Anda di halaman 1dari 11

7.

1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM ORGANISASI

7.1.1 Model Rasional, Rasionalitas Terbatas, dan Intuisi

1) Pengambilan Keputusan Rasional (Rational Descision – Making Model)


Sebuah model pengambilan keputusan yang menjelaskan bagaimana individu
seharusnya berperilaku untuk memaksimalkan hasil. Pengambilan Keputusan Rasional.
Kita sering kali berpikir pengambil keputusun terbaik adalah rasional dan membuat
pilihan yang konsisten dan memaksimalkan nilai dalam batasan-batasan spesifik.
Keputusan-keputusan ini mengikuti enam langkah pengambilan keputusan rasional.

1. Definisikan masalah
2. Identifikasi kriteria keputusan
3. Alokasikan bobot pada kriteria itu
4. Kembangkan alternatif – alternatif itu
5. Pilih alternatif terbaik

Model pengambilan keputusan rasional mengasumsikan bahwa pengambil memiliki


informasi yang komplet, mampu mengidentifikasi semua opsi dengan tidak bias, dan
memilih opsi dengan utilitas tertinggi. Kebanyakan keputusan tidak mengikuti model
rasional; orang-orang biasanya puas menemukan sebuah solusi yang dapat diterima atau
wajar atas sebuah masalah dibandingkan yang optimal. Pilihan - pilihan cenderung
dibatasi pada gejala-gejala disekitar masalah dan alternatif sekarang. Orang-orang sangat
tidak sadar dengan pengambilan keputusan yang tidak optimal.

2) Rasionalitas Terbatas (Bounded Rationality)


Sebuah proses pengambilan keputusan dengan membangun model yang
disederhanakan yang mengeluarkan fitur – fitur esensial dari masalah tanpa menangkap
semua kompleksitasnya. Kemampuan terbatas kita dalam memproses informasi membuat
tidak mungkin untuk mengasimilasikan semua informasi yang diperlukan untuk
optimalisasi. Kebanyakan orang merespons masalah yang kompleks dengan
menguranginya sampai level yang mereka siap mengerti. Banyak masalah tidak memiliki
solusi yang optimal karena mereka terlalu rumit untuk cocok dengan model pengambilan
keputusan rasional, sehingga orang-orang memutuskan dan mengejar tindakan yang
memenuhi persyaratan minimum untuk mencapai tujuan; mereka mencari solusi yang
memuaskan atau cukup.

3) Intuisi (Intuitive Decision Making)


Mungkin cara yang paling tidak rasional dalam mengambil keputusan adalah intuisi.
Intuisi merupakan sebuah proses tanpa sadar yang diciptakan dari pengalaman yang
diperoleh. Pengambilan keputusan intuitif terjadi diluar pikiran sadar.

7.1.2 Bias dan Kealahan Umum dalam Pengambilan Keputusan

Bias - bias paling umum dalam pengambilan keputusan sebagai berikut :

1) Bias Terlalu Percaya Diri


Riset terkini terus menyimpulkan bahwa kita cenderung terlalu percaya diri dengan
kemampuan kita dan kemampuan orang lain juga bahwa kita biasanya tidak sadar dengan
bias ini.

2) Bias Jangkar (Anchoring Bias)


Kecenderungan untuk bertahan pada informasi awal dan gagal menyesuaikan dengan
informasi selanjutnya secara adekuat pada informasi sesudahnya. Jangkar secara luas
digunakan oleh orang – orang dalam profesi dimana keahlian persuasif penting.

3) Bias Konfirmasi (Conformation Bias)


Kencendrungan untuk mencari informasi yang membenarkan pilihan – pilihan masa
lampau dan untuk mengurangi informasi yang menentang penilaian masa lampau. Bias
konfirmasi mewakili sebuah kasus perspeksi selektif, kita mencari informasi yang
membenarkan pilihan masalalu kita, dan mengurangi informasi yang berlawanan
dengannya. Oleh karena itu, informasi yang kita peroleh umumnya bias pada pandangan
yang mendukung yang telah kita pegang.

4) Bias Ketersediaan (Availability Bias)


Kecenderungan orang untuk mendasarkan penilaian pada informasi yang siap tersedia
bagi mereka. Riset terbaru mengindikasikan bahwa sebuah kombinasi atas informasi yang
siap sedia dam pengalaman langsung kita dnegan informasi yang sama khususnya sangat
berdampak pada pengambilan keputusan.

5) Eskalasi Komitmen (Escalation of commitment)


Komitmen yang meningkat pada sebuah keputusan sebelumnya meskipun adanya
informasi yang negative, serta merujuk pada bertahannya kita dengan keputusan –
keputusan sekalipun ada bukti yang jelas bahwa itu salah.

6) Kesalahan Acak (Randomness Error)


Kecenderungan individu untuk percaya bahwa ia mempu memprediksi hasil dari
peristiwa acak. Pengambilan keputusan terganggu ketika kita mencoba menciptakan
pengertian dalam peristiwa acak, khususnya ketika kita mengubah pola imajinasi menjadi
ide yang salah.

7) Aversi Risiko (Risk Aversion)


Kecenderungan utuk lebih memilih hasl yang pasti dari jumlah yang menengah dari
pada hasil yang lebih berisiko, bahkan sekalipun hasil yang lebih berisiko itu memiliki
ekspetasi payoff lebih tinggi.

8) Bias Retrospeksi (Hindsight Bias)


Kecenderungan yang salah salam mempercayai, sesudah hasil dari suatu peristiwa
sebenarnya diketahui, bahwa seseorang tadinya akan dapat memprediksinya secara
akurat. Ketika kita memiliki umpan balik atas hasil, kita tampaknya baik dalam
menyimpulkan itu kelihatan.

7.2 PENGARUH DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN : PERBEDAAM


INDIVIDU DAN BATASAN ORGANISASI
7.2.1 Perbedaan Individu

Pengambilan keputusan dalam praktiknya dikarakterisasikan oleh batasan-batasan


rasionalitas, bias dan kesalahan umum, serta pengunaan intuisi. Perbedaan-perbedaan
individu juga menciptakan deviasi dari model rasional. Dalam bagian ini, kita melihat
perbedaan-perbedaan itu.

1) Kepribadian
Riset tentang kepribadian dan pengambilan keputusan menyatakan kepribadian
memengaruhi keputusan kita. Aspek-aspek spesifik dari kehati – hatian dari pada sifat-
sifat luasnya-bisa memengaruhi eskalasi komitmen. Khususnya aspek kehati-hatian usaha
keras untuk pencapaian dan kepatuhan. Pertama, riset menyatakan bahwa orang-orang
yang berjuang dalam pencapaiannya lebih mungkin mengeskalasi komitmennya,
sedangkan orang - orang yang patuh lebih tidak mungkin. Mengapa? Umumnya, orang-
orang yang berorientasi pada pencapaian tidak suka gagal, meskipun demikian, lebih
cenderung melakukan apa yang mereka pandang terbaik bagi organisasi. Kedua, individu
yang mengejar pencapaian tampaknya lebih rentan pada bias retrospeksi, mungkin karena
mereka perlu menjustifikasj tindakannya.58 Kita belum memiliki bukti mengenai apakah
orang-orang yang patuh kebal pada bias ini. Orang-orang dengan harga diri tinggi sangat
termotivasi untuk mempertahankannya, sehingga mereka menggunakan bias pemenuhan
diri untuk mempertahankannya. Mereka menyalahkan orang lain atas kegagalannya,
tetapi mengambil kredit atas kesuksesan.

2) Jenis Kelamin
Riset atas kontemplasi menawarkan pandangan mengenai perbedaan jenis kelamin
dalam pengambilan keputusan. Kontemplasi bermakna berefleksi dalam waktu yang
lama. Dari sisi pengambilan keputusan, itu berarti terlalu memikirkan masalah. Dua puluh
tahun studi mendapati wanita menghabiskan lebih banyak waktu dibandingkan pria dalam
menganalisis masa lalu, masa kini, dan masa depan. Mereka lebih mungkin terlalu
menganalisis masalah sebelum mengambil keputusan dan menyesali keputusan ketika
telah dibuat. Ini dapat mengarah pada pertimbangan hati-hati atas masalah dan pilihan.
Meskipun demikian, itu dapat membuat masalah lebih sulit diselesaikan, meningkatkan
penyesalan atas keputusan masa lampau, dan meningkatkan depresi. Wanita hampir dua
kali lebih banyak dari pria dalam mengembangkan depresi.

Alasan mengapa wanita lebih berkontemplasi daripada pria masih belum jelas. Ada
pendapat bahwa orang tua mendorong dan menanamkan ekspresi kesedihan dan
kecemasan lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Teori lainnya
adalah bahwa wanita, lebih banyak dari pria, mendasarkan harga diri dan nilai positifnya
pada apa yang orang lain pikirkan tentang mereka. Pendapat ketiga adalah bahwa wanita
lebih berempati dan lebih dipengaruhi oleh peristiwa dalam kehidupan orang lain,
sehingga mereka memiliki lebih banyak hal untuk dikontemplasikan.

Pada umur 11 tahun, anak perempuan berkontemplasi lebih banyak daripada anak
laki-laki. Tetapi perbedaan jenis kelamin tampaknya berkurang dengan umur. Perbedaan
paling besar selama masa muda dan terkecil sesudah usia, ketika baik pria maupun wanita
berkontemplasi paling sedikit.

3) Kemampuan Mental
Kita tahu orang-orang dengan level kemampuan mental yang lebih tinggi mampu
memproses informasi lebih cepat, memecahkan masalah lebih akurat, dan belajar lebih
cepat, sehingga Anda mungkin mengekspektasikan mereka juga lebih sedikit berisiko
salah mengambil keputusan umum. Meskipun demikian, kemampuan mental tampaknya
hanya membantu orang-orang menghindari beberapa dari masalah tersebut. Orang-orang
yang cerdas sama mungkinnya untuk jatuh dalam jebakan penjangkaran, terlalu percaya
diri, dan eskalasi komitmen, mungkin karena cerdas saja tidak mengingatkan Anda akan
kemungkinan Anda terlalu percaya diri atau secara emosional defensif. Bukan berarti
bahwa kecerdasan tidak pernah berarti. Begitu diingatkan akan kesalahan pengambilan
keputusan, orang-orang yang lebih cerdas belajar lebih cepat untuk menghindarinya.
Mereka juga lebih baik dalam menghindari kesalahan logis seperti silogisme salah atau
kesalahan interpretasi data.

4) Perbedaan Budaya
Model rasional tidak membuat pengakuan atas perbedaan budaya, demikian pula
dengan banyaknya literatur riset perilaku organisasi tentang pengambilan keputusan.
Tetapi orang Indonesia, misalnya, tidak selalu mengambil keputusan dengan cara yang
sama dengan orang Australia. Oleh karena itu, kita perlu mengakui bahwa latar belakang
budaya dari pembuat keputusan dapat memengaruhi dengan signifikan pilihan masalah,
kedalaman analisis, pentingnya logika dan rasionalitas, dan apakah keputusan organisasi
seharusnya dibuat secara autokrat oleh seorang manajer atau secara kolektif dalam
kelompok.

Budaya berbeda dalam orientasi waktu, pentingnya rasionalitas, kepercayaan dalam


kemampuan orang memecahkan masalah, dan preferensi pengambilan keputusan kolektif.
Perbedaan dalam orientasi waktu membantu kita memahami mengapa manajer di Mesir
mengambil keputusan pada fase yang lebih perlahan dan hati-hati daripada rekanannya di
AS. Ketika rasionalitas dinilai di Amerika Utara, tidak demikian di tempat lain. Seorang
manajer Amerika Utara mungkin mengambil keputusan penting secara intuitif tetapi
penting untuk tampil melanjutkannya dengan cara yang rasional karena rasionalitas
sangat dinilai di Barat. Dalam negara-negara seperti Iran, di mana rasionalitas tidak
sebesar faktor-faktor lainnya, usaha untuk tampil rasional tidak penting.

Beberapa budaya menekankan pemecahan masalah, sedangkan yang lainnya fokus


pada menerima situasi sebagaimana adanya. Amerika Serikat masuk dalam kategori
pertama: Thailand dan Indonesia adalah contoh kedua. Oleh karena manajer yang
memecahkan masalah percaya mereka mampu dan harus mengubah situasi sesuai
kepentingan mereka, manajer AS mungkin mengidentifikasi masalah lama sebelum
rekannya di Thailand atau Indonesia. Pengambilan keputusan oleh manajer Jepang lebih
berorientasi kelompok daripada di Amerika Serikat. Jepang menghargai keseragaman dan
kerja sama, jadi sebelum CEO Jepang membuat keputusan penting, mereka
mengumpulkan sejumlah besar informasi untuk digunakan dalam keputusan kelompok
yang membentuk konsensus. Mungkin ada perbedaan-perbedaan budaya penting dalam
pengambilan keputusan, tetapi sayangnya belum banyak riset yang mengidentifikasinya.

7.2.2 Batasan Organisasi

Organisasi dapat membatasi pengambil keputusan, menciptakan deviasi dari model


rasional. Misalnya, manajer membentuk keputusan untuk merefleksikan evaluasi klnera
dan sistem imbalan organisasi, untuk memenuhi peraturan baku dan untuk memenuhl
batasan batasan waktu organisasi. Contoh dapat juga membatasi keputusan.

1) Evaluasi Kinerja
Manajer dipengaruhi oleh kriteria yang menjadi dasar mereka dievaluasL Jika seorang
manajer divisi percaya bahwa kinerja pabrik yang berada di bawah tanggung jawabnya
beroperasi terbaik ketika ia tidak mendengar hal negatif, kita akan mendapati manajer
pabriknya bekerja menghabiskan banyak waktu untuk memastikan tidak ada informasi
negatif yang sampai padanya.

2) Sistem Imbalan
Sistem imbalan organisasi memengaruhi pengambil keputusan dengan menyarankan
pilihan apa yang memiliki pembayaran pribadi yang lebih baik. Jika organisasi
menghargai penghindaran risiko, manajer lebih mungkin untuk mengambil keputusan
konservatif. Dari tahun 1930-an sampai pertengahan tahun 1980-an General Motors
secara konsisten memberikan promosi dan bonus pada manajer yang tetap law profile dan
menghindari kontroversi. Eksekutif ini menjadi ahli dalam menghindari isu-isu dan
menyerahkan keputusan-keputusan kontroversial pada komite.

3) Peraturan Baku
David, seorang manajer sif di restoran Taco Bell di San Antonio, Texas menjelaskan
batasan-batasan yang dihadapinya dalam pekerjaannya, “Saya menerima peraturan
peraturan yang mencakup hampir setiap keputusan yang saya buat dan bagaimana
membuat burrito sampai seberapa sering saya perlu membersihkan tmlet. Pekerjaan saya
tidak muncul dengan banyak kebebasan memilih.” Situasi David tidaklah unik. Semua,
kecuali sangat sedikit, organisasi membuat peraturan dan kebijakan untuk memprogram
keputusan dan mengarahkan individu bertindak sesuai yang diharapkan. Dalam
melakukan hal demikian, mereka membatasi pilihan-pilihan keputusan.

4) Batasan Waktu Akibat Sistem


Hampir semua keputusan penting muncul dengan tenggat waktu eksplisit. Sebuah
laporan tentang pengembangan produk baru bisa saja harus siap untuk ditinjau komite
eksekutif tanggal pertama bulan itu. Kondisi-kondi51 demikian sering membuat sulit, jika
tidak mungkin, bagi manajer untuk memperoleh semua informasi sebelum mengambil
keputusan.

5) Contoh Historis
Keputusan tidak dibuat dalam ruang vakum, mereka memiliki sebuah konteks.
Keputusan-keputusan individu merupakan poin-poin dalam arus pilihan; yang dibuat di
masa lampau seperti hantu yang membuntuti dan membatasi pilihan-pilihan sekarang.
Merupakan rahasia umum bahwa penentu terbesar dari ukuran dari anggaran tahun ini
adalah anggaran tahun lalu.65 Pilihan-pilihan yang dibuat hari ini sebagian besar
merupakan hasil dari pilihan-pilihan yang dibuat bertahun-tahun.

7.3 ETIKA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

7.3.1 Tiga Kriteria Keputusan Etis

1) Utiltarianisme
Merupakan sebuah sistem di mana keputusan-keputusan dibuat untuk memberikan
yang terbaik dalam jumlah terbanyak. Kriteria ini mengusulkan pengambilan
keputusan hanya berdasarkan outcome/keluaran, namun dapat memberikan yang
paling baik dalam jumlah yang paling besar. Kriteria ini konsisten dengan sasaran
seperti efisiensi, produktivitas, dan laba tinggi.

2) Whistle-blower
Yaitu individu melaporkan praktik-praktik tidak etis yang dilakukan pemberi kerjanya
kepada pihak luar. Kriteria ini bertujuan membuat keputusan yang konsisten dengan
kebebasan dan hak-hak fundamental. Sebuah penekanan pada hak dalam pengambilan
keputusan berarti menghormati dan melindungi hak-hak asasi individu seperti hak
atas privasi , kebebasan berbicara, dan proses yang pantas.

3) Etika Perilaku
Merupakan sebuah area studi yang menganalisis bagaimana orang berperilaku ketika
dikontrontasikan dengan dilema etis.

7.4 KREATIVITAS, PENGAMBILAN KEPUTUSAN KREATIF, DAN INOVASI


DALAM ORGANISASI

Meskipun model pengambilan keputusan rasional akan sering memperbaiki


keputusan, seorang pengambil keputusan juga membutuhkan kreativitas. Kreativitas
merupakan kemampuan untuk menghasilkan ide-ide yang inovatif dan berguna. Ide-ide
ini berbeda dari apa yang telah dilakukan sebelumnya. Adapun tiga tahap kreativitas
antara lain :

7.4.1 Perilaku Kreatif

Perilaku kreatif terjadi dalam empat langkah, yang masing=masing mengarah


pada yang berikutnya:

1) Formulasi masalah. Setiap tindakan kreativitas dimulai dengan masalah yang


memunculkan perilaku dirancang untuk memecahkannya. Oleh karena itu, formulasi
masalah didefinisikan sebagai tahapan perilaku kreatif di mana kita mengidentifikasi
sebuah masalah atau peluang yang membutuhkan sebuah solusi yang belum diketahui.
Misalnya, artis/wirausaha Marshall Carbee dan pebisnis ]ohn Bennett mendirikan Eco
Safety Products sesudah menemukan bahwa bahkan cat yang dinyatakan aman oleh
Agen Perlindungan Lingkungan (EPA) mengeluarkan zat kimia berbahaya. Oleh
karena itu, pengembangan Bennett atas cat seni-aman berbahan dasar kedelai dimulai
dengan mengidentifikasi sebuah masalah keamanan dengan cat yang saat ini
dipasarkan.
2) Pengumpulan informasi. Dengan adanya masalah, solusinya jarang sekali ada di
tangan. Kita membutuhkan waktu untuk belajar lebih dan memproses pembelajaran
itu. Oleh karena itu, pengumpulan informasi adalah tahapan perilaku kreatifketika
solusi-solusi yang mungkin atas masalah diinkubasikan dalam pikiran individu.
Niklas Laninge dari Hoa’s Tool Shop, sebuah perusahaan berbasis di Stockholm yang
membantu organisasi menjadi lebih inovatif, berpendapat bahwa pengumpulan
informasi kreatifberarti berpikir di luar rutinitas biasa dan zona nyaman. Misalnya,
makan siang dengan seseorang di luar bidang Anda untuk membahas masalah.
Laninge mengatakan, “Itu sangat mudah, dan Anda dipaksa untuk berbicara mengenai
bisnis Anda dan hal-hal yang Anda ingin capai dari sisi yang baru. Anda tidak dapat
menggunakan istilah-istilah khusus karena orang-orang tidak mengerti.
3) Pemunculan ide. Iika kita telah mengumpulkan informasi yang relevan, saatnya
untuk mentranslasikan pengetahuan menjadi ide-ide. Oleh karena itu, pemunculan ide
adalah proses perilaku kreatif di mana kita mengembangkan solusi-solusi yang
mungkin atas sebuah masalah dari informasi dan pengetahuan yang relevan. Semakin
meningkat, pemunculan ide bersifat kolaboratif. Misalnya, ketika insinyur NASA
mengembangkan ide untuk mendaratkan pesawat luar angkasa di Mars, mereka
melakukannya dengan kolaboratif. Sebelum muncul dengan rasa ingin tahu-sebuah
pesawat bajak berukuran SUV yang mendarat di Mars-tim itu menghabiskan tiga hari
menggali ide-ide potensial di papan tulis.
4) Evaluasi ide. Terakhir, saatnya memilih ide-ide yang dimunculkan. Oleh karena itu,
evaluasi ide adalah proses perilaku kreatif di mana kita mengevalusi solusi-solusi
potensial untuk mengidentifikasi yang terbaik. Kadang-kadang metode memilih bisa
jadi inovatif. Ketika pemilik Dallas Mavericks Mark Cuban tidak senang dengan
seragam tim, ia meminta fans untuk membantu merancang dan memilih
seragam terbaik Umumnya, untuk mengeliminasi bias nyata Anda ingin agar orang-
orang yang melakukan evaluasi ide adalah orang yang berbeda dengan orang
memunculkan ide.

7.4.2 Penyebab Perilaku Kreatif

Yang termasuk dalam penyebab kreativitas adalah potensi kreatif dan lingkungan
kreatif. Potensi Kreatif, Semakin banyak karakteristik ini kita miliki, semakin tinggi
potensi kreatif kita. Kecerdasan berhubungan dengan kreativitas. Orang-orang cerdas
lebih kreatif karena mereka lebih baik dalam memecahkan masalah yang kompleks.
Meskipun demikian. individu-individu cerdas bisa juga lebih kreatif karena mereka
memiliki memori kerja yang lebih besar, yaitu mereka dapat mengingat lebih banyak
informasi yang berhubungan dengan tugas di tangan.

Sifat lainnya dari orang-orang kreatif termasuk kepribadian proaktif, kepercayaan


diri, mengambil risiko, toleransi pada ambiguitas, dan daya tahan. Keahlian adalah
fondasi dari semua pekerjaan kreatif dan oleh karena itu merupakan alat prediksi
tunggal paling penting dari potensi kreatif. Potensi bagi kreativitas ditingkatkan ketika
individu memiliki kemampuan, pengetahuan, kecakapan, dan keahlian yang sama
dengan bidang yang dijalaninya. Anda tidak akan mengharapkan seseorang dengan
pengetahuan minimal tentang pemograman untuk sangat kreatif sebagai insinyur
perangkat lunak.

7.4.3 Keluaran dari Kreatif (Inovasi)

Tahapan akhir dari model kreativitas kita adalah hasil. Perilaku kreatif tidak selalu
menghasilkan hasil kreatif atau inovatif. Seorang pekerja mungkin menghasilkan
sebuah ide kreatif dan tidak pernah membagikannya. Manajemen mungkin menolak
sebuah solusi yang kreatif. Tim mungkin membatasi perilaku kreatif dengan
mengisolasikan mereka yang mengusulkan ide-ide berbeda. Satu studi menunjukkan
bahwa kebanyakan orang memiliki bias terhadap menerima ide-ide kreatif karena ide-
ide menciptakan ketidakpastian. Ketika orang-orang merasa tidak pasti, kemampuannya
untuk melihat suatu ide sebagai sesuatu yang kreatif diblok.

Keluaran dari kreatif (creative outcome) sebagai ide-ide atau solusi-solusi yang
dinilai baru dan berguna oleh pemangku kepentingan yang relevan. Pembaruan itu
sendiri tidak menghasilkan sebuah hasil kreatifjika tidak berguna. Oleh karena itu,
solusi yang aneh hanya kreatif ketika ia membantu memecahkan masalah. Kegunaan
dari solusi mungkin dibuktikan sendiri atau mungkin dianggap sukses oleh pemangku
kepentingan sebelum kesuksesan nyata diketahui.

Sebuah organisasi bisa menuai banyak ide kreatif dari para pekerjanya dan menyebut
dirinya inovatif. Meskipun demikian, seperti yang baru-baru ini dinyatakan seorang
ahli, “ide-ide tidak berguna jika tidak digunakan.” Soft skill membantu mentranslasikan
ide menjadi hasil. Seorang peneliti mendapati bahwa di antara para pekerja sebuah
perusahaan agrobisnis besar, ide-ide kreatif paling mungkin diimplementasikan ketika
individu dimotivasi untuk mentranslasikan ide ke praktik-dan ketika ia memiliki
kemampuan jaringan yang kuat. Faktor penting lainnya adalah iklim organisasi; sebuah
studi atas tim perawatan kesehatan mendapati bahwa kreativitas tim itu ditranslasikan
menjadi inovasi hanya ketika iklim secara aktif mendukung inovasi. Studi-studi ini
menerangi satu fakta penting yaitu Ide-ide kreatif tidak mengimplementasikan diri
mereka sendiri, mentranslasikannya menjadi hasil-hasil kreatif adalah sebuah proses
sosial yang membutuhkan utilisasi konsep-konsep termasuk kekuasaan dan politik,
kepemimpinan, dan inovasi.

DAFTAR PUSTAKA
Robbins, Stephen P dan Timothy A. Judge. 2015. Perilaku Organisasi Organizational
Bahavior Edisi 16. Jakarta : Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai