Anda di halaman 1dari 69

Paradigma dan Pendekatan Penelitian

Kualitatif (paradigma Kritis &


Posmodernis: Karakteristik dan
Gambaran Penelitiannya)
Bahan Presentasi ini Disusun dari:
- Triyuwono, Iwan, 2012, Akuntansi Syariah: Perspektif, Metodologi dan Teori, Grafindo
Persada, Jakarta
- Mulawarman, Aji Dedi, 2010, Integrasi Paradigma Akuntansi: Refleksi Atas Pendekatan
Sosiologi Dalam Ilmu Akuntansi. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Vol. 1, No.1, April, hal
155-171.
- Moleong, Lexy J. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Rosda, Bandung

Disusun untuk kalangan sendiri sebagai bahan


pembelajaran Metodologi Penelitian Kualitatif Presented by: Sonhaji
2

PEMBAGIAN PARADIGMA
1) Paradigma Positivis
2) Paradigma Interpretivis
3) Paradigma Kritis
4) Paradigma Posmodernis, dan
5) Paradigma Spiritualis (Triyuwono, 2012).

Perbedaan masing-masing berada pada asumsi tentang fakta atau realitas,


tujuan, hubungan peneliti dengan objek, perhatian teoretikal dan pendekatan
pembangunan teorinya. Masing-masing paradigma memiliki perbatasannya.
3
4
Paradigma Kritis: Mengapa Non-Positivis
Muncul? (Mulawarman, 2010)
▫ Metodologi di luar positivisme (biasanya disebut
non-positivisme), berupaya mengembangkan
penolakan terhadap dominasi representasi
penelitian ilmiah (scientific methods) dari
positivisme.
▫ Anggapannya, ada “penguasaan pengetahuan”
dengan menerapkan pengetahuan sampai bentuk
teknologinya sebagai hasrat untuk mengendalikan.
▫ Dua asumsi dasar positivis, yaitu Objektivisme dan
Regulatori
5
Paradigma Kritis: Mengapa Non-Positivis
Muncul? (Mulawarman, 2010)
▫ Objektivisme: mensyaratkan ilmuwan dan praktisi
bertindak netral, berjarak dan tidak melibatkan aspek
emosional dan keberpihakan
▫ Regulatori: menempatkan ilmu pada posisi sentral
dalam analisis sosial maupun dalam proses
perubahan sosial
▫ Masyarakat diposisikan sebagai obyek yang harus
"menyerahkan diri" untuk diarahkan dan
dikembangkan menuju tujuan yang telah ditetapkan
6

▫ Worldview
▫ Cara melihat
dunia
▫ Bagaimana
melihat realitas
7

Paradigma Kritis (Mulawarman, 2010)


▫ Realitas tertinggi bukan kenyataan lahir yang dapat
dilihat indera, tetapi justru pada ruh atau gagasan,
ilmu sosial lebih dipahami sebagai suatu proses
katalisasi untuk membebaskan manusia dari
segenap ketidakadilan. Tidak boleh dan tidak
mungkin bersifat netral.
▫ Paradigma ini memperjuangkan pendekatan yang
bersifat holistik, serta menghindari cara berpikir
deterministik dan reduksionistik.
8

Paradigma Kritis (Mulawarman, 2010)


▫ Paradigma ini menggunakam baik pendekatan
obyektif maupun subyektif untuk menjelaskan
perubahan yang selalu terjadi dalam setiap
hubungan sosial.
▫ Makna subyektif adalah relevan dan penting, tentu
tidak menolak hubungan-hubungan obyektif.
▫ Perhatian utama dari paradigma ini adalah
membuka mitos dan ilusi, mengekspos struktur
yang nyata dan mempresentasikan realitas
sebagaimana adanya.
9

Paradigma Kritis (Triyuwono, 2012)


▫ Paradigma ini ingin melakukan pembebasan dan
perubahan. Baik pada tingkat teori maupun praktik.
▫ Adanya anggapan bahwa sebuah teori tidak cukup
hanya bisa menafsirkan, tetapi juga harus
mampu untuk membebaskan dan mengubah.
▫ Tujuan teorinya adalah membebaskan (to
emancipate) dan melakukan perubahan (to
transform) yang menjadi unsur agar sebuah teori
bisa disebut sebagai teori kritis.
10

Paradigma Kritis (Triyuwono, 2012)


▫ Pada tingkat teori, pembebasan dan perubahan dapat
dilakukan sejak, dari aspek metodologi sampai pada
"bentuk" teori itu sendiri.
▫ Dalam konteks ini, metodologi akuntansi modern dan
akuntansi modern itu sendiri (yang dibangun
berdasarkan pada paradigma positivisme) saat ini sangat
"mendominasi” untuk tidak mengatakan "menindas“.
▫ Untuk membebaskan diri dari bentuk-bentuk
"penindasan“ metodologi akuntansi modern, paradigma
ini melakukan kritik untuk selanjutnya melakukan
perubahan.
11

Paradigma Kritis (Triyuwono, 2012)


▫ Dalam konteks praktik, juga demikian. Praktik akuntansi
modern selalu digoyang kemapanannya agar tetap selalu
terjadi perubahan, sekaligus juga menghindari adanya
"kejumudan" praktik.
▫ Paradigrna ini memang mempunyai suatu anggapan bahwa
masyarakat yang “normal" adalah masyarakat yang selalu
"berubah''. Anggapan ini tentu sangat bertentangan dengan
paradigma positivistis.
12

Paradigma Kritis
▫ Paradigma ini ingin melampaui paradigma interpritivis dengan
mengajukan gerakan pembebasan yang meniscayakan hal-hal
revolusioner melalui perbaikan struktur (Burrell dan Morgan, 1982).
▫ Tidak memisahkan fakta dangan nilai yang hidup dalam masyarakat
(Triyuwono, 2012)
▫ Berusaha mendobrak ketidakadilan (Chua, 1985) melalui analisis
kritikal dan liberasi (Gioia dan Pitre, 1990), sehingga yang diinginkan
tidak sekedar perubahan, namun lebih pada transformasi sosial
(Mulawarman, 2010a; Triyuwono, 2012c).
13
Paradigma Kritis: Kekuatan & Kelemahan
(Triyuwono, 2012)
▫ Kekuatan paradigma ini terletak pada karakternya yang
ingin membebaskan dan mengubah (yang tidak dimiliki oleh
dua paradigma sebelumnya)
• Dengan karakternya ini, akuntansi menjadi selalu dinamis
dan kaya, baik pada tingkat teori maupun praktik.
▫ Kelemahan paradigma ini terletak pada pembebasan dan
perubahan yang sebatas pada tingkat fisik dalam sebuah
realitas,
• Dengan kata lain, paradigma ini terperangkap pada konsep
materialisme ketika dipahami sebagai sesuatu hanya
sebatas fisik atau materi.
Proses Saintifikasi dan Metodologi

Hardiman, F. B. 2014. Paradigma Kritis: Filsafat Kritis Barat dan


Indonesia. Paper presented at the Debat Epistemologi Akuntansi
Multiparadigma, Malang.
15

▫ Pertanyaan menariknya, timbulnya dua paradigma


tersebut apakah sudah dapat menjawab semua
masalah dan pertanyaan dalam keilmuan, dan sisi
kehidupan lainnya?
16
17

Paradigma Posmodernis (Mulawarman, 2010)


▫ Postmodernisme muncul akibat kekecewaan
terhadap segala atribut yang melekat pada
modernitas.
▫ Kritik atas masyarakat modern dan kegagalan-
nya memenuhi janji-janjinya.
▫ Postmodernisme menanyakan bagaimana
setiap orang dapat percaya bahwa modernitas
telah membawa kemajuan dan harapan bagi
masa depan yang lebih cemerlang.
18

Paradigma Posmodernis (Mulawarman, 2010)


▫ Penganut postmodernisme tidak percaya pada
puncak perkembangan evolusioner modernitas yang
ditandai dengan rasionalitas, sains dan obyektifitas.
▫ Postmodernisme melihat modernisme selalu diikuti
dua hal:
o penyebaran (jika bukan hegemoni) peradaban Barat,
industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi,
konsumerisme, dan lain-lain, dan
o Adanya rasisme, perbedaan kaya-miskin,
diskriminasi, pengangguran, dan stagflasi tumbuh
bersama-sama dengan modernisme.
19

Paradigma Posmodernis (Mulawarman, 2010)


▫ Postmodernisme Skeptis dan Afirmatif :
o Skeptis: Dicirikan dengan pesimistik, negatif, gloomy
assessment, terfragmentasi (disintegrasi, malaise, tak
memiliki makna, hilangnya parameter moral dan
masyarakat chaos serta tidak ada kebenaran). Disebut
sebagai sisi gelap postmodernisme.
o Afirmatif: dicirikan dengan masih lebih mementingkan
harapan, pandangan optimis, terbuka pada aksi politik
atau konten (isi) dengan rekognisi visioner, non-dogmatik.
20

Paradigma Posmodernis (Mulawarman, 2010)


▫ Postmodernis antitesis dari modernis, cendemng
menolak disposisi subyek dan obyek.
▫ Berbeda dengan interpretivis yang hanya memandang
realitas itu subyektif, Paradigma ini melihat realitas tidak
hanya subyektif, namun juga realitas subyektif.
▫ Bahkan melampaui keduanya. Realitas adalah hasil dari
pengalaman obyektif, subyektif, intuitif, bahkan spiritual,
semuanya terjadi dalam satu kesatuan yang tak bisa
dipisahkan.
▫ Tidak ada pemisahan realitas (objek) dan pencipta
realitas (subyek).
21

Paradigma Posmodernis (Mulawarman, 2010)


▫ Realitas bersifat majemuk
▫ Postmodernisme sebagai “mahluk” yang bebas, dinamis dan
berpikir holistik.
▫ Postmodernis melihat realitas sosial dan ilmu pengetahuan
tidak memiliki sekat serta terpisah-pisah.
▫ Metodologinya dikonstnrksikan secara bebas, tidak terstruktur,
bahkan dapat dikatakan tidak memiliki metode dan prosedur
formal.
22

Paradigma Posmodernis (Mulawarman, 2010)


▫ Metodologi yang muncul kemudian dapat dikatakan
sebagai the anti-rule atau anything goes (Rosenau
,1992)
▫ Dengan demikian, ilmu pengetahuan tidak bersifat
sistematik (unsystematic), memiliki logika majemuk
(heterological), tidak terpusat (decentered), selalu
berubah (ever changing) dan bersifat lokal
(Rosenau 1992).
23

Paradigma Posmodernis (Triyuwono, 2012)


▫ Realitas (akuntansi): tidak terbatas pada realitas fisik, tetapi juga
psikis dan spiritual (dan bahkan meliputi realitas “atribut” Tuhan
(lTriyuwono, 2004)
▫ Paradigma ini lahir sebagai antitesis dari modernisme yang
positivistik, yang hanya memahami realitas pada lapisan materi
(fisik) saja, dan tidak mampu masuk pada dunia psikis dan spiritual,
apalagi masuk pada atribut Tuhan dan Tuhan itu sendiri.
▫ Paradigma ini muncul untuk mengatasi kelemahan paradigma
positivisme dengan mencoba memahami realitas secara lebih
utuh dan lengkap.
24

Paradigma Posmodernis (Triyuwono, 2012)


▫ Untuk memahami realitas yang kompleks ini, paradigma
posmodernisme tidak memiliki bentuk pendekatan keilmuan yang
baku. Justru ini “bentuk” asli dirinya.
▫ Sebaliknya, pendekatannya selalu tidak terstruktur, tidak
berbentuk, tidak formal, dan tidak mutlak. Semuanya serba relatif.
▫ Tldak heran jika paradigma ini sering lkali melakukan kombinasi atau
perkawinan dari berbagai pemikiran yang berbeda atau bahkan
bertentangan (misalnya, teori kritis, fenomenologi, relativisme,
nihilisrne, dan lain-lainnya).
▫ Peranan subjek sangat penting, yang menyatu dengan objek untuk
pemahaman.yang lebih utuh dan lengkap.
▫ Kemampuan subjek meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan
emosi dan kecerdasan spiritual.
25

Paradigma Posmodernis (Triyuwono, 2012)


▫ Dinamika paradigma terus berlanjut pada upaya untuk melihat
realitas sebagai suatu yang bersifat majemuk dan holistik
(Mulawarman, 2010a).
▫ Sebagai antitesis dari Paradigma Positivis. Proses paradigma ini
disebut “the anti-rules” (Triyuwono, 2004; 2012)
▫ Terdapat pengaburan sekat-sekat yang sudah ditetapkan oleh
modernisme atau positivis (Hardiman, 2003)
▫ Penyebutan holistik bukan berarti paradigma ini bersifat utuh dan
tidak memiliki perbatasan, tetapi dibanding dengan paradigma
sebelumnya, paradigma ini berusaha melihat realitas tidak dalam
satu sisi.
26

Paradigma Posmodernis (Triyuwono, 2012)


▫ Ciri utama postmodernis, berada pada upaya dekonstruksi
yang dilakukan terhadap semua bentuk logosentrisme yang
dibuat oleh modernisme.
▫ Logosentrisme adalah sistem pola berpikir yang
mengklaim adanya legitimasi dengan referensi kebenaran
universal dan ekstemal (Rosenau, 1992).
▫ Dengan dekonstruksi, paradigma ini memasukkan "sang
lain" (the others) -yang dimarginalkan, disepelekan, ditindas,
dieksploitasi dan di"bunuh" - ke dalam kedudukan yang sama
dengan apa yang ditinggalkan oleh modernisme. .
27

Paradigma Posmodernis (Triyuwono, 2012)


▫ Perbatasan tentu saja ada walaupun terdapat konsep dekonstruksi .
Bahan kajiannya termasuk yang bersifat super natural dan sifat
Tuhan dan meliputi hal-hal bersifat lokal yang sarat nilai (value
laden), pemanfaatan perasaan, emosi, intuisi dan pengalaman hidup.
28

Paradigma Posmodernis: Kekuatan


▫ Pertama, dengan tiga macam kecerdasan tersebut, subjek akan
mampu memahami objek yang kompleks untuk konstruksi ilmu
pengetahuan yang juga bersifat lebih kompleks dan komprehensif
(Triyuwono, 2000; 2004).
▫ Teori (akuntansi) digunakan untuk menstimulasi (to stimulate)
kebangkitan kesadaran manusia pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu
kesadaran emosi dan kesadaran spiritual. Kesadaran yang lebih
tinggi dari kesadaran intelektual, yang akan membantu manusia
untuk “mendekat” dan “kembali” kepada Tuhan.
29

Paradigma Posmodernis: Kekuatan


▫ Kekuatan kedua adalah bahwa paradigma ini bersifat sangat
terbuka alI inclusive). Posmodernisme dapat menerima dan
mengombinasikan atau ensinergikan pernikiran-pemikiran yang
berbeda. Pemikiran yang berbeda dapat disatukan dalam bentuk
sinergi. Sinergi betulnya tidak lain dari hukum yang ada di alam
semesta ini. Tidak heran jika Triyuwono (1995; 2000a; 2000b;
2001; 2004} menggunakan "epistemologi berpasangan" untuk
konstruksi akuntansi syariah.
▫ Ketiga, dengan konsep all inclusivenya, paradigma ini adalah
paradigma yang paling komprehensif. Paradigma ini mampu
memahami realitas lebih lengkap bila dibandingkan dengan tiga
paradigma lainnya.
30

Paradigma Posmodernis: Kelemahan


▫ Dipandang dari sudut pandang yang lain,
kelemahan terletak pada pendekatannya yang tidak
terstruktur, tidak formal, tidak baku, dan kritik
lainnya.
▫ Walau bersifat holistik namun belum menjangkau
hal yang bersifat spiritual-religius. Dimensi
spiritualitasnya bersifat umum, belum masuk ke
religiusitas.
31

Paradigma Posmodernis: Gagasan Lanjut


▫ Muncul gagasan untuk “mengeluarkan” hal bersifat
spiritualitas dari paradigma postmodernis ini menjadi
paradigma tersendiri yaitu paradigma spiritualis (Triyuwono,
2012).
▫ Gagasan paradigma ini timbul karena adanya ketidakpuasan
terhadap paradigma postmodernis dalam mengungkap
realitas spiritual-religius.
32
33
”Dalam sebuah dunia di mana
kekuatan dan pengaruh ilmu
pengetahuan menjadi destruktif,
mengancam kehidupan umat
manusia dan peradabannya,
Islam jelas harus tampil untuk
menawarkan alternatif
paradigmatiknya di bidang ilmu”
(Kuntowijoyo, 1996)
34

Paradigma Spiritualis: Perspektif Islam


▫ Paradigma spiritualis ingin membangun keilmuan yang pelakunya
tetap memiliki kesadaran akan Ketuhanan yang terus dibangkitkan.
▫ Rupanya penggagas paradigma ini dipengaruhi oleh pemikiran
integrasi ranah pemikiran di bidang ilmu dan agama yang selama ini
keduanya mengalami hubungan yang pasang surut.
▫ Gagasan pengintegrasian tersebut setidaknya dapat ditemukan di
Capra (2005), (2002) dan Wilber (2012).
▫ Paradigma Spiritualis sebagai suatu paradigma tersistem memang
masih baru. Sebagau ajang wacana penuangan pemikiran guna
membangun atau menjadikan paradigma ini sebagai paradigma yang
mapan
35

Paradigma Spiritualis: Perspektif Islam


▫ Menurut Cambridge Advanced Learner's Dictionary, spiritualitas
sebagai “the quality of involving deep, often religious, feelings and
beliefs, rather than the physical parts of life” (Cambridge).
▫ Spiritualitas mengandung makna sifat melampaui fisik yang
melibatkan atau menghadirkan “Kekuatan Maha Dahsyat” dalam
proses apa pun, termasuk proses keilmuan.
▫ Jadi, jangkauan nonfisik atau melampaui fisik merupakan kekhasan
spiritualitas.
36

Paradigma Spiritualis: Perspektif Islam


▫ Tiga ciri makna spiritualitas;
- bermakna spirit atau menghidupkan, baik secara fisik maupun
kejiwaan,
- berstatus suci yang lebih tinggi dari sekadar bersifat fisik, dan
- terkait dengan Tuhan (Hendrawan, 2009).
▫ Spiritualitas tidak bisa dipisahkan dari agama sebab “agama
mempunyai energi spiritual sebagai muatannya” (Engineer, 1987).
37

Paradigma Spiritualis: Perspektif Islam


▫ Dalam perspektif Islam, paradigma spiritualis harus mengandung ciri-
ciri utama;
- ketauhidan atau keimanan, sebagai “ukuran tertingginya”
(Kuntowijoyo, 2007),
- iman tidak terpisah dengan ilmu pengetahuan (sains) atau ilmu
pengetahuan tidak pernah melepaskan dirinya dari tauhid
(Rukmana, 2013),
- Tauhid merupakan modal penting bagi ilmuwan muslim,
khususnya terkait dengan kegiatan ilmiah yang berhubungan
dengan sumber, objek, cara pencarian dan pemanfaatan ilmu.
Jika tidak, aktivitas keilmuan tidak mendekat pada Tuhan, yang
diperoleh justru menjauh (Golshani, 2004).
38

Paradigma Spiritualis: Perspektif Islam


▫ Dalam perspektif Islam, paradigma spiritualis harus mengandung ciri-
ciri utama;
- dari segi asal, sumber ilmu meliputi indra, akal, intuisi dan
wahyu, yang penggunaannya harus proporsional dengan tidak
memisah-misahkannya (Husaini, 2013)
- disamping memiliki karakteristik “membangkitkan kesadaran
ketuhanan”, di dalamnya memuat konsep-konsep dan prinsip-
prinsip Islam, (Triyuwono, 2012),
▫ Pelibatan intuisi dalam aktivitas keilmuan tidak bisa dipungkiri
(Kartanegara, 2007). Ilmuwan besar dalam menemukan teorinya,
menurut Bakar (1994) “senantiasa melibatkan intuisi”.
39

Paradigma Spiritualis: Perspektif Islam


▫ Intuisi, sering diabaikan, karena tidak bisa didefinisi secara
jelas dan tidak dalam bentuk-bentuk konkrit, serta tidak bisa
dialami secara sama oleh tiap-tiap ilmuwan. Pada ilmuwan
Barat terdapat pengabaian terhadap Realitas Tertinggi
sebagai sumber pengetahuan, seperti yang diyakini ilmuwan
Muslim.
▫ Karenanya, Bakar (1994, hlm. 41) dapat memahami mengapa
”penyucian jiwa dipandang sebagai bagian yang terpadu dari
metodologi pengetahuan”.
▫ Dengan demikian, dapat dimengerti pula kalau pendekatan
zikir, doa dan tafakur dimasukkan dalam proses penelitian.
40

Paradigma Spiritualis: Perspektif Islam


▫ Dalam Islam terdapat keyakinan tauhid baku bahwa Allah
dengan Asma-Asma-Nya yang baik dan indah serta sifat-sifat-
Nya adalah sumber dari segala sumber ilmu. Yang sampai
pada manusia adalah wahyu yang diterima oleh Nabi.
▫ Jadi, untuk mengakses kebenaran dan ilmu tidak cukup hanya
dengan akal, diperlukan wahyu (Yusufian dan Sharifi, 2011)
sebab sumber utama ilmu adalah wahyu (Kania, 2013; Syarif,
2013) yang terpancar dalam ayat qauliyah, kauniyah dan
nafsiyah.
▫ Dari ayat-ayat inilah, manusia memeroleh inspirasi keilmuan.
41

Paradigma Spiritualis: Perspektif Islam


▫ Seorang muslim selalu dituntut untuk berbuat baik dan
memberikan manfaat bagi orang lain , salah satunya melalui
jalan keilmuan yang dibangun melalui berbagai sisi pandang
dan pendekatan atau paradigma.
▫ Tidak berbeda dengan paradigma Posmodernis yang memiliki
pandangan bahwa realitas terdiri atas realitas fisik, psikis,
spiritual, sifat Tuhan (asma’ sifatiyah), dan Realitas Absolut
(yaitu, Tuhan) (Triyuwono, 2004, 2012c)
▫ Paradigma Spiritualis juga mengakui realitas-realitas tersebut.
42

Paradigma Spiritualis: Perspektif Islam


▫ Untuk memeroleh wawasan tentang Realitas Absolut, kita
dapat merujuk QS surat al-Hadid (57), ayat 3; Al-Syuraa (42),
ayat 11 dan Al-Ihlas (112) . Ayat ini memberikan inspirasi
bahwa hal yang penting dalam Paradigma Spiritualis
berperspektif Islam adalah keyakinan tentang realitas
sesungguhnya adalah Realitas Absolut (Tuhan) sebagai satu-
satunya realitas, ”tidak ada realitas, kecuali Dia” (Mustofa,
2014, hlm. 316; Triyuwono, 2012c) , yaitu Allah SWT.
▫ Keyakinan ini berasal dari agama, bukan dari keyakinan
terpaksa karena tidak menemukan jawaban atas realitas yang
kompleks.

43

Paradigma Spiritualis: Perspektif Islam


▫ Bagi seorang muslim ketundukan dan kepatuhan kepada Allah
SWT secara ikhlas adalah keniscayaan dan harus
ditingkatkan kualitasnya.
▫ Ketundukan ini menjadikan suatu motivasi bahwa segala
aktivitas, termasuk aktivitas keilmuan, harus didedikasikan
hanya kepada Allah SWT.
▫ Manusia adalah mahluk yang sangat lemah dan sangat
tergantung pada Tuhan. Berdasar keyakinan ini, maka wajar
keterbimbingan Allah SWT dalam aktivitas keilmuan menjadi
keniscayaan bagi ilmuwan Muslim.
44

Paradigma Spiritualis: Perspektif Islam


▫ Seorang ilmuwan muslim harus yakin bahwa Tuhan meliputi
segala sesuatu segala sesuatu dan Tuhan mengetahui apa
yang dibisikkan hati manusia.
▫ Keyakinan ini berimplikasi pada pandangan ilmuwan Muslim
bahwa realitas alam raya termasuk manusia dan seluruh
proses yang terjadi, tidak bisa dipisahkan dari Tuhan dan
sangat tergantung kepada-Nya (Mustofa, 2014).
▫ Realitas tersebut merupakan Cahaya Ilahi yang di baliknya
adalah Tuhan itu sendiri (Triyuwono, 2012).
45

Paradigma Spiritualis: Perspektif Islam


▫ Seorang Muslim harus yakin, bahwa hidup di dunia
merupakan rahmat dari Tuhan dengan misi sebagai khalifah fil
ard dan menjalankan pengabdian (ibadah) hanya kepada
Tuhan.
▫ Manusia adalah ciptaan yang ”sempurna” yang tidak hanya
tubuh fisik, namun meliputi juga mental dan spiritual
(Triyuwono, 2012).
▫ Dalam perspektif Islam tersebut, upaya keilmuan dapat
dianggap sebagai usaha untuk memahami dan memanfaatkan
ilmu Tuhan, untuk mengenal Allah dan untuk mencapai
sa’adah atau meraih kebahagiaan (Husaini, 2013).
46

Paradigma Spiritualis: Perspektif Islam


▫ Kebahagiaan ini dapat dicapai melalui ingat kepada Allah
(zikir) dan zikir merupakan pangkal iman dan ilmu (Madjid,
1992).
▫ Jadi, zikir memiliki posisi yang penting bagi seorang muslim
dalam menjalankan aktivitasnya (keilmuan), yang salah
satunya adalah memunculkan kebahagiaan.
47

Paradigma Spiritualis: Perspektif Islam


▫ Ilmuwan muslim harus menggunakan epistemologi yang
sesuai (Islami), tidak hanya mengandalkan akal rasional saja,
merasakan pertolongan Tuhan dan meningkatkan kesadaran
ketuhanan (Triyuwono, 2012).
▫ ”Kesadaran ketuhanan” (God-consciousness) merupakan
salah satu manifestasi dari takwa (Al-Faruqi, 1995; Madjid,
1992,) yang dalam Paradigma Spiritualis Islam (takwa) harus
menjadi konsep yang ”merasuk” dan ”melumuri” di
keseluruhan proses keilmuan.
48

Paradigma Spiritualis: Perspektif Islam


▫ Selain takwa, juga harus disadari oleh ilmuwan Muslim, dalam
Al Quran terdapat dua kata kunci yang berulang-ulang
digandengkan yaitu ’ilm dan hikmah (pengetahuan dan
kebijaksanaan). Dua hal ini ”harus bersama-sama dalam
mewujudkan tujuan rubûbiyyah, yakni pencarian demi
kesempurnaan manusia” (Engineer, 1987).
▫ Hikmah berkaitan dengan hati. Hanya orang yang membuka
hatinya yang akan memeroleh hikmah ”lewat cara yang
dikehendaki-Nya” (Mustofa, 2014).
49

Paradigma Spiritualis: Perspektif Islam


▫ Jalan pencarian ilmu dalam Islam termasuk hati, dan tidak
bisa lepas dari keyakinan tauhid, dan cara-cara yang
diinspirasikan oleh Allah SWT dan dicontohkan oleh Nabi saw.
Ilmuwan Muslim diwajibkan dapat menerjemahkan petunjuk-
petunjuk tersebut secara kreatif.
Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Keilmuan 50

Barat dan Islam


Ranah Keilmuan Barat-Modern Islam

Ontologi:
- Sumber Ilmu Filsafat Barat (Filsafat Al Quran, As Sunnah, dan Khabar Sodiq:
Materialisme) Ayat Qauliyah, Kauniyah dan Nafsiyah

- Bidang kajian Fisik-Material Fisik dan Non-Fisik (psikis, mental dan


spiritual)

Epistemologi:
- Metodologi Rasionalisme-Empirisme: Inderawi dan Non-inderawi:
Inderawi-Fisikal bayani (tekstual-normatif), burhani (rasional-
demontratif) dan irfani (spiritual-intuitif)

Aksiologi:
- sumber Etika Filsafat Barat
Ahlak Islami: dibangun dari Al Quran, As
Sunnah, seperti yang dicontohkan oleh
Rasulullah
51
Paradigma Spiritualis:
Metodologi Akuntansi Syariah
▫ Terlepas apakah kapitalisme membentuk metodologi
ilmu pengetahuan atau sebaliknya, esensi masalah-
nya adalah bahwa ilmu pengetahuan modern
telah gagal mengangkat kehidupan manusia pada
kehidupan sejati. Ini sebagai alasan yang kuat bagi
gerakan posmodernisme (Triyuwono, 2012).
▫ Tidak adanya unsur spiritual telah mengantarkan
kehidupan modern pada "kekosongan," yaitu
kehidupan yang hampa dari nilai etika, aspek
normatif, dan aspek spiritual.
52
Paradigma Spiritualis:
Metodologi Akuntansi Syariah
Teori Akuntansi (Triyuwono, 2012)
▫ Teori merupakan jala yang digunakan untuk
menangkap apa yang kita sebut sebagai 'dunia' (the
world): merasionalisasikan, menerangkan, dan
menguasainya. Kita berusaha secara terus-menerus
membuat mata jala itu semakin baik (Popper,1993).
▫ Teori adalah satu set koheren dait dalil umum yang
digunakan sebagai prinsip untuk menerangkan
hubungan yang jelas dari fenomena yang sedang
diamati (Zikmund, 1991).
53
Paradigma Spiritualis:
Metodologi Akuntansi Syariah
Teori Akuntansi (Triyuwono, 2012)
▫ Tujuan dari teori akuntansi adalah menerangkan dan
memprediksi praktik akuntansi... Menerangkan berarti
mernberikan alasan-alasan terhadap feno- mena yang
diobservasi...Memprediksi praktik akuntansi berarti
bahwa teori memprediksi fenomena akuntansi yang tidak
terobservasi (Watts dan Zimmerman, 1986: 2).
▫ Elemen utama teori mengandung, secara implisit, hukum
universal dan fungsinya adalah menerangkan dan
memprediksikan.
54
Paradigma Spiritualis:
Metodologi Akuntansi Syariah
Teori Akuntansi (Triyuwono, 2012)
▫ Tujuan dari teori akuntansi adalah menerangkan dan
memprediksi praktik akuntansi... Menerangkan berarti
mernberikan alasan-alasan terhadap feno- mena yang
diobservasi...Memprediksi praktik akuntansi berarti
bahwa teori memprediksi fenomena akuntansi yang tidak
terobservasi (Watts dan Zimmerman, 1986: 2).
▫ Elemen utama teori mengandung, secara implisit, hukum
universal dan fungsinya adalah menerangkan dan
memprediksikan.
55
Paradigma Spiritualis:
Metodologi Akuntansi Syariah
Teori Akuntansi (Triyuwono, 2012)
▫ Pengertian teori dan fungsi teori antara paradigma akan
berbeda dan metodologi penelitian yang digunakan
untuk mengonstruk teori akan berbeda pula.
▫ Pendekatan pengkonstruksian teori: Nontheoretical
approach dan theoretical approach (Belkaoui, 1993)
1) Nontheoretical approach:
Nontheoretical approach merupakan pendekatan yang lebih
menekankan pada dunia nyata (the real world) praktik
akuntansi
a) Fragmatic approach
b) Authoritarian approach
56
Paradigma Spiritualis:
Metodologi Akuntansi Syariah
Teori Akuntansi (Triyuwono, 2012)
▫ Pendekatan pengkonstruksian teori
1) Nontheoretical approach:
a) Fragmatic approach
Berciri kesesuaiannya dengan praktik nyata akuntansi
dalam memberikan solusi-solusi praktis, serta teknik &
prinsip akuntansi dipilih atas dasar kegunaannya.
b) Authoritarian approach
Umumnya dilakukan oleh organisasi profesi, dalam
memformulasikan teori akuntansi menggunakan cara
yang sangat formal, yaitu mengeluarkan keputusan-
keputusan tentang peraturan praktik-praktik akuntansi.
57
Paradigma Spiritualis:
Metodologi Akuntansi Syariah
Teori Akuntansi (Triyuwono, 2012)
▫ Pendekatan pengkonstruksian teori
2) Nontheoretical approach:
Pendekatan ini terdiri atas:
a) Deductive approach
b) Inductive approach
c) Ethical approach
d) Sociologocal approach
e) Economic approach
f) Eclectic approach
58
Paradigma Spiritualis:
Metodologi Akuntansi Syariah
Teori Akuntansi (Triyuwono, 2012)
▫ Pendekatan pengkonstruksian teori
2) Nontheoretical approach:
Pendekatan ini terdiri atas:
a) Deductive approach
Pengkonstruksian teori dimulai dengan menggunakan proposisi dasar akuntansi
dan kemudian menurunkannya dengan logis dalam bentuk prinsip akuntansi
yang digunakan sebagai pedoman dan dasar bagi pengembangan teori
akuntansi. Pendekatan ini bergerak dari sesuatu yang sifatnya umum ke arah
yang lebih khusus, seperti misalnya, menetapkan tujuan laporan keuangan,
memilih postulat akuntansi, kemudian menurunkannya dalam bentuk prinsip
akuntansi, dan akhirnya mengembangkannya dalam bentuk teknik akuntansi.
Dengan pendekatan ini teknik akuntansi menjadi benar bila prinsip, postulat, dan
tujuan laporan keuangan benar.
59
Paradigma Spiritualis:
Metodologi Akuntansi Syariah
Teori Akuntansi (Triyuwono, 2012)
▫ Pendekatan pengkonstruksian teori
2) Nontheoretical approach:
Pendekatan ini terdiri atas:
b) Inductive approach
o Pengkonstruksian teori dimulai dengan observasi tentang informasi akuntansi
dan pengukuran kemudian bergerak arah kesimpulan yang digeneralisasi
berdasarkan pada pengamatan atas hubungan yang terjadi secara
berulang-ulang.
o Pendekatan ini bergerak dengan arah yang berbeda dengan deductive
approach, dari sesuatu yang khusus, yaitu informasi akuntansi yang
menggambarkan hubungan yang terjadi secara berulang, ke sesuatu yang
umum, yaitu postulat dan prinsip akuntansi.
60
Paradigma Spiritualis:
Metodologi Akuntansi Syariah
Teori Akuntansi (Triyuwono, 2012)
▫ Pendekatan pengkonstruksian teori
2) Nontheoretical approach:
Pendekatan ini terdiri atas:
b) Inductive approach
o Langkah-langkah yang bisa dilakukan;
- mencatat semua observasi,
- menganalisis, dan
- mengklasifikasikan semua observasi untuk rnendeteksi hubungan yang
terjadi secara berulang,
- melakukan derivasi induktif dari generalisasi dan prinsip akuntansi,
- melakukan pengujian atas generalisasi tadi.
o Kebenaran dan kesalahan proposisi tidak tergantung pada proposisi lain,
tetapi harus diverifikasi secara empiris. Tetapi pada observasi yang cukup atas
sampel dari fenomena yang diteliti.
61
Paradigma Spiritualis:
Metodologi Akuntansi Syariah
Teori Akuntansi (Triyuwono, 2012)
▫ Pendekatan pengkonstruksian teori
2) Nontheoretical approach:
Pendekatan ini terdiri atas:
c) Ethical approach
Menjadikan nilai etika dijadikan dasar dalam memformulasikan teori akuntansi.
Konsep nilai etika yang umum digunakan adalah fairness, justice, equity, dan
truth. Umumnya pendekatan ini terfokus pada fairness.
d) Sociological approach
- Pendekatan yang menekankan pada efek sosial dari teknik akuntansi.
- Prinsip atau teknik akuntansi tertentu harus dievaluasi atas dasar efek terhadap semua
kelompok masyarakat.
- Ekspektasi bahwa data akuntansi akan berguna dalam membuat kebijakan
kesejahteraan sosial.
- Eksistensi riilai-nilai sosial dapat digunakan sebagai kriteria dalam penentuan teori
akuntansi.
62
Paradigma Spiritualis:
Metodologi Akuntansi Syariah
Teori Akuntansi (Triyuwono, 2012)
▫ Pendekatan pengkonstruksian teori
2) Nontheoretical approach:
Pendekatan ini terdiri atas:
e) Economic approach
Berfokus pada general economic welfare, menekankan pada pengendalian
perilaku indikator makro ekonomi yang diakibatkan oleh pilihan atas teknik
akuntansi tententu, yang tergantung pada akibat terhadap ekonomi nasional.
f) Eclectic approach
Dari berbagai pendekatan, berusaha memilih yang baik/sesuai atau mengkombi-
nasi pendekatan-pendekatan yang ada. Hal ini demikian, karena dalam
kenyataannya pendekatan-pendekatan di atas jarang dilakukan secara
independen dan terpisah.
63
PARADIGMA, TEORI DAN JENIS
PENELITIAN

Ilmu Pengetahuan (teori) beragam bukan


hanya beragamnya paradigma, namun juga
beragam tipe-tipe penelitian (Triyuwono, 2012)
64

Metodologi Islami: Meretas Gagasan


▫ Ada beberapa “pintu” untuk melakukan penelitian dan
membangun teori atau ilmu pengetahuan.
▫ Posmodernisme: ilmu pengetahuan tidak semata-mata
dikonstruk berdasarkan rasio, bersifat objektif, dan bebas
nilai, namun dapat dikonstruk dengan melibatkan intuisi,
subjektivitas, dan nilai (values).
▫ Posmodernisme mengangkat "sang lain" (the others) seperti:
intuisi, nilai subjektif manusia, agama, etika, mistik, spirit
(ruh), dan lain-lainnya- dari lembah marginalitas kepada
posisi yang seimbang dengan apa yang dianggap sentral oleh
modernisme.
65
Metodologi Islami: Ilmu Pengetahuan
Akuntansi sebagai Proses
▫ Dengan adanya pengakuan eksistensi "sang lain" itu, maka
paradigma syariah- yang agama diakui eksistensinya-adalah
sebuah paradigma yang ilmiah.
▫ Paradigma syariah mengakui legalitas agama sebagai salah
satu sumber untuk mengonstruk ilmu pengetahuan di samping
sumber lainnya yaitu realitas empiris.
▫ Pergeseran (internal) beberapa paradigma dalam disiplin ilmu
akuntansi merupakan suatu indikator bahwa ilmu
pengetahuan akuntansi bukan merupakan produk jadi dari
sebuah paradigma, tetapi sebaliknya ia merupakan “proses”.
▫ Tidak ada alasan untuk “fanatik” pada hanya satu paradigma
(lama) dan menolak paradigma syariah.
66
Metodologi Islami: Pijakan Filosofis
Paradigma Syariah
▫ Contoh: Paradigma Marxian berdasarkan pada Dialektika
Materialisme dan paradigma ekonomi pasar (kapitalisme)
menggunakan dividualisme utilitarian yang berdasarkan pada
filosofi laissez faire sebagai landasan utamanya
▫ Lalu apa landasan paradigma syariah?
▫ Gagasan: Khalifatullah fil Ardh (wakil Tuhan di bumi) yang
mempunyai tujuan hidup mencapai falah (kesejahteraan
dunia akhirat) sebagai pijakan filosofis untuk membangun,
misalnya sistem ekonomi Islam dengan paradigma syariah
(Arif, 1985).
67

Metodologi Islami: Prinsip Metodologi


▫ Usulan al-Faruqi (1989) tentang prinsip metodologi:
1) ke-Esaan Tuhan (tauhid)
2) Kesatuan ciptaan (the unity of creation)
3) Kesatuan kebenaran dan kesatuan ilmu pengetahuan (the
unity of truth and the unity of knowlegde)
4) Kesatuan hidup (the unity of life)
5) Kesatuan umat manusia (the unity of humanity)
▫ ”Saya percaya, beberapa orang
68

yang kompeten memiliki kesabaran


untuk menahan masalah dalam
pikirannya selama mungkin hingga
mereka berhasil menguak tabir
rahasianya. Yang tidak dimiliki oleh
setiap orang adalah hasrat,
kegairahan, atau obsesi yang cukup
gila untuk ”memelihara” masalah
hingga waktu yang sangat lama,
berikut mengatasi ketidaknyamanan
yang ditimbulkannya ”:
(Ken Wilber, 2012)
69

THANKS!
Any questions?

Anda mungkin juga menyukai