A. SKENARIO
Seorang anak laki-laki, 12 tahun, dating ke Puskesmas dengan bengkak pada wajah dan
perut. Keadaan ini dialami sejak 3 minggu yang lalu dan saat ini semakin bertambah.
Tidak ada demam dan tanda-tanda infeksi lain
B. KATA SULIT
Infeksi : Masuknya mikroorganisme yang memeperbanyak diri di jaringan
tubuh yang menyebabkan peradangan (Kamus Kedokteran Dorland : 2012).
C. KATA/KALIMAT KUNCI
1. Anak laki-laki 12 tahun
2. Bengkak pada wajah dan perut
3. Dialami sejak 3 minggu yang lalu dan semakin bertambah
4. Tidak ada demam dan tanda-tanda infeksi lain.
D. PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi dari system urinarius
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan GFR dan factor-faktor yang
mempengaruhinya
3. Jelaskan kompensasi ginjal dalam keseimbangan asam-basa!
4. Sebutkan penyakit-penyakit yang menyebabkan bengkak pada wajah
dan perut beserta penyebabnya!
5. Jelaskan factor-faktor yang memperberat gejala!
6. Jelaskan langkah-langkah diagnosis!
7. Jelaskan DD dan DS!
8. Bagaimana penatalaksanaan DD dan DS!
E. JAWABAN
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi dari system urinarius!
ANATOMI
Pada manusia normal, organ ini terdiri dari ginjal beserta system pelvikalises,
ureter, buli-buli, dan uretra.
a. Ginjal
Suplai darah ginjal diperankan oleh arteri dan vena renalis. A. renalis
merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis dan vena renalis bermuara
langsung kedalam vena cava inferior. A. renalis bercabang menjadi
A.interlobaris, yang berjalan di dalam columna bertini (diantara pyramid), lalu
membelok membentuk busur mengikuti basis pyramid sebagai A.arkuata dan
selanjutnya menuju korteks sebagai A.interlobularis. Arteri ini bercabang kecil
menuju ke glomerulus sebagai arteri afferent dari glomerulus keluar arteri
eferen yang menuju ke tubulus ginjal. Ginjal mendapat persyarafan melalui
pleksus renalis, yang seratnya berjalan bersama dengan arteri renalis. Ginjal
diduga tidak mendapat persyarafan parasimpatik. Impuls sensorik dari ginjal
berjalan menuju corda spinalis segmen T10-T11 dan memberikan sinyal
sesuai dengan level dermatomnya
b. Ureter
Dinding ureter terdiri atas mukosa yang dilapisi sel transisional, otot
polos sirkuler dan otot polos longitudinal. Ureter membentang dari pielum
hingga buli-buli dan secara anatomis terdapat beberapa tempat uang
ukurannya diameternya lebih sempit daripada di tempat lain, diantaranya pada
: perbatasan antara pelvis renalis dan ureter, tempat penyilangan antara ureter
dan A. iliaka di rongga pelvis dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli.
d. Uretra
Merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli melalui
proses miksi. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak
pada perbatasan uretra dan buli-buli serta sfingter uretra externa yang terletak
pada perbatasan uretra anterior dan posterior.
FISIOLOGI
Setiap ginjal memiliki 1 juta unit fungsional mikroskopik yang disebut
nefron. Setiap nefron teridiri dari komponen vaskuler dan komponen tubular.
Bagian dominan komponen vascular nefron adalah glomerulus tempat filtrasi
sebagian besar air dan zat terlarut dari darah yang melewatinya. Komponen
vaskuler yang terpenting diantaranya arteriol aferen, kapiler glomerulus,
arteriol eferen dan kapiler peritubulus. Untuk komponen tubular nefron
semdiri, dimulai dari kapsula bowman, tubulus proksimal, ansa henle, tubulus
distal serta duktus koligentes.
b. Pemeriksaan Fisis
Inspeksi keadaan umum, adakah gangguan status mental, hiperventilasi,
cegukan
Menilai status hidrasi kulit dan mukosa mulut
Kulit : pucat, pigmentasi, kering, bersisik atau bekas garukan, lesi
hiperkeratosis
Wajah : pucat kekuningan, uremic frost, moon face, jerawat, akantosis,nigran,
pupuran, ruam kupu-kupu.
Mata : kalsifikasi perilimbal, edem palpebra.
Distribusi lemak tubuh di daerah sentral, lipodistrofi parsial
Abdomen : adakah massa ginjal, distensi ureter atau kandung kemih?
Kuku pucat dan suram, splinter haemorrhages, jari tabuh.
Pemeriksaan Palpasi :
Palpasi daerah abdomen dan punggung adakah pembesaran ginjal. Ginjal
kanan diraba dengan menempatkan tangan kanan di posterior pinggang dan
tangan kiri pada dinding perut anterior disebalah kanan umbilicus secara
horizontal. Dengan tujuan menggoyangkan ginjal, jari-jari tangan kanan
pemeriksa menjentikkan bagian posterior pinggang pasien keatas sementara
tangan kanan lainnya menunggu untuk merasakan ginjal mealayang keatas dan
turun kembali.
Pemeriksaan ballottement ginjal : meminta pasien tidur dalam posisi telentang
dengan kepala sedikit terangkat diatas bantal dan kedua lengan berada di sisi
tubuh.
Ginjal kiri diraba dengan tangan kanan di tempatkan di posterior pinggang kiri
dan tangan kiri pada dinding perut anterior disebelah kiri umbilikus.
Memerkirakan ukuran dan bentuk ginjal adalah nyeri saat palpasi
Pada pasien yang menjalani dilisis peritoneal adakah hernia inguinalis atau
umbilikalis
Adakah edema tungkai
Pemeriksaan testis untuk menentukan apakah ada atrofi atau tumor
Pemeriksaan dubur dan pemeriksaan vagina serta nyeri tekan suprapubik bila
ada indikasi.
Pemeriksaan perkusi
Melakukan perkusi abdomen jika ditemukan kesulitan dalam membedakan
ginjal kiri yang membesar dan splenomegali atau pada pasien dengan
hepatomegali
Pemeriksaan asites
Pada pasien yang dicurigai infeksi saluran kemih : adakah nyeri ketok pada
sudut kosto – vertebral kanan dan kiri?
Aulkutasi
Melakukan aulkutasi dengan meletakkan stetoskop diposterior pinggang,
lateral dari panggul, dan di anterior abdomen pada pasien hipertensi atau
paska biopsy ginjal, adakah bruit?
Pada pemeriksaan prekordium, aukultasi adanya bunyi jantung tambahan :
murmur, pericardial rub serta gallop.
c. Pemeriksaan penunjang
Lab
Bun
Serum kreatinin
Urinalisis rutin
Biopsy ginjal
Radiologi : USG, IVP-BNO, CT SCAN
DEFINISI
Kwashiorkor adalah sindrom klinis yang diakibatkan dari defisiensi
protein berat dan asupan kalori yang tidak adekuat. Dari kekurangan masukan
atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang
disebabkan oleh infeksi kronik, akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat
turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut. Kwashiorkor berarti
“anak tersingkirkan”, yaitu anak yang tidak lagi menghisap, dapat menjadi jelas
sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sudah menyapih
dari ASI. Walaupun pertambahan tinggi dan berat dipercepat dengan
pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak
yang secara tetap bergizi baik.
ETIOLOGI
Etiologi dari kwashiorkor adalah
1. Kekurangan intake protein
2. Gangguan penyerapan protein pada diare kronik
3. Kehilangan protein secara berlebihan seperti pada proteinuria dan infeksi
kronik
4. Gangguan sintesis protein seperti pada penyakit hati kronis.
PATOFISIOLOGI
MEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi,
dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi
(AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi
lainnya.
PATOLOGI
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang
sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori
dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan
perubahan sel yang disebabkan edema dan perlemakan hati. Karena
kekurangan protein dalam diet akan terjadi kekurangan berbagai asam amino
dalam serum yang jumlahnya yang sudah kurang tersebut akan disalurkan ke
jaringan otot, makin kurangnya asam amino dalam serum ini akan
menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian
berakibat timbulnya odema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan
pembentukan beta liprotein, sehingga transport lemak dari hati terganggu
dengan akibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak
kurus, atau berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang/tidak
mau makan, sering menderita sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada
kedua kaki, kadang sampai seluruh tubuh.
