Sindrom Kompartemen
Sindrom Kompartemen
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
dipelajari untuk sindrom kompartemen. Dianggap sebagai yang kedua paling sering
untuk trauma sekitar 2-12%. Dari penelitian McQueen (2000), sindrom kompartemen
lebih sering didiagnosa pada pria dari pada wanita, tapi hal ini memiliki bias, dimana
berhubungan dengan fraktur dan sebagian adalah fraktur tibia. Ellis pada tahun 1958
melaporkan bahwa 2 % iskemi. kontraktur terjadi pada fraktur tibia. Detmer dkk
melaporkan bahwa sindrom kompartemen bilateral terjadi pada 82% pasien yang
akibat trauma, terutama di daerah tungkai bawah dan tungkai atas. Pada tahun 1981,
Delee dan Stiehl menemukan bahwa 6 % pasien dengan fraktur tibia terbuka
A. Rumusan Masalah
1
B. Tujuan
1. Tujuan umum
masalah.
2. Tujuan khusus
kompartemen:
a. Pengertian
b. Etiologi
f. Pemeriksaan penunjang
g. Komplikasi
h. Asuhan Keperawatan
j. SOP
2
C. Manfaat
1. Bagi Penulis
kompartemen.
D. Sistematika Penulisan
penulisan.
3
Bab III : Berisi tinjauan kasus yang terdiri dari bentuk asuhan
kompartemen.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Kompartemen
otot,saraf,dan pembuluh darah. Itu semua diselubungi oleh membran yang keras dan
tidak elastis yang disebut dengan fasia. Kompartemen sindrom terjadi apabila terjadi
interosseus membran, dan fascia, yang melibatkan jaringan otot, syaraf dan pembuluh
darah. Otot mempunyai perlindungan khusus yaitu fascia, dimana fascia ini melindungi
semua serabut otot dalam satu kelompok. Secara anatomik, sebagian besar
posterior profundus).
lengan atas (kompartemen volar dan dorsal). Setiap kompartemen pada tungkai bawah
5
profundus, kompartemen lateral memiliki nervus peroneus superficial, kompartemen
B. Definisi
kecacatan hingga mengancam jiwa akibat terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam
sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasia yang tertutup. Sebagian besar
terjadi pada daerah lengan bawah dan kaki. Sehingga mengakibatkan berkurangnya
intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang
6
perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan
fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut berisi otot, saraf dan
pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang
dibungkus oleh epimisium. Ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat,
disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak
di anggota gerak. Paling sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah
tungkai bawah dan tungkai atas. Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen
akut adalah fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan pada arteri dan luka bakar.
Sedangkan sindroma kompartemen kronik biasa terjadi akibat melakukan aktivitas yang
berulang-ulang, misalnya pelari jarak jauh, pemain basket, pemain sepak bola dan
militer.
Beberapa teori yang diajukan untuk menjelaskan terjadinya hipoksia pada sindrom
kompartemen adalah:
7
Gambar Sindrom Kompartemen Ekstermitas atas
C. Klasifikasi
8
D. Etiologi
c. Gips
d. Luka bakar
e. Operasi
f. Gigitan ular
g. Obstruksi vena
9
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera,
dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak
bawah.
E. Manifestasi Klinis
1. Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada
trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika
munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak
semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang
5. Paralysis
dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom. Pasien dengan
sindroma kompartemen kronik mempunyai gejala yang khas. Gejala utama berupa
nyeri yang ditimbulkan akibat berolah raga. Biasanya hal ini muncul setelah sekitar
20 menit berlari sebelum dirasakan semakin nyeri hingga dimana orang tersebut
tidak dapat melanjutkan aktivitasnya. Nyeri dirasakan seperti kram dimana akibat
dari vasokonstriksi pembuluh darah sehingga darah dan oksigen tidak dapat
10
mencapai otot-otot tersebut. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan permanent pada
jaringan.
