Bagian Ulan Fiix Peror
Bagian Ulan Fiix Peror
1. Definisikan masalah
2. Identifikasi kriteria keputusan
3. Alokasikan bobot pada kriteria itu
4. Kembangkan alternatif – alternatif itu
5. Pilih alternatif terbaik
1) Kepribadian
Riset tentang kepribadian dan pengambilan keputusan menyatakan kepribadian
memengaruhi keputusan kita. Aspek-aspek spesifik dari kehati – hatian dari pada sifat-
sifat luasnya-bisa memengaruhi eskalasi komitmen. Khususnya aspek kehati-hatian usaha
keras untuk pencapaian dan kepatuhan. Pertama, riset menyatakan bahwa orang-orang
yang berjuang dalam pencapaiannya lebih mungkin mengeskalasi komitmennya,
sedangkan orang - orang yang patuh lebih tidak mungkin. Mengapa? Umumnya, orang-
orang yang berorientasi pada pencapaian tidak suka gagal, meskipun demikian, lebih
cenderung melakukan apa yang mereka pandang terbaik bagi organisasi. Kedua, individu
yang mengejar pencapaian tampaknya lebih rentan pada bias retrospeksi, mungkin karena
mereka perlu menjustifikasj tindakannya.58 Kita belum memiliki bukti mengenai apakah
orang-orang yang patuh kebal pada bias ini. Orang-orang dengan harga diri tinggi sangat
termotivasi untuk mempertahankannya, sehingga mereka menggunakan bias pemenuhan
diri untuk mempertahankannya. Mereka menyalahkan orang lain atas kegagalannya,
tetapi mengambil kredit atas kesuksesan.
2) Jenis Kelamin
Riset atas kontemplasi menawarkan pandangan mengenai perbedaan jenis kelamin
dalam pengambilan keputusan. Kontemplasi bermakna berefleksi dalam waktu yang
lama. Dari sisi pengambilan keputusan, itu berarti terlalu memikirkan masalah. Dua puluh
tahun studi mendapati wanita menghabiskan lebih banyak waktu dibandingkan pria dalam
menganalisis masa lalu, masa kini, dan masa depan. Mereka lebih mungkin terlalu
menganalisis masalah sebelum mengambil keputusan dan menyesali keputusan ketika
telah dibuat. Ini dapat mengarah pada pertimbangan hati-hati atas masalah dan pilihan.
Meskipun demikian, itu dapat membuat masalah lebih sulit diselesaikan, meningkatkan
penyesalan atas keputusan masa lampau, dan meningkatkan depresi. Wanita hampir dua
kali lebih banyak dari pria dalam mengembangkan depresi.
Alasan mengapa wanita lebih berkontemplasi daripada pria masih belum jelas. Ada
pendapat bahwa orang tua mendorong dan menanamkan ekspresi kesedihan dan
kecemasan lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Teori lainnya
adalah bahwa wanita, lebih banyak dari pria, mendasarkan harga diri dan nilai positifnya
pada apa yang orang lain pikirkan tentang mereka. Pendapat ketiga adalah bahwa wanita
lebih berempati dan lebih dipengaruhi oleh peristiwa dalam kehidupan orang lain,
sehingga mereka memiliki lebih banyak hal untuk dikontemplasikan.
Pada umur 11 tahun, anak perempuan berkontemplasi lebih banyak daripada anak
laki-laki. Tetapi perbedaan jenis kelamin tampaknya berkurang dengan umur. Perbedaan
paling besar selama masa muda dan terkecil sesudah usia, ketika baik pria maupun wanita
berkontemplasi paling sedikit.
3) Kemampuan Mental
Kita tahu orang-orang dengan level kemampuan mental yang lebih tinggi mampu
memproses informasi lebih cepat, memecahkan masalah lebih akurat, dan belajar lebih
cepat, sehingga Anda mungkin mengekspektasikan mereka juga lebih sedikit berisiko
salah mengambil keputusan umum. Meskipun demikian, kemampuan mental tampaknya
hanya membantu orang-orang menghindari beberapa dari masalah tersebut. Orang-orang
yang cerdas sama mungkinnya untuk jatuh dalam jebakan penjangkaran, terlalu percaya
diri, dan eskalasi komitmen, mungkin karena cerdas saja tidak mengingatkan Anda akan
kemungkinan Anda terlalu percaya diri atau secara emosional defensif. Bukan berarti
bahwa kecerdasan tidak pernah berarti. Begitu diingatkan akan kesalahan pengambilan
keputusan, orang-orang yang lebih cerdas belajar lebih cepat untuk menghindarinya.
Mereka juga lebih baik dalam menghindari kesalahan logis seperti silogisme salah atau
kesalahan interpretasi data.
4) Perbedaan Budaya
Model rasional tidak membuat pengakuan atas perbedaan budaya, demikian pula
dengan banyaknya literatur riset perilaku organisasi tentang pengambilan keputusan.
Tetapi orang Indonesia, misalnya, tidak selalu mengambil keputusan dengan cara yang
sama dengan orang Australia. Oleh karena itu, kita perlu mengakui bahwa latar belakang
budaya dari pembuat keputusan dapat memengaruhi dengan signifikan pilihan masalah,
kedalaman analisis, pentingnya logika dan rasionalitas, dan apakah keputusan organisasi
seharusnya dibuat secara autokrat oleh seorang manajer atau secara kolektif dalam
kelompok.
1) Evaluasi Kinerja
Manajer dipengaruhi oleh kriteria yang menjadi dasar mereka dievaluasL Jika seorang
manajer divisi percaya bahwa kinerja pabrik yang berada di bawah tanggung jawabnya
beroperasi terbaik ketika ia tidak mendengar hal negatif, kita akan mendapati manajer
pabriknya bekerja menghabiskan banyak waktu untuk memastikan tidak ada informasi
negatif yang sampai padanya.
2) Sistem Imbalan
Sistem imbalan organisasi memengaruhi pengambil keputusan dengan menyarankan
pilihan apa yang memiliki pembayaran pribadi yang lebih baik. Jika organisasi
menghargai penghindaran risiko, manajer lebih mungkin untuk mengambil keputusan
konservatif. Dari tahun 1930-an sampai pertengahan tahun 1980-an General Motors
secara konsisten memberikan promosi dan bonus pada manajer yang tetap law profile dan
menghindari kontroversi. Eksekutif ini menjadi ahli dalam menghindari isu-isu dan
menyerahkan keputusan-keputusan kontroversial pada komite.
3) Peraturan Baku
David, seorang manajer sif di restoran Taco Bell di San Antonio, Texas menjelaskan
batasan-batasan yang dihadapinya dalam pekerjaannya, “Saya menerima peraturan
peraturan yang mencakup hampir setiap keputusan yang saya buat dan bagaimana
membuat burrito sampai seberapa sering saya perlu membersihkan tmlet. Pekerjaan saya
tidak muncul dengan banyak kebebasan memilih.” Situasi David tidaklah unik. Semua,
kecuali sangat sedikit, organisasi membuat peraturan dan kebijakan untuk memprogram
keputusan dan mengarahkan individu bertindak sesuai yang diharapkan. Dalam
melakukan hal demikian, mereka membatasi pilihan-pilihan keputusan.
5) Contoh Historis
Keputusan tidak dibuat dalam ruang vakum, mereka memiliki sebuah konteks.
Keputusan-keputusan individu merupakan poin-poin dalam arus pilihan; yang dibuat di
masa lampau seperti hantu yang membuntuti dan membatasi pilihan-pilihan sekarang.
Merupakan rahasia umum bahwa penentu terbesar dari ukuran dari anggaran tahun ini
adalah anggaran tahun lalu.65 Pilihan-pilihan yang dibuat hari ini sebagian besar
merupakan hasil dari pilihan-pilihan yang dibuat bertahun-tahun.
1) Utiltarianisme
Merupakan sebuah sistem di mana keputusan-keputusan dibuat untuk memberikan
yang terbaik dalam jumlah terbanyak. Kriteria ini mengusulkan pengambilan
keputusan hanya berdasarkan outcome/keluaran, namun dapat memberikan yang
paling baik dalam jumlah yang paling besar. Kriteria ini konsisten dengan sasaran
seperti efisiensi, produktivitas, dan laba tinggi.
2) Whistle-blower
Yaitu individu melaporkan praktik-praktik tidak etis yang dilakukan pemberi kerjanya
kepada pihak luar. Kriteria ini bertujuan membuat keputusan yang konsisten dengan
kebebasan dan hak-hak fundamental. Sebuah penekanan pada hak dalam pengambilan
keputusan berarti menghormati dan melindungi hak-hak asasi individu seperti hak
atas privasi , kebebasan berbicara, dan proses yang pantas.
3) Etika Perilaku
Merupakan sebuah area studi yang menganalisis bagaimana orang berperilaku ketika
dikontrontasikan dengan dilema etis.
Yang termasuk dalam penyebab kreativitas adalah potensi kreatif dan lingkungan
kreatif. Potensi Kreatif, Semakin banyak karakteristik ini kita miliki, semakin tinggi
potensi kreatif kita. Kecerdasan berhubungan dengan kreativitas. Orang-orang cerdas
lebih kreatif karena mereka lebih baik dalam memecahkan masalah yang kompleks.
Meskipun demikian. individu-individu cerdas bisa juga lebih kreatif karena mereka
memiliki memori kerja yang lebih besar, yaitu mereka dapat mengingat lebih banyak
informasi yang berhubungan dengan tugas di tangan.
Tahapan akhir dari model kreativitas kita adalah hasil. Perilaku kreatif tidak selalu
menghasilkan hasil kreatif atau inovatif. Seorang pekerja mungkin menghasilkan
sebuah ide kreatif dan tidak pernah membagikannya. Manajemen mungkin menolak
sebuah solusi yang kreatif. Tim mungkin membatasi perilaku kreatif dengan
mengisolasikan mereka yang mengusulkan ide-ide berbeda. Satu studi menunjukkan
bahwa kebanyakan orang memiliki bias terhadap menerima ide-ide kreatif karena ide-
ide menciptakan ketidakpastian. Ketika orang-orang merasa tidak pasti, kemampuannya
untuk melihat suatu ide sebagai sesuatu yang kreatif diblok.
Keluaran dari kreatif (creative outcome) sebagai ide-ide atau solusi-solusi yang
dinilai baru dan berguna oleh pemangku kepentingan yang relevan. Pembaruan itu
sendiri tidak menghasilkan sebuah hasil kreatifjika tidak berguna. Oleh karena itu,
solusi yang aneh hanya kreatif ketika ia membantu memecahkan masalah. Kegunaan
dari solusi mungkin dibuktikan sendiri atau mungkin dianggap sukses oleh pemangku
kepentingan sebelum kesuksesan nyata diketahui.
Sebuah organisasi bisa menuai banyak ide kreatif dari para pekerjanya dan menyebut
dirinya inovatif. Meskipun demikian, seperti yang baru-baru ini dinyatakan seorang
ahli, “ide-ide tidak berguna jika tidak digunakan.” Soft skill membantu mentranslasikan
ide menjadi hasil. Seorang peneliti mendapati bahwa di antara para pekerja sebuah
perusahaan agrobisnis besar, ide-ide kreatif paling mungkin diimplementasikan ketika
individu dimotivasi untuk mentranslasikan ide ke praktik-dan ketika ia memiliki
kemampuan jaringan yang kuat. Faktor penting lainnya adalah iklim organisasi; sebuah
studi atas tim perawatan kesehatan mendapati bahwa kreativitas tim itu ditranslasikan
menjadi inovasi hanya ketika iklim secara aktif mendukung inovasi. Studi-studi ini
menerangi satu fakta penting yaitu Ide-ide kreatif tidak mengimplementasikan diri
mereka sendiri, mentranslasikannya menjadi hasil-hasil kreatif adalah sebuah proses
sosial yang membutuhkan utilisasi konsep-konsep termasuk kekuasaan dan politik,
kepemimpinan, dan inovasi.
DAFTAR PUSTAKA
Robbins, Stephen P dan Timothy A. Judge. 2015. Perilaku Organisasi Organizational
Bahavior Edisi 16. Jakarta : Salemba Empat.