Pemeriksaan Fisik
1. Perubahan mental sampai apatis
2. Anemia
3. Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut / rontok
4. Gangguan sistem gastrointestinal
5. Pembesaran hati
6. Perubahan kulit (dermatosis)
7. Atrofi otot
8. Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh.
DIAGNOSIS BANDING
Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor perlu dibedakan dengan:
1. Trauma
2. Sindroma nefrotik
3. Payah jantung kongestif
4. Pellagra infantil
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan:
Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah, darah tepi lengkap, feses
lengkap, elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin.
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hipoplasia kronis sumsum tulang di samping karena asupan zat besi yang
kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu
dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun.
Pemeriksaan radiologi (dada, AP dan lateral) juga perlu dilakukan untuk
menemukan adanya kelainan pada paru.
Tes mantoux
EKG
KOMPLIKASI
Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi
dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensial
untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayat
kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa kwashiorkor yang
terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat menurunkan IQ secara
permanen. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan dari kwashiorkor adalah:
1. Defisiensi zat besi
2. Hiperpigmentasi kulit
3. Edema anasarka
4. Imunitas menurun sehingga mudah infeksi
5. Diare karena terjadi atrofi epitel usus
6. Hipoglikemia, hipomagnesemia
b. GNAPS
DEFINISI
GNAPS adalah suatu bentuk peradangan glomerulus yang secara
histopatologi menunjukkan proliferasi & Inflamasi glomeruli yang didahului
oleh infeksi group A β-hemolytic streptococci (GABHS) dan ditandai dengan
gejala nefritik seperti hematuria, edema, hipertensi, oliguria yang terjadi secara
akut
EPIDEMIOLOGI
Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak dijumpai
pada anak adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS
dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia 6 – 7 tahun.
Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 2,5 – 15
tahun dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio ♂ : ♀ = 1, 34 : 1.
Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk
asimtomatik lebih banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara
maju, insiden GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik, pengobatan
dini penyakit infeksi, sedangkan di negara sedang berkembang insiden
GNAPS masih banyak dijumpai.2 Di Indonesia & Kashmir, GNAPS lebih
banyak ditemukan pada golongan sosial ekonomi rendah, masing – masing
68,9%1 & 66,9%.3.
GEJALA KLINIS
a) Simtomatik
Periode laten :
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi
streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu;
periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh
ISPA, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi.
Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini
berlangsung kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan
penyakit lain, seperti eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schöenlein atau Benign recurrent
haematuria.
Edema :
Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan
menghilang pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di
daerah periorbital (edema palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi
retensi cairan hebat, maka edema timbul di daerah perut (asites), dan
genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom
nefrotik.Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi
dan tahanan jaringan lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat
menonjol waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longgar pada daerah
tersebut dan menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau
setelah melakukan kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi.
Kadang- kadang terjadi edema laten, yaitu edema yang tidak tampak dari
luar dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan.
Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan jaringan yang tertekan masuk
ke jaringan interstisial yang dalam waktu singkat akan kembali ke
kedudukan semula.
Hematuria
Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS,4,5
sedangkan hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus.
Suatu penelitian multisenter di Indonesia mendapatkan hematuria
makroskopik berkisar 46-100%, sedangkan hematuria mikroskopik berkisar
84-100%. Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air
cucian daging atau berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik
biasanya timbul dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari,
tetapi dapat pula berlangsung sampai beberapa minggu. Hematuria
mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam
waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan
proteinuria walaupun secara klinik GNAPS sudah sembuh. Bahkan
hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari satu tahun, sedangkan
proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan indikasi
untuk dilakukan biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya
glomerulonefritis kronik.
Hipertensi :
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS.
Albar mendapati hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam
minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala
klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan
(tekanan diastolik 80-90 mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu diobati
sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah
akan normal kembali. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan
ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang disertai gejala serebral,
seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan kejang-
kejang. Penelitian multisenter di Indonesia menemukan ensefalopati
hipertensi berkisar 4-50%.
Oliguria
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan
produksi urin kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila
fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga
gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam minggu pertama dan
menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu
pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya
kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.
Gejala Kardiovaskular :
Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi
yang terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu
diduga terjadi akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam
klinik bendungan tetap terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau gejala
miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan terjadi bukan karena hipertensi
atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi
hipervolemia.
Edema paru
Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat bendungan
sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya terlihat
secara radiologik. Gejala-gejala klinik adalah batuk, sesak napas, sianosis.
Pada pemeriksaan fisik terdengar ronki basah kasar atau basah halus.
Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang umumnya terjadi dalam
minggu pertama dan kadang-kadang bersifat fatal. Gambaran klinik ini
menyerupai bronkopnemonia sehingga penyakit utama ginjal tidak
diperhatikan. Oleh karena itu pada kasus-kasus demikian perlu anamnesis
yang teliti dan jangan lupa pemeriksaan urin. Frekuensi kelainan radiologik
toraks berkisar antara 62,5-85,5% dari kasus-kasus GNAPS. Kelainan
ini biasanya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan
dengan menghilangnya gejala-gejala klinik lain. Kelainan radiologik
toraks dapat berupa kardiomegali, edema paru dan efusi pleura. Tingginya
kelainan radiologik ini oleh karena pemeriksaan radiologik dilakukan
dengan posisi Postero Anterior (PA) dan Lateral Dekubitus. Kanan
(LDK).Suatu penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan efusi pleura
81,6%, sedangkan Srinagar da Pondy Cherry mendapatkan masing- masing
0,3% dan 52%.1 Bentuk yang tersering adalah bendungan paru.
Kardiomegali disertai dengan efusi pleura sering disebut nephritic lung.
Kelainan ini bisa berdiri sendiri atau bersama-sama. Pada pengamatan 48
penderita GNAPS yang dirawat di departemen Anak RSU. Wahidin
Sudirohusodo dan RS. Pelamonia di Makassar sejak April 1979 sampai
Nopember 1983 didapatkan 56,4% kongesti paru, 48,7% edema paru dan
43,6% efusi pleura. Kelainan radiologik paru yang ditemukan pada GNAPS
ini sering sukar dibedakan dari bronkopnemonia, pnemonia, atau
peradangan pleura, oleh karena adanya ronki basah dan edema paru.
Menurut beberapa penulis, perbaikan radiologik paru pada GNAPS
biasanya lebih cepat terjadi, yaitu dalam waktu 5-10 hari, sedangkan pada
bronkopnemonia atau pneumonia diperlukan waktu lebih lama, yaitu 2-3
minggu. Atas dasar inilah kelainan radiologik paru dapat membantu
menegakkan diagnosis GNAPS walaupun tidak patognomonik. Kelainan
radiologik paru disebabkan oleh kongesti paru yang disebabkan oleh
hipervolemia akibat absorpsi Na dan air
Gejala-gejala lain
Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi
dan anoreksia. Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan
akibat edema atau akibat hematuria makroskopik yang berlangsung lama.
PATOMEKANISME
Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan
filtrasi glomeruli berkurang, sedangkan aliran darah ke ginjal biasanya normal.
Hal tersebut akan menyebabkan filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah
1%. Keadaan ini akan menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis
berkurang yang akan mengakibatkan tubulus distalis meningkatkan proses
reabsorbsinya, termasuk Na, sehingga akan menyebabkan retensi Na dan air.
Penelitian-penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan air
didukung oleh keadaan berikut ini:
1. Faktor-faktor endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses
radang di glomerulus.
2. Overexpression dari epithelial sodium channel.
3. Sel-sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin
intrarenal.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering dijumpai adalah :
1. Ensefalopati hipertensi (EH).
EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6
tahun dapat melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi
dengan memberikan nifedipin (0,25 – 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral
atau sublingual pada anak dengan kesadaran menurun. Bila tekanan darah
belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali.
Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Bila tekanan
darah telah turun sampai 25%, seterusnya ditambahkan kaptopril (0,3 – 2
mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga normal.2. Gangguan ginjal akut (Acute
kidney injury/AKI) Pengobatan konservatif :
Dilakukan pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan
memberikan kalori secukupnya, yaitu 120 kkal/kgbb/hari.
Mengatur elektrolit :
Bila terjadi hiponatremia diberi NaCl hipertonik 3%.
Bila terjadi hipokalemia diberikan :
Calcium Gluconas 10% 0,5 ml/kgbb/hari.
NaHCO
3
7,5% 3 ml/kgbb/hari.
K+ exchange resin 1 g/kgbb/hari.
Insulin 0,1 unit/kg & 0,5 – 1 g glukosa 0,5 g/kgbb.
Edema paru
Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga
sering disangka sebagai bronkopneumoni.
PROGNOSIS
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila
tidak ada komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting
disease. Walaupun sangat jarang, GNAPS dapat kambuh kembali.
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang
berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala
laboratorik terutama hematuria mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12
bulan. Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada
orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara klinik
maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-
30% kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus
menjadi glomerulonefritis kronik. Walaupun prognosis GNAPS baik,
kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut
(Acute kidney injury), edema paru akut atau ensefalopati hipertensi.
c. SINDROM NEFROTIK
DEFINISI
Sindrom nefrotik (SN) adalah sindrom klinik yang mempunyai banyak
penyebab, ditandai dengan permeabilitas membran glomerulus yang meningkat
dengan manifestasi proteinuri masif yang menyebabkan hipoalbuminemia dan
biasanya disertai edema dan hiperkolesterolemia
ETIOLOGI
Secara etiologi, SN dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan
glomerulonefritis sekunder. Secara umum, golmerulonefritis primer terbagi
menjadi 5, yakni :
GN lesi minimal
Glomerulosklerosis fokal segmental
GN membranosa
GN membranoploriferasi
GN proliferative lain
Prevalensi SNKM di negara barat sekitar 2–3 kasus per 100.000 anak <
16 tahun, di Asia 16 kasus per 100.000 anak dan di Indonesia sekitar 6 kasus
per 100.000 anak < 14 tahun. Anak laki-laki lebih sering terjangkit daripada
anak perempuan dengan perbandingan 2:1. Anak dengan SNKM biasanya
berumur 1 < 10 tahun, sekitar 90% kasus berumur < 7 tahun dengan usia rerata
2–5 tahun.
GEJALA KLINIS
Proteinuri berat (>50mg/kgbb)
Edema masif
Hypoproteinemia(<2,5gr/dl)
Hypercoagulasi
Hyperlipidaemia(>250mg/dl)
(Hypercholestrolemia).
PATOMEKANISME
Proteinuria terbagi menjadi 3 jenis, yaitu glomerular, tubular, dan
overflow. Kehilangan protein pada SN termasuk ke dalam proteinuria
glomerular. Kelainan pada podosit glomerular meningkatkan filtrasi
makromolekul melewati dinding kapiler glomerulus. Hal ini yang
menyebabkan protein yang seharusnya tidak terdapat dalam urin, menjadi
terfiltrasi dan ikut terekskresi bersama urin.
Gambar 5 : Podosit pada glomerulus.
Infeksi
Tromboemboli
AKI/CKD
Heart Failure
Anemia,
Gangguan Tubulus Ginjal,
Gangguan Hormon
Hipokalsemia.
PROGNOSIS
Prognosis penyakit SN didasarkan pada sensitive atau resistennya
seseorang terhadap steroid. Pasien dengan steroid resisten memiliki prognosis
yang buruk dengan komplikasi hingga End Stage Renal Disesae (ESRD).
Sedangkan pasien dengan sensitif steroid memiliki prognosis yang lebih baik
walaupun pada kondisi tertentu dapat terjadi relaps dengan persentase lebih
dari 50 %.
TATA LAKSANA
Tata laksana paling utama dari SN adalah steroid, terutama prednisone
dengandosis 1 mg/kgBB. Pemberian diuretik tipe loop, yaitu furosemide
dengan dosis 40-80 mg/kgBB jika terjadi sesak akibat udem paru.
c. Kwashiorkor
Pengobatan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Rehidrasi oral dengan Resomal, secara parenteral hanya pada dehidrasi
berat atau syok.
Atasi/cegah hipoglikemia
GDA < 50mg/dl → 50 ml D10% bolus IV → evaluasi tiap 2 jam beri
makanan tiap 2 jam.
Atasi gangguan elektrolit
Beri cairan rendah Na (resomal)
Makanan rendah garam
Atasi/cegah dehidrasi
Penilaian dehidrasi denyut nadi, pernafasan, frekuensi kencing, air mata.
Cairan resomal peroral 5 ml/kgbb
Atasi/cegah hipotermi
Suhu < 36° hangatkan, berikan makanan tiap 2 jam
Antibiotika sebagai pengobatan pencegahan infeksi:
a. Bila tidak jelas ada infeksi, berikan kotrimoksasol selama 5 hari.
b. Bila infeksi nyata: Ampisilin IV selama 2 hari, dilanjutkan dengan oral
sampai 7 hari, ditambah dengan gentamisin IM selama 7 hari.
Mulai pemberian makanan
Fase awal faali hemostasis kurang jadi harus hati-hati. Pemberian porsi
kecil, sering, rendah laktosa oral nasogastrik. Kalori 80-100 kal?Kgbb/
hari, cairan 130 ml/hari.
Atasi penyakit penyerta yang ada sesuai pedoman
Bila ada ulkus di mata diberikan:
- Tetes mata chloramphenicol atau salep mata tetracycline, setiap 2-3 jam
selama 7-10 hari.
- Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari.
- Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali.
Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit
mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai
infeksi sekunder, antara lain oleh Candida. Tatalaksana:
- Kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO (kalium-
permanganat) 1% selama 10 menit.
- Beri salep atau krim (Zn dengan minyak katsor).
- Usahakan agar daerah perineum tetap kering.
- Umumnya terdapat defisiensi seng (Zn): beri preparat Zn peroral.
- Beri Mebendazole 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat
antelmintik.
Diare melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum.
Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan
Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin,
lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri: Metronidazole 7,5 mg/kgBB
setiap 8 jam selama 7 hari.
Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/mantoux (seringkali
alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, diobati
sesuai pedoman pengobatan TB.
Vitamin A (dosis sesuai usia, yaitu <6 bulan : 50.000 SI, 6-12 bulan :
100.000 SI, >1 tahun : 200.000 SI) pada awal perawatan dan hari ke-15
atau sebelum pulang.
Multivitamin-mineral, khusus asam folat hari pertama 5 mg, selanjutnya
1 mg per hari.
Tindakan kegawatan :
- Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan
sulit membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi
akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena,
sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak akan membaik dengan
cepat. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan:
Berikan larutan dextrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan ringer
dengan kadar dextrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam
pertama. Evaluasi setelah 1 jam:
a) Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernafasan)
dan status hidrasi, maka syok disebabkan dehidrasi. Ulangi
pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian
lanjutkan dengan pemberian Resomal/penggantil, per
oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai
berikan formula khusus (-75/pengganti).
b) Bila tidak ada perbaikan klinis maka anak menderita syok septik.
Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan
berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan
(dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-
75/pengganti).
Anemia berat
Tranfusi darah diperlukan bila:
a) Hb < 4 g/dl
b) Hb 4-6 g/dl disertai distress pernafasan atau tanda gagal jantung
c) Tranfusi darah:
Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ‘packed red cells’ untuk
transfusi dengan jumlah yang sama.Beri furosemid 1 mg/kgBB
secara i.v pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi tranfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok).
Bila pada anak dengan distres nafas setelah transfusi Hb tetap < 4
g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan ulangi pemberian darah.
Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
Kasih sayang, lingkungan yang ceria, bermain.
Tindak lanjut di rumah
Beri makanan sering energi dan protein padat.
DAFTAR PUSTAKA
Sherwood, L. 2015. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem, Edisi 8. Jakarta
: EGC.
Tanto, Chris. 2016. Kapita Selekta Kedokteran Edisi4. Jakarta : Media
Aesculapius.
Purnomo, Basuki B. 2016. Dasar-dasar Urologi, Edisi 3. Jakarta : IKAPI
Setiati, Siti. 2017. Panduan Sistemis Untuk Diagnosis Fisis Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisis Komperhensif. Jakarta pusat : Interna
Publishing