Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH BIMBINGAN KEJURUAN

RASIONALISASI/PENTINGNYA BIMBINGAN KEJURUAN, LANDASAN

HUKUM, HAKEKAT DAN TUJUAN BIMBINGAN KEJURUAN

Disusun oleh :

KELOMPOK 1 – A 2016

1. Wahyu Arya Ruswanto (16504241004)

2. Apriana Devi Nur Amelia (16504241020)

3. Nabila Naila Fatin (16504241025)

PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sekolah Menengah Kejuruan merupakan salah satu bentuk dari

pendidikan menengah kejuruan yang ada di Indonesia. Lembaga pendidikan

kejuruan ini mempunyai tugas mendidik dan mempersiapkan peserta didik

untuk memasuki serta meniti karirnya di dunia kerja. Dengan demikian SMK

merupakan sekolah khusus yang menekankan proses pembelajarannya pada

umumnya memberikan keterampilan kepada anak didik sehingga mempunyai

kemampuan untuk mempertahankan eksistensi dirinya dalam kehidupan di

dunia kerjanya. Dengan keterampilan yang dimilikinya, maka anak didik yang

sudah lulus dapat mengaktualisasikan dan mengimplementasikan segala

kemampuan dirinya untuk hidup secara baik.

Pendidikan kejuruan dipergunakan untuk menyiapkan siswa agar siap

kerja baik di lingkungannya sendiri maupun di lingkungan masyarakat, maka

misi utama para pendidik dan pemangku kebijakan adalah membentuk fondasi

yang kuat bagi para siswa pada proses belajar mengajar, penguasaan dan

penerapan keterampilan akademis, dan penerapan konsep-konsep yang

diperlukan. Penyelenggaraan pendidikan kejuruan harus difokuskan dan

diarahkan pada program-program pendidikan yang mengarah pada kesiapan

individu dalam rangka mempersiapkan dirinya sebagai pekerja, baik dibayar

maupun tidak dibayar. Dari berbagai pendapat tadi jika dicermati ada tiga
maksud yang tersirat dari pendidikan kejuruan yaitu: (1) memberi layanan

bimbingan karir dan kejuruan, (2) memberi pengalaman pada siswa pada

bidang-bidang kejuruan tehnik, (3) membimbing siswa untuk menguasai

kemampuan dan keterampilan yang spesifik di bidang keteknikan, sehingga

pendidikan kejuruan itu mempunyai ciri yang berbeda dengan jenis pendidikan

yang lain.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pentingnya/rasionalisasi bimbingan kejuruan?

2. Apa saja landasan hukum bimbingan kejuruan?

3. Apa hakekat bimbingan kejuruan?

4. Apa tujuan bimbingan kejuruan?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui dengan pentingnya/rasionalisasi bimbingan kejuruan.

2. Untuk mengetahui landasan hukum bimbingan kejuruan.

3. Untuk mengetahui hakekat bimbingan kejuruan.

4. Untuk mengetahui tujuan bimbingan kejuruan.


BAB II

ISI

A. RASIONALISASI PENTINGNYA BIMBINGAN KEJURUAN

Permasalahan mendasar yang dihadapi oleh Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) Rumpun Teknologi saat ini adalah belum tercapainya

kemampuan kompetensi minimal untuk penguasaan prinsip dasar dan

keterampilan manual bagi siswanya. Penyebab belum tercapainya penguasaan

kompetensi siswa tersebut antara lain dikarenakan SMK tidak dikelola secara

profesional baik yang menyangkut sistem pengelolaannya, proses

pembelajarannya, dan kelengkapan sarana dan prasarana praktiknya. Sehingga

hal tersebut akan memberikan dampak negative kepada lulusan yang

dikeluarkannya baik yang mencakup keterampilan (hard skill) maupun mental

kerja (soft skill).

Kelemahan dan kekurangan lulusan SMK sebagai tenaga kerja baru di

industri lebih banyak pada aspek soft skill seperti adaptasi, percaya diri,

kerjasama tim manajemen diri, kedisiplinan, inisiatif, mental kerja, sikap kerja,

motivasi kerja dan sejenisnya. Aspek soft skill dalam pendidikan kejuruan

khususnya SMK sering disebut dengan bimbingan kejuruan (vocational

guidance), keberadaanya kurang begitu nampak dalam proses pembelajaran

karena tidak ada kurikulum dan silabi yang mengaturnya. Maka aspek soft skill

perlu dipertegas atau dianjurkan keberadaannya dalam struktur kurikulum

SMK, tentu saja perlu dirancang dengan baik yang menyangkut bentuk struktur
isi dan silabinya, stategi pembelajarannya, termasuk siapa yang

mengajarkannya.

Menurut Akhmad Sudrajat (2007) istilah bimbingan vokasi (vocational

guidance) pertama kali dipopulerkan oleh Frank Person pada tahun 1908 ketika

ia berhasil membentuk suatu lembaga yang bertujuan untuk membantu anak-

anak muda dalam memperoleh pekerjaan. Para ahli vokasi memberikan definisi

bimbingan kejuruan sebagai berikut:

Vocational Guidance: is the process of helping a person to develop and accept

an integrated and adequate picture of himself and of his role in the world of

work. Vocational guidance is the process of helping individuals know

themselves; their interests value; and abilities and the world of work and its

needs to be able to reach a mature career decision.

Secara sepintas jika dicermati definisi tersebut menjelaskan bahwa

bimbingan kejuruan (vocational guidance) merupakan kegiatan yang berfungsi

membantu seseorang dalam mengembangkan dirinya untuk dapat berintegrasi

dengan dunia kerja serta menentukan karirnya sendiri. Dan mengapa bimbingan

karir diperlukan, karena dunia kerja selalu berubah setiap saat, dengan demikian

tenaga kerja dituntut dapat mengikuti perubahan tersebut. Secara rinci beberapa

ahli mengemukakan beberapa alasan pentingnya bimbingan kejuruan

diperlukan bagi seseorang, yaitu sebagai berikut:

1) The world of work is in a state of continuous change

2) The disappearance of some careers and the emergence of new or alternative

careers.
3) Employers need to recruit individuals who are capable of showing their

skills and abilities.

4) To match the changing values of individuals with new set of career

possibilities.

5) To assess the needs of the labor market and match them with the needs of

the individuals.

6) To avoid unemployment.

Dalam perspektif pendidikan nasional, pentingnya bimbingan kejuruan

dan karier sudah mulai dirasakan bersama dengan lahirnya gerakan bimbingan

dan konseling di Indonesia pada pertengahan tahun 1950-an. Pada kurikulum

1984 bimbingan karier mulai diterapkan dalam layanan bimbingan dan

penyuluhan, dan pada kurikulum 1994 bimbingan penyuluhan menjadi

bimbingan dan konseling yang didalamnya terdapat materi bimbingan karier.

Sampai dengan sekarang ini bimbingan karier tetap masih merupakan salah satu

bidang bimbingan. Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, dengan

diintegrasikannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education) dalam

kurikulum sekolah, maka peranan bimbingan karier sungguh menjadi amat

penting, dalam upaya membantu siswa dalam memperoleh kecakapan

vokasional (vocational skill), yang merupakan salah satu jenis kecakapan dalam

Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education).

Jika dikaitkan dengan penjabaran kompetensi dan materi layanan

bimbingan dan konseling di sekolah menengah, materi layanan bidang

bimbingan kerier diarahkan untuk:


a) Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang

hendak dikembangkan

b) Pemantapan orientasi dan informasi karier pada umumnya dan karier yang

hendak dikembangkan pada khususnya

c) Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup berkeluarga,

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

d) Pengenalan berbagai lapangan kerja yang dapat dimasuki tamatan

e) Orientasi dan informasi terhadap pendidikan tambahan dan pendidikan yang

lebih tinggi, khususnya sesuai dengan karier yang hendak dikembangkan

f) Khusus untuk Sekolah Menengah Kejuruan; pelatihan diri untuk

ketrampilan kejuruan khususnya pada lembaga kerja (instansi, perusahaan,

industri) sesuai dengan program kurikulum sekolah menengah kejuruan

yang bersangkutan. (Muslihudin, dkk, 2004)

