Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

WANITA SEBAGAI IBU RUMAH TANGGA

PENYUSUN :
BENNY WINDARTO (201510115100)
NAMIT (201510115028)
HAMDI MAULANA
RISYAD FALLAH
EGA AGUSTINA

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BHAYANGKARA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga kami berhasil menyusun
dan menyelesaikan makalah mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara di
Indonesia.
Makalah ini berisikan tentang Peran Wanita sebagai Ibu Rumah
Tangga. Makalah ini merupakan tugas yang dapat dimanfaatkan untuk menambah
ilmu pengetahuan oleh orang yang membacanya, dan juga bisa dijadikan motivasi
untuk lebih menambah pengetahuan tentang kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah
hukum Hukum Perlindungan Anak & Perempuan yaitu ibu Hesti Windyaningrum,
SH., MH. yang telah memberikan tugas dan membimbing kami, serta dukungan
dan saran dari teman-teman sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan sesuai aturan yang ditentukan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari dosen dan teman-teman yang bersifat
membangun, selalu kami harapkan demi lebih baiknya makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan
semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita.

Bekasi, 2 Oktober 2017

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................................ .i
DAFTAR ISI.............................................................................................. .ii
BAB I……………………………………………………………………...1
Pendahuluan…………………………….…………………………………1

BAB II………………………………………………………………..........4
Pembahasan…………………………………………………………..........4
A. Peran wanita dalam rumah tangga...…………………………………..4
B. Ibu rumah tangga dalam realistis……………………………………...6

BAB III………………………………………………………………......12
Penutup..………………………………………………………………….12

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
BAB I
I. Pendahuluan
Perkembangan pesat yang terjadi pada era modernisasi ini membawa
pengaruh pada berbagai bidang. Setiap individu dituntut untuk mampu
mengimbangi perubahan tersebut, tak terkecuali pada wanita. Apabila pada
masalalu tugas wanita hanya untuk melayani suami dan anak sepenuhnya,
serta harus tunduk patuh pada semua perkataan suami tanpa mengindahkan
apa saja hak yang seharusnya menjadi hak wanita. Maka saat ini peran
wanita sudah banyak ‘naik kelas’ dibanding pada masa lampau (Ken,
2003:5). Saat ini sudah banyak wanita yang mampu dan berani untuk
memperjuangkan haknya, hak untuk mandiri, hak untuk
mengaktualisasikan diri, dan hak untuk ikut serta dalam mencari nafkah
serta terlibat ke sektor yang lebih luas. Banyak wanita yang sudah bekerja
diluar rumah, membiayai diri sendiri tanpa bergantung pada orang lain,
dan turut mempunyai suara di ranah publik, baik pada sektor pendidikan,
politik maupun ekonomi.

Namun, tidak serta merta setelah adanya pergeseran peran wanita


dewasa ini menjadikan peran utama wanita sebagai seorang ibu dan istri
menjadi ditinggalkan. Seorang ibu mempunyai peranan yang penting
dalam kehidupan suatu keluarga, baik peranannya bagi suami maupun
anaknya (Pujosuwarno, 1994:44). Harus terdapat keseimbangan antara
perannya sebagai ibu dan juga pemenuhan haknya sebagai wanita. Dewasa
ini wanita lebih punya banyak pilihan-pilihan yang membuatnya tidak
terkekang hanya dalam satu pilihan saja, termasuk ketika masih ada yang
memilih menjadi ibu rumah tangga. Hal itu jelas bukan berarti wanita
tersebut masih terkungkung dengan pikiran masa lalu, namun ini terjadi
karena wanita memilih.

Ibu rumah tangga merupakan pendidik pertama dalam keluarga.


Pendidikan yang diberikan oleh orangtua, utamanya ibu, merupakan inti
dan pondasi dari pendidikan secara keseluruhan sebelum nantinya akan
menempuh pendidikan formal maupun hidup dalam masyarakat. Untuk

1
itulah diperlukan sosok ibu yang dapat mencurahkan waktunya untuk
keluarga, dan hal tersebut lebih akan sering kita lihat pada sosok ibu
rumah tangga. Seorang ibu yang mengandung, melahirkan, menyusui,
mengasuh, serta membesarkan anak mempunyai kedekatan yang intim
dengan anaknya. Dalam hal ini, ibu yang paling tahu mengenai keadaan
anak. Baik atau buruknya keadaan anak pada waktu dewasa nanti
tergantung pada pendidikan yang diterimanya sewaktu masih kecil,
terutama pendidikan yang diberikan oleh seorang ibu. Selain untuk
penanaman dan pembentukan karakter bagi anak, peran ibu rumah tangga
sangat besar bagi kelangsungan keluarganya. Ibu ibarat manajer yang
mengurus segala hal dirumah, mulai dari pembelanjaan rumah tangga,
makanan, hingga berbagai kebutuhan lainnya diatur oleh seorang ibu.

Pilihan menjadi ibu rumah tangga pada era ini justru menjauhkan
dari streotipe miring tentang ibu rumah tangga. Karena pada kenyataannya
menjadi ibu rumah tangga tidak akan membuat wanita ketinggalan jaman,
namun justru akan dapat mengikuti tren yang ada dengan hal-hal baru
sebagai pembelajaran untuk keluarganya. Adanya wanita yang memilih
menjadi ibu rumah tangga kebanyakan justru mempunyai hubungan yang
baik dengan suaminya, pembagian peran dan kerja dalam rumah tangga
bisa didiskusikan dengan baik karena ibu rumah tangga lebih mempunyai
waktu yang luwes. Hal ini serupa seperti yang dikatakan Talcott Parsons
(1902-1979) dan Parsons dan Bales yang berpendapat bahwa

“Keluarga adalah sebagai unit sosial yang memberikan


perbedaan peran suami dan istri untuk saling melengkapi dan saling
bantu membantu satu sama lain. karena itu peranan keluarga semakin
penting dalam masyarakat modern terutama dalam pengasuhan dan
pendidikan anak. Keharmonisan hidup yang dapat diciptakan bila
terjadi pembagian peran dan tugas yang serasi antara perempuan dan
laki-laki, dan hal ini dimulai sejak dini melalui pola pendidikan dan
pengasuhan anak dalam keluarga.”

2
Teori yang turut mendukung pembagian peran antara suami istri
juga terdapat dalam Teori fungsionalis. Teori ini menggambarkan
masyarakat sebagai suatu sistem dengan banyak aspek seperti; agama,
pendidikan, struktur politik, sampai mengenai rumah tangga. Keterkaitan
antara satu dengan yang lainnya sangat diperlukan agar sebuah sistem
masyarakat ini dapat berjalan sesuai fungsinya masing-masing. Teori ini
pun turut memandang pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki
sebagai cara untuk menjalankan sebuah sistem, dalam hal ini sebuah rumah
tangga. Dari pembagian kerja tersebut tentulah ada pembedaan peran
antara perempuan dan laki-laki. Talcott Parsons sebagai pencetus teori ini
menempatkan peran perempuan dan laki-laki pada bagian yang berbeda
dengan kesepakatan antara keduanya.

Hal ini tercermin dari sebuah keluarga, utamanya sosok ibu rumah
tangga dalam keluarga ini yang berhasil saya wawancarai. pilihannya
untuk menjadi sosok ibu rumah tangga tak membuatnya menjadi wanita
yang ketinggalan jaman, justru karena pengelolaan waktu yang beliau olah
sendiri, maka beliau dapat mengikuti berbagai kegiatan diluar rumah untuk
mengaktualisasikan dirinya tanpa harus mengesampingkan keluarga.

3
BAB II

II. Pembahasan
A. Peran wanita dalam rumah tangga
Rumah tangga atau keluarga merupakan lingkup terkecil dari
sebuah masyarakat yang merupakan pusat awal dari pembentukan tingkah
laku seseorang. Rumah tangga adalah bagian dari kehidupan masyarakat
yang di dalamnya terdapat anggota keluarga diantaranya terdapat ayah,
ibu, serta anak. Semua anggota keluarga mempunyai tugas dan fungsi
masing- masing, dimana wujud keluarga merupakan bentuk organisasi
yang masing- masing anggota keluarga sangat berperan. Tentunya semua
orang berkeinginan menjadikan keluarga kita menjadi keluarga yang
sakinah, mawadah, warahmah. Untuk mewujudkan keluarga yang tentram
tidak semudah membalik telapak tangan. Semua anggota keluarga harus
mengerti dan menempatkan tugas dan fungsinya masing masing secara
proporsional. Ketika dalam rumah tangga seorang suami yang bekerja
dengan susah payah membanting tulang, memeras keringat untuk mencari
nafkah mencukupi kebutuhan rumah tangga pasti akan membutuhkan
kehadiran seorang istri yang dapat menyenangkan, melegakan, melepaskan
rasa lelah di badan maupun penat dalam pikiran dan yang memberikan
inspirasi harapan serta motivasi baru untuk menunaikan tugas- tugasnya.

Tugas istri semacam ini tidak dapat dilakukan dengan sebaik-


baiknya oleh seorang istri yang hanya mementingkan kepentingannya
sendiri, dikarenakan istri juga merasakan lelah, capek juga menghadapi
masalah dan beban mental yang sangat besar, dan bahkan kemungkinan
lebih berat dengan apa yang dirasakan oleh suaminya. Dalam keadaan
demikian tersebut, akhirnya timbul pertanyaan atau persoalan : "Apakah
suami yang menghibur istri, ataukah sebaliknya istri yang menghibur
suami, ataukah kedua- duanya malah sibuk dengan kelelahan dan
kepenatan, sehingga saling bersikap acuh? Ataukah masing- masing
mencari hiburan sendiri- sendiri, atau ke luar rumah bersama- sama
mencari hiburan, ataukah kedua – duanya mencari pasangan lain sebagai

4
pelampiasan kejenuhan dan kebosanan diantara keduanya? Dan mungkin
masih banyak pertanyaan lain. Jika dalam keadaan rumah tangga yang
tidak dapat menempatkan tugas dan fungsinya baik suami atau istri akan
membawa dampak yang sangat buruk. Semua anggota keluarga memiliki
pandangan sendiri sendiri dikarenakan tidak adanya visi dan misi keluarga
yang jelas. Seorang suami memiliki rasa diktator karena sebagai kepala
rumah tangga yang menentukan kebijakan, seorang istri berpandangan
egois jika tidak ada dirinya di rumah tangga akan menjadi kacau sebab
yang mengetahui dalam rumah tangga adalah istri demikian juga anak
akan berpandangan bahwa di dalam rumah tidak ada ketenteraman karena
sibuk dengan kepentingannya sendiri- sendiri sehingga menjadi broken
home dan lain sebagainya. Sebagai salah satunya dapat kita lihat adalah
fungsi dan tugas seorang wanita sebagai istri dalam rumah tangga. Seorang
istri sebagai sosok wanita yang juga berat tugas dan tanggung jawabnya
ketika berhadapan dengan tugas rumah tangga mendampingi suaminya.
Pantaslah ketika Rasulullah menyebut seorang istri sekaligus sebagai
seorang ibu tiga tingkat derajatnya lebih tinggi dibandingkan ayah.

Dengan inilah bentuk Islam mengagungkan dan menjunjung tinggi


harkat dan martabat kaum wanita. Begitu mulianya ketika seorang wanita
menjadi muslimah dan umahat sejati hidup bersama merajut kehidupan
rumah tangga yang harmonis bersama suami tercinta. Seorang suami
sebagai kepala rumah tangga tidak dapat mendominasi tugas dan
fungsinya dalam rumah tangga sebaliknya juga seorang istri sebagai
pendamping tidak dapat memaksakan kehendak sebagai seseorang yang
paling berperan dalam rumah tangga karena kehidupan rumah tangga
membutuhkan partisipasi keduanya sehingga rumah tangga menjadi
harmonis. Khadijah r.a, istri Rasulullah SAW adalah salah satu contoh
teladan dari sosok peran wanita. Saat Rasulullah SAW menerima wahyu
pertama dari Allah SWT, beliau melihat Jibril dalam bentuk sebenarnya
sehingga beliau sangat takut. Saat Rasulullah menggigil, ketakutan,
Khadijah lah orang pertama yang menenangkan dan menghilangkan

5
ketakutan nabi SAW. Karena Khadijah tahu betul bagaimana akhlaq mulia
suaminya sehingga menjadi kekasih Allah. Khadijah lah orang pertama
yang masuk Islam. Khadijah lah orang pertama di dunia yang
membenarkan Nabi SAW. Khadijah lah orang pertama yang menerima
pesan dakwah, pesan Islam. Khadijah saat itu juga menolong Rasulullah
SAW. Di sini kita lihat sosok seorang wanita sudah memainkan peranan.
Khadijah bukan perempuan yang bermalas malasan tinggal di rumah. Tapi
dia langsung berfikir bagaimana membantu dan memberi motivasi
suaminya. Khadijah juga ikut bersama mendampingi Rasulullah SAW
mengadakan dakwah di kala susah, duka serta bahagia dengan segala
potensi yang dimilikinya mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga
sampai akhir hayat. Uraian di atas memberikan gambaran kepada kita
betapa mulianya seorang wanita yang shalihah yang mampu berperan
bersama suami menjadikan rumah tangga ladang beramal shalih dan
beribadah kepada Allah SWT. Dalam hal ini dengan tidak
mengesampingkan tugas dan fungsi suami dalam rumah tangga seorang
istri yang shalihah sangat membantu peranan suami tercinta dalam rumah
tangga.

B. Ibu rumah tangga dalam realistis

Berikut ini figur ibu yang mendedikasikan hidupnya untuk menjadi


ibu rumah tangga, meski dengan riwayat pendidikan yang mengundang
banyak tawaran di dunia kerja. Pendidikan yang sudah beliau tempuh bisa
dibilang diatas rata-rata bagi kebanyakan ibu rumah tangga, gelar pasca
sarjananya beliau raih bahkan setelah mempunyai 2 anak dari
pernikahannya. Sosok istimewa ini bernama Nina, beliau lahir di
Yogyakarta, 4 September 1965 dan berhasil menyelesaikan pendidikan
sarjananya dengan cumlaude di Universitas Gadjah Mada pada tahun
1990 dalam rentang waktu 4 tahun saja. Ibu dari 4 orang anak, yakni
Lintang (19 tahun), Girindra (15 tahun), Kania (11 tahun), dan Yayik (8

6
tahun) ini tidak pernah merasa menyayangkan pendidikan yang berhasil ia
selesaikan dengan baik meski sekarang kesehariannya lebih banyak
dirumah dan merawat anak-anak.
“tidak ada yang perlu disayangkan. Saya justru punya kebanggan
tersendiri, karena menjadi ibu rumah tangga yang punya pendidikan akan
dapat membimbing anaknya dengan lebih baik”

Begitu katanya ketika beliau ditanya apakah tidak sayang


melewatkan banyak kesempatan berkarir yang ibu Nina sendiri
membidanginya dengan baik. Beliau akan lebih menyayangkan apabila
melewatkan proses tumbuh kembang anak-anaknya tanpa bisa
mendampinginya, itulah alasan mengapa tidak masalah baginya menjadi
ibu rumah tangga dan merelakan segala kesempatan menjadi wanita karier.
Meski memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga, bukan berarti bu
Nina tidak pernah bekerja. Pengalaman kerja sudah pernah ia rasakan tepat
setelah dirinya lulus dari perguruan tinggi. Seperti umumnya mahasiswa
setelah lulus, ibu Nina juga mempunyai keinginan untuk mengaplikasikan
apa yang telah ia pelajari, dan hal itu beliau wujudkan dengan bergabung
menjadi supervisor disebuah perusahaan jasa. Pekerjaan itu bu Nina tekuni
hampir satu tahun sampai akhirnya anak pertama buah pernikahannya
dengan bapak Wahyu lahir, lalu beliau memilih untuk berhenti dari
pekerjaannya dan fokus mengurus anak dan rumah tangga.

Keputusan untuk berhenti dari pekerjaannya bukanlah kemauan


atau tuntutan dari suami ibu Nina, tapi murni karena keinginan beliau
sendiri. Diakui beliau, suaminya bukanlah tipe pengatur yang otoritas
menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh sang istri.
Kontrol rumah tangga yang biasanya dikuasai mutlak oleh pihak suami
untuk pasangan ini tidak berlaku, setiap keputusan diambil setelah
didiskusikan bersama. Setelah menikahpun bu Nina masih diperbolehkan
bekerja. Menurut bu Nina, kedua belah pihak baik suami maupun istri
seharusnya sedari awal memang sudah punya konsep tanggung jawab
masing-masing peran. Hal inilah yang dipraktekkan oleh pasangan ini,

7
sehingga membuat keduanya menjadi pasangan yang kompak dan jauh
dari adanya perasaan tidak setara.

Berbicara masalah konsep bekerja bagi perempuan, bu Nina


mempunyai pendapat sendiri mengenai hal ini. Menurutnya perempuan
yang bekerja selain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup juga
untuk mengaktualisasikan diri mereka. Bu Nina tidak sependapat dengan
pernyataan bahwa wanita tempatnya dirumah, hanya untuk melayani dan
mengurus keluarga. Karena meski ibu Nina sendiri juga merupakan ibu
rumah tangga tapi menurutnya hal itu bukanlah keharusan yang cenderung
dipaksakan, tapi lebih pada pilihan tiap individu dan wanita tetap
mempunyai hak atas tiap keputusannya. Berbeda halnya ketika wanita
sudah berkeluarga, tentunya mereka sudah punya prioritas untuk suami
dan anaknya, namun bukan berarti wanita dapat dikekang dan dilarang
untuk mengaktualisasikan dirinya. Dengan kata lain, wanita dapat
berkegiatan untuk mengaktualisasikan dirinya dengan tetap
memprioritaskan keluarga. Seperti yang dijalani ibu Nina selama ini.

Tanpa diminta, bapak Wahyu suami dari ibu Nina turut bergabung
dengan obrolan kami, ketika dimintai pendapatnya mengenai wanita yang
bekerja beliau menanggapi bahwa wanita tentu mempunyai haknya yang
tidak seharusnya dilarang, selama bisa membagi prioritas dengan baik
bapak Wahyu merasa tidak selalu wanita harus dirumah saja. Hal itu juga
yang dilakukan terhadap sang istri, beliau jarang mengeluh atau menegur
jika istrinya ingin pergi merawat diri, karena pak Wahyu sendiri mengerti
istri juga perlu waktu untuk dirinya sendiri setelah mengurus rumah
tangga. Namun bapak Wahyu juga tetap mempunyai aturan dalam
keluarganya yang tentu sudah disepakati bersama, sehingga jarang terlibat
dalam adu argumen apalagi perselisihan. Mengenai aktivitas ibu Nina pun
pak Wahyu secara gamblang menyatakan;
“kegiatannya Mama selama ini ngga pernah mengesampingkan
keluarga, jadi kenapa dilarang. Kalo saya lagi ngga ada kegiatan kadang saya
juga ikut”

8
Keputusan untuk menjadi ibu rumah tangga diakui ibu Nina tidak
membuatnya kehilangan akses untuk tetap mengaktualisasikan diri.
Kesehariannya sebagai ibu rumah tangga memang mengharuskan bu Nina
untuk mengurus semua keperluan baik untuk suami maupun anaknya.
Setiap pagi setelah menyiapkan semua keperluan untuk keempat anaknya
yang masih sekolah dan untuk suaminya, beliau mengantar 4 buah hatinya
bergiliran. Ibu Nina sudah biasa menyetir mobil untuk kesehariannya, hal
ini membuktikan bahwa wanita sudah seharusnya memiliki keahlian-
keahlian yang biasanya menjadi ranah lelaki, bukan untuk menyainginya,
tapi hal ini diperlukan sebagai ibu rumah tangga yang memang harus serba
bisa. Setelah mengantar anak sekolah maka itulah saat ibu Nina
mempunyai waktu untuk dirinya sendiri. Setiap 3 kali seminggu beliau
mempunyai jadwal rutin untuk yoga, hal ini merupakan salah satu aktivitas
bu Nina untuk tetap bisa memanjakan dirinya.

Wanita serba bisa satu ini juga tetap dapat berpartisipasi dalm
kegiatan-kegiatan diluar rumah. Ibu Nina sudah lama bergabung dalam
yayasan anak-anak berkebutuhan khusus dan masih ikut aktif dalam
pengajian ibu-ibu yang diikutinya. Menjadi ibu rumah tangga tidak lantas
menjauhkan ibu Nina dari kehidupan sosialnya. Beliau sangat bersyukutr
mempunyai suami setoleran bapak Wahyu yang tidak mengekang dirinya.
Berbagai kegiatan yang diikuti ibu Nina memberikan banyak pembelajaran
untuk dirinya sendiri, dengan bersosialisasi beliau mendapatkan pelajaran
dari kehidupan orang lain. ibu Nina sendiri mengaku bahwa dirinya adalah
orang yang suka bersosialisasi dan bergabung dalam kelompok-kelompok
yang berbeda. Karena hal itu akan semakin banyak membuat dirinya
paham akan lingkungan sekitar, yang bisa dijadikannya pelajaran untuk
kemudian diterapkan dalam keluarganya.

Kehadiran seorang ibu diantara anak-anaknya tentu akan membuat


hubungan anak dan ibu semakin erat. Hal itu juga lah yang dialami oleh
ibu Nina. Keseharian beliau yang selalu berada dirumah membuat Lintang,
Girindra, Kania, dan Yayik terbiasa dekat dan terbuka kepada ibunya,

9
apapun akan mereka ceritakan kepada sang Ibu. Hal ini tentu membantu
pola asuh dan komunikasi kepada anak-anaknya, yang otomatis
menjauhkan dari sifat tertutup anak yang justru berbahaya. Kedekatan
seorang ibu pada anaknya bisa membentuk sang anak menjadi pribadi
yang lebih percaya diri, tidak heran ketika anak sulung ibu Nina berhasil
menjadi siswa yang terpilih mengikuti pertukaran pelajar ke luar negeri.
“jelas lebih seneng mama dirumahlah... Mama sih jarang marah
meski suka ngomel, tapi itu karna mama khawatir. Lintang pengen jadi kayak
mama, selalu dirumah. Jadi ngga bingung kalo ada apa-apa, soalnya ada
mama”

Tutur Lintang jujur saat ditanya pendapat mengenai sang ibu


sebagai ibu rumah tangga. Keberhasilan seorang ibu dapat diukur dari
kebahagiaan sang anak ketika sang ibu ada disisinya. Bu Nina sendiri
membiasakan anaknya untuk selalu bercerita pada dirinya dan hal itu
terbukti telah berhasil membangun kebiasaan pada putra putrinya untuk
terbuka pada ibu Nina. Hal ini bukan berarti wanita atau ibu yang bekerja
tidak mampu melakukan hal ini, ibu Nina sendiri berpendapat wanita atau
ibu yang bekerja pun akan tetap bisa dekat dengan anaknya asalkan
mampu memperhatiakn sang anak meski tidak berada dekat dengan si
anak.
“sebenarnya mau bekerja atau tidak, untuk dekat dengan anak yaa
pinter-pinter ibunya ngejaga hubungan sama anaknya”.

Perbedaan yang akan muncul antara ibu rumah tangga dan ibu yang
bekerja akan terlihat dalam diri si anak saat besar. Umumnya saat anak-
anak yang saat kecilnya merasakan perhatian sang ibu karena selalu berada
dirumah akan lebih percaya diri dan menjadikan sang ibu (untuk anak
perempuan) sebagai role model bagi dirinya, artinya si anak ingin seperti
sang ibu ketika dewasa nanti. Begitu pula apabila anak lelaki, ia akan
menjadikan ibunya patokan untuk pendampingnya kelak.

Menjadi ibu rumah tangga yang baik adalah apa yang wanita ini
impikan, dan hal itu pun dicontohkan dari orangtuanya, terutama ibu bu

10
Nina. Kesehariannya sebagai ibu rumah tangga kadang kala menimbulkan
kerinduan untuk kembali bekerja. Normalnya sebagai seorang manusia, bu
Nina juga kadang ingin kembali bekerja, namun bersamaan dengan itu
beliau sudah tidak mau jauh dari keluarganya. Inilah pilihan. Bukan
masalah apa yang ingin kita capai, tapi apa yang membuat kita nyaman dan
bahagia.
“saya sudah memilih untuk ada dirumah setiap anak-anak saya
pulang, selalu ada saat mereka butuhkan, dan kebahagiaan itu saya dapatkan
ketika saya menjadi ibu rumah tangga.”

Tidak bisa dipungkiri bahwa tugas seorang ibu rumah tangga tidak
lah mudah, disinilah peran suami sebagai partner hidup istrinya sangat
dibutuhkan. Bapak Wahyu dan Ibu Nina terbiasa mengobrolkan semua
masalah, sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Dalam mengurus rumah
tangga juga tetap ada pembagian kerja antara suami dan istri ini, misalnya
ketika ibu Nina memasak, yang tugas menjaga si bungsu adalah sang ayah.
Bapak Wahyu juga sering mengantarkan atau menjemput keempat
anaknya. Menidurkan anak juga menjadi agenda rutin bapak Wahyu setiap
malam. Karena dirumah sudah ada asisten rumah tangga yang membantu
ibu Nina dalam hal kebersihan rumah maka pembagian tugas dalam
keluarga ini biasanya tentang pengasuhan anak. Figur ayah juga harus
seimbang dengan kehadiran ibu. Kesibukan bapak Wahyu setiap harinya
tetap tidak membuatnya lupa akan tugasnya juga sebagai seorang ayah,
beliau tetap memantau anak-anak lewat istrinya, ketika sedang dirumah
sebisa mungkin beliau menghabiskan waktu dengan keluarga, salah
satunya seperti contoh sebelumnya.

11
C. Penutup
pendidikan yang tinggi walau hanya menjadi seorang ibu rumah
tangga tetap perlu dan penting karena akan mempengaruhi pola pikir dan
pola pengasuhan kepada anak-anak dan keluarganya. Tidak ada istilah
“sayang sekolah tinggi kalo cuma mau jadi ibu rumah tangga”, karena
pada dasarnya menjadi ibu rumah tangga tidak hanya berkutat di dapur dan
dalam hal mengurus anak. Lebih dari itu, menjadi ibu rumah tangga berarti
harus siap untuk mengatur semua hal dikeluarganya dan hal itu tidak dapat
dilakukan jika seorang wanita tidak mempunyai dasar pendidikan yang
baik. Pendidikan juga akan mempengaruhi pola pemikiran dalam
pengasuhan anak, mana yang dapat diajarkan sesuai dengan usianya dan
mana yang tidak, selain itu urusan rumah tangga juga memerlukan
kepandaian dalam pengaturan uang untuk pemenuhan kebutuhan keluarga,
ada skala prioritas yang harus ibu pahami. Pemikiran untuk menyelesaikan
masalah dan pengambilan keputusan dalam setiap problem dalam rumah
tangga pun membutuhkan bekal pendidikan yang baik. Jadi jelas bahwa
menjadi ibu rumah tangga tidak sesederhana yang dipikirkan. Setiap ibu
harus mempunyai bekal pendidikan yang baik karena akan sangat
berpengaruh pada pola pengasuhan dan pengaturan dalam rumah tangga.

Dari paparan diatas terbukti bahwa harapan sosial untuk wanita


memang tidak mudah, namun tidak untuk dihindari. Justru ada sebagian
wanita yang memilih untuk menjalaninya karena tahu hal tersebut
mempunyai manfaat dan nilai yang lebih besar. Nilai kebahagiaan seorang
ibu yang dapat menghantarkan anaknya pada kesuksesan dan mengetahui
bahwa dirinya dijadikan role model untuk anak akan mampu
menggantikan segala peluh dan curahan waktu yang diberikan. Menjadi
ibu rumah tangga juga mempunyai manfaat yang besar karena seorang
wanita justru mempunyai otoritas atas waktu dan pekerjaannya, dia tidak
terikat dengan segala aturan seperti yang dipunyai jika bekerja. Ibu rumah
tangga dapat mengolah apa saja yang akan dikerjakannya, sehingga tetap
bisa mengaktualisasikan dirinya dengan ikut berpartisipasi dan mengakses
apa yang menjadi kebutuhannya diluar mengurus keluarga. Peran sebagai

12
ibu rumah tangga juga tidak lepas dari pendidikan yang harus dirasakan
oleh sang ibu. Bukan berarti menjadi ibu rumah tangga lantas tidak
mengerti apa-apa dan tidak mengikuti perkembangan jaman, justru ketika
menjadi ibu rumah tangga, wanita harus berpendidikan agar anak-anaknya
mendapat pola pengasuhan yang lebih baik dan pengelolaan rumah tangga
juga dapat terurus dengan bekal ilmu yang mumpuni.

13
Daftar Pustaka

Astuti, Asri Wahyu. 2013. Peran Ibu Rumah Tangga dalam Meningkatkan
Kesejahteraan Keluarga. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Fakih, Mansour Dr. 2003. Analisis Gender dan Transformasi Sosial.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar (cetakan ketujuh).

Megawangi, Ratna. 1999. “Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru


tentang Relasi Gender”. Bandung: Mizan.

Puspitawati, Herien. 2013. Fungsi Keluarga, Pembagian Peran dan


Kemitraan Gender dalam Keluarga. Bogor: Institut Pertanian Bandung.

Widaningsih, Lilis. 2010. Relasi Gender dalam Keluarga: Internalisasi


Nilai-Nilai Kesetaraan dalam Memperkuat Fungsi Keluarga. Jawa Barat: Dinas
Pendidikan.

Widyawati, Ken. 2003. Pengaruh Konflik Peran Ganda Sebagai Ibu


Rumah Tanggadan Pekerja Terhadap Tingkat Stress Wanita Karir. Yogyakarta:
Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai