Peranan Notaris Dalam Akad Pembiayaan Syariah
Peranan Notaris Dalam Akad Pembiayaan Syariah
Tabel 1.1
2Konstelasi ini merupakan percampuran antara dua kutub hukum yang berlainan
sumbernya yaitu hukum barat dan hukum Islam dalam bentuk akad yang disahkan oleh
notaris. Lihat: Yulies Tiena Masriani, Kedudukan Hukum Akta-Akta Notaris dalam
Ekonomi Islam, Jurnal Serat Acitya, Jurnal Ilmiah UNTAG, Vol. 4, No. 1, Semarang:
UNTAG, 33-37.
1
Pertumbuhan Transaksi Pembiayaan Syariah Selama Tahun 2010-2014
(dalam Persen)
2
yang terjadi di Indonesia tidak didukung dengan sistem Hak Tanggungan Syariah.7
Bahkan, secara teoritisPembiayaan Syariah yang mewajibkan Hak Tanggungan
bertentangan dengan prinsip dasar akad tersebut.8 Dengan demikian, notaris
dengan kewenangannya untuk melegalisasi9 Hak Tanggungan yang bertentangan
dengan syariah tersebut, berarti tidak memberikan kepastian dan perlindungan
hukum kepada anggota masyarakat ditinjau dari perspektif hukum Islam.
Secara de jure akad Pembiayaan Syariah yang dihubungkan dengan Hak
Tanggungan nasional merupakan hubungan yang bertolak belakang. Pada satu
sisi, akad Pembiayaan Syariah harus dihubungkan dengan sistem Hak Tanggungan
Syariah sesuai prinsip Islam.10Namun di sisi lain sistem hukum nasional belum
3
menyediakan Undang-Undang Hak Tanggungan Syariah. Meskipun demikian,
notaris yang menggunakan Hak Tanggungan nasional dalam akad Pembiayaan
Syariah tidak dapat dikenakan sanksi perdata11 yang mengakibatkan akta notaris
sebagai akta otentik mengalami degradasi kekuatan bukti akta notaris atau
pelanggaran terhadap bentuk akta notaris yang menyebabkan cacat
yuridis.12Padahal, hal itu bertentangan dengan prinsip syariah.
Berdasarkan latar belakang di atas, peranan notaris dalam Pembiayaan
Syariah terhadap Hak Tanggungan menjadi relevan untuk diteliti lebih lanjut.
Dengan studi ini akan diketahui peranan notaris dalam Pembiayaan Syariah
terhadap Hak Tanggungan ditinjau dari hukum Islam. Di samping itu, akan
diketahui pula peluang pengembangan Hak Tanggungan Syariah di Indonesia
dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, studi ini layak untuk
dilakukan.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Terdapat sejumlah masalah terkait peran notaris dalam akad Pembiayaan
Syariah terhadap Hak Tanggungan dalam tinjauan hukum Islam sekarang ini,
antara lain: Pertama, secara regulasi, notaris syariah belum terakomodasi di dalam
hukum nasional Indonesia karena belum memiliki undang-undang yang
mengaturnya; Kedua, tidak ada Undang-Undang Hak Tanggungan Syariah
sehingga notaris tidak bisa memberikan kepastian dan perlindungan hukum dalam
melegalisasi Hak Tanggungan yang bertentangan dengan syariah; Ketiga, notaris
konvensional masih ikut membuat akta otentik terhadap kontrak-kontrak syariah
12 Pieter Latumeten, Cacat Yuridis Akta Notaris dalam Peristiwa Hukum Konkret
dan Implikasi Hukumnya, (Jakarta: Penerbit Pustaka, 2011), 29-45.
4
sehingga menimbulkan kewaswasan di dalam masyarakat; Keempat, politik
hukum Indonesia tentang notaris syariah belum berhasil mengusung pengusulan
RUU Notaris Syariah; Kelima, status hukum Pembiayaan syariah terhadap Hak
Tanggungan bertolak belakang, tetapi masih digunakan karena kurangnya
perangkat hukum yang memadai.