Biasanya, nyeri bersifat sementara atau tidak menetap dan akan sembuh dengan
beristirahat dalam waktu 15-30 menit dari penghentian latihan. Parestesia dari saraf
pada kompartemen bilateral pada sekitar 82 % pasien. Dapat juga terjadi kelemahan
dan atrofi otot. Regangan pasif pada otot yang terkena setelah latihan dapat
meningkatkan nyeri. Dan yang paling pasti bahwa dapat terjadi peningkatan
tekanan kompartemen.
kompartemen ini diperlukan pada pasien-pasien yang tidak sadar, pasien yang tidak
dengan multiple trauma seperti trauma kepala, medulla spinalis atau trauma saraf
perifer.
Normalnya tekanan kompartemen adalah nol. Perfusi yang tidak adekuat dan
iskemia relative ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan
diastolic. Tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan
diastolic.
utama jika diagnosis masih penuh tanda tanya. Tonometer tekanan stryker
11
banyak digunakan untuk mengukur tekanan jaringan yang tidak membutuhkan
alat khusus. Alat yang dibutuhkan spoit 20 cc, three way tap, tabung intra vena,
normal saline sterile, manometer air raksa untuk mengukur tekanan darah.
Pertama, atur spoit dengan plunger pada posisi 15 cc. Tandai saline sampai
mengisi setengah tabung , tutup three way tap tahan normal saline dalam
tabung. Kedua, anestesi local pada kulit, tapi tidak sampai menginfiltrasi otot.
manometer air raksa dan buka three way tap. Ketiga, Dorong plunger dan
tekanan akan meningkat secara lambat. Baca manometer air raksa. Saat tekanan
2) Kedua, tarik jarum dan masukkan kateter wick melalui sarung plastic
3) Dan ketiga, balut wick kateter ke kulit, dan dorong sarung plastik kembali,
isi system dengan normal saline yang mengandung heparine dan ukur
external pada otot yang diperiksa dan ukur tekanan kompartemen, jika
yang normal pada kompartemen otot adalah 8,5+6 mmHg. Selama tekanan
12
kapiler diastolic), kita tidak perlu khawatir tentang sindroma kompartemen.
segera.
13
E. WOC
Sindrom Kompartemen
Pergeseran frakmen
Laserasi kulit Spasme otot
tulang Reaksi stress
klien
Tekanan
Deformitas DX kapiler
Melepaskan
Kerusakan
ketokolamin
Integritas Pelepasan
Gangguan Kulit histamin
fungsi
Memobilisasi
Putus asam lemak
vena/arteri Protein
DX
plasma hilang
Gangguan
Bergabung
mobilitas fisik Putus dengan
vena/arteri edema trombosit
Kehilangan
DX DX
volume cairan
Resiko syok 14
Gangguan
perfusi jaringan
F. Komplikasi
pada tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan bawa.
3. Trauma vascular
5. Sepsis
G. Pemeriksaan Diagnostik
4. Pemeriksaan urin
5. Laboratorium
15
c. Kreatinin fosfokinase dan urin myoglobin
d. Serum myoglobin
f. Urin awal : bila ditemukan myoglobin pada urin, hal ini dapat mengarah ke
diagnosis rhabdomyolisis.
6. Imaging
5. Siapkan dan bantu hal-hal yang dapat meminimalisasi fraktur jika diindikasikan.
16
I. Terapi atau pengobatan sindrom kompartemen
neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, biasanya dengan
bedah dekompresi.
selubung eksternal. Jika hal tersebut tidak berhasil maka tindakan operasi dekompresi
ditentukan, tiap pasien dan tiap sindrom kompartemen memiliki individualitas yang
terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua
ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk
melakukan fasciotomi.
17
b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan
c. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat
memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang
dapat diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya,
dilanjutkan hingga bahaya telah terlewati. Kalau tidak ada perbaikan, atau kalau
dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam. Ada dua teknik dalam
fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi ganda. Tidak ada keuntungan yang
utama dari kedua teknik ini. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering
digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal
18
membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena
kompartemen, kalau perlu dengan mengeksisi satu segmen fibula. Luka harus
dibiarkan terbuka, kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen, kalau
jaringan sehat, luka dapat di jahit ( tanpa regangan ), atau dilakukan pencangkokan
kulit.
operasi. Insisi panjang dibuat pada fascia untuk menghilangkan tekanan yang
steril) dan ditutup pada operasi kedua, biasanya 5 hari kemudian. kalau terdapat
nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen, kalau jaringan sehat, luka dapat di jahit
(tanpa regangan ), atau skin graft mungkin diperlukan untuk menutup luka ini.
klinik yang meragukan dengan resiko tinggi (pasien koma, pasien dengan
lebih dari 30 mmHg pada pasien yang diharapkan memiliki tekanan jaringan
yang normal.
Waktu adalah inti dari diagnosis dan terapi sindrom kompartemen. Kerusakan
19
nervus permanen mulai setelah 6 jam terjadinya hipertensi intrakompartemen.
daerah kompartemen, semua kelompok otot harus lunak pada palpasi setelah
Teknik Tarlow :
iliotibial dan dibuat insisi lurus sejajar dengan insisi kulit sepanjang fascia
20
Ada 3 pendekatan fasciotomi untuk kompartemen tungkai bawah:
Fibulektomi adalah prosedur radikan dan jarang dilakukan, dan jika ada,
digunakan untuk jaringan lunak pada ektremitas. Teknik insisi ganda lebih
Dibuat insisi lateral, longitudinal pada garis fibula, sepanjang mulai dari distal
caput fibula sampai 3-4 cm proksimal malleolus lateralis. Kulit dibuka pada
lateral dan interval ini diperluas ke atas dengan memotong soleus dari fibula.
diidentifikasi fascia otot tibialis posterior ke fibula dan dilakukan inisisi secara
longitudinal.
septum. Buka kompartemen anterior kearah proksimal dan distal pada garis
21
tibialis anterior. Kemudian dilakukan fasciotomi pada kompartemen lateral ke
Dibuat insisi lain pada otot fleksor digitorum longus dan dibebaskan seluruh
dilakukan dengan insisi tunggal. Insisi kulit dimulai dari proksimal ke fossa
bersebelahan dengan siku kemudian ke sisi radial tangan dan diperpanjang kea
22
Kemudian nervus radialis diidentifikasi dibawah brachioradialis, keduanya
kemudian ditarik ke arah radial, kemudian fleksor carpi radialis dan arteri
Pendekatan volar ulnar dilakukan dengan cara yang sama dengan pendekatan
Henry. Lengan disupinasikan dan insisi mulai dari medial bagian atas tendon
bisep, melewati lipat siku, terus ke bawah melewati garis ulnar lengan bawah,
dan sampai ke carpal tunnel sepanjang lipat thenar. Fascia superficial pada
fleksor carpi ulnaris diinsisi ke atas sampai ke aponeurosis siku dan ke carpal
tunnel ke arah distal. Kemudian dicari batas antara fleksor carpi ulnaris dan
arteri dan nervus ulnaris, yang harus dicari dan dilindungi. Fascia pada
Pendekatan Dorsal
23
fleksor. Jika terjadi peningktan tekanan pada kompartemen dorsal yang terus
Dibuat sebuah insisi 5 cm pada pertengahan fibula dan kaput tibia atau melalui
defek fascia jika terdapat hernia muskuler pada daerah keluarnya nervus
garis fibular. Tutup kulit dengan cara biasa dan pasang pembalut steril.
Kemudian dicari vena saphenus pada insisi proksimal dan tarik ke anterior
proksimal dan distal fascia pada terdon tersebut. Tibialis posterior adalah
24
proksimal antara fleksor hallucis longus, lebarkan batas antaranya untuk
pembentukan hematom.
Luka harus dibiarkan terbuka selama 5 hari, kalau terdapat nekrosis otot, dapat
dilakukan debridemen, kalau jaringan itu sehat, luka dapat dijahit (tanpa
intensi sekunder.
1. Pengkajian
a. Primery survey
1) Airway
kasar (gaduh,gelisah)
2) Breathing
25
Look: pernapasan pasien spontan dan teratur, tampak pergerakan
20x/menit
3) Circulation
Listen: -
kiri, akral hangat, crt <2 detik, tekanan darah 130/80 mmHg.
4) Disability
Feel: -
5) Exposure
Listen: -
Feel: Nyeri tekan (+) pada lengan kiri bawah,suhu tubuh normal.
26
b. Secondary Survey
1) B1
2) B2
3) B3
4) B4
5) B5
6) B6
DIAGNOSA
27
4. Gangguan mobilitas fisik
(00046)
INTERVENSI
Intervensi :
1. Pantau nadi distal dari fraktur setelah satu atau dua jam, observasi terhadap warna
dan suhu.
yang fraktur
kompertemen (warna jaringan pucat, nadi lemah, nyeri, pati rasa, sianosis).
6. Observasi posisi dan lokasi bidai jangan sampai menekan pembuluh darah.
Intervensi :
28
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
4. Ajarkan tentang tehnik non farmakologi : nafas dalam, relaksasi, distraksi, kompres
6. Tingkatkan istirahat
7. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik pertama kali.
Intervensi :
2. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
29
Dx : Resiko Syok
Intervensi :
1. Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR, dan
9. Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi untuk peningkatan preload
dengan tepat
Intervensi :
1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
kebutuhan
30
3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.
31
I. Algoritma
Tn. A datang ke IGD dengan keluhan kaki kanan bengkak beserta nyeri akibat terjatuh
dari atap rumah ketika sedang memperbaiki genteng rumah. kurang lebih 3 jam yang
lalu saat di periksa didapatkan. TD : 120/80 mmHg, N : 90 x/i, RR : 20x/i, T : 36,6 oC,
Primary survey
Airway Breathing
Circulation
Tidak ada sumbatan - RR : 20 x/i
- TD :
Jalan napas - Tidak ada tarikan dinding
120/80mmHg
dada
- N : 90x/i
- Tidak ada Pernapasan
- CRT : > 2 detik
cuping hidung
- Akral Dingin
- Suara napas vesicular
intervensi
- SPo2 : 98%
- Pemasangan
terapi cairan
Exposure
Folley Kateter
- Deformitas : perubahan
Pemasangan selang bentuk kaki Disability
kateter - Open Wound : tidak ada
luka terbuka - Kesadaran
- Tendelnes : ada nyeri composmentis
tekan - GCS : 15
- Sweling : ada
pembengkakan
Gastric
Heart Monitor
- Tidak ada
perdarahan Pemantauan perekaman
lambung EKG
- Tidak dilakukan
pemasangan
NGT/OGT
32
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
KALIMANTAN TIMUR
KELOMPOK 4
Sarung tangan
33
Masker
Cuci tangan
34
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
dalam kompartemen otot yang meliputi jaringan otot sendiri, pembuluh darah, dan
saraf. Kompartemen otot dikelilingi oleh lapisan atau membran, disebut fascia,
tangan, lengan, bokong, tungkai, dan kaki. Kebanyakan penderita lebih sering
mengalaminya di bagian lutut ke bawah. Kondisi ini harus segera ditangani untuk
pendarahan.
morbiditas pertama terjadi dalam hitungan detik atau menit setelah cedera.
Kematian ini diakibatkan gangguan pada jantung atau pembuluh darah besar, otak,
atau saraf tulang belakang. Cedera seperti ini sangat parah dan jumlah pasien yang
dapat diselamatkan relatif kecil. Puncak kedua kematian terjadi dalam hitungan
35
menit sampai jam sesudah trauma terjadi. Kematian dalam periode ini terjadi pada
umumnya karena memar intrakranial atau pendarahan yang tidak terkontrol akibat
patah tulang panggul, robekan pada solid organ (organ padat) atau beberapa luka.
Perawatan yang diterima dalam satu jam pertama (golden period) sesudah cedera
sangat penting untuk mempertahankan nyawa pasien. The Trauma Nursing Core
pencegahan kematian dan cacat pada jam-jam pertama setelah terjadinya trauma.
Puncak morbiditas ketiga terjadi beberapa hari sampai minggu sesudah trauma.
Kematian pada periode ini terjadi karena sepsis, kegagalan beberapa organ dan
B. Saran
pengetahuan.
36
3. Bagi Mahasiswa
37
DAFTAR PUSTAKA
Courtney M T, Daniel R B, Mark B E, Kenneth L M. 2005. Buku Saku Ilmu Bedah SABISTON.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
38