B. LANDASAN HUKUM BIMBINGAN KEJURUAN

Bimbingan Kejuruan memiliki payung hukum yaitu pada pembukaan

UUD 1945 tentang mencerdaskan kehidupan bangsa dan Kehadiran BK di

institusi pendidikan sudah memiliki landasan yuridis formal dimana pemerintah

telah menyediakan payung hukum terhadap keberadaan BK di sekolah. Berikut

disampaikan peraturan-peraturan yang mendasari dan terkait langsung dengan

layanan BK di sekolah.
Selanjutnya tentang fungsi dan tujuan pendidikan dalam UU RI No. 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 3 dinyatakan

bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selanjutnya

tentang hak peserta didik disebutkan dalam Bab 5 pasal 12 Ayat 1b dimana

setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan

pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.

Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi

Akademik dan Kompetensi Konselor di Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa

untuk dapat diangkat sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar

kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional.

Kemudian penyelenggara pendidikan yang satuan pendidikannya

mempekerjakan konselor wajib menerapkan standar kualifikasi akademik dan

kompetensi konselor.

Dijelaskan pula pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Nomor 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan

Dasar dan Pendidikan Menengah beserta lampirannya.


PERMENDIKBUD NOMOR 111 TAHUN 2014

Pasal 1

Dalam peraturan menteri ini yang dimaksud dengan:

1) Bimbingan dan Konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan

berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru

Bimbingan dan Konseling untuk memfasilitasi perkembangan peserta

didik/Konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya.

2) Konseli adalah penerima layanan Bimbingan dan Konseling pada satuan

pendidikan.

3) Konselor adalah pendidik profesional yang berkualifikasi akademik

minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling

dan telah lulus pendidikan profesi guru Bimbingan dan Konseling/konselor.

4) Guru Bimbingan dan Konseling adalah pendidik yang berkualifikasi

akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan

Konseling dan memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan Konseling.

5) Satuan pendidikan adalah Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah

Dasar Luar Biasa (SD/MI/SDLB), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah

Tsanawiyah/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMP/MTs/SMPLB),

Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Atas Luar

Biasa (SMA/MA/SMALB), dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah

Aliyah Kejuruan/Sekolah Menengah Kejuruan Luar Biasa

(SMK/MAK/SMKLB).
Pasal 2

Layanan Bimbingan dan Konseling bagi Konseli pada satuan pendidikan

memiliki fungsi:

1) Pemahaman diri dan lingkungan;

2) Fasilitasi pertumbuhan dan perkembangan;

3) Penyesuaian diri dengan diri sendiri dan lingkungan;

4) Penyaluran pilihan pendidikan, pekerjaan, dan karir;

5) Pencegahan timbulnya masalah;

6) Perbaikan dan penyembuhan;

7) Pemeliharaan kondisi pribadi dan situasi yang kondusif untuk

perkembangan diri konseli

8) Pengembangan potensi optimal;

9) Advokasi diri terhadap perlakuan diskriminatif; dan

10) Membangun adaptasi pendidik dan tenaga kependidikan terhadap program

dan aktivitas pendidikan sesuai dengan latar belakang pendidikan,

bakat,minat, kemampuan, kecepatan belajar, dan kebutuhan konseli.

Pasal 3

Layanan Bimbingan dan Konseling memiliki tujuan membantu Konseli

mencapai perkembangan optimal dan kemandirian secara utuh dalam aspek

pribadi, belajar, sosial, dan karir.


Pasal 4

Layanan Bimbingan dan Konseling dilaksanakan dengan asas:

1) Kerahasiaan sebagaimana diatur dalam kode etik Bimbingan dan

Konseling;

2) Kesukarelaan dalam mengikuti layanan yang diperlukan;

3) Keterbukaan dalam memberikan dan menerima informasi;

4) Keaktifan dalam penyelesaian masalah;

5) Kemandirian dalam pengambilan keputusan;

6) Kekinian dalam penyelesaian masalah yang berpengaruh pada kehidupan

Konseli;

7) Kedinamisan dalam memandang Konseli dan menggunakan teknik layanan

sejalan dengan perkembangan ilmu Bimbingan dan Konseling;

8) Keterpaduan kerja antarpemangku kepentingan pendidikan dalam

membantu Konseli;

9) Keharmonisan layanan dengan visi dan misi satuan pendidikan, serta nilai

dan norma kehidupan yang berlaku di masyarakat;

10) Keahlian dalam pelayanan yang didasarkan pada kaidah-kaidah akademik

dan profesional di bidang Bimbingan dan Konseling;

11) Tut Wuri Handayani dalam memfasilitasi setiap peserta didik untuk

mencapai tingkat perkembangan yang optimal.

Pasal 5

Layanan Bimbingan dan Konseling dilaksanakan berdasarkan prinsip:

1) Diperuntukkan bagi semua dan tidak diskriminatif;


2) Merupakan proses individuasi;

3) Menekankan pada nilai yang positif;

4) Merupakan tanggung jawab bersama antara kepala satuan pendidikan,

konselor atau guru bimbingan dan konseling, dan pendidik lainnya dalam

satuan pendidikan;

5) Mendorong konseli untuk mengambil dan merealisasikan keputusan secara

bertanggungjawab;

6) Berlangsung dalam berbagai latar kehidupan;

7) Merupakan bagian integral dari proses pendidikan;

8) Dilaksanakan dalam bingkai budaya indonesia;

9) Bersifat fleksibel dan adaptif serta berkelanjutan;

10) Dilaksanakan sesuai standar dan prosedur profesional bimbingan dan

konseling; dan

11) Disusun berdasarkan kebutuhan konseli.

Pasal 6

1) Komponen layanan Bimbingan dan Konseling memiliki 4 (empat) program

yang mencakup:

a) layanan dasar;

b) layanan peminatan dan perencanaan individual;

c) layanan responsif; dan

d) layanan dukungan sistem.

2) Bidang layanan Bimbingan dan Konseling mencakup:

a) bidang layanan pribadi;


b) bidang layanan belajar;

c) bidang layanan sosial; dan

d) bidang layanan karir.

3) Komponen layanan Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan bidang layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dituangkan ke dalam program tahunan dan semester dengan

mempertimbangkan komposisi dan proporsi serta alokasi waktu layanan

baik di dalam maupun di luar kelas.

4) Layanan Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

yang diselenggarakan di dalam kelas dengan beban belajar 2 (dua) jam

perminggu.

5) Layanan Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

yang diselenggarakan di luar kelas, setiap kegiatan layanan disetarakan

dengan beban belajar 2 (dua) jam perminggu.

Pasal 7

1) Strategi layanan Bimbingan dan Konseling dibedakan atas:

a) jumlah individu yang dilayani;

b) permasalahan; dan

c) cara komunikasi layanan.

2) Strategi layanan Bimbingan dan Konseling berdasarkan jumlah individu

yang dilayani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan

melalui layanan individual, layanan kelompok, layanan klasikal, atau kelas

besar.
3) Strategi layanan Bimbingan dan Konseling berdasarkan permasalahan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui

pembimbingan, konseling, atau advokasi.

4) Strategi layanan Bimbingan dan Konseling berdasarkan cara komunikasi

layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan melalui

tatap muka atau media.

Pasal 8

1) Mekanisme layanan Bimbingan dan Konseling meliputi:

a) mekanisme pengelolaan; dan

b) mekanisme penyelesaian masalah.

2) Mekanisme pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

merupakan langkah-langkah dalam pengelolaan program Bimbingan dan

Konseling pada satuan pendidikan yang meliputi langkah: analisis

kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut

pengembangan program.

3) Mekanisme penyelesaian masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b merupakan langkah-langkah yang dilakukan oleh Konselor dalam

pelayanan Bimbingan dan Konseling kepada Konseli atau peserta didik

yang meliputi langkah: identifikasi, pengumpulan data, analisis, diagnosis,

prognosis, perlakuan, evaluasi, dan tindak lanjut pelayanan.

