasi (STR) Bidan


Semakin banyaknya sekolah-sekolah tinggi kesehatan yang
mencetak tenaga bidan menjadikan semakin diperlukannya peraturan terbaru
tentang praktik bidan serta untuk tetap menjaga mutu pelayanan kesehatan di
Indonesia. Setiap tahunnya pasti banyak bidan-bidan yang tercetak dari berbagai
sekolah tinggi di Indonesia dan semuanya memiliki visi yang sama untuk
menurunkan angka kematian ibu dan janin. Meskipun masih banyak pula desa-
desa terpencil memerlukan tenaga bidan tapi bukan berarti bidan yang praktik
disana bidan yang sembarangan
Di tahun 2011, semua tenaga kesehatan terutama tenaga strategis
seperti bidan perawat harus memilikiSTR dan izin praktik. “Ini dilakukan untuk
memenuhi kualitas dan menyamaratakan standar tenaga kesehatan di seluruh
Indonesia,” ujar Dra. Meinarwati, Apt, Mkes, Kepala Pusat Pemberdayaan Profesi
dan Tenaga Kesehatan Luar Negeri PPSDM Kesehatan, di Gedung Kemenkes,
Jakarta, Jumat (10/12/2010).
Dengan adanya peraturan baru ini, nantinya tenaga kesehatan yang
baru lulus pendidikan tidak bisa langsung bekerja atau membuka praktik sendiri.
Semua tenaga kesehatan harus mengikuti uji kompetensi dan teregistrasi untuk
mendapat STR dan lisensi berupa Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Izin Kerja
(SIK).

PERMENKES NO. 161/MENKES/PER/I/2010


Pada Permenkes No.161/Menkes/per/I/2010 dijelaskan tentang registrasi tenaga
kesehatan secara mendetail, untuk melihat peraturan menteri kesehatan tentang
registrasi tenaga kesehatan PERMENKES NO. 161/MENKES/PER/I/2010

APA SAJA SYARAT UNTUK MEMILIKI SURAT TANDA REGISTRASI


(STR) ?
Untuk bidan-bidan yang ingin mengurus STR, syaratnya antara lain:
1. Pas Foto 4×6 latar merah sebanyak 6 lembar
2. Fotocopy Ijazah (legalisir cap basah) sebanyak 6 lembar
3. Surat Ijin Kerja
4. Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas (SPMT) 6 lembar
5. Surat Rekomendasi IBI
6. Surat Keterangan Berbadan Sehat

