Drowning
Drowning
Disusun Oleh
Rexa Mayga Pratama 17360187
Reynaldi Samba Pratama 17360188
Reza Ramadhani 17360189
Rianti Nuranisa Putri Daen 17360190
Pembimbing:
2017
DAFTAR ISI
Halaman
COVER.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................iv
ii
DAFTAR TABEL
No.Tabel Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
asin (salt water drowning). Mekanisme kematian pada tenggelam pada umumnya
adalah asfiksia, mekanisme kematian yang dapat juga terjadi pada tenggelam
adalah karena inhibisi vagal dan spasme laring (David S, 2012). Penelitian pada
akhir tahun 1940-an hingga awal 1950-an menjelaskan bahwa kematian
disebabkan adanya gangguan elekrolit atau terjadinya hipoksia dan asidosis yang
menyebabkan aritmia jantung akibat masuknya air dengan volume besar ke dalam
sirkulasi melalui paru-paru (Singh et al, 2015).
Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik kecelakaan secara
langsung maupun tenggelam yang terjadi oleh karena korban dalam keadaan
mabuk, berada di bawah pengaruh obat atau pada mereka yang terserang epilepsi.
Pembunuhan dengan cara menenggelamkan jarang terjadi, korban biasanya bayi
atau anak-anak. Pada orang dewasa dapat terjadi tanpa sengaja, yaitu korban
sebelumnya dianiaya, disangka sudah mati, padahal hanya pingsan. Untuk
menghilangkan jejak korban dibuang ke sungai, sehingga mati karena tenggelam.
Bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri juga merupakan peristiwa yang
jarang terjadi. Korban sering memberati dirinya dengan batu atau besi, baru
kemudian terjun ke air (Singh et al, 2015).
Kondisi drowning memiliki banyak tantangan untuk dibuktikan dalam
pendekatan patologi forensik, dalam menentukan sebab, serta cara kematian
jenazah. Dalam menentukan cara kematian diperlukan pertimbangan terkoordinasi
terhadap keadaan-keadaan yang diduga pada kematian, bukti-bukti medis obyektif
yang ada, serta walaupun tidak mutlak spesifik, terdapat beberapa data konfirmatif
yang dapat dicari melalui pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan
TKP yang dapat membantu menemukan cara kematian jenazah korban tenggelam.
Meski bukan merupakan cara kematian mayor pada kasus tenggelam, ilmu
kedokteran forensik dapat memberikan kontribusi dalam membedakan cara
kematian tenggelam karena bunuh diri atau pembunuhan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan Pembaca
mengenai pembunuhan atau bunuh diri pada kasus tenggelam.
3
BAB II
KERANGKA TEORI
Hipoksia dan asidosis serta efek multiorgan dari proses ini yang
menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada tenggelam. Kerusakan
sistem saraf pusat dapat terjadi karena hipoksemia yang terjadi karena
tenggelam (kerusakan primer) atau dari aritmia, gangguan paru atau
disfungsi multiorgan (Cantwell PG et al, 2013).
terjadi regurgitasi dan aspirasi isi lambung kemudian adanya laringospasme yang
diikuti dengan pemasukan air. Setelah itu, korban kehilangan kesadaran dan
terjadi apneu. Penderita kemudian megap-megap kembali, bisa sampai beberapa
menit diikuti kejang-kejang. Penderita akhirnya mengalami henti nafas dan
jantung (Dahlan S, 2000).
terjadi di kolam renang atau galian tanah berisi air. Faktor-faktor yang
sering menjadi penyebab kecelakaan antara lain karena mabuk atau
serangan epilepsi
2. Bunuh diri
Peristiwa bunuh diri dengan menjatuhkan diri ke dalam air sering kali
terjadi. Terkadang tubuh pelaku diikat dengan pemberat agar supaya tubuh
dapat tenggelam dengan mudah
3. Pembunuhan
Banyak cara yang digunakan misalnya dengan melemparkan korban ke
laut atau memasukkan kepala ke dalam bak berisi air.
Pada kasus korban tenggelam yang sudah membusuk, identifikasi amat
sukar atau sudah tidak diketahui tempat kejadiannya, tidak ada saksi, maka
tidak dapat diklasifikasikan kecelakaan atau bunuh diri/ pembunuhan.
c. Benda asing dalam paru dan saluran pernafasan mempunyai nilai yang
menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan mulai
membusuk. Demikian pula dengan isi lambung dan usus.
d. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara
fisik dan kimia sama dengan air tempat korban tenggelam mempunyai
nilai yang bermakna.
e. Pada beberapa kasus, ditemukan kadar alkohol tinggi dapat menjelaskan
bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada saat masuk ke dalam
air.
Korban yang tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama
makin banyak, kemudian menjadi tidak sadar dalam 2-12 menit (fatal period).
Dalam periode ini, apabila korban dikeluarkan dari air, masih ada kemungkinan
dapat hidup bila upaya resusitasi berhasil.Waktu yang diperlukan untuk terbenam
dapat bervariasi tergantung dari keadaan sekeliling korban, keadaan masing-
masing korban, reaksi perorangan yang bersangkutan, keadaan kesehatan, dan
jumlah serta sifat cairan yang dihisap masuk ke dalam saluran pernapasan.
Tabel 2.1 Perbedaan tanda antemortem dan postmortem pada kasus mat
tenggelam
Gambaran Tenggelam Ante-Mortem Tenggelam Post-Mortem
Buih Halus, banyak buih keluar Tidak ditemukan buih.
dari hidung dan mulut
Mengembang, bertumpang Terdapat air dalam paru-
tindih dengan jantung, paru.
Paru-paru terdapat indentasi tulang-
tulang iga, terjadi edema
pada paru.
Spasme mayat Rumput atau ranting tampak Tidak dijumpai.
pada genggaman mayat.
Biasanya tidak ditemukan. Cedera pada bagian tubuh
Cedera kepala atau cedera yang menyebabkan
Cedera bagian tubuh lainnya bisa kematian.
terjadi jika tubuh
menghantam benda keras
yang terdapat dalam air.
Terdapat tanda-tanda Tanda-tanda kematian
Temuan tanda asfiksia. disebabkan oleh alasan
asfiksia lain, dimana korban
meninggal karena keadaan
syok.
10
g. Luka lecet akibat gesekan benda-benda dalam air. Luka lecet biasanya
dijumpai pada bagian menonjol, seperti kening, siku, lutut, punggung kaki
atau tangan. Puncak kepala mungkin terbentur pada dasar ketika terbenam,
tetapi dapat pula terjadi luka post-mortal akibat benda-benda atau binatang
dalam air.
h. Dapat ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia seperti sianosis, Tardieu spot.
Petekie dapat muncul pada kasus tenggelam, tetapi lebih sedikit daripada
gantung diri karena pada tenggelam tidak terjadi kematian secara mendadak
sehingga pecahnya kapiler tidak secara tiba-tiba atau hanya sedikit.
Pada mayat yang sudah membusuk, dapat ditemukan:
a. Mata melotot karena terbentuknya gas pembusukan.
b. Lidah tampak keluar karena gas pembusukan yang mendorong pangkal lidah.
Hal ini juga dapat terjadi pada mayat yang mengalami pembusukan di darat.
c. Muka menjadi hitam dan sembab yang disebut tite de negre (kepala orang
negro).
d. Pugilistic attitude
Posisi lutut dan siku sedemikian rupa sehingga kaki dan tangan tampak
membengkok (frog stand). Ini disebabkan cairan dan gas yang terbentuk pada
persendian.
e. Vena tampak jelas berwarna hijau sampai kehitam-hitaman karena terbentuk
FeS. Ini dapat juga terjadi pada orang yang mati di darat.
f. Pada laki-laki tampak skrotum membesar, mungkin terjadi prolaps atau
adanya gas pembusukan. Pada wanita hamil dapat keluar anak yang
dikandung.
g. Bila lebih membusuk lagi, kulit ari akan mengelupas sehingga warna kulit
tidak jelas, rambut lepas.
imbibisi). Paru berwarna merah jambu pucat dan dapat mengalami emfisema.
