Disusun oleh :
Kelompok 2 MN13A
1. SYAMSIATUL C. 13080574002
2. TUTUT WAHYU F. 13080574017
3. MAHFUD A. 13080574018
4. KUKU FADILAH 13080574019
5. GILANG N. 13080574020
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2015
Pembahasan
A. Ekonomi Islam
Ekonomi Islam adalah pengetahuan dan penerapan hukum syariah untuk mencegah
terjadinya ketidakadilan atas pemanfaatan dan pembuangan sumber-sumber material dengan
tujuan untuk memberikan kepuasan manusia dan melakukannya sebagai kewajiban kepada
Allah dan masyarakat.
Menurut M. Nejatullah Siddiqi, Ekonomi Islam adalah pemikir muslim yang
merespon terhadap tantangan ekonomi pada masanya. Dalam hal ini mereka
dibimbing dengan al Qur’an dan Sunnah beserta akal dan pengalaman.
Menurut Syed Nawab Heider Naqvi, Ekonomi Islam merupakan representasi perilaku
Muslim dalam suatu masyarakat Muslim tertentu.
Menurut M.A. Manan, Ekonomi Islam merupakan suatu studi sosial yang
mempelajari masalah ekonomi manusia berdasarkan nilai-nilai Islam.
Menyangkut sistem ekonomi menurut Islam ada tiga prinsip dasar (Chapra dalam
Imamudin Yuliadi. 2000) yaitu Tawhid, Khilafah, dan ‘Adalah. Dalam Sistem Ekonomi
Syariah, ada landasan etika dan moral dalam melaksanakan semua kegiatan termasuk
kegiatan ekonomi, selain harus adanya keseimbangan antara peran pemerintah, swasta,
kepentingan dunia dan kepentingan akhirat dalam aktivitas ekonomi yang dilakukan.
Jika Kapitalisme menonjolkan sifat individualisme dari manusia, dan Sosialisme pada
kolektivisme, maka Islam menekankan empat sifat sekaligus yaitu :
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)
B. Profil Jepang
Bentuk Negara : Kerajaan. (Pemimpin: Kaisar)
Bentuk Pemerintahan : Parlementer. (Pemimpin: Perdana Menteri)
Luas : 377.864 km2
Ibu kota : Tokyo
Jumlah prefektur : 47 prefektur (provinsi)
u : ± 6800 pulau (dengan 4 pulau besar: Hokkaidō, Honshū, Shikoku, Kyūshū.)
Lagu Kebangsaan : Kimigayo
Bendera : Hinomaru
Mata uang : Yen (¥)
.Keadaan sosial ekonomi
Berdasarkan hasil sensus tahun 2004, penduduk Jepang berjumlah 127 juta jiwa.
Kepadatan penduduk sekitar 336 jiwa/km2 . Suku Ainu adalah penduduk asli Jepang.
Sebagian besar penduduk Jepang beragama Shinto.
Perekonomian Jepang sebagian besar didukung oleh sektor perindustrian. Perindustrian
Jepang, antara lain industri elektronik, kendaraan bermotor, kapal, kimia, farmasi, tekstil, dan
makanan. Selain perindustrian, perekonomian Jepang juga didukung oleh sektor pertanian
dan peternakan. Hasil pertanian Jepang, yaitu padi, kentang, jagung, gandum, kacang,
sayuran, dan buah-buahan. Peternakan yang ada di Jepang, antara lain peternakan sapi, babi,
dan ayam.
Indonesia adalah salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5%.
Namun, catatan angka diatas kertas tersebut berbanding jauh terhadap realita di lapangan.
Dengan jumlah penduduk sebanyak 259.940.857 jiwa, Indonesia masih memiliki warga yang
menganggur sebanyak 12,8 juta jiwa dengan pendapatan perkapita sebesar US$3.542,9 yang
masih tergolong rendah. Hal itu tentunya menjadi sebuah fenomena yang cukup miris
mengingat Indonesia adalah negara yang kaya akan SDA yang melimpah dan SDM yang
cukup berkualitas. Ekonomi islam yang mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1992
diharapkan dapat berperan penting guna memecahkan permasalahan yang hingga sampai saat
ini belum bisa diselesaikan. Berikut merupakan peran-peran ekonomi islam yang dapat
dijadikan potensi agar Indonesia dapat menjadi negara yang maju.
1. Instrumen zakat, infaq, sodaqoh dan sebagainya merupakan icon instrument yang
dapat mensejahterakan ‘wong cilik’. Potensi zakat di Indonesia mencapai Rp. 100
triliun. Dari dana tersebut, bangsa ini dapat membangun ratusan sekolah dan puluhan
rumah sakit. Selain itu, instrumen ini guna menjawab amanat Pancasila dan UUD
1945, yakni menciptakan masyarakat yang adil dan makmur (redistribution with
growth). Bukan makmur baru adil (redistribution from growth) ala kapitalisme liberal.
2. Penerapan konsep jujur, adil, dan bertanggungjawab. Konsep ini merupakan syarat
yang harus terpenuhi dalam melaksanakan kegiatan ekonomi. Instrumen ekonomi
seperti gadai, sewa-menyewa dan perdagangan harus menonjolkan konsep ini.
Penerapan konsep ini ditujukan agar tidak ada yang dirugikan dalam kegiatan
ekonomi dan menguntungkan semua pihak yang terlibat sehingga tidak akan terjadi
berbagai macam kecurangan-kecurangan yang dapat menimbulkan konflik sosial.
3. Pelarangan riba dengan menjadikan sistem bagi hasil (profit-loss sharing) dengan
instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai sistem kredit berikut instrumen
bunganya (Q.S Al-Baqarah:275). Bunga bank memiliki efek negatif tehadap aktivitas
ekonomi dan sosial. Secara ekonomi, bunga bank akan mengakibatkan petumbuhan
ekonomi yang semu dan akan menurunkan kinerja perekonomian secara menyeluruh
serta dampak-dampak lainnya. Dalam segi sosial pun akan membuat masyarakat
terbebani akan bunga yang dirasa begitu berat (chaos). Dengan pelarangan riba ini,
diyakini bahwa pembangunan dan pertumbuhan ekonomi akan terus meningkat.
Ketiga poin tersebut merupakan secuil kecil peran ekonomi islam dalam mengatasi
permasalahan-permasalahan bangsa yang hingga saat ini belum dapat diselesaikan.
2. Peraturan Perbankan
Peraturan Perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir operasional Bank
Syari’ah mengingat adanya sejumlah perbedaan dalam pelaksanaan operasional Bank
Syari’ah dengan Bank Konvensional. Ketentuan-ketentuan perbankan yang ada kiranya
masih perlu disesuaikan agar memenuhi ketentuan syari’ah agar Bank Syari’ah dapat
beroperasi secara relatif dan efisien. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain adalah hal-hal
yang mengatur mengenai :
a. Instrument yang diperlukan untuk mengatasi masalah likwiditas.
b. Instrument moneter yang sesuai dengan prinsip syari’ah untuk keperluan pelaksanaan
tugas Bank Sentral.
c. Standar akuntansi, audit dan pelaporan.
d. Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian, dll.
Ketentuan-ketentuan di atas sangat diperlukan agar Bank Syari’ah dapat menjadi elemen dari
sistem moneter yang dapat menjalankan fungsinya secara baik dan mampu berkembang dan
bersaing dengan Bank Konvensional.
4. Pemahaman Ummat
Pemahaman sebagian besar masyarakat mengenai sistem dan prinsip Perbankan Syari’ah
belum tepat, bahkan diantara ulama dan cendekiawan muslim sendiri masih belum ada kata
sepakat yang mendukung keberadaan Bank Syari’ah, terbukti dari hasil pretest terhadap 37
Dosen Fakultas Syari’ah dalam acara Orientasi Perbankan yang telah dilakukan oleh
Asbisindo Wilayah Jatim beberapa waktu yang lalu memberikan jawaban yang tidak
konsekwen dan cenderung ragu-ragu. Dan masih adanya masyarakat yang mengaku paham
akan Syari’ah Islam tetapi tidak mau menjalankannya seperti yang dialami oleh PT. BPR
Syari’ah Baktimakmur Indah Sidoarjo dalam memberikan pembiayaan mudharabah dengan
salah satu mitranya yang dikenal sebagai ulama yang mana sang ulama mau berbagi kerugian
namun setelah untung tidak bersedia membagi keuntungannya dengan pihak Bank, yang
tentunya bertentangan dengan akad yang telah disepakati di awal. Atau seorang ulama yang
datang ke Bank dan menanyakan besarnya bunga atas simpanannya. Hal-hal seperti di atas
merupakan kejadian nyata yang selalu dan kerap kali dialami dalam operasional bank
Syari’ah sehari-harinya, bahkan mungkin lebih parah dari contoh-contoh di atas.
Dari kalangan ulama sendiri sampai saat ini belum ada ketegasan pendapat terhadap
keberadaan Bank Syari’ah, kekurangtegasan tersebut antara lain disebabkan karena :
a. Kurang komprehensifnya informasi yang sampai kepada para ulama dan cendekiawan
tentang bahaya dan dampak destruktif sistem bunga terutama pada saat krisis moneter
dan ekonomi dilanda kelesuan.
b. Belum berkembangluasnya lembaga keuangan syari’ah sehingga ulama dalam posisi
sulit untuk melarang transaksi keuangan konvensional yang selama ini berjalan dan
berkembang luas.
c. Belum dipahaminya operasional Bank Syari’ah secara mendalam dan keseluruhan.
d. Adanya kemalasan intelektual yang cenderung pragmatis sehingga muncul anggapan
bahwa sistem bunga yang berlaku saat ini sudah berjalan atau tidak bertentangan
dengan ketentuan agama.
Minimnya pemahaman masyarakat akan Sistem Perbankan Syari’ah antara lain disebabkan
karena :
a. Sistem dan prinsip operasional Perbankan Syari’ah relatif baru dikenal dibanding
dengan sistem bunga.
b. Pengembangan Perbankan Syari’ah baru dalam tahap awal jika dibandingkan dengan
Bank Konvensional yang telah ratusan tahun bahkan sudah mendarah daging dalam
masyarakat.
c. Keengganan bagi pengguna jasa perbankan konvensional untuk berpindah ke Bank
Syari’ah disebabkan hilangnya kesempatan untuk mendapatkan penghasilan tetap dari
bunga.
5. Sosialisasi
Sosialisasi yang telah dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang lengkap dan besar
mengenai kegiatan usaha perbankan syari’ah kepada masyarakat luas belum dilakukan secara
maksimal. Tanggungjawab kegiatan sosialisasi ini tidak hanya dipundak para bankir syari’ah
sebagai pelaksana operasional bank sehari-hari, tetapi tanggungjawab semua pihak yang
mengaku Islam secara baik secara perorangan, kelompok maupun instansi yang meliputi
unsur alim ulama, penguasa negara/pemerintahan, cendekiawan, dll. Yang memiliki
kemampuan dan akses yang besar dalam penyebarluasan informasi terhadap masyarakat luas.
Sosialisasi yang dilakukan tidak hanya kepada masyarakat awam tetapi juga kepada ulama,
pondok pesantren, ormas-ormas, instansi, institusi, pengusaha, dll. Yang selama ini belum
tahu ataupun belum memahami secara detail apa dan bagaimana keberadaan dan operasional
Bank Syari’ah walaupun dari sisi Fiqih dan Syari’ah mereka tahu benar.
6. Piranti Moneter
Piranti Moneter yang pada saat ini masih mengacu pada sistem bunga sehingga belum bisa
memenuhi dan mendukung kebijakan moneter dan kegiatan usaha bank syari’ah, seperti
kelebihan/kekurangan dana yang terjadi pada Bank Syari’ah ataupun pasar uang antar bank
syari’ah dengan tetap memperhatikan prinsip syari’ah. Bank Indonesia selaku penentu
kebijakan perbankan mencoba untuk menyiapkan piranti moneter yang sesuai dengan prinsip
syari’ah seperti halnya SBI dan SBPU yang berlandaskan syari’ah Islam.
7. Jaringan Kantor
Pengembangan jaringan kantor Bank Syari’ah diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan
pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu kurangnya jumlah Bank Syari’ah yanga ada
juga menghambat perkembangan kerjasama antar Bank Syari’ah. Jumlah jaringan kantor
bank yang luas juga akan meningkatkan efisiensi usaha serta meningkatkan kompetisi ke arah
peningkatan kulaitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa perbankan syari’ah.
