LP Rop
LP Rop
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.2 Etiologi
Retina merupakan jaringan yang unik. Pembuluh darah retina mulai terbentuk
pada 3 bulan setelah konsepsi dan menjadi lengkap pada waktu kelahiran normal.
Jika bayi lahir sebelum waktunya, hal ini dapat mengganggu perkembangan mata.
Pertumbuhan pembuluh darah mungkin saja terhenti atau tumbuh abnormal
misalnya rapuh dan bocor, yang dapat menimbulkan perdarahan pada mata.
Jaringan parut dapat terbentuk dan menarik retina terlepas dari permukaan dalam
mata. Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan hilangnya penglihatan.
1
2
1.1.5 Klasifikasi
Retinopathy of prematurity dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi, luas,
derajat dan disertai plus disease yang merupakan vena yang berdilatasi dan arteri
yang berkelok-kelok pada fundus posterior
Berdasarkan lokasinya, dibagi menjadi 3 zona yang berpusat pada optik,
antara lain:
1. Zona I
Zona posterior atau dalam, meluas dua kali jarak diskus optikus atau 30
derajat dalam semua arah dari diskus optikus.
2. Zona II
Zona tengah meluas dari tepi luar zona I ke ora serrata arah hidung dank e
equator anatomic arah temporal.
3. Zona III
Zona paling luar adalah bentuk sabit sisa yang meluas dari tepi luar zona II ke
ora serrata arah temporal : daerah retina ini vaskularisasi paling akhir dan paling
sering terlibat dengan ROP.
Luasnya keterlibatan digambarkan dengan angka jam melingkar yang terlibat.
Pada mata kanan jam 3 adalah nasal dan jam 9 adalah temporal sedangkan pada
mata kiri jam 3 adalah temporal dan jam 9 adalah nasal.
Berdasarkan derajatnya, ROP diklasifikasikan menjadi :
1. Derajat 1 : dengan garis demarkasi yang memisahkan retina yang vascular
dari yang avaskular. Garis ini terletak dalam bidang retina dan tampak secara
relatif datar dan putih. Sering ada percabangan atau lengkung pembuluh darah
retina abnormal yang menuju ke garis tersebut.
2. Derajat 2 : ditandai dengan rigi, garis demarkasi tumbuh yang mencapai
ketinggian, lebar dan volume serta perluasan ke atas dan keluar dari bidang
retina. Ia dapat berubah dari putih menjadi merah jambu. Pembuluh darah
dapat meninggalkan bidang retina masuk ke rigi tersebut.
3. Derajat 3 : ditandai oleh adanya rigi dan oleh perkembangan jaring
fibrovaskular ekstraretina.
7
4. Vitretomi
Pembedahan vitreus digunakan pada derajat 4B dan derajat 5. dalam
pembedahan harus dipertimbangkan kondisi bayi, dimana pembedahan ini
dilakukan dengan anestesi umum dan banyak kontraindikasinya.
1.1.7 Pemeriksaaan Penunjang
1. Pemeriksaan Funduskopi
Dalam bidang neurologi, kelainan papil nervus optikus yang perlu
diperhatikan adalah papil yang mengalami atrofi dan sembab atau papiledema.
Pada papil yang mengalami atrofi, warna papil menjadi pucat, batasnya tegas dan
pembuluh darah berkurang. Pada atrofi sekunder warna papil juga pucat tetapi
batasnya tidak tegas. Lamina cribrosa terlihat pada atrofi primer. Atrofi primer
dijumpai pada kasus lesi nervus optikus atau kiasma optikum (misalnya pada
tumor hipofise atau arachnoiditis opto-kiasmatis). Atrofi sekunder merupakan
akibat lanjut dari papiledema, misalnya pada pasien yang menderita tekanan
tinggi intrakranial yang lama.
1. Observasi frekuensi pernapasan dan pola nafas (pernafasan, tonus otot dan
warna kulit)
2. Atur / posisikan bayi telentang dengan gulungan popok di bawah bahu
3. Pertahankan suhu tubuh
4. Berikan rangsang taktil yang segera
Diagnosa 3: Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan imaturitas produksi enzim.
Intervensi :
1. Observasi maturitas refleks menelan dan menghisap
2. Auskultasi bising usus sehari 1 kali
3. Beri minum susu pasi
4. Timbang berat badan setiap hari.
Diagnosa 4: Resiko terjadi penurunan hipotermia berhubungan dengan
perkembangan pusat regulasi suhu imatur, ketidak mampian merasakan
dingin dan berkeringat
Intervensi :
1. Gunakan lampu pemanas selama prosedur
2. Kurangi pemajanan pada aliran udara
3. Ganti pakaian bila basah
4. Observasi sistem pengaturan suhu inkubater setiap 15 menit
5. Observasi adanya sesak, sianosis, kulit belang dan menangis buruk
Diagnosa 5: Resiko infeksi berhubungan dengan respon imun imatur,
prosedur invasif
Intervensi :
1. Pertahankan cuci tangan yang benar
2. Observasi tanda-tanda infeksi
3. Pertahankan kesterilan alat
4. Observasi hasil pemeriksaan laboratorium
Diagnosa 6: Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan
fungsi penglihatan
Intervensi :
1. Pemantauan : cegah dan minimalkan komplikasi neurologis
11
Daftar Pustaka