Anda di halaman 1dari 7

BUDIDAYA, PANEN DAN PASCAPANEN

KUNYIT (Curcuma domestica Val. )

A. CARA BUDIDAYA
Penerapan teknologi budidaya yang mengacu kepada SPO yang dimulai dari
pemilihan jenis, varietas unggul/harapan, lingkungan tumbuh, pembenihan,
pengolahan lahan, cara tanam, pemeliharaan, pengendalian hama penyakit, cara
panen dan pengolahan pasca panen akan menghasilkan bahan baku yang bermutu
tinggi dan terstandar (Rahardjo dkk., 2005).
1. Pemilihan Benih
Kriteria benih yang berkualitas antara lain:
- Varietas unggul yang teridentifikasi dengan jelas asal usulnya
- Merupakan spesies/varietas murni yang tidak tercampur
- Bentuk, warna dan ukuran seragam
- Berasal dari tanaman induk yang sehat dan berumur 9-10 bulan
- Tidak ada gejala penyakit layu bakteri, busuk akar rimpang, karat
daun, bercak daun, busuk rimpang, dan nematode akar
- Bila rimpang dipatahkan akan terlihat banyak serat
- Kulit kencang dan tidak mudah terkelupas
- Warna lebih mengkilat dan terlihat bernas
- Jika menggunakan anak rimpang mempunyai bobot antara 15-20 gram
atau jika menggunakan rimpang induk maka dapat dibagi empat
bagian (satu rimpang induk dibelah 4 membujur)
- Rimpang mempunyai 2-3 mata tunas
- Benih tidak cacat fisik (luka, memar)
- Kebutuhan benih 500-700 kg/ha untuk anak rimpang atau 1.000-1.500
kg/ha untuk rimpang induk

2. Persiapan Lahan
a. Lahan untuk penanaman kunyit tanahnya harus diolah dengan baik.
b. Pembukaan lahan dilakukan dengan membersihkan lahan dari
bebatuan, gulma dan sisa-sisa tanaman lain.
c. Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan traktor atau
cangkul dengan kedalaman sekitar 30 cm kemudian tanah diratakan
dan digemburkan.
d. Pada tanah miring, dibuat guludan dan drainase harus sebaik mungkin
dengan jarak tanam sekitar 50 cm x 40 cm, 50 cm x 50 cm, 40 cm x 40
cm, atau 50 cm x 60 cm.
e. Pada tanah datar, dibuat bedengan dengan lebar sekitar 2-6 m, tinggi
bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan (20 cm – 30 cm).
f. Kemudian dibuat lubang tanam sedalam 10 cm dengan jarak tanam
untuk system monokultur bervariasi antara 50 cm x 40 cm, 50 cm x 50
cm, 40 cm x 40 cm, atau 50 cm x 60 cm.
g. Pemberian pupuk organic/pupuk kandang yang matang (minimal 2-3
kg / lubang) ke dalam lubang tanam 1 minggu sebelum penanaman.
3. Penanaman
a. Penanaman kunyit sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan.
b. Penanaman disesuaikan dengan jarak tanam yang sudah ditentukan
dengan kedalaman tanam sekitar 10 cm, kemudian bibit diletakkan
secara hati-hati ke dalam lubang tanam dengan posisi rebah dan tunas
menghadap ke atas.
c. Tahap selanjutnya yaitu dengan menimbun bibit dan memadatkan
tanah di sekitar bibit.
4. Pemeliharaan
a. Pada fase awal pertumbuhan, tanaman kunyit memerlukan banyak air.
Oleh karena itu, pengairan sebaiknya dilakukan setiap seminggu sekali
atau tergantung cuaca dan kelembaban tanah. Setelah tanaman cukup
kuat, pengairan berangsung-angsur dikurangi.
b. Pemupukan areal tanam yang telah diberi pupuk dasar berupa pupuk
organik kompos atau pupuk kandang sebanyak 10-20 ton/ha. Pupuk
kandang yang diberikan bermutu baik dengan ciri tidak berbau
menyengat, tidak membawa gulma dan hama penyakit.
c. Untuk menghindarkan serangan hama penyakit maka sangat
dianjurkan untuk dilakukan pengamatan secara intensif, dan untuk
mencegahnya maka dilakukan dengan menanam bibit sehat,
menghindari pelukaan (rimpang diberi abu sekam), pembersihan sisa
tanaman dan gulma, penggiliran tanaman, perbaikan drainase, dan
inspeksi kebun secara rutin.
d. Penyemprotan pestisida sangat tidak dianjurkan karena tanaman bisa
tercemar. Jika intensitas serangga hama cukup tinggi maka sebaiknya
disemprot dengan menggunakan pestisida nabati berupa ekstrak
tembakau atau ekstrak mimba.
e. Pengendalian gulma dilakukan secara mekanis sekaligus untuk upaya
penggemburan tanah. Penyulaman dilakukan pada umur satu bulan
setelah tanam dengan menggunakan benih/bibit dengn umur yang
sama. Penyiangan dilakukan 2-3 minggu setelah tanam (sesuai kondisi
gulma), lalu dilanjutkan sekitar 3-6 minggu sekali. Penyiangan
dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak akar tanaman dan
mencegah masuknya penyakit. Pembubunan dilakukan setiap bulan,
mulai umur 2 bulan dan bisa dilakukan bersamaan dengan penyiangan.

B. PANEN
Panen adalah rangkaian kegiatan pengambilan hasil budidaya berdasarkan
umur, waktu, dan cara sesuai dengan sifat dan/atau karakter produk
(PERMENKES NOMOR 73/Permentan/OT.140/7/2013).
a. Umur panen
Panen yang tepat berdasarkan umur tanaman perlu dilakukan untuk
mendapatkan produktivitas yang tinggi, yaitu pada tanaman umur 10 – 12 bulan
setelah tanam, biasanya daun mulai luruh atau mengering. Dapat pula dipanen
pada umur 20 – 24 bulan setelah tanam.
b. Cara panen
Panen dilakukan dengan cara menggali dan mengangkat rimpang secara
seluruhan. Selanjutnya rimpang dipukul secara hati-hati untuk menghilangkan
tanah yang menempel, kemudian akar-akar yang menutupi rimpang dipotong
menggunakan pisau.
c. Periode Panen
Panen kunyit dilakukan dimusim kemarau karena pada saat itu sari/zat yang
terkandung didalamnya mengumpul. Selain itu kandungan air dalam rimpang
sudah sedikit sehingga memudahkan proses pengeringannya.
d. Perkiraan Hasil Panen
Berat basah rimpang bersih/rumpun yang diperoleh dari hasil panen mencapai
0,71 kg. Produksi rimpang segar/ha biasanya antara 20-30 ton.

C. PASCAPANEN
Pascapanen adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dari pengumpulan hasil
panen, proses penanganan pascapanen hingga produk siap dihantarkan ke
konsumen (PERMENKES NOMOR 73/Permentan/OT.140/7/2013).
a. Sortasi basah
Sebelum pencucian harus dilakukan sortasi terlebih dahulu untuk
memisahkan rimpang yang sehat dan rimpang yang busuk atau juga bahan
organik lain yang terikut selama proses panen.
b. Pencucian
Pembersihan rimpang dilakukan dengan membasuh rimpang dengan air
bersih secara bertahap. Paling tidak ada 3 tahap pencucian rimpang,
pertama adalah perendaman untuk membuat tanah yang melekat menjadi
lunak, tahap kedua adalah pencucian awal untuk membersihkan tanah, dan
terakhir adalah pencucian akhir untuk menjamin rimpang bersih dari
kotoran pencemar. Setelah pencucian maka dilakukan penirisan di rak
peniris untuk mengeringkan air sisa pencucian. Hindari pencucian yang
terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam
tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena
dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung
bakteri/penyakit.
c. Pengubahan bentuk atau perajangan
Setelah rimpang dicuci dan ditiriskan, maka sebelum diubah bentuknya
atau dirajang/diiris, maka rimpang dibersihkan dari akar yang masih
melekat. Perajangan dilakukan secara melintang dengan tebal tiap irisan 3-
4 mm pada waktu segar. Pengirisan rimpang kunyit sebaiknya dengan
menggunakan pisau yang bukan terbuat dari besi atau baja (bersifat inert)
atau dapat menggunakan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan
dirajang dengan talenan. Pemotongan bisa dilakukan secara manual atau
menggunakan mesin perajang/pemotong.
d. Pengeringan
1. Setelah rimpang diiris atau dipotong, maka dapat langsung
dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan
sinar matahari atau alat pemanas/oven.
2. Pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau rak
pengering, dan pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama
pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar
pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang
lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa
mengkontaminasi.
3. Pengeringan dengan alat pengering dilakukan dengan suhu awal 40⁰C
agar diperoleh warna yang baik dan bertahap dinaikkan sampai suhu
mencapai 50⁰C. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray
oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk.
4. Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air lebih kurang
10%, secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan dengan tahan dan
berbunyi nyaring.
5. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan

e. Sortasi kering
Sortasi kering dilakukan dengan memisahkan kotoran dari simplisia
kering yang masih terlewat dari sortasi basah. Timbang jumlah rimpang
hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).

f. Pengemasan dan penyimpanan


1. Untuk pemilihan bahan pengemas, karena bahan bertekstur keras maka
harus dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak, misalnya
kantong kertas tebal (kantong semen), atau kresek plastik.
2. Selanjutnya tiap wadah diberi label yang berisi identitas simplisia
meliputi nama simplisia, tanggal penyimpanan, kadar air, bagian dari
tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil,
berat bersih dan metode penyimpanannya.
3. Penyimpanan simplisia harus di tempat yang bersih, kering
(kelembaban rendah) dan suhu tidak melebihi 30C, beraerasi baik,
terhindar dari sinar matahari langsung, terhindar dari kontaminasi
bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, serta
bersih dan terbebas dari hama gudang.
4. Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung menyentuh
lantai.
5. Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya
bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali
juga.

DAFTAR PUSTAKA

B2P2TOOT, 2015. Pedoman Budidaya, Panen dan Pascapanen Tanaman Obat.


Karanganyar : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional Balitbangkes Kemenkes RI.
PERMENKES NOMOR 73/Permentan/OT.140/7/2013 tentang Pedoman Panen,
Pascapanen, dan Pengelolaan Bangsal Pascapanen Hortikultura yang baik.
Rahardjo, M., O. Rostiana, B. Penelitian, dan T. Obat. 2005. Budidaya tanaman
kunyit. (11)

Anda mungkin juga menyukai