Anda di halaman 1dari 9

KASUS POSISI

Dalam kasus posisi ini penulis akan menjelaskan komparasi para pihak serta duduk

perkara dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2691 PK/Pdt/1996 tanggal 18 September

1998, adalah sebagai berikut:

ARIFIN bertempat tinggal di Komplex Carina Sayang II Rt. 023/08 Penjaringan

Jakarta Utara, dalam hal ini diwakili oleh kuasanya Suwardi, SH. dan

Alifuddin Nur; Pengacara berkantor di Jl. Nibung Raya No. 164 Medan,

berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 24 Februari 1994, sebagai

Penggugat dalam Konpensi/Tergugat dalam Rekonpensi

Melawan

KESUMA bertempat tinggal di Jalan Bandung No. 90-C Medan, dalam hal ini diwakili

WIJAYA oleh kuasanya : Zakaria Bangun, SH. Pengacara berkantor di Jl. Pemuda No.

alias ACI 17 Medan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 26 Maret 1994, sebagai

TERGUGAT I dalam KONPENSI/ PENGGUGAT dalam REKONPENSI I

WENTY bertempat tinggal di Jalan Bandung No. 90 C Medan, dalam hal ini diwakili

PUSPA oleh kuasanya Ramli Barus, SH. Pengacara berkantor di Jl. Jenderal Ahmad

KWANNI Yani II No. 12 Medan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 26 Maret

1994, selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT II dalam KONPENSI /

PENGGUGAT dalam REKONPENSI II ;

1. Bahwa antara Penggugat dengan Tergugat telah diikat satu persetujuan lisan untuk

melakukan jual beli sebidang tanah seluas ± 3,9 Ha terletak di Jl. Brigjen Katamso

Gang Kenanga Desa Kampung Baru, Kecamatan Medan Maimun No. 56 Medan ;

 Bahwa Penggugat adalah pihak Pembeli dan Tergugat I adalah pihak Penjual ;
 Bahwa dalam persetujuan lisan itu telah disepakati harga seluruh tanah sebesar

Rp. 2.680.000.000,- (dua milyar enam ratus delapan puluh juta rupiah) dan

Penggugat diwajibkan membayar panjar harga tanah sebesar Rp. 80.000.000,-

(delapan puluh juta rupiah) kepada Tergugat, dan Tergugat diwajibkan

menyiapkan surat-surat dan penyerahan tanah dalam keadaan kosong kepada

Penggugat ;

2. Bahwa juga telah disepakati termijn-termijn pembayaran sebagai berikut :

 40% dari harga tanah harus diserahkan Penggugat kepada Tergugat I untuk

pembebasan tanah yang belum bebas diperhitungkan selama 6 (enam) bulan

sejak panjar diterima, tanah seluruhnya telah dibebaskan secara total ;

 40% lagi dari nilai harga tanah harus dibayar Penggugat kepada Tergugat I 6

(enam) bulan setelah tanah dibebaskan seluruhnya ;

 sisa harga yang 20% lagi harus dibayar Penggugat kepada Tergugat I setelah

terbit Sertifikat Hak Tanah tersebut dari pihak yang berwenang ;

3. Bahwa pada tanggal 16 Februari 1994 Penggugat telah menyerahkan uang panjar

sebesar Rp. 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah) berupa Bilyet Giro Bank Bali

No. 308266, dan Tergugat telah menerima uang panjar tersebut dari Penggugat

dengan menerima Bilyet giro Bank Bali tersebut pada tanggal 16 Februari 1994 (foto

copy kwitansi terlampir) ;

4. Bahwa Tergugat II isteri dari Tergugat I turut hadir dan mendengar semua yang

diperjanjikan antara Penggugat dengan Tergugat I, karena Penggugat dan Tergugat I

dalam melangsungkan perjanjian lisan tersebut duduk di hadapan Tergugat II dan

berada dalam satu ruangan di kediaman Tergugat I ;