Ketika paru tersebut dipindahkan dari dada, paru tetap mempertahankan bentuk
normalnya dan cenderung tidak kolaps. Ketika memotong paru yang mengalami
emfisema kering akan terdengar bunyi krepitasi yang mudah dinilai. Setelah
dipotong, masing-masing bagian paru mempertahankan bentuk normalnya seperti
sebelum dipotong dan cenderung berdiri tegak. Ketika jaringan dipotong dan
ditekan antara ibu jari dan keempat jari lainnya terdapat sedikit buih dan tidak ada
cairan dan gas, kecuali jika terdapat edema. Dengan demikian, paru tetap kering
pada kasus tenggelam di air tawar(Ilmu Kedokteran Forensik, 1997).
Pada kasus tenggelam di air laut, paru-paru dapat ditemukan membesar
seperti balon, lebih berat, sampai menutupi jantung (Ilmu Kedokteran Forensik,
1997). Pada pengirisan terdapat banyak cairan, beratnya kadang melebihi 2.000
gram. Karena paru sangat edema maka tepi depan paru overlap di depan
mediastinum sehingga berbentuk seperti cetakan iga. Paru berwarna keunguan
atau kebiruan dengan permukaan mengkilap. Paru lembab dan konsistensinya
seperti agar-agar dan hilang dengan penekanan. Ketika paru dipindahkan dari
tubuh dan ditempatkan pada meja pemotongan, paru tidak mempertahankan
bentuk normalnya tapi cenderung datar. Ketika dipotong, tidak ada suara krepitasi
yang terdengar dan bahkan tanpa penekanan jaringan mengeluarkan banyak
cairan. Jaringan paru ditekan maka akan ditemukan paru dipenuhi cairan. Dengan
demikian kasus tenggelam di air laut paru mengalami lembab dan basah (Sauko et
al, 2004).
Petekie yang sangat sedikit dapat ditemukan karena kapiler terjepit di
antara septum inter alveolar. Dapat ditemukan bercak-bercak perdarahan yang
disebut bercak Paltauf akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin). Petekie
subpleura dan bula emfisema jarang ditemukan dan bukan merupakan tanda khas
tenggelam, tetapi sebagai usaha respirasi (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997).
Sedangkan untuk mengetahui benda-benda air yang masuk ke saluran pernafasan
dapat dibuktikan dengan membuka saliran pernafasan dari trakea, bronkus sampai
percabangan bronkus di hilus. Jika dari pemeriksaan ditemukan benda-benda air
seperti pasir, kerikil, lumpur, tumbuhan air dan lain-lain maka dapat dipastikan
bahwa korban masih hidup sebelum tenggelam (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997).
13
Organ lain seperti otak, ginjal, hati, dan limpa dapat mengalami pembendungan.
Lambung dan usus halus dapat sangat membesar, berisi air dan lumpur(Ilmu
Kedokteran Forensik, 1997).
sediaan atau pada sumsum tulang cukup ditemukan hanya satu (Ilmu Kedokteran
Forensik, 1997).
Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan getah paru dengan cara
permukaan paru disiram dengan air bersih, lalu iris bagian perifer, ambil sedikit
cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada gelas obyek, tutup dengan
kaca penutup dan lihat dengan mikroskop. Selain diatom dapat pula terlihat
ganggang atau tumbuhan jenis lainnya(Ilmu Kedokteran Forensik, 1997).
Ketika air tawar memasuki paru-paru, natrium plasma turun dan kalium plasma
meningkat, sedangkan pada inhalasi air asin, natrium plasma meningkat cukup
tinggi dan kalium hanya meningkat ringan. Pada tenggelam pada air tawar,
konsentrasi natrium serum dalam darah dari ventrikel kiri lebih rendah
dibandingkan ventrikel kanan. Namun, angka ini dapat bervariasi, ini disebabkan
ketika post mortem dimulai maka difusi cairan dapat mengubah tingkat natrium
dan kalium yang sebenarnya. Oleh karena itu Simpson berpendapat bahwa analisis
dari kadar Na, Cl dan Mg telah dipergunakan, tetapi hasilnya terlalu beragam
untuk digunakan didalam praktek sehari-hari (Shepherd, 2003).
BAB III
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
17