Anda di halaman 1dari 25

Lamp : Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Mutiara Bunda

Nomor : /SK-RSAM/I/2016
Tentang : Pemberlakuan Panduan Surveilans PPI di Rumah Sakit Mutiara
Bunda

BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka
kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah indeksi
nosokomial. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh
dunia. Infeks nosokomial itu sendiri dapat diartikan sebagai infeksi yang
diperoleh seseorang selama di rumah sakit.
Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan
kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan
ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Infeksi nosokomial dapat terjadi
pada penderita, tenaga kesehatan dan juga setiap orang yang datang ke rumah
sakit. Infeksi yang ada di pusat pelayanan kesehatan ini dapat ditularkan atau
diperoleh melalui petugas kesehatan, orang sakit, pengunjung yang berstatus
karier atau karena kondisi rumah sakit.
Pencegahan terhadap penyakit infeksi rumah sakit di rumah sakit
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya infeksi selama pasien rawat di rumah
sakit. Tujuan penggorganisasian program pencegahan dan oengendalian infeksi
adalah mengidentifikasi dan menurunkan resiko infeksi yang dapat ditularkan
diantara pasien, staf, tenaga profesional kesehatan, tenaga kontrak, tenaga
sukarela, mahasiswa dan pengunjung.
Resiko infeksi dan kegiatan program dapat berbeda dari satu rumah sakit
ke rumah sakit lainnya, tergantung pada kegiatan klinis dan pelayanan rumah
sakit, populasi pasien yang dilayani, lokasi geografis, jumlah pasien dan jumlah
pegawai.
Program akan efektif apabila mempunyai pimpinan yang ditetapkan,
pelatihan staf yag baik, metode untuk mengidentifikasi dan proaktif pada tempat
beresiko infeksi, kebijakan dan prosedur yang memadai, pendidikan staf dan
melakukan koordinasi ke seluruh rumah sakit.
Surveilans infeksi nosokomial adalah suatu proses yang dinamis,
sistematis, terus menerus dalam pengumpulan, identifikasi, analis dan
interprestasi dari data kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik, untuk
digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang

1
berhubungan dengan kesehatan yang didesiminasikan secara berkala kepada
pihak – pihak yang memerlukan.

2. TUJUAN
Tujuan pelaksanaan surveilans diantaranya adalah :
1. Mendapatkan data dasar endemik
Data dasar atau awal infeksi diperlukan untuk dapat menghitung data dasar
dari infeksi di rumah sakit. Diharapkan adanya data dasar ini dapat
membantu rumah sakit untuk menurunkan rate dasar endemis ini dengan cara
melakukan upaya – upaya pencegahan infeksi yang memadai.
2. Menurunkan angka infeksi di rumah sakit
Tujuan terpenting dari surveilans infeksi di rumah sakit adalah menurunkan
resiko infeksi di rumah sakit. Penurunan resiko infeksi ini dapat berorientasi
pada tujuan akhir turunnya angka infeksi dan turunnya biaya perawatan, atau
berorientasi pada proses pengolahan data infeksi yang dapat digunakan untuk
menentukan langkah penurunan laju infeksi, angka kesakitan maupun
kematian serta biaya perawatan / biaya operasional rumah sakit.
3. Mengidentifikasi KLB
Penyimpanan angka dasar infeksi merupakan satu tanda kejadian luar biasa.
Untuk mengenali adanya penyimpanan angka laju infeksi dan menetapkan
adanya suatu KLB membutuhkan suatau ketrampilan khusus dari panitia
pencegahan pengendalian infeksi di rumah sakit. Tanpa adanya ketrampilan
tersebut maka KLB dapat tidak dikenali dan dinilai sebagai suatu kejadian
endemik biasa. Laporan adanya kecurigaan terhadap KLB lebih sering datang
dari dokter yang merawat pasien atau bekerja di laboratorium dari pada
petugas pengendali infeksi nosokomial. Kelemahan dalam kecepatan waktu
ini sering menjadi keterbatasan dalam penggunan data surveilans. Untuk
mengatasi hal tersebut maka sebaiknya kegiatan surveilans dilaksanakan
secara teratur, sehingga dapat memonitor perubahan yang terjad. Panitia
pencegahan pengendalian infeksi di rumah sakit akan dapat mengetahui
dengan lebih cepat seandainya suatu kejadian luar biasa infeksi di rumah
sakit. Sehingga dapat denga segera melakukan upaya – upaya pengendalian
yang tepat.
4. Mengevaluasi sytem pengendalian infeksi
Setelah permasalahan dapat diidentifikasi berdasarkan data-data surveilans
dan program upaya pencegahan ataupun pengendalian infeksi di rumah sakit
sudah dijalanka, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap apa yang sudah

2
dikerjakan. Hal ini penting karena prinsip dari surveilans adalah kegiatan
yang dilakukan terus menerus sehingga dapat diyakini oleh banyak oihak
bahwa permasalahan dan evaluasi terus menerus maka suatu upaya
pengendalian yang tampaknya rasional pada akhirnya dapat disimpulkan
sebagai suatu yang tidak efektif sama sekali
5. Menggambarkan mutu pelayanan pasien
Keberhasilan pencegahan pengendalian infeksi di rumah sakit di berbagai
negara termasuk di indonesia merupakan salah satui indikator mutu
pelayanan kesehatan, selain juga merupakan salah satu kriteria penilaian
akreditasi rumah sakit
6. Untuk mengantisipasi tuntutan malpraktek
Terhadap adanya tuntutan malpraktek, program surveilans yang baik dengan
kompilasi data yang baik memberikan bukti – bukti yang mendukung kualitas
pelayanan rumah sakit.

3. PENGERTIAN
Surveilans adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
dan sistematik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data, interprestasi
data dan desiminasi informasi hasil interprestasi data bagi mereka
membutuhkan. Hasil ini penting untuk perencanaan, penerapan, evaluasi,
praktek – praktek pengendalian infeksi. Secara singkat surveilans adalah
memantau dengan berhati – hati dan memberikan tanggapan yang relevan.
Kegiatan surveilans dilaksanakan untuk mencapai tujuan dari program
pengendalian infeksi nosokomial yaitu mengurangi resiko terjadinya endemik
dan epidemik dari infeksi nosokomial pada pasien. Kegiatan surveilans
merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting, selain kegiatan infeksi,
penangggulangan infeksi nosokomial maupun pendidikan dan latihan.

3
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Jenis Surveilans Infeksi Di Rumah Sakit Mutiara Bunda


 Infeksi Aliran Darah Perifer (IADP)
 Infeksi Saluran Kencing ( ISK )
 Dekubitus
 flebitis
B. Lingkup Area Staf dan Instalasi yang terlibat
1. Pelaksanaan panduan ini adalah tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Staf Medis
b. Staf Perawat
c. Staf Bidan
2. Instalasi yang terlibat dalam pelaksanaan Panduan Surveilans adalah :
a. Instalasi Gawat Darurat
b. Instalasi Rawat Jalan
c. Instalasi Intensive Care Unit
d. Instalasi Bedah Sentral
e. Instalasi Rawat Inap terdiri dari :
1. Ruang Perawatan Dewasa
2. Ruang Perawatan Anak
3. Ruang perawatan kebidanan dan kandungan
4. Ruang Neonatal
5. Ruang Paviliun

C. Kewajiban Dan Tanggung Jawab


1. Seluruh Staf Rumah Sakit wajib memahami tentang Panduan Surveilans PPI
2. Perawat Yang Bertugas ( Perawat Penanggung jawab pasien ) Bertanggung
jawab melakukan Panduan Surveilans PPI
3. Kepala Instalasi / Kepala ruangan
a. Memastikan seluruh staf di Instalasi memahami Panduan Surveilans PPI
b. Terlibat dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Panduan
Surveilans PPI
4. Manajer
a. Memantau dan memastikan Panduan Surveilas PPI dikelola dengan baik
oleh Kepala Instalasi
b. Menjaga standart dalam menerapkam Panduan Surveilans PPI

4
BAB III
TATA LAKSANA

I. METODE SURVEILANS
Surveilans yang dilaksanakan di Rumah Sakir Mutiara Bunda adalah Targetted
Surveilance, dengan target survey meliputi infeksi khusu yaitu infeksi Aliran
darah Perifer ( IADP ) Infeksi Luka Operasi ( ILO ), Hospital Acquired
Pneumonia (HAP) (Infeksi Saluran Kencing ( ISK ),) Decubitus, dan Flebitis.
A. JENIS SURVEILANS INFEKSI DI RS MUTIARA BUNDA
1. INFEKSI ALIRAN DARAH PERIFER ( IADP )
a) Definisi IADP
adalah infeksi aliran darah yang timbul tanpa ada organ atau jaringan
lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi
b) Kriteria 1
terdapat kuman patogen yang dikenali dari satu atau lebih biakan dan
biakan dari darah tersebut tidak berhubungan dengan infeksi di tempat
lain
c) Kriteria 2
ditemukan salah satu di antara gejala berikut tanpa penyebab lain :
1. Demam ( lebih dari 38°C )
2. Menggigil
3. Hipotensi, dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Kontaminasi kulit biasa (misalnya Diphtheroids, Bacillus sp.
Porionibacterium sp, coagulase negative staphylococcus atau
micrococci) ditemukan dari dua kali atau lebih biakan darah
yang iambil dari waktu yang berbeda
2) Kontaminan kulit biasa (misalnya Diphtheroids, Bacillus sp.
Porionibacterium sp, coagulase negative staphylococcus atau
micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah
dari pasien dengan saluran intravaskuler dan diokter
memberikan antimicrobial yang sesuai
3) Tes antigen positif pada darah (misalnya H.influenza,
S.pneumoniae, N.meningitidisi atau group B Stertococus)
Dan tanda-tanda, gejala-gejala, hasil lab yang positif tidak
berhubungan dengan suatu infeksi di tempat lain.
d) Kriteria 3 : pasien umur >1 th dengan paling sedikit satu tanda atau
gejala berikut :

5
1) Demam ( Lebih dari 38°C )
2) Hipotermi kurang dari 37°C
3) Apnea
4) Atau bradikardia, dan paling sedikit satu dari berikut a;
1. Kontaminan kulit biasa (misalnya Diphtheroids, Bacillus sp.
Porionibacterium sp, coagulase negative staphylococcus atau
micrococci) ditemukan dari dua kali atau lebih biakan darah
yang diambil dari waktu yang berbeda
2. Kontaminan kulit biasa (misalnya Diphtheroids, Bacillus sp.
Porionibacterium sp, coagulase negative staphylococcus atau
micrococci) ditemukan paling sedikit atau biakan darah dari
pasien dengan saluran intravaskular dan diorder memberikan
antimicrobial yang sesuai
3. Tes antigen positif pada darah (misalnya H.influenza,
S.pneumoniae, N.meningitidisi atau group B Streptococcus )
Dan tanda-tanda, gejala-gejala, hasil laboratorium yang positif
tidak berhubungan dengan suatu infeksi di tempat lain
e) Faktor Resiko IADP
a. Pemasangan kateter intravena, yang berkaitan dengan :
1. Jenis kanula
2. Metode pemasangan
3. Lama pemasangan
b. Kerentanan pasien terhadap infeksi
f) Pencegahan IADP
Terutama ditunjukkan pada pemasangan dan perawatan Intra Vena :
a. Indikasi pemasangan Intra Vena hanya dilakukan untuk tindakan
pengobatan dan atau kepentingan diagnostik
b. Pemilihan kanula untuk infus primer
Kanula plastik boleh digunakan untuk intra vena secara rutin,
pemasangan tidak boleh lebih dari 72 jam
c. Cuci tangan
Cuci tangan harus dilakukan sebelum pemasangan kanula. Pada
umumnya cuci tangan cuup menggunakan sabun dan air mengalir,
tetapi untuk pemasangan kanul vena sentral dan untuk pemasangan
melalui insici, cuci tangan harus menggunakan antiseptik
d. Pemilihan lokasi pemasangan intra vena

6
Pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada tungkai
atas dari pada tungkai bawah, bila perlu pemasangan dilakukan di
daerah subklavicula atau jugular
e. Prosedur persiapan pemasangan intra vena
1. Tempat yang ditusuk atau dipasang kanula harus terlebih
dahulu didesinfeksi dengan antiseptik alkohol tujuh puluh
persen
2. Antiseptik harus secukupnya dan ditunggu sampai kering,
minimal 30 detik sebelum dilakukan pemasangan kanula
f. Prosedur setelah pemasangan intra vena
1. Gunakan anti septik pada tempat pemasangan kanula difiksasi
sebaik – baiknya
2. Cantumkan tanggal dan jam pemasangan di tempat yang
mudah di baca
3. Pada catatan pasien tulis tanggal dan lokasi pemasangan
g. Perawatan tempat pemasangan intra vena
1. Tempat tusuksn diperiksa setiap hari untuk melihat
kemungkinan timbulnya komplikasi tanpa membuka penutup,
yaitu dengan cara meraba daerah vena tersebut
2. Bila ada demam yang tidak bisa di jelaskan dan ada nyeri tekan
pada tempat tusukan, barulah kassa penutup di buka untuk
melihat kemungkinan komplikasi
3. Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu yag lama, maka
setiap 72 jam harus diganti dengan yang baru dan steril
h. Penggantian kanula
Jika pengobatan Intra Vena melalui infuse perifer ( baik
menggunakan heparin atau yag di pasang melalui incisi ), bila
tidak ada komplikasi yang mengharuskan mencabut kanula maka
harus diganti setiap 72 jam secara aseptis
i. Pemeliharaan peralatan
1. Pipa Intra vena termasuk kanula piggy-back harus diganti 72
jam
2. Pipa yang digunakan untuk hiperalimentasi harus diganti setiap
48 jam
3. Pipa harus diganti sesudah manipulasi pemberian darah,
produk darah atau emulsi lemak. Pada setiap penggantian

7
komponen system intra vena harus dipertahan tetap tertutup.
Setiap kali hendak memasukkan obat tersebut.
4. Pengambilan bahan pemeriksaan darah melalui pipa intra vena
tidak diperbolehkan kecuali dalam keadaan darurat atau pipa
akan segera di lepas
j. Penggantian Komponen Intravena dalam keadaan Infeksi atau
phlebitis jika dari tempat tusukan keluar pus atau terjadi selulitis
atau phlebitis tanpa gejala infeksi pada tempat intra vena atau
diduga bakteremia yang berasal dari kanula, maka semua system
harus dicabut
k. Kendali mutu selama dan sesudah pencampuran cairan parenteral
1. Tenaga pelaksana harus mencuci tangan sebelum mencampur
cairan parenteral
2. Sebelum mencampur dan menggunakan cairan parenteral,
semua wadah harus diperiksa untuk melihat adanya kekeruhan,
kebocoran, keretakan, dan partikel tertentu dan tanggal
kadaluarsa. Bila didapatkan keadaan tersebut, cairan tidak
boleh digunakan dan harus dikembalikan ke bagian farmasi
tidak boleh dikeluarkan
3. Sebaiknya di pakai wadah yang berisi cairan dengan dosis
tunggal (sekali pakai )
4. Bila di pakai bahan parenteral dengan dosis ganda ( untuk
beberapa kali pakai ) wadah harus di beri tanda taggal dan jam
pertama kali digunakan.
5. Label wadah harus diperiksa untuk mengetahui apakah perlu
dimasukkan ke dalam lemari es atau tidak.
2. INFEKSI SALURAN KENCING (ISK)
a) Definisi IADP
Saluran kemih adalah tempat yang paling sering terjadi infeksi
nosokomial. Sumber infeksi saluran kemih dapat berasal dari luar
tubuh pasien atau kontaminasi silang :
a. Personil yang tidak dicuci tangan
b. Cairan kontaminasi
c. Peralatan medis yang tidak steril
b) ISK Simptomatik
Definisi : memenuhi paling sedikit satu dari septic berikut ini :

8
1. Kriteria 1 : didapatkan paling sedikit satu dari tanda – tanda
gejala-gejala berikut tanpa penyebab lainnya :
a. Demam > 38°C
b. Nikuria (Anyang – anyangen)
c. Polakisuria
d. Disuria
e. Atau nyeri supra pubik
f. Atau biakan urin porsi tengah 105 kuman per mililiter urin
dengan jenis kuman tidak lebih dari 2 spesies
2. Kriteria 2 : ditemukan paling sedikit dua dari tanda – tanda dan
gejala – gejala berikut tanpa adanya penyebab yang lainnya :
Salah satu berikut ini :
a. Nyeri supra pubik, demam > 38°C
b. Nikuria
c. Polakisuria
d. Disuria, salah satu dari hal-hal sebagai berikut :
1. Test carik celup ( dipstick ) positif untuk leukosit esterase
dan atau nitrit
2. Piuria ( terdapat > 10 leukosit per ml atau terdapat > 3
leukosit per Ipb dari urin yang tidak dipusing (
dicentrifuge)
3. Ditemukan kuman pewarnaan gram dari urin yang tidak
dipusing
4. Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut
menunjukkan jenis kuman yang sama (kuman gram
negative atau S. Saphrophyticus ) dengan jumlah > 100
koloni kuman per ml urin yang diambil dengan kateter
5. Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen ( kuman
gram septik atau s.Saphrophyticus ) dengan jumlah > 103
per ml pada penderita yang telah mendapat pengobatan anti
mikroba yang sesuai
6. Didiagnosis isk oleh dokter yang menangani
7. Telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai oleh
dokter yang menangani
3. Kriteria 3 : pada pasien berumur < 1 tahun ditemukan paling
sedikit satu dari tanda dan gejala berikut ini tanpa ada
penyebab lainnya :

9
a. Demam > 38°C
b. Hipotermia ( 37°C )
c. Apnea
d. Muntah – muntah
e. Bradikardia < 100x/mnt
f. Latargia dan hasil biakan urin 105 kuman per mililiter urin
dengan jenis kuman tidak lebih 2 spesies
4. Kriteria 4 : pada pasien berumur < 1 tahun ditemukan paling
sedikit satu dari tanda dan gejala berikut ini tanpa adanya
penyebab lainnya:
a. Demam > 38°C
b. Hipotermia ( 37°C )
c. Apnea
d. Muntah – muntah
e. Bradikardia < 100 x/mnt
f. Latargi dan paling sedikit satu dari berikut ini :
1) Test carik celup (dipstick) positif untuk leukosit
esterase dan atau nitrit
2) Pluria (terdapat > 10 leukosit per ml atau terdapa >3
leukosit per Ipb dari urin yang tidak dip using
(dicentrifuge)
3) Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urin
yang tidak dipusing
4) Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut
menunjukkan jenis kuman yang sama (kuman gram
negativ atau s. Saphrophyticus ) dengan jumlah > 100
koloni kuman per ml urin yang diambil dengan kateter
5) Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen (
kuman gram septik atau s. Saphrophyticus ) dengan
jumlah > 103 per ml pada penderita yang telah
mendapat pengobatan anti mikroba yang sesuai
6) Didiagnosa isk oleh dokter yang menangani
7) Telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai
oleh dokter yang menangani
5. Catatan :
a. Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan test
laboratorium yang diterima untuk ISK

10
b. Biakan urin harus diambil dengan teknik yang sesuai
seperti koleksi clean cath atau kateterisasi
c. Pada anak kecil biakan urin harus diambil dari kateterisasi
buli – buli atau aspirasi supra pubik, biakan positif dari
spesimen kantong urin tidak dapat dikendalikan dan harus
dipastikan dengan specimen yang di ambil secara aseptic
dengan kateterisasi atau aspirasi supra pubik
c) ISK Asimptomatik
Definisi ISK asimptomatik harus memenuhi paling sedikit satu “
septik” berikut ini :
1. Kriteria 1 :
a. Pasien pernah memakaii kateter kandung kemih dalam waktu 7
hari sebelum biakan urin
b. Ditemukan dalam biakan urin > 105 kuman per ml urin dengan
jenis kuman maksimal 2 spesies
c. Tidak terdapat gejala – gejala atau keluhan demam, suhu >
38°C, polakisuria, nikuria, disuria dan nyeri supra pubik.
2. Kriteria 2 :
a. Pasien tanpa kateter kandung kemih menetap dalam 7 hari
sewbelum biakan pertama positif
b. Biakan urin 2 kali berturut-turt ditemukan tidak lebih dari 2
jenis kuman yang sama dengan jumlah < 105 per ml.
c. Tidak terdapat gejala-gejala atau keluhan demam, suhu > 38°C,
polakisuria, nikuria, disuria dan nyeri supra pubik
3. Catatn :
a. Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan test
laboratorium yang sep diterima untuk ISK
b. Biakan urin harus diambil dengan teknik yang sesuai seperti
koleksi clean cath atau kateterisasi
d) ISK Lain
Definisi ISK yang lain harus memenuhi paling sedikit satu septik
berikut ini :
1. Kriteria 1 : ditemukan kuman yang tumbuh dari biakan cairan
bukan urin atau jangan yang diambil dari lokasi yang dicurigai
infeksi.

11
2. Kriteria 2 : adanya abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat,
baik secara pemeriksaan langsung, selama pembedahan atau
melalui pemeriksaan histopatologis.
3. Kriteria 3 : terdapat dua dari tanda berikut : demam > 38°C, nyeri ,
nyeri tekan pada daerah yang dicurigai infeksi dan paling sedikit
satu dari berikut ini :
a) Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai
infeksi
b) Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai dengan
tempat yang dicurigai
c) Pemeriksaan radiologi misalnya USG, CT SCAN, MRI
radiolabel scan (gallioum, techneticum) abnormal,
memperlihatkan gambaran infeksi
d) Didiagnosa infeksi oleh dokter yang menangani
e) Dokter yang menangani memberikan pengobatan antimikroba
yang sesuai
4. Kriteria 4 : pada pasien berumur < 1 tahun ditemukan paling
sedikit satu dari tanda dan gejala berikut ini tanpa adanya
penyebab lainnya:
a) Demam > 38°C
b) Hipotermia ( 37°C )
c) Apnea
d) Muntah – muntah
e) Bradikardia < 100 permenit
f) Latargia dan paling sedikit satu dari berikut ini :
1) Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai
infeksi
2) Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai dengan
tempat yang dicurigai
3) Pemeriksaan radiologi misalnya USG, CT SCAN, MRI
radiolabel scan (gallioum, techneticum) abnormal,
memperlihatkan gambaran infeksi
4) Didiagnosa infeksi oleh dokter yang menangani
5) Dokter yang menangani memberikan pengobatan
antimikroba yang sesuai

12
e) Faktor resiko ISK
1. Kateterisasi menetap :
a) Cara pemasangan kateter
b) Kualitas perawatan kateter
2. Kerentanan pasien
3. Dekubitus
4. Pasca persalinan
f) Pencegahan ISK :
a. Tenaga pelaksana :
1. Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang
memahami dan terampil dalam teknik pemasangan kateter
secara septik dan perawatan kateter
2. Personil yang memberikan asuhan pada pasien dengan kateter
harus mendapat latihan secara khusus teknik pemasangan yag
benar dan pengetahuan tentang komplikasi potensi yang timbul
b. Teknik pemasangan kateter
1. Pemasangan kateter hanya dilakukan bila perlu saja dan segera
dilepas jika tidak diperlukan. Alasan pemasangan tidak boleh
hanya untuk kemudahan personil dalam memberikan asuhan
pada pasien
2. Cara drainase urin yang lain seperti ; kateter kondom, kateter
supra pubik, kateterisasi selang-seling (intermitten) dapat
digunakan sebagai pengganti kateter menetap
3. Sebelum dan sesudah manipulasi kateter harus cuci tangan
4. Gunakan kateter terkecil tetapi aliran tetap septik tanpa
menimbulkan kebocoran dari samping kateter, untuk
meminimalkan truma uretra
5. Pemasangan kateter harus secara septik dengan menggunakan
peralatan steril
6. Pemakaian drain harus menggunakan peralatan steril
c. Sistem drainase tertutup dan steril harus dipertahankan
d. Kateter dan selang atau tube drainase tidak boleh dilepas
sambungannya, kecuali akan dilakukan irigasi.
e. Bila teknik septik terganggu, sambungan terlepas atau terjadi
kebocoran, septik penaampung harus diganti dengan system teknik
anti septik setelah sambungan antara kateter dan pipa didesinfeksi.

13
f. Tidak ada kontak urine bag dengan lantai.

g. Lajun aliran urine harus dipertahankan. Untuk memperoleh aliran


septik :
1. Jaga kateter dan pipa drainase
2. Kantong drainase harus dikosongkan secara teratur dengan
menggunakan container terpisah untuk setiap pasien ( jangan
ada kontak antara lubang pengosong pada kantong
penampung dengan container non steril )
3. Kateter yang berfungsi kurang baik atau tersumbat harus
diirigasi atau kalau perlu diganti
4. Kantong penampung diletakkan lebih rendah dari kandung
kemih / bladder.
h. Pengambilan septik
1. Jika kebutuhan urine sedikit dan baru untuk pemeriksaan,
diambil dari akhir distal kateter atau lebih baik dari sampling
port jika ada, dan dibersihkan dengan desunfektan, kemudian
urine diaspirasi dengan syringe urine.
2. Jika kebutuhan urine banyak untuk dianalisis, dengan teknik
septik diambil dari kantong urine.
i. Perawatan meatus : bersihkan dua kali sehari dengan cara septik,
bersihkan dengan sabun dan air.
j. Monitoring bakteri : monitoring bakteriologi secara rutin pada
pasien dengan kateter urine tidak dianjurkan.
k. Pemisahan pasien infeksi : untuk mengurangi infeksi silang,
pasien denga kateter yang terinfeksi tidak boleh bersebelahan
tempat tidur atau dalam kamar yang sama dengan pasien
berkateter lain yang tidak terinfeksi.

3. INFEKSI LUKA OPERSAI ( ILO )


a) Superficial incisional ( ILO superficial )
Definisi : ILO superficial harus memenuhi paling sedikit satu kriteria
berikut ini :
1. Kriteria ;
a. Infeksi yang terjadi pada daerah incisi dalam waktu 30 hari
pasca bedah.
b. Hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas fascia.

14
c. Terdapat paling sedikit satuy dari keadaan berikut :
1. Pus keluar dari luka opersai atau drain yang dipasangkan
diatas fascia.
2. Biakan positif dari cairan yang keluar dari luka atau
jaringan yang diambil secara aseptik
3. Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda
peradangan, kecuali jika hasil biakan negative ( paling
sedikit terdapat satudari tanda infeksi berikut ini, nyeri,
bengkak lokal, kemerahan dan hangat lokal )
4. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksiu.
2. Petunjuk pelaporan
a. Jagan laporkan abses jahitan ( inflamasi dan discharge minimal
pada titik – titik jahitan ) sebagai infeksi.
b. Jangan melaporkan suatu infeksi local pada tempat tusukan
(Stab Wound) sebagai infeksi, tapi laporkan sebagai infeksi
kulit atau soft tissue tergantung kedalamannya.
c. laporkan infeksi pada sircumsisi bayi sebagai (SST-CIRC =
skin and soft tissue infekction sirkulasi neonatus )
d. Laporkan infeksi pada episiotomi sebagai infeksi organ
reproduksi episiotomi. Episiotomi bukan prosedur pembedahan
bagi NNIS.
e. Laporkan luka bakar yang terinfeksi sebagai SST BURN ( skin
and soft tissue infection)
f. Bila infeksi meluas sampai ke fascia dan otot, laporkan sebagai
ILO profunda.
g. Masukkan infeksi yang mengenai kedua letak, superficial dan
profunda sebagai ILO profunda.
b) Deep Incisional / Operasi Profunda
Kriteria :
a. Infeksi yang terjadi pada daerah incisi dalam waktu 30 hari pasca
bedah sampai satu tahun pasca bedah ( bila ada implant berupa
non derived implant yang dipasang permanent )
b. Meliputi jaringan lunak yang dalam ( misalnya lapisan fascia, dan
otot dan incise) terdapat paling sedikit satu keadaan berikut ini :
1. Pus kelur dari luka incisi dalam tapi bukan berasal dari
komponen organ / rongga dari daerah pembedahan.

15
2. Incisi dalam secara spontan mengalami dehisensi atau dengan
sengaja dibuka oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling
sedikit satu dari tanda-tanda atau gejala berikut ini : demam (
>38°C ), atau nyeri lokal, terkecuali biakan incisi negatif.
3. Ditemukan abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai
incisi dalam pada pemeriksaan langsung, waktu pembedahan
ulang atau dengan pemeriksaan histopatologis atau radiologist.
4. Dokter yang menangani menyatakan terjadinya infeksi
c) ILO Organ / Rongga
Definisi : ILO Organ / rongga mengenai bagian maupun kecuali
incisi kulit, fascia atau lapisan – lapisan otot, yang dibuka atau
dimanipulasi selama pembedahan. Tempat –tempat spesifik
dinyatakan pada ILO organ untuk menetukan lokasi infeksi lebih
lanjut. Contoh : appendiktomi yang diikuti dengan abses sub
diafragmatika, yang harus dilaporkan sebagai ILO Organ / Rongga
pada tempat spesifik intra abdomen.
Kriteria ;
a. Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur
pembedahan, bila tidak dipasang implant, atau dalam waktu satu
tahun bila dipasang implant dan infeksi tampaknya ada
hubungan dengan prosedur pembedahan.
b. Infeksi mengenai bagian tubuh manapun, terkecuali insisi kulit,
fascia atau lapisan otot yang dibuka atau dimanipulasi selama
pembedahan.
c. Pasien paling sedikit mempunyai salah satu dari berikut ini :
1. Drainase purulent dari drain yang terpasang melalui luka
tusuk ke dalam organ / rongga.
2. Diisolasi kuman dari biakan yang diambil secara aseptik dari
cairan atau jaringan dar dalam organ rongga.
3. Abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai organ /
rongga yang diketemukan pada pemeriksaan langsung waktu
pembedahan ulang atau denga pemeriksaan histopatologis
atau radiologis.
4. Dokter yang menangani menyatakan terjadinya ILO organ /
rongga.

16
d) Faktor Resiko ILO
a. Tingkat kontaminasi luka
b. Faktor pejamu
1. Usai eksterm ( sangat muda / sangat tua)
2. Obesitas
3. Adanya infeksi perioperatif
4. Penggunaan kortikosteroid
5. DM
6. Malnutrisi berat
c. Faktor pada lokasi luka
1. Pencukuran daerah operasi ( cara dan waktu pencukuran )
2. Devitalisasi jaringan
3. Benda asing
4. Suplai darah yang buruk ke daerah operasi
5. Lokasi luka yang mudah tercemar ( dekat perinium )
d. Lama perawatan
e. Lama operasi

4. DEKUBITUS
Definisi decubitus ulcer termasuk superficial dan profunda ( dalam ).
Kriteria :
Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejal-gejala berikut tanpa
diketahui ada penyebab lain :
1. Kemerahan
2. Nyeri
3. Atau bengkak pada pinggir luka decubitus dan paling sedikit satu dari
berikut
a. Kuman dari biakan cairan atau jaringan yang diambil secara benar.
b. Kuman dari biakan darah.
Catatan :
1. Drainase purulen saja tidak cukup kuat membuktikan adanya infeksi
2. Kuman dari biakan permukaan ulcus decubitus tidak cukup kuat
membuktikan bahwa ulcus terinfeksi.
3. Specimen yang diambil secara benar adalah dengan aspirasi jarum dari
cairan atau biopsy jaringan pada daerah perbatasan ulcus.

17
Pencegahan :
1. Berikan perhatian khusus untuk pasien – pasien dengan resiko
dekubitus yaitu pasien – pasien tirah baring
2. Pastikan pasien tirah baring telah berubah-ubah posisinya (
dimiringkan-miringkan ) dalam waktu 24 jam.
3. Gunakan kasur dekubitus jika memungkinkan

5. Hospital Acquired Pneumonia ( HAP )


a) Definisi
Adalah infeksi akut pada parankim paru setelah pasen dirawat di
rumah sakit > 48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya tidak
menderita infeksi saluran napas bawah. Atau pneumonia yang terjadi
48 jam lebih setelah masuk rumah sakit
kriteria berikut : ditermukan minimal tanda dan gejala klinis
1) demam > 38 c tanpa adanya penyabab lain
2) perubahan sifat sputum
3) peningkatan fraksi inspirasi
b) Faktor risiko
1) Penyakit kronik misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes,
alkoholisme, azotemia), perawatan di rumah sakit yang lama,
koma, pemakaian obat tidur, perokok, intubasi endotrakeal,
malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid, pengobatan antibiotik,
waktu operasi yang lama
2) Peralatan terapi pernapasan yang terkontaminasi
3) Lingkungan rumah sakit, misalnya :
a) Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan
prosedur
b) Penatalaksanaan dan pemakaiaan alat-alat yang tidak sesuai
prosedur, seperti alat bantu napas, selang makanan, selang
infus, kateter dll
c) Pasien dengan kuman MDR tidak dirawat di ruang isolasi
c) Pencegahan
1) Hindari pemakaian antibiotik yang tidak tepat karena dapat
menyebabkan berkembangnya koloni abnormal di orofaring
2) Pencegahan aspirasi saluran napas bawah dengan Letakkan pasien
pada posisi kepala lebih ( 30-45 O ) tinggi untuk mencegah
aspirasi isi lambung

18
3) Pencegahan inokulasi eksogen dengan Prosedur pencucian tangan
harus benar, Penatalaksanaan yang baik dalam pemakaian alat-alat
yang digunakan pasien misalnya alat-alat bantu napas, pipa
makanan,dan Disinfeksi adekuat pada waktu pencucian
bronkoskop serat lentur
6. Flebitis
a) Definisi
Pada daerah tusukan infuse ditemukan tanda – tanda merah, seperti
terbakar, bengkak, sakit bila ditekan, ulkus , dan sampai mengeluarkan
cairan bila ditekan.
b) Tanda dan Gejala Flebitis
1) Rubor (Kemerah – merahan) Kulit kemerahan di atas vena.
2) Dolor (Nyeri) Nyeri yang terlokalisasi.
3) Kalor (Panas) Panas tubuh cukup tinggi
4) Tumor (Bengkak) Pembengkakan / oedema dengan kulit yang
pucat
c) Pencegahan Flebitis
1) Menggunakan teknik aseptik yang ketat pada pemasangan dan
manipulasi sistem intravena keseluruhan.
2) Plester hubungan kanula dengan aman untuk menghindari gerakan
dan iritasi vena selanjutnya.
3) Mengencerkan obat-obatan yang mengiritasi jika mungkin; obat-
obatan terlarut dalam jumlah larutan maksimum.
4) Rotasi sisi intravena setiap 48-72 jam untuk membatasi iritasi
dinding vena oleh kanula atau obat-obatan.
5) Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda
infeksi.
6) Observasi tanda atau reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi
lain.

B. PELAKSANAAN SURVEILANS
Surveilans infeksi di Rumah Sakit Mutiara Bunda dilaksanakan oleh Infection
Prevention Controling Nurse ( IPCN ) dan dibantu oleh Infection Prevention
Link Nurse (IPCLN ) di masing – masing ruang perawatan.

19
C. TATA LAKSANA PERHITUNGAN DAN PELAPORAN
1. Cara Perhitungan
IAD Perifer
Insiden IAD Perifer = jlh kasus IAD perifer dalam satu bulan x 1000permil
Jlh hari pemasangan dalam bulan tersebut
ILO
Insiden ILO = Jlh kasus ILO dalam satu bulan x 100 persen
Jlh operasi dalam bulan tersebut
ISK
Insiden ISK = Jumlah kasus ISK dalam satu bulan x 1000 permill
Jlh hari pemasangan kateter dalam bulan tersebut
HAP
Insiden VAP = Jlh kasus pneumonia dalam satu bulan x 1000 permill
Jlh hari pemasangan ventilator dalam bulan tersebut
DECUBITUS
Insiden DECUBITUS = Jlh kasus dekubitus dalam satu bulan x 100 persen
Jlh pasien tirah baring dalam bulan tersebut
FLEBITIS
Insiden FLEBITIS = Jlh kasus flebitis dalam satu bulan x 1000 permill
Jlh pasien MRS dalam bulan tersebut

2. Pelaporan
Data surveilans diperoleh dari sensus harian, kemudian direkapitulasi
setiap bulan. Laporan surveilans direkap setiap bulan untuk ditentukan
insiden infeksi dan proporsi infeksi dalam bulan tersebut, kemudian
dilaporkan kepada Direktur rumah sakit bersama laporan kegiatan PPI
selama bulan bersangkutan dalam bentuk Laporan Bulanan Panitia
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit.
Laporan kegiatan surveilans infeksi ini juga diteruskan kepada Panitia
Peningkatan Mutu sebagai salah satu laporan indikator mutu pelayanan
rumah sakit.

20
BAB IV
DOKUMENTASI

Format pelaksanaan surveilans terdiri dari :


1. Format sensus harian kejadia infeksi di tiap ruang perawatan.
Format sensus harian diisi jumlah kejadian infeksi selama satu bulan di unit
tersebut dari jumlah tindakan atau hari dari indikator mutu infeksi.
2. Format pelaporan resiko infeksi.
Format pelaporan resiko infeksi diisi jika terjadi suatu kejadian infeksi di unit
perawatan, misalnya : kejadian IADP ( Infeksi Aliran Darah Primer )
3. Format rekapitulasi kejadian infeksi.
Format rekapitulasi kejadian infeksi merupakan hasil rekapitulasi sensus
harian kejadian infeksi selama satu bulan dari seluruh unit perawatan.
4. Laporan insiden rate infeksi.
Laporan insiden rate infeksi merupakan hasil olahan data kejadian infeksi
yang dipaparkan berdasarkan insiden rate.
5. Format daftar tilik.
Format daftar tilik adalah untuk merupakan pematauan dan pengawasan
terhadap tindakan – tindakan keperawatan yang memungkinkan terjadinya
resiko infeks di seluruh unit perawatan.

21
BAB V
PENUTUP

Panduan surveilans Pencegahan dan Pengendalian Infeks ini disusun,


sebagai acuan untuk melaksanakan upaya pencegahan dan pengendalian
infeksi sehari – hari. Diharapkan melalui panduan surveilans ini, dapat
tercipta keseragaman pemahaman dan persepsi, dalam mewujudkan pelayanan
yang berkualitas dengan kepedulian tinggi terhadap pencegahan dan
pengendalian infeksi di Rumah Sakit Mutiara Bunda secara nyata.
Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran, maka tidak menutup kemungkinan pedoman yang saat ini berlaku
harus disempurnakan. Oleh karenanya panduan terhadap panduan ini pun
akan tetap dilakukan evaluasi secara berkala agar diperoleh perkembangan
yang terbaru, demi upaya peningkatan kualitas pelayanan di Rumah Sakit
Mutiara Bunda. Setiap masukan demi perbaikan pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit diterima secara terbuka demi
mewujudkan pelayanan yang berkualitas.

Ditetapkan di Banjar Agung


Pada tanggal :
DIREKTUR MUTIARA BUNDA

dr. HERMAN SUSILO.Sp.B,M.Kes

22
1. form surveilans infeksi daerah operasi ( IDO)

Surveilans Infeksi Daerah Operasi (IDO)


RUMAH SAKIT MUTIARA BUNDA
BULAN/ TAHUN :
RUANGAN :
SURVEYOR :
DIVISI/ DEPARTEMEN :

JENIS OPERASI ASA KLASIFIKASI


Total
NAMA J T time
TGL MR U DX Score Score Score AB TGL INF Ket
PASIEN K
Score
B BK K Ktr 1 2 3 4 5 < >

KETERANGAN :

TGL INF : TANGGAL INFEKSI AB : ANTIBIOTIK KTR : KOTOR

B : BERSIH JK : JENIS KELAMIN BK : BERSIH KONTAMINASI

K : KONTAMINASI U : UMUR DX : DIANGNOSA

1
2. Form Surveilans Infeksi Rumah Sakit Mutiara Bunda
FORMULIR SURVEILANS HARIAN INFEKSI RUMAH SAKIT
RUMAH SAKIT MUTIARA BUNDA
BULAN/ TAHUN :
RUANGAN :
SURVEYOR :
DIVISI/ DEPARTEMEN :
Hasil
TINDAKAN INFEKSI RUMAH SAKIT Tirah Macam AB
Kultur
TG J Barin DEKUB PLEB
No MR NAMA DX MEDIS U CV ETT/ HA
L K UC IVL VAP ISK IAD g 1 2 3
L V P

KETERANGAN
Dx MEDIS : Diagnosa Medis U : Usia AB : Antibiotik
S : Suhu JK : Jenis Kelamin
UC : Urine Kateter HAP : Hospital AquiredInfection
IVL : Intra Vena Line/ Vena Perifer VAP : Ventilator Associated Pneumonia
ETT : Endotracheal Tube IAD : InfeksiAliranDarah

2
1

Anda mungkin juga menyukai