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pada banyaknya permasalahan yang teridentifikasi di atas,
studi ini dibatasi pada pertanyaan: Pertama, apa peran notaris dalam Pembiayaan
Syariah terhadap Hak Tanggungan dan bagaimana status hukum notaris
melegalisasi Hak Tanggungan yang bertentangan dengan akad
PembiayaanSyariah. Kedua, bagaimana peraturan perundang-undangan yang ada
secara langsung maupun tidak langsung telah mengatur tentang Hak Tanggungan
dan Pembiayaan Syariah.
Dari segi waktu, masalah ini akan dibatasi sejak periode 1960-2018.
Sedangkan dari segi substansi atau variabel yang dicakup peran notaris di sini
meliputi dua substansi utama, yaitu: (1)peran notaris dalam Pembiayaan Syariah
terhadap Hak Tanggungan dan bagaimana status hukum notaris melegalisasi Hak
Tanggungan yang bertentangan dengan akad Pembiayaan Syariah; (2)peraturan
perundang-undangan yang ada secara langsung maupun tidak langsung telah
mengatur tentang Hak Tanggungan dan Pembiayaan Syariah sejak periode 1960-
2018.
3. Perumusan Masalah
Dengan pembatasan tersebut di atas maka pertanyaan penelitian dirumuskan
sebagai berikut:
a. Bagaimana peran notaris dalam Pembiayaan Syariah terhadap Hak
Tanggungan dan bagaimana status hukum notaris melegalisasi akad
Pembiayaan Syariah terhadap Hak Tanggungan konvensional?
5
b. Bagaimana peraturan perundang-undangan yang ada secara langsung
maupun tidak langsung telah mengatur tentang Hak Tanggungan dan
Pembiayaan Syariah?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum studi peranan notaris ini adalah mengungkap hukum Islam
dalam Hak Tanggungan yang bertentangan dengan akad Pembiayaan Syariah.
Sedangkan tujuan khususnya, yaitu;
1. Untuk mengetahui peran notaris dalam Pembiayaan Syariah terhadap
Hak Tanggungan dan bagaimana status hukum notaris melaksanakan
kewenangannya padaakad Pembiayaan Syariah terhadap Hak
Tanggungan konvensional.
2. Untuk mengidentifikasi sejumlah peraturan perundang-undangan yang
secara langsung maupun tidak langsung memberi peluang bagi
pengembangan Hak Tanggungan Syariah.
6
mampu memeberi kepastian dan perlindung hukum kepada
masyarakat.
7
perundang-undangan peran notaris dalam Pembiayaan Syariah terhadap Hak
Tanggungan.
Yudi Mashudi dalam “Kajian Hukum Terhadap Peran Notaris Dalam Pembuatan
Akad Pembiayaan Murabahahdengan Jaminan Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat
(Studi Kasus Bank Victoria Syariah Cabang Cirebon)” yang menunjukkan bahwa
risiko bank atas pembiayaan dengan jaminan tanah belum bersertipikat adalah sama
dengan jaminan yang menjadi objek dalam lembaga jaminan yang baku di Indonesia. 15
Penelitian ini bisa dijadikan dasar bagi pengembangan peran notaris syariah di
Indonesia.
Laurensius Arliman dalam “Urgensi Notaris Syari’ah Dalam Bisnis Syari’ah Di
Indonesia,” menyimpulkan bahwa salah satu perkembangan bisnis yang paling pesat
di Indonesia adalah binis syari’ah, di mana pada saat ini setiap lini perekonomian di
Indonesia marak dengan berbau syari’ah. Dengan jumlah penduduk mayoritas
Muslim, maka ini menjadi pangsa pasar yang menarik, bagi para pelaku bisnis untuk
menarik nasabah atau konsumen dalam bisnis syari’ah yang dimilikinya.Maka,
tantangan untuk menjamin suatu transaksi yang autentik di mata hukum akibat dari
bisnis syari’ah ini, maka sudah sewajarnya notaris syari’ah hadir di Indonesia, agar
bisa fokus dalam membidangi bisnis syari’ah. 16 penelitian ini relevan sebagai pijakan
dalam melihat nomenklatur Notaris Syariah.
14Ade Sofyan, Kedudukan Sistem Pegadaian Syariah dalam Sistem Hukum Nasional di
Indonesia, Disertasi S3, Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2012, iii.