Pengembangan jaringan Perbankan Syari’ah dapat dilakukan dengan beberapa cara antara
lain:
a. Peningkatan kualitas Bank Umum Syari’ah dan BPR Syari’ah yang telah beroperasi.
b. Perubahan kegiatan usaha Bank Konvensional yang memiliki kondisi usaha yang baik
dan berminat untuk melakukan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syari’ah.
c. Pembukaan kantor cabang syari’ah (full branch) bagi bank konvensional yang memiliki
kondisi usaha yang baik dan berminat untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syari’ah.
Pembukaan kantor cabang syari’ah dapat dilakukan dengan 3 cara antara lain :
a. Pembukaan kantor cabang dengan mendirikan kamtor, perlengkapan dan SDM yang
baru.
b. Mengubah kantor cabang yang ada menjadi kantor cabang syari’ah.
c. Meningkatkan status kantor cabang pembantu menjadi kantor cabang syari’ah.
8. Pelayanan
Dunia perbankan senantiasa tidak terlepas pada masalah persaingan, baik dari sisi rate/margin
yang diberikan maupun pelayanan. Dari hasil survei lapangan membuktikan bahwa kualitas
pelayanan merupakan peringkat pertama kenapa masyarakat memilih bergabung dengan
suatu bank.
Dewasa ini semua Bank Konvensional berlomba-lomba untuk senantiasa memperhatikan dan
meningkatkan pelayanan kepada nasabah, tidak telepas dalam hal ini Bank Syari’ah yang
dalam operasionalnya juga memberikan jasa tentunya unsur pelayanan yang baik dan islami
hahrus diperhatikan dan senantiasa ditingkatkan. Tentunya hal ini harus didukung oleh
adanya SDM yang cukup handal dibidangnya. Kesan kotor, miskin dan tampil ala kadarnya
yang selama ini melekat pada “Islam” harus dihilangkan.
F. Keterkaitan Institusi Pendidikan dalam Pengembangan Perbankan Syariah
Seperti telah disebutkan di atas bahwa salah satu penghambat perkembangan Bank
Syari’ah adalah keberadaan SDM. Guna menciptakan SDM yang handal dan profesional
dibidang Perbankan Syari’ah tentunya tidak terlepas dari peranan Institusi Pendidikan yang
dalam hal ini memang berperan sebagai pencetak SDM.
Mengingat prospek Bank Syariah dalam dunia perbankan sangat bagus bahkan
mendapat tanggapan positif dari semua pihak, sebaliknya perkembangan Bank Syariah
sendiri masih berada pada phase “growth” justru sangat kritis/riskan. Pilihan kita hanya satu
yakni bagaimana mewujudkan keberhasilan atau sukses. Kiranya dalam pengembangan Bnak
Syariah ini dipersyaratkan dukungan SDM yang berkualitas, berintegritas dan bermoral
islami. Dan mengingat sampai saat ini masih belum ada lembaga/institusi pendidikan yang
handal dan berkualitas dalam menciptakan SDM Perbankan Syariah, maka sudah saatnya
bagi para cendekiawan muslim untuk turut serta memikirkan pengembangan Perbankan
Syariah dengan cara menyiapkan SDM yang handal dan profesional di bidang perbankan
syariah melalui institusi pendidikan yang dimilikinya.
Sebagai contoh apa yang telah dirintis oleh STIE Perbanas Surabaya dengan
memberikan mata kuliah pilihan Syariah Banking pada mahasiswanya mulai tahun ajaran
1999/2000 yang dalam pelaksanaanya bekerjasama dengan PT. BPR Syariah Baktimakmur
Indah sebagai tenaga pengajar. Dengan keberhasilan yang dicapai dalam taraf uji coba ini,
direncanakan pada tahun ajaran berikutnya dapat ditingkatkan dengan membuka Program.
Saran
Ekonomi islam atau ekonomi syariah saat ini sedang ramai di perbincangkaan, bahkan
sudah banyak masyarakat menginginkan penerapannya pada perekonomian indonesia.
Penerapan ekonomi islam sendiri menurut kelompok kami merupakan perbaikan
perekonomian Indonesia, dengan segala prinsip-prinsip yang mengaturnya.
Oleh karena itu, pemerintah hendaknya bisa menyentakkan dan membuka mata untuk melirik
dan menerapkan ekonomi syariah sebagai solusi perekonomian Indonesia. Pemerintah harus
melihat ekonomi syari’ah dalam konteks penyelamatan ekonomi Nasional.