SKENARIO
Luka Pada Alat Kelamin
Seorang laki-laki, berusia 21 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan luka
pada kepala kemaluannya. Lesi tersebut mulai kira-kira 10 atau hari lalu
dengan papul yang kemudian pelan-pelan berubah menjadi borok. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan : temperaturnya 37o c, nadi 80/menit, pernafasan
/menit.
1
V. JAWABAN
A. Anatomi Penis1,2
Secara anatomis, penis terbagi atas radix, corpus dan glans penis
(Gambar 1). Ketiganya tersusun dari tiga korpus berbentuk silinder yang
mengandung jaringan kavernosa erektil, yakni sepasang corpus
cavernosum yang terletak pada bagian dorsal dan satu corpus spongiosum
yang terletak pada bagian ventral. Setiap corpus cavernosum dilapisi oleh
lapisan fibrosa yang disebut tunica albuginea dan kedua corpus
cavernosum dipisahkan oleh septum penis. Di sebelah superfisial tunica
albuginea terdapat fascia profunda penis (fascia Buck), yang merupakan
lanjutan dari fascia perineal profunda yang membentuk lapisan
membranosa yang kuat yang menutupi dan melekatkan keduacorpus
cavernosa dengan corpus spongiosum. Kedua corpus cavernosa
membentuk crus penis pada bagian posterior.
2
corona glandis. Corona glandis memisahkan basis glans dan corpus
penis.Di ujung dari glans penis terdapat bagian uretra anterior berupa
celah terbuka yang disebut orificium urethra externa.
Kulit penis tipis dan berwarna lebih gelap dibanding kulit sekitarnya yang
dihubungkan dengan tunica albuginea oleh jaringan ikat longgar. Pada
bagian leher glans penis, kulit dan fascia penis berlanjut sebagai dua
lapisan kulit yang disebut prepusium. Frenulum preputii merupakan
lipatan pada bagian tengah yang berasal dari lapisan dalam preputium ke
permukaan uretral dari glans penis.
3
Vaskularisasi penis2
Suplai darah arteri pada penis terutama berasal dari cabang arteri pudendus
internus :
• Arteri dorsalis penis : berjalan pada setiap sisi vena dorsalis penis
pada dorsal groove di antara corpus cavernosa, yang mensuplai
darah menuju ke jaringan fibrosa di sekitar corpus cavernosa,
corpus spongiosum dan uretra spongiosa, dan kulit penis.
• Arteri profunda penis : menembus crura di bagian proksimal dan
berjalan di sebelah distal dekat dengan pusat corpus cavernosa,
yang mensuplai jaringan erektil pada struktur tersebut.
• Arteri bulbaris : mensuplai daerah posterior (pars bulbosa) dari
corpus spongiosum dan uretra di dalamnya serta glandula
bulbouretralis.
4
B. Histologi Penis3
5
terdapat sarraf dan pembuluh darah. Rongga pars cavernosum penis
dilapisi oleh endothelium pembuluh darah arteri profunda (deep artery) –
arterihelicinae, lanjutan arteri dorsalis penis. Cabang arteri yang terakhir
ini membuka langsung ke dalam rongga.3
b. Urethra:
Dilapisi epitel silindris bertingkat/epitel silindris berlapis gepeng
tidak bertanduk. Ditengah-tengah urethra pars cavernosa, caverne-caverne
hampir sama besarnya, dapat ditemukan glandula littre. Arteri urethralis
terdapat dikiri kanan urethra.3
A. Syphilis
Sifilis merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik yang
disebabkan oleh Treponema palidum. Penularan sifilis melalui hubungan
seksual. Penularan juga dapat terjadi secara vertikal dari ibu kepada janin
dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau transfer
jaringan yang telah tercemar, kadang-kadang dapat ditularkan melalui alat
kesehatan.Sifilis terbagi menjadi 3 stadium yaitu sifilis primer, sifilis
sekunder, dan sifilis tersier yang terpisah oleh fase laten dimana waktu
bervariasi, tanpa tanda klinis infeksi. Pada stadium primer manifestasi
klinis yang muncul berupa papul didaerah genital yang muncul 3 minggu
setelah kontak seksual. Manifestasi yang akan muncul pada stadium
sekunder berupa demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, sakit kepala,
adenopati, dan lesi kulit atau mukosa. Stadium laten yaitu apabila pasien
dengan riwayat sifilis dan pemeriksaan serologis reaktif yang belum
mendapat terapi sifilis dan tanpa gejala atau tanda klinis. Sedangkan pada
stadium tersier terdiri dari tiga grup sindrom yang utama yaitu
neurosifilis, sifilis kardiovaskular, dan sifilis benigna lanjut.4
6
B. Granuloma Inguinale
Granuloma inguinaleadalah penyakit infeksi bakteri menahun,
progresif dan cenderung menular yang menyerang kulit dan mukosa area
genital dan perigenital yang disebabkan oleh kuman Calymmatobacterium
granulomatis. Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual, dapat
pula ditularkan secara autoinokulasi dan kontaminasi fekal kulit yang
mengalami abrasi. Manifestasi klinis dari penyakit ini dapat berupa papul
hingga ulkus pada daerah genital & inguinal.5
7
D. Lymphogranuloma Venerum
Limfogranuloma venereum merupakan infeksi menular seksual
yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serovar L1,L2 dan L3. LGV
memiliki manifestasi akut dan kronis yang bervariasi.Limfogranuloma
venereum mengenai pembuluh limfe dan kelenjar limfe terutama pada
daerah genital. inguinal, anus dan rektum. Penularan terjadi melalui kontak
langsung dengan sekret infeksius, umumnya melalui berbagai macam
hubungan seksual baik oral, genital atau anal.7
E. Herpes Genital
Herpes genital adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang
disebabkan virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) atau tipe 2 (HSV-2).Tipe
1 biasa ditemukan di daerah mulut (herpes oral) dan tipe 2 disebut herpes
genital. Pada panyakit ini akan timbul gejala tampak sebagai gelembung
(blister) kecil berwarna bening, bisa tunggal atau jamak, di daerah sekitar
mulut, kelamin, atau rektum. Gelembung dapat pecah (masa ini disebut
outbreak) dan menimbulkan bekas luka seperti sariawan. Luka herpes
yang terletak di mulut biasanya terasa seperti kesemutan dan terbakar
sesaat sebelum outbreak.8
8
F. Trauma Kelamin
Trauma pada alat kelamin dapat disebabkan oleh kecelakaan atau
akibat pukulan langsung pada daerah kelamin. Keadaan yang dialami oleh
penderita dapat berupa pembengkakkan, hematuria, dan memar.9
a. Neisseria Gonorrhoeae
Neisseria gonorrhoeae adalah salah satu jenis bakteri penyebab
IMS merupakan kuman gram negatif berbentuk diplokokus yang
merupakan penyebab infeksi saluran urogenitalis. Kuman ini bersifat
fastidious dan untuk tumbuhnya perlu media yang lengkap serta baik.
Akan tetapi, ia juga rentan terhadap kepanasan dan kekeringan sehingga
tidak dapat bertahan hidup lama di luar host-nya. Penularan umumnya
terjadi secara kontak seksual dan masa inkubasi terjadi sekitar 2–5 hari,
dengan gejala dan tanda pada laki-laki dapat muncul 2 hari setelah pajanan
dan mulai dengan uretritis, diikuti oleh secret purulen, disuria dan sering
berkemih serta melese. Pada perempuan gejala dan tanda timbul dalam 7-
21 hari, dimulai dengan secret va- gina. Pada pemeriksaan, serviks yang
terinfeksi tampak edematosa dan rapuh dengan drainase mukopurulen dari
ostium10.
b. Chlamydia Trachomatis
Infeksi genital nonspesifik (IGNS) merupakan infeksi traktus
genital yang disebabkan oleh penyebab yang tidak spesifik. Paling banyak
9
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis dan ureaplasma ureallyticum.
Istilah ini lebih sering dipakai untuk wanita, sedangkan untuk pria dipakai
istilah uretritis nonspesifik (UNS). Masa tunas biasanya lebih lama
dibandingkan dengan gonore, yakni 1-3 minggu atau lebih. Keluhan pada
laki-laki, adalah duh tubuh tidak begitu banyak dan lebih encer, keluarnya
cairan dari saluran kencing yang bersifat encer terutama pada pagi hari,
kadang disertai rasa sakit saat kencing dan bila infeksi berlanjut akan
keluar cairan bercampur darah. Keluhan pada perempuan sebagian besar
tidak menimbulkan keluhan, kadang-kadang ada keluhan keputihan, nyeri
pada daerah rongga panggul, perdarahan setelah berhubungan seksual.
Komplikasi pada laki-laki adalah adanya interaksi saluran air
mani/kemandulan, sakit buang air kecil. Sedangkan komplikasi pada
perempuan adalah infeksi saluran telur/ kemandulan, radang saluran
kencing, ketuban pecah dini/bayi premature (kehamilan) 10.
c. Treponema Pallidum
Sifilis adalah infeksi yang disebabkan oleh treponema pallidum
dan bersifat kronis, dapat menyerang semua organ tubuh dan dapat
menyerupai banyak penyakit. Masa tunas berkisar antara 10-90 hari.
Stadium I (sifilis primer) timbul antara 2-4 minggu setelah kuman masuk.
Ditandai dengan adanya benjolan kecil merah, kemudian menjadi luka
atau koreng yang tidak disertai rasa nyeri. Pada stadium ini biasanya
disertai pembengkakan kelenjar getah bening re- gional. Luka atau koreng
tersebut akan hilang secara spontan meski tanpa pengobatan dalam waktu
3-10 minggu, tetapi penyakitnya akan berlanjut ke stadium II (sifilis
sekunder). Stadium ini terjadi setelah 6-8 minggu dan bisa berlangsung
sampai 9 bulan. Kelainan dimulai dengan adanya gejala nafsu makan yang
menurun, demam, sakit kepala, nyeri sendi. Pada sta- dium ini juga
muncul gejala menyerupai penyakit kulit lain berupa bercak merah,
benjolan kecil-kecil seluruh tubuh, tidak gatal, kebotakan rambut dan juga
dapat disertai pembesaran kelenjar getah bening yang bersifat menyeluruh.
Stadium laten dini terjadi apabila sifilis sekunder tidak diobati, setelah
beberapa minggu atau bulan gejala- gejala akan hilang seakan-akan
sembuh spontan. Namun infeksi masih berlangsung terus dan masuk ke
stadium laten lanjut. Stadium laten lanjut. Setelah 1 tahun, sifilis masuk ke
10
stadium laten lanjut yang dapat berlangsung bertahun-tahun. Stadium III
(sifilis tersier) umumnya timbul antara 3-10 tahun setelah infeksi. Ditandai
dengan kelainan yang bersifat destruktif pada kulit, selaput lendir, tulang
sendi serta adanya radang yang terjadi secara perlahan-lahan pada jantung,
sistim pembuluh darah dan syaraf. Pada kehamilan terjadi sifilis
kongenital10.
d. Haemophylus Ducreyi
Ulkus mole/chanroid adalah ulkus mole ialah infeksi genital akut,
setempat, yang disebabkan oleh haemophylus ducreyi. Masa tunas berkisar
antara 2-35 hari, dengan waktu rata-rata 7 hari. Tidak didahului dengan
gejala prodromal sebelum timbulnya luka atau ulkus. Luka biasanya lebih
nyeri , dengan tanda radang yang jelas, benjolan di lipatan paha,
meninggalkan ulkus dan terjadi kematian jaringan disekitarnya.
Komplikasi ulkus mole adalah abses kelenjar lipat paha, fistula uretra.
Vaginalis bacterial adalah gejala klinis akibat pergantian lactobacillus spp
yang merupakan flora normal vagina, dengan bakteri anaerob dalam
konsentrasi tinggi. Masa tunas sulit ditentukan, karena penyebabnya bukan
organism tunggal. Keluhan vaginosis bacterial adalah gejala klinis akibat
pergantian lacto- bacillus spp yang merupakan flora normal vagina,
dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi. Gejala dapat tanpa gejala
keputihan atau dengan sedikit keputihan yang mempunyai bau amis seperti
ikan, terutama setelah berhubungan seksual10.
11
dengan mudah pecah. Gejala lesi awal dapat lebih berat dan lama. Pada
bentuk ulang (rekurens), biasanya didahului oleh faktor pencetus seperti
stress psikis, trauma, koitus yang berlebihan, makanan yang sulit
merangsang, alcohol, obat-obatan dan beberapa hal yang sulit diketahui.
Komplikasi herpes genitalis adalah kanker
10
leherrahim,kehamilanlahirmuda,kelainan congenital dan kematian .
b. Human Papilloma Virus (HPV)
Kondiloma akuminata adalah infeksi 18 menular seksual yang
disebabkan oleh Hu- man Papilloma Virus (HPV). Masa tunas berkisar
antara 1-8 bulan (rata-rata 2-3 bulan). Keluhan dirasakan pada daerah yang
sering terkena trauma saat berhubungan seksual tumbuh bintil bintil yang
runcing seperti kutil, dapat membesar sehingga menyerupai jengger ayam.
Pada wanita, sering bersamaan dengan gejala keputihan sedangkan pada
pria terutama dijumpai pada yang tidak disirkulasi atau dengan imunitas
terganggu. Komplikasi kondiloma akuminata adalah kanker leher rahim
atau kanker kulit disekitar kulit kelamin10.
12
c) Penyakit sistemik menimbulkan kelainan kulit karena proses
imunologik11.
Pada infeksi aktif primer, Virus menginvasi sel pejamu dan melepaskan
lebih banyak virion untuk menginfeksi sel-sel di sekitarnya. Pada infeksi primer,
virus menyebar melalui saluran limfe ke kelenjar limfe ke kelenjar limfe regional
dan menyebabkan limfadenopati. Tubuh melakukan respon imun selular dan
humoral yang menahan infeksi tetapi tidak dapat mencegah kekambuhan infeksi
aktif. Setelah infeksi awal, akan timbul masa laten selama masa laten ini, virus
masuk kedalam sel-sel yang mempersarafi daerah yang terinfeksi dan bermigrasi
di sepanjang akson untuk bersembunyi didalam ganglion radiks dorsalis tempat
virus berdiam tanpa menimbulkan sototoksisitas atau gejala pada manusia
penjamunya. Viron menular dapat di keluarkan baik selama fase aktif maupun
masa laten12.
13
5. Luka Hanya Terjadi Pada Alat Kelamin
Karena glans penis merupakan salah satu port d’entry kuman dan juga
tempat predileksi tersering pada kasus penyakit kelamin terutama melalui
senggama13.
7. Langkah-langkah Diagnosis15
● Anamnesis
● Pemeriksaan fisik
1. Anamnesis
14
a. Keluhan dan riwayat penyakit saat ini
d. Riwayat seksual
2. Pemeriksaan Fisik
15
o Pada pria: = terdapat kesatuan saluran genitourinarius = organ
reproduktif mudah diraba.
Perhatikan ukuran, bentuk, jumlah, dan posisi ulkus pada atau di sekitar
genital. Catat pula adakah nyeri. Dasar ulkus harus diraba untuk mencari
indurasi.
16
trachomatis, diambil denean t kapas steril yang dimasukkan ke dalam
uretra beberapa sentimeter. Kemudian dimasukkan dalam media transport
khusus. Untuk pemeriksaan T. vaginalis. sengkelit harus dimasukken
sejauh 2 cm ke dalam uretra dengan mengerok sedikit mukosana Bahan
lalu dicampur dengan setetes larutan NaCl fisiologis di atas gelas objek.
o Mikroskop fluoresensi
17
Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan
aseton, sediaan diberi antibodi spesifik yang dilabel fluorescein,
kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresensi. Penelitian lain
melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat memberi hasil
nonspesifik dan kurang dapat dipercaya dibandingkan pemeriksaan
lapangan gelap.
● Tes Wasserman
● Tes Kahn
18
B. Pemeriksaan Laboratorium Chlamydia a. (Limfogranuloma
venerum)
o Gambaran klinis
o Test Frei
o Test serologi
o Kultur jaringan
1. Gambaran klinis
2. Tes GPR
4. Tes Frei
Frei memperkenalkan tes ini pertama kali pada tahun 1925. Daban
diambil dari aspirasi bubo yang helum pecah. Selain itu ada pula
antigen yang dibuat dari hasil pembiakan dalam sclaput kuning elur
embrio ayam, dengan nama dagang Lygranum.
19
positif bila tampak papul eritematosa dikelilingi dacrah vang infiltrat
dengan diameter > 6 mm, dan daerah kontrol negatif.
5. Tes serologi
Pada tes RIP dan Micro IF typing lebih spesifik dan lebih sensitif
dari CFT dan dapat membedakan serotipe Chlamylia temasuk ketiga
serotipe penyebab LGV. Kekurangannya adalah sangat rumit dan
mahal.
6. Kultur Jaringan
Dilakukan di dalam volk sac embrio ayam atau dalam biakan sel
dengan bahan pemeriksaan dari aspirasi pus bubo yang belum pecah
dapat memberi konfirmasi diagnosis.
20
Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah pemeriksaan
tes Tzank yang diwarnai dengan pengecatan Giemsa atau Wright, akan
terlihat sel raksasa berinti banyak. Sensitivitas dan spesifisitas
pemeriksaan ini umumnya rendah.
21
8. Cara Mencegah Penyakit Menular Seksual16
22
menawarkan manajemen kasus yang komprehensif terhadap individu yang
terinfeksi untuk mencegah infeksi lebih jauh dan komplikasi jangka
panjang. Komponen dari manajemen tersebutantara lain:
o Diagnosis akurat dengan gejala atau tes laboratorium
o Penyediaanterapi yang efektif
o Pengurangan atau pencegahan perilaku beresiko melalui edukasi
dan konseling sesuai umur
o Promosi dan penyediaan kondom, dengan pesanuntu
kmenggunakannya secara konsisten dan akurat.
o Terapi penyakit menular seksual pada pasangan seksual
Saat infeksi terdiagnosis atau dicurigai, terapi yang efektif perlu
disediakan untuk mencegah komplikasi dan menghentikan rantai
transmisi. Penderita perlu menerima edukasi dan konseling dalam hal:
terapi penyakit menular seksual, pengurangan resiko, dan penggunaan
kondom yang konsisten dan akurat.
terhadap infeksi agar mereka segera mencari terapi dan skrining konsultatif.
Tujuannya adalah untuk mencegah reinfeksi dan mengurangi penyebaran
infeksi.
23
9. Diagnosis Differential dan Diagnosis Sementara
A. Sifilis17
1. Definisi
Sifilis ialah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema
pallidum, sangat kronik dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat
menyerang hamper semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit,
mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan.
2. Epidemiologi
Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di
Eropa. Ada yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian
yang dibawa oleh anak buah Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol
pada tahun 1492. Pada tahun 1494 terjadi epidemic di Napoli. Pada abad
ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis dan gonore disebabkan oleh
sanggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh infeksi yang sama.
Pada abad ke- terjadi wabah di Eropa, sesudah tahun 1860
morbilitas sifilis di Eropa menurun cepat, mungkin karena perbaikan
sosioekonomi. Selama perang dunia kedua insidensinya meningkat dan
mencapai puncaknya pada tahun 1946, kemudian makin menurun.
Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996
berkisar antara 0,04 – 0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan
yang tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%.
3. Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan
Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales,
familia Spirochaeraceae, dan genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral
teratur, panjangnya antara 6- um, dan lebar 0, um, terdiri atas delapan
sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang
aksis dan maju seperti gerakan membuka botol. Membiak secara
pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam.
Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di
luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk
transfuse dapat hidup tujuh puluh dua jam.
4. Klasifikasi
Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisita (didapat).
Sifilis kongenital dibagi menjadi: dini (sebelum dua tahun), lanjut
(sesudah dua tahun), dan stigmata. Sifilis akuisata dapat dibagi menurut du
acara, secara klinis dan epidemiologic. Menurut cara pertama sifilis dibagi
menjadi tiga stadium: stadium I (S I), stadium II (S II), dan stadium III (S
III). Secara epidemiolgik menurut WHO dibagi menjadi:
24
a. Stadium dini menular (dalam satu tahun sejak infeksi), terdiri aras
S I, S II, stadium rekuren, dan stadium laten dini.
b. Stadium lanjut tak menular (setelah satu tahun sejak infeksi),
terdiri atas stadium laten lanjut dan S III.
Bentuk lain ialah sifilis kardiovaskular dan neurosifilis. Ada yang
memasukkannya ke dalam S III atau S IV.
5. Pathogenesis
Stadium dini
Pada sifilis yang didapat, T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui
mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui sanggama. Kuman tersebut
membiak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrate yang terdiri atas
sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di perivaskular, pembuluh-
pembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T. pallidum dan sel-
sel radang. Treponema tersebut terletak di antara endothelium kapiler dan
jaringan terletak di antara endothelium kapiler dan jaringan perivaskular di
sekitarnya. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan
hipertrofik endothelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enateritis
obliterans). Kehilangan perdarahan akan menyebabkan erosi, pada
pemeriksaan klinis tampak sebagai S I.
Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening
regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula
penjalaran hematogen dan menyebar ke semua jaringan di badan, tetapi
manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi
jaringan sebagai S II, yang terjadi enam sampai delapan minggu sesudah S
I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut
jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblast-fibroblas dan
akhirnya sembuh berupa sikatriks. S II juga mengalami regresi perlahan-
lahan dan lalu menghilang.
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi
yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu
dapat melahirkan bayi dengan sifilis kongenital.
Kadang-kadang proses imunitas gagal mengontrol infeksi sehingga
T. pallidum membiak lagi pada tempat S I dan menimbulkan lesi rekuren
atau kuman tersebut menyebar melalui jaringan menyebabkan reaksi
serupa dengan lesi rekuren S II, yang terakhir ini lebih sering terjadi
daripada yang terdahulu. Lesi menular tersebut dapat timbul berulang-
ulang, tetapi pada umumnya tidak melebihi dua tahun.
Stadium lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya
treponema dalam keadaan dorman. Meskipun demikian antibody tetap ada
25
dalam serum penderita. Keseimbangan antara Treponema dan jaringan
dapat sekonyong-konyong berubah, sebabnya belum jelas, mungkin
trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada saat itu muncullah S
III berbentuk guma. Meskipun pada guma tersebut tidak dapat ditemukan
T. pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung
bertahun-tahun. Setelah mengalami masa laten yang bervariasi guma
tersebut timbul di tempat-tempat lain.
Treponema mencapai sistem kardiovaskular dan sistem saraf pada
waktu dini, tetapi kerusakan terjadi perlahan-lahan sehingga memerlukan
waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Penderita dengan
guma biasanya tidak mendapat gangguan saraf dan kardiovaskular,
demikian pula sebaliknya. Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium
laten tidak memberi gejala.
6. Gejala klinis
a. Sifilis primer (S I)
Masa tunas biasanya dua sampai empat minggu. T.
pallidum masuk ke dalam selapur lendir atau kulit yang telah
mengalami lesi/mikrolesi secara langsung, biasanya melalui
sanggama. Treponema tersebut akan berkembang biak, kemudian
terjadi penyebaran secara limfogen dan hematogen.
Kelainan kulit dimulai sebagai papul lenticular yang
permukaannya segera menjadi erosi, umumnya kemudian menjadi
ulkus. Ulkus tersebut biasnaya bulat, solitar, dasarnya ialah
jaringan granulasi berwarna merah dan bersih, di atasnya hanya
tampak serum. Dindingnya tak bergaung, kulit di sekitarnya tidak
menunjukkan tanda-tanda radang akut. Yang khas ialah ulkus
tersebut indolen dan teraba indurasi karena itu disebut ulkus
durum.
Kelainan tersebut dinamakan afek primer dan umumnya
berlokasi pada genitalia eksterna. Pada pria tempat yang sering
dikenai ialah sulkus koronarius, sedangkan pada wanita di labia
minor dan mayor. Selain itu juga dapat di ekstragenital, misalnya
di lidah, tonsil dan anus.
Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tigas sampai
sepuluh minggu. Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat
pembesaran kelenjar getah bening regional di inguinalis medialis.
Keseluruhannya disebut kompleks primer. Kelenjar tersebut
solitary, indolen, tidak lunak, bersarnya biasanya lentikular, tidak
supuratif, dan menunjukkan tanda-tanda radang akut.
26
Istilah syphilis d’emblee dipakai, jika tidak terdapat afek
primer. Kuman masuk ke jaringan yang lebih dalam, misalnya
pada transfusi darah atau suntikan.
b. Sifilis sekunder (S II)
Biasanya S II timbul setelah enam sampai delapan minggu
sejak S I dan sejumlah sepertiga kasus masih disertai S I. Lama S II
dapat sampai Sembilan bulan. Berbeda dengan S I yang tanpa
disertai gejala konstitusi, pada S II dapat disertai gejala tersebut
yang terjadi sebelum atau selama S II. Gejalanya umumnya tidak
berat, berupa anoreksia, turunnya berat badan, malaise, nyeri
kepala, demam yang tidak tinggi, dan atralgia.
Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit
sehingga disebut the great imitator. Selain memberi kelainan pada
kulit, S II dapat juga memberi kelainan pada mukosa, kelenjar
getah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf.
Kelainan kulit yang membasar (eksudatif) pada S II sangat
menular, kelainan yang kering kurang menular. Kondilomata lata
dan plaquemuqueuses ialah bentuk yang sangat menular.
Gejala yang penting untuk membedakannya dengan
berbagai penyakit kulit yang lain ialah: kelainan kulit pada S II
umumnya tidak gatal, sering disertai limfadenitis generalisata, pada
S II dini kelainan kulit juga terjadi pada telapak tangan dan kaki.
Antara S II dini dan S II lanjut terdapat perbedaan. Pada S
II dini kelainan kulit generalisata, simetrik, dan lebih cepat hilang
(beberapa hari hingga beberapa minggu). Pada S II lanjut tidak
generalisata lagi, melainkan setempat-setempat, tidak simetrik dan
lebih lama bertahan (beberapa minggu hingga beberapa bulan).
7. Diagnosis banding
SI : Herpes simpleks, ulkus piogenik, scabies, balanitis, lifogranuloma
venereum, karsinoma sel skuamosa, penyakit behcet, ulkus mole
S II : erupsi obat alergik, morbili, pitiriasis rosea, psoriasis, dermatitis
seboroika, kondiloma akuminatum, alopesia areata
8. Penatalaksanaan
Pengobatan dengan penisilin masih sangat ampuh. Pedoman dari C.D.C.
Atlanta (2002) berdasarkan atas stadium penyakitnya, adalah sebagai
berikut.
a. Sifilis dini (sifilis stadium I-II dan sifilis laten dini tidak lebih dari
2 tahun)
27
- Penisilin G Benzatin 2,4 juta unit satu kali suntikan intra
muskuler (i.m.), atau
- Penisilin G Prokain dalam aqua 600.000 U i.m. selama 10
hari.
Pemberian 10 hari pada sifilis primer seronegative
sedangkan pada seropositive dan sifilis sekunder
diberikan selama 14 hari. Penderita sifilis sekunder
sebaiknya diopname selama 1 – 2 hari sebab
kemungkinan terjadi reaksi Jarish-Herxheimer.
Pengobatan Sifilis dini dan yang alergi terhadap penisilin,
dapat diberikan:
- Tetrasiklin HCl, 4 x 500 mg/hari total selama 4 minggu
- Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 4 minggu
- Doksisiklin 100 mg, 2 kali sehari selama 4 minggu
9. Prognosis
Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis menjadi
lebih baik. Untuk menentukan, penyembuhan mikrobiologik, yang berarti
bahwa semua T. pallidum di badan terbunuh tidaklah mungkin.
Penyembuhan berarti sembuh klinis seumur hidup, tidak menular ke orang
lain, T.S.S. pada darah dan likuor serebrospinalis selalu negatif.
B. Herpes Simpleks18
Epidemiologi
28
infeksi pada satu area tidak menutup kemungkinan bahwa infeksi dapat
menyebar ke bagian lain.
Etiologi
Patogenesis
Infeksi primer: HSV masuk melalui defek kecil pada kulit atau
mukosa dan bereplikasi lokal lalu menyebar melalui akson ke ganglia
sensoris dan terus bereplikasi. Dengan penyebaran sentrifugal oleh saraf-
saraf lainnya menginfeksi daerah yang lebih luas. Setelah infeksi primer
HSV masuk dalam masa laten di ganglia sensoris.
Infeksi HSV ada dua tahap: infeksi primer, virus menyerang ganglion
saraf; dan tahap kedua, dengan karakteristik kambuhnya penyakit di
tempat yang sama. Pada infeksi primer kebanyakan tanpa gejala dan hanya
dapat dideteksi dengan kenanikan titer antibody IgG. Seperti kebanyakan
infeksi virus, keparahan penyakit meningkat seiring bertambahnya usia.
Virus dapat menyebar melalui udara via droplets, kontak langsung dengan
lesi, atau kontak dengan cairan yang mengandung virus seperti ludah.
Gejala yang timbul 3 sampai 7 hari atau lebih setelah kontak yaitu: kulit
yang lembek disertai nyeri, parestesia ringan, atau rasa terbakar akan
timbul sebelum terjadi lesi pada daerah yang terinfeksi. Nyeri lokal,
pusing, rasa gatal, dan demam adalah karakteristik gejala prodormal.
29
Virus akan bereplikasi di tempat infeksi primer lalu viron akan
ditransportasikan oleh saraf via retrograde axonal flow ke ganglia dorsal
dan masuk masa laten di ganglion. Trauma kulit lokal (misalnya: paparan
sinar ultraviolet, abrasi) atau perubahan sistemik (misalnya: menstruasi,
kelelahan, demam) akan mengaktifasi kembali virus tersebut yang akan
berjalan turun melalui saraf perifer ke tempat yang telah terinfeksi
sehingga terjadi infeksi rekuren. Gejala berupa rasa gatal atau terbakar
terjadi selama 2 sampai 24 jam dan dalam 12 jam lesi tersebut berubah
dari kulit yang eritem menjadi papula hingga terbentuk vesikel berbentuk
kubah yang kemudian akan ruptur menjadi erosi pada daerah mulut dan
vagina atau erosi yang ditutupi oleh krusta pada bibir dan kulit. Krusta
tersebut akan meluruh dalam waktu sekitar 8 hari lalu kulit tersebut akan
reepitelisasi dan berwarna merah muda.
Gejala Klinis
Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang semula tidak
aktif di ganglia dorsalis menjadi aktif oleh mekanisme pacu (misalnya:
demam, infeksi, hubungan seksual) lalu mencapai kulit sehingga
menimbulkan gejala klinis yang lebih ringan dan berlangsung sekitar tujuh
sampai sepuluh hari disertai gejala prodormal lokal berupa rasa panas,
gatal dan nyeri. Infeksi rekuren dapat timbul pada tempat yang sama.
Pemeriksaan Penunjang
Herpes simpleks virus (HSV) dapat ditemukan pada vesikel dan dapat
dibiakkan.Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi
HSV.Dengan tes Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel
datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.
30
Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit atau
kurang.Caranya dengan membuka vesikel dan korek dengan lembut pada
dasar vesikel tersebut lalu letakkan pada gelas obyek kemudian biarkan
mongering sambil difiksasi dengan alkohol atau dipanaskan.Selanjutnya
beri pewarnaan (5% methylene blue, Wright, Giemsa) selama beberapa
detik, cuci dan keringkan, beri minyak emersi dan tutupi dengan gelas
penutup. Jika positif terinfeksi hasilnya berupa keratinosit yang
multinuklear dan berukuran besar berwarna biru.
C. Limfogranuloma Venereum19
Epidemiologi
31
Rotterdam, Belanda. Wabah LGV diikuti oleh negara-negara tetangga
seperti Prancis, Inggris, Jerman dan Kanada serta Amerika Utara dan
Australia.9 Pada bulan Oktober 2004 hingga April 2007 terdapat 327
kasus LGV di Inggris.4 Klint dkk melaporkan 3 kasus LGV di Swedia
pada tahun 2004.10 Liassine dkk di Switzerland mengkonfirmasi 1 kasus
LGV pada seorang laki-laki berusia 31 tahun.11 Pada November 2004
hingga Januari 2006 terdapat 180 kasus LGV, dengan 27 orang
diidentifikasi terinfeksi dari laki-laki homoseksual. Gambaran khas wabah
LGV ini yaitu sebagian besar kasus disebabkan oleh varian baru yaitu L2b
(varian Amsterdam), mengenai kalangan LSL, melakukan hubungan
seksual per anal dengan manifestasi klinis berupa lesi genital atau
proctitis.
Etiologi
32
melibatkan reseptor yang spesifik. Molekul heparan sulfat akan memediasi
perlekatan C.trachomatispada sel hospes yang cocok hingga memicu
proses endositosis dan menghambat fusi fagosom. Siklus hidup
C.trachomatisdapat dibagi menjadi beberapa tahap:
Patogenesis
33
epiteloid, makrofag dan giant cell. Abses dapat bergabung dan pecah
spontan membentuk fistula atau saluran sinus. Pada proses inflamasi
terjadi penyembuhan dengan fibrosis setelah beberapa minggu atau bulan.
Pembentukan fibrosis akan menghancurkan struktur normal dari kelenjar
getah bening dan menghalangi aliran limfe.
Manifestasi Klinis
Limfogranuloma primer:
Lesi primer LGV muncul dalam bentuk papul yang tidak nyeri, pustul,
nodul, erosi yang dangkal, atau ulkus herpetiform. Lesi muncul setelah
masa inkubasi selama 3-30 hari. Lokasi lesi primer LGV pada laki-laki
paling sering di sulkus koronarius, frenulum, preputium, penis, glans
penis, skrotum sedangkan pada wanita di dinding vagina posterior,
fourchette, serviks posterior dan vulva. Lesi primer bersifat sementara,
membaik dalam waktu 1 minggu dan dapat tidak diketahui apabila
terdapat lesi di uretra, serviks atau rektum. Sekret mukopurulen dari
uretra, serviks atau rektum dapat muncul tergantung pada tempat
inokulasi. Lesi ekstra genital telah dilaporkan dalam bentuk ulkus dan
34
fisura di area perianal pada LSL, bibir atau kavum oris (tonsil) dan
kelenjar getah bening ekstra genital. Bentuk lesi primer yang jarang yaitu
balanitis, balanopostitis, bubonulus, servisitis, salpingitis atau parametritis.
Limfogranuloma sekunder:
35
berubah warna menjadi merah kebiruan (blue balls) yang menandai
adanya ruptur bubo. Bubo yang ruptur akan keluar mengalir ke kulit
melalui pembentukan saluran sinus pada 1/3 kasus. Bubo juga dapat
berkembang menjadi massa yang keras dan pecah tanpa mengalami
supurasi. Keterlibatan kelenjar limfe unilateral terjadi pada 2/3 kasus.
36
perirektal). Sindrom inguinal yang tidak diterapi dapat menyebabkan
terbentuknya fibrosis pada kelenjar inguinal medial. Akibatnya aliran
limfe terbendung dan terjadi edema serta elefantiasis. Pada pria,
elefantiasis terjadi di penis dan skrotum, sedangkan wanita di labia dan
klitoris. Edema pada penis dan skrotum sering disebut “saxophone penis”.
Elefantiasis penoskrotal muncul 1- 20 tahun setelah infeksi. Jika meluas
terbentuk elefantiasis genitoanorektal yang disebut sindrom Jersild.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
37
bubo yang superinfeksi dengan bakteri piogenik. Laju endap darah (LED)
juga mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan keaktifan dari
penyakit, namun tidak khas untuk LGV. Abnormalitas laboratorium klinis
lain yang ditemukan berupa peningkatan konsentrasi gamma globulin yang
disebabkan oleh peningkatan IgA, IgG dan IgM.
38
DAFTAR PUSTAKA
15. Daili, Sjaiful Fahmi; dkk. 2011. Infeksi Menular Seksual Edisi Keempat.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
16. WHO. 2007. Global Strategy ForThe Prevention And Control Of Sexually
Transmitted Infections: 2006 – 20: breaking the chain of transmission. Geneva:
WHO Press.
17. Djuanda, Adhi, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
18. Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I dkk, 20,.Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid II, Edisi VI. Jakarta ,Interna publisirosis hatiing.
39
19. Maharani, Made Kusuma Dewi.2016. Limfogranuloma Venerum. Program
pendidikan dokter spesialis 1 bagian/smf ilmu kesehatan kulit dan
kelamin .Fakultas Kedokteran Unud/Rs Sanglah Denpasar.
40