Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“DIAGNOSTIK DAN TERAPI SISTEM PENCERNAAN


GASTRITIS”

OLEH :

KELOMPOK 5

1. Ni Ketut Vera Parasyanti 183222927


2. Ni Komang Novi Savitri 183222928
3. Ni Komang Megawati 183222929
4. Ni Luh Ayu Karmini 183222930
5. Ni Luh Putu Eka Rasnuari 183222931
6. Ni Luh Putu Very Yanthi 183222932

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang widhi Wasa karena
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Diagnostik dan Terapi Sistem
Pencernaan Gastritis” tepat pada waktunya.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan, baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini saya menyampaikan ucapan terima kasih
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun penulis harapkan demi mencapai kesempurnaan
makalah berikutnya.
Sekian penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu.Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa melancarkan segala
usaha kita.

Denpasar, 6 Nopember 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................
1.3 Tujuan ..................................................................................................
1.4 Manfaat ...............................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Gastritis ..................................................................................
2.2 Diagnostik Gastritis .............................................................................
2.2 Terapi Gastritis .....................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .........................................................................................
3.2 Saran ....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu gastro,
yang berarti perut/lambungdan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis bukan
merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya
itu mengakibatkan peradangan pada lambung. Biasanya, peradangan tersebut
merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang sama dengan bakteri yang dapat
mengakibatkan borok di lambung yaitu Helicobacter pylori. Tetapi faktor-faktor lain
seperti trauma fisik dan pemakaian secara terus menerus beberapa obat penghilang
sakit dapat juga menyebabkan gastritis.
Pada beberapa kasus, gastritis dapat menyebabkan terjadinya borok (ulcer) dan
dapat meningkatkan resiko dari kanker lambung. Akan tetapi bagi banyak
orang, gastritis bukanlah penyakit yang serius dan dapat segera membaik dengan
pengobatan.
Pengobatan gastritis bertujuan untuk melindungi lambung dari kerusakan yang
berlebihan dan berkelanjutan dengan menghilangkan penyebabnya, merubah gaya
hidup dan terapi medikadementosa. Terapi medikamentosa biaya pengobatannya
mahal dan memiliki efek samping.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa saja diagnostic dari Gastritis ?
1.2.2 Apa saja terapi dari Gastritis ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui diagnostik pada Gastritis.
1.3.2 Untuk mengetahui terapi pada Gastritis.
1.4 Manfaat
Penulisan makalh ini sangat diharapkan bermanfaat bagi seluruh pembaca dan
penulis untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang diagnostik dan terapi
pada Gatritis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Gastritis
1. Pengertian Gastritis
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung atau
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Secara
histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah
tersebut (Hirlan, 2009).
Gastritis atau lebih dikenal sebagai magh berasal dari bahasa yunani yaitu
gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan.
Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung yang
bersifat akut, kronis, difus dan lokal. Ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu
gastritis akut dan kronik (Price dan Wilson, 2005).
Inflamasi ini mengakibatkan sel darah putih menuju ke dinding lambung
sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian tersebut. Berdasarkan pemeriksaan
endoskopi ditemukan eritema mukosa, sedangkan hasil foto memperlihatkan
iregularitas mukosa (Wibowo, 2007).
2. Penyebab Gastritis
a. Makan tidak teratur atau terlambat makan
Biasanya menunggu lapar dulu, baru makan dan saat makan langsung makan
terlalu banyak (Puspadewi, 2009).
b. Bisa juga disebabkan oleh bakteri bernama Helicobacter pylori
Bakteri tersebut hidup di bawah lapisan selaput lendir dinding bagian dalam
lamung. Fungsi lapisan lendir sendiri adalah untuk melinudngi kerusakan dinding
lambung akibat produksi asam lambung. Infeksi yangt diakibatkan bakteri
Helicobacter menyebabkan peradangan pada dinding lambung yang disebut
gastritis (Aziz, 2011).
c. Merokok akan merusak lapisan pelindung lambung
Oleh karena itu, orang yang merokok lebih sensitive terhadap gastritis maupun
ulser. Merokok juga akan meningkatkan asam lambung, melambatkan kesembuhan
dan meningkatkan resiko kanker lambung (Yuliarti, 2009).
d. Stress
Hal ini dimungkinkan karena karena system persarafan di otak berhubungan
dengan lambung, sehingga jika seseorang mengalami stress, bisa muncul kelainan
dalam lambungnya. Stress bisa menyebabkan terjadi perubahan hormonal di dalam
tubuh. Perubahan itu akan merangsang sel-sel dalam lambung yang kemudian
memproduksi asam secara berlebihan. Asam yang berlebihan ini membuat
lambung terasa nyeri, perih dan kembung. Lama-kelamaan hali ini dapat
menimbulkan luka di dinding lambung (Sari, 2008).
e. Efek samping obat-obatan tertentu. Konsumsi obat penghilangan rasa nyeri, seperti
obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) misalnya aspirin, ibuproven (Advil, Motrin
dll), juga naproxen (aleve), yang terlalu sering dapat menyebabkan penyakit
gastritis, baik itu gastritis akut maupun kronis (Aziz, 2011).
f. Mengkonsumsi makanan terlalu pedas dan asam. Minum minuman yang
mengandung alkohol dan cafein seperti kopi. Hal itu dapat meningkatkan produksi
asam lambung berlebihan hingga akhirnya terjadi iritasi dan menurunkan
kemampuan fungsi dinding lambung (Suratum, 2010).
g. Alkohol, mengkonsumsi alkohol dapat mengiritasi (merangsang) dan mengikis
permukaan lambung (Suratum, 2010).
h. Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka, lada) menyebabkan kerusakan
mukosa gaster dan menimbulkan edema dan pendarahan.
i. Kondisi yang stressful (trauma, luka bakar, kemoterapi dan kerusakan susunan
syaraf pusat) merangsang peningkatan produksi HCl lambung.
j. Asam empedu adalah cairan yang membantu pencernaan lemak. Cairan ini
diproduksi di hati dan dialirkan ke kantong empedu. Ketika keluar dari kantong
empedu akan dialirkan ke usus kecil (duodenum). Secara normal, cincin pylorus
(pada bagian bawah lambung) akan mencegah aliran asam empedu ke dalam
lambung setelah dilepaskan ke duodenum. Namun, apabila cincin tersebut rusak
dan tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik atau dikeluarkan karena
pembedahan maka asam empedu akan mengalir ke lambung sehingga
mengakibatkan peradangan dan gastritis kronis (Suratum, 2010).
3. Klasifikasi Gastritis
a. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
akut dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial. Pada gastritis ditemukan
sel inflamasi akut dan neutrofil mukosa edema, merah dan terjadi erosi kecil
dan perdarahan (Price dan Wilson, 2005).
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti makan terlalu
banyak dan cepat, makan makanan yang terlalu berbumbu atau mengandung
mikroorganisme penyebab penyakit, jenis obat, iritasi bahan semacam alkohol,
bakteri, stres akut, radiasi, refluk empedu atau cairan pancreas, iskemia dan
trauma langsung (Muttaqin, 2011).
Gastritis akut terdiri dari beberapa tipe yaitu gastritis stres akut, gastritis
erosif kronis, dan gastritis eosinofilik. Semua tipe gastritis akut mempunyai
gejala yang sama. Episode berulang gastritis akut dapat menyebabkan gastritis
kronik (Wibowo, 2007).
b. Gastritis Kronis
Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
bersifat menahun sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik bervariasi
(Wibowo, 2007). Gastritis kronik disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak
maupun ganas atau oleh bakteri Helicobacter Pylori (Smeltzer, 2001).
Gastritis kronik ditandai dengan atropi progresif epitel kelenjar disertai
hilangnya sel parietal dan chief cell di lambung, dinding lambung menjadi tipis
dan permukaan mukosa menjadi rata. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan
tiga perbedaan yaitu gastritis superfisial, gastritis atropi dan gastritis hipertropi
(Price dan Wilson, 2005).
1) Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan, edema, serta perdarahan
dan erosi mukosa;
2) Gastritis atropi, dimana peradangan terjadi pada seluruh lapisan mukosa.
Pada perkembangannya dihubungkan dengan ulkus dan kanker lambung,
serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan
jumlah sel parietal dan sel chief;
3) Gastritis hipertropi, suatu kondisi dengan terbentuknya nodulnodul pada
mukosa lambung yang bersifat irregular, tipis dan hemoragik.
4. Manifestasi Klinis Gastritis
Manifestasi klinik gastritis terbagi menjadi yaitu gastritis akut dangastritis kronik
(Mansjoer, 2001):
a. Gastritis akut
Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung, muntah,
merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan
saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-
tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih
dalam, terdapat riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu.
b. Gastritis kronik
Bagi sebagian orang gastritis kronis tidak menyebabkan gejala apapun
(Jackson, 2006). Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia,
nausea dan pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan. Gastritis kronis
yang berkembang secara bertahap biasanya menimbulkan gejala seperti sakit
yang tumpul atau ringan (dull pain) pada perut bagian atas dan terasa penuh
atau kehilangan selera setelah makan beberapa gigitan.

2.2 Diagnostik Gastritis


Pemeriksaan dignostik menurut Dermawan( 2010) dan Doenges( 2000 ), sebagai
berikut :
1. Tes Darah
Tes darah untuk melihat adanya antibodi terhadap serangan Helicobacter pylori.
Hasil test yang positif menunjukkan bahwa seseorang pernah mengalami kontak
dengan bakteri Helicobacter pylori dalam hidupnya, tetapi keadaan tersebut
bukan berarti seseorang telah terinfeksi Helicobacter pylori. Tes darah juga dapat
digunakan untuk mengecek terjadinya anemia yang mungkin saja disebabkan
oleh perdarahan karena gastritis.
2. Endoskopi saluran cerna bagian atas
Tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas
yang mungkin tidak terlihat dari sinar-X. Gambaran endoskopi yang ditemukan
adalah eritema, eksudatif, flat erosison, raised erosion, perdarahan, edematous
rugae. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang
fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan
bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimati-rasakan
(anestesi) sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa
nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat
mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan
tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes
ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak
langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai
efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada
resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman
pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
3. EGD (Esofagagastriduodenoskopi)
Tes diagnostik kunci untuk perdarahan gastritis, dilakukan untuk melihat sisi
perdarahan atau derajat ulkus jaringan atau cidera
4. Pemeriksaan Feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang
positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan
terhadap adanya darah dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan
pada lambung.
5. Pemeriksaan Histopatologi
Perubahan histopatologi selain menggambarkan perubahan morfologi, sering
juga menggambarkan proses yang mendasari misalnya autoimun, atau respon
adaptif mukosa lambung. Perubahan yang terjadi yaitu degradasi epitel, tampak
hiperplasia foveolar, infiltrasi netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel
limfoid, atropi, intestinal metaplasia, hiperplasia sel endokrin, dan kerusakan sel
epitel. Pemeriksaan histopatologi juga menyertakan pemeriksaan Helicobacter
pylori (Hirlan, 2009).
6. Analisa gaster
Dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, mengkaji aktivitas sekretori
mukosa gaster, contoh peningkatan asam hidroklorik dan pembentukan asam
noktura
7. Amilase serum
Meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga gastritis.
2.3 Terapi Gastritis
1. Diet Gastritis
Diet penyakit gastritis adalah untuk memberikan makanan dan cairan
secukupnya yang tidak memberatkan lambung serta mencegah dan menetralkan
sekresi asam lambung yang berlebihan. Syarat-syarat diet penyakit gastritis adalah:
a. Mudah dicerna, porsi kecil dan sering diberikan.
b. Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk
menerimanya.
c. Lemak rendah yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan
secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
d. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap.
e. Cairan cukup, terutama bila ada muntah.
f. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam dan berminyak,
baik secara termis, mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya tahan
terima perorangan).
g. Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa, umumnya tidak dianjurkan
minum susu terlalu banyak.
h. Makan secara perlahan dilingkungan yang tenang.
i. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48 jam untuk
memberi istirahat pada lambung.
Toleransi pasien terhadap makanan sangat individual, sehingga perlu dilakukan
penyesuaian, frekuensi makan dan minum susu yang sering pada pasien tertentu
dapat merangsang pengeluaran asam lambung secara berlebihan. Perilaku makan
tertentu dapat menimbulkan gastritis misalnya porsi makan terlalu besar, makan
terlalu cepat atau berbaring/tidur segera setelah makan (Almatsier, 2010).
2. Terapi Farmakologi
a. Terapi asam lambung
Asam lambung mengiritasi jaringan yang meradang dalam lambung dan
menyebabkan sakit dan peradangan yang lebih parah. Itulah sebabnya, bagi
sebagian besar tipe gastritis, terapinya melibatkan obat-obat yang mengurangi
atau menetralkan asam lambung seperti :
1) Antasida.
Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan
merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis ringan.
Antasida menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa sakit
akibat asam lambung dengan cepat.
2) Penghambat asam
Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa sakit tersebut, dokter
kemungkinan akan merekomendasikan obat seperti cimetidin, ranitidin,
nizatidin atau famotidin untuk mengurangi jumlah asam lambung yang
diproduksi.
3) Penghambat pompa proton
Cara yang lebih efektif untuk mengurangi asam lambung adalah dengan cara
menutup “pompa” asam dalam sel-sel lambung penghasil asam. Penghambat
pompa proton mengurangi asam dengan cara menutup kerja dari “pompa-
pompa” ini. Yang termasuk obat golongan ini adalah omeprazole,
lansoprazole, rabeprazole dan esomeprazole. Obat-obat golongan ini juga
menghambat kerja H. pylori.
4) Cytoprotective agents
Obat-obat golongan ini membantu untuk melindungi jaringan-jaringan yang
melapisi lambung dan usus kecil. Yang termasuk ke dalamnya adalah
sucraflate dan misoprostol. Jika meminum obat-obat AINS secara teratur
(karena suatu sebab), dokter biasanya menganjurkan untuk meminum obat-
obat golongan ini. Cytoprotective agents yang lainnya adalah bismuth
subsalicylate yang juga menghambat aktivitas H. pylori.
b. Terapi terhadap H. Pylori
Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling
sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa
proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik
berfungsi untuk membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi untuk
meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan
efektifitas antibiotik.
Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk
membunuh H. pylori sangat beragam, bergantung pada regimen yang
digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif
daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang lama (terapi
selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan
efektifitas.
Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan
kembali setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan
feces adalah dua jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan
sudah tidak adanya H. pylori. Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang
positif selama beberapa bulan atau bahkan lebih walaupun pada kenyataanya
bakteri tersebut sudah hilang.
4. Penatalaksanaan secara keperawatan meliputi:
a) Tirah baring
b) Mengurangi stress
c) Diet
5. Terapi Teknik Relaksasi
Berikut adalah tujuan dilakukannya terapi relaksasi yaitu :
a. Untuk mengurangi rasa nyeri melalui kontraksi otot.
b. Mengurangi pengaruh efek stress
c. Mengurangi efek samping dari kemoterapi
Penderita gastritis dapat diberikan terapi teknik relaksasi progresif. Teknik
relaksasi progresif disebut juga neuromuscular relaxion, dimana teknik ini
bertujuan untuk merelaksasi otot melalui control kerja saraf (Prio, 2009).
Melakukan teknik relaksasi progresif dilakukan dengan teknik kontraksi dan
relaksasi yang dilakukan pada setiap kelompok otot secara bergantian. Berikut
adalah urutan dalam melakukan teknik relaksasi progresif dimana di setiap urutan
dilakukan kontraksi dan relaksasi sebanyak dua kali gerakan selama 5 hitungan :
a. Dimulai dari kelompok otot pergelangan tangan
b. Kelompok otot lengan bawah
c. Kelompok otot lengan atas
d. Kelompok otot bahu
e. Kelompok otot wajah
f. Kelompok otot leher
g. Kelompok otot punggung
h. Kelompok otot dada
i. Kelompok otot perut
j. Kelompok otot kaki, paha dan bokong.
Berikut adalah manfaat yang ditimbulkan dengan dilakukannya teknik relaksasi
progresif :
a. Untuk meningkatkan kesadaran tubuh yaitu melalui relaksasi otot tubuh
yang mengalami ketegangan akibat stress.
b. Membantu meningkatkan kemampuan mengontrol ketegangan otot tubuh
yaitu dilakukan dengan cara meregangkan bagian tubuh yang tidak
dilakukan pergerakan tertentu sambil menegangkan otot yang diperlukan.
c. Efek secara fisiologis dari relaksasi progresif yaitu akan merilekskan oto
yang tegang. Relaksasi saluran pencernaan dan kardiovaskular sehingga
menyebutkan tekanan darah menjadi hilang. Pencernaan menjadi normal.
d. Efek psikologisnya yang ditimbulkan akan menurunkan kecemasan yang
terjadi, menghilangkan depresi, kesulitan tidur menjadi teratasi, dan
mengatasi insomnia.
Mekanisme teknik relaksasi progresif dalam menurunkan nyeri gastritis terdiri
atas pengaktifan sistem saraf parasimpatis. Pengaktifan saraf parasimpatis secara
sadar akan melawan efek negative dari stress yang timbul di lambung. Sistem saraf
parasimpatis akan menyebabkan asam lambung menurun, adanya vasodilatasi
kapiler darah di abdomen dan di lambung sehingga terjadi peningkatan aliran
darah ke lambung dan abdomen, serta relaksasi otot-otot veceral di lambung dan
abdomen.
Selain terapi relaksasi progresif juga dapat dilakukan terapi lainnya seperti
stimulasi kutan dan massage, terapi panas dan dingin, Transkutaneus Electrical
Nerve Stimulation (TENS), teknik distraksi, imagery guided, hypnosis.
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung atau
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Secara
histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah
tersebut. Inflamasi ini mengakibatkan sel darah putih menuju ke dinding lambung
sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian tersebut. Berdasarkan pemeriksaan
endoskopi ditemukan eritema mukosa, sedangkan hasil foto memperlihatkan
iregularitas mukosa. Untuk penatalaksanaan gastritis terdapat beberapa terapi yaitu
terapi diet gastritis, terapi farmakologi yang meliputi terapi asam lambung bisa
diberikan obat seperti antasida, obat pemnghambat asam (cimetidin, ranitidin,
nizatidin atau famotidine), penghambat pompa proton (omeprazole, lansoprazole,
rabeprazole dan esomeprazole), dan Cytoprotective agents (sucraflate dan
misoprostol). Terapi terhadap H.pylori bisa diberikan antibiotic (biasanya tertrasiklin
atau amoxicillin). Selain itu penatalaksanaan keperawatan meliputi tirah baring,
mengurangi stress dan diet.
2.2 Saran
1. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, terutama bagi mahasiswa
keperawatan.
2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Dermawan, D & Rahayuningsih, T. 2010. Keperawatan Medikal Bedah (Sistem
Pencernaan). Yogyakarta: Gosyen publishing.
Hirlan. 2009. Gastritis, dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata,
K.M., Setiati, S., editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, edisi V, Hal
509-512, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI, Jakarta.
Jacson, S. 2006. Gastritis. Diambil dari http://www.gicare.com/pated/ecd9546.htm
Diakses tanggal 06 desember 2018.
Masjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Muttaqin, A., Sari, K. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika.
Prince,Silvia A, dkk. (2005). Patofisiologi “Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit”.
Edisi 6 vol I. Jakarta : EGC
Sari, P. 2008. Hubungan Antara Kecemasan dengan Keluhan Nyeri Ulu Hati pada
Pasien Rawat Jalan di Poli Penyakit Dalam RSD. Dr. Soebandi. Karya Tulis
Ilmiah strata satu, Universitas Jember, Jawa Timur
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, Ed.8. Jakarta: EGC
Suratum, Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media
Wibowo, Y.A. 2007. Gastritis. Diambil dari
http://fkui.org/tikidownloadwiki_attachment.php?attld=1078&page=Yoga%2
0Agua%20Wibowo. Diakses tanggal 06 Desember 2018.

Anda mungkin juga menyukai