5. Bahwa staf ahli Penggugat telah menyusun dan memperhitungkan kalkulasi biaya

dengan alternatif keutungan dari proyek pembangunan real estate sesuai dengan
proyek proposal Perumahan Jl. Brigjen Katamso Medan, dimana jika siap semua 175

(seratus tujuh puluh lima) buah bangunan rumah dengan rata-rata Rp. 85.000.000,-

(delapan puluh lima juta rupiah) per unit, maka seluruhnya akan berharga akan

berharga Rp. 14.875.000.000,- (empat belas milyar delapan ratus tujuh puluh lima

juta rupiah). dan karena itu jika 4 (empat) tahun terjual habis, maka Penggugat :

 akan mendapat keuntungan sebesar Rp. 3.221.750.000,- (tiga milyar dua ratus

dua puluh satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) (proyek Proposal

terlampir) ;

6. Bahwa tanpa alasan yang sah Tergugat pada tanggal 18 Februari 1994 telah

mengirim surat kepada Penggugat yang isi surat tersebut secara sepihak mau

membatalkan jual beli tersebut, dengan minta maaf serta akan mengembalikan uang

panjar yang telah diterimanya dari Penggugat ;

7. Bahwa Penggugat merasa keberatan atas maksud surat Tergugat tersebut dan menilai

tindakan Tergugat tersebut adalah perbuatan cidera janji sekaligus perbuatan

melawan hukum yang merugikan Penggugat ;

8. Bahwa kerugian Penggugat dapat dirinci sebagai berikut :

a. Kerugian yang telah tetap :

 Uang panjar Rp. 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah) ;

a. Kerugian yang belum tetap :

 Bunga uang panjar karena berawal dari kredit Bank 2% per bulan, 2% x

Rp. 80.000.000,- sejak tanggal 16 Februari 1994 sampai dengan dibayar

lunas kepada Penggugat ;

 Keuntungan yang diharapkan Penggugat dengan terjadinya jual beli

tersebut kira-kira Rp. 3.221.750.000,- (tiga milyar dua ratus dua puluh

satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) ;


7. Bahwa tindakan Tergugat tersebut selain merupakan tindakan cidera janji

(wanprestasi) karena jelas-jelas telah tidak melaksanakan sebagaimana mestinya janji

lisan antara Penggugat dan Tergugat yang telah menjadi hukum yang mengikat

kedua belah pihak;

ANALISA FAKTA

1. bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Termohon kasasi sebagai

Penggugat asli telah menggugat sekarang para Termohon kasasi sebagai para

Tergugat asli di muka persidangan Pengadilan Negeri Medan pada pokoknya atas

dalil-dalil;

2. bahwa telah terikat persetujuan jual beli sebidang tanah seluas ± 3,9 Ha yang

letaknya sesuai gugatan, secara lisan antara Penggugat asli sebagai pembeli dengan

Tergugat asli I sebagai penjual;

3. bahwa dalam kesepakatan tersebut disepakati harga seluruhnya sebesar Rp.

2.680.000.000,- (dua milyar enam ratus delapan puluh juta rupiah) dengan kewajiban

Penggugat asli membayar panjar sebesar Rp. 80.000.000,- (delapan puluh juta

rupiah) dan Tergugat asli I me-nyiapkan surat-surat dan menyerahkan tanah dalam

keadaan kosong;

4. bahwa untuk pembayaran selanjutnya disepakati yaitu 40% dari harga tanah sejak

panjar diterima untuk tanah yang belum dibebaskan diperkirakan selama 6 buln dan

40% lagi setelah tanah dibebaskan serta 20% sisanya dibayar setelah terbit Sertifikat

Hak Tanah tersebut dari pihak yang berwenang;

5. bahwa pada tanggal 16 Februari 1994 Penggugat asli telah menyerahkan uang panjar

sebesar Rp. 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah) berupa Bilyet Giro Bank Bali

No. 308266 kepada Tergugat asli I;


6. bahwa dalam perjanjian lisan tersebut Tergugat asli II sebagai isteri Tergugat asli I

juga hadir di hadapan Penggugat asli dan Tergugat asli;

7. bahwa staf ahli Penggugat asli telah menyusun dan memperhitungkan kalkulasi biaya

dengan alternatif keuntungan dari proyek pembangunan real estate, sesuai dengan

proposal perumahan setempat dengan 175 buah bangunan seharga rata-rata Rp.

85.000.000,- (delapan puluh lima juta rupiah) per-unit, dan jika habis terjual selama

4 tahun, maka Penggugat asli akan mendapat keuntungan sebesar Rp.

3.211.750.000,- (tiga milyar dua ratus sebelas juta tujuh ratus lima puluh ribu

rupiah);

8. bahwa tanpa alasan yang sah Tergugat asli I pada tanggal 18 Februari 1994 dengan

suratnya secara sepihak mau membatalkan jual beli tersebut, dengan meminta maaf

dan akan mengembalikan uang panjar yang telah diterimanya;

9. bahwa Penggugat asli merasa keberatan atas surat Tergugat asli I, karena perbuatan

Tergugat asli I telah cidera janji dan melawan hukum dengan merugikan Penggugat

asli;

10. bahwa kerugian Penggugat asli yaitu kerugian uang panjar Rp. 80.000.000,- (delapan

puluh juta rupiah) dan bunganya sebesar 2% sejak tanggal 16 Februari 1994 sampai

dibayar lunas, serta kerugian keuntungan yang diharapkan sebesar Rp.

3.211.750.000,- (tiga milyar dua ratus sebelas juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)

ANALISA HUKUM

Analisa hukum yang akan penulis paparkan didasarkan pada pertimbangan Hakim

dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2691 PK/Pdt/1996 tanggal 18 September 1998.

Berikut ini adalah pertimbangan hukum oleh Hakim di antaranya :

1. Keberatan kasasi dari Pemohon kasasi I dapat dibenarkan, Pengadilan Tinggi salah

menerapkan hukum, sebab perjanjian lisan baru merupakan Voor Overeenskomst


yaitu perjanjian permulaan yang akan dibuat di Notaris (TI-1) karena masih harus

ditindak lanjuti dan bagi para pihak yang membuatnya sehingga tidak mempunyai

akibat hukum.

2. Karena tanah tersebut merupakan harta bersama antara Tergugat I dan II selaku

suami isteri, maka menurut Pasal 36 (1) Undangundang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan tindakan terhadap harta bersama oleh suami atau isteri harus

mendapat persetujuan dari suami isteri.

3. Karena perjanjian permulaan yang dilakukan secara lisan tersebut belum mendapat

persetujuan isteri maka perjanjian tersebut tidak sah menurut hukum.

4. Pertimbangan Pengadilan Tinggi tidak dapat dibenarkan yang berpendapat bahwa

suami dapat melakukan perbuatan hukum yang menyangkut harta kekayaan bersama

suami isteri karena dalam ikatan perkawinan tidak ada perjanjian harta terpisah.

5. Sejalan dengan pertimbangan mengenai keberatan Pemohon kasasi I, karena

perjanjian baru merupakan perjanjian permulaan, maka tidak mempunyai kekuatan

mengingat bagi para pihak yang membuatnya. Alasan Pemohon kasasi II dapat

dibenarkan, sebab tindakan suami atau isteri atas harta bersama harus dengan

persetujuan suami isteri.

6. Karena belum ada persetujuan isteri maka tindakan Tergugat I membuat perjanjian

tersebut tidak sah menurut hukum.

ANALISIS

Analisis dalam penulisan ini akan dibagi menjadi dua bagian yaitu analisis terkait

dengan teori-teori serta dasar hukum atas kasus atau perkara dalam putusan Mahkamah

Agung Nomor 2691 PK/Pdt/1996 tanggal 18 September 1998 khususnya dalam bidang

hukum perjanjian berdasarkan pendapat penulis dan analisis terkait dengan penemuan

hukum oleh hakim dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan yang


bersifat abstrak ke dalam peristiwa hukum atau perkara hukum yang konkrit adalah sebagai

berikut:

1. Analisis Yuridis dan Teoritis

Perjanjian jual beli sebidang tanah seluas ± 3,9 Ha terletak di Jl. Brigjen

Katamso Gang Kenanga Desa Kampung Baru, Kecamatan Medan Maimun No. 56

Medan antara Penggugat dan Tergugat telah sesuai dengan syarat sahnya suatu

perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:


1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.

5. Analisis Penerapan Metode Penemuan Hukum Oleh Hakim Mahkamah Agung

Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung dalam perkara jual beli tanah

berdasarkan Putusan Nomor 2691 PK/Pdt/1996 tanggal 18 September 1998 adalah

sebagai berikut:

a. Keberatan kasasi dari Pemohon kasasi I dapat dibenarkan, Pengadilan Tinggi

salah menerapkan hukum, sebab perjanjian lisan baru merupakan Voor

Overeenskomst yaitu perjanjian permulaan yang akan dibuat di Notaris (TI-1)

karena masih harus ditindak lanjuti dan bagi para pihak yang membuatnya

sehingga tidak mempunyai akibat hukum.

b. Karena tanah tersebut merupakan harta bersama antara Tergugat I dan II selaku

suami isteri, maka menurut Pasal 36 (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tindakan terhadap harta bersama oleh suami atau isteri harus mendapat

persetujuan dari suami isteri. Karena perjanjian permulaan yang dilakukan


secara lisan tersebut belum mendapat persetujuan isteri maka perjanjian

tersebut tidak sah menurut hukum.

c. Pertimbangan Pengadilan Tinggi tidak dapat dibenarkan yang berpendapat

bahwa suami dapat melakukan perbuatan hukum yang menyangkut harta

kekayaan bersama suami isteri karena dalam ikatan perkawinan tidak ada

perjanjian harta terpisah.

d. Sejalan dengan pertimbangan mengenai keberatan Pemohon kasasi I, karena

perjanjian baru merupakan perjanjian permulaan, maka tidak mempunyai

kekuatan mengingat bagi para pihak yang membuatnya. Alasan Pemohon

kasasi II dapat dibenarkan, sebab tindakan suami atau isteri atas harta bersama

harus dengan persetujuan suami isteri.

e. Karena belum ada persetujuan isteri maka tindakan Tergugat I membuat

perjanjian tersebut tidak sah menurut hukum.

Berdasarkan pertimbangan hukum dari Putusan Mahkamah Agung tersebut penulis

berpendapat bahwa metode penemuan hukum yang digunakan adalah metode Interpretasi

sistematis yaitu metode menafsirkan peraturan perundang-undangan dengan menghubung-

kannya dengan peraturan hukum yang lain atau dengan keseluruhan sistem hukum.

Interpretasi sistematis ini menerapkan prinsip, bahwa peraturan perundang-undangan satu

negara merupakan sebuah sistem yang utuh. Artinya, menafsirkan satu ketentuan undang-

undang harus dihubungkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lain

sehingga dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan tidak boleh keluar atau

menyimpang dari sistem hukum suatu negara.

Dalam hal ini penulis melihat dari pertimbangan hukum Mahkamah Agung yang

telah dipaparkan di atas, bahwa Hakim Mahkamah Agung tidak hanya mendasarkan pada

ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Buku III tentang Perikatan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata terkait dengan jual beli tanah yang merupakan harta gono-gini, tetapi juga

didasarkan pula pada Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan yang menyatakan bahwa “Mengenai harta bersama suami atau isteri dapat

bertindak atas persetujuan kedua belah pihak”. Artinya bahwa penerapan metode

interpetasi sistematis terlihat ketika Hakim Mahkamah Agung menghubungkan terkait

dengan tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh suami atau isteri mengenai harta

bersama (dalam kasus ini adalah perjanjian jual beli tanah oleh suami) yang secara umum

perjanjian itu sendiri diatur dalam Buku III dengan Judul Perikatan Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, itu harus berdasarkan persetujuan kedua belah pihak (suami dan isteri)

yang secara khusus diatur dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan.

Anda mungkin juga menyukai