Anda di halaman 1dari 14

PAPER EKONOMI SYARI’AH

“Perbedaan sistem ekonomi syariah di Jepang dan Indonesia”

Disusun oleh :

Kelompok 2 MN13A

1. SYAMSIATUL C. 13080574002
2. TUTUT WAHYU F. 13080574017
3. MAHFUD A. 13080574018
4. KUKU FADILAH 13080574019
5. GILANG N. 13080574020

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2015
Pembahasan

A. Ekonomi Islam
Ekonomi Islam adalah pengetahuan dan penerapan hukum syariah untuk mencegah
terjadinya ketidakadilan atas pemanfaatan dan pembuangan sumber-sumber material dengan
tujuan untuk memberikan kepuasan manusia dan melakukannya sebagai kewajiban kepada
Allah dan masyarakat.
 Menurut M. Nejatullah Siddiqi, Ekonomi Islam adalah pemikir muslim yang
merespon terhadap tantangan ekonomi pada masanya. Dalam hal ini mereka
dibimbing dengan al Qur’an dan Sunnah beserta akal dan pengalaman.
 Menurut Syed Nawab Heider Naqvi, Ekonomi Islam merupakan representasi perilaku
Muslim dalam suatu masyarakat Muslim tertentu.
 Menurut M.A. Manan, Ekonomi Islam merupakan suatu studi sosial yang
mempelajari masalah ekonomi manusia berdasarkan nilai-nilai Islam.
Menyangkut sistem ekonomi menurut Islam ada tiga prinsip dasar (Chapra dalam
Imamudin Yuliadi. 2000) yaitu Tawhid, Khilafah, dan ‘Adalah. Dalam Sistem Ekonomi
Syariah, ada landasan etika dan moral dalam melaksanakan semua kegiatan termasuk
kegiatan ekonomi, selain harus adanya keseimbangan antara peran pemerintah, swasta,
kepentingan dunia dan kepentingan akhirat dalam aktivitas ekonomi yang dilakukan.
Jika Kapitalisme menonjolkan sifat individualisme dari manusia, dan Sosialisme pada
kolektivisme, maka Islam menekankan empat sifat sekaligus yaitu :
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)

B. Profil Jepang
Bentuk Negara : Kerajaan. (Pemimpin: Kaisar)
Bentuk Pemerintahan : Parlementer. (Pemimpin: Perdana Menteri)
Luas : 377.864 km2
Ibu kota : Tokyo
Jumlah prefektur : 47 prefektur (provinsi)
u : ± 6800 pulau (dengan 4 pulau besar: Hokkaidō, Honshū, Shikoku, Kyūshū.)
Lagu Kebangsaan : Kimigayo
Bendera : Hinomaru
Mata uang : Yen (¥)
.Keadaan sosial ekonomi
Berdasarkan hasil sensus tahun 2004, penduduk Jepang berjumlah 127 juta jiwa.
Kepadatan penduduk sekitar 336 jiwa/km2 . Suku Ainu adalah penduduk asli Jepang.
Sebagian besar penduduk Jepang beragama Shinto.
Perekonomian Jepang sebagian besar didukung oleh sektor perindustrian. Perindustrian
Jepang, antara lain industri elektronik, kendaraan bermotor, kapal, kimia, farmasi, tekstil, dan
makanan. Selain perindustrian, perekonomian Jepang juga didukung oleh sektor pertanian
dan peternakan. Hasil pertanian Jepang, yaitu padi, kentang, jagung, gandum, kacang,
sayuran, dan buah-buahan. Peternakan yang ada di Jepang, antara lain peternakan sapi, babi,
dan ayam.

Hubungan Bilateral dengan Indonesia


- Politik/pemerintah
Masing-masing negara menempatkan duta besarnya. Hal ini mengandung maksud
untuk mempermudah komunikasi dan informasi kedua negara.
- Ekonomi
a) Perdagangan
Jepang merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia. Ekspor Indonesia ke Jepang adalah
minyak bumi mentah, gas alam cair, aluminium, bijih logam, besi, timah, tembaga, bauksit,
kayu lapis, mebel, dan kopi. Impor Indonesia dari Jepang berupa hasil-hasil industri.
b) Penanaman modal (investasi)
Jepang menjadi negara investor utama bagi Indonesia, terutama di bidang industri otomotif
dan elektronika. Jepang juga membantu memberikan pinjaman kredit kepada Indonesia
melalui CGI (Consultative Group for Indonesia) dengan jumlah bantuan paling besar
dibandingkan anggota lainnya.
C. Jepang dan Kuangan Syariah
Perkembangan sektor keuangan syariah yang cukup pesat membuat tidak hanya
negara-negara mayoritas muslim yang memberikan perhatian terhadapnya. Ditambah faktor
arus oil money yang cukup deras, negara-negara non-muslim pun turut aktif mengambil
bagian dalam pengembangan sektor keuangan syariah. Di antara negara-negara non-muslim
tersebut, jepang adalah salah satunya. Salah satu pula yang terlambat ambil bagian dibanding
negara-negara maju lainnya seperti Inggris, Amerika, Singapura, dll.
Walaupun secara pemerintahan terkesan lambat, perusahaan-perusahaan dan perbankan
jepang telah cukup lama berinteraksi dengan sektor keuangan syariah. Mitsubishi, Sumitomo,
dan Mitsui dikatakan telah memakai produk-produk keuangan syariah, melalui London,
sebagai alternatif alat pendanaan dalam beberapa tahun terakhir. Adapun Nomura, misalnya,
telah menjadi fund manager al-Nukhba Japanese Equities Fund, yang diluncurkan oleh al-
Tawfeek Company Jeddah. Dan pada 2008 lalu, Daiwa Securities telah meluncurkan Daiwa
Islamic Exchange-Traded Fund (ETF) sebagai bagian dari FTSE Shariah 100 Japan Index
yang terdaftar di Singapore Stock Exchange.
Untuk urusan takaful (asuransi syariah), Tokio Marine and Fire Company mungkin
adalah perusahaan jepang yang paling aktif. Mereka memulainya pertama kali di tahun 2001
dengan melakukan kerjasama dengan perusahaan lokal di Arab Saudi. Setelah itu Tokio
Marine juga membuka usaha retakaful di Singapura, bisnis takaful di Indonesia, join venture
takaful di Hong Kong, dan 2008 lalu baru saja mendapat izin untuk mengoperasikan takaful
di Mesir.
Sayangnya, aktifitas jepang dalam praktik keuangan syariah tersebut, tidak berimbang
dengan aktifitasnya dalam pengembangan kelimuan keuangan syariah. Keuangan syariah
sebagai mata kuliah, baru diperkenalkan oleh Waseda University, salah satu universitas
terkenal di Jepang, pada April 2008 lalu. Meskipun demikian, sebagai perwujudan eksistensi
keuangan syariah di dalam negeri Jepang, munculnya universitas yang memiliki mata kuliah
keuangan syariah perlu diapresiasi. Ya, eksistensi keuangan syariah di dalam negeri Jepang
masih sangat minim. Aktifitas perusahaan-perusahaan Jepang di sektor keuangan syariah
masih berbasis luar negeri.
Sulitnya pengembangan aktifitas keuangan syariah di dalam negeri Jepang, di
antaranya disebabkan oleh; belum adanya regulasi yang dapat mengakomodir, minimnya
jumlah kaum muslimin yang berefek kurang kondusifnya pasar Jepang dibanding negara
maju lain (Jepang sekitar 100 ribu, sedangkan Inggris 2 juta), mudanya umur sejarah
hubungan perbankan Jepang dengan Timur Tengah, serta dinding budaya yang tampaknya
cukup tinggi bagi Jepang. Demikian penjelasan Etsuaki Yoshida, salah seorang Kepala
Deputi Japan Bank for International Cooporation (JBIC).
Namun, pemerintah Jepang sepertinya tidak mau menyerah dan keluar gelanggang begitu
saja. Dibahasnya sistem keuangan syariah dalam Buku Putih Perdagangan (通商白書) 2007
oleh Kementrian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang menjadi indikasi tersendiri
seriusnya Jepang terjun ke sektor keuangan syariah. JBIC pun, sebagai perpanjangan tangan
pemerintah Jepang telah mengambil peran utama dalam memperkenalkan keuangan syariah
di Jepang.
Tercatat tahun 2009, sekitar 8 perusahaan Jepang telah turut serta dalam Islamic
Finance Service Board (IFSB), badan yang menyusun kebijaksanaan dan standar pengawasan
dunia perbankan syariah, yang berkedudukan di Kuala Lumpur. Bagaimana langkah-langkah
Jepang selanjutnya untuk mengejar ketinggalannya, tampaknya cukup menarik untuk
disimak.

Daftar perusahaan/bank Jepang yang menjadi observer member di IFSB:


1. Bank of Japan
2. Japan Bank for International Cooperation
3. Japan Securities and Dealers Association
4. Mitsubishi UFJ Securities Co., Ltd.
5. Mizuho Corporate Bank Ltd.
6. Nomura Securities Co. Ltd.
7. Mistui Sumitomo Banking Corporation
8. Tokio Marine Middle East Limited

D. Ekonomi Syariah Di Indonesia

Indonesia adalah salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5%.
Namun, catatan angka diatas kertas tersebut berbanding jauh terhadap realita di lapangan.
Dengan jumlah penduduk sebanyak 259.940.857 jiwa, Indonesia masih memiliki warga yang
menganggur sebanyak 12,8 juta jiwa dengan pendapatan perkapita sebesar US$3.542,9 yang
masih tergolong rendah. Hal itu tentunya menjadi sebuah fenomena yang cukup miris
mengingat Indonesia adalah negara yang kaya akan SDA yang melimpah dan SDM yang
cukup berkualitas. Ekonomi islam yang mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1992
diharapkan dapat berperan penting guna memecahkan permasalahan yang hingga sampai saat
ini belum bisa diselesaikan. Berikut merupakan peran-peran ekonomi islam yang dapat
dijadikan potensi agar Indonesia dapat menjadi negara yang maju.
1. Instrumen zakat, infaq, sodaqoh dan sebagainya merupakan icon instrument yang
dapat mensejahterakan ‘wong cilik’. Potensi zakat di Indonesia mencapai Rp. 100
triliun. Dari dana tersebut, bangsa ini dapat membangun ratusan sekolah dan puluhan
rumah sakit. Selain itu, instrumen ini guna menjawab amanat Pancasila dan UUD
1945, yakni menciptakan masyarakat yang adil dan makmur (redistribution with
growth). Bukan makmur baru adil (redistribution from growth) ala kapitalisme liberal.
2. Penerapan konsep jujur, adil, dan bertanggungjawab. Konsep ini merupakan syarat
yang harus terpenuhi dalam melaksanakan kegiatan ekonomi. Instrumen ekonomi
seperti gadai, sewa-menyewa dan perdagangan harus menonjolkan konsep ini.
Penerapan konsep ini ditujukan agar tidak ada yang dirugikan dalam kegiatan
ekonomi dan menguntungkan semua pihak yang terlibat sehingga tidak akan terjadi
berbagai macam kecurangan-kecurangan yang dapat menimbulkan konflik sosial.
3. Pelarangan riba dengan menjadikan sistem bagi hasil (profit-loss sharing) dengan
instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai sistem kredit berikut instrumen
bunganya (Q.S Al-Baqarah:275). Bunga bank memiliki efek negatif tehadap aktivitas
ekonomi dan sosial. Secara ekonomi, bunga bank akan mengakibatkan petumbuhan
ekonomi yang semu dan akan menurunkan kinerja perekonomian secara menyeluruh
serta dampak-dampak lainnya. Dalam segi sosial pun akan membuat masyarakat
terbebani akan bunga yang dirasa begitu berat (chaos). Dengan pelarangan riba ini,
diyakini bahwa pembangunan dan pertumbuhan ekonomi akan terus meningkat.
Ketiga poin tersebut merupakan secuil kecil peran ekonomi islam dalam mengatasi
permasalahan-permasalahan bangsa yang hingga saat ini belum dapat diselesaikan.

Ekonomi Syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah


ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah atau sistim ekonomi
koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State).
Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap
buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca
mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.
Perbedaan sistem ekonomi syariah dengan sistem ekonomi biasa, yaitu sistem ekonomi
syariah dalam memperoleh keuntungan, sistem ini menggunakan cara sistem bagi hasil
berbeda dengan sistem ekonomi liberal maupun sosial yang cenderung memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya tanpa melihat aspek dari konsumennya.
Tujuan dari perekonomian syariah ini adalah mensejahterakan seluruh masyarakat luas,
memberikan rasa adil, tentram, kebersamaan serta kekeluargaan serta mampu memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.
Perkembangan sistem ekonomi syariah di indonesia sendiri belum sebegitu pesat seperti di
negara-negara lain, Secara sederhana, perkembangan itu dikelompokkan menjadi
perkembangan industri keuangan syariah dan perkembangan ekonomi syariah non keuangan.
Industri keuangan syariah relatif dapat dilihat dan diukur perkembangannya melalui data-data
keuangan yang ada, sedangkan yang non keuangan perlu penelitian yang lebih dalam untuk
mengetahuinya.
a. Di sektor perbankan, hingga saat ini sudah ada tiga Bank Umum Syariah (BUS), 21
unit usaha syariah bank konvensional, 528 kantor cabang (termasuk Kantor Cabang
Pembantu (KCP), Unit Pelayanan Syariah (UPS), dan Kantor Kas (KK)), dan 105 Bank
Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Aset perbankan syariah per Maret 2007 lebih
dari Rp. 28 triliun dengan jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) hampir mencapai 22
Triliun. Meskipun asset perbankan syariah baru mencapai 1,63 persen dan dana pihak
ketiga yang dihimpun baru mencapai 1,64% dari total asset perbankan nasional (per
Februari 2007), namun pertumbuhannya cukup pesat dan menjanjikan. Diproyeksikan,
pada tahun 2008, share industri perbankan syariah diharapkan mencapai 5 persen dari
total industri perbankan nasional.
b. Di sektor pasar modal, produk keuangan syariah seperti reksa dana dan obligasi syariah
juga terus meningkat. Sekarang ini terdapat 20 reksa dana syariah dengan jumlah dana
kelola 638,8 miliar rupiah. Jumlah obligasi syariah sekarang ini mencapai 17 buah
dengan nilai emisi mencapai 2,209 triliun rupiah.
c. Di sektor saham, pada tanggal 3 Juli 2000 BEJ meluncurkan Jakarta Islamic Index
(JII). JII yang merupakan indeks harga saham yang berbasis syariah terdiri dari 30
saham emiten yang dianggap telah memenuhi prinsip-prinsip syariah. Data pada akhir
Juni 2005 tercatat nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp325,90 triliun atau 43% dari total
nilai kapitalisasi pasar di BEJ. Sementara itu, volume perdagangan saham JII sebesar
348,9 juta lembar saham atau 39% dari total volume perdagangan saham dan nilai
perdagangan saham JII sebesar Rp322,3 miliar atau 42% dari total nilai perdagangan
saham. Peranan pemerintah yang sangat ditunggu-tunggu oleh pelaku keuangan syariah
di Indonesia adalah penerbitan Undang-undang Perbankan Syariah dan Undang-undang
Surat Berharga Negara Syariah (SBSN).
d. Di sektor asuransi, hingga Agustus 2006 ini sudah lebih 30 perusahaan yang
menawarkan produk asuransi dan reasuransi syariah. Namun, market share asuransi
syariah belum baru sekitar 1% dari pasar asuransi nasional. Di bidang multifinance pun
semakin berkembang dengan meningkatnya minat beberapa perusahaan multifinance
dengan pembiayaan secara syariah. Angka-angka ini diharapkan semakin meningkat
seiiring dengan meningkatnya permintaan dan tingkat imbalan (rate of return) dari
masing-masing produk keuangan syariah.
e. Di sektor mikro, perkembangannya cukup menggembirakan. Lembaga keuangan mikro
syariah seperti Baitul Mal wa Tamwil (BMT) terus bertambah, demikian juga dengan
aset dan pembiayaan yang disalurkan. Sekarang sedang dikembangkan produk-produk
keuangan mikro lain semisal micro-insurance dan mungkin micro-mutual-fund (reksa
dana mikro). dilihat dari sisi non keuangan
f. Industri keuangan syariah adalah salah satu bagian dari bangunan ekonomi syariah.
Sama halnya dengan ekonomi konvensional, bangunan ekonomi syariah juga
mengenal aspek makro maupun mikro ekonomi. Namun, yang lebih penting dari itu
adalah bagaimana masyarakat dapat berperilaku ekonomi secara syariah seperti dalam
hal perilaku konsumsi, giving behavior (kedermawanan), dan sebagainya. Perilaku
bisnis dari para pengusaha Muslim pun termasuk dalam sasaran gerakan ekonomi
syariah di Indonesia.
Walau terlihat agak lambat, namun sisi non-keuangan dalam kegiatan ekonomi ini
juga semakin berkembang. Hal ini ditandai semakin meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap perilaku konsumsi yang Islami, tingkat kedermawanan yang
semakin meningkat ditandai oleh meningkatnya dana zakat, infaq, waqaf, dan sedekah
yang berhasil dihimpun oleh badan dan lembaga pengelola dana-dana tersebut.
Mari kita bersama membangun sistem ekonomi yang dapat mensejahterakan
masyarakat luas, serta menciptakan suasan yang harmonis serta bertindak adil dalam
melakukan kegiatan-kegiatan niaga agar terciptanya masyarakat yang sadar akan
sosialtiasnya

E. Kendala Perbankan Syariah


Banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam perkembangan Bank Syari’ah,
terutama berkaitan dengan penerapan suatu sistem perbankan yang baru yang mempunyai
sejumlah perbedaan prinsip dari sistem keuntungan yang dominan dan telah berkembang
pesat di Indonesia. Permasalahan ini dapat berupa permasalahan yang bersifat operasional
perbankan maupun aspek dari lingkungan makro. Beberapa kendala yang dihadapi dalam
pengembangan Bank Syari’ah antara lain :
1.Permodalan
Permasalahan pokok yang senantiasa dihadapi dalam pendirian suatu usaha adalah
permodalan. Setiap ide ataupun rencana untuk mendirikan Bank Syari’ah sering tidak dapat
terwujud sebagai akibat tidak adanya modal yang cukup untuk pendirian Bank Syari’ah
tersebut, walaupun dari sisi niat ataupun “ghiroh” para pendiri relatif sangat kuat. Kesulitan
dalam pemenuhan permodalan ini antara lain disebabkan karena :
a. Belum adanya keyakinan yang kuat pada pihak pemilik dana akan prospek dan masa
depan keberhasilan Bank Syari’ah, sehingga ditakutkan dana yang ditempatkan akan
hilang.
b. Masih kuatnya perhitungan bisnis keduniawian pada pemilik dana sehingga ada rasa
keberatan jika harus menempatkan sebagian dananya pada Bank Syari’ah sebagai
modal.
c. Ketentuan terbaru tentang Permodalan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia relatif
cukup tinggi.

2. Peraturan Perbankan
Peraturan Perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir operasional Bank
Syari’ah mengingat adanya sejumlah perbedaan dalam pelaksanaan operasional Bank
Syari’ah dengan Bank Konvensional. Ketentuan-ketentuan perbankan yang ada kiranya
masih perlu disesuaikan agar memenuhi ketentuan syari’ah agar Bank Syari’ah dapat
beroperasi secara relatif dan efisien. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain adalah hal-hal
yang mengatur mengenai :
a. Instrument yang diperlukan untuk mengatasi masalah likwiditas.
b. Instrument moneter yang sesuai dengan prinsip syari’ah untuk keperluan pelaksanaan
tugas Bank Sentral.
c. Standar akuntansi, audit dan pelaporan.
d. Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian, dll.
Ketentuan-ketentuan di atas sangat diperlukan agar Bank Syari’ah dapat menjadi elemen dari
sistem moneter yang dapat menjalankan fungsinya secara baik dan mampu berkembang dan
bersaing dengan Bank Konvensional.

3. Sumber Daya Manusia


Kendala dibidang SDM dalam pengembangan Perbankan Syari’ah disesabkan karena sistem
perbankan syari'ah masih belum lama dikenal di Indonesia. Disamping itu lembaga akademik
dan pelatihan ini masih terbatas, sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman dibidang
perbankan syari’ah baik dari sisi bank pelaksana maupun bank sentral (pengawas dan peneliti
bank).
Pengembangan SDM dibidang Perbankan Syari’ah sangat diperlukan karena keberhasilan
pengembangan bank syari’ah pada level mikro sangat ditentukan oleh kualitas manajemen
dan tingkat pengetahuan serta ketrampilan pengelola bank. SDM dalam perbankan syari’ah
memerlukan persyaratan pengetahuan yang luas dibidang perbankan, memahami
implementasi prinsip-prinsip syari’ah dalam praktek perbankan serta mempunyai komitmen
kuat untuk menerapkannya secara konsisten.

4. Pemahaman Ummat
Pemahaman sebagian besar masyarakat mengenai sistem dan prinsip Perbankan Syari’ah
belum tepat, bahkan diantara ulama dan cendekiawan muslim sendiri masih belum ada kata
sepakat yang mendukung keberadaan Bank Syari’ah, terbukti dari hasil pretest terhadap 37
Dosen Fakultas Syari’ah dalam acara Orientasi Perbankan yang telah dilakukan oleh
Asbisindo Wilayah Jatim beberapa waktu yang lalu memberikan jawaban yang tidak
konsekwen dan cenderung ragu-ragu. Dan masih adanya masyarakat yang mengaku paham
akan Syari’ah Islam tetapi tidak mau menjalankannya seperti yang dialami oleh PT. BPR
Syari’ah Baktimakmur Indah Sidoarjo dalam memberikan pembiayaan mudharabah dengan
salah satu mitranya yang dikenal sebagai ulama yang mana sang ulama mau berbagi kerugian
namun setelah untung tidak bersedia membagi keuntungannya dengan pihak Bank, yang
tentunya bertentangan dengan akad yang telah disepakati di awal. Atau seorang ulama yang
datang ke Bank dan menanyakan besarnya bunga atas simpanannya. Hal-hal seperti di atas
merupakan kejadian nyata yang selalu dan kerap kali dialami dalam operasional bank
Syari’ah sehari-harinya, bahkan mungkin lebih parah dari contoh-contoh di atas.
Dari kalangan ulama sendiri sampai saat ini belum ada ketegasan pendapat terhadap
keberadaan Bank Syari’ah, kekurangtegasan tersebut antara lain disebabkan karena :
a. Kurang komprehensifnya informasi yang sampai kepada para ulama dan cendekiawan
tentang bahaya dan dampak destruktif sistem bunga terutama pada saat krisis moneter
dan ekonomi dilanda kelesuan.
b. Belum berkembangluasnya lembaga keuangan syari’ah sehingga ulama dalam posisi
sulit untuk melarang transaksi keuangan konvensional yang selama ini berjalan dan
berkembang luas.
c. Belum dipahaminya operasional Bank Syari’ah secara mendalam dan keseluruhan.
d. Adanya kemalasan intelektual yang cenderung pragmatis sehingga muncul anggapan
bahwa sistem bunga yang berlaku saat ini sudah berjalan atau tidak bertentangan
dengan ketentuan agama.
Minimnya pemahaman masyarakat akan Sistem Perbankan Syari’ah antara lain disebabkan
karena :
a. Sistem dan prinsip operasional Perbankan Syari’ah relatif baru dikenal dibanding
dengan sistem bunga.
b. Pengembangan Perbankan Syari’ah baru dalam tahap awal jika dibandingkan dengan
Bank Konvensional yang telah ratusan tahun bahkan sudah mendarah daging dalam
masyarakat.
c. Keengganan bagi pengguna jasa perbankan konvensional untuk berpindah ke Bank
Syari’ah disebabkan hilangnya kesempatan untuk mendapatkan penghasilan tetap dari
bunga.

5. Sosialisasi
Sosialisasi yang telah dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang lengkap dan besar
mengenai kegiatan usaha perbankan syari’ah kepada masyarakat luas belum dilakukan secara
maksimal. Tanggungjawab kegiatan sosialisasi ini tidak hanya dipundak para bankir syari’ah
sebagai pelaksana operasional bank sehari-hari, tetapi tanggungjawab semua pihak yang
mengaku Islam secara baik secara perorangan, kelompok maupun instansi yang meliputi
unsur alim ulama, penguasa negara/pemerintahan, cendekiawan, dll. Yang memiliki
kemampuan dan akses yang besar dalam penyebarluasan informasi terhadap masyarakat luas.
Sosialisasi yang dilakukan tidak hanya kepada masyarakat awam tetapi juga kepada ulama,
pondok pesantren, ormas-ormas, instansi, institusi, pengusaha, dll. Yang selama ini belum
tahu ataupun belum memahami secara detail apa dan bagaimana keberadaan dan operasional
Bank Syari’ah walaupun dari sisi Fiqih dan Syari’ah mereka tahu benar.

6. Piranti Moneter
Piranti Moneter yang pada saat ini masih mengacu pada sistem bunga sehingga belum bisa
memenuhi dan mendukung kebijakan moneter dan kegiatan usaha bank syari’ah, seperti
kelebihan/kekurangan dana yang terjadi pada Bank Syari’ah ataupun pasar uang antar bank
syari’ah dengan tetap memperhatikan prinsip syari’ah. Bank Indonesia selaku penentu
kebijakan perbankan mencoba untuk menyiapkan piranti moneter yang sesuai dengan prinsip
syari’ah seperti halnya SBI dan SBPU yang berlandaskan syari’ah Islam.
7. Jaringan Kantor
Pengembangan jaringan kantor Bank Syari’ah diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan
pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu kurangnya jumlah Bank Syari’ah yanga ada
juga menghambat perkembangan kerjasama antar Bank Syari’ah. Jumlah jaringan kantor
bank yang luas juga akan meningkatkan efisiensi usaha serta meningkatkan kompetisi ke arah
peningkatan kulaitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa perbankan syari’ah.
Pengembangan jaringan Perbankan Syari’ah dapat dilakukan dengan beberapa cara antara
lain:
a. Peningkatan kualitas Bank Umum Syari’ah dan BPR Syari’ah yang telah beroperasi.
b. Perubahan kegiatan usaha Bank Konvensional yang memiliki kondisi usaha yang baik
dan berminat untuk melakukan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syari’ah.
c. Pembukaan kantor cabang syari’ah (full branch) bagi bank konvensional yang memiliki
kondisi usaha yang baik dan berminat untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syari’ah.
Pembukaan kantor cabang syari’ah dapat dilakukan dengan 3 cara antara lain :
a. Pembukaan kantor cabang dengan mendirikan kamtor, perlengkapan dan SDM yang
baru.
b. Mengubah kantor cabang yang ada menjadi kantor cabang syari’ah.
c. Meningkatkan status kantor cabang pembantu menjadi kantor cabang syari’ah.

8. Pelayanan
Dunia perbankan senantiasa tidak terlepas pada masalah persaingan, baik dari sisi rate/margin
yang diberikan maupun pelayanan. Dari hasil survei lapangan membuktikan bahwa kualitas
pelayanan merupakan peringkat pertama kenapa masyarakat memilih bergabung dengan
suatu bank.
Dewasa ini semua Bank Konvensional berlomba-lomba untuk senantiasa memperhatikan dan
meningkatkan pelayanan kepada nasabah, tidak telepas dalam hal ini Bank Syari’ah yang
dalam operasionalnya juga memberikan jasa tentunya unsur pelayanan yang baik dan islami
hahrus diperhatikan dan senantiasa ditingkatkan. Tentunya hal ini harus didukung oleh
adanya SDM yang cukup handal dibidangnya. Kesan kotor, miskin dan tampil ala kadarnya
yang selama ini melekat pada “Islam” harus dihilangkan.
F. Keterkaitan Institusi Pendidikan dalam Pengembangan Perbankan Syariah
Seperti telah disebutkan di atas bahwa salah satu penghambat perkembangan Bank
Syari’ah adalah keberadaan SDM. Guna menciptakan SDM yang handal dan profesional
dibidang Perbankan Syari’ah tentunya tidak terlepas dari peranan Institusi Pendidikan yang
dalam hal ini memang berperan sebagai pencetak SDM.
Mengingat prospek Bank Syariah dalam dunia perbankan sangat bagus bahkan
mendapat tanggapan positif dari semua pihak, sebaliknya perkembangan Bank Syariah
sendiri masih berada pada phase “growth” justru sangat kritis/riskan. Pilihan kita hanya satu
yakni bagaimana mewujudkan keberhasilan atau sukses. Kiranya dalam pengembangan Bnak
Syariah ini dipersyaratkan dukungan SDM yang berkualitas, berintegritas dan bermoral
islami. Dan mengingat sampai saat ini masih belum ada lembaga/institusi pendidikan yang
handal dan berkualitas dalam menciptakan SDM Perbankan Syariah, maka sudah saatnya
bagi para cendekiawan muslim untuk turut serta memikirkan pengembangan Perbankan
Syariah dengan cara menyiapkan SDM yang handal dan profesional di bidang perbankan
syariah melalui institusi pendidikan yang dimilikinya.
Sebagai contoh apa yang telah dirintis oleh STIE Perbanas Surabaya dengan
memberikan mata kuliah pilihan Syariah Banking pada mahasiswanya mulai tahun ajaran
1999/2000 yang dalam pelaksanaanya bekerjasama dengan PT. BPR Syariah Baktimakmur
Indah sebagai tenaga pengajar. Dengan keberhasilan yang dicapai dalam taraf uji coba ini,
direncanakan pada tahun ajaran berikutnya dapat ditingkatkan dengan membuka Program.
Saran

Ekonomi islam atau ekonomi syariah saat ini sedang ramai di perbincangkaan, bahkan
sudah banyak masyarakat menginginkan penerapannya pada perekonomian indonesia.
Penerapan ekonomi islam sendiri menurut kelompok kami merupakan perbaikan
perekonomian Indonesia, dengan segala prinsip-prinsip yang mengaturnya.
Oleh karena itu, pemerintah hendaknya bisa menyentakkan dan membuka mata untuk melirik
dan menerapkan ekonomi syariah sebagai solusi perekonomian Indonesia. Pemerintah harus
melihat ekonomi syari’ah dalam konteks penyelamatan ekonomi Nasional.

Sehubungan dengan itu, pembentukan Dewan Ekonomi Nasional (DEN) perlu


kembali diwujudkan dengan memasukkan para pakar ekonomoi syariah di dalamnya.
Ekonomi syariah di Indonesia telah menunjukkan ketangguhannya di masa krisis dan lagi
pula dalam praktek perekonomian di Indonesia selama ini, Indonesia sudah menerapkan dual
system, yakni konvensional dan sistem ekonomi syari’ah, terutama yang berkaitan dengan
lembaga perbankan dan keuangan.

Anda mungkin juga menyukai