Sumber Pustaka :
bidan, satu.2011. Surat Tanda Registrasi Bidan. http://satubidan.com/surat-tanda-
registrasi-bidan/
2.9. Bidan di Kanada
Bidan adalah seorang tenaga kesehatan profesional yang terdaftar
dan menyediakan perawatan primer untuk perempuan yang memiliki risiko
kehamilan yang rendah, persalinan dan menyediakan perawatan bagi ibu dan bayi
selama enam minggu pertama setelah kelahiran. Praktek Bidan bekerja sama
dalam kelompok.Selama kunjungan berkala, bidan memberikan pemeriksaan
klinis, konseling dan pendidikan.Perempuan dalam asuhan kebidanan biasanya
tidak ditangani dokter selama kehamilan mereka, persalinan atau enam minggu
pertama setelah kelahiran kecuali timbul komplikasi.
Siswa Kebidanan berasal dari berbagai latar belakang
pendidikan.Beberapa siswa mungkin telah menyelesaikan gelar universitas
sarjana, namun, yang lain mungkin memiliki gelar dan ijazah lulus kuliah atau
datang langsung dari sekolah tinggi kebidanan.
Pendapatan minimum bagi bidan di provinsi ontario adalah $ 77.000 per tahun.
Bidan, sebagai Praktisi Perawatan Primer, mengatur praktek swasta
biasanya dalam kelompok-kelompok atau lebih.Mereka menangani kelahiran di
rumah sakit dan rumah perempuan.Mereka memberikan perawatan selama
kehamilan, persalinan, kelahiran dan sampai enam minggu setelah melahirkan
untuk wanita dan bayinya.
Siswa Kebidanan harus mempertimbangkan dengan hati-hati
perubahan gaya hidup yang akan terjadi sebagai mahasiswa dan kemudian sebagai
bidan. Mahasiswa kebidanan harus merencanakan dengan hati-hati selama empat
tahun program. Harus berdiskusi dengan keluarga dan dukungan rakyat, implikasi
dari jam kerja yang panjang, relokasi untuk istilah klinis, menyediakan
transportasi dan biaya program. Sebagai mahasiswa kebidanan, Anda tidak akan
mampu mempertahankan pekerjaan paruh-waktu selama istilah klinis. Istilah-
istilah ini klinis dimulai pada 2 istilah tahun kedua dari program dan siswa
diharapkan untuk menutupi biaya, termasuk transportasi.
Di kanada bidan sulit dicari, biasanya praktik kebidanan dilakukan
oleh seorang perawat yang disebut maternity nursing dan tidak mendapat surat
izin praktek.
Ontario adalah provinsi pertama di Kanada yang menerbitkan
peraturan tentang kebidanan, setelah sejarah panjang tentang kebidanan yang
ilegal dan berakibat meningkatnya praktek bidan yang tidak berijin. Seperti
Selandia Baru, wanitalah yang menginginkan perubahan, mereka membuat
pililhan asuhan dan keputusan yang sesuai dengan pengalaman untuk dijadikan
model kebidanan terbaru.
Model kebidanan yang dipakai di Ontario berdasarkan pada definisi
ICM tentang bidan yaitu seorang tenaga yang mempunyai otonomi praktek
terbatas pada persalinan normal. Sasaran dari praktek kebidanan adalah
masyarakat. Bidan memiliki akses kepada rumah sakit maternitas dan wanita
mempunyai pilihan atas persalinan di rumah atau rumah sakit.
Ontario tidak menganut konsep partnership sebagai pusat praktek kebidanan
walaupun terbagi atas dua model. Untuk contoh di Selandia Baru dan Ontorio
Kanada sama-sama menerapkan model partnership dalam asuhan kebidanan.
Beberapa aspek didalamnya antara lain hubungan antar wanita, asuhan
berkesinambungan, kebebasan memilih dan menyetujui, otonomi praktek
kebidanan terfokus pada kehamilan dan persalinan normal.
Dalam membangun dunia profesi kebidanan yang baru di Selandia Baru dan
Kanada membuat system baru dalam mempersiapkan bidan-bidan untuk
registrasi. Keduanya memulai dengan suatu keputusan bahwa bidanlah yang
dibutuhkan dalam pelayanan maternitas dan menetapkan ruang lingkup praktek
kebidanan. Ruang lingkup praktek kebidanan di kedua negara tersebut tidak
keluar jalur yang telah ditetapkan ICM yaitu bidan bekerja dengan otonomi penuh
dalam lingkup persalinan normal atau pelayanan maternitas primer. Bidan bekerja
dan berkonsultasi dengan ahli obstetric bila terjadi komplikasi dan ibu serta bayi
memerlukan bantuan dan pelayanan maternitas sekunder. Bidan di kedua negara
tersebut mempunyai akses fasilitas rumah sakit tampa harus bekerja di rumah
sakit. Mereka bekerja di rumah atau di rumah sakit maternitas dan dapat
mengakses fasilitas.
Indonesia dan Kanada menerapkan program direct entry
(pendidikan kebidanan selama 3 tahun tanpa melalui pendidikan keperawatan),
sebelumnya di Indonesia ada perawat kebidanan dimana perawat dapat menambah
pendidikannya utnuk menjadi seorang bidan sedangkan di Kanada tidak ada.
Bagaimanapun kedua negara tersebut yakin bahwa untuk mempersiapkan bidan
yang dapat bekerja secara otonom dan dapat memberi dukungan kepada wanita
agar dapat menentukan sendiri persalinannya. Penting untuk mendidik wanita
yang sebelumnya belum pernah berkecimpung dalam system kesehatan
menempuh program pendidikan kebidanan, tetapi program direct entry lebih
diutamakan. Perawat yang ingin menjadi bidan sepenuhnya harus melewati
program pendidikan kebidanan terlebih dahulu, walaupun mereka harus memnuhi
beberapa aspek program.
Kedua negara tersebut menggunakan dua model pendidikan yaitu
pembelajaran teoiri dan magang. Pembelajaran teori di kelas difokuskan pada
teori dasar yang akan melahirkan bidan-bidan yang dapat mengartikulasikan
filosofinya sendiri dalam praktek, memanfaatkan penelitian dalam praktek mereka
dan berfikir kritis tentang praktek. Dilengkapi dengan belajar magang dimana
mahasiswa bekerja dengan bimbingan dan pengawasan bidan yang berpraktek
dalam waktu yang cukup lama. Tidak seperti model magang tradisional dimana
mahasiswa bekerja dengan lebih dari seorang bidan dengan berbagai macam
model praktek. Mahasiswa tidak hanya mempelajari hal yang positif tetapi juga
harus mengetahui hal-hal yang negatif untuk itu dilakukan di masa mendatang.
Satu mahasiswa akan bekerja dengan satu bidan sehingga mereka tidak
dikacaukan dengan bermacam-macam model praktek dan ini dalam jangka waktu
yang lama. Bidan tersebut memberikan role model yang penting untuk proses
pembelajaran. Mahasiswa bidan juga akan mulai belajar tentang model
partnership. Model ini terdiri dari hubungan antara wanita dengan mahasiswa
bidan, mahasiswa bidan dengan bidan, mahasiswa bidan dengan guru bidan, guru
bidan dengan bidan, hubungan antara program kebidanan dengan profesi
kebidanan serta program kebidanan dengan wanita.
Dari sini dapat kita lihat bahwa model pendidikan kebidanan yang
digunakan oleh Indonesia dan Kanada saling terkait satu sama lain sebagai bagian
dari pelayanan maternitas. Setiap bagian dari lingkaran tersebut mewakili
bermacam-macam partnership yang saling berintegrasi. Partnership ini menjaga
agar program pendidikan tetap pada tujuan utamanya, yaitu mencetak bidan-bidan
yang dapat bekerja secara mandiri sebagai pemberi asuhan maternitas primer.
Kanada telah sukses dalam menghidupkan kembali status bidan dan status wanita.
Kesesuaian antara pendidikan bidan dan ruang lingkup praktek kebidanan adalah
bagian terpenting dari sukses tersebut.
Hydro Theraphy, Water Birth, Aroma theraphy, music theraphy.
Refleksi dan Acupuntur dalam proses persalinan (Natural Child Birth).
Pendidikan kebidanan di Inggris, terdiri dar dua jalur yaitu Direct Entry yang
berasal dari lulusan SMU ditambah 3 tahun pendidikan, dan dari perawat
ditambah 18 bulan pendidikan, lulusannya Diploma dan Advanced Diploma.
Setelah tahun 1995, telah dibentuk pendidikan kebidanan setingkat universitas,
(Degree-Bachelor), yang berasal dari SMU ditambah 3-4 tahun. Lulusan ini dapat
melanjutkan ke S2 kebidanan. Sistem yang dianut ialah APEL (Accreditation of
Prior Experiental Learning) yaitu untuk akreditasi 5x study day dalam 3 tahun
yang terdiri dari sertifikat, critical analisis, reflection, evaluation dan find
evidence.

Sumber Pustaka :
Marwani,Rifka.2012.Sejarah Pelayanan dan Pendidikan Bidan di Kanada.
http://www.slideshare.net/rifkamarwani/midwifery-of-canada

Anda mungkin juga menyukai