Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM FITOFARMASI

“PEMBUATAN KRIM ANTIJERAWAT EKSTRAK DAUN SIRIH (PIPER


BATLE) DENGAN METODE INFUSA ”

(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah praktikum Fitofarmasi )

Dosen Pengampu:

Apt. Dyan Wigati, M. Sc.

Disusun Oleh : Kelompok 5

Anggota :

Muhammad Faisol Annur 18040073/Farmasi 18B

Nuryatul Faizah 18040072/Farmasi 18B

Qurrotul Aini 18040084/Farmasi 18B

S1 PROGRAM STUDI FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

dr. SOEBANDI JEMBER

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, yang telah
memberikan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kapada nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan kita sebagai generasi penerusnya hingga
akhir zaman.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Apt. Dyan Wigati, M. Sc.
selaku dosen Mata Kuliah Fitofarmasi yang telah membimbing kami, serta pihak
lain yang ikut membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari bahwa, manusia tidak luput dari kesalahan, begitu juga
dalam pembuatan laporan praktikum ini yang masih banyak memiliki
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca kami
butuhkan untuk memperbaiki kesalahan dikemudian hari.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih, dan semoga laporan praktikum ini
bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Jember, 3 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......... ........................... .................. ........ ....................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ v
BAB I .................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Pendahuluan .................................................................................................... 1
BAB II ................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3
2.1 Uraian daun Sirih (Piper Batle) ...................................................................... 3
2.1.1 Klasifiaksi daun sirih ......................................................................... 3
2.1.2 Deskripsi Daun Sirih .......................................................................... 3
2.2 Kandungan Daun Sirih (Piper Batle) .............................................................. 3
2.3 Metabolit sekunder ......................................................................................... 4
2.4 Metode Ekstraksi Daun Sirih (Piper Batle) ................................................... 5
2.5 Analisis senyawa marker Ekstrak daun Sirih .................................................. 6
2.6 Formulasi Sediaan Krim Daun Sirih (Piper Batle) ......................................... 7
2.6.1 Krim ................................................................................................... 7
2.6.2 Formula sediaan Krim ........................................................................ 7
2.7 Formula yang dipilih ....................................................................................... 7
2.8 Evaluasi sediaan krim daun Sirih .................................................................... 8
2.8.1 Uji stabilitas Fisik .............................................................................. 8
2.8.2 Uji aktivitas krim terhadap Propionibacterium acne......................... 8
BAB III ................................................................................................................. 10
METODE PENELITIAN ..................................................................................... 10
3.1 Alat dan Bahan ................................................................................................ 10
3.2 Ekstraksi daun Sirih (Piper Batle) .................................................................. 11
3.3 Analisis senyawa marker ................................................................................ 11
3.4 Formulasi sediaan krim ................................................................................. 11
3.5 Evaluasi sediaan krim ..................................................................................... 11
BAB IV ................................................................................................................ 13
PEMBAHASAN ................................................................................................. 13

iii
4.1 Pembahasan .................................................................................................... 13
BAB V .................................................................................................................. 18
KESIMPULAN ..................................................................................................... 18
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 18
5.2 Saran ............................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1Daun Sirih (Piper Batle) ...................................................................... 3
Gambar 2 Nilai Rf masing-masing pembanding................................................... 13
Gambar 3 Nilai Rf hasil infusa ekstrak daun sirih. ............................................... 14
Gambar 4 Hasil uji daya sebar .............................................................................. 15
Gambar 5Hasil Uji pH ......................................................................................... 15

v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia dikenal dengan berbagai macam tanaman obat yang dapat
dimanfaftkan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit salah satunya
adalah daun Sirih (Piper Batle)atau (Piper Betle Linn.). Tanaman yang berasal
dari bagian timur pantai afrika ini dapat dipercaya digunakan sebagai bahan obat .
daun Sirih (Piper Batle)memiliki ciri helaian daun berbentuk bundar telur lonjong,
pada bagian pangkal berbentuk jantung agak bundar ,daun Sirih (Piper
Batle)biasanya dimanfaatkan untuk penyembuhan hidung berdrah, jerawat, sakit
gigi berlubang dan batuk.berbagai penelitian terhadap daun Sirih (Piper
Batle)dilakukan sebagai reaksi atas kenyataan empiris yang terus berkembang di
kalangan masyarakat, yaitu memnafaatkan bahan alam daun Sirih (Piper
Batle)yang digunakan untuk mengatasi masalah jerawat.
Jerawat merupakan salah satu amsalah kulit yang sering dijumpai , munculnya
jerawat sangat mengganggu penampilan salah satu penggunaan antibiotic adalah
solusi untuk penyembuhan jerawat. Dari beberapa penelitian pengggunaan
antibiotic untuk mengobati jerawat ditinjau kembali mengingat efek samping
yang besar sehingga saat ini banyak yang memilih back to nature dalam
pengobatan jerawat yang memiliki efek samping lebih ringan darpda pengobatan
secara medis. (Ismiyati ,2014)
Jerawat adalah kelaianan baerupa peradangan pada lapisan pilosebaseus yang
disertai penyumbatan dan penin penimbunan bahan keratin yang dipicu oleh
bakteri Staphylococcus aureus (BPOM RI, 2009; Wasitaatmadja, 1997). Sheikh
et al., (2012) menyatakan bahwa penggunaan ekstrak tumbuhan yang memiliki
aktivitas antimikroba sangat membantu dalam penyembuhan. Salah satu tanaman
yang memiliki kemampuan sebagai antibakteri adalah Sirih (Piper Batle)hijau
(Piper betle L.) Daun Sirih (Piper Batle)hijau digunakan sebagai obat batuk, obat
cacing, dan antiseptik luka16. Daun Sirih (Piper Batle)hijau mengandung
berbagai macam kandungan kimia, antara lain minyak atsiri, terpenoid, tanin,
polifenol serta steroid
1.2 Bioaktifitas Daun Sirih (Piper Batle) (Piper betlle)
Senyawa-senyawa yang terkandung dalam tumbuhan Sirih (Piper Batle)hijau
tidak seluruhnya merupakan senyawa polar, namun juga terdapat senyawa non
polar ataupun semi polar dan bersifat lipofil, sebagaimana yang terkandung pada
tanaman tingkat tinggi pada umumnya. Pelarut etanol, etilasetat dan n-heksan
merupakan pelarut organik yang banyak digunakan dalam proses ekstraksi, yang
dapat melarutkan senyawa flavonoid, saponin, aglikon flavonoid, steroid dan
lainlain, (moeljanto, 2003 )
Hasil penelitian oleh Suliantari (2008) menunjukkan hasil ekstrak etanol daun
Sirih (Piper Batle)hijau dapat menghambat bakteri S.aureus dengan kategori
sedang, penelitian lain oleh Anang Hermawan (2007), bahwa ekstrak daun Sirih

1
(Piper Batle)hijau dengan pelarut DMSO (Dimethyl Sulfoxide) dapat
menghambat aktivitas bakteri S.aureus dengan kategori kuat. Selain itu juga
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap P. acnes dan S.aureus. (putri 2010)
1.3 Penelitian yang pernah dilakukan
Beberapa penelitian mengenai efektiftas daun Sirih (Piper Batle)sebagai
tanaman obat diantaranya adalah :
1. Malik (2019) Bioaktivitas Fraksi Etil Asetat dan Aktivitas Antidiabetes
Senyawa Fenolik dari Daun Sirih (Piper Batle)(Piper betle L.)
2. Saputra et al ( 2018 ) Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper Batle)Merah
(Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Glukosa Darah Mencit (Mus
Musculus L.) Jantan Yang Diinduksi Sukrosa
3. Riaweni (2017) Aktivitas Antibakteri Krim Antijerawat yang Mengandung
Ekstrak Daun Sirih (Piper Batle)Hijau (Piper betle L.) Terhadap
Propionibacterium Acne
1.4 Bentuk Sediaan
Bentuk sediaan kosmetik yang sering digunakan untuk perawatan kulit adalah
bentuk sediaan krim (Fitrianiansyah 2003) Krim adalah sediaan setengah padat
yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian
luar. Selain itu, krim merupakan bentuk sediaan topikal dengan bentuk setengah
padat yang cocok untuk pengobatan jerawat. Penggunaan krim lebih disukai
karena krim lebih mudah menyebar dengan rata dan lebih mudah dibersihkan dan
dicuci (Atmoko 2014)
Pembuatan sediaan kosmetik untuk perawatan kulit wajah dapat menggunakan
produk bahan alam sebagai zat aktifnya yang berasal dari ekstrak tumbuhan yang
memiliki aktivitas antimikroba yang sangat membantu dalam penyembuhan.
Salah satu tanaman yang memiliki kemampuan sebagai antibakteri adalah Sirih
(Piper Batle)(Piper betle L.)
Oleh karena itu berdasarkan beberapa penelitian kami melakukan formulasi
sediaan krim Ekstrak Daun Sirih (Piper Batle)(Piper battle L) sebagai antibakteri
penyebab jerawat , sediaan krim dipilih karena krim memiliki banyak kelebihan
diantaranya adalah 1) mudah menyebar rata, 2) praktis, 3) mudah dibersihkan
atau dicuci, 4) cara kerja berlangsung pada jaringan setempat, 5) tidak lengket
terutama tipe m/a, 6) memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m, 7)
digunakan sebagai kosmetik, 8) bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang
diabsorpsi tidak cukup beracun,.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Daun Sirih (Piper Batle)
2.2.1 Klasifikasi Daun Sirih (Piper Batle)
Klasifikasi Sirih (Piper Batle)(Piper betle L) menurut Cronquist (1981)
adalah sebagai berikut :
Devisi :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
Subkelas : Magnoliidae
Ordo :Piprales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies :Piper betle L
2.2.2 Deskripsi Daun Sirih (Piper Batle)
Sirih (Piper Batle)merupakan tanaman menjalar dan merambat pada
batang pokok di sekelilingnya dengan daunnya yang memiliki bentuk
pipih seperti gambar hati, tangkainya agak panjang, tepi daun rata,
ujung daun meruncing, pangkal daun berlekuk, tulang daun menyirip,
dan daging daun yang tipis. Permukaan daunnya berwarna hijau dan
licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau tembelek atau hijau agak
kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut kerut. Sirih (Piper
Batle)hidup subur dengan ditanam di atas tanah gembur dengan keadaan
tanah yang tidak terlalu lembab dan memerlukan cuaca tropika dengan
air yang mencukupi. Sirih (Piper Batle)merupakan tumbuhan obat yang
sangat besar manfaatnya.
Tanaan yang termasuk dalam family piperacea sehingga merupakan
tanaman merambat yang mencapai ketinggian kurang lebih 15 meter. Batang
beruas yang kemudian tumbuh akar batang berwarna coklat kehijauan, bentuk
bulat. Daun Sirih (Piper Batle)memiliki panjang kira-kira 5-8 cm dan lebar
sekitar 25 cm. Bunganya majemuk berbentuk bulir terdapat dlaam spika yang
padat dan berdaging. Bulir jantan memiliki dua benang sari pendek ,
sedangkan bulir betina emmiliki 305 terpisah yang berwarna putih atau hijau.
(Amrullah,2008)

Gambar.1 Daun Sirih


2.2 Kandungan Daun Sirih (Piper Batle)(Piper betle L)

3
Daun Sirih (Piper Batle)mengadung minyak atsiri, hidroksikavikol, fenil
propane, terpenena, hidroksivacikol, kavikol, enzim diastase, eugenol, kavibetol,
sineol, estragol, kariofolen, karvakrol, seskuiterpena, kadinen, allylpyrokatekol,
kavibetol, terpinen, tanin, gula, zat samak, vitamin A dan pati (Suparni dan
Wulandari, 2012)
Daun Sirih (Piper Batle)hijau mengandung asam amino kecuali lisin,
histidin dan arginin. Asparagin terdapat dalam jumlah yang besar, sedangkan
glisin dalam bentuk gabungan, kemudian prolin dan ornitin. Daun Sirih (Piper
Batle)hijau lebih muda mengandung minyak atsiri (pemberi bau aromatik khas),
diastase dan gula yang jauh lebih banyak dibandingkan daun yang lebih tua,
sedangkan kandungan tannin pada daun muda dan tua adalah sama (Sheilla,
2012).
Khasiat dari daun Sirih (Piper Batle)ini selain sebagai styptic (penahan
darah) dan vulnerary (obat luka pada kulit) juga berdaya antioksidan,
antiseptik, fungisida dan bahkan sebagai bakterisidal. Hal ini juga
dikatakan oleh Widarto (1990) bahwa daun Sirih (Piper Batle) mengandung
minyak atsiri yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba. Minyak
atsiri dan ekstrak daun Sirih (Piper Batle) mempunyai aktivitas terhadap
beberapa bakteri Gram positif dan Gram negatif (Darwis, 1992)
Kandungan kimia utama yang memberikan ciri khas daun Sirih
(Piper Batle) adalah minyak atsiri. Selain minyak atsiri, senyawa lain yang
menentukan mutu daun Sirih (Piper Batle) adalah vitamin, asam organik,
asam amino, gula, tanin, lemak, pati, dan karbohidrat. Komposisi minyak
atsiri terdiri dari senyawa fenol, turunan fenol propenil (sampai 60%).
Komponen utamanya eugenol (sampai 42,57%) karvakol, chavikol, kavibetol,
alipirokatekol, kavibetol asetat, alipirokatekol asetat, sineol, estragol,
eugenol,metil eter, ppsimen, karyofilen kadinen dan senyawa seskuiterpen
(Darwis, 1992)
2.3 Metabolit sekunder
Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia tumbuhan sebagai penawar
racun produk metabolit primer. Metabolit sekunder dikelompokkan menjadi tiga
yaitu terpen, fenol , dan senyawa yang mengandung nitrogen , senyawa yang
terkandung dalam ekstrak daun Sirih (Piper Batle)merupkaan salah satu metabolit
sekunder. (Taiz dan Ziger 2002)
Senyawa fenol merupakan senyawa yang dihasilkan tanaman yang
memiiki ciri yaitu cincin aromatic yang mengandung satu atau dua gugus
hidroksil. Fenol merupakan senyawa yang menghambat absorbs Ion K+ pada akar
dan yang berhubungan erat dengan terhambatnya aktiviats ATpase pada
membrane plasma (Utami,2020)
Senyawa tanin adalah senyawa polifenol yang terdapat dalam tumbuhan
berpembuluh yang dapat menimbulkan rasa sepat. Tanin mempunyai kemampuan

4
untuk menghambat pertumbuhan tumor, bakteri, dan jamur serta mempunyai
aktifitas antikoksidan (Robinson, 1995)
Senyawa teprenoid umumunya merupaakan senyawa metabolit sekunder
yang tidak larut dlaam air . terpen merupakan gabungan dari lima unit karbon
yang disintesis dengan Asetil Coa-A . (Taiz dan Zeiger, 2002)
Senyawa metbolit sekunder dapat menghambat enzim tertentu .
kemampuan pathogen untuk melakukan penetrasi terhadap sel inang disebabkan
oleh adanya enzim pektolitik yang dihasilkan oleh pathogen. (Utami 2000)
2.4 Metode Ekstraksi Daun Sirih (Piper Batle)
Ekstraksi adalah pembuatan ekstrak dengan cara memisahkan kandungan
kimia bahan yang arut dari bahan yang tidak dapat larut dalam pelarut yang
sesuai. Metode yang biasa digunakan dalam ekstraksi ada dua cara, dengan cara
pans yaitu reflux, sokhlet, digesti, infus, dekok dan dengan cara dingin yaitu
meserasi dan perkolasi (Anonim,1986)
Menurut Ditjen POM (2000), beberapa metode ekstraksi dengan
menggunakan pelarut yaitu cara dingin dan cara panas.
1. Cara Panas
A. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan
pengulangan proses pada residu pertama sampai 3 – 5 kali sehingga dapat
termasuk proses ekstraksi sempurna
B. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu
secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50º C.
C. Sokhletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik
D. Infusa
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,
temperatur terukur 96 - 98ºC) selama waktu tertentu (15 – 20 menit)
E. Dekok
Dekok adalah ekstraksi deng menggunakan pelarut air pada
temperatur 90o C selama 30 menit.
2. Cara Dingin
A. Meserasi

5
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan
pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi
dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
B. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu barusampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses
terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus - menerus
sampai diperoleh ekstrak yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

Di antara beberapa cara tersebut yang paling umum digunakan adalah


metode infusa. Hal ini disebabkan metode infusa lebih menguntungkan sebab
teknik infusa lebih murah, lebih cepat, dan alat serta caranya sederhana.
Sedangkan dalam pembuatan ekstrak, kandungan dari bahan tumbuhan dan
pelarut yang paling tepat untuk masing-masing kandungan harus diketahui lebih
dahulu. Dengan zat pelarut yang tepat, zat aktif yang diinginkan akan terpisah dari
bahan aslinya dan bercampur dengan pelarut yang digunakan (Santoso, 1993).
Selain itu, daun Sirih (Piper Batle)memiliki kandungan yang tahan terhadap
pemanasan sehingga metode infusa lebih umum digunakan.
2.5 Analisis senyawa marker Ekstrak daun Sirih (Piper Batle)
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan
komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben
inert. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan
menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. Eluen KLT dipilih
dengan cara trial and error. Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf
(faktor retensi) yang diperoleh. Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh
oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh eluen.
Ekstrak etanol, fraksi n-heksan, dan etilasetat dilakukan analisis dengan KLT
menggunakan plat pra lapis silika gel F254, dengan fase gerak n-heksan–
etilasetat dengan perbandingan: (8:2), (7:3), (6:4), (5:5) dan penampak noda
Lieberman–Burchard, kloroform– metanol (7:3), toluen-etilasetat (6:4) dengan
penampak noda FeCl3.
Ekstrak etanol, fraksi n-heksan, fraksi etilasetat masing-masing sebanyak 10
μl ditotolkan dengan jarak 2 cm diantara pentotolan pada plat KLT, dimasukkan
dalam bejana kromatografi yang telah jenuh dengan larutan pengembang,
kemudian dielusi sampai batas pengembangan. Plat dikeluarkan lalu dikeringkan
dan amati di bawah sinar UV, disemprot dengan penampak noda, selanjutnya
dipanaskan di oven pada suhu 110oC selama 10 menit, warna yang timbul

6
diamati dan dihitung harga Rf-nya (Harborne 1987, Sastrohamidjojo 1985,
Wagner et al. 1984).
Pembandingan Rf flavonoid yang belum dikenal dengan Rf flavonoid yang
telah dikenal dan yang sejenis merupakan cara yang berguna untuk
membandingkan flavonoid yang sedang diidentifikasi (Markham, 1988).
Pembandingan Rf flavonoid yang belum dikenal dengan Rf flavonoid yang
telah dikenal dan yang sejenis merupakan cara yang berguna untuk
membandingkan flavonoid yang sedang diidentifikasi (Markham, 1988).
2.6 Formulasi Sediaan Krim Daun Sirih (Piper Batle)
2.6.1 Krim
Menurut FI ed III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa
emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60 %, dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar (Ditjen POM, 1979). Keuntungan menggunakan sediaan bentuk
krim yaitu krim dapat mempertahankan kelembaban kulit serta dapat membuat
kulit terasa lebih lentur saat pemakaiannya. Krim dapat meningkatkan suplai
bahan-bahan seperti humektan, air, dan minyak ke dalam kulit sehingga
diharapkan bahan aktif maupun bahan penunjang lainnya yang ada dalam sediaan
krim dapat masuk atau berpenetrasi kedalam kulit dengan baik. Krim memiliki
fungsi lain dalam pemakainya yaitu dapat membersihkan kulit (Loden dan
Michelson, 2013)
Emulsi minyak dalam air (vanishing cream) merupakan basis yang dapat
dicuci dengan air. Basis yang dapat dicuci dengan air akan membentuk suatu
lapisan tipis yang semipermeabel, setelah air menguap pada tempat yang
digunakan (Tiurma, 2010). Emulsi air dalam minyak merupakan basis krim
pendingin (cold cream). Emulsi air dalam minyak dari sediaan semi padat
cenderung membentuk suatu lapisan hidrofobik pada kulit. Suatu lapisan tipis
minyak pelindung tetap berada pada kulit sesuai dengan penguapan air.
Penguapan air yang lambat memberikan efek mendinginkan pada kulit.
Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam pembuatan krim adalah
seleksi terhadap basis yang cocok, basis harus dapat campur secara fisika dan
kimia dengan zat aktifnya, tidak merusak atau menghambat aksi terapi dari obat
dan dapat melepas obat pada daerah yang diobati (Tiurma, 2010). Cera alba
merupakan basis dan emulgator yang digunakan pada krim tipe A/M sedangkan
asam stearat merupakan basis dan emulgator yang digunakan pada krim tipe M/A
(Melisa, 2013)
2.6.2 Formulasi sediaan krim
Sediaan krim yang dibuat adalah krim dengan tipe m/a
a. Formula dasar krim (Young ,1972)
Komposisi Kegunaan Konsentrasi
Asam stearat Basis krim 12 gram
Setil alcohol Penstabil 0,5 gram
Sorbitol sirup Humektan 5 gram

7
Propilen glikol Pelembut/Moisturizer 3 gram
Trietanolamin Emulgator 1 gram
Gliserin Humektan 1-5 tetes
Nipagin Pengawet Secukupnya
Parfum Korigen odoris 3 tetes
Air suling Pelarut Ad 100 ml
b. Formula krim anti jerawat ekstrak daun Sirih (Piper
Batle)(Nuralifa, 2018) (%b/b)
Komposisi Kegunaan Konsentrasi
Ekstrak Daun Bahan aktif 2 gram
Sirih (Piper
Batle)
Asam stearat Basis krim 12 gram
Setil alcohol Penstabil 2 gram
Propil paraben Kosolven 0,05 gram
Trietanolamin Emulgator 3 gram
Gliserin Humektan 8 tetes
Metil Paraben Pengawet 0,2
Rose Oil Korigen odoris 3 tetes
Aquades Pelarut Ad 100 ml
c. Formula krim antijerawat daun Sirih (Piper Batle)(Erwiyani et al
2018)
Komposisi Kegunaan Konsentrasi
Ekstrak Daun Bahan aktif 1%
Sirih (Piper
Batle)
Asam stearat Basis krim 7%
Cera alba Peningkat konsistensi 8,80%
Vaseline album Pelembut 1,20%
Trietanolamin Emulgator 3 gram
Metil Paraben Pengawet 0,05
Propil paraben Pengawet 0,15
Aquades Pelarut Ad 100 ml
2.7 Formula yang dipilih
Dari berbagai macam formula, formula yang dipilih adalah formula ke -2
ditinjau dari penamabahan Parfum /Rose oil dalam sediaan diperlukan untuk
mengurangi bau menyengat dari ekstrak daun Sirih (Piper Batle).
2.8 Evaluasi Sediaan Krim Daun Sirih (Piper Batle)
2.8.1 Uji Stabilitas Fisik
1. Organoleptik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati adanya perubahan
bentuk krim, timbulnya bau atau tidak, perubahan warna dan tekstur. Indra
manusia adalah instrumen yang digunakan dalam analisis sensor, terdiri
dari indra penglihatan, penciuman, pencicipan, perabaan dan pendengaran
(Setyaningsih dkk, 2010: 7)

8
2. Homogenitas
Sediaan diamati secara subjektif dengan cara mengoleskan sedikit
krim di atas kaca objek(objek glass) dan diamati susunan partikel yang
terbentuk atau ketidak homogenan partikel terdispersi dalam krim yang
terlihat pada kaca objek (Depkes RI, 1979:33)
3. Viskositas
Kekentalan atau koefisien kekentalan adalah hambatan dorongan
relatif 2 lapisan cair yang berdekatan, dinyatakan Cp. Kekentalan
merupakan fungsi suhu, umumnya makin tinggi suhu maka kekentalan
makin turun. Kekentalan ditetapkan dengan viskometer Oswald-
Ubbelohde secara tidak langsung menggunakan cairan pembanding yang
telah diketahui. (Depkes RI,1979:770)
4. Uji daya sebar
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan penyebarannya
pada kulit.Penentuannya dilakukan dengan ekstensometer. Sebuah sampel
dengan volume tertentu diletakkan dipusat antara dua lempeng gelas,
dimana lempeng sebelah atas dalam interval waktu tertentu dibebani
dengan meletakkan anak timbangan diatasnya (Voigt, 1994:382).
Pengujian daya sebar bertujuan untuk mengetahui daya
penyebaran krim pada kulit yang sedang diobati. Daya penyebaran krim
yang baik yaitu antara 5 cm sampai 7 cm (Garg et al, 2002).
5. Uji pH
pH kulit menurut SNI 16-4955-1998 berkisar antara 3,-0 – 7,0.
Semakin asam suatu bahan yang mengenai kulit dapat mengakibatkan
kulit menjadi kering, pecah-pecah, dan mudah terkena infeksi. Maka
pengukuran pH suatu sediaan di perlukan (Tranggono, 2007:21).
Evaluasi pH dilakukan dengan menggunakan alat bernama pH
meter.. Alat tersebut dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan.
Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan larutan dapar pH 4 dan pH 10.
Pemeriksaan pH dilakukan dengan mencelupkan elektroda ke dalam 1
gram sediaan krim yang diencerkan dengan air suling hingga 10 ml
(Depkes RI, 1985).
6. Uji Tipe Krim m/a
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam
bahan dasar yang sesuai. Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau
disperse mikrokristal asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air,
yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk pemakaian
kosmetika dan estetika.
2.8.2 Uji aktivitas krim terhadap Propionibacterium acne
Uji aktivitas krim dengan basis vanishing cream terhadap
Propionibacterium acne dilakukan dengan metode sumur (difusi agar) yang

9
didasarkan pada kemampuan senyawa-senyawa antibakteri yang diuji untuk
menghasilkan diameter zona penghambatan di sekeliling sumur uji terhadap
bakteri yang digunakan sebagai penguji.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
A. Pembuatan Infusa
Alat Pisau/Gunting , Botol infusa, Neraca analitis ,
Corong kaca , Panci infusa , Erlenmeyer ,
Termometer celcius , Beaker glass 100 ml -
Kompor , Gelas ukur 500 ml - Batang
pengaduk, Kain kassa/flannel untuk menyaring
Bahan Daun sirih, Aquadest
B. Analisis senyawa marker dengan KLT-Densitometri
Alat Chamber, Vial , Densitometer camag ,Beaker
glass , Lampu , Pipet volume, Pinset, Gelas
ukur 10 ml, Erlenmeyer , Ball filler ,
Mikropipet, Kertas saring
Bahan Larutan pembanding piperin - Larutan uji -
Fase gerak (Kloroform : Metanol = 9 : 1) - Fase
diam (Lempeng Silica Gel 60 F254)
C. Pembuatan Krim
Alat Bahan
Baskom Daun Sirih (Piper Batle)tua
Kain hitam Etanol 96%
Papan kayu n-heksana
Blender Ekstrak daun sirih
Erlenmeyer Asam stearate
Kertas saring Setil alkohol
Ratory evaporator Gliserin
Corong pisah Trietanolamin
Water bath Metil paraben
Mortir dan stamfer Propil paraben
Timbangan analitik Rose oil
Perkamen Aquadest
Inkubator
Cawan petri
Gelas ukur
Mikro pipet
pH meter
Micrometer

10
Tabung reaksi
3.2 Ekstraksi Daun Sirih (Piper Batle)
 Infusa daun Sirih (Piper Batle)dibuat dengan kadar 10%.
 Ambil beberapa lembar daun sirih, potong kecil-kecil dengan gunting
dan ditimbang 10 g dan dimasukkan ke dalam panci infus.
 Ukuran 100 ml air dan masukkan ke dalam panci infus yang berisi
potongan daun sirih.
 Panaskan panci infus di atas penangas air (water bath) hingga suhu
cairan mencapai 90٥C, panaskan selama 15 menit.
 Angkat panci infus dan diamkan hingga suhu cairan mendekati
suhu kamar.
 Serkai infus ke dalam botol yang telah dikalibrasi dengan bantuan
kain flanel dan corong gelas. Tambahkan air masak ke dalam
serkaian hingga volume infusa 100 mL
3.2 Analisis senyawa marker
1. Penotolan : Totolkan 10 ҹl
2. Fase gerak : kloroform : metanol (90:10)
3. Fase Diam : Silika gel 60 F254
4. Deteksi : Amati pada 254 nm.
5. Warna noda : Gelap (meredam sinar UV).
3.3 Formulasi sediaan krim
1. Formula Krim
Komposisi Kegunaan Konsentrasi
Ekstrak Daun Bahan aktif 2 gram
Sirih (Piper
Batle)
Asam stearat Basis krim 12 gram
Setil alcohol Penstabil 2 gram
Propil paraben Kosolven 0,05 gram
Trietanolamin Emulgator 3 gram
Gliserin Humektan 8 tetes
Metil Paraben Pengawet 0,2
Rose Oil Korigen odoris 3 tetes
Aquades Pelarut Ad 100 ml
2. Metode pembuatan krim
 Disiapkan alat dan bahan
 Ditimbang bahan
 Dimasukkan asam stearate 12 g kedalam mortir gerus ad halus,
tambahkan setil alcohol 2 g gerus ad larut
 Dimasukkan gliserin 8 g , trietanolamin 3 g kedalam mortir gerus ad
homogen
 Dimasukkan ekstrak daun sirih 2 g gerus ad homogen

11
 Dimasukkan metil paraben 0,2 g , propil paraben 0,05 g kedalam
mortir gerus ad homogen
 Ditambahkan3 gtt oil rosae kedalam mortir gerus ad homogen
 Ditambahkan aquadest ad 100 mL, gerus ad homogen
 Kemudian diuji sediaan

3.4 Metode Evaluasi sediaan krim


2.7.1 Uji Stabilitas Fisik
1. Organoleptik
2. Homogenitas
3. Viskositas
4. Uji daya sebar
5. Uji pH
6. Uji Tipe Krim m/a
2.7.2 Uji aktivitas krim terhadap Propionibacterium acne
Uji aktivitas antibakteri terhadap sediaan krim dapat dilakukan dengan
cara :
 Dimasukkan media agar darah kedalam cawan petri sebanyak 10
mL dan dibiarkan ad memadat
 Dimasukkan enam pencadang secara aseptis ke dalam cawan petri
 Ditambahkan 1 mL suspensi bakteri ke dalam 15 mL media agar
darah dan dimasukkan ke dalam cawan petri secara aseptis
 Kemudian ditimbang masing-masing sebanyak 1 g sediaan krim F0
(kontrol negatif), F1, F2, F3, dan F4, serta sediaan X (Kontrol
positif)
 Dimasukkan dalam lubang sumuran
 Media bakteri yang sudah ditetesi bahan antibakteri dimasukkan ke
dalam candle jar
 Kemudian diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24 jam
 Diameter zona hambat yang terbentuk diukur menggunakan
mikrometer untuk menentukan aktivitas antibakteri

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi daun Sirih (Piper Batle)
Air sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam panci infus yang berisi
potongan daun sirih. Panci kemudian dipanaskan di atas penangas air (waterbath)
hingga suhu cairan mencapai 90oC, panaskan selama 15 menit. Angkat panci
infusa kemudian segera serkai selagi panas infusa ke dalam botol dengan bantuan
kain flanel dan corong gelas. Infusa diserkai saat panas untuk menhindari
pengendapan dari infusa tersebut, karena saat dingin dimungkinkan infusa Sirih
(Piper Batle)akan mengendap sehingga ketika dimasukkan ke dalam botol kadar
yang diinginkan kurang dari 10%. Terakhir untuk mencukupi kekurangan air,
ditambahkan air masak ke dalam botol hingga volume infusa menjadi 100 ml.
Selanjutnya dilakukan tahap analisis KLT terhadap infusa daun Sirih
(Piper Batle)yang dihasilkan, serta dilakukan pula penentuan nilai Rf pada
senyawa yang terkandung dalam daun Sirih (Piper Batle)dengan menggunakan
metode KLT.
Analisis kromatografi lapis tipis (KLT) digunakan untuk mengetahui
kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak infusa daun Sirih (Piper
Batle)(Piper betle). Hasil KLT yang telah dielusi dengan fase gerak
kloroform:methanol (90:10) sebanyak 10 ml kemudian dilihat pada sinar UV 254
nm. Berdasarkan naskah publikasi dari Tri Wahyuning Lestari tentang Sirih
(Piper Batle)merah, penggunaan fase gerak kloroform dan methanol digunakan
untuk mendeteksi adanya senyawa-senyawa yang terdapat pada Sirih (Piper
Batle)merah Dari jurnal tersebut diketahui pula nilai Rf dari masing-masing
pembanding, yaitu :

Gambar 2. Nilai Rf masing-masing pembanding

Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan bahwa pada lempeng


menunjukkan beberapa bercak noda saat diamati pada sinar UV 254 nm. Dari dua
replikasi penotolan infusa daun Sirih (Piper Batle)masing-masing menunjukkan
dua spot noda setelah elusi dan diamati pada sinar UV 254 nm. Dua spot dari
masing-masing totolan menunjukkan nilai Rf yang berbeda. Pada replikasi
pertama, spot 1 menunjukkan nilai Rf sebesar 0,235 dan spot dua dengan Rf
0,529, sedangkan pada replikasi kedua, spot 1 menunjukkan nilai Rf sebesar 0,235
dan spot 2 dengan Rf sebesar 0,470.

13
Gambar 3. Nilai Rf hasil infusa ekstrak daun sirih.

Uji Stabilitas Fisik


Pengujian stabilitas sediaan krim ekstrak etanol daun Sirih (Piper
Batle)diantaranya uji organoleptis, uji homogenitas, uji viskositas, uji daya sebar,
uji pH, dan uji tipe krim.
1. Uji Organoleptis
Formula Sebelum Cycling Test Sesudah Cycling Test
Warna Aroma Tekstur Warna Aroma Tekstur
F0 Putih Rose oil Semi padat Putih Rose oil Semi padat
F1 coklat Rose oil Semi padat coklat Rose oil Semi padat
kekuningan kekuningan
F2 coklat Rose oil Semi padat coklat Rose oil Semi padat
kekuningan kekuningan
F3 coklat tua Rose oil Semi padat coklat tua Rose oil Semi padat
F4 coklat tua Rose oil Semi padat coklat tua Rose oil Semi padat
2. Uji homogenitas
Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan kaca objek. Pengujian
dilakukan dengan cara mengoleskan sejumlah krim pada permukaan objek
glass untuk melihat homogenitas campuran dari bahan-bahan serta zat
aktif yang digunakan dalam formulasi krim. Hasil yang diperoleh sebelum
dan sesudah cycling test menunjukkan susunan yang homogen dan tidak
terlihat butiran kasar. Krim pada penelitian kali ini memenuhi syarat
karena homogen dan tidak ditemukan partikel kasar.
3. Uji viskositas
Viskositas akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi
ekstrak baik sebelum dan setelah cycling test dilakukan. Ekstrak yang
ditambahkan kedalam basis krim berupa ekstrak kental, sehingga semakin
besar konsentrasi ekstrak, maka viskositasnya meningkat. Selain ekstrak,
setil alkohol juga mampu meningkatkan viskositas sediaan. Meningkatnya

14
viskositas dapat menyebabkan sifat dan stabilitas krim semakin baik
sehingga krim dapat melekat pada kulit lebih lama. Dalam beberapa siklus
selama cycling test, formula krim ditempatkan pada suhu 40 oC yang
memungkinkan terbentuknya uap air selama cycling test. Dengan
terbentuknya uap air menunjukkan bahwa air dalam sediaan mengalami
penguapan sehingga kadar air dalam sediaan menjadi berkurang.
Berkurangnya kadar air dalam sediaan akan menunjukkan peningkatan
viskositas, namun viskositas masih memenuhi nilai viskositas yang
diinginkan, yaitu 50 - 200 dPa.
4. Uji daya sebar

Gambar 4. Hasil uji daya sebar


Daya sebar dipengaruhi oleh viskositas sediaan. Semakin tinggi
viskositas krim maka tahanan yang dimiliki pun semakin besar sehingga
krim semakin sukar untuk mengalir dan daya menyebarnya menjadi
semakin kecil. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh bahwa, nilai
viskositas berbanding terbalik dengan daya sebar.
5. Uji pH

Gambar 5. Hasil uji pH


Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pH sediaan krim dengan
konsentrasi 0% (basis) yang tidak mengandung ekstrak etanol daun Sirih
(Piper Batle)tetap baik sebelum cycling test maupun sesudah cycling test
sehingga dapat dikatakan tidak ada reaksi yang terjadi pada bahan-bahan
tambahan. Sediaan krim yang mengandung ekstrak etanol daun Sirih
(Piper Batle)sebelum cycling test menunjukkan perubahan nilai pH setelah
ditambahkan ekstrak. Semakin besar konsentrasi ekstrak yang
ditambahkan maka pH sediaan yang diperoleh semakin asam sehingga
mempengaruhi nilai pH sediaan krim. Sedangkan setelah cycling test pH

15
sediaan mengalami penurunan, hal ini kemungkinan disebabkan karena
adanya pengaruh hidrolisis dari senyawa yang dikandung ekstrak pada
sediaan krim, semakin sedikit OH- dalam suatu sediaan maka nilai pH
sediaan akan cenderung turun. Meskipun mengalami perubahan, nilai pH
masih masuk dalam rentang yang ideal bagi kulit. Nilai pH sediaan yang
ideal harus sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5-7,0.
6. Uji tipe krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam
bahan dasar yang sesuai. Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau
disperse mikrokristal asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air,
yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk pemakaian
kosmetika dan estetika. Hasil yang diperoleh bahwa krim tipe minyak
dalam air baik sebelum dan sesudah cycling test, jika dilarutkan dengan
menggunakan air terjadi kestabilan dimana air akan terdispersi dalam
media, tetapi jika dilarutkan dengan minyak krim akan pecah dimana air
dan minyak tidak akan tercampur satu sama lain. Minyak dalam air dapat
dengan mudah dilarutkan menggunakan pelarut air, sebaliknya tipe krim
air dalam minyak dapat larut dengan cairan minyak. Hasil yang diperoleh
krim dengan basis vanishing cream ekstrak terpurifikasi daun Sirih (Piper
Batle)baik sebelum cycling test maupun sesudah cycling test memiliki tipe
krim minyak dalam air.
Uji aktivitas krim terhadap Propionibacterium acne
Uji aktivitas krim dengan basis vanishing cream terhadap
Propionibacterium acne dilakukan dengan metode sumur (difusi agar) yang
didasarkan pada kemampuan senyawa-senyawa antibakteri yang diuji untuk
menghasilkan diameter zona penghambatan di sekeliling sumur uji terhadap
bakteri yang digunakan sebagai penguji. Berikut merupakan hasil uji yang
dilakukan :
Perlakuan Rata-rata diameter zona Kategori
hambat (mm)
Krim F0 (K-) 0 Tidak ada
Krim F1 1,41 Lemah
Krim F2 5,33 Sedang
Krim F3 9,58 Sedang
Krim F4 13 Kuat
Kontrol (+) 17,75 Kuat

Uji aktivitas antibakteri sediaan diperoleh hasil yaitu pada krim F1 dan F2
memiliki daya hambat pertumbuhan yang sedang dengan diameter zona bening
6,25 mm dan 10,41 mm. Sedangkan F3 dan F4 memiliki daya hambat
pertumbuhan yang kuat dengan diameter zona bening berturut-turut yaitu 14,33

16
mm dan 16,41 mm, serta kontrol positif memiliki daya hambat pertumbuhan yang
kuat dengan diameter zona bening 19,75 mm. Sedangkan F0 tidak memiliki daya
hambat pertumbuhannya yang berarti F0 (kontrol negatif) tidak mempengaruhi
daya hambat pertumbuhan ekstrak setelah diformulasi menjadi sediaan krim.

17
BAB V

KESIMPULAN

a. Kesimpulan
 Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96
- 98ºC) selama waktu tertentu (15 – 20 menit)
 krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi yang
mengandung air tidak kurang dari 60 %, dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar
 Sesiaan yang dibuat adalah krim antijerawat dengan metode ekstraksi daun
Sirih (Piper Batle)yaitu infusa dengan tipe krim m/a
b. Saran
 Pembaca diharapkan mengerti, memahami dan menghayati laporan
praktikum ini.
 Penulis diharapkan lebih baik lagi dalam menulis laporan praktikum ini.
 Penulis diharapkan mengkaji lebih dalam hal yang berkaitan dengan judul
laporan praktikum.
 Semoga bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ismiyati N, Trilestari. Pengembangan Formulasi Masker Ekstrak Air Daun


Alpukat (Persea Americana Mill) Sebagai Antibakteri Staphylococcus
Aureus Untuk Pengobatan Jerawat, Medula, 2014, 2(1).

Moeljanto, dan Rini D. 2003, Khasiat dan Manfaat Daun Sirih (Piper Batle)Obat
Mujarab dari Masa ke Masa. PT. Agromedia Pustaka : Jakarta

Sheikh, M., Abdullah R.M., M.K., Meghavanshi and Irshad, M. 2012, Studies on
Some Plant Extract for Their Antimicrobial Potential Against Certain
Pathogenic Microorganisms. American Journal of Plant Sciences. 3. 209-
213.

Putri, Z.F. 2010, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper
Batle)Hijau (Piper betle L.) Terhadap Propionibacterium acne dan
Staphylococcus aureus Multiresisten. (Skripsi). Universitas
Muhammadiyah Surakarta : Surakarta

Fitriansyah SN, Dolih G. Formulasi Dan Evaluasi Fisik Sediaan Krim Pelembab
Dimethylsilanol Hyaluronate Dengan Penambahan Basis Nano Dan Fase
Minyak Kelapa Murni, Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and
Technology, 2014, 3(1)

Atmoko AD, Anom P. Formulasi Bentuk Sediaan Krim Ekstrak Daun Sirih (Piper
Batle)(Piper Betle Linn) Hasil Isolasi Metode Maserasi Etanol 90%,
Indonesian Journal on Medical Science, 2014, 1(2)

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 8-9, 32, 896.

Young, A. (1972). Practical Cosmetic Science. London: Mills and Boon Limited.
Halama

Tiurma Sembiring. 2010. Khasiat dan Pemanfaatan Daun Sirih. Jurnal. Fakultas
Farmasi. Universitas Jambi

Depkes RI. (2010). Suplemen I Farmakope Herbal Indonesia.. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 140-141

olk, W.A., dan Wheeler, M.F. (1984). Mikrobiologi Dasar. Edisi Kelima. Jilid
Dua. Jakarta: Penerbit erlangga. Halaman 94.

19
Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan. Halaman 194-197, 516, 518, 522, 536,
540, 549-553.

Dekpes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Halaman 247-251.

Moeljanto, dan Rini D. 2003, Khasiat dan Manfaat Daun Sirih (Piper Batle)Obat
Mujarab dari Masa ke Masa. PT. Agromedia Pustaka : Jakarta

Kursia Sukriani, 2016 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etilasetat Daun Sirih
(Piper Batle)Hijau (Piper betle L.) terhadap Bakteri Staphylococcus
epidermidis. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makssar. Makassar

Nuralifa. 2018 Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Krim Anti Jerawat Ekstrak
Etanol Terpurifikasi Daun Sirih (Piper Batle)(Piper betle L.) dengan Basis
Vanishing Cream Terhadap Propionibacterium acne. Vol 4 no 2 .
Mokodampit kendari

20

Anda mungkin juga menyukai