4) Program Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dievaluasi untuk mengetahui keberhasilan layanan dan pengembangan

program lebih lanjut.


Pasal 9

1) Layanan Bimbingan dan Konseling pada satuan pendidikan dilakukan oleh

Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling.

2) Tanggung jawab pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling pada

satuan pendidikan dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan

Konseling.

3) Pada satuan pendidikan yang mempunyai lebih dari satu Konselor atau Guru

Bimbingan dan Konseling kepala satuan pendidikan menugaskan seorang

koordinator.

4) Tanggung jawab pengelolaan program layanan Bimbingan dan Konseling

pada satuan pendidikan dilakukan oleh kepala satuan pendidikan.

5) Dalam melaksanakan layanan, Konselor atau Guru Bimbingan dan

Konseling dapat bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan di

dalam dan di luar satuan pendidikan.

6) Pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mendukung

pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling yang dilakukan dalam

bentuk antara lain: mitra layanan, sumber data/informasi, konsultan, dan

narasumber melalui strategi layanan kolaborasi, konsultasi, kunjungan,

ataupun alihtangan kasus.

Pasal 10

1) Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling pada SD/MI atau yang

sederajat dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling.


2) Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling pada SMP/MTs atau yang

sederajat, SMA/MA atau yang sederajat, dan SMK/MAK atau yang

sederajat dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling

dengan rasio satu Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling melayani

150 orang Konseli atau peserta didik.

Pasal 11

1) Guru Bimbingan dan Konseling dalam jabatan yang belum memiliki

kualifikasi akademik Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan

konseling dan kompetensi Konselor, secara bertahap ditingkatkan

kompetensinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2) Calon Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling harus memiliki

kualifikasi akademik Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan

konseling dan telah lulus pendidikan profesi Guru Bimbingan dan

Konseling/Konselor.

Pasal 12

1) Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling menggunakan Pedoman Bimbingan

dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah yang

tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Menteri ini.

2) Pedoman Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

perlu diatur lebih rinci dalam bentuk panduan operasional layanan

Bimbingan dan Konseling.


3) Panduan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan

ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar atau Direktur Jenderal

Pendidikan Menengah sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 13

Semua ketentuan tentang bimbingan dan konseling pada pendidikan dasar dan

pendidikan menengah dalam Peraturan Menteri yang sudah ada sebelum

Peraturan Menteri ini berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan

dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

Dengan diterbitkannya Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 Tentang

Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan dasar dan Menengah, maka

semakin kokoh kedudukan bimbingan dan konseling di sekolah terutama pada

pendidikan dasar dan menengah. Peraturan menteri ini juga sebagai pijakan atau

rujukan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dalam melaksanakan

tugas Layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah terutama permasalahan jam

masuk kelas yang selama ini menjadi perdebatan. Dalam pasal 6 ayat (4)

dijelaskan bahwa “Layanan Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) yang diselenggarakan di dalam kelas dengan beban belajar 2 (dua)

jam perminggu”.

Pasal tersebut di atas juga dipertegas dalam Lampiran Permendikbud

Nomor 111 Tahun 2014 pada halaman 18 no. 4. Kegiatan dan Alokasi Waktu

Layanan a. Kegiatan Layanan pada alinea dua dijelaskan bahwa Layanan

Bimbingan dan Konseling diselenggarakan secara terprogram berdasarkan

asesmen kebutuhan (need assesment) yang dianggap penting (skala prioritas)


dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan (scaffolding). Semua peserta didik

harus mendapatkan layanan bimbingan dan konseling secara terencana, teratur,

dan sistematis serta sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu, Konselor atau Guru

Bimbingan dan Konseling dialokasikan jam masuk kelas selama 2 (dua) jam

pembelajaran per minggu setiap kelas secara rutin terjadwal.

Sehubungan dengan penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di

SD/MI dijelaskan bahwa Pelaksanaannya dilakukan oleh Konselor atau Guru

Bimbingan dan Konseling dan bukan oleh Guru Kelas atau Wali Kelas seperti

yang tercantum dalam pasal 10 ayat (1).

Dalam pasal 10 ayat (2) dijelaskan juga bahwa Penyelenggaraan

Bimbingan dan Konseling pada SMP/MTs atau yang sederajat, SMA/MA atau

yang sederajat, dan SMK/MAK atau yang sederajat dilakukan oleh Konselor

atau Guru Bimbingan dan Konseling dengan rasio satu Konselor atau Guru

Bimbingan dan Konseling melayani 150 konseli atau peserta didik.

Dipertegas juga pada Lampiran Permendikbud ini pada halaman 37 no.

2) dan 3) Satuan Pendidikan SMP/MTs/SMPLB dan satuan Pendidikan

SMA/MA/SMALB, SMK/MAK bagian b. dijelaskan bahwa Setiap satuan

pendidikan SMP/MTs/SMPLB diangkat sejumlah Konselor atau Guru

Bimbingan dan Konseling dengan rasio 1: (150 – 160) (satu konselor atau guru

bimbingan dan konseling melayani 150 – 160 orang peserta didik / konseli).

Demikina juga pada satuan pendidikan di SMA/MA/ SMALB SMK/MAK.


C. HAKEKAT BIMBINGAN KEJURUAN

Menurut PERMENDIKBUD no. 111 bimbingan konseling adalah usaha

usaha yang sinergis, terarah, dan berkesinambungan yang dilakukan oleh

konselor dengan tujuan untuk memantau perkembangan peserta didik guna

mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Bimbingan dan konseling

merupakan komponen integral sistem pendidikan pada suatu satuan pendidikan

berupaya memfasilitasi dan memandirikan peserta didik/konseli dalam rangka

tercapainya perkembangan individu secara utuh dan optimal. Sebagai

komponen integral, wilayah bimbingan dan konseling yang memandirikan

secara terpadu bersinergi dengan wilayah layanan administrasi dan manajemen,

serta wilayah kurikulum dan pembelajaran yang mendidik.

Sebagai komponen sistem pendidikan, bimbingan dan konseling

memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli untuk mencapai

kemandirian, dalam wujud kemampuan memahami diri dan lingkungan,

menerima diri, mengarahkan diri, dan mengambil keputusan, serta

merealisasikan diri secara bertanggung jawab, sehingga tercapai kebahagiaan

dan kesejahteraan dalam kehidupannya.

Pemetaan layanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan,

menampilkan kesejajaran antara posisi layanan bimbingan dan konseling yang

memandirikan, dengan layanan manajemen dan kepemimpinan, serta layanan

pembelajaran yang mendidik. Artinya, bimbingan dan konseling tidak bersifat

suplementer, tetapi komplementer saling mengisi di antara peran pendidik pada

satuan pendidikan. Bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan


diselenggarakan untuk membantu peserta didik/konseli dalam mencapai tugas-

tugas perkembangannya. Tugas perkembangan ini di antaranya meliputi:

mencapai hubungan persahabatan yang matang, mencapai peran sosial sesuai

jenis kelaminnya, menerima kondisi fisiknya dan menggunakannya secara

efektif, mencapai kebebesan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya,

menyiapkan diri untuk hidup berumahtangga, menyiapkan diri untuk kariernya,

mencapai seperangkat nilai dan sistem etika yang membimbing tingkahlakunya,

dan mencapai tingkahlaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial.

Pada penyelenggaraan pendidikan di SMK, guru bimbingan dan

konseling atau konselor berperan membantu tercapainya perkembangan

pribadi, sosial, belajar, dan karir peserta didik/konseli. Pada satuan pendidikan

ini, guru bimbingan dan konseling atau konselor menjalankan semua fungsi

bimbingan dan konseling, yaitu fungsi pemahaman, fasilitasi, penyesuaian,

penyaluran, adaptasi, pencegahan, perbaikan, advokasi, pengembangan, dan

pemeliharaan.

