Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM FITOFARMASI

KELOMPOK E1

FORMULASI SEDIAAN
INFUSA DAUN SIRIH (Piper betle L.)

Nama Anggota :

Septi Orbita Sari (152210101006)


Farda Hakimah (152210101026)
Yesi Dwi Astuti (152210101059)
Intan Alvi Ayu Novita Sari (152210101067)
Ingga Dias Astri (152210101071)
Diva Rochayati (152210101078)
Ikhar Ridho Dayli (152210101091)
Muhammad Egi Supaedi (152210101138)
Khairinna Prihandini (162210101001)
Milka Bella Savira Priyono (162210101011)
Kintan Gemi Nastiti (162210101043)
Desak Ayu Lestarini Dewi (162210101044)
Dayu Lantika (162210101049)

BAGIAN BIOLOGI FARMASI


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
2019
BAB I. PENDAHULUAN

Daun sirih yang mempunyai nama latin Piper betle merupakan salah satu tanaman
yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat
memanfaatkan tumbuhan ini untuk tujuan pengobatan pada hidung berdarah (mimisen-
Jawa), mulut berbau, mata sakit, dan radang tenggorokan (Sudarsono dkk., 1996). Daun
sirih mempunyai daya antibakteri, dan juga memiliki bioaktivitas sebagai antioksidan, anti
inflamasi, antiseptik, pereda sakit gigi, anti jamur, anti-kandida, imunomodulator,
kontrasepsi, dan penurun panas. Kandungan kimia tumbuhan sirih adalah saponin,
flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri (Anonim, 2000). Daun sirih mengandung 4,2 %
minyak atsiri yang sebagian besar terdiri dari Chavicol paraallyphenol turunan dari
Chavica betel. Isomer Euganol allypyrocatechine, Cineol methil euganol dan
Caryophyllen, kavikol, kavibekol, estragol, terpinen (Sastroamidjojo, 1997).Senyawa-
senyawa penyusun minyak atsiri daun sirih terdiri dari 2 komponen fenol yaitu isomer
betel fenol dari kavikol dan eugenol dengan berbagai kombinasi fenol seperti allil
pirokatekol, kavibetol, karvakol, metil eugenol, sineol dan estragol.
Daun sirih memiliki banyak senyawa aktif yang dapat menimbulkan efek
terapetik.Diantara senyawa aktif tersebut adalah saponin.Senyawa saponin dapat bekerja
sebagai antimikroba (Robinson, 1995). Senyawa saponin akan merusak membran
sitoplasma dan membunuh sel (Assani, 1994). Menurut Mursito (2002) saponin dan tannin
bersifat sebagai antiseptik pada luka permukaan, bekerja sebagai bakteriostatik yang
biasanya digunakan untuk infeksi pada kulit, mukosa dan melawan infeksi pada
luka.Selain itu Senyawa flavonoid juga berfungsi sebagai bakteriostatik dan anti
inflamasi.Flavonoid sebagai bakteriositik memiliki mekanisme kerja dengan
mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi
(Pelczar dan Chan, 1988).Savaspun (2000) mengemukakan bahwa ekstrak etanol daun
sirih menunjukkan lebih poten aktivitas antibakteri dan antifunginya daripada ekstrak
petroleum eter.
Selain senyawa tersebut, terdapat senyawa karvakol yang bersifat sebagai
desinfektan dan antijamur sehingga bisa digunakan sebagai antiseptik. Pada daun sirih
juga terdapat euganol dan methyl-euganol yangdapat digunakan untuk mengurangi sakit
gigi (Syukur dan Hernani, 1997).
Kartasapoetra (1992) menyatakan daun sirih antara lain mengandung kavikol dan
kavibetol yang merupakan turunan dari fenol yang mempunyai daya antibakteri lima kali
lipat dari fenol biasa terhadap Staphylococcus aureus. Senyawa fenol juga dapat berfungsi
sebagai antioksidan apabila tidak berdiri sendiri.
Penelitian yang pernah meneliti bioaktivitas daun sirih antara lain pengaruh
ekstrak daun sirih (Piper betle l.) terhadap pertumbuhan staphylococcus aureus dan
escherichia coli dengan metode difusi disk (Hermawan, Eliyani and Tyasningsih, 2007),
isolasi dan uji antiradikal bebas minyak atsiri pada daun sirih (Piper betle linn) secara
spektroskopi ultra violet-tampak (Parwata, Rita and Yoga, 2009). Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Terpurifikasi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Terhadap Bakteri
Propionibacterium acnes (Widyaningtias, 2012), Aktivitas larvasida dari daun sirih (Piper
betle Linn.) terhadap larva nyamuk Aedes aegypti (Parwata, 2011).
Pada Praktikum kali ini kami akan memformulasi daun sirih menjadi bentuk
sediaan Infusa. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada 90-980C selama 15 menit. Umumnya infusa selalu dibuat dari simplisia
yang mempunyai jaringan lunak, yang mengandung minyak atsiri, dan zat-zat yang tidak
tahan pemanasan lama (Depkes RI, 1979). Kelebihan metode Infudasi adalah peralatan
sederhana, mudah dipakai, biaya murah, dapat menyari simplisia dengan pelarut air dalam
waktu singkat. Apabila dibandingkan dengan metode ekstraksi lain seperti maserasi yang
prosesnya lama dan butuh waktu beberapa hari. Sedangkan apabila dibandingkan dalam
pembuatan ekstrak, kandungan dari bahan tumbuhan dan pelarut yang paling tepat untuk
masing-masing kandungan harus diketahui lebih dahulu. Dengan zat pelarut yang tepat,
zat aktif yang diinginkan akan terpisah dari bahan aslinya dan bercampur dengan pelarut
yang digunakan.
Berdasarkan hal di atas maka pada praktikum ini digunakan tanaman sirih (Piper
betle L.), dimana yang digunakan adalah bagian daun sirih (Piper betle L.) yang lunak.
Selain itu daun sirih (Piper betle L.) juga mengandung 15 komponen minyak atsiri yang
didominasi 4 komponen yaitu : 4-Allyl phenil acetat; Eugenol (2-metoksi-4-(2- prophenil)
fenol), 3- Allyl-6-methoxy phenil acetat dan 4-(2- prophenyl)-phenol atau kavikol
(Parwata, 2011).
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman terpilih


Sirih merupakan tanaman menjalar dan merambat pada batang pokok di
sekelilingnya dengan daunnya yang memiliki bentuk pipih seperti gambar hati, tangkainya
agak panjang, tepi daun rata, ujung daun meruncing, pangkal daun berlekuk, tulang daun
menyirip, dan daging daun yang tipis. Permukaan daunnya berwarna hijau dan licin,
sedangkan batang pohonnya berwarna hijau tembelek atau hijau agak kecoklatan dan
permukaan kulitnya kasar serta berkerut-kerut. Sirih hidup subur dengan ditanam di atas
tanah gembur dengan keadaan tanah yang tidak terlalu lembab dan memerlukan cuaca
tropika dengan air yang mencukupi. Sirih merupakan tumbuhan obat yang sangat besar
manfaatnya. Sirih dikenal dengan beberapa nama di Sumatera, yaitu suru kuwe, purokuwo
(enggaro), ranub (Aceh), blo, sereh (Gayo) blo (Alas), belo (Batak Karo), demban (Batak
Toba), dll (Wijaya Kusuma dkk., 1992).
Tanaman sirih merupakan tanaman yang tumbuh memanjat dengan tinggi
tanaman 5 sampai 15 cm. Helaian daun berbentuk bundar telur atau bundar telur lonjong.
Pada bagian pangkal berbentuk jantung atau agak bundar, tulang daun bagian bawah
gundul atau berbulu sangat pendek, tebal berwarna putih panjang 5 sampai 18 cm, dan
lebar 2,5 sampai 10,5 cm. Daun pelindung berbentuk lingkaran, bundar telur sungsang,
atau lonjong dengan panjang kira-kira 1 mm. Perbungaan berupa bulir, sendiri-sendiri di
ujung cabang dan berhadapan dengan daun. Bulir bunga jantan memiliki panjang gagang
1,5-3 cm dengan benang sari yang sangat pendek. Bulir bunga betina mempunyai panjang
gagang 2,5-6 cm dan panjang kepala putik 3-5 cm. Buah buni bulat dengan ujung gundul.
Bulir yang masak berbulu kelabu, rapat, dengan tebal 1-1,5 cm. Biji berbentuk bulat
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi tanaman sirih adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle L. (Depkes RI, 1980 dalam Yudha 2009)
Menurut Sastroamidjojo (1997), daun sirih dapat digunakan untuk pengobatan
berbagai macam penyakit diantaranya obat sakit gigi dan mulut, sariawan, abses rongga
mulut, luka bekas cabut gigi, penghilang bau mulut, batuk dan serak, hidung berdarah,
keputihan, wasir, tetes mata, gangguan lambung, gatal-gatal, kepala pusing, jantung
berdebar dan trachoma (Syukur dan Hernani, 1999). Khasiat dari daun sirih ini selain
sebagai styptic (penahan darah) dan vulnerary (obat luka pada kulit) juga berdaya
antioksidan, antiseptik, fungisida dan bahkan sebagai bakterisidal. Hal ini juga dikatakan
oleh Widarto (1990) bahwa daun sirih mengandung minyak atsiri yang bersifat
menghambat pertumbuhan mikroba. Minyak atsiri dan ekstrak daun sirih mempunyai
aktivitas terhadap beberapa bakteri Gram positif dan Gram negatif (Darwis, 1992). Daun
sirih dapat digunakan sebagai anti bakteri karena mengandung 4,2% minyak atsiri yang
sebagian besar terdiri dari betaphenol yang merupakan isomer Eugenol allypyrocatechine,
cineol methil eugenol, caryophyllen (seskuiterpen), kavikol, kavibekol, estragol dan
terpinen (Sastroamidjojo, 1997).
Kandungan kimia utama yang memberikan ciri khas daun sirih adalah minyak
atsiri. Selain minyak atsiri, senyawa lain yang menentukan mutu daun sirih adalah
vitamin, asam organik, asam amino, gula, tanin, lemak, pati, dan karbohidrat. Komposisi
minyak atsiri terdiri dari senyawa fenol, turunan fenol propenil (sampai 60%). Komponen
utamanya eugenol (sampai 42,57%) karvakol, chavikol, kavibetol, alipirokatekol,
kavibetol asetat, alipirokatekol asetat, sineol, estragol, eugenol, metil eter, p-simen,
karyofilen kadinen dan senyawa seskuiterpen (Darwis, 1992). Sebagai obat, seduhan daun
sirih dapat dimanfaatkan untuk menghilangkan bau mulut, menghentikan perdarahan gusi,
menciutkan pembuluh darah serta sebagai obat batuk (Dharma, 1985).
Hasil uji farmakologi menunjukkan bahwa infusa daun sirih dapat menghambat
pertumbuhan bakteri penyebab pneumonia dan Gaseus gangrene. Air rebusan daun sirih
dapat digunakan untuk mengobati batuk maupun berfungsi sebagai bakterisid terutama
terhadap Haemophylus influenzae, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus
haemoliticus (Mursito, 2012). Pada uji dengan metode dilusi air rebusan daun sirih jawa
dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus pada konsentrasi 60% (Irmasari,
2002)
2.2 Metode Ekstraksi untuk Daun Sirih
Proses ekstraksi merupakan proses penarikan zat pokok yang diinginkan dari
bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan
larut. Bahan mentah obat berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan tidak perlu diproses
lebih lanjut kecuali dikumpulkan dan dikeringkan.Ekstrak adalah sediaan pekat yang
diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan
pelarut yang sesuai. Kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Ansel, 1989).
Ada beberapa metode dasar penyarian yang dipakai yaitu metode infundasi,
maserasi, perkolasi, dan sokletasi.Pemilihan terhadap metode tersebut disesuaikan dengan
kepentingan dalam memperoleh sari yang baik (Anonim, 1986).Metode ekstraksi yang
sering digunakan untuk daun sirih (Piper betle) adalah maserasi dan infusa.
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa
kali pengadukan pada suhu ruangan. Prosedurnya dilakukan dengan merendam simplisia
dalam pelarut yang sesuai dalam wadah tertutup.Pengadukan dilakukan dapat
meningkatkan kecepatan ekstraksi.Kelemahan dari maserasi adalah prosesnya
membutuhkan waktu yang cukup lama.Ekstraksi secara menyeluruh juga dapat
menghabiskan sejumlah besar volume pelarut yang dapat berpotensi hilangnya
metabolit.Beberapa senyawa juga tidak terekstraksi secara efisien jika kurang terlarut pada
suhu kamar (27oC).Tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur
keras seperti benzoin, tiraks dan lilin. Ekstraksi secara maserasi dilakukan pada suhu
kamar (27oC), sehingga tidak menyebabkan degradasi metabolit yang tidak tahan panas
(Departemen Kesehatan RI, 2006)
Berdasarkan jurnal Zenda Fadila Putri (2010), metode ekstraksi yang digunakan
adalah maserasi.Serbuk kering daun sirih ditimbang sebanyak 500 g, kemudian
ditempatkan dalam bejana gelas untuk maserasi. Serbuk direndam dalam etanol 96%
sebanyak 3750 mL selama 5 hari sambil sering digojog, kemudian hasil maserasi disaring
dengan kain flannel bersih sehingga didapatkan filtrat etanol dan ampas. Ampas
diremaserasi 2 kali. Filtrat etanol yang didapat dipekatkan dengan menggunakan penangas
air sehingga diperoleh ekstrak kental daun sirih.
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstrak simplisia nabati
dengan air pada suhu 90o C selaam 10-15 menit yang dihitung sejak air mendidih. Jika
bahan yang digunakan untuk membuat dekok berasal dari bahan bertekstur keras, bahan
yang digunakan dalam infusa berasal dari bahan yang lunak (simplisi, daun dan bunga)
seperti daun kumis kucing, daun meniran, daun pegagan, bunga mawar, bunga melati, dan
daun sambiloto. Cara membuat infusa hampir sama dengan merebus teh. Siapkan simplisia
kering 25-30 gram atau bahan segar 75-90 gram. Bahan tersebut direbus dalam air
mendidih 500 cc selama 15 menit atau sampai volumenya menjadi 250 cc. Setelah direbus
airnya disaring dan hasil penyaringan ini disebut infusa.

Berdasarkan jurnal Bahermansyah 2009.Sampel berupa daun sirih hijau segar


dibersihkan dengan air mengalir sebanyak tiga kali, ditiriskan pada nampan yang
telah dialasi dengan kertas, kemudian dirajang sekitar 1cm. Lalu sampel
ditimbang sebanyak 100 gram. Panaskan air hingga suhu 90oC dalam beaker glass,
kemudian masukan sampel. Penyariandilakukan selama 15 menit. Sambil sesekali
diaduk, lalu saring selagi panas melalui kain flanel sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak
air daun sirih hijau 100%.
Berdasarkan jurnal-jurnal tersebut yang paling umum adalah menggunakan metode
infusa.Hal ini disebabkan metode infusa lebih menguntungkan sebab teknik infusa lebih
murah, lebih cepat, dan alat serta caranya sederhana.Sedangkan dalam pembuatan ekstrak,
kandungan dari bahan tumbuhan dan pelarut yang paling tepat untuk masing-masing
kandungan harus diketahui lebih dahulu. Dengan zat pelarut yang tepat, zat aktif yang
diinginkan akan terpisah dari bahan aslinya dan bercampur dengan pelarut yang digunakan
(Santoso, 1993). Selain itu, daun sirih memiliki kandungan yang tahan terhadap
pemanasan sehingga metode infusa lebih umum digunakan.
2.3. Metode Analisis Senyawa Marker dalam Ekstrak atau Sediaan tertentu secara
KLT Densitometri
Kromatografi adalah teknik pemisahan zat untuk analisis dan preparat dengan
melarutkan campuran dalam fase bergerak (cairan atau gas), yang mengalir melalui fase
stasioner; zat-zat yang hendak dipisah-pisahkan harus berinteraksi dengan fase stasioner
dengan kuat yang berbeda-beda, interaksi ini dapat bersifat adsorpsi, partisi, pertukaran
ion, pengayakan molekuler, atau lainnya.Dilihat dari macam fase gerak, dikenal
kromatografi gas dan kromatografi cairan, yang kedua ini dapat berupa kromatografi
kolom, kromatografi kertas, kromatografi lapisan tipis, kromatografi penukaran ion, dan
sebagainya. Dahulu cara ini digunakan untuk memisah-misahkan zat warna sehingga
diberi nama demikian (kromos’warna). (Hadiat, Moedjadi, Nyoman kertiasa, Sukarno,
S.soeporno, 2004).
KLT merupakan metode kromatografi yang sederhana karena sampel dapat
langsung ditotolkan, hanya membutuhkan sampel dalam jumlah sedikit, analisis dapat
dilakukan secara paralel, selektif serta ekonomis sehingga dapat digunakan secara luas
untuk analisis senyawa organik (Gandjar dan Rohman, 2012).
Eluen KLT dipilih dengan caratrial and error. Kepolaran eluen sangat berpengaruh
terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh. Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh
oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh eluen. Nilai Retardation factor
(Rf) tersebut, digunakan sebagai metode identifikasi sederhana yang didefinisikan dengan
persamaan :

Tetapi pada gugus-gugus yang besar dari senyawa-senyawa yang susunannya


mirip, seringkali harga Rf berdekatan satu sama lainnya (Sastrohamidjojo H. 1985).
Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah,
begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang
lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang
rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2-0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus
dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya.
Analisis kromatografi lapis tipis (KLT) digunakan untuk mengetahui kandungan
senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak infusa daun sirih (Piper betle). Penggunaan
berbagai macam komposisi eluen diharapkan mampu memisahkan komponen-komponen
senyawa kimia yang terkandung dalam daun sirih. Berdasarkan naskah publikasi Julia
Reveny tahun 2011 yang melakukan penelitian tentang Daya Antimikroba Ekstrak dan
Fraksi Daun Sirih Merah, untuk analisis KLT digunakan beberapa komposisi fase gerak
yaitu n-heksan– etilasetat dengan perbandingan: (8:2), (7:3), (6:4),(5:5) dan penampak
noda Lieberman–Burchard, kloroform– metanol (7:3), toluen-etilasetat (6:4)dengan
penampak noda FeCl3. Komposisifase gerak kloroform:metanol:air (9.7:0.2:0.1) dengan
enggunakan penampak noda uap Amoniak digunakan oleh Atik Fitriyani,dkk pada
penelitian uji antiinflamasi ekstrak metanol daun sirih merah tahun 2011. Vivi Lisdawati
juga pernah melakukan penelitian yang berkaitan dengan daun sirih. Pada naskah terbitan
tahun 2008 itu dijelaskan bahwa untuk analisis KLT digunakan Fase gerak: heksan : etil
asetat = (8:2) dan kloroform : etanol= (7,5:2,5). Untuk semua penelitian yang telah
disebutkan diatas, memiliki kesamaan yaitu pada penggunaan silica gel F254 sebagai fase
diam.
2.4 Bentuk Sediaan yang akan dibuat
Bentuk sediaan yang akan dibuat adalah infusa. Menurut Farmakope Indonesia
edisi IV, infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia
nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit. Pada pembuatan infusa, simplisia
dengan derajat halus yang sesuai dicampur dalam panci dengan air secukupnya,
kemudian dipanaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu
mencapai 90°C sambil sesekali diaduk. Khusus untuk infus daun sena dan simplisia
yang mengandung minyak atsiri termasuk di dalamnya adalah daun sirih (Piperis
Betle Folium) maka diserkai setelah dingin dengan kain flanel hingga diperoleh infusa
yang dikehendaki.
Kecuali dinyatakan lain, dan kecuali untuk simplisia yang tertera dibawah, infusa
yang mengandung bukan bahan khasiat keras, dibuat dengan menggunakan 10%
simplisia. Untuk pembuatan 100 bagian infusa tanaman berikut berikut, digunakan
sejumlah yang tertera.
Kulit kina .............................................. 6 bagian
Daun digitalis ....................................... 0,5 bagian
Akar Ipeka ............................................0,5 bagian
Daun Kumis kucing .............................. 0,5 bagian
Sekale Kornutum................................... 3 bagian
Daun Sena.............................................. 4 bagian
Temulawak............................................. 4 bagian
Menurut Farmakope Indonesia edisi III, derajat halus simplisia yang digunakan
untuk infus harus mempunyai derajat halus sebagai berikut :
Serbuk (5/8) = Akar manis, daun kumis kucing, daun sirih, daun sena
Serbuk (8/10) = Dringo, kelembak
Serbuk (10/22) = Laos, akar valerian, temulawak, jahe
Serbuk (22/60) = Kulit kina, akar ipeka,sekale kornutum
Serbuk (85/120) = Daun digitalis
Derajat halus perlu diketahui untuk menentukan ukuran potongan simplisia dan
alat penyaringnya dengan kain flanel atau kapas.
Sediaan infusa daun sirih berupa cairan berwarna hitam, rasa sedikit pedas dan
pahit dengan bau spesifik, bila didiamkan akan berbentuk sedikit endapan coklat
(Soemiati dkk, 2002).
Alasan pemilihan sediaan infusa adalah :
1. Waktu yang digunakan relatif cepat.
Dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya, misalnya maserasi, waktu
yang dibutuhkan pada metode infusa hanya 15 menit, sedangkan pada metode
maserasi dibutuhkan waktu hingga beberapa hari.Begitu juga dengan metode
dekokta yang membutuhkan waktu sedikit lebih lama yaitu 30 menit.
2. Peralatan yang digunakan sederhana.
Pada metode infusa, peralatan yang dibutuhkan hanyalah panci infus, penangas
api, dan penyaring atau biasa digunakan kain flanel.
3. Sesuai yang digunakan yaitu Daun Sirih (Piper betle Folium) bersifat tahan
panas.
Metode infusa membutuhkan pemanasan selama 15 menit padaa suhu 90°C.
Sifat dari daaun sirih (Piper betle Folium) yang tahan panas tersebut tidak akan
merusak kandungan metabolit aktif dari simplisia tersebut.
Berdasarkan alasan pemilihan di atas, maka sediaan infusa dinilai paling cocok
untuk simplisia yang akan dibuat, yaitu daunsirih (Piper betle Folium).
Sediaan infusa ini dapat dikonsumsi saat panas ataupun dingin. Sediaan ini
biasanya disimpan kurang dari 24 jam karena sediaan infusa mudah tercemar oleh
kapang dan mikroba sehingga tidak dianjurkan jika disimpan selama lebih dari 24
jam.

2.5. Formulasi Sediaan Infusa Piper betle folium yang dipilih

R/ Infusa daun sirih 100 ml


Aquadest ad 100 ml
Piper betle folium 10%
 Penimbangan Bahan
Piper Betle = 10 %
10 𝑔
= 100 𝑚𝑙 𝑥100

= 10 gram
Sifat Fisika-Kimia Bahan
1. Piper Betle Folium
Nama Lain : Daun sirih
Pemerian : Bau aromatik khas dan tajam, rasa pedas khas
Makroskopik : Daun tunggal, warna coklat kehijauan sampai
coklat. Helaian daun berbentuk bundar telur sampai
lonjong, ujung runcing, pangkal berbentuk jantung
atau agak bundar berlekuk sedikit, pinggir daun rata
agak menggulung ke bawah, panjang 5 cm sampai
18,5 cm, lebar 3 cm sampai 12 cm, permukaan atas
rata, licin agak mengkilat, tulang daun agak
tenggelam; permukaan bawah agak kasar, kusam,
tulang daun menonjol, permukaan atas berwarna lebih
tua dari permukaan bawah.
Kandungan kimia : minyak asitri yang berisikan senyawa kimia
seperti fenol serta senyawa turunannya antara
lain kavikol, kavibetol, eugenol, karvacol, dan
allipyrocatechol. karoren, asam nikotinat, riboflavin,
tiamin, gula, tannin, patin dan asam amino,
seskuiterpen, pati, diastase.
Khasiat : Antisariawan, antibatuk, antiseptik (Sitrait et al,1980
), anti radang, menghilangkan gatal, mematikan
Candida albicans yang merupakan penyebab
keputihan, tanin(daun) untuk mengurangi sekresi
cairan pada vagina, pelindung hati, antidiare, dan
antimutagenik (Hariana, 2006).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

2. Aquadest
Nama lain : air suling
Pemerian : cairan jernih ; tidak berwarna ; tidak berbau ; tidak
mempunyai rasa
Kegunaan : Pelarut
2.6. Evaluasi Sediaan
1) Uji Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan bentuk, warna, bau dan rasa. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Soemiati, A dan Elya, B. 2002, hasil uji organoleptis infusa daun sirih
adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Uji Organoleptis Infusa Piper betle L
Uji Organoleptis Hasil pengamatan
Bentuk Cairan
Warna Hitam
Bau Spesifik
Rasa Pedas
(soemati,2002)

2) Penetapan susut pengeringan


campur dan timbang sesama zat uji 2 g

gerus cepat

tara botol timbang yang telah dikeringkan selama 30 menit (botol timbang bersumbat kaca)

masukkan zat uji dalam botol timbang

timbang

goyangkan perlahan botol timbang agar tinggi simplisia sama

buka penyumbat, masukkan oven, panaskan

buka oven, tutup botol, biarkan dalam desikator ad suhu kamar

timbang

3) Penetapan organoleptis dan pH (5,6 – 7,0)


tuang sediaan 10 ml dalam tabung reaksi

amati bentuk

letakkan tabung reaksi pada latar putih

amati warnanya

kibas-kibas ujung tabung reaksi

amati baunya

celupkan indikator universal dalam tabung

cek pH

4) Uji viskositas (0cp)


posisikan piknometer dengan tegak pada tiang penyangga

pipet cairan (3ml) dan masukkan pada pipa tengah viskometer yang lebar

hisap cairan di dalam viskometer dengan karet penghisap sehingga melewati batas atas pipa kapiler

nyalakan stopwatch pada saat miniskus menyinggung batas bawah pipa kapiler das viskometer

catat waktu yang diperlukan oleh cairan untuk melewati batas tersebut

tentukan massa jenis cairan, lalu hitung viskositasnya

5) Uji volume terpindahkan

tuang zat uji berlahan-lahan dari tiap wadah sediaan ke dalam gelas ukur kering terpisah secara hati-hati
untuk menghindari pembentukan gelembung udara

diamkan tidak lebih dari 30 menit

ukur volume dari tiap-tiap campuran

6) Uji kandungan mikrobiologi


ambil 1 ml larutan (sediaan) diinokulasikan media blood agar dan moconsey cawan petri

ambil 1 ml larutan (sediaan), diinokulasikan ke dalam media

ratakan sampai menyebar pada permukaan media

inokulasi pada suhu 33ºC selama 24 jam

amati bentuk, ukuran dan warna koloni, amati kolom dan inokulasi ke nutrien both

lakukan pewarnaan gram dan uji fisiologisnya

inkubasi pada suhu 33ºC selama 24 jam

amati hasilnya, jika terdapat bakteri, maka sediaan mengandung bakteri-bakteri tersebut
BAB III METODE

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1 Pembuatan Infusa
Alat :
- Pisau/Gunting - Botol infusa
- Neraca analitis - Corong kaca
- Panci infusa - Erlenmeyer
- Termometer celcius - Beaker glass 100 ml
- Kompor - Gelas ukur 500 ml
- Batang pengaduk - Kain kassa/flannel untuk menyaring
Bahan :
- Daun Sirih
- Aquadest

3.1.2 Analisis Senyawa Marker dengan KLT-Densitometri


Alat :
- Chamber - Vial
- Densitometer camag - Beaker glass
- Lampu UV - Pipet volume
- Pinset - Gelas ukur 10 ml
- Erlenmeyer - Ball filler
- Mikropipet - Kertas saring
Bahan :
- Larutan pembanding piperin
- Larutan uji
- Fase gerak (Kloroform : Metanol = 9 : 1)
- Fase diam (Lempeng Silica Gel 60 F254)
3.2. Pembuatan Infusa

Lembaran daun sirih dipotong kecil-kecil dengan gunting dan ditimbang 10


g dimasukkan panci infus

Tambahkan air 100 ml dan panaskan selama 15 menit di atas penangas air
(water bath) hingga suhu cairan mencapai 90oC

Angkat panci infus dan diamkan cairan infus dalam panci infus hingga
suhu cairan mendekati suhu kamar

serkai infus ke dalam botol yang telah dikalibrasi dengan kain flanel dan
corong gelas dan tambah air masak hingga volume infusa 100 ml

sediaan infusa daun sirih telah siap

3.3. Langkah – langkah KLT Infusa


1. Membuat larutan pengembang

Menyiapkan larutan pengembang / fase gerak

Ukur volume kloroform dan methanol dengan perbandingan


(90:10).

Masukkan fase larutan fase Gerak tersebut ke dalam chamber.

Biarkan hingga larutan jenuh


2. Penotolan Larutan INFUSA pada kertas silica gel 60

Menyiapkan kertas silica gel 60

Kertas silica gel diberi batas garis tepi atas, bawah,


samping.

Penotolan kertas silica gel diberi tanda (titik) dan diberi


jarak 1 cm untuk penotolan infusa.

Totolkan 10μl, larutan infusa Sirih dengan penotol mikro

3. Pengujian Infusa dengan KLT (Kromatografi Lapis Tipis)

Amati hasil penotolan

Kertas silica yang telah ditotolkan dengan infusa


tersebut dimasukkan kedalam chamber yang berisi
larutan pengembang dan ditutup.

Biarkan hingga pelarut pengembangnya pada batas


eluasi.

Setelah sampai batas eluasi, Kertas silica diambil dan


dikeringkan

Didapatkan hasil penjenuhan kertas silica

Kertas silica tersebut, diamati dengan lampu UV 254 nm


BAB IV HASIL PENGAMATAN

4.1 Data Pengamatan

Pada praktikum kali ini kelompok E1 membuat sediaan infusa DaunSirih (Piper betle
folium) dengan kadar 10%.

 PenimbanganBahan : 10,08 gram


 Eluen : Klorofrom = 9/10 × 10 ml = 9 ml
Methanol = 1/10 × 10 ml = 1 ml
HasilPengamatan :

a. Organoleptis
Warna = KuningKecoklatan
Bau = Aroma KhasSirih
Rasa = Sedikitpedas (getir)
b. KLT

Berdasarkanhasilpengamatannilai RF (FaktorRetardasi) yakni :

ReplikasiPenotolan NilaiRf
R1 0,66
R2 0,9
R3 0,28

Perhitungan :

5,8 𝑐𝑚
R1( noda 1) = = 0,66 cm
8 𝑐𝑚

7,2 𝑐𝑚
R2 (noda 2) = = 0,9 cm
8 𝑐𝑚

2.8 𝑐𝑚
R3 (noda 3) = = 0,28 cm
8 𝑐𝑚
 Gambar hasil lempeng KLT

z
BAB V PEMBAHASAN

5.1 Infusa Daun Sirih


Pembuatan infusa daun sirih menggunakan metode infusa dikarenakan metode
infusa lebih menguntungkan sebab teknik infusa lebihmurah, lebih cepat, dan alat serta
caranya sederhana.Infusa daun sirih ini dibuat dengan kadar 10% dimana sesuai dengan
ketentuan sediaan infusa yang tercantum dalam “Acuan Sediaan Herbal Volume Kelima”
yang dikeluarkan oleh BPOM RI dimana dinyatakan infusa yang mengandung bukan
bahan berkhasiat keras, dibuat dengan menggunakan 10% simplisia. Selanjutnya,
penambahan air sebanyak 100 ml kedalam panci infuse yang berisi potongan daun sirih
diharapkan dapat melarutkan kandungan minyak atsiri yang ada.Setelah pemanasan sesuai
prosedur kerja, infusa diserkai saat mencapai suhu ruang dengan tujuan agar minyak atsiri
yang terkandung tidak mengalami penguapan apabila diserkai dalam keadaan panas atau
hangat. Terakhir untuk mencukupi kekurangan air, ditambahkan air kedalam botol hingga
volume infusa menjadi 100 ml.Pembuatan eluen dengan kloroform dan methanol yang
dipakai sebagai fasegerak digunakan untuk mendeteksi adanya senyawa-senyawa yang
terdapat pada sirih.
5.2 Analisis Data KLT
Analisis kromatografi lapis tipis (KLT) digunakan untuk mengetahui kandungan
senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak infusa daun sirih (Piper betle). Dari hasil
KLT yang telah dielusi dengan fase gerak kloroform : methanol (90:10) sebanyak 10 ml
kemudian dilihat pada sinar UV 254 nm. Menurut jurnal dari Ririn Lispita Wulan dkk
(2012), fase gerak kloroform dan methanol digunakan untuk mendeteksi senyawa saponin
pada ekstrak daun sirih. Berdasarkan jurnal tersebut terdapat nilai Rf dari senyawa
pembanding saponin yaitu sebesar 0,48; 0,61; 0,83. Sedangkan menurut Tri Wahyuning
Lestari (2013), penggunaan fase gerak kloroform dan methanol digunakan untuk
mendeteksi adanya senyawa-senyawa yang terdapat pada daun sirih. Dari jurnal tersebut
diketahui pula nilai Rf dari masing-masing pembanding, yaitu :
-Tabel nilai Rf dari pembanding diamati pada siinar UV 254 nm (Lestari, 2013)-
Pada praktikum kali ini, pada lempeng didapatkan beberapa bercak noda saat
diamati dibawah sinar UV 254 nm. Dari penotolan infusa daun sirih sebanyak 10µldengan
1x replikasi di lempeng KLT yang telah dielusi dan diamati dibawah sinar UV 254 nm
menunjukkan tiga spot noda. Tiga spot dari masing-masing totolan menunjukkan nilai Rf
yang berbeda. Pada spot noda 1 (Rf1)didapatkan nilai Rf sebesar 0,66 cm, spot nodakedua
(Rf2)didapatkan nilai Rf 0,9cm dan spot tiga (Rf3)didapatkan nilai Rf sebesar 0,29 cm.
Berdasarkan hasil diatas, untuk spot noda satu (Rf1) dengan nilai Rf sebesar 0,66
cm mendekati nilai Rf dari pembanding saponin yaitu 0,61cm sehingga dapat dikatakan
bahwa daun sirih mengandung senyawa saponin. Sementara untuk spot noda 2 (Rf2)
menunjukkan nilai Rf sebesar 0,9 cm yang mendekati dengan nilai Rf pembanding
senyawa alkaloid yaitu sebesar 0,96 sehingga dapat dikatakan daun sirih mengandung
senyawa alkaloid. Kemudian untuk spot noda 3 (Rf3) menunjukkan nilai Rf sebesar 0,28
cm yang mendekati dengan nilai Rf dari senyawa fenolik yaitu sebesar 0,21.Sehingga
dapat dikatakan daun sirih mengandung senyawa fenolik.
Jika dilihat dari nilai Rf hasil praktikum dan nilai Rf teoritis, menunjukkan nilai
yang cukup berbeda. Perbedaan nilai Rf ini dapat disebabkan karena beberapa faktor,
antara lain:
1) Jenis dan mutu kertas, daya serap, kelembaban
2) Susunan pelarut, meliputi :

a. Kemurnian pelarut dan,


b. Stabilitas campuran pelarut selama pemakain dan penyimpanan
3) Temperatur ruang
4) Kelembaban ruang
5) Kejenuhan ruang akan uap pelarut
6) Konsentrasi zat
7) Jarak bercak awal ke permukaan pelarut
8) Adanya zat lain atau pencemaran
Untuk mengurangi pengaruh beberapa faktor yang sukar diatur tersebut maka
sering kali ditentukan nilai reaksi suatu zat A terhadap zat X sebagai pembanding.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapatditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Nilai Rf spot noda satu (Rf1) dengan nilai Rf sebesar 0,66 cm mendekati nilai Rf
dari pembanding saponin yaitu 0,61cm.
2. Nilai Rf spot noda 2 (Rf2) menunjukkan nilai Rf sebesar 0,9 cm yang mendekati
dengan nilai Rf pembanding senyawa alkaloid yaitu sebesar 0,96.
3. Nilai Rf spot noda 3 (Rf3) menunjukkan nilai Rf sebesar 0,28 cm yang mendekati
dengan nilai Rf dari senyawa fenolik yaitu sebesar 0,21.
4. Dari ketiga hasil nilai Rf, infusa daun sirih yang kami buat dapat dikatakan
mengandung senyawa saponin, alkaloid, dan fenolik.
5. Terdapat perbedaan pada nilai Rf hasil praktikum dengan nilai Rf teoritis.
Perbedaan nilai Rf ini dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain:
9) Jenis dan mutu kertas, daya serap, kelembaban
10) Susunan pelarut, meliputi :
 Kemurnian pelarut dan,
 Stabilitas campuran pelarut selama pemakain dan penyimpanan
11) Temperatur ruang
12) Kelembaban ruang
13) Kejenuhan ruang akan uap pelarut
14) Konsentrasi zat
15) Jarak bercak awal ke permukaan pelarut
16) Adanya zat lain atau pencemaran

6.2 Saran
Untuk mendapatkan hasil analisis yang optimal, perlu adanya validasi metode
terlebih dahulu dan pengendalian faktor-faktor yang dapat mempengaruhi.
LAMPIRAN

(a) (b) (c)

Hasil eludasi dibawah sinar; (a) tampak (b) UV Vis 254 nm (c) UV Vis 365
nm

Sediaan infusa daun sirih kelompok E1


DAFTAR PUSTAKA

Fardiaz, S. 1989. Keamanan Pangan Jilid I. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi.
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. 65 hal.
Koesmiati, S. 1966. Daun sirih (Piper betle Linn) sebagai desinfektan. Skripsi.
Departemen Farmasi. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 65 hal.
Sastroamidjojo, S. 1997. Obat Asli Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta
Soedibyo, M. 1991. Manfaat sirih dalam perawatan kesehatan dan kecantikan.
Warta Tumbuhan Obat Indonesia I (1) : 11-12
Syukur, C dan Hernani. 2001. Tanaman Obat Komersial. Penebar Swadaya.
Jakarta. Hal 101 – 104.
Tri Wahyuning Lestari. 2013. Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol
Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz And Pav.) Dan Amoksisilin Terhadap
Bakteri Streptococcus Pneumoniae, Pseudomonas Aeruginosa, Dan Salmonella
Typhi Serta Bioautografinya. Surakarta : Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Windriyati , Yulias Ninik, Budiarti, Aqnes, Dan Syahida, Igustin Azmi.
AKTIVITAS MUKOLITIK IN VITRO EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH
(Piper Crocotum Ruiz Dan Pav.) PADA MUKOSA USUS SAPI DAN
IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIANYA. Semarang : Fakultas Farmasi
Universitas Wahid Hasyim.

Anda mungkin juga menyukai