15Yudi Mashudi, “Kajian Hukum Terhadap Peran Notaris Dalam Pembuatan Akad
Pembiayaan Murabahah Dengan Jaminan Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat (Studi Kasus Bank
Victoria Syariah Cabang Cirebon),”Tesis S2, Program Studi Magister Kenotariatan Program
Pascasarjana, Univeresitas Diponegoro, Semarang: 2011, vii.
18Felix Christian Adriano, Analisis Yuridis atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta
Notaris Menurut UUJN No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, Premise Law Jurnal,
University of North Sumatra, Vol. 9, 2015, 15.
19Yulies Tiena Masriani, Kedudukan Hukum Akta-Akta Notaris dalam Ekonomi Islam,
Jurnal Serat Acitya, Jurnal Ilmiah UNTAG, Vol. 4, No. 1, Semarang: UNTAG, 46.
Muhamad Sidrata dalam “Risalah Lelang Sebagai Akta Otentik Dalam Kaitannya
Dengan Kewenangan Notaris Sebagai Pejabat Umum Pembuat Akta,”menyimpulkan
bahwa Risalah Lelang harus dibuat dengan akta otentik, untuk itu peranan notaris
sebagai pejabat pembuat akta sangat diperlukan. Notaris mempunyai kewenangan
untuk membuat Risalah Lelang. Setelah Notaris diangkat khusus oleh Direktur
Jenderal atas nama Menteri sebagai Pejabat Lelang Kelas II, karena dari itu, tidak
semua Notaris dapat/ berwenang membuat Risalah Lelang. Begitu juga, Risalah
lelang yang tidak dibuat dalam akta otentik bisa mengakibatkan tidak sahnya Risalah
Lelang sebagai pembuktian dalam lelang.20 Penelitian ini relevan untuk dijadikan
pijakan hukum bahwa kewenangan notaris membuat akta otentik menjamin kepastian
hukum.
Penelitian Lazulfha Perjannah dalam “Akibat Hukum Akta Perjanjian Perkawinan
Yang Dibuat Oleh Notaris Ditinjau dari Hukum Islam,” menyimpulkan bahwa
kedudukan akta perjanjian perkawinan yang dibuat oleh notaris menurut hukum Islam
apabila telah memenuhi syarat subyektif dan syarat obyektif syarat sah perjanjian,
maka perjanjian kawin dapat mengikat para pihak dan berlaku sebagai undang-
undang bagi para pihak yang mengadakan perjanjian. Akibat hukum akta perjanjian
perkawinan tersebut ditinjau dari hukum Islam adalah bahwa perjanjian pernikahan
tidak hanya mengikat bagi pasangan suami-istri saja, tetapi juga memiliki akibat
hukum terhadap perceraian, waris, hibah, wasiat dan wakaf.21 Penelitian ini relevan
karena ada titik singgung antara perkawinan dan Pembiayaan Syariah, terutama
setelah diaktakan.
20Muhamad Sidrata, “Risalah Lelang Sebagai Akta Otentik Dalam Kaitannya Dengan
Kewenangan Notaris Sebagai Pejabat Umum Pembuat Akta,” Tesis S2, Program Studi Magister
Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang: 2011, 105-106.
21Lazulfha Perjannah, “Akibat Hukum Akta Perjanjian Perkawinan yang dibuat oleh
notaris ditinjau dari hukum Islam,” Tesis S2, Program Magister Kenotariatan Universitas Islam
Sultan agung, semarang: 2016, xi.
Rahadi kristiyanto dalam “Konsep Pembiayaan Dengan Prinsip Syariah Dan
Aspek Hukum Dalam Pemberian Pembiayaan Pada PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero)Tbk.Kantor Cabang Syariah Semarang,” menyimpulkan bahwa Pembiayaan
Syariah dapat dipahami sebagai penyediaan barang, uang atau yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan kontrak transaksi syariah yang berupa transaksi jual beli,
sewa, atau bagi hasil (dengan menghindari transaksi yang ribawi dan yang dilarang
oleh syariah Islam) dimana bank sebagai pemilik barang atau sebagai pemilik dana
(shahibal-mal) dan nasabah sebagai pembeli barang, penyewa atau sebagai pengelola
dana (mudharib), dimana bank mewajibkan nasabah tersebut membayar harga barang
secara angsuran, atau membayar sewa atau mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu sebagai bentuk keuntungan dari transaksi jual
beli, sewa atau bagi hasil dari dana yang telah dikelola oleh nasabah. Sedangkan
kredit dapat diartikan sebagai penyediaan sejumlah uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan perjanjian utang-piutang antara bank dengan
nasabah, yang mewajibkan nasabah tersebut untuk melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan sejumlah bunga yang besaran bunganya telah
diperjanjikan pada saat perjanjian dibuat. Dalam perjanjian kredit konvensional ini
tidak mensyaratkan adanya kontrak bisnis/transaksi selain kesepakatan utang-
piutang.22 Penelitian ini penting untuk melihat perbedaan tegas antara Pembiayaan
Syariah dan Pembiayaan Konvensional.
Naily Ulya Faiqah dalam “Eksekusi Atas Objek Hak Tanggungan Pada
Perbankan Syariah (Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/Puu-X/2012),”
menyimpulkan bahwa Dengan putusan Mahkamah KonstitusiNomor 93/Puu-X/2012,
pilihan hukum dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 dibatalkan,
konsekuensinya eksekusi Hak Tanggungan bukan hanya kewenangan Pengadilan
Negeri tapi juga Pengadilan Agama, sehingga frasa ketua PN dalam Undang-Undang
Hak Tanggungan harus pula dibaca sebagai ketua Pengadilan Agama sepanjang
22Rahadi kristiyanto, “Konsep Pembiayaan Dengan Prinsip Syariah Dan Aspek Hukum
Dalam Pemberian Pembiayaan Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.Kantor Cabang
Syariah Semarang,” Tesis S2, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang:
2008, cclvii.
menyangkut perbankan syariah atau yang termasuk kewenangan Pengadilan
Agama.23Penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk pengembangan Hak Tanggungan
Syariah.
Penelitian Mustika Rimadhani dalam“Analisis Variabel-Variabel Yang
Mempengaruhi Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Mandiri Periode
2008.01-2011.12,” menyebutkan secara ringkas bahwa istilah Pembiayaan Syariah
dapat diartikan sebagai istilah kredit yang biasa dipergunakan dalam bank
konvensional. Yang membedakan hanya bentuk imbalan pada pembiayaan adalah
bagi hasil sedangkan dalam kredit adalah bunga. Sehingga pembiayaan dan kredit
adalah merupakan bentuk dari penyaluran dana perbankan.24 Tentu saja ringkasan
demikian kurang tepat, karena Pembiayaan Syariah harus juga memperhatikan aspek
kehalalan dari program yang akan dibiayai. Penelitian ini relevan untuk lebih
memperhatikan dan mendukung terus jalannya sitem Perbankan Syariah dengan
benar-benar memisahkan antara Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional
agar Perbankan Syariah memiliki sistem Hak Tanggungan Syariah sehingga benar-
benar murni syariah.
Trusto Subekti dalam “Interpretasi Hakim, Pengacara Dan Notaris Terhadap
Konsep Harta Bersama Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan Di Kabupaten Banyumas,” mengungkapkan bahwa Dalam prakteknya
para Hakim, para Pengacara dan para Notaris ketika menghadapi kasus yang
menyangkut sengketa harta bersama, mereka berpedoman pada konsep harta bersama
yang masih bersifat umum dan abstrak. Tidak adanya kriteria yang jelas yang dapat
dipergunakan untuk menentukan sesuatu benda/barang termasuk dalam kualifikasi
23Naily Ulya Faiqah, “Eksekusi Atas Objek Hak Tanggungan Pada Perbankan Syariah
(Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/Puu-X/2012),” Tesis S2, Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya: 2016, vi.
25Trusto Subekti, “Interpretasi Hakim, Pengacara Dan Notaris Terhadap Konsep Harta
Bersama Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Di Kabupaten
Banyumas,” Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 8, No. 2, Purwokerto: Universitas Jenderal
Soedirman,Mei, 2008, 103.
F. Metodologi Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam kajian bidang hukum ekonomi syariah dan
perdata konvensional, bersifat kualitatif dengan pendekatan hukum
normatif.28Penelitian normatif ditujukan kepada peraturan perundang-undangan yang
berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan Pembiayaan Syariah dan
Hak tanggungan sejak tahun 1960-2018. Penelitian terhadap peraturan terkait sejak
tahun 1960-2018 digunakan dalam rangka menggali perkembangan aturan yang
terkait untuk dicari peluang pengembangan hukum.Pendekatan yang dilakukan
terhadap peraturan ini adalah pendekatan komparasi mikro (comparative approach),
yaitu membandingkan isi ketentuan perundang-undangan yang masih saling
28Metode penelitian normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan
kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Lihat: Hardijan Rusli, Metode
Penelitian Hukum Normatif Bagaimana?, Jurnal Law Review, Vol. 5, No. 3, Maret 2006, Tangerang Selatan:
UPH, 40.
Dikatakan normatif, karena hukum itu diasumsikan sebagai sesuatu yang otonom sehingga
keberlakuannya ditentukan oleh hukum itu sendiri bukan oleh faktor-faktor di luar hukum. Berdasarkan
asumsi ini, hukum itu telah dianggap sempurna dan final sehingga tinggal dilaksanakan. Karena hukum
adalah pedoman tingkah laku yang tidak boleh disimpangi karena ia merupakan perintah dari yang
berdaulat, maka apabila tidak dilaksanakan akan mendapatkan sanksi. Lihat:Zulfadli Barus, Analisis
Filosofis Tentang Peta Konseptual Penelitian Hukum Normatif dan Penelitian Hukum Sosiologis, Jurnal
Dinamika Hukum, Vol. 13, No. 2, Mei 2013, Jakarta Selatan: Fakultas Hukum UPN, 311.
berkaitan, dan pendekatan analisis (analytical approach) terhadap konsep yuridis
tentang peran notaris dalam Pembiayaan Syariah terhadap Hak Tanggungan.
Jenis penelitian ini adalah studi literatur, yang mengungkap: (a)peran notaris
dalam Pembiayaan Syariah terhadap Hak Tanggungan; (b)peluang dikembangkannya
peraturan perundang-undangan yang secara langsung mengatur tentang Hak
Tanggungan Syariah di Indonesia.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini dibagi menjadi enam bab. Bab I,
pendahuluan sebagai landasan awal yang mengemukakan mengenai latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.
Dalam hal ini ingin dijelaskan aspek-aspek metodologi penelitian, baik menyangkut
pengumpulan maupun analisis data.
Bab II, berjudul notaris syariah membahas tentang kerangka teoritis berhubungan
dengan notaris dalam hukum Islam. Di dalamnya diuraikan mengenai pengertian
notaris dalam Islam, kewenangan notaris membuat akta otentik dan kewenangan
lainnya,degradasi kekuatan bukti dan kebatalan akta notaris, serta notaris dalam akad
syariah. Pembahasan ini diperlukan guna mengungkap konsep notaris menurut
hukum Islam.
Bab III, berisi uraian tentang akad Pembiayaan Syariah, meliputi akad
pembiayaan dalam hukum Islam, dasar hukum akad pembiayaan, prinsip-prinsip
Pembiayaan Syariah, serta perbedaan Pembiayaan Syariah dengan loan
konvensional. Pembahasan ini diperlukan guna mengungkap konsep Pembiayaan
Syariah.
Bab IV, berisi analisis Undang-undang Hak Atas Tanah terhadap Pembiayaan
Syariah. Di dalamnya diuraikan tentang sejarah lahirnya Undang-Undang Hak
Tanggungan, Peraturan Perundang-Undangan yang memberi peluang pengembangan
Undang-Undang Hak Tanggungan Syariah, serta Hak Tanggungan dalam Akad
Pembiayaan Syariah.
Bab V, menguraikan tentang kedudukan notaris dalam Undang-Undang Hak
Tanggungan menurut hukum Islam yang dianalisis dari Notaris Syariah dalam
Undang-undang Hak Tanggungan nasional, urgensi Undang-Undang Hak
Tanggungan Syariah, menuju Undang-Undang Hak Tanggungan Syariah, serta status
hukum notaris dalam hukum Islam.
Kesimpulan tentang penelitian mengenai peranan notaris dalam akad Pembiayaan
Syariah terhadap Hak Tanggungan perspektif hukum Islam, peluang peranan notaris
dalam Pembiayaan Syariah, serta saran-saran, disampaikan pada bab VI yang
sekaligus merupakan penutup.