Laporan Kasus OK Kista Ovarium
Laporan Kasus OK Kista Ovarium
JAKARTA
LAPORAN KASUS
KISTA OVARIUM
Diajukan Kepada :
Disusun Oleh :
1
Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono Magelang
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
KISTA OVARIUM
Disusun Oleh:
Ola Dwi Nanda
1310.221.068
Menyetujui,
Pembimbing
2
(Letkol. Ckm dr. Suparno, Sp. An)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul
Penatalaksanaan Anestesi Spinal Kistektomi pada Pasien Kista Ovarium.
Tujuan penulisan laporan kasus ini ialah untuk memenuhi salah satu syarat
mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif RST
Tk II dr. Soedjono Magelang.
Dalam kesempatan ini perkenakanlah penulis untuk menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Suparno, Sp.An selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dalam
pengerjaan laporan kasus kami.
2. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
laporan kasus ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih jauh dari kesempurnaan serta masih banyak terdapat kekurangan. Kami
berharap semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca
serta perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran.
3
BAB I
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 44 tahun
Alamat : RT 03/RW 07, Ngasiman, Kec.Grabag, Magelang
Diagnosis Pre Op : Kista Ovarium
Tindakan Op : Kistektomi
Tanggal Masuk : 21 Agustus 2014
Tanggal Operasi : 22 agustus 2014
4
SUBJEKTIF
B1 : Sesak napas disangkal, sakit tenggorokan disangkal, batuk lama disangkal,
pilek disangkal, alergi dingin, obat serta makanan juga disangkal
B2 : nyeri dada yg menjalar kepunggung disangkal dan berdebar-debar disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal.
B3 : Sakit kepala (+), lemas (+) pandangan kabur (-), kelemahan otot (-), kejang
disangkal
B4 : BAK dirasakan sulit, BAK sedikit-sedikit, sakit pada saat BAK disangkal,
nyeri pinggang disangkal. Terdapat benjolan didaerah perut sebesar bola tenis
B5 : Perut terasa nyeri sejak 3 bulan yll, nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri
dirasakan semakin meningkat pada beberapa minggu ini , muntah 1x, BAB (+).
Terdapat hemorroid
B6 : Nyeri pada sendi disangkal
OBJEKTIF
B1 :
RR : 20x/menit
Teeth : normal
Tongue : normal
Tumor : terdapat benjolan di perut bawah bagian kiri
Tonsil : T1- T1
Trakea : dalam posisi lurus, dbn
Tiroid : tidak teraba pembesaran, Nyeri tekan (-)
Tempurung mandibula joint: dapat membuka mulut sampai 3 jari
Tortikolis vertebrae : normal
Mallampati score: Skor Kelas I yaitu jika palatum molle, amandel anterior
dan posterior pila, dan seluruh uvula potongan jaringan lunak yang
menggantung dari atap mulut dekat bagian belakang lidah yang mudah
terlihat
Pulmo :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
5
Palpasi : FT kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : SDV +/+, Rh-/-, Wh-/-
B2 :
TD : 110/80 N: 76x/menit
Cor :
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : tidak ada pelebaran batas jantung
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
R. Hipertensi disangkal, R. Penyakit Jantung disangkal
B3
GCS : E4 V5 M6
Reflek Cahaya +/+, PBI 3/3
R. Fisiologis sup +/+/ inf +/+
R. Patologis sup -/-/ inf-/-
KM : sup 5/5 inf/5/5
R. Trauma disangkal
6
B4 :
BAK(+) DC, produksi urin ditampung +100cc/jam, kuning jernih.
B5 :
Mual muntah (+)
Abdomen :
Inspeksi : Perut sedikit membesar, jejas (-), sikatrik (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (+), kuadran kiri bawah, teraba masa
±10x10cm,mobile
hepar & lien tidak teraba
B6 :
Ekstremitas
Edema -/-/-/- Cyanosis -/-/-/-
Deformitas -/-/-/-
Atrofi otot (-), motorik dan sensorik normal
Assesment
Pasien Ny.T, perempuan, 44 tahun, dengan Kista Ovarium ASA PS II
Planning
Jenis Pembedahan : Kistektomi
Jenis Anestesi : Regional Anestesi – Spinal
Persiapan Pre-Operasi
Persiapan pasien :
a. Informed Consent
b. Pasien puasa 6 jam pre op
c. Infuse RL 20 tpm
7
o A : Airway pipa mulut-faring (guedel, orotracheal airway) atau
pipa hidung-faring (naso-tracheal airway)
o T : Tape plester
o I : Introducer mandrin atau stilet
o C : Connector penyambung pipa dan peralatan anesthesia
o S : Sucstion
Peralatan monitor
Tekanan darah, nadi, EKG
Spinal set
Jarum spinal ujung tajam / jarum spinal dengan ujung tumpul beserta silet
Kassa, betadine dan alkohol
Spuit 5cc
Durante Operasi
8
4. Dilakukan penyuntikan dengan jarum Spinocan G 27 menembus sampai
ruang subarachnoid, ditandai dengan keluarnya LCS, barbotage positif,
dimasuki induksi bupivacain 4 mL
5. Pasien diposisikan tidur telentang kembali dan pasang kanul nasal oksigen
3L/m
6. Nilai level blok sensorik hasilnya blok setinggi Toracal 10
7. Memastikan kondisi pasien stabil dengan vital sign dalam batas normal
Monitoring
Pernafasan: O2 nasal canule, 3 lpm
Pemantauan selama operasi
Waktu Tekanan Nadi SpO2 Keterangan
darah
09.35 141/97 102 98 Premedikasi :
inj.petidin 50mg,
inj.Midazolam
2mg
Anestesi regional
– spinal :
inj.bupivacain 4ml
09.40 135/91 103 99 Mulai operasi
Inj.ondansentron
4mg
09.45 117/72 96 99
09.50 115/70 90 99
10.55 108/73 92 99
11.00 105/75 88 99
11.05 105/70 86 99
11.10 104/72 86 99
11.15 105/70 85 99 Operasi selesai
Post-Operasi
Keluhan: mual (-), muntah (-), pusing (-), nyeri (-)
Pemeriksaan fisik:
o B1: airway paten, nafas spontan, RR 20x/menit, rhonki -|-, wheezing -|-
o B2: akral hangat, kering, kemerahan, N:90x/menit, TD 110/80 mmHg,
S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
o B3: GCS 15, pupil bulat isokor Ø 3mm, refleks cahaya +|+
9
o B4: terpasang kateter 16F, urine warna kuning jernih (+), produksi urin
200 cc.
o B5: flat, soefl, bising usus (+), luka operasi bersih.
o B6: mobilitas (-), mampu menggerakkan keempat ekstremitas secara
spontan, edema -|-, sianosis -|-, anemis -|-, ikterik -|-, CRT<2 detik.
Terapi Pasca Bedah:
o O2 nasal canul 2 lpm
o Infus RL/NS 95 cc/jam
o Antibiotika: sesuai TS bedah
o Inj. Ranitidin 2x50 mg
o Inj. Ketorolac 3x30 mg
o Bila mual/muntah: kepala dimiringkan, head down, k/p di suction, Inj.
Ondansentron 4 mg
o Bila kesakitan: Inj. Tramadol 100 mg
o Minum makan: bila tidak ada mual/muntah
Monitoring:
Cek vital sign tiap 15 menit selama 2 jam
o Bila RR <10x/menit, berikan O2 NRBM 10 lpm
o Bila nadi <50x/menit, berikan sulfas atropine 0.5 mg iv
o Jika tekanan darah systole <90mmHg, berikan RL 500 cc dalam 30 menit
(efedrin 5 mg iv)
o Pindah ruangan jika aldrete score >8
Makan dan minum, bertahap bila pasien tidak mual dan muntah
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANESTESI SPINAL
Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan
menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-
spinal (CSF). Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok
spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita
menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang sub arachnoid di daerah
antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.