Meskipun guru bimbingan dan konseling atau konselor memegang

peranan kunci dalam sistem bimbingan dan konseling di sekolah, dukungan dari

kepala sekolah sangat dibutuhkan. Sebagai penanggungjawab pendidikan di

sekolah, kepala sekolah bertanggung jawab terselenggarakannya layanan

bimbingan dan konseling. Selain itu, konselor sekolah atau guru bimbingan dan

konseling harus berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lain seperti ketua

atau koordinator kelompok guru (normatif, adaptif, keahlian/produktif), kepala

sekolah, dunia usaha dan industri, orangtua, dan pihak-pihak lain yang relevan.
D. TUJUAN BIMBINGAN KEJURUAN

Secara implisit, tujuan bimbingan dan konseling sudah bisa diketahui

dalam rumusan tentang bimbingan dan konseling. Individu atau siswa yang

dibimbing, merupakan individu yang sedang dalam proses perkembangan. Oleh

sebab itu, maka tujuan bimbingan dan konseling adalah agar tercapai

perkembangan yang optimal pada individu yang dibimbing. Dengan perkataan

lain, agar individu (siswa) dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai

dengan potensi atau kapasitasnya dan agar individu dapat berkembang sesuai

lingkungannya.

Optimalisasi pencapaian tujuan bimbingan dan konseling pada setiap

individu tentu berbeda sesuai tingkatan perkembangannya. Apabila yang

dibimbing adalah murid sekolah dasar, dimana mereka sedang dalam proses

perkembangan dari usia SD ke usia SMP atau usia anak-anak ke usia remaja,

tentu optimalisasi pencapaian tingkat perkembangannya sesuai denmgan usia

sekolah dasar, demikian juga apabila yang dibimbing adalah siswa sekolah

menengah pertama (SMP) atau siswa Madrasah Tsanawiyah dan Sekolah

Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMA/ SMK) atau

Madrasah Aliyah (MA) dan Perguruan Tinggi.

Individu yang sedang dalam proses perkembangan apalagi ia adalah

seorang siswa, tentu banyak masalah yang dihadapinya baik masalah pribadi,

sosial, maupun akademik dan masalah-masalah lainnya. Kenyataan bahwa tidak

semua individu (siswa) mampu melihat dan mampu menyelesaikan sendiri


masalah yang dihadapinya serta tidak mampu menyesuaikan diri secra efektif

terhadap lingkungannya. Bahkan adakalanya individu tidak mampu menerima

dirinya sendiri. Merujuk kepada masalah yang dihadapi individu (siswa), maka

tujuan Bimbingan dan Konseling adalah agar individu yang dibimbing memiliki

kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya dan mampu

atau cakap dalam memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya serta mampu

menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Bimbingan Kejuruan berkenaan

dengan perilaku, oleh sebab itu tujuan Bimbingan Kejuruan adalah dalam

rangka:

1. Menilai dan memahami diri

2. Memahami nilai-nilai di masyarakat

3. Mengetahui jenis-jenis pekerjaan yg sesuai potensi dirinya

4. Menemukan hambatan dan solusi diri

5. Sadar akan kebutuhan masyarakat dan negara

6. Merencanakan masa depan

Pencapaian tujuan Bimbingan dan Konseling dalam pelayanan

Bimbingan dan Konseling di sekolah dan madrasah berbeda untuk setiap

tingkatannya. Artinya, melihat perkembangan yang optimal pada siswa

SMP/MTs tentu tidak sama dengan melihat siswa SMA/MA/SMK. Begitu juga

melihat kemandirian siswa SMP tentu tidak sama dengan melihat kemandirian

siswa SMA/MA/SMK. Dengan perkataan lain, penjabaran tujuan Bimbingan

dan Konseling di atas di sekolah-sekolah dan madrasah, harus didasarkan atas

pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah atau madrasah yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 tahun 2014 tentang
Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah.

Prof. Dr. Thomas, dkk. 2012. Laporan Penelitian Pengembangan Model


Bimbingan Kejuruan Pada SMK Jurusan Mesin di Propinsi DIY.
Yogyakarta : FT UNY.

Salsabila, Azzahra. 2017. Makalah Pelaksanaan Evaluasi Bimbingan Kejuruan di


SMK. Yogyakarta : FT UNY.

Anda mungkin juga menyukai