D
I
S
U
S
U
N
OLEH
Kelompok 7 :
1. Aan sanita sinaga
2. Borisman
3. Farlan
4. Riska malau
5. Surya tambunan
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan rahmat, serta peyertaan-Nya sehingga makalah faktor-faktor yang
mempengaruhi komunikasi ini dapat terselesaikan.
Kami juga mengucapkan terimakasih dan menyampaikan hormat kami kepada
1. Ketua Yayasan, Pak Perlindungan Purba, SH,MN
2. Rektor USMI, Dr. Ivan Elisabet Purba, M.kes
3. Dekan Ffikes, Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB
4. Ketua Prodi S1 keperawatan, Ns.Rinco Siregar, S.Kep, MNS
5. Tim Pengajar Penkes kami
Yang telah menjadi inpirasi dan pedoman kami dalam menjalani studi kami ini.
Dalam penulisan makalah kami ini kami berusaha menyajikan bahan dan
bahasa yang sederhana, singkat dan mudah dipahami.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini jauh dari kesempurnaan serta masih
terdapat banyak kekurangan dalam penulisan. Maka kami harap kerjasamanya,
supaya segala sesuatu bentuk kesalahannya mohon dimaklumi dan kami berharap
adanya masukan untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhir kata, Semoga makalah kami ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Tim penyusun
Daftar isi
KATA PENGANTAR.........................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................
BAB 1 Pendahuluan.............................................................................................
Latar Belakang.....................................................................................................
Tujuan..................................................................................................................
Kesimpulan..........................................................................................................
Saran....................................................................................................................
Daftar Pustaka.....................................................................................................
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Setiap individu membutuhkan rasa aman dan nyaman. Dalam konteks
keperawatan,perawat harus memperhatikan dan memenuhi rasa nyaman.
Ganguan rasa nyaman yang dialami klien diatasi oleh perawat melalui intervensi
keperawatan. Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah
memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan.
Kondisi ketidak nyamanan yang paling sering dihadapi oleh klien adalah nyeri.
Menurut kozier (2010) mengatakan bahwa keamanan adalah keadaan bebas
dari segala fisik psikologis yang merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus
dipenuhi. Sedangkan kenyamanan sebagai suatu keadaan terpenuhi, serta
dipengaruhi oleh factor lingkungan. Sedankan kenyamanan sebagai suatu
keadaan terpenuhi kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan akan
ketentraman, kepuasan, kelegaan dan tersedia.
1.2 Tujuan penulisan
Mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan konsep rasa aman dan nyaman
2. Menyusun pengkajian keperawatan
3. Merumuskan diagnose keperawatan
4. Menyusun rencana keperawatan
Bab II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 konsep rasa aman dan nyaman
Kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari nyeri dan
hipo/hipertermia mengingat nyeri dan hipo/ hipertermia merupakan keadaan
yang dapat memengaruhi perasaan tidak nyaman bagi tubuh.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subjektif karena perasaan nyeri berada pada setiap orang dalam hal
skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Berikut beberapa pendapat
mengenai pengertian nyeri:
1. Muenurut LONG,1996 ,Nyeri adalah perasaan yang tidk nyaman,sngt
subjektif ,dan hanya orang yang mengalami yang dapt mengungkapkan dan
menjelaskanya perasaan tersebut.
2. Menurut PRIHARJO,1992, perasaan tidak nyaman baik ringan maupun
berat.
3. Menurut koziar (2010), mengatakan bahwa keamanan adalah keadaan bebas
dari segalah fisik fisiologis yang merupakan kebutuhan dasar manusia yang
harus dipenuhi, serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sedangkan
kenyamanan sebagai suatu keadaan terpenuhi kebutuhan dasar manusia
meliputi kebutuhan akan ketentraman, kepuasan, kelegaan dan tersedia.
4. Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) mengungkapkan
kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan
yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah
terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah
dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup
empat aspek yaitu:
1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh,
1. Sifat Nyeri
1. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
2. Nyeri bersifat subyektif dan individual
3. Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
4. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan
fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien
5. Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
6. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
7. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
8. Nyeri mengawali ketidakmampuan
9. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi
tidak optimal
Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:
1. Nyeri bersifat individu
2. Nyeri tidak menyenangkan
3. Merupakan suatu kekuatan yang mendominasi
4. Bersifat tidak berkesudahan
Karakteristik Nyeri (PQRST)
2. Fisiologi Nyeri
Fisiologi nyeri merupakan alur terjadinya nyeri dalam tubuh. Rasa nyeri
merupakan sebuah mekanisme yang terjadi dalam tubuh, yang melibatkan
fungsi organ tubuh, terutama sistem saraf sebagai reseptor rasa nyeri.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung
syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang
secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara
anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang
tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa
bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan
pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang
timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal
dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.
Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu:
Reseptor A delta : merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi
6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat
hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.
Serabut C : merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5
m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat
tumpul dan sulit dilokalisasi.
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat
pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya.
Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang
tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi
organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri
yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan
organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
Proses Terjadinya Nyeri
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli
akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik
kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf
tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks
serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai
kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf
perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan
nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen
kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamasi.
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk
mengubah berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi
potensial aksi yang dijalarkan ke sistem saraf pusat.
Tahapan Fisiologi Nyeri
1. Tahap Trasduksi
Stimulus akan memicu sel yang terkena nyeri utk melepaskan
mediator kimia (prostaglandin, bradikinin, histamin, dan substansi P)
yg mensensitisasi nosiseptor
Mediator kimia akan berkonversi mjd impuls2 nyeri elektrik
2. Tahap Transmisi
Terdiri atas 3 bagian :
Nyeri merambat dari serabut saraf perifer (serabut A-delta dan
serabut C) ke medula spinalis
Transmisi nyeri dari medula spinalis ke batang otak dan thalamus
melalui jaras spinotalamikus (STT) -> mengenal sifat dan lokasi
nyeri
Impuls nyeri diteruskan ke korteks sensorik motorik, tempat nyeri
di persepsikan
3. Tahap Persepsi
Tahap kesadaran individu akan adanya nyeri
Memunculkan berbagai strategi perilaku kognitif utk mengurangi
kompenen sensorik dan afektif nyeri
4. Tahap Modulasi
Disebut juga tahap desenden
Fase ini neuron di batang otak mengirim sinyal-sinyal kembali ke
medula spinalis
Serabut desenden itu melepaskan substansi (opioid, serotonin, dan
norepinefrin) yg akan menghambat impuls asenden yg membahayakan
di bag dorsal medula spinalis
3. Klasifikasi Nyeri
a. Berdasarkan sumbernya
1) Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan.
Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). (contoh: terkena ujung pisau
atau gunting)
2) Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament,
pembuluh Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lebih lama
daripada cutaneous. (contoh: sprain sendi)
3) Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga
abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,
iskemia, regangan jaringan
b. Berdasarkan penyebab:
1) Fisik. Bisa terjadi karena stimulus fisik (contoh: fraktur femur)
2) Psycogenic. Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi,
bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (contoh: orang
yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya)
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
c. Berdasarkan lama/durasinya
1) Nyeri akut.
Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan
cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera
telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini
benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi
serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak
lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya
menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi
kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan
definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari
beberapa detik hingga enam bulan.
2) Nyeri kronik.
3) Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan
penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan
yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit untuk diobati karena
biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang
diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yang
sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri
kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.
d. Berdasarkan lokasi/letak
1) Radiating pain. Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya
(contoh: cardiac pain)
2) Referred pain. Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg diperkirakan
berasal dari jaringan penyebab
3) Intractable pain. Nyeri yg sangat susah dihilangkan (contoh: nyeri kanker
maligna)
4) Phantom pain. Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang
(contoh: bagian tubuh yang diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh
karena injuri medulla spinalis
Nyeri secara esensial dapat dibagi atas dua tipe yaitu nyeri adaptif dan
nyeri maladaptif. Nyeri adaptif berperan dalam proses survival dengan
melindungi organisme dari cedera atau sebagai petanda adanya proses
penyembuhan dari cedera. Nyeri maladaptif terjadi jika ada proses patologis
pada sistem saraf atau akibat dari abnormalitas respon sistem saraf. Kondisi
ini merupakan suatu penyakit (pain as a disease).
a) Nyeri Nosiseptif
Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak menimbulkan kerusakan jaringan.
Pada umumnya, tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi khusus karena
perlangsungannya yang singkat. Nyeri ini dapat timbul jika ada stimulus yang
cukup kuat sehingga akan menimbulkan kesadaran akan adanya stimulus
berbahaya, dan merupakan sensasi fisiologis vital. Intensitas stimulus
sebanding dengan intensitas nyeri. Contoh: nyeri pada operasi, nyeri akibat
tusukan jarum, dll.
b) Nyeri Inflamatorik
Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan atau lesi jaringan. Nyeri tipe II ini dapat terjadi akut dan kronik dan
pasien dengan tipe nyeri ini, paling banyak datang ke fasilitas kesehatan.
Contoh: nyeri pada rheumatoid artritis.
c) Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem saraf perifer (seperti
pada neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia, radikulopati lumbal, dll)
atau sentral (seperti pada nyeri pasca cedera medula spinalis, nyeri pasca
stroke, dan nyeri pada sklerosis multipel).
d) Nyeri Fungsional
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak ditemukannya abnomalitas
perifer dan defisit neurologis. Nyeri disebabkan oleh respon abnormal sistem
saraf terutama hipersensitifitas aparatus sensorik. Beberapa kondisi umum
memiliki gambaran nyeri tipe ini yaitu fibromialgia, iritable bowel syndrome,
beberapa bentuk nyeri dada non-kardiak, dan nyeri kepala tipe tegang. Tidak
diketahui mengapa pada nyeri fungsional susunan saraf menunjukkan
sensitivitas abnormal atau hiper-responsifitas (Woolf, 2004).
4. Stimulus Nyeri
Seseorang dapat Menoleransi menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat
mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold).
Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, di antaranya:
a. Motorik disebabkan karena
Gangguan dalam jaringan tubuh
Tumor, spasme otot
Sumbatan dalam saluran tubuh
Trauma dalam jaringan tubuh
b. Thermal (suhu)
Panas dingin yang ekstrim
c. Kimia
Spasme otot dan iskemia jaringan
5. Teori Nyeri
Ada 4 teori yang berusaha menjelaskan bagaiman nyeri itu timbul dan terasa,
yaitu :
a. Teori spesifik ( Teori Pemisahan)
Teori yang mengemukakan bahwa reseptor dikhususkan untuk menerima
suatu stimulus yang spesifik, yang selanjutnya dihantarkan melalui serabut A
delta dan serabut C di perifer dan traktus spinothalamikus di medulla spinalis
menuju ke pusat nyeri di thalamus. Teori ini tidak mengemukakan komponen
psikologis.
Menurut teori ini rangsangan sakit masuk ke medula spinalis (spinal cord)
melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior. Kemudian naik ke
tractus lissur dan menyilang di garis median ke sisi lainnya dan berakhir di
korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
b. Teori pola (pattern)
Teori ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola
informasi sensoris. Pola aksi potensial yang timbul oleh adanya suatu
stimulus timbul pada tingkat saraf perifer dan stimulus tertentu menimbulkan
pola aksi potensial tertentu. Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion
dorsal ke medulla spinalis dan merangsang aktivitas sel. Hal ini
mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi,
yaitu korteks serebri serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot
berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi olch
modalitas respons dari reaksi sel.tu. Pola aksi potensial untuk nyeri berbeda
dengan pola untuk rasa sentuhan.
c. Teori kontrol gerbang (gate control)
Pada teori ini bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh
mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan
bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls
dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan
tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan
aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur
proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C
melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme
pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih
tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat.
Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan
menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat
terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut.
Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan
yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan
membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri.
Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang
lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden
melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh
nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme
pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi,
konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan
endorphin.
Dikemukanan oleh Melzack dan wall pada tahun 1965
Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan
dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
Dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada pada
bagian ujung dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai
pintu gerbang (gating Mechanism), mekanisme gate control ini dapat
memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum mereka
sampai di korteks serebri dan menimbulkan nyeri.
Impuls nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan di blok
ketika pintu gerbang tertutup
Menutupnya pintu gerbang merupakan dasar terapi mengatasi nyeri
Berdasarkan teori ini perawat bisa menggunakannya untuk memanage
nyeri pasien
Neuromodulator bisa menutup pintu gerbang dengan cara menghambat
pembentukan substansi P.
Menurut teori ini, tindakan massase diyakini bisa menutup gerbang nyeri
d. Teori Transmisi dan Inhibisi.
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls
saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmiter
yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-
impuls pada scrabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls pada serabut
lamban dan endogcn opiate sistem supresif.
1) Usia
2) Lingkungan
3) Keadaan fisik
4) Pengalaman masa lalu
5) Mekanisme penysuaian diri
6) Nilai-nilai budaya
7) Penilaian tingkat nyeri
8) Skala nilai menurut Mc. Gill
0 = tidak Nyeri
1 = Nyeri ringan
2 = Tidak menyenangkan
3 = Nyeri menekan
4 = Sangat Nyeri
5 = Nyeri yang menyiksa
9) Skala penilaian expresi wajah nyeri (whole dan Wrong)
o Skema tubuh (body outline)
o Skala numeric ( 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 )
Penyebab Rasa Nyeri :
1. Trauma
Trauma mekanik : benturan, gesekan, dll
Trauma thermis : panas dan dingin
Trauma Chermis :tersentuh asam/basa kuat
2. Neoplasama
Neoplasama jinak
Neoplasma ganas
3. Peradangan : Abses ,pleuritis,dll
4. Gangguan pembuluh darah
5. Trauma psikologis
7. Etiologi (patofisiologi)
Penggolongan nyeri yang sering digunakan adalah klasifikasi berdasarkan
satu dimensi yaitu berdasarkan patofisiologi (nosiseptif vs neuropatik) ataupun
berdasarkan durasinya (nyeri akut vs kronik).
1) Nosiseptik vs Neuropatik
Berdasarkan patofisiologinya nyeri dibagi menjadi nyeri nosiseptik dan
nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya
stimuli noksius (trauma, penyakit atau proses radang). Dapat diklasifikasikan
menjadi nyeri viseral, bila berasal dari rangsangan pada organ viseral, atau
nyeri somatik, bila berasal dari jaringan seperti kulit, otot, tulang atau sendi.
Nyeri somatik sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu superfisial
(dari kulit) dan dalam (dari yang lain).
Pada nyeri nosiseptik system saraf nyeri berfungsi secara normal,
secara umum ada hubungan yang jelas antara persepsi dan intensitas stimuli
dan nyerinya mengindikasikan kerusakan jaringan. Perbedaan yang terjadi
dari bagaimana stimuli diproses melalui tipe jaringan menyebabkan timbulnya
perbedaan karakteristik. Sebagai contoh nyeri somatik superfisial
digambarkan sebagai sensasi tajam dengan lokasi yang jelas, atau rasa
terbakar. Nyeri somatik dalam digambarkan sebagai sensasi tumpul yang
difus. Sedang nyeri viseral digambarkan sebagai sensasi cramping dalam yang
sering disertai nyeri alih (nyerinya pada daerah lain).
8. Nyeri neuropatik adalah nyeri dengan impuls yang berasal dari adanya
kerusakan atau disfungsi dari sistim saraf baik perifer atau pusat. Penyebabnya
adalah trauma, Etiologi (patofisiologi)
Penggolongan nyeri yang sering digunakan adalah klasifikasi berdasarkan
satu dimensi yaitu berdasarkan patofisiologi (nosiseptif vs neuropatik) ataupun
berdasarkan durasinya (nyeri akut vs kronik).
radang, penyakit metabolik (diabetes mellitus, DM), infeksi (herpes zooster),
tumor, toksin, dan penyakit neurologis primer. Dapat dikategorikan
berdasarkan sumber atau letak terjadinya gangguan utama yaitu sentral dan
perifer. Dapat juga dibagi menjadi peripheral mononeuropathy dan
polyneuropathy, deafferentation pain, sympathetically maintained pain, dan
central pain.
Nyeri neuropatik sering dikatakan nyeri yang patologis karena tidak
bertujuan atau tidak jelas kerusakan organnya. Kondisi kronik dapat terjadi
bila terjadi perubahan patofisiologis yang menetap setelah penyebab utama
nyeri hilang. Sensitisasi berperan dalam proses ini. Walaupun proses
sensitisasi sentral akan berhenti bila tidak ada sinyal stimuli noksius, namun
cedera saraf dapat membuat perubahan di SSP yang menetap. Sensitisasi
menjelaskan mengapa pada nyeri neuropatik memberikan gejala hiperalgesia,
alodinia ataupun nyeri yang persisten.
Nyeri neuropatik dapat bersifat terus menerus atau episodik dan
digambarkan dalam banyak gambaran seperti rasa terbakar, tertusuk,
shooting, seperti kejutan listrik, pukulan, remasan, spasme atau dingin.
Beberapa hal yang mungkin berpengaruh pada terjadinya nyeri neuropatik
yaitu sensitisasi perifer, timbulnya aktifitas listrik ektopik secara spontan,
sensitisasi sentral, reorganisasi struktur, adanya proses disinhibisi sentral,
dimana mekanisme inhibisi dari sentral yang normal menghilang, serta
terjadinya gangguan pada koneksi neural, dimana serabut saraf membuat
koneksi yang lebih luas dari yang normal.
2) Akut vs Kronik
Nyeri akut diartikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang kompleks
berkaitan dengan sensorik, kognitif dan emosional yang berkaitan dengan
trauma jaringan, proses penyakit, atau fungsi abnormal dari otot atau organ
visera. Nyeri akut berperan sebagai alarm protektif terhadap cedera jaringan.
Reflek protektif (reflek menjauhi sumber stimuli, spasme otot, dan respon
autonom) sering mengikuti nyeri akut. Secara patofisiologi yang mendasari
dapat berupa nyeri nosiseptif ataupun nyeri neuropatik.
Nyeri kronik diartikan sebagai nyeri yang menetap melebihi proses yang
terjadi akibat penyakitnya atau melebihi waktu yang dibutuhkan untuk
penyembuhan, biasanya 1 atau 6 bulan setelah onset, dengan kesulitan
ditemukannya patologi yang dapat menjelaskan tentang adanya nyeri atau
tentang mengapa nyeri tersebut masih dirasakan setelah proses penyembuhan
selesai. Nyeri kronik juga diartikan sebagai nyeri yang menetap yang
mengganggu tidur dan kehidupan sehari-hari, tidak memiliki fungsi protektif,
serta menurunkan kesehatan dan fungsional seseorang. Penyebabnya
bermacam-macam dan dipengaruhi oleh factor multidimensi, bahkan pada
beberapa kasus dapat timbul secara de novo tanpa penyebab yang jelas. Nyeri
kronik dapat berupa nyeri nosiseptif atau nyeri neuropatik ataupun keduanya.
Nyeri kronik sering di bagi menjadi nyeri kanker (pain associated with
cancer) dan nyeri bukan kanker (chronic non-cancer pain, CNCP). Banyak
ahli yang berpendapat bahwa nyeri kanker diklasifikasi terpisah karena
komponen akut dan kronik yang dimilikinya, etiologinya yang sangat
beragam, dan berbeda dalam secara signifikan dari CNCP baik dari segi
waktu, patologi dan strategi penatalaksanaannya. Nyeri kanker ini disebabkan
oleh banyak faktor yaitu karena penyakitnya sendiri (invasi tumor ke jaringan
lain, efek kompresi atau invasi ke saraf atau pembuluh darah, obstruksi organ,
infeksi ataupun radang yang ditimbulkan), atau karena prosedur diagnostik
atau terapi (biopsy, post operasi, efek toksik dari kemoterapi atau radioterapi).
(Sudoyo WA, Setyo Hadi B, Alwi I, dkk,2010)
4. Rencana tindakan
Diagnose 1 : ganguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
kerusakan jaringan
Defenisi : suatu perasaan yang tidak menyenangkan atau disebabkan
oleh stimulus spesifik seperti mekanik atau elektrik pada ujung syaraf
Tujuan : penurunan tingkat nyeri
Perubahan dalam rasa nyaman
Intervensi :
1. Lakukan pendekatan dengan pasien dan keluarga
Rasionalnya : agar pasien dan keluarganya lebih kooperatif dalam tindakan
keperawatan.
2. Kaji tingkatan nyeri
Rasionalnya : untuk mengetahui tingkatan nyeri
3. Menciptakan lingkungan yang nyaman
Rasionalnya : untuk memberikan ketenangan kepada pasien
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
Rasionalnya : untuk mengurangi rasa nyeri
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan analgesic
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri
5. Implementasi
Merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah
ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan
aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien.
Agar impelemntasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya.
Pertama – tama harus mengiidentifikasi prioritas perawat klien, kemudian bila
perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respon pasien
terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada
penyedia perawatan lainnya. Kemudian dengan menggunakan data dapat
mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses
keperawatannya.
6. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakuakan dengan menilai kemampuan
dalam merespon rangsangan nyeri diantaranya :
1. Hilangnya perasaan nyeri
2. Menurunya intensitas nyeri
3. Adanya respon fisiologis yang baik
4. Pasien mampu melakukan aktifitas sehari hari tanpa keluhan nyeri.
Bab III
KESIMPULAN
3.1 kesimpulan
Nyeri adalah sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan
meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial,
digambarkan dalam istilah seperti kerusakan. (Wilkinson, Judith. M,
2007). Nyeri merupakan sumber penyebab frustasi, baik bagi klien
maupun bagi tenaga kesehatan. Nyeri dapat merupakan faktor utama
yang menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih dari
suatu penyakit. (Potter dan Perry, 2009).
Karya Tulis Ilmiah ini membahas kasus pada seorang klien yaitu
An. M berusia 13 tahun, laki-laki, dengan diagnosa medis Hernia
Inguinalis, masuk ke RS dr. Pirngadi pada tanggal 16 Juni 2013 dan
dilakukan operasi Herniotomi, lalu dirawat inap di Ruang IX Bedah
Anak. Pada klien dilakukan pengkajian, ditemukan data subjektif klien
mengeluhkan nyeri pada lokasi pembedahan dan data objektif antara
lain skala nyeri 6, klien tampak meringis, klien takut bergerak merubah
posisi, gelisah, dan banyak berkeringat.
Dengan data-data diatas maka penulis menegakkan diagnosa
keperawatan Gangguan rasa nyaman : nyeri sebagai masalah prioritas.
Untuk menangani masalah nyeri tersebut maka dilakukan tindakan
keperawatan antara lain : mengkaji nyeri, lokasi, skala nyeri, dan tanda-
tanda vital, mengajarkan teknik relaksasi napas dalam, memberi posisi
nyaman saat tidur atau duduk, mengajarkan teknik distraksi,
mendengarkan keluhan klien, dan melakukan tindakan kolaborasi
dalam pemberian analgetik. Pasien mengalami penurunan skala nyeri
setiap hari, lalu pada hari keempat klien sudah dapat beradaptasi
sepenuhnya terhadap nyeri dengan skala 3, masalah nyeri teratasi.
3.2 Saran
Diharapkan kepada perawat untuk lebih memperhatikan gangguan rasa
nyaman yang dialami oleh klien dengan skala kecil sekalipun dalam
memberikan asuhan keperawatan. Dimulai dari pengkajian yang tepat
untuk mendapatkan data yang akurat sehingga kriteria hasil tercapai
dan kebutuhan dasar klien terpenuhi. Dengan asuhan keperawatan yang
tepat penatalaksanaan nyeri dapat berlangsung maksimal demi
terpenuhinya kebutuhan dasar klien akan kenyamanan.
DAFTAR PUSTAKA
H. Alinul, A. Aziz 2011. Pengantar konsep dasar manusia 1. Jakarta : salemba
medika
Setia budi. 2012. Konsep dan penulisan dokumentasi asuhan keperawatan teori dan
praktik. Graha ilmu,ruko jambawasri no. 7A, Yogyakarta.
Ns. Eni kusyati, S.Kep, DKK. 2006. Keterampilan dan prosedur laboratorium
keperawatan dasar. Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.