Anestesi spinal sangat cocok untuk pasien yang berusia tua dan orang-
orang dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernapasan kronis, hati,
ginjal dan gangguan endokrin seperti diabetes. Banyak pasien dengan penyakit
jantung ringan mendapat manfaat dari vasodilatasi yang menyertai anestesi
spinal kecuali orang-orang dengan penyakit katub pulmonalis atau hipertensi
tidak terkontrol. Sangat cocok untuk menangani pasien dengan trauma yang
telah mendapatkan resusitasi yang adekuat dan tidak mengalami hipovolemik.
Indikasi:
11
Infeksi pada tempat suntikan
Hipovolemia berat, syok
Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
Tekanan intrakranial meningkat
Fasilitas resusitasi minim
Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
Jarum spinal
12
- Jarum spinal dengan ujung tajam(ujung bamboo runcing, quincke bacock)
atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point whitecare).
13
biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan
kateter.
- Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum
dewasa ± 6cm. Posisi:
- Posisi Duduk
- Pasien duduk di atas meja operasi
- Dagu di dada
- Tangan istirahat di lutut
- Posisi Lateral:
- Bahu sejajar dengan meja operasi
- Posisikan pinggul di pinggir meja operasi
- Memeluk bantal/knee chest position
14
Anastesi Lokal untuk Anastesi Spinal
Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-
1.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut
isobaric. Anastetik local dengan berat jenis lebih besar dari css disebut
15
hiperbarik. Anastetik local dengan berat jenis lebih kecil dari css disebut
hipobarik. Anastetik local yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik
diperoleh dengan mencampur anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis
hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur
dengan air injeksi.
Bupivacaine
Bupivacaine adalah obat anestetik lokal yang termasuk dalam golongan
amino amida. Bupivacaine di indikasi pada penggunaan anestesi lokal termasuk
anestesi infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi epidura dan anestesi intratekal.
Bupiivacaine kadang diberikan pada injeksi epidural sebelum melakukan operasi
athroplasty pinggul. Obat tersebut juga biasa digunakan untuk luka bekas operasi
untuk mengurangi rasa nyeri dengan efek obat mencapai 20 jam setelah operasi.
Hipotensi
Anestesi spinal tinggi / total.
Henti jantung
16
Mual dan muntah
Penurunan panas tubuh
Parestesia.
Komplikasi lanjut
17
KISTA OVARI
A. Pengertian
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat
tumbuh di mana saja dan jenisnya bermacam-macam.Kista yang berada di
dalam maupun permukaan ovarium (indung telur ) disebut kista ovarium atau
tumor ovarium. Kista ovarium adalah bentuk atau jenis yang paling sering terjadi
pada ovarium yang mempunyai struktur dinding yang tipis, mengandung
cairan serosa dan sering terjadi selama masa menopause. Kista ovarium adalah
tumor jinak yang diduga timbul dari bagian ovum yang normalnya
menghilang saat menstruasi, asalnya tidak teridentifikasi dan terdiri atas sel-sel
embrional yang tidak berdiferensiasi, kista ini tumbuh lambat dan
ditemukan selama pembedahan yang mengandung material sebasea kental
berwarna kuning yang timbul dari lapisan kulit. (Smeltzer, 2001)
B. Klasifikasi
1. Pembagian kista ovarium berdasarkan non neoplastik dan neoplastik yaitu:
a. Non Neoplastik
1) Kista folikel
18
4) Kista inklusi germinal
5) Kista endometrium
6) Kista stein-levental
b. Neoplastik
1) Kistoma ovarii simpleks
2) Kistadenoma ovarii musinosum
.
4) Kista endometrioid
19
5) Kista dermoid
20
fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh
wanita tidak menghasilkan hormon hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi
ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel. Yang
berbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel gagal mengalami
pematangan dan gagal melepaskan sel telur, karena itu terbentuk kista di dalam
ovarium.
D. PATOFISIOLOGI
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang
disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan
diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture
akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm
dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus
luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila
terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara
gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-
kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh
gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat terbentuk
karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang
berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan
choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes,
HCg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi
infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH)
atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi
ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
21
22
E. TANDA DAN GEJALA
1. Perut terasa penuh, berat, kembung
2. Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)
3. Haid tidak teratur
4. Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar
ke punggung
bawah dan paha.
5. Nyeri sanggama
6. Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada
saat hamil.
Kista Ovarium
F. Komplikasi
1. Perdarahan ke dalam kista
2. Putaran tangkai
23
G. Penatalaksanaan
Pengobatan kista ovarium biasanya adalah pengangkatan
melaui tindakan bedah bila ukurannya > 5 c m . J i k a kurang dari 5
cm dan tampak terisi oleh cairan/fisiologis pada pasien muda yang
sehat. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium
dan menghilangkan kista. Sekitar 80 % lesi yang terjadi pada wanita berusia
29 tahun dan yang lebih muda adalah jinak, setelah 50 tahun hanya 50 %
yang jinak. Perawatan paska operatif setelah pembedahan untuk
mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah
pembedahan abdomen dengan satu pengecualian. Penurunan tekanan
intra abdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar
biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Komplikasi ini
dapat dicegah sampai suatu tingkat dengan memberikan gurita abdomen
yang ketat.
H. Pemeriksaan penunjang
1. Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak batas tumor, apakah tumor
berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor kistik
atau solid, dan dapatkah dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut
yang bebas dan yang tidak.
2. Laparoskopi
Dengan laparoskopi, alat teropong ringan dan tipis dimasukkan melalui
pembedahan kecil di bawah pusar untuk melihat ovarium, menghisap
cairan dari kista atau mengambil bahan percontohan untuk biopsi.
24
3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi
dalam tumor.
4. Parasentesis
Telah disebut bahwa pungsi pada asites berguna untuk menentukan sebab
asites. Perlu diingat bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum
peritonium dengan isi kista bila dinding kista tertusuk.
25
BAB III
PEMBAHASAN
26
2. Tahap anestesi spinal
a. Pasien duduk pada meja operasi dengan posisi kaki lurus, tangan
pada kaki, kepala menunduk
b. Indentifikasi inter space L3 – L4
c. Desinfeksi LA dengan menggunakan betadine
d. Dilakukan penyuntikan Spinocan G 27 S / RSA
e. LCS (+)
f. Barbotage (+)
g. Bupivacain 4 ml
3. Maintenance
O2 nasal canul 3 L/menit
Terapi Cairan
a. Kebutuhan cairan selama operasi dan karena trauma operasi selama 1
jam : kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan operasi sedang
= (4cc x 55 kg x 1 jam) + (6 cc x 55 kg x 1 jam)
27
Post operatif
Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke recovery room. Observasi post
operasi dengan dilakukan pemantauan secara ketat meliputi vital sign (9tekanan
darah, nadi, suhu dan respirasi). Oksigen tetap diberikan 2-3 liter/menit
28
BAB V
PENUTUP
V.1 KESIMPULAN
V.2 SARAN
1. Persiapan preoperative pada pasien perlu dilakukan lebih baik lagi, agar
proses anestesi dan pembedahan dapat berjalan dengan baik
2. Memperhatikan kebutuhan cairan pasien pada saat operasi berlangsung.
3. Pemantauan tanda vital selama operasi terus menerus agar dapat melihat
keadaan pasien selama pasien dalam keadaan anesthesia.
29
DAFTAR PUSTAKA
Grace, Pierce. A., Neil R. Borley., At a Glance, Edisi 3. Erlangga, Jakarta, 2007,
hlm.106-107.
Morgan GE, Mikhail MS. Clinical anesthesiology. 2nd ed. Stamford:A LANGE
medical book; 